Lapsus Tulunagung.doc

  • Uploaded by: Yulia Manawean
  • 0
  • 0
  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Lapsus Tulunagung.doc as PDF for free.

More details

  • Words: 5,595
  • Pages: 27
LAPORAN KASUS ABORTUS INKOMPLIT

Disusun untuk memenuhi tugas Dokter Muda di SMF Obstetrik dan Ginekologi dr.Iskak Tulung Agung

OLEH: Wahyu Febrianto

105070100111023

Johanna Tania P

105070100111071

Andrea Nina Diandra D

105070103111017

Laylia Mulyandari

105070104111006

Pembimbing dr. Pande Made Dwijayasa, SpOG Pendamping dr. Martiana Larasati (TIL)

LABORATORIUM OBSTETRI-GINEKOLOGI RUMAH SAKIT SAIFUL ANWAR MALANG 2014

LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN KASUS ABORTUS INKOMPLIT Disusun untuk memenuhi tugas Dokter Muda di SMF Obstetrik dan Ginekologi RSSA Malang

Oleh: Wahyu Febrianto

105070100111023

Johanna Tania P

105070100111071

Andrea Nina Diandra D

105070103111017

Laylia Mulyandari

105070104111006

Menyetujui: Pendamping,

Pembimbing,

dr. Martiana Larasati (TIL)

dr. Pande Made Dwijayasa, SpOG

2

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Abortus (keguguran) merupakan salah satu penyebab perdarahan yang terjadi pada kehamilan trimester pertama dan kedua. Perdarahan ini dapat menyebabkan berakhirnya kehamilan atau kehamilan terus berlanjut. Secara klinis, 10-15% kehamilan yang terdiagnosis berakhir dengan abortus (Wiknjosastro, 2006). Menurut definisi WHO, abortus didefinisikan sebahai hilangnya janin atau embrio dengan berat kurang dari 500 gram setara dengan sekitar 20-22 minggu kehamilan. Abortus yang berlangsung tanpa tindakan disebut abortus spontan, sedangkan abortus yang terjadi dengan sengaja dilakukan disebut abortus provokatus (Dwilaksana, 2010). Berdasarkan data WHO, presentase kemungkinan terjadinya abortus cukup tinggi, sekitar 15-40% angka kejadian, diketahui pada ibu yang sudah dinyatakan positif hamil dan 60-75% angka abortus terjadi sebelum usia kehamilan 12 minggu (Lestariningsih, 2008). Menurut WHO tahun 2006, tingkat kasus aborsi di Indonesia tercatat yang tertinggi di Asia Tenggara, mencapai dua juta kasus dari sekitar 4,2 juta jumlah kasus per tahun yang terjadi di negara-negara Association Of South East Asian Nation (ASEAN) Saat ini abortus merupakan salah satu masalah reproduksi yang banyak dibicarakan di Indonesia bahkan di dunia. Masalah abortus perlu dibahas, mengingat abortus merupakan salah satu penyebab terjadinya perdarahan, dan sebagai penyebab langsung kematian ibu/maternal. Kematian maternal merupakan masalah besar khususnya di negara berkembang. Sekitar 98-99% kematian maternal terjadi di negara berkembang, sedangkan di negara maju hanya sekitar 1-2% (Manuaba, 2007). Sekitar satu dari enam kehamilan berakhir dengan keguguran paling sering antara minggu ke-6 dan ke-10 kehamilan. Dalam kurun reproduksi sehat dikenal bahwa usia aman untuk kehamilan dan persalinan adalah usia 20-30 tahun. Penyebab abortus dari faktor reproduksi di antaranya adalah faktor usia ibu, dimana keguguran wanita hamil pada usia di bawah 20 tahun ternyata lebih tinggi dari usia 20-29 tahun, kemudian meningkat kembali sesudah usia 30 sampai 35 tahun (Bantuk Hadijanto, 2008) Kasus abortus masih menarik untuk dipelajari, terutama di negara berkembang termasuk Indonesia, karena faktor predisposisi yang masih sulit dihindari, prevalensinya masih tinggi serta punya andil besar dalam angka kematian maternal yang merupakan salah satu parameter pelayanan kesehatan. 1.2 Tujuan 3

1. Mengetahui diagnosis, penatalaksanaan dan perawatan abortus pada kasus yang diajukan. 2. Mengetahui faktor risiko, pencegahan, dan pada kasus yang diajukan. 1.3 Manfaat Penulisan laporan kasus ini dapat meningkatkan pengetahuan dan pemahaman dokter muda mengenai abortus dalam hal pelaksanaan anamnesa, pemeriksaan fisik dan penunjang, penegakan diagnosis, penatalaksanaan, dan perawatan.

4

BAB 2 LAPORAN KASUS 2.1

Identitas No Reg

: 707747

Nama

: Ny. S

Umur

: 36 tahun

Alamat

: Ds. Padangan, Kec.Ngantru, Kab.Tulungagung

Pendidikan

: SMP

Pekerjaan

: Ibu Rumah Tangga

Status

: Menikah 1x

Lama Menikah

: 19 tahun

Kehamilan

: P2002Ab000

Riwayat KB

: Tidak pernah menggunakan KB

Tanggal MRS

: 17 November 2014

2.2

Subjektif

2.2.1

Keluhan utama Perdarahan dari jalan lahir.

2.2.2

Anamnesis Pasien mengeluhkan keluar darah dari jalan lahir sejak 5 hari yang lalu. Tidak ditemukan gumpalan darah maupun jaringan yang keluar melauli jalan lahir. Nyeri perut bawah kanan dan kiri (+)

2.2.3

Riwayat Pernikahan Perkawinan 1 kali, dengan suami sekarang selama 19 tahun. Memiliki 2 anak lahir hidup dengan usia anak terakhir 8 tahun.

2.2.4

Riwayat Obstetri P2002Ab000, tidak pernah menggunakan KB

2.2.5

Riwayat Haid Hari Pertama Haid Terakhir (HPHT) : 10 Oktober 2014 Siklus

: 28 hari

Lamanya haid

: 4-5 hari

Jumlah haid

: biasa

2.2.6

Riwayat Nyeri Perut

: dirasakan 2 hari

2.2.7

Riwayat Keputihan

: tidak ada

2.2.8

Riwayat Keadaan Umum Nafsu makan

: biasa 5

2.2.9

Berat badan

: tetap

Miksi

: dalam batas normal

Defekasi

: dalam batas normal

Riwayat Operasi/Penyakit

: disangkal

2.2.10 Riwayat Penyakit Keluarga Keluarga pasien tidak memiliki penyakit yang serupa. 2.2.11 Riwayat Pengobatan Vitamin Sulfat Ferous 2x1 dan asam folat 1x1 2.2.12 Riwayat Sosial Senang makan dan minum manis. 2.3

Obyektif

2.3.1

Pemeriksaan Fisik Status Generalis Keadaan umum

: baik

Kesadaran

: compos mentis

BB

: 67 Kg

TB

: 155 cm

Tekanan darah

100/70 mmHg

Nadi

: 88 x/menit, reguler

RR

: 18 x/menit

Suhu aksiler

: 36,20C

Kepala dan leher

: anemis - / - , icterus - / -

Thorax

: cor/ S1S2 tunggal, murmur (-) Pulmo/

vv

Rh - -

Wh - -

vv

--

--

vv

--

--

Abdomen

: fundus uteri tidak teraba, BU(+)N

Ekstremitas

: akral hangat, edema =|=

Status Ginekologi Genitalia Eksterna Inspeksi

: v/v flux (+), fluor (-)

Vaginal Touche

: porsio multipara terbuka 1 cm, licin, teraba jaringan keluar dari OUE. Corpus uteri retrofleksi sesuai usia kehamilan 8-10 minggu. Adnexa parametrium D/S massa (-) nyeri (-). Cavum Douglasi dalam batas normal.

2.3.2 Hasil Pemeriksaan Penunjang 6

2.4

Plano tes

: positif

Darah Lengkap

: 10,50/8190/33,00/436.000

Assessment Abortus inkomplit

2.5

Planning Planning Diagnosis

:-

Planning Terapi

: pro kuretase

Persiapan kuretase

: inj. Cefotaxim 1 gram iv Inj. Ranitidin 1 gram iv

Planning Monitoring : vital sign, keluhan subyektif pasien. Planning Edukasi

: KIE (Komunikasi, Informasi, Edukasi) dan informed consent pasien dan keluarga tentang kondisi ibu saat ini, prosedur tindakan medis yang akan dilakukan beserta risiko yang akan terjadi dan prognosis serta surat persetujuan tindakan kuretase.

2.6

Laporan Kuretase Setelah tindakan septik dan antiseptik di daerah vulva dan sekitarnya di samping spekulum bawah yang dipegang oleh asisten dengan pertolongan spekulum atas bibir depan portio dijepit dengan Kogeltang Sonde masuk sedalam 8 cm, corpus uteri retrofleksi. Dilakukan kuretase biasa secara sistematis dan hati-hati sampai cavum uteri. bersih dengan curet No.2 dan No. 3. Berhasil dikeluarkan jaringan plasenta sebanyak kira-kira 10 gram. Jumlah perdarahan selama kuretase 10 cc. Tidak dilakukan pemasangan IUD. Lama kuretase 15 menit. Diagnose pra kuretase

: Abortus inkomplit

Diagnose pasca kuretase

: Abortus inkomplit

7

Keadaan pasca kuretase

:

Keadaan Umum

: baik/compos mentis

Tensi

: 110/70

Nadi

: 88x/menit

RR

: 20x/menit

Terapi pasca kuretase: Amoxiciliin 3x500mg Asam mefenamat 3x500mg Methergin 2x1 Roburantia 2x1

8

BAB 3 PERMASALAHAN 3.1 Diagnosa Bagaimana penegakan diagnosa pada kasus ini? 3.2 Penatalaksanaan dan prognosis Bagaimana penatalaksanaan dan prognosis pada kasus ini?

9

BAB 4 PEMBAHASAN 4.1 Anatomi Alat Reproduksi Wanita Alat reproduksi wanita berada di bagian tubuh seorang wanita yang disebut panggul. Secara anatomis alat reproduksi wanita dibagi menjadi dua bagian, yaitu bagian yang terlihat dari luar (genitalia eksterna) dan bagian yang berada di dalam panggul (genitalia interna) (Manuaba, 1998). 4.1.1

Genetalia Eksterna Alat kandungan luar dalam arti sempit adalah alat kandungan yang dapat dilihat

dari luar bila wanita dalam posisi litotomi. Fungsi alat kandungan luar dikhususkan untuk kopulasi (koitus) (Mochtar, 1998). Menurut Manuaba (1998), organ genetalia eksterna terdiri dari: Mons veneris, disebut juga gunung venus, merupakan bagian menonjol di bagian depan simfisis, terdiri dari jaringan lemak dan sedikit jaringan ikat. Setelah dewasa tertutup oleh rambut bentuknya segitiga. Bibir besar kemaluan (labia majora) berada pada bagian kanan dan kiri, berbentuk lonjong. Kedua bibir ini bertemu membentuk perineum. Permukaan ini terdiri dari bagian luar yang tertutup rambut dan bagian dalam yang tanpa rambut dan mengandung kelenjar sebasea (lemak). Bibir kecil kemaluan (labia minora) adalah lipatan di dalam labia mayora tanpa rambut. Di bagian atas klitoris, labia minora membentuk prepusium klitoris dan di bagian bawahnya bertemu membentuk prenulum klitoris. Labia minora ini mengelilingi orifisium vagina. Klitoris merupakan bagian penting alat reproduksi luar yang bersifat erektil, mengandung banyak pembuluh darah dan serat saraf sensoris sehingga sangat sensitif dan analog dengan penis pada laki-laki. Vestibulum merupakan alat reproduksi bagian luar yang dibatasi oleh kedua bibir kecil, bagian atas klitoris, dan bagian belakang pertemuan kedua labia minora. Pada vestibulum terdapat muara uretra, dua lubang saluran kelenjar Bartholini, dan dua lubang saluran kelenjar Skene. Kelenjar Bartholini adalah kelenjar yang penting di daerah vulva dan vagina, karena dapat mengeluarkan lendir. Pengeluaran lendir meningkat saat hubungan seks. Introitus vagina adalah pintu masuk ke vagina. Selaput dara (hymen) merupakan jaringan yang menutupi lubang vagina, bersifat rapuh dan mudah robek. Hymnen ini berlubang sehingga menjadi saluran dari lendir yang dikeluarkan uterus dan darah saat menstruasi 10

Gambar 4.1 4.1.2

Anatomi Genetalia Eksterna Wanita (Standring, 2008)

Genetalia Interna Menurut Mochtar (1998) yang termasuk alat kandungan dalam (genetalia interna) adalah: Liang sanggama (vagina) adalah liang atau saluran yang menghubungkan vulva dengan rahim, terletak diantara saluran kemih dan liang dubur. Di bagian ujung atasnya terletak mulut rahim. Fungsi penting dari vagina ialah sebagai saluran keluar untuk mengalirkan darah haid dan sekret lain dari rahim, alat untuk bersanggama, dan jalan lahir pada waktu bersalin. Rahim (uterus) adalah suatu struktur otot yang cukup kuat, bagian luarnya ditutupi oleh peritoneum sedangkan rongga dalamnya dilapisi oleh mukosa rahim. Dalam keadaan tidak hamil, rahim terletak dalam rongga panggul kecil di antara kandung kemih dan dubur. Rahim mempunyai rongga yang terdiri dari tiga bagian besar, yaitu badan rahim (korpus uteri), leher rahim (serviks uteri), dan rongga rahim (kavum uteri) 11

Saluran telur (tuba Falopii) adalah saluran yang keluar dari kornu rahim kanan dan kiri, panjangnya 12-13 cm, diameter 3-8 mm. Bagian luarnya diliputi oleh peritoneum viseral yang merupakan bagian dari ligamentum latum. Bagian dalam saluran dilapisi silia, yaitu rambut getar yang berfungsi untuk menyalurkan telur dan hasil konsepsi. Fungsi saluran telur adalah sebagai saluran untuk membawa ovum yang dilepaskan e indung telur ke tempat terjadi fertilisasi. Indung telur (ovarium) terdapat dua indung telur, masing-masing di kanan dan kiri rahim, dilapisi mesovarium dan tergantung di belakang ligamentum latum. Seumur hidupnya, seorang wanita diperkirakan akan mengeluarkan sel telur kira-kira 400 butir. Fungsi indung telur yang utama adalah menghasilkan sel telur (ovum), menghasilkan hormon-hormon (progesteron dan estrogen), dan ikut serta mengatur haid.

Gambar 4.2

Anatomi Genetalia Interna Wanita (Martini, 2006)

4.2 Fisiologi Alat Reproduksi Wanita 4.2.1

Fisiologi Menstruasi Pada wanita yang sehat dan tidak hamil, setiap bulan secara teratur mengeluarkan darah dari alat kandungannya, dan ini disebut menstruasi. Pada siklus menstruasi, mukosa rahim dipersiapkan secara teratur untuk menerima ovum yang dibuahi setelah terjadinya ovulasi, keadaan ini dikontrol oleh hormon-hormon yang dapat dideteksi dalam air kemih. Yang diperiksa adalah air kemih 24 jam dan diukur kadar estriol dan pregnandiolnya. (Mochtar, 1998). 12

Satu siklus menstruasi terdiri dari beberapa fase (stadium) yaitu: Stadium menstruasi (deskuamasi) berlangsung selama 4 hari dimana endometrium lepas dari dinding rahim disertai dengan penrdarahan dan hanya lapisan tipis (stratum basale) yang tinggal. Darah menstruasi terdiri dari potonganpotongan endometrium dan lendir dari serviks. Darah tidak membeku karena adanya fermen yang mencegah pembekuan darah dan mencairkan potongan-potongan mukosa. Banyaknya darah selama menstruasi  50-150 cc.

Gambar 4.3 Siklus Ovulasi dan Menstruasi Normal Wanita (Shien et al., 1999) Stadium regenerasi

sudah dimulai waktu stadium

menstruasi dan

berlangsung 4 hari. Pada saat ini tebal endometrium kira-kira 0.5 mm. Luka yang terjadi karena endometrium dilepaskan berangsur ditutup kembali oleh selaput lendir baru dari sel epitel kelenjar endometrium. Stadium proliferasi berlangsung dari hari ke 5-14 dari hari pertama menstruasi. Pada stadium ini endometrium tumbuh menjadi tebal  3.5 mm. Stadium sekresi dimana endometrium tebalnya tetap tetapi bentuk kelenjar menjadi panjang dan berkelok mengeluarkan getah. Dalam endometrium tertimbun glikogen dan kapur (Ca) sebagai makanan untuk ovum. Stadium ini dipersiapkan 13

untuk menerima ovum dan berlangsung dari hari ke 14-28. Kalau tidak terjadi kehamilan maka endometrium dilepas dengan perdarahan dan berulang lagi siklus menstruasi (Guyton dan Hall, 2006). Proses menstruasi dipengaruhi oleh hormon-hormon. Hormon yang berperan adalah FSH (Follicle Stimulating Hormone) dikeluarkan oleh hipofise lobus depan, estrogen dihasilkan oleh ovarium, LH (Luteinzing Hormone) dihasilkan hipofise, dan progesteron dikeluarkan oleh indung telur (Mochtar, 1998). Kapan terjadinya ovulasi atau keluarnya sel telur dari indung telur perlu kita ketahui untuk menentukan hari subur seorang wanita, karena kehamilan hanya mungkin terjadi bila sanggama (koitus) dilakukan pada sekitar saat ovulasi. Biasanya ovulasi terjadi kira-kira 14 hari sebelum haid yang akan datang. Dengan kata lain, diantara dua haid yang berurutan, indung telur akan mengeluarkan ovum, setiap kali satu dari ovarium kanan dan lain kali dari ovarium kiri. Cara menentukan adanya ovulasi antara lain dengan biopsi endometrium, suhu basal badan, sitologi vaginal, getah serviks, pH getah vagina, dan endoskopi (Mochtar, 1998). 4.2.2

Fisiologis Kehamilan normal Masa kehamilan dimulai dari konsepsi sampai lahirnya janin. Lamanya hamil normal adalah 280 hari (40 minggu atau 9 bulan 7 hari) dihitung dari hari pertama haid terakhir. Kehamilan dibagi dalam 3 triwulan yaitu triwulan pertama dimulai dari konsepsi sampai 3 bulan, triwulan kedua dari bulan keempat sampai 6 bulan, triwulan ketiga dari bulan ketujuh sampai 9 bulan. (Prawirohardjo, 2007)

4.2.3

Fisiologis Persalinan normal Persalinan adalah proses membuka dan menipisnya serviks, dan janin turun ke dalam jalan lahir. Kelahiran disebut juga proses pengeluaran janin dan ketuban didorong keluar melalui jalan lahir. Sehinggga persalinan dan kelahiran normal, proses dimana terjadi pada kehamilan cukup bulan (37-42 minggu), lahir spontan dengan presentasi belakang kepala yang berlangsung dalam 18 jam, tanpa komplikasi baik pada ibu maupun pada janin. (Prawirohardjo, 2007) Persalinan dibagi dalam 4 kala, yaitu: Kala I dimulai dari saat persalinan mulai sampai pembukaan lengkap (10 cm). Proses ini terbagi dalam 2 fase, fase laten (8 jam) serviks membuka sampai 3 cm dan fase akhir (7 jam) serviks membuka dari 3 sampai 10 cm. Kontraksi lebih kuat dan sering selama fase aktif. Kala II dimulai dari pembukaan lengkap (10 cm) sampai bayi lahir. Proses ini biasanya berlangsung 2 jam pada primi dan 1 jam pada multi. 14

Kala III dimulai

segera setelah bayi lahir sampai lahirnya plasenta, yang

berlangsung tidak lebih dari 30 menit. Kala IV dimulai dari saat lahirnya plasenta sampai 2 jam pertama postpartum (Prawirohardjo, 2007). 4.3 Abortus 4.3.1 Definisi Menurut definisi WHO, abortus didefinisikan sebagai hilangnya janin atau embrio dengan berat kurang dari 500 gram setara dengan sekitar 20-22 minggu kehamilan, sedangkan menurut Prawirohardjo, 2008, abortus adalah berakhirnya suatu kehamilan sebelum janin mencapai berat 500 gram atau usia kehamilan kurang dari 20 minggu atau janin belum mampu untuk hidup di luar kandungan. Abortus dapat dibagi atas dua golongan yaitu abortus spontan dan abortus provokatus. Abortus spontan adalah abortus yang terjadi tanpa tindakan mekanis dan disebabkan oleh faktor-faktor alamiah. Abortus provokatus adalah abortus yang terjadi akibat tindakan atau disengaja, baik dengan memakai obat-obatan maupun alat-alat (Sastrawinata et al., 2005). Abortus spontan merujuk kepada keguguran pada kehamilan kurang dari 20 minggu tanpa adanya tindakan medis atau tindakan bedah untuk mengakhiri kehamilan (Griebel et al., 2005). Abortus spontan adalah merupakan mekanisme alamiah yang menyebabkan terhentinya proses kehamilan sebelum berumur 28 minggu. Penyebabnya dapat oleh karena penyakit yang diderita si ibu ataupun sebabsebab lain yang pada umumnya berhubungan dengan kelainan pada sistem reproduksi (Syafruddin, 2003). Mekanisme awal terjadinya abortus adalah lepasnya sebagian atau seluruh bagian embrio akibat adanya perdarahan minimal pada desidua. Kegagalan fungsi plasenta yang terjadi akibat perdarahan subdesidua tersebut menyebabkan terjadinya kontraksi uterus dan mengawali adanya proses abortus (Sewarts, 2005) 4.3.2 Etiologi dan Faktor Presdiposisi Etiologi penyebab abortus adalah sebagai berikut: - Faktor dari janin (Fetal), yang terdiri dari: kelainan genetik (kromosom), Abnormalitas kromosom adalah hal yang utama pada embrio dan janin yang mengalami abortus spontan, serta merupakan sebagian besar dari kegagalan kehamilan dini. Kelainan dalam jumlah kromosom lebih sering dijumpai daripada kelainan struktur kromosom. Abnormalitas kromosom secara struktural dapat 15

diturunkan oleh salah satu dari kedua orang tuanya yang menjadi pembawa abnormalitas tersebut (Cunningham, 2010). - Faktor dari ibu (maternal), yang terdiri dåri: infeksi kelainan hormonal seperti hipotiroidisme, diabetes melitus, malnutrisi, penggunaan obat-obatan, merokok, konsumsi alkohol, faktor imunologis, trauma abdomen/pelvis pada trimester pertama dan defek anatomis seperti uterus didelfis, inkompetensia serviks (penipisan dan pembukaan serviks sebelum waktu inpartu, umumnya pada trimester kedua) dan sinekhiae uteri karena sindrom Asherman. Kejadian abortus meningkat pada wanita hamil yang berumur 30 tahun atau 35 tahun, hal ini disebabkan meningkatnya kelainan genetik seperti mutasi dan kelainan maternal pada usia tersebut. Menurut Llewellyn-Jones (2002) frekuensi abortus meningkat bersamaan dengan meningkatnya angka graviditas. Apabila terdapat riwayat abortus, maka kemungkinan terjadi abortus pada kehamilan yang selanjutnya akan meningkat (Henderson dan Jones, 2006). - Faktor dari ayah (paternal): kelainan sperma. Sperma yang mengalami translokasi kromosom apabila berhasil menembus zona pellusida dari ovum akan menghasilkan zigot yang memiliki material kromosom yang tidak normal sehingga dapat menyebabkan keguguran (Prawirohardjo, 2008). 4.3.3 Epidemiologi Kejadian abortus di Indonesia setiap tahun terjadi 2 juta kasus. Ini artinya terdapat 43 kasus abortus per 100 kelahiran hidup. Menurut sensus penduduk tahun 2000, terdapat 53.783.717 perempuan usia 15-49 tahun, dan dari jumlah tersebut terdapat 23 kasus abortus per 100 kelahiran hidup (Utomo, 2001). Rata-rata terjadi 114 kasus abortus per jam. Sebagian besar studi menyatakan kejadian abortus spontan antara 15-20% dari semua kehamilan. Kalau dikaji lebih jauh, abortus sebenarnya bisa mendekati 50%. Hal ini dikarenakan tingginya angka chemical pregnancy loss yang tidak bisa diketahui pada 2-4 minggu setelah konsepsi (Prawirohardjo, 2008). WHO memperkirakan di seluruh dunia, dari 46 juta kelahiran pertahun terdapat 20 juta kejadian abortus. Sekitar 13% dari jumlah total kematian ibu di seluruh dunia diakibatkan oleh komplikasi abortus, 800 wanita diantaranya meninggal karena komplikasi abortus dan sekurangnya 95% (19 dari setiap 20 abortus) di antaranya terjadi di negara berkembang (Dwilaksana, 2010). 4.3.4 Klasifikasi 1. Abortus spontan 16

Abortus

yang

terjadi

tanpa

tindakan

mekanis

atau

medis

untuk

mengosongkan uterus, maka abortus tersebut dinamai abortus spontan. Kata lain yang luas digunakan adalah keguguran (Miscarriage) (Sastrawinata et al., 2005). 2. Abortus imminens (keguguran mengancam) Peristiwa terjadinya perdarahan dari uterus pada kehamilan sebelum 20 minggu, dimana hasil konsepsi masih dalam uterus, dan tanpa adanya dilatasi serviks. Abortus iminens didiagnosa bila seseorang wanita hamil kurang daripada 20 minggu mengeluarkan darah sedikit pada vagina. Perdarahan dapat berlanjut beberapa hari atau dapat berulang, dapat pula disertai sedikit nyeri perut bawah atau nyeri punggung bawah seperti saat menstruasi. Polip serviks, ulserasi vagina, karsinoma serviks, kehamilan ektopik, dan kelainan trofoblast harus dibedakan dari abortus iminens karena dapat memberikan perdarahan pada vagina. Pemeriksaan spekulum dapat membedakan polip, ulserasi vagina atau karsinoma serviks, sedangkan kelainan lain membutuhkan pemeriksaan ultrasonografi (Sastrawinata et al., 2005). 3. Abortus insipiens (keguguran berlangsung) Peristiwa perdarahan uterus pada kehamilan sebelum 20 minggu dengan adanya dilatasi serviks uteri yang meningkat, tetapi hasil konsepsi masih dalam uterus. Dalam hal ini rasa mules menjadi lebih sering dan kuat, perdarahan bertambah. Abortus insipiens didiagnosis apabila pada wanita hamil ditemukan perdarahan banyak, kadang-kadang keluar gumpalan darah yang disertai nyeri karena kontraksi rahim kuat dan ditemukan adanya dilatasi serviks sehingga jari pemeriksa dapat masuk dan ketuban dapat teraba. Kadang-kadang perdarahan dapat menyebabkan kematian bagi ibu dan jaringan yang tertinggal dapat menyebabkan infeksi sehingga evakuasi harus segera dilakukan. Janin biasanya sudah mati dan mempertahankan kehamilan pada keadaan ini merupakan kontraindikasi (Sastrawinata et al., 2005). 4. Abortus inkomplet (keguguran tidak lengkap) Pengeluaran sebagian hasil konsepsi pada kehamilan sebelum 20 minggu dengan masih ada sisa tertinggal dalam uterus. Pada pemeriksaan vaginal, kanalis servikalis terbuka dan jaringan dapat diraba dalam kavum uteri atau sudah menonjol dari ostium uteri eksternum. Abortus inkomplet didiagnosis apabila sebagian dari hasil konsepsi telah lahir atau teraba pada vagina, tetapi sebagian tertinggal (biasanya jaringan plasenta). Perdarahan biasanya terus berlangsung, banyak, dan membahayakan ibu. Sering serviks tetap terbuka karena masih ada benda di dalam rahim yang dianggap sebagai benda asing (corpus alienum). Oleh karena itu, uterus akan berusaha mengeluarkannya dengan mengadakan kontraksi 17

sehingga ibu merasakan nyeri, namun tidak sehebat pada abortus insipiens. Jika hasil konsepsi lahir dengan lengkap, maka disebut abortus komplet. Pada keadaan ini kuretase tidak perlu dilakukan (Sastrawinata et al., 2005). 5. Abortus complet (keguguran lengkap) Perdarahan pada kehamilan muda di mana seluruh hasil konsepsi telah di keluarkan dari kavum uteri. Seluruh buah kehamilan telah dilahirkan dengan lengkap. Pada abortus kompletus, perdarahan segera berkurang setelah isi rahim dikeluarkan dan selambat-lambatnya dalam 10 hari perdarahan berhenti sama sekali karena dalam masa ini luka rahim telah sembuh dan epitelisasi telah selesai. Serviks juga dengan segera menutup kembali. Kalau 10 hari setelah abortus masih ada perdarahan juga, abortus inkompletus atau endometritis pasca abortus harus dipikirkan (Sastrawinata et al., 2005). 6. Missed abortion (retensi janin mati) Kematian janin sebelum berusia 20 minggu, tetapi janin yang mati tertahan di dalam kavum uteri tidak dikeluarkkan selama 8 minggu atau lebih (Prawirohardjo, 2007). Pada abortus tertunda akan dijumpai amenorea, yaitu perdarahan sedikitsedikit yang berulang pada permulaannya, serta selama observasi fundus tidak bertambah tinggi, malahan tambah rendah. Pada pemeriksaan dalam, serviks tertutup dan ada darah sedikit (Sastrawinata et al., 2005). 7. Abortus Habitualis (Recurrent abortion) Abortus spontan yang terjadi 3 kali atau lebih berturut- turut, yang disebabkan oleh anomali kromosom parental, gangguan trombofilik pada ibu hamil, dan kelainan struktural uterus merupakan penyebab langsung pada abortus habitualis (Jauniaux et al., 2006). Menurut Mochtar (1998), abortus habitualis merupakan abortus yang terjadi tiga kali berturut-turut atau lebih. Etiologi abortus ini adalah

kelainan

dari ovum

atau

spermatozoa,

dimana

sekiranya

terjadi

pembuahan, hasilnya adalah patologis. Selain itu, disfungsi tiroid, kesalahan korpus luteum dan kesalahan plasenta yaitu tidak sanggupnya plasenta menghasilkan progesteron sesudah korpus luteum atropi juga merupakan etiologi dari abortus habitualis (Sastrawinata et al., 2005). 8. Abortus Septik (Septic abortion) Abortus septik adalah keguguran disertai infeksi berat dengan penyebaran kuman atau toksinnya ke dalam peredaran darah atau peritoneum. Hal ini sering ditemukan pada abortus inkompletus atau abortus buatan, terutama yang kriminalis 18

tanpa memperhatikan syarat-syarat asepsis dan antisepsis. Bakteri yang dapat menyebabkan abortus septik adalah seperti Escherichia coli, Enterobacter aerogenes, Proteus vulgaris, Hemolytic streptococci dan Staphylococci (Mochtar, 1998; Dulay, 2010). 4.4. Penegakan Diagnosis 4.4.1 Anamnesis Anamnesa merupakan suatu cara penegakan diagnosis yang dilakukan pertama kali. Di mana anamnesa yang baik dan benar dapat mengarahkan diagnosis. Anamnesa pada kasus obstetri dan ginekologi memiliki prinsip yang sama dengan anamnesa pada umumnya, yaitu meliputi identitas, keluhan utama, penyakit saat ini, riwayat penyakit sebelumnya, riwayat pengobatan, riwayat keluarga, riwayat sosial. Pada kasus obstetri dan ginekologi, anamnesis dititikberatkan pada riwayat perkawinan, kehamilan, siklus menstruasi, penyakit yang pernah diderita khususnya penyakit obstetri dan ginekologi, serta pengobatan, riwayat KB, serta keluhankeluhan seperti perdarahan dari jalan lahir, keputihan (fluor albus), nyeri, maupun benjolan (Prawirohardjo, 2011). Anamnesa dilakukan untuk mencari etiologi dari abortus. Dengan anamnesa yang teliti dan menjurus maka akan dikembangkan, pemikiran mengenai pemeriksan selanjutnya yang dapat memperkuat dugaan kita pada suatu etiologi yang mendasari terjadinya abortus. Hal ini akan berpengaruh juga pada rencana terapi yang akan dilakukan sesuai dengan etiologinya (Fransisca, 2007). Pada anamnesa didapatkan pasien seorang wanita berusia 19 tahun (tergolong usia reproduktif), 1 kali menikah selama 9 bulan, riwayat kehamilan 1 kali Pertama kali menstruasi (menarche) pada usia 12 tahun dengan siklus haid pasien teratur yaitu 28 hari dan lama haid 7 hari. HPHT pasien 23 oktober 2014. Pasien datang ke Poliklinik Ginekologi RSUD Dr.Saiful Anwar Malang pada tanggal 24 november

2014

dengan keluhan utama perdarahan dari jalan lahir

seperti menstruasi sejak 5 hari yang lalu. Perdarahan disertai dengan rasa nyeri dari perut bagian bawah menembus dubur dan menjalar sampai ke paha. Rasa nyeri terasa hilang timbul, namun menyusahkan pasien untuk melakukan aktivitas seharihari. Pasien pernah jatuh terpeleset dikamar mandi 1 hari yang lalu, kemudian besoknya perdarahan dan tidak berobat. Menurut Sastrawinata et al., pada tahun 2005, abortus memiliki manifestasi klinik sebagai berikut: -

Terlambat haid atau amenore kurang dari 20 minggu

-

Pendarahan pervaginam, mungkin disertai keluarnya jaringan hasil konsepsi. 19

-

Rasa mulas atau kram perut didaerah atas simfisis, sering disertai nyeri pinggang akibat kontraksi uterus. Adanya keluhan perdarahan dari jalan lahir yang mungkin disertai keluarnya

jaringan konsepsi, rasa mulas atau kram perut didaerah atas simfisis, sering disertai nyeri pingang adalah keluhan yang biasa ditemui pada kasus abortus. Hal tersebut terjadi karena uterus berkontraksi untuk mengeluarkan jaringan sisa hasil konsepsi yang gugur yang telah dianggap sebagai benda asing. Menurut WHO, setiap wanita pada usia reproduktif yang mengalami dua dari tiga gejala seperti; (i) perdarahan pervaginam, (ii) nyeri pada abdomen bawah, (iii) riwayat amenorea, harus dipikirkan kemungkinan terjadinya abortus. Dari hasil anamnesa pada pasien, didapatkan memenuhi ketiga gejala tersebut. Oleh karena itu, kemungkinan terjadinya abortus harus dipikirkan. 4.4.2 Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik perlu dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosis. Pemeriksaan fisik untuk penegakan diagnosis abortus menurut Prawirohardjo, 2007 adalah sebagai berikut:  Inspeksi Vulva: Pendarahan pervaginam ada atau tidaknya jaringan hasil konsepsi, tercium atau tidak bau busuk dari vulva.  Inspekulo: Pendarahan dari kavum uteri, ostium uteri terbuka atau sudah tertutup ada atau tidaknya jaringan keluar dari ostium, ada atau tidaknya cairan atau jaringan berbau busuk dari ostium.  Colok Vagina: Porsio terbuka atau sudah tertutup, teraba atau tidak jaringan dalam kavum uteri, besar uterus sesuai atau lebih kecil dari usia kehamilan, tidak nyeri saat porsio digoyang, tidak nyeri pada peraban adneksa, kavum douglasi tidak menonjol dan tidak nyeri. Abortus inkompletus didiagnosis apabila sebagian dari hasil konsepsi telah lahir atau teraba pada vagina, tetapi sebagian tertinggal (biasanya jaringan plasenta). Perdarahan biasanya terus berlangsung, banyak, dan membahayakan ibu. Sering serviks tetap terbuka karena masih ada benda di dalam rahim yang dianggap sebagai benda

asing

(corpus

alienum).

Oleh

karena

itu,

uterus

akan

berusaha

mengeluarkannya dengan mengadakan kontraksi sehingga ibu merasakan nyeri, namun tidak sehebat pada abortus insipiens. Jika hasil konsepsi lahir dengan lengkap, maka disebut abortus komplet. Pada keadaan ini kuretase tidak perlu dilakukan. Pada abortus kompletus, perdarahan segera berkurang setelah isi rahim dikeluarkan dan 20

selambat-lambatnya dalam 10 hari perdarahan berhenti sama sekali karena dalam masa ini luka rahim telah sembuh dan epitelisasi telah selesai. Serviks juga dengan segera menutup kembali. Apabila 10 hari setelah abortus masih ada perdarahan juga, abortus inkompletus atau endometritis pasca abortus harus dipikirkan (Sastrawinata et al., 2005).

Gambar 4.1 Tabel kriteria diagnosis abortus (WHO, 2013) Pada pemeriksaan didapatkan pasien dalam keadaan baik, status generalis dalam batas normal. Tidak ada anemia maupun ikterus. Kondisi jantung maupun paru juga dalam batas normal. Pada pemeriksaan abdomen terlihat membesar, namun bising usus terdengar normal dan tidak ada shifting dullness. Inspeksi pada genitalia eksterna terlihat darah keluar minimal tanpa disertai fluor. Kemudian dilakukan pembukaan dengan spekulum tampak adanya portio nullipara terbuka kurang lebih 1 jari, licin, tampak adanya perdarahan minimal dan jaringan. Pemeriksaan kemudian dilanjutkan dengan melakukan vaginal touché tidak didapatkan kelainan dan corpus uteri retroflexi, dindingnya dalam batas normal. Dalam corpus uteri teraba adanya jaringan. Pada pemeriksaan adnexa perimetrium dextra dan sinistra tidak didapatkan massa ataupun nyeri. Berdasarkan pemeriksaan fisik yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa perdarahan minimal benar keluar dari jalan lahir disertai dengan jaringan dengan kondisi portio terbuka. 4.4.3 Pemeriksan Penunjang Pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan untuk konfirmasi anamnesa dan pemeriksaan fisik pada kasus abortus adalah: 21

 Pemeriksan laboratorium darah lengkap, hematokrit, golongan darah, serta reaksi silang analisis gas darah, kultur darah, teresistensi.  Tes kehamilan: positif jika janin masih hidup, bahkan 2-3 minggu setelah abortus.  Pemeriksan dopler atau USG untuk menentukan apakah janin masih hidup.  Pemeriksan kadar fibrinogen darah pada missed abortion (Fransisca, 2007) 4.4.4 Diagnosis Berdasarkan anamnesa, pasien mengeluhkan keluar darah dan flek dari jalan lahir sejak 11 hari yang lalu. Kemudian didapatkan riwayat jatuh terpeleset satu hari sebelum masuk rumah sakit dan keluar darah bergumpal. Didapatkan pula tandatanda hamil muda pada pasien seperti terlambat haid. Pada pemeriksaan fisik inspekulo didapatkan fluxus + minimal, portio nullipara, licin, terbuka 1 jari dan tampak jaringan keluar dari OUE. Pada pemeriksaan VT didapatkan fluxus + minimal, portio nullipara, licin dan teraba jaringan keluar dari OUE. Kemudian didapatkan CURF 6-8 minggu. Sedangkan dari pemeriksaan penunjang yang telah dilakukan didapatkan tes kehamilan (+). Sehingga, dapat diambil kesimpulan bahwa pasien memenuhi kriteria diagnostik abortus inkomplit.

22

4.4.5 Komplikasi Abortus Komplikasi yang berbahaya pada abortus menurut Saifuddin et.al (2004) adalah: a. Perdarahan Perdarahan dapat diatasi dengan pengosongan uterus dari sisa-sisa hasil konsepsi dan jka perlu pemberian tranfusi darah. Kematian karena perdarahan dapat terjadi apabila pertolongan tidak diberikan pada waktunya. b. Perforasi Perforasi uterus pada kerokan dapat terjadi terutama pada uterus dalam posisi hiperretrofleksi. Jika terjadi peristiwa ini, penderita perlu diamati dengan teliti. Jika ada tanda bahaya, perlu segera dilakukan laparatomi dan tergantung dari luas dan bentuk perforasi, penjahitan luka perforasi atau perlu histerektomi. Perforasi uterus pada abortus yang dikerjakan oleh orang awam menimbulkan persoalan gawat karena perlukaan uterus biasanya luas, mungkin pula terjadi perlukaan kandung kemih atau usus. Degan adanya dugaan atau kepastian terjadinya perforasi, laparatomi harus segera dilakukan untuk menentukan luasnya cidera, untuk selanjutnya mengambil tindakan seperlunya guna mengatasi komplikasi. c. Infeksi Infeksi dalam uterus atau sekitarnya dapat terjadi pada tiap abortus, lebih sering pada abortus buatan yang dikerjakan tanpa memperhatikan asepsis. Umumnya pada abortus infeksius infeksi terbatas pada desidua. d. Syok Syok pada abortus bisa terjadi karena perdarahan (syok hemoragik) dan karena infeksi berat (syok endoseptik) 4.4.6 Penatalaksanaan dan Perawatan Abortus Menurut WHO tahun 2013, penatalaksaan dan perawatan pertama kali pada kasus abortus adalah sebagai berikut:  Lakukan penilaian secara cepat mengenai keadaan umum ibu termasuk tandatanda vital (nadi, tekanan darah, pernafasan, suhu) - Periksa tanda-tanda syok (akral dingin, pucat, takikardi, tekanan sistolik < 90 mmHg). - Bila terdapat tanda-tanda sepsis atau dugaan abortus dengan komplikasi berikan kombinasi antibiotika sampai ibu bebas demam untuk 48 jam: - Ampicillin 2 g IV/IM kemudian 1 gram diberikan setiap 6 jam - Gentamicin 5 mg/kgBB IV setiap 24 jam - Metronidazol 500 mg IV setiap 8 jam  Segera rujuk ibu ke rumah sakit  Semua ibu yang mengalami abortus perlu mendapat dukungan emosional dan konseling kontrasepsi pasca keguguran. 23

 Lakukan tatalaksana selanjutnya sesuai jenis abortus. Pada keadaan abortus kompletus dimana seluruh hasil konsepsi dikeluarkan (desidua dan fetus), sehingga rongga rahim kosong, terapi yang diberikan hanya uterotonika. Untuk abortus tertunda, obat diberi dengan maksud agar terjadi his sehingga fetus dan desidua dapat dikeluarkan, kalau tidak berhasil, dilatasi dan kuretase dilakukan. Pengobatan pada kelainan endometrium pada abortus habitualis lebih besar hasilnya jika dilakukan sebelum ada konsepsi daripada sesudahnya. Merokok dan minum alkohol sebaiknya dikurangi atau dihentikan. Pada serviks inkompeten, terapinya adalah operasi (Mochtar, 2007). Pada abortus inkomplet, bila ada tanda-tanda syok maka diatasi dulu dengan pemberian cairan dan transfusi darah. Kemudian, jaringan dikeluarkan secepat mungkin dengan metode digital dan kuretase. Setelah itu, beri obat-obat uterotonika dan antibiotika (Mochtar, 2007). Pada pasien ini, dilakukan pengeluaran jaringan dengan cunam abortus dan curetase biasa dan berhasil dikeluarkan jaringan plasenta sebanyak kira-kira 10 gram dengan jumlah perdarahan selama kuretase sekitar 10 cc. Kemudian diberikan methergin tab 0,125mg 2 x 1 dan amoxicillin tab 500mg 3x1. Kemudian dilakukan KIE bahwa abortus spontan merupakan hal yang biasa terjadi sekitar 1 dari 7 kehamilan. Ibu bisa hamil lagi jika kondisi sudah benar-benar pulih (Saifuddin, 2010). 4.4.7 Prognosis Prognosis pada kasus ini adalah mengarah ke baik (dubia ad bonam) karena dengan kuretase berhasil mengeluarkan semua sisa jaringan sehingga resiko perdarahan menjadi sangat minimal, setelah observasi dua jam pasca kuretase tidak didapatkan keluhan dan keadaan umum pasien stabil. Selain itu pada pasien ini tidak didapatkan adanya penyulit atau komplikasi yang berbahaya misalnya perdarahan, perforasi, infeksi dan syok.

24

BAB 5 PENUTUP 5.1 Kesimpulan 1. Abortus merupakan pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup diluar kandungan . 2. Faktor predisposisi terjadinya abortus yaitu faktor maternal, riwayat obstetri yang kurang baik, riwayat infertilitas, adanya kelainan atau penyakit yang menyertai kehamilan, berbagai macam infeksi, paparan dengan berbagai macam zat kimia, trauma abdomen/pelvis pada trimester pertama, kelainan pertumbuhan hasil konsepsi, kelainan pada plasenta, kelainan traktus genetalia seperti inkompetensi serviks. 3. Patofisiologi terjadinya abortus yaitu berawal dari perdarahan desidua basalis, diikuti nekrosis jaringan sekitar yang menyebabkan hasil konsepsi terlepas dan dianggap benda asing dalam uterus dan uterus berkontraksi. 4. Manifestasi klinik abortus yaitu terlambat haid atau amenore kurang dari 20 minggu, keadaan umum tampak lemah atau kesadaran menurun, tekanan darah normal atau menurun, denyut nadi normal atau cepat dan kecil, suhu badan normal atau meningkat, perdarahan pervaginam, rasa mulas atau kram perut di daerah atas simfisis. 5. Pemeriksaan penunjang yang dilakukan yaitu tes kehamilan, pemeriksaan Doppler atau USG, pemeriksaan kadar fibrinogen darah. 6. Berdasarkan keadaan janin yang sudah dikeluarkan, abortus dibagi atas abortus imminens, abortus insipiens, abortus inkomplit, abortus komplit, missed abortion, abortus terapeutik dan abortus septik. 7. Komplikasi yang dapat ditimbulkan dari abortus adalah perdarahan, perforasi, syok, infeksi dan kelainan pembekuan darah. 8. Penatalaksanaan pasca abortus adalah curetase, uterotonika dan antibiotik. 5.2 Saran 1. Pentingnya KIE (Komunikasi, Informasi, dan Edukasi) tentang pentingnya pencegahan

terjadinya

abortus

meliputi

infeksi

kelainan

hormonal

seperti

hipotiroidisme, diabetes melitus, malnutrisi, penggunaan obat-obatan, merokok, konsumsi alkohol, dan faktor imunologis. 2. Pentingya KIE (Komunikasi, Informasi, dan Edukasi) pada pasien yang mengalami abortus untuk menjalani pengobatan yang tepat. 25

3. Pentingnya KIE (Komunikasi, Informasi, dan Edukasi) tentang pentingnya monitoring berkala pada kasus abortus untuk perencanaan tatalaksana dan tindakan selanjutnya.

26

DAFTAR PUSTAKA Cunningham, Macdonald. 2010. William Obstetrics 23th edition. USA: The McGraw-Hill Companies, Inc. Dwilaksana, AP. 2010, Faktor Ibu yang Berhubungan dengan Kejadian Abortus di RSUD Banyumas.Available

from:

http://id.shvoong.com/medicine-and-health/epidemiology-

public-health/2071310-faktor-ibu-yg-berhubungan-dgn#ixzzli5koRujB (diakses tanggal 25 November 2014) Fransisca S,K. 2007. Aborsi/abortus. Probolinggo: Universitas Wijaya Kusuma Guyton, AC, Hall, JE. 2006. Textbook of Medical Physiology, 11th Edition. Elsevier Inc. Manuaba, IBG, 1998. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan KB. EGC. Jakarta Martini, FH. 2006. Fundamental of Anatomy and Physiology. Pearson Education Inc. Mochtar R. 2007. Abortus dan kelainan dalam kehamilan. Dalam : Sinopsis Obstetri. Edisi kedua. Editor : Lutan D. Jakarta: EGC. Mochtar, Rustam. 1998. Sinopsis Obstetri Edisi 2. Jakarta: EGC. Prawirohardjo,S. 2007. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta: Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Saifuddin, Abdul bari. 2004. Buku Acuan Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo Saifuddin, Abdul Bari. 2010. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo Sastrawinata, Sulaeman. 2008. Obstetri Patologi. Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran, Bandung Shien, Butler, Lewis. 1999. Hole’s Human Anatomy and Physiology, 8th Edition. The McGraw-Hill Companies, Inc. Standring, S. 2008. Gray’s Anatomy 40th Edition. Edinburgh: Churchill Livingstone Utomo, B. 2001. Incidence and Social Psychological Aspects of Abortion in Indonesia: A Community-Based Survey in 10 Major Cities and 6 Districts, Year 2000. Center for Health Research University of Indonesia. Jakarta. WHO. 2013. Pelayanan Kesehatan di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan Edisi 1. Jakarta, Indonesia. Wiknjosastro, Hanifa. 2007. Ilmu Kebidanan. Jakarta: yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawihardjo.

27

Related Documents

Lapsus Depresi.docx
December 2019 38
Lapsus Snhl.docx
November 2019 33
Lapsus Paraparese.docx
November 2019 41
Lapsus Tulunagung.doc
December 2019 42
Lapsus Neneng.docx
November 2019 43
Lapsus Oklusi.docx
June 2020 25

More Documents from "Hyder"

Lapsus Ta - Copy.doc
December 2019 29
Lapsus Tulunagung.doc
December 2019 42
Portofolio Bedah Basal.docx
December 2019 14
Session 4_4_probolinggo.pdf
November 2019 12