Laporan Kasus Stroke Non Hemoragik
Oleh: Triska Dianti Wahyuningrum, S. Ked 1830912320037
Pembimbing: dr. H. Hasyim Fachir, Sp.S
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT SARAF FAKULTAS KEDOKTERAN UNLAM/RSUD ULIN BANJARMASIN Maret, 2019
DAFTAR ISI
1. HALAMAN JUDUL ...................................................................................1 2. DAFTAR ISI ................................................................................................2 3. BAB I: PENDAHULUAN ........................................................................... 3 4. BAB II: TINJAUAN PUSTAKA ................................................................ 5 5. BAB III: DATA PASIEN ............................................................................ 20 6. BAB IV: PEMBAHASAN .......................................................................... 37 7. BAB V: PENUTUP ..................................................................................... 41 8. DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 42
2
BAB I PENDAHULUAN
Stroke atau serangan otak adalah sindrom klinis yang awal timbulnya mendadak, progresif, cepat, berupa defisit neurologis fokal dan atau global, yang berlangsung 24 jam atau lebih atau langsung menimbulkan kematian, dan sematamata di sebabkan oleh gangguan peredaran darah otak non traumatik. Stroke non hemoragik didefinisikan sebagai sekumpulan tanda klinik yang berkembang oleh sebab vaskular.1 Organisasi stroke dunia telah mencacat hampir 85% orang mempunyai risiko mengalami stroke, tetapi hal ini bisa terhindar jika adanya kesadaran untuk mengatasi faktor risiko sejak dini. Badan kesehatan dunia memprediksi bahwa penyebebab kematian didunia yang disebabkan oleh stroke akan meningkat seiring dengan meningkatnya kematian akibat penyakit jantung dan kanker kurang lebih enam juta di tahun 2010 dan menjadi delapan juta pada tahun 2030.2 Penyakit stroke dibagi menjadi dua macam yaitu stroke iskemik dan stroke hemoragik. Kejadian stroke iskemik sekitar 80-85% sedangkan untuk stroke hemoragik sekitar 20%. Stroke iskemik memiliki angka kejadian sekitar 80%. Insiden penyakit stroke hemoragik antara 15%-30%, sedangkan untuk kejadian stroke iskemik sekitar 70-85%. Di negara-negara berkembang seperti Asia kejadian stroke hemoragik sekitar 30% dan iskemik 70%. Berdasarkan data tersebut dapat disimpulkan bahwa kejadian stroke iskemik memiliki proporsi lebih besar jika dibandingkan dengan stroke hemoragik.2,3
3
Kasus ini dapat ditemui pada pasien rawat inap di RSUD Ulin Banjarmasin, sehingga penulis tertarik untuk melaporkan satu kasus Stroke Non Hemrogaik pada seorang pasien perempuan berusia 69 tahun yang dirawat inap di RSUD Ulin Banjarmasin pada bulan Maret 2019.
4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
1. Definisi Stroke atau serangan otak adalah sindrom klinis yang awal timbulnya mendadak, progresif, cepat, berupa defisit neurologis fokal dan atau global, yang berlangsung 24 jam atau lebih atau langsung menimbulkan kematian, dan sematamata di sebabkan oleh gangguan peredaran darah otak non traumatik. Stroke non hemoragik didefinisikan sebagai sekumpulan tanda klinik yang berkembang oleh sebab vaskular. Gejala ini berlangsung 24 jam atau lebih pada umumnya terjadi akibat berkurangnya aliran darah ke otak, yang menyebabkan cacat atau kematian.1 Stroke non-hemoragik adalah tanda klinis disfungsi atau kerusakan jaringan otak yang disebabkan kurangnya aliran darah ke otak sehingga mengganggu kebutuhan darah dan oksigen di jaringan otak. Stroke non-hemoragik dapat disebabkan oleh trombosis dan emboli, sekitar 80-85% menderita penyakit stroke non-hemoragik dan 20% persen sisanya adalah stroke hemoragik.4
2. Epidemiologi Menurut taksiran WHO, sebanyak 20,5 juta jiwa di dunia sudah terjangkit stroke tahun 2011. Dari jumlah tersebut 5,5 juta jiwa telah meninggal dunia. Penyakit darah tinggi atau hipertensi menyumbangkan 17,5 juta kasus stroke di dunia. Di Indonesia penyakit ini menduduki posisi ketiga setelah jantung dan kanker. Sebanyak 28,5% penderita meninggal dunia dan sisanya menderita
5
kelumpuhan sebagian atau total. Hanya 15% saja yang dapat sembuh total dari serangan stroke dan kecacatan.1 Di Indonesia, penelitian berskala cukup besar pernah dilakukan oleh ASNA (ASEAN Neurological Association) di 28 Rumah Sakit (RS) seluruh Indonesia. Dari 2.065 pasien stroke akut, dijumpai rata-rata usia adalah 58,8 tahun (rentang usia 18-95 tahun) dengan kasus pada pria lebih banyak dari pada wanita.5 Tahun 2020 diprediksi terdapat sekitar 7,6 juta penduduk akan mengalami mortalitas akibat penyakit stroke dan 15% kasus terjadi pada usia muda dan produktif.3 3. Klasifikasi Berdasarkan proses yang mendasari terjadinya gangguan peredaran darah otak, stroke dibedakan menjadi dua kategori yaitu :6,7 1. Stroke Non Hemoragik Stroke non hemoragik atau stroke iskemik merupakan 88% dari seluruh kasus stroke. Pada stroke iskemik terjadi iskemia akibat sumbatan atau penurunan aliran darah otak. Berdasarkan perjalanan klinis, dikelompokkan menjadi : A. TIA (Transient Ischemic Attack) Pada TIA gejala neurologis timbul dan menghilang kurang dari 24 jam. Disebabkan oleh gangguan akut fungsi fokal serebral, emboli maupun trombosis. B. RIND (Reversible Ischemic Neurologic Deficit) Gejala neurologis pada RIND menghilang lebih dari 24 jam namun kurang dari 7 hari.
6
C. Stroke in Evolution Stroke yang sedang berjalan dan semakin parah dari waktu ke waktu. D. Completed Stroke Kelainan neurologisnya bersifat menetap dan tidak berkembang lagi. Stroke non hemoragik terjadi akibat penutupan aliran darah ke sebagian otak tertentu, maka terjadi serangkaian proses patologik pada daerah iskemik. Perubahan ini dimulai dari tingkat seluler berupa perubahan fungsi dan bentuk sel yang diikuti dengan kerusakan fungsi dan integritas susunan sel yang selanjutnya terjadi kematian neuron. Stroke non hemoragik dibagi lagi berdasarkan lokasi penggumpalan, yaitu: A. Stroke Non Hemoragik Embolik Pada tipe ini embolik tidak terjadi pada pembuluh darah otak, melainkan di tempat lain seperti di jantung dan sistem vaskular sistemik. Embolisasi kardiogenik
dapat
terjadi
pada
penyakit
jantung
dengan
shunt
yang
menghubungkan bagian kanan dengan bagian kiri atrium atau ventrikel. Penyakit jantung rheumatoid akut atau menahun yang meninggalkan gangguan pada katup mitralis, fibrilasi atrium, infark kordis akut dan embolus yang berasal dari vena pulmonalis. Kelainan pada jantung ini menyebabkan curah jantung berkurang dan serangan biasanya muncul disaat penderita tengah beraktivitas fisik seperti berolahraga. B. Stroke Non Hemoragik Trombus Terjadi karena adanya penggumpalan pembuluh darah ke otak. Dapat dibagi menjadi stroke pembuluh darah besar (termasuk sistem arteri karotis)
7
merupakan 70% kasus stroke non hemoragik trombus dan stroke pembuluh darah kecil (termasuk sirkulus Willisi dan sirkulus posterior). Trombosis pembuluh darah kecil terjadi ketika aliran darah terhalang, biasanya ini terkait dengan hipertensi dan merupakan indikator penyakit atherosklerosis. 2. Stroke Hemoragik Pada stroke hemoragik terjadi keluarnya darah arteri ke dalam ruang interstitial otak sehingga memotong jalur aliran darah di distal arteri tersebut dan mengganggu vaskularisasi jaringan sekitarnya. Stroke hemoragik terjadi apabila susunan pembuluh darah otak mengalami ruptur sehingga timbul perdarahan di dalam jaringan otak atau di dalam ruang subarachnoid.
4. Etiologi Pada tingkat makroskopik, stroke non hemoragik paling sering disebabkan oleh emboli ekstrakranial atau thrombosis intracranial. Selain itu, stroke non hemoragik juga bisa disebabkan oleh penurunan aliran serebral. Pada tingkatan seluler, setiap proses yang menganggu aliran darah menuju otak menyebabkan timbulnya kaskade iskemik yang berujung pada terjadinya kematian neuron dan infark serebri.8,9 1. Emboli a. Emboli yang dilepaskan oleh a.carotis atau vertebralis dapat berasal dari “plaque atheroskelrosis” yang berulserasi atau dari thrombus yang melekat pada intima arteri. b. Embolisasi kardiogenik dapat terjadi pada :7,8
8
1. Penyakit jantung dengan “shunt” yang menghubungkan bagian kanan dan bagian kiri atrium atau ventrikel. 2. Penyakit jantung rheumatoid akut atau menahun yang meninggalakan gangguan pada katup mitralis. 3. Fibrilasi atrium 4. Infarksio kordis akut 5. Embolus yang berasal dari vena pulmonalis 6. Kadang-kadang pada kardiomiopati, fibrosis endrokardial c. Embolisasi akibat gangguan sistemik dapat terjadi karena :8,9 1. Embolia septik, misalnya dari abses paru atau bronkiektasis 2. Metastasis neoplasma yang sudah tiba di paru 3. Embolisasi lemak dan udara atau gas 2. Trombosis Stroke trombotik dapat dibagi menjadi stroke pada pembuluh darah besar (termasuk sistem arteri karotis) dan pembuluh darah kecil (termasuk sirkulus Willisi dan sirkulus posterior). Tempat terjadinya thrombosis paling sering adalah titik percabangan arteri serebral utamanya didaerah distribusi dari arteri karotis interna. Adanya stenosis arteri dapat menyebabkan terjadinya turbulensi aliran darah (sehingga meningkatkan resiko pembentukan trombus atheroskeloris) ulserasi plak, dan perlengketan platelet.9 Penyebab lain terjadinya trombotik adalah polisitemia, anemia sickle sel, dan vasokonstriksi yang berkepanjangan akibat migraine. Setiap proses yang
9
menyebabkan diseksi serebral juga dapat menyebabkan terjadinya stroke trombotik (contohnya trauma, diseksi aorta thorasik, arteritis).9 5. Faktor Resiko Stroke non hemoragik merupakan proses yang multi kompleks dan didasari oleh berbagai macam faktor risiko. Ada faktor yang tidak dapat dimodifikasi, dapat dimodifikasi dan masih dalam penelitian yaitu:11,12 1. Tidak dapat dirubah : Usia, jenis kelamin, genetik 2. Dapat dirubah :
Hipertensi, merokok, diabetes, fibrilasi atrium, kelainan jantung, hiperlipidemia, nutrisi, obesitas
6. Patofisiologi Stroke iskemik adalah tanda klinis gangguan fungsi atau kerusakan jaringan otak sebagai akibat dari berkurangnya aliran darah ke otak, sehingga mengganggu pemenuhan kebutuhan darah dan oksigen di jaringan otak.13 Aliran darah dalam kondisi normal otak orang dewasa adalah 50-60 ml/100 gram otak/menit. Berat otak normal rata-rata orang dewasa adalah 1300-1400 gram (+ 2% dari berat badan orang dewasa). Sehingga dapat disimpulkan jumlah aliran darah otak orang dewasa adalah + 800 ml/menit atau 20% dari seluruh curah jantung harus beredar ke otak setiap menitnya. Pada keadaan demikian, kecepatan otak untuk memetabolisme oksigen + 3,5 ml/100 gram otak/menit. Bila aliran darah otak turun menjadi 20-25 ml/100 gram otak/menit akan terjadi
10
kompensasi berupa peningkatan ekstraksi oksigen ke jaringan otak sehingga fungsi-fungsi sel saraf dapat dipertahankan.13 Glukosa merupakan sumber energi yang dibutuhkan oleh otak, oksidanya akan menghasilkan karbondioksida (CO2) dan air (H2O). Secara fisiologis 90% glukosa mengalami metabolisme oksidatif secara lengkap. Hanya 10% yang diubah menjadi asam piruvat dan asam laktat melalui metabolisme anaerob. Energi yang dihasilkan oleh metabolisme aerob melalui siklus Kreb adalah 38 mol Adenoain trifosfat (ATP)/mol glukosa sedangkan pada glikolisis anaerob hanya dihasilkan 2 mol Atp/mol glukosa.13 Adapun energi yang dibutuhkan oleh neuron-neuron otak ini digunakan untuk keperluan : 1. Menjalankan fungsi-fungsi otak dalam sintesis, penyimpanan, transport dan pelepasan neurotransmiter, serta mempertahankan respon elektrik. 2. Mempertahankan integritas sel membran dan konsentrasi ion di dalam/di luar sel serta membuang produk toksik siklus biokimiawi molekuler. Proses patofisiologi stroke iskemik selain kompleks dan melibatkan patofisiologi permeabilitas sawar darah otak (terutama di daerah yang mengalami trauma, kegagalan energi, hilangnya homeostatis ion sel, asidosis, peningkatan, kalsium intraseluler, eksitotositas dan toksisitas radikal bebas), juga menyebabkan kerusakan neumoral yang mengakibatkan akumulasi glutamat di ruang ekstraseluler, sehingga kadar kalsium intraseluler akan meningkat melalui transpor glutamat, dan akan menyebabkan ketidakseimbangan ion natrium yang menembus membran.12,13
11
Glutamat merupakan eksitator utama asam amino di otak, bekerja melalui aktivasi reseptor ionotropiknya. Reseptor-reseptor tersebut dapat dibedakan melalui sifat farmakologi dan elektrofisiologinya: a-amino-3-hidroksi-5-metil-4isosaksol-propionic acid (AMPA), asam kainat, dan N-metil-D-aspartat (NMDA). Aktivasi reseptor-reseptor tersebut akan menyebabkan terjadinya eksitasi neumoral dan depolarisasi. Glutamat yang menstimulasi reseptor NMDA akan mengaktifkan reseptor AMPA akan memproduksi superoksida.12,13 Secara umum patofisiologi stroke iskemik meliputi dua proses yang terkait, yaitu :13 1. Perubahan fisiologi pada aliran darah otak 2. Perubahan kimiawi yang terjadi pada sel otak akibat iskemik
7. Diagnosis dan Gejala Klinis Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan :2,3 1. Anamnesis memberikan gejala dan tanda sesuai dengan daerah fokal di otak Akan ditemukan kelumpuhan gerak sebelah badan, mulut mencong atau bicara pelo dan tidak dapat berkomunikasi dengan baik. Keadaan ini timbul sangat mendadak. Juga perlu ditanyakan faktor-faktor yang menyertai stroke. Dicatat obat-obat yang sedang dipakai. Juga ditanyakan riwayat keluarga dan penyakit lainnya. 2. Melakukan pemeriksaan neurologis 3. Sistem skor untuk membedakan jenis stroke, yaitu :
12
Skor siriraj : (2,5 x derajat kesadaran) + (2 x vomitus) + (2 x nyeri kepala) + (0,1 x tekanan diastolic) – (3 x petanda atheroma) – 12 SS >1
: Stroke Hemoragik
-1 < SS < 1
: Perlu Konfirmasi CT Scan
SS < -1
: Stroke Non Hemoragik
Penilaian derajat kesadaran
: sadar penuh (0), somnolen (1), koma (2)
Nyeri Kepala
: tidak ada (0), ada (1)
Vomitus
: tidak ada (0), ada (1)
Ateroma
: tidak terdapat penyakit jantung, DM (0), Ada (1)
Gejala Klinis Gejala klinis tergantung lokalisasi daerah pembuluh darah otak yang mengalami gangguan. Sistem Carotis Disebut stroke hemisferik. Gejala yang timbul sangat mendadak. Jarang mengalami penurunan kesadaran, kecuali pada stroke yang luas. Hal ini disebabkan karena struktur-struktur anatomi yang menjadi substrat kesadaran yaitu Formatio Reticularis di garis tengah dan sebagian besar terletak dalam fossa posterior. Fungsi vital umumnya baik. Pada pemeriksaan neurologis, saraf otak yang sering terkena adalah : -
N.VII dan N.XII, Mulut mencong, Bicara pelo dan deviasi lidah bila dikeluarkan dari mulut.
-
Gangguan konjugat pergerakan bola mata dan lapangan pandang.
13
Hampir selalu terjadi hemiparesis, dan dapat dijadikan patokan bahwa jika ada perbedaan kelumpuhan yang nyata antara lengan dan tungkai hampir dipastikan bahwa kelainan aliran darah otak berasal dari daerah kortikal. Sedangkan jika kelumpuhan sama berat, maka gangguan aliran darah terjadi di daerah subkortikal atau vertebrobasiler. Dapat juga terjadi gangguan sensorik. Pada fase akut, refleks fisiologis pada sisi yang lumpuh akan menghilang. Setelah beebrapa hari akan muncul kembali. Sistem Vertebro-Basiler Terdapat penurunan kesadaran yang cukup berat. Disertai kombinasi berbagai saraf otak yang terganggu, vertigo, diplopia dan gangguan bulbar. Ciri khusus : gangguan long-track sign, yaitu parastesi keempat anggota gerak (ujung-ujung distal), parastesi perioral, hemianopsia altitudinal dan skewdeviation. 4. Pemeriksaan Penunjang a. Laboratorim -
Pemeriksaan darah rutin
-
Pemeriksaan kimia darah lengkap (Gula darah sewaktu, kolesterol, ureum, kreatinin, asam urat, fungsi hati, enzim SGOT/SGPT/CPK dan profil lipid (trigliserid, LDL/HDL, serta total lipid)).
-
Pemeriksaan hemostasis (DL) : Waktu protrombin, APTT, kadar fibrinogen, D-Dimer, INR, dan Viskositas plasma).
14
b. Foto Thorax Dapat memperlihatkan keadaan jantung serta mengidentifikasi kelainan paru yang potensial mempengaruhi proses manajemen dan memperburuk prognosis. c. CT-Scan CT-Scan mungkin tidak perlu dilakukan untuk semua pasien, terutama jika diagnosis klinisnya sudah jelas, tetapi pemeriksaan ini berguna untuk mencari gambaran perdarahan atau infark, karena perbedaan manajemen untuk stroke perdarahan dan infark. Pemeriksaan ini juga dapat menyingkirkan diagnosis banding seperti tumor intracranial. 8. Tatalaksana Penderita stroke sejak mulai sakit pertama kali dirawat sampai proses rawat jalan diluar RS, memerlukan perawatan dan pengibatan terus-menerus sampai optimal dan mencapai keadaan fisik maksimal. Pengobatan pada stroke non hemoragik dibedakan menjadi :11,12,13 1. Pengobatan umum Untuk pengobatan umum ini dipakai patokan 5B, yaitu : 1) Breathing Harus dijaga agar jalan nafas bebas dan fungsi paru-paru cukup baik. Fungsi paru sering terganggu karena curah jantung yang kurang, maka jantung harus dimonitor dengan seksama. Pengobatan dengan oksigen hanya perlu bila kadar oksigen dalam darah berkurang. 2) Blood a) Tekanan Darah
15
Tekanan darah dijaga agar tetap cukup tinggi untuk mengalirkan darah ke otak. Pada fase akut, pada umumnya tekanan darah meningkat dan secara spontan akan menurun secara gradual. Pengobatan hipertensi pada fase akut dapat mengurangi tekanan perfusi yang justru menambah iskemik lagi. b) Komposisi Darah Kadar Hb dan Glukosa harus dijaga cukup baik untuk metabolisme otak. Bila terdapat polisitemia harus dilakukan hemodilusi. Pemberian infus glukosa harus dihindari karena akan menambah terjadinya asidosis didaerah infark yang mempermudah terjadinya edema dan karena hiperglikemia menyebabkan perburukan fungsi neurologis dan keluaran. Keseimbangan elektrolit harus dijaga. 3) Bowel Defekasi dan nutrisi harus diperhatikan, hindari terjadinya obstipasi karena akan membuat pasien gelisah. Nutrisi harus cukup, bila perlu diberikan melalui nasogastric tube. 4) Bladder Miksi dan balance cairan diperhatikan. Jangan sampai terjadi retensio urin. Bila terjadi inkontinensia, untuk laki-laki harus dipasang kondom kateter, kalau perempuan harus dipasang kateter tetap. 5) Brain Edema otak dan kejang harus dicegah dan diatasi. Bila terjadi edema otak, dapat dilihat dari keadaan penderita yang mengantuk, adanya bradikardi atau dengan pemeriksaan funduscopi dapat diberikan manitol. Untuk mengatasi kejang yang timbul dapat diberikan diphenylhydantion atau Carbamazepin.
16
2. Pengobatan khusus Pada fase akut pengobatan ditujukan untuk membatasi kerusakan otak semaksimal mungkin agar kecacatan yang ditimbulkan menjadi seminimal mungkin. Untuk daerah yang mengalami infark, kita tidak bisa berbuat banyak. Yang penting dalam menyelamatkan daerah disekitar infark yang disebut dengan daerah penumbra. Neuron-neuron didaerah penumbra ini sebenarnya masih hidup, akan tetapi tidak dapat berfungsi oleh karena aliran darahnya tidak adekuat. Daerah inilah yang harus diselamatkan agar dapat berfungsi kembali. Untuk keperluan tersebut maka aliran darah didaerah tersebut harus diperbaiki. Menurut hukum Hagen-Poisseuille, viskositas darah memegang peran penting. Viskositas darah dipengaruhi oleh : -
Hematokrit
-
Plasma Fibrinogen
-
Rigiditas eritrosit
-
Agregasi trombosit
1) Trombolisis Satu-satunya obat yang diakui FDA sebagai standart adalah r-TPA (Recombinant – Tissue Plasminogen Activator) yang diberikan pada penderita stroke iskemik dengan syarat tertentu baik i.v maupun arterial dalam waktu kurang lebih 3 jam setelah onset stroke.
17
2) Antikoagulan Obat yang diberikan adalah heparin atau heparinoid (faxiparine). Efek antikoagulan heparin adalah inhibisi terhadap faktor koagulasi dan mencegah atau memperkecil pembekuan fibrin dan propagasi thrombus. Antikoagulansia mencegah terjaidnya gumpalan darah dan embolisasi thrombus. Antikoagulansia masih sering digunakan pada penderita stroke dengan kelainan jantung yang menyebabkan embolus. 3) Antiagregasi trombosit Obat yang dipakai untuk mencegah pengumpulan sehingga mencegah terbentuknya thrombus yang dapat menyumbat pembuluh darah. Obat ini dapat digunakan pada TIA. Obat yang banyak digunakan adalah asetosal (aspirin) dengan dosis 40 mg-1,3 gr/hari. Akhir-akhir ini digunakan tiklopidin dengan dosis 2x250mg. 4) Neuroprotektor Mencegah dan memblok proses yang menyebabkan kematian sel-sel terutama didaerah penumbra. Berperan dalam menginhibisi dan mengubah repersibilitas neuronal yang terganggu akibat iskemik cascade. Obat-obat ini misalnya piracetam, citicolin, nimopidin, dan pentoksipilin. 5) Antiedema Obat anti edema otak adalah cairan hyperosmolar misalnya manitol 20%, larutan gliserol 10%. Pembatasan cairan juga dapat membantu.Dapat pula digunakan kortikosteroid.
18
9.Rehabilitasi Rehabilitasi paska-stroke adalah suatu upaya rehabilitasi stroke terpadu yang melibatkan berbagai disiblin ilmu kedokteran dan merupakan kumpulan program termasuk pelatihan, penggunaan modalitas alat, dan obat-obatan. Tujuan rehabilitasi adalah : -
Memperbaiki fungsi motorik, bicara dan fungsi lain yang terganggu.
-
Adaptasi mental sosial dari penderita stroke, sehingga fungsional otonom penderita sosial aktif dalam hubungan interpersonal menjadi normal.
-
Sedapat mungkin penderita harus dapat melakukan aktivitas of daily living (ADL). Jenis-jenis rehabilitasi medic antara lain : fisioterapi, speech therapy,
Occupational therapy, Social Worker, dan Psikologis.
19
BAB III DATA PASIEN
I.
II.
DATA PRIBADI Nama
: Ny. KT
Jenis Kelamin
: Perempuan
Umur
: 69 Tahun
Bangsa
: Indonesia
Suku
: Banjar
Agama
: Islam
Pekerjaan
: Ibu rumah tangga
Status
: Menikah
Alamat
: Jl. Veteran Gg. Sepakat No.22 Banjarmasin
MRS
: 07 Maret 2019
No. RMK
: 1.40.78.88
ANAMNESIS
Sumber : anamnesis dengan keluarga pasien (alloanamnesis) Keluhan Utama : Kelemahan anggota gerak Sebelah Kanan Perjalanan Penyakit : Pasien datang ke Rumah Sakit dengan keluhan kelemahan anggota gerak sebelah kanan. Keluhan ini dialami mendadak sekitar kurang lebih 8 jam sebelum masuk Rumah Sakit. Kelemahan dirasakan setelah pasien terjatuh di teras rumahnya saat hendak berjalan keluar rumah, pasien langsung jatuh dengan posisi terjatuh ke
20
sebelah kanan. Pasien juga berbicara pelo. Menurut keluarga, pasien membuka mata namun tidak nyambung saat diajak berbicara. Sebelumnya pasien tidak ada mengeluhkan kebas dan kesemutan. Mual, muntah, sakit kepala berat dan kejang disangkal oleh pasien. Riwayat Penyakit Dahulu: -
Stroke, 2 tahun lalu pasien pernah mengalami stroke ringan dengan keluhan kelemahan pada anggota gerak sebelah kanan, tetapi keluhan membaik setelah 4 hari serangan stroke.
-
Hipertensi tidak terkontrol, pasien meminum obat captopril 1x1, tetapi pasien hanya meminum obat saat ada keluhan atau saat tekanan darahnya tinggi.
-
Diabetes melitus tidak diketahui pasien
-
Riwayat penyakit kolesterol tidak diketahui pasien
-
Riwayat penggunaan kb suntik disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga: Ayah pasien menderita hipertensi III. STATUS INTERNA Keadaan Umum (7 Maret 2019) (Saat awal masuk) Keadaan sakit
: Tampak sakit sedang
Kesadaran
: Apatis
GCS
: E3V3M5
Nadi
: 92 Kali/Menit, Irrreguler, Kuat angkat
Respirasi
: 25 kali/menit
Suhu
: 37,0 ºC
SpO2
: 98%
21
Tensi : 170/110 mmHg
Keadaan Umum (12 Maret 2019) (hari ke-6 perawatan) Keadaan sakit
: Tampak sakit sedang
Kesadaran
: Compos mentis
GCS
: E4V4M6
Nadi
: 90 Kali/Menit, Irrreguler, Kuat angkat
Respirasi
: 22 kali/menit
Suhu
: 37,4 ºC
SpO2
: 98%
Tensi : 160/100 mmHg
Kepala/Leher : -
Mata
: Kongjungtiva anemis (-/-) , sklera ikterik (-/-), pupil bulat-isokor ukuran 3mm. RCL(+/+), RCTL (+/+)
-
Mulut
: mukosa bibir cukup lembab, lidah tidak ada deviasi
-
Leher
: KGB tidak membesar
Thoraks -
Pulmo
: Bentuk dan pergerakan simetris, wheezing (-/-), Rh (-/-)
-
Cor
: S1, S2 tunggal, regular, murmur (-), cardiomegali (-)
Abdomen
: Tampak cembung, hepar, lien dan massa tidak teraba, perkusi timpani, bising usus normal.
Ekstremitas
: Tidak ada atropi kanan kiri, edema(-/-), lateralisasi anggota gerak kanan(+)
IV. STATUS PSIKIATRI Emosi dan Afek
: Dalam batas normal
Proses Berfikir
: Dalam batas normal
22
Kecerdasan
: Dalam batas normal
Penyerapan
: Dalam batas normal
Kemauan
: Dalam batas normal
Psikomotor
: Dalam batas normal
V. STATUS NEUROLOGIS A.Kesan Umum: Kesadaran
: Compos Mentis , E4V4V6
Pembicaraan
: Disartria : (+) Monoton : tidak ada Scanning : dalam batas normal Afasia
: Motorik
: tidak ada
Sensorik
: tidak ada
Anomik
: tidak ada
Kepala: Besar
: normal
Asimetri
: tidak ada
Tortikolis
: tidak ada
Wajah: Mask/topeng
: tidak ada
Miophatik
: tidak ada
Fullmooon
: tidak ada
23
B. Pemeriksaan Khusus 1. Rangsangan Selaput Otak dan Tes Provokasi Kaku Kuduk
: (-)
Kernig
: (-)/(-)
Laseque
: (-)/(-)
Bruzinski I
: (-)/(-)
Bruzinski II
: (-)/(-)
Bruzinski III
: (-)/(-)
Bruzinski IV
: (-)/(-)
2. Saraf Otak Kanan
Kiri
N. Olfaktorius Hyposmia
(-)
(-)
Parosmia
(-)
(-)
Halusinasi
(-)
(-)
Kanan
Kiri
Visus
(dbn)
(dbn)
Funduskopi
(tdl)
(tdl)
N. Optikus
N. Occulomotorius, N. Trochlearis, N. Abducens Kedudukan bola mata :
Tengah
Tengah
Pergerakan bola mata ke
24
Nasal
:
dbn
dbn
Temporal
:
dbn
dbn
Atas
:
dbn
dbn
Bawah
:
dbn
dbn
Lateral bawah
:
Eksopthalmus
:
dbn
dbn
Tidak ada
tidak ada
Tidak ada
tidak ada
Bentuk
: Bulat
Bulat
Lebar
:
3mm
3mm
Perbedaan lebar
:
isokor
isokor
Reaksi cahaya langsung
: (+)
(+)
Reaksi cahaya konsensual : (+)
(+)
Celah mata (Ptosis)
:
Pupil
N. Trigeminus Cabang Motorik Otot Maseter
:dbn
dbn
Otot Temporal
:dbn
dbn
Otot Pterygoideus Int/Ext: dbn
dbn
Kanan
Kiri
Cabang Sensorik I.
N. Oftalmicus
:dbn
dbn
II. N. Maxillaris
:dbn
dbn
III. N. Mandibularis
:dbn
dbn
25
Refleks kornea
:+
+
N. Facialis Waktu Diam Kerutan dahi
:
Simetris
Tinggi alis
:
Simetris
Sudut mata
:
Simetris
Lipatan nasolabial
:
Tidak Simetris
Mengerutkan dahi
:
Simetris
Menutup mata
: Normal
Bersiul
: Susah
Memperlihatkan gigi
: dbn
Waktu Gerak
Normal
Pengecapan 2/3 depan lidah : dbn Sekresi air mata
: Normal
N. Vestibulocochlearis Vestibuler Vertigo
: (tidak ada)
Nystagmus
: (-)
Tinitus aureum
: (tidak ada)/(tidak ada)
Tes Scwabach
:+ dbn
Tes Rinne
:+ dbn
Tes Weber
:+ dbn
26
N. Glossopharyngeus dan N. Vagus Bagian Motorik: Suara
: dbn
Menelan
: dbn
Kedudukan arcus pharynx
: dbn
Kedudukan uvula
: ditengah
Pergerakan arcus pharynx
: dbn
Bagian Sensorik: Pengecapan 1/3 belakakang lidah: tdl Refleks muntah
:+
N. Accesorius Kanan
Kiri
Mengangkat bahu
dbn
dbn
Memalingkan kepala
dbn
dbn
N. Hypoglossus Kedudukan lidah waktu istirahat
: deviasi dextra
Kedudukan lidah waktu bergerak
: deviasi dextra
Atrofi
: tidak ada
Kekuatan lidah menekan
: dbn
Fasikulasi/Tremor pipi (kanan/kiri)
: (tidak ada)/(tidak ada)
3. Sistem Motorik Kekuatan Otot
27
- Kekuatan motorik ekstremitas : +3 +3
+5 +5
- Tubuh : Otot perut
: cukup kuat
Otot pinggang
: cukup kuat
Kedudukan diafragma : Gerak : Normal Istirahat : Normal - Lengan (Kanan/Kiri) M. Deltoid : dbn/dbn M. Biceps : dbn/dbn M. Triceps : dbn/dbn Fleksi sendi pergelangan tangan
: dbn/dbn
Ekstensi sendi pergelangan tangan : dbn/dbn Membuka jari-jari tangan
: dbn/dbn
Menutup jari-jari tangan
: dbn/dbn
- Tungkai (Kanan/Kiri) Fleksi artikulasio coxae
: dbn/dbn
Ekstensi artikulatio coxae : dbn/dbn Fleksi sendi lutut
: dbn/dbn
Ekstensi sendi lutut
: dbn/dbn
Fleksi plantar kaki
: dbn/dbn
Ekstensi dorsal kaki
: dbn/dbn
28
Gerakan jari-jari kaki
: dbn/dbn
Besar Otot : Atrofi
: (-)/(-)
Pseudohypertrofi
: tidak ada
Respon terhadap perkusi
: Normal
Palpasi Otot : Nyeri
:-
Kontraktur
:-
Konsistensi
: normal
Tonus Otot : Lengan Kanan
Tungkai Kiri
Kanan
Kiri
Hipotoni
-
-
-
-
Spastik
-
-
-
-
Rigid
-
-
-
-
Rebound
-
-
-
-
Gerakan Involunter Tremor :
Waktu Istirahat
: -/-
Waktu bergerak: -/Chorea
: -/-
Athetose
: -/-
Balismus
: -/-
Torsion spasme : -/-
29
Fasikulasi
: -/-
Myokimia
: -/-
Koordinasi : Telunjuk kanan – kiri
:dbn/dbn
Telunjuk-hidung
: dbn/dbn
Gait dan station
: dbn/dbn
3. Sistem Sensorik Rasa Eksteroseptik Rasa nyeri superfisial : tidak ada Rasa suhu
: dbn
Rasa raba ringan
: dbn
Rasa Proprioseptik Rasa getar
: dbn
Rasa tekan
: dbn
Rasa nyeri tekan
: dbn
Rasa gerak posisi
: dbn
Rasa Enteroseptik Refered pain
: tidak ada
Rasa Kombinasi Streognosis
: dbn
Barognosis
: dbn
Grapestesia
: dbn
Two point tactil discrimination
: dbn
30
Sensory extimination
: dbn
Loose of Body Image
: dbn
Fungsi luhur Apraxia
: tidak ada
Alexia
: tidak ada
Agraphia
: tidak ada
Fingerognosis
: dbn
Membedakan kanan-kiri : dbn Acalculia
: tidak ada
5. Refleks-refleks Refleks Tendon/Periosteum (Kanan/Kiri): Refleks Biceps
: (+1/+2)
Refleks Triceps
: (+1/+2)
Refleks Patella
: (+1/+2)
Refleks Achiles
: (+1/+2)
Refleks Patologis : Tungkai Babinski
: +/-
Chaddock
: -/-
Oppenheim
: -/-
Rossolimo
:-/-
Gordon
: -/-
Schaffer
: -/-
Lengan
31
Hoffmann-Tromner :-/Reflek Primitif : Grasp : Snout : Sucking : Palmomental : 6. Susunan Saraf Otonom Miksi
: Normal
Defekasi
: Normal
Sekresi keringat
: Normal
Salivasi
: Normal
7. Columna Vertebralis Kelainan Lokal Skoliosis
: Tidak ada
Khypose
: Tidak ada
Khyposkloliosis
: Tidak ada
Gibbus
: Tidak ada
Hasil Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan laboratorium (07/03/2019)
Pemeriksaan Hemoglobin (g/dl) Leukosit (ribu/ul) Eritrosit (juta/ul) Hematokrit (%) Trombosit (ribu/ul)
Hasil
Nilai Rujukan
12,3 8,6 5,04 36,8 370
12.0-16.0 4.0-10.5 4.00-5.30 37.0-47.0 150-450
32
RDW-CV (%) MCV (fl) MCH (pg) MCHC (%) Gran% (%) Limfosit% (%) MID% (%) Gran# (ribu/ul) Limfosit# (ribu/ul) MID#
14,4 73,0 24,4 33,4 54,5 32,2 7,0 4,68 2,77 0,60
12.1-14.0 75.0-96.0 28.0-32.0 33.0-37.0 50.0-81.0 20.0-40.0
KIMIA DIABETES Glukosa Darah Sewaktu (mg/dl)
102
<200.00
HATI DAN PANKREAS SGOT (U/L) SGPT (U/L)
18 15
5-34 0-55
GINJAL Ureum (mg/dl) Kreatinin (mg/dl)
27 0,72
0-50 0.57-1.11
Pemeriksaan laboratorium (07/03/2019) ELEKTROLIT Natrium (Meq/L) 142 Kalium (Meq/L) 3.3 Chlorida (Meq/L) 104
136-145 3.5-5.1 98-107
33
2.50-7.00 1.25-4.00
Pemeriksaan EKG (07/03/2019)
Pemeriksaan Foto Thorax (07/03/2019)
34
Pemeriksaan CT-Scan (07/03/2019)
C. RESUME PENYAKIT 1. ANAMNESIS Pasien datang ke Rumah Sakit dengan keluhan kelemahan anggota gerak sebelah kanan. Keluhan ini dialami mendadak sekitar kurang lebih 8 jam sebelum masuk Rumah Sakit. Kelemahan dirasakan setelah pasien terjatuh di teras rumahnya saat hendak berjalan keluar rumah, pasien langsung jatuh dengan posisi terjatuh ke sebelah kanan. Pasien juga berbicara pelo. Menurut keluarga, pasien membuka mata namun tidak nyambung saat diajak berbicara. Sebelumnya pasien tidak ada mengeluhkan kebas dan kesemutan. Mual, muntah, sakit kepala berat dan kejang disangkal oleh pasienPasien memiliki riwatat hipertensi tidak terkontrol. RPK : Ayah pasien menderita penyakit Hipertensi
35
2. PEMERIKSAAN FISIK Keadaan sakit
: Tampak sakit sedang
Kesadaran
: Compos mentis
GCS
: E4V4M6
Tensi
: 160/100 mmHg
Nadi
: 90 Kali/Menit, Irrreguler, Kuat angkat
Respirasi
: 22 kali/menit
Suhu
: 37,4 ºC
SpO2
: 98%
Kepala/Leher
: dbn
Thorax
: dbn
Abdomen
: tidak ada kelainan
Ekstremitas
: hemiparesis dextra
Status psikiatri
: dbn
Status Neurologis: Kesadaran
: Compos Mentis, GCS: E4V4M6
Refleks Pupil
: Pupil isokor, diameter 3mm/3mm, refleks cahaya +/+
Tanda Meningeal
: tidak ada
Nervus Cranialis
:
N. I
:dbn
N. VII : dbn
N. II :RCL (+/+)/ RTCL (+/+)
N. VIII : parese n.VII dextra sentral
N. III :dbn
N. IX
: dbn
N IV :dbn
N. X
: dbn
N. V
N. XI
: M.Trapezius : ↓/+
:Refleks Kornea (+/+)
36
N. VI :dbn Motorik
Sensorik
N. XII : deviasi dextra :
+5
+3
+5
+
+
+
+
:
Otonom
:
Reflex Fisiologis
:
Reflex Patologis
+3
normal 1
2
1
2
: (+) Babinski
D. DIAGNOSIS Diagnosis klinis
: Hemiparesis Dextra dan Disatria
Diagnosis Topis
: Lesi hipodens hemisfer sinistra di lobus parietal, paresis N.VII dextra sentral, paresis N.XII dextra sentral
Diagnosis Etiologis
: Stroke Non Hemoragik + Hipertensi Grade II
E. TERAPI Pengobatan di Rumah Sakit -
O2 Nasal Kanul 2-4 lpm
-
IVFD RL 20 tpm
37
-
Inj. Ranitidin 2x50 mg
-
Inj. Citicolin 2x500 mg
-
Amlodipin 1x10 mg PO
-
Aspilet 2x80 mg
F. PROGNOSIS Death
: Dubia ad bonam
Disease
: Dubia ad bonam
Disability
: Dubia ad malam
38
PEMBAHASAN
Pasien yang dilaporkan pada laporan kasus ini adalah seorang perempuan berusia 69 tahun yang dirawat di ruang Seruni (bagian saraf) RSUD Ulin Banjarmasin dengan diagnosis Stroke Non Hemoragik.Diagnosis pada pasien ini ditegakkan berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Stroke non-hemoragik adalah tanda klinis disfungsi atau kerusakan jaringan otak yang disebabkan kurangnya aliran darah ke otak sehingga mengganggu kebutuhan darah dan oksigen di jaringan otak. Di Indonesia penyakit ini menduduki posisi ketiga setelah jantung dan kanker. Sebanyak 28,5% penderita meninggal dunia dan sisanya menderita kelumpuhan sebagian atau total. Hanya15% saja yang dapat sembuh total dari serangan stroke dan kecacatan.1 Pada pasien ini, pasien seorang wanita dengan umur 69 tahun terdiagnosis Stroke non Hemoragik dengan mengeluhkan kelumpuhan anggota gerak badan sebelah kanan. Pada tingkat makroskopik, stroke non hemoragik paling sering disebabkan oleh emboli ekstrakranial atau thrombosis intracranial.8,9 Pada pasien ini kemungkinan stroke non hemoragik yang diderita diakrenakan thrombosis. Faktor resiko yang dapat mengakibatkan stroke non hemoragik dapat dibedakan menjadi 2, yaitu faktor resiko yang tidak dapat diubah dan dapat diubah. Faktor resiko yang tidak dapat diubah diantara lain : umur, jenis kelamin, dan genetic. Sedangkan yang dapat diubah yaitu : Hipertensi, atherosclerosis, Diabetes Melitus, Jantung, dan merokok. Pada pasien ini faktor resiko yang
39
didapatkan adalah umur diatas 55 tahun yaitu 69 tahun, dan hipertensi yang tidak tekontrol. Untuk menegakkan diagnosis Stroke Non Hemoragik perlu dilakukan anamanesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Pada anamnesis akan ditemukan kelumpuhan gerak sebelah badan, mulut mencong atau bicara pelo dan tidak
dapat
berkomunikasi
dengan
baik.
Keadaan
ini
timbul
sangat
mendadak.Juga perlu ditanyakan faktor-faktor yang menyertai stroke.Dicatat obatobat yang sedang dipakai. Juga ditanyakan riwayat keluarga dan penyakit lainnya.2,3 Pada pasien ini pasien mengeluhkan kelemahan anggota gerak sebelah kanan, mulut mencong, dan tidak dapat berbicara. Pada pemeriksaan neurologis, saraf otak yang sering terkena adalah : -
N.VII dan N.XII, Mulut mencong, Bicara pelo dan deviasi lidah bila dikeluarkan dari mulut.
-
Gangguan konjugat pergerakan bola mata dan lapangan pandang.
-
Terdapat hemiparese Pada pasien ini terdapat gangguan pada N.VII dan N.XII dextra, serta
ditemukan hemiparese dextra. Pada pasien ini dilakuakan pemeriksaan laboratorium, foto thorax, dan pemeriksaan CT-Scan. Untuk tatalaksana Stroke non Hemoragik dapat diberikan trombolisis, antikoagulan, anti agregasi trombosit, neuroprotektor, dan antiedema.11,12,13 Pada pasien ini diberikan anti agregasi trombosit berupa aspilet 2x80mg dan neuroprotektor yaitu citicolin 2x500mg.
40
PENUTUP
Telah dilaporkan sebuah kasus Ny.KT, umur 69 tahun yang datang dengan keluhan kelemahan anggota gerak sebelah kanan , didiagnosa Stroke Non Hemoragik. Pasien dirawat di Rumah Sakit selama 11 hari dan kemudian dipulangkan dengan status diizinkan setelah mengalami perbaikan kondisi.
41
DAFTAR PUSTAKA
Wicaksono P.Upaya Peningkatan Mobilitas Fisik pada Pasien Stroke Non Hemoragik. Surakarta: Universitas Muhamadiyah Surakarta; 2017.
Laili SR. Hubungan Karakteristik Penderita dab Hipertensi dengan Kejadian Stroke Iskemik. Jurnal Berkala Epidemiologi.2017;5(1): 48-58. Shafi’I J, Sikiandra R, Mukhyarjon. Correlation Of Stress Hyperglycemia With Barthel Index In Acute Non-Hemorrhagic Stroke Patients At Neurology Ward Of Rsud Arifin Achmad Pekanbaru. JOM. 2016; 3(1): 1-9.
Darotin R, Nurdiana, Nasution TH. Analisis Faktor Prediktor Moralitas Stroke Hemoragik di Rumah Sakit Daerah dr. Soebandi Jember. NurseLine Journal.2017; 2(2): 1-11.
Kasim VN, et al. Suplementasi Ekstrak Albumin Ikan Gabus Terhadap Status Gizi dan Imunitas Pasien Stroke. Jurnal Gizi Klinik Indonesia. 2017; 13(3): 9197.
Hanum P, Lubis R, Rasmaliah. Hubungan Karakteristik dan Dukungan Keluarga Lansia dengan Kejadian Stroke pada Lansia Hipertensi di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan. Jumantik. 2017; 3(1): 72-87.
Wibhisono H. Wanita 55 Tahun dengan Stroke Non-Hemoragik dan Hipertensi Derajat II. J Medula Unila. 2016; 4(3): 69-72.
Irdawati. Latihan Gerak Terhadap Keseimbangan Pasien Stroke Non-Hemoragik. Jurnal Kesehatan Masyarakat. 2012; 7(2): 134-141.
42
Brinjikji
W,
thrombi
et
al. in
Correlation acute
of
imaging
ischemic
and
stroke
histopathology with
of
etiology
and outcome: a systematic review. J NeuroIntervent Surg. 2017; 9(10): 529534.
Kim SK, et al. Histologic Analysis of Retrieved Clots in Acute Ischemic Stroke: Correlation with Stroke Etiology and Gradient-Echo MRI. AJNR Am J Neuroradiol.2015; 36(2): 17565-1762.
Fluri F, Schuhmann MK, Kleinschnitz C. Animal models of ischemic stroke and their application
in clinical research. Drug Design, Development and
Therapy . 2015; 9(1): 3445-3454.
Benjamin LA, et al. Arterial ischemic stroke in HIV. American Academy of Neurology. 2016; 10(12): 1-12.
Vella J, et al. The Central Role of Aquaporins in The Pathophysiology of Ischemic Stroke. Frontlers In Cellular Neuroscience. 2015; ((10): 1-18.
43