REFERAT
VERTIGO
Oleh: Triska Dianti Wahyuningrum, S. Ked 1830912320037
Pembimbing: dr. H. Hasyim Fachir, Sp.S
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT SARAF FAKULTAS KEDOKTERAN UNLAM/RSUD ULIN BANJARMASIN Maret, 2019
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI .............................................................................................. 1 BAB I PENDAHULUAN .......................................................................... 2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................... 3 A. B. C. D. E. F. G. H. I.
Definisi ........................................................................................... Epidemiologi .................................................................................. Etiologi ........................................................................................... Klasifikasi ...................................................................................... Patofisiologi ................................................................................... Gejala Klinis................................................................................... Diagnosis ........................................................................................ Tatalaksana..................................................................................... Komplikasi .....................................................................................
3 4 5 6 6 9 11 17 25
BAB III PENUTUP ................................................................................... 26 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 27
1
BAB I PENDAHULUAN
Vertigo merupakan kumpulan gejala atau sindrom yang terjadi akibat gangguan keseimbangan pada sistem vestibular ataupun gangguan pada sistem saraf pusat.1 Vertigo adalah suatu istilah yang berasal dari bahasa Latin, vertere yang berarti memutar.Vertigo ialah adanya sensasi gerakan atau rasa gerak dari tubuh seperti rotasi (memutar) tanpa sensasi peputaran yang sebenarnya, dapat sekelilingnya terasa berputar atau badan yang berputar.2,3 Vertigo bisa mengenai semua golongan umur, dengan jumlah insidensi 25% pada pasien usia lebih dari 25 tahun, dan 40% pada pasien usia lebih dari 40 tahun. Dizziness dilaporkan sekitar 30% pada populasi berusia lebih dari 65 tahun.4 Vertigo yang tidak segera ditangani akan menyebabkan beberapa dampak buruk bagi penderitanya antara lain ancaman nyawa. Hal ini terjadi terutama serangan vertigo yang terjadi pada saat penderita sedang menyetir atau mengendarai motor sehingga menyebabkan gangguan konsentrasi. Dampak yang kedua adalah bisa menjadi gejala atau tanda awal penyakit tertentu yang berhubungan dengan otak dan telinga.Vertigo juga bisa menjadi penyebab serius dari gejala awal tumor otak.2 Dampak ketiga adalah vertigo dapat menjadi indikasi serius terhadap gangguan pada telinga atau organ pendengaran. Infeksi yang terjadi pada bagian dalam telinga bisa menyebabkan kerusakan organ telinga sehingga penderita bisa 2
kehilangan pendengaran secara permanen. Kondisi inilah yang harus diwaspadai oleh semua penderita vertigo. Akibat vertigo, penderita akan kehilangan waktu produktif karena biasanya penderita tidak dapat beraktifitas seperti biasanya.2 Mengingat banyaknya jumlah kasus vertigo di masyarakat serta dampak serius yang ditimbulkan, maka diperlukan upaya untuk memperkenalkan konsep vertigo yang betul kepada masyarakat.
3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Vertigo ialah adanya sensasi gerakan atau rasa gerak dari tubuh seperti rotasi (memutar) tanpa sensasi peputaran yang sebenarnya, dapat sekelilingnya terasa berputar atau badan yang berputar. Vertigo berasal dari bahasa latin “vertere” yaitu memutar. Vertigo termasuk ke dalam gangguan keseimbangan yang dinyatakan sebagai pusing, pening, sempoyongan, rasa seperti melayang atau dunia seperti berjungkir balik.2,3 Vertigo paling sering ditemukan adalah Benign Paroxysmal Positional Vertigo(BPPV). Menutur penelitian pasien yang datang dengan keluhan pusing berputar/vertigo, sebanyak 20% memiliki BPPV, walaupun penyakit ini sering disertai penyakit lainnya.5 B. Epidemiologi Vertigo bisa mengenai semua golongan umur, dengan jumlah insidensi 25% pada pasien usia lebih dari 25 tahun, dan 40% pada pasien usia lebih dari 40 tahun. Dizziness dilaporkan sekitar 30% pada populasi berusia lebih dari 65 tahun.4Sebuah survei terhadap lebih dari 30.000 orang menunjukkan bahwa prevalensi vertigo terletak sekitar 17% dan naik hingga 39% pada mereka yang berusia diatas 80 tahun.1 Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) merupakan salah satu vertigo yang paling sering terjadi yaitu 11 sampai 64% per 100.000 (prevalensi 2,4%). Dari kunjungan 5,6 miliar orang kerumah sakit dan klinik di United State
4
dengan keluhan pusing didapatkan 17-42% pasien didiagnosa BPPV. Wanita memiliki faktor resiko dua kali lipat terjadinya BPPV dibandingkan laki-laki, proporsi antara wanita dibandingkan laki-laki 3,2-1,5.6,7 C. Etiologi Menurut penyebab vertigo dan pusing dapat dibedakan menjadi : vertigo nonvestibular dan vertigo vestibular. 1 Tabel 1. Penyebab Vertigo Non-Vestibular 1. Hipotensi ortotastik - Primer - Karena pengobatan hipertensi yang berlebihan - Karena penyebab neurologis (efek samping pada terapi levodopa pada penyakit Parkinson, polineuropati dengan gangguan proprioseptik dan rasa getar pada diabetes, neurosifilis). 2. Aritmia Jantung 3. Keracunan obat penenang seperti barbiturate 4. Hipoglikemia 5. Kecemasan dan serangan panic 6. Epilepsi 7. Oftalmoplegia 8. Sindrom paraneoplastik – opsoclonus 9. Iskemik pada arteri serebllar posterior-inferior Vertigo vestibular bisa disebabkan lesi labyrintis, lesi saraf acusticovestibular, lesi batang otak, lesi serebellar.1 Tabel 2. Penyebab Vertigo Vestibular 1. Lesi Labyrintis - Meniere disease - BPPV - Neuritis Vestibular - Racun, labyrintis infeksius - Sindrom Cogan 2. Lesi saraf acustico-vestibular - Tumor cerebello-pontine 5
- Neuroma akustik (Vesibular schwannoma) - Ganglion trigeminal neurinoma - Meningioma - Kista epidermoid - Kompresi vascular 3. Lesi Batang Otak - Vaskular (stroke iskemik pada wilayah vertebra basiller) - Glioma 4. Lesi serebellar (infark, perdarahan)
D. Klasifikasi Vertigo dibagi menjadi vertigo vestibular (true vertigo) dan vertigo non vestibuler (pseudo-vertigo). Vertigo vestibular dibagi menjadi vertigo sentral dan vertigo perifer berdasarkan nistagmus. Nistagmus adalah gerakan bola mata yang sifatnya involunter, bolak balik, ritmis, dengan frekuensi tertentu. Tabel 3 menunjukkan menunjukkan perbedaan nistagmus sentral dan perifer. No 1. 2. 3.
Nistagmus Arah
sifat Test posisional - Latensi - Durasi - Intensitas - Sifat 4. Test dengan rangsang (kursi putar, irigasi telinga) 5. Fiksasi mata E. Patofisiologi
Vertigo Sentral Berubah-ubah Unilatral/ bilateral
Vertigo Perifer Horizontal/horizontal rotator Bilateral
Singkat Lama Sedang Susah ditimbulkan Dominasi arah jarang ditemukan
Lebih lama Singkat Larut/ sedang Mudah ditimbulkan Sering ditemukan
Tidak terpengaruh
terhambat
Rasa pusing atau vertigo disebabkan oleh gangguan alat keseimbangan tubuh yangmengakibatkan ketidakcocokan antara posisi tubuh yang sebenarnya dengan apa yang dipersepsi oleh susunan saraf pusat.3
6
Ada beberapa teori yang berusaha menerangkan kejadian tersebut :3 1. Teori rangsang berlebihan (overstimulation) Teori
ini
berdasarkan
asumsi
bahwa
rangsang
yang
berlebihan
menyebabkan hiperemi kanalis semisirkularis sehingga fungsinya terganggu, akibatnya akan timbul vertigo, nistagmus, mual dan muntah. 2. Teori konflik sensorik. Menurut teori ini terjadi ketidakcocokan masukan sensorik yang berasal dari berbagai reseptor sensorik perifer yaitu mata/visus, vestibulum dan proprioseptif, atau ketidakseimbangan/asimetri masukan sensorik yang berasal dari sisi kiri dan kanan. Ketidakcocokan tersebut menimbulkan kebingungan sensorik di sentral sehingga timbul respons yang dapat berupa nistagmus (usaha koreksi bola mata), ataksia atau sulit berjalan (gangguan vestibuler, serebelum) atau rasa melayang, berputar (berasal dari sensasi kortikal). Berbeda dengan teori rangsang berlebihan, teori ini lebih menekankan gangguan proses pengolahan sentral sebagai penyebab. 3. Teori neural missmatch Teori ini merupakan pengembangan teori konflik sensorik, menurut teori ini otak mempunyai memori/ingatan tentang pola gerakan tertentu, sehingga jika pada suatu saat dirasakan gerakan yang aneh/tidak sesuai dengan polagerakan yang telah tersimpan, timbul reaksi dari susunan saraf otonom. 4. Teori otonomik Teori ini menekankan perubahan reaksi susunan saraf otonom sebagai usaha adaptasi gerakan/perubahan posisi, gejala klinis timbul jika sistim simpatis terlalu dominan, sebaliknya hilang jika sistim parasimpatis mulai berperan.
7
5. Teori neurohumoral Di antaranya teori histamin (Takeda), teori dopamin (Kohl) dan teori serotonin(Lucat) yang masing-masing menekankan peranan neurotransmiter tertentu dalam pengaruhi sistim saraf otonom yang menyebabkan timbulnya gejala vertigo. 6. Teori Sinaps Merupakan pengembangan teori sebelumnya yang meninjau peranan neurotransmisi dan perubahan-perubahan biomolekuler yang terjadi pada proses adaptasi, belajar dan daya ingat. Rangsang gerakan menimbulkan stres yang akan memicu sekresi CRF (corticotropin releasing factor), peningkatan kadar CRF selanjutnya akan mengaktifkan susunan saraf simpatik yang selanjutnya mencetuskan mekanisme adaptasi berupa meningkatnya aktivitas sistim saraf parasimpatik. Teori ini dapat meneangkan gejala penyerta yang sering timbul berupa pucat, berkeringat di awal serangan vertigo akibat aktivitas simpatis, yang berkembang menjadi gejala mual, muntah dan hipersalivasi setelah beberapa saat akibat dominasi aktivitas susunan saraf parasimpatis. F. Gejala Klinis 1. Vertigo Posisi Paroksismal Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) adalah karakteristik yang ditandai dengan vertigo rotatory, berlangsung selama 1-2 menit.8 Benign Paroxysmal Positional Vertigo adalah gangguan vestibuler yang paling sering ditemui, dengan gejala rasa pusing berputar diikuti mual muntah dan keringat
8
dingin, yang dipicu oleh perubahan posisi kepala terhadap gaya gravitasi tanpa adanya keterlibatan lesi disusunan saraf pusat.9 Serangan biasanya dipicu ketika pasien merubah posisi kepala ke sisi yang terkena kemudian berguling ke sisi berlawanan ataupun duduk dengan cepat.5,8 2. Serangan Berulang Vertigo Spontan Migrain vestibular dapat menyebabkan vertigo. Sebagian besar dari serangan ini akan berlangsung hingga berjam-jam, dan memiliki frekuensi yang lebih sering terjadi hingga beberapa kali dalam sebulan bahkan seminggu. Ini adalah vertigo episodic spontan yang paling sering terlihat. Pasien yang sering terkena sering melaporkan gejala migraine terkait sakit kepala, fonofobia, fotofobia dengan tambahan ketidakseimbangan postural dan sensitivitas gerakan selama serangan.8 Serangan khas penyakit Meniere disease terdiri dari vertigo yang berlangsung 20 menit hingga beberapa jam.Penyakit Meniere juga memiliki frekuensi serangan hingga beberapa serangan per minggu atau bulan. Serangannya sering dikaitkan dengan tinnitus, mual, gangguan pendengaran yang berfluktuasi.8 3. Vertigo berkelanjutan Neuritis vestibular memiliki gejala yaitu vertigo yang terjadi secara tiba-tiba dan hebat yang berlangsung selama beberapa hari. Tanda dan gejala terkait nistagmus spontan, gerakan ilusi lingkungan (osilopsia), ketidakseimbangan postural dengan kecenderungan jatuh ke telinga yang terkena, mual dan muntah.8
9
4. Sering Pusing atau Ketidakseimbangan Paroxysmia vestibular ditandai oleh serangan vertigo yang singkat.Serangan ini terjadi hanya beberapa detik sampai 1 menit dan dapat terjadi sebanyak 30 kali dalam sehari. Terkadang posisi kepala tertentu atau hiperventilasi dapat memicu serangan.8 5. Ketidakseimbangan Tubuh Tanpa Gejala Neurologis Lainnya. Phobia Postural Vertigo adalah pusing dan gangguan ketidakseimbangan yang kronis, Phobia Postural Vertigo bertahan lama, bias terjadi selama berminggu-minggu bahkan berbulan-bulan. Seringkali terjadi berlangsung singkat yang dipicu oleh pergerakan kepala dan membaik dengan olahraga.8 Tabel. 3 (10 Gangguan vertigo yang paling sering terjadi)
G. Diagnosis Untuk penegakkan diagnosis dari vertigo sendiri terdiri dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. 1. Anamnesis
10
Pada anamnesis ditanyakan bentuk vertigonya (apakah melayang, goyang, berputar tujuh keliling, rasa seperti naik perahu, dan sebagainya), keadaan yang memprovokasi timbulnya vertigo (perubahan posisi kepala dan tubuh, keletihan dan ketegangan), profil waktu (apakah timbulnya akut atau perlahan-lahan, hilang timbul, paroksismal, kronik, progresif, atau membaik). Pada anamnesis juga ditanyakan apakah ada gangguan pendengaran yang biasanya menyertai atau ditemukan pada lesi alat vestibuler atau n. vestibularis, penggunaan obat-obatan seperti streptomisin, kanamisin, salisilat, antimalaria dan lain-lain yang diketahui ototoksik atau vestibulotoksik, dan adanya penyakit sistemik seperti anemia, penyakit jantung, hipertensi, hipotensi, penyakit paru dan kemungkinan trauma akustik.10 2. Pemeriksaan Fisik Pendekatan klinis terhadap keluhan vertigo ditujukan untuk membedakan vertigo sentral yang kelainannya berkaitan dengan susunan sistem saraf pusat atau vertigo perifer yang berkaitan dengan sistem vestibuler.Selain itu harus dipertimbangkan pula faktor psikologik atau psikiatrik yang dapat mendasari keluhan vertigo tersebut.Faktor sistemik yang juga harus dipikirkan antara lain aritmia jantung, hipertensi, hipotensi, gagal jantung kongestif, anemia, dan hipoglikemia. Penegakan diagnosis vertigo diawali dengan menentukan bentuk vertigo, letak lesi, dan kemudian penyebabnya, agar dapat diberikan terapi kausal dan simtomatik yang sesuai.9,10
11
Pemeriksaan fisik yang dilakukan antara lain pemeriksaan tekanan darah yang diukur dalam posisi berbaring, duduk, dan berdiri, bising karotis, irama (denyut jantung), dan pulsasi nadi perifer. Pemeriksaan neurologis yang dapat dilakukan antara lain :9,10 (a) Uji Romberg Penderita berdiri dengan kedua kaki dirapatkan mula-mula dengan kedua mata terbuka kemudian tertutup.Biarkan pada posisi demikian selama 20-30 detik.Harus dipastikan bahwa penderita tidak dapat menentukan posisinya (misalnya dengan bantuan titik cahaya atau suara tertentu). Pada kelainan vestibuler hanya pada mata tertutup badan penderita akan bergoyang menjauhi garis tengah kemudian kembali lagi, pada mata terbuka badan penderita tetap tegak. Sedangkan pada kelainan serebral badan penderita akan bergoyang baik pada mata terbuka maupun pada mata tertutup.
(b) Tandem Gait Penderita berjalan dengan tumit kaki kiri/kanan diletakkan pada ujung jari kaki kanan/kiri ganti berganti. Pada kelainan vestibuler, perjalanannya akan menyimpang dan pada kelainan serebeler penderita akan cenderung jatuh.
12
(c) Uji Unterberger Penderita berdiri dengan kedua lengan lurus horizontal ke depan dan jalan di tempat dengan mengangkat lutut setinggi mungkin selama satu menit. Pada kelainan vestibuler posisi penderita akan menyimpang atau berputar ke arah lesi dengan gerakan seperti orang melempar cakram yaitu kepala dan badan berputar ke arah lesi, kedua lengan bergerak ke arah lesi dengan lengan pada sisi lesi turun dan yang lainnya naik. Keadaan ini disertai nistagmus dengan fase lambat ke arah lesi.
(d) Uji Tunjuk Barany (past-ponting test) Penderita diinstruksikan mengangkat lengannya ke atas dengan jari telunjuk ekstensi dan lengan lurus ke depan, kemudian diturunkan sampai menyentuh telunjuk tangan pemeriksa. Hal ini dilakukan berulang-ulang dengan mata terbuka dan tertutup. Pada kelainan vestibuler akan terlihat penyimpangan lengan penderita ke arah lesi.
13
(e). Uji Babinsky-Weil Penderita berjalan lima langkah ke depan dan lima langkah ke belakang selama setengan menit dengan mata tertutup berulang kali. Jika ada gangguan vestibuler unilateral, pasien akan berjalan dengan arah berbentuk bintang.
Pemeriksaan khusus oto-Neurologi dilakukan untuk menentukan apakah letak lesinya di sentral atau perifer. Fungsi Vestibuler :9,10 (a) Uji Dix Hallpike, Penderita dibaringkan ke belakang dengan cepat dari posisi duduk di atas tempat tidur sehingga kepalanya menggantung 45° di bawah garis horizontal, kemudian kepalanya dimiringkan 45° ke kanan lalu ke kiri. Lakukan uji ini ke kanan dan kiri.Perhatikan apakah terdapat nistagmus pada penderita.Perhatikan saat timbul dan hilangnya vertigo dan nistagmus.Uji ini dapat dibedakan apakah lesinya perifer atau sentral. Vertigo dan nistagmus timbul
14
setelah periode laten 2-10 detik, hilang dalam waktu kurang dari 1 menit, akan berkurang atau menghilang bila tes diulang beberapa kali (fatigue) menunjukan bahwa yang terjadi pada penderita ialah vertigo perifer. Sedangkan jika tidak ada periode laten, nistagmus dan vertigo berlangsung lebih dari 1 menit, bila diulangulang reaksi tetap seperti semula (non-fatigue) menunjukan bahwa yang terjadi pada penderita ialah vertigo sentral.
Gambar 1. Pemeriksaan Dix Hallpike (b) Tes Kalori, Penderita berbaring dengan kepala fleksi 30°, sehingga kanalis semisirkularis lateralis dalam posisi vertikal. Kedua telinga diirigasi bergantian dengan air dingin (30°C) dan air hangat (44°C) masing-masing selama 40 detik dan jarak setiap irigasi 5 menit. Nistagmus yang timbul dihitung lamanya sejak permulaan irigasi sampai hilangnya nistagmus tersebut (normal 90-150 detik).Tes ini dapat menententukan adanya kanal paresis atau directional
15
preponderance ke kiri atau ke kanan. Kanal paresis adalah abnormalitas yang ditemukan di satu telinga, baik setelah rangsang air hangat maupun air dingin, sedangkan directional preponderance ialah abnormalitas ditemukan pada arah nistagmus yang sama di masing-masing telinga. Kanal paresis menunjukkan lesi perifer di labirin atau n.VIII, sedangkan directional preponderance menunjukkan lesi sentral. (c) Elektronistagmogram, Pemeriksaan ini hanya dilakukan di rumah sakit dengan tujuan untuk merekam gerakan mata pada nistagmus sehingga nistagmus tersebut dapat dianalisis secara kuantitatif. 3. Pemeriksaan penunjang2,5,4 Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan: -
Pemeriksaan laboratorium rutin atas darah dan urin, dan pemeriksaan lain sesuai indikasi.
-
Foto Rontgen tengkorak, leher, Stenvers (pada neurinoma akustik).
-
Neurofisiologi
Elektroensefalografi
(EEG),
Elektromiografi
Brainstem Auditory Evoked Potential (BAEP). -
Pencitraan CT-scan, arteriografi, magnetic resonance imaging (MRI). Tabel 4. Diagnosis Vertigo
16
(EMG),
H. Tatalaksana Tatalaksana vertigo
terbagi
menjadi tatalaksana non
farmakologi,
farmakologi, dan operasi. 1. Non Farmakologis2,9 Tatalaksana non farmakologi dapat dilakukan dengan pemberian terapi dengan manuver reposisi partikel / Particle Repositioning Maneuver (PRM) yang dapat secara efektif menghilangkan vertigo pada BPPV, meningkatkan kualitas hidup, dan mengurangi risiko jatuh pada pasien.Keefektifan dari manuvermanuver yang ada bervariasi mulai dari 70%-100%.Efek samping yang dapat terjadi dari melakukan manuver seperti mual, muntah, vertigo, dan nistagmus.Hal ini terjadi karena adanya debris otolitith yang tersumbat saat berpindah ke segmen yang
lebih
sempit
misalnya
saat
berpindah
dari
ampula
ke
kanal
bifurcasio.Setelah melakukan manuver hendaknya pasien tetap berada pada posisi duduk minimal 10 menit untuk menghindari risiko jatuh.Tujuan dari manuver yang dilakukan adalah untuk mengembalikan partikel ke posisi awalnya yaitu pada makula utrikulus. Ada lima manuver yang dapat dilakukan, antara lain:2,4,9 (a) Manuver Epley, manuver Epley adalah yang paling sering digunakan pada kanal vertikal. Pasien diminta untuk menolehkan kepala ke sisi yang sakit sebesar 45° lalu pasien berbaring dengan kepala tergantung dan dipertahankan 1-2 menit. Lalu kepala ditolehkan 90° ke sisi sebaliknya, dan posisi supinasi berubah menjadi lateral dekubitus dan dipertahan 30-60 detik. Setelah itu pasien
17
mengistirahatkan dagu pada pundaknya dan kembali ke posisi duduk secara perlahan.
(b) Manuver semont, manuver ini diindikasikan untuk pengobatan cupulolithiasis kanan posterior. Jika kanal posterior terkena, pasien diminta duduk tegak, lalu kepala dimiringkan 45° ke sisi yang sehat, lalu secara cepat bergerak ke posisi berbaring dan dipertahankan selama 1-3 menit. Ada nistagmus dan vertigo dapat diobservasi. Setelah itu pasien pindah ke posisi berbaring di sisi yang berlawanan tanpa kembali ke posisi duduk lagi..
18
(c) Manuver Lempert, manuver ini dapat digunakan pada pengobatan BPPV tipe kanal lateral. Pasien berguling 360° yang dimulai dari posisi supinasi lalu pasien menolehkan kepala 90° ke sisi yang sehat, diikuti dengan membalikkan tubuh ke posisi lateral dekubitus.Lalu kepala menoleh ke bawah dan tubuh mengikuti ke posisi ventral dekubitus. Pasien kemudian menoleh lagi 90° dan
19
tubuh kembali ke posisi lateral dekubitus lalu kembali ke posisi supinasi. Masingmasing gerakan dipertahankan selama 15 detik untuk migrasi lambat dari partikelpartikel sebagai respon terhadap gravitasi.
(d) Brandt-Daroff exercise, manuver ini dikembangkan sebagai latihan untuk di rumah dan dapat dilakukan sendiri oleh pasien sebagai terapi tambahan pada pasien yang tetap simptomatik setelah manuver Epley atau Semont. Latihan ini juga dapat membantu pasien menerapkan beberapa posisi sehingga dapat menjadi kebiasaan.
20
2. Farmakologis Penatalaksanaan
dengan
farmakologi
untuk
tidak
secara
rutin
dilakukan.Beberapa pengobatan hanya diberikan untuk jangka pendek untuk gejala-gejala vertigo, mual dan muntah yang berat yang dapat terjadi pada pasien BPPV, seperti setelah melakukan terapi PRM.Pengobatan untuk vertigo yang disebut juga pengobatan suppresant vestibular yang digunakan adalah golongan benzodiazepine
(diazepam,
clonazepam)
dan
antihistamine
(meclizine,
dipenhidramin). Benzodiazepine dapat mengurangi sensasi berputar namun dapat mengganggu kompensasi sentral pada kondisi vestibular perifer.Antihistamine mempunyai efek supresif pada pusat muntah sehingga dapat mengurangi mual dan muntah karena motion sickness. Harus diperhatikan bahwa benzodiazepine dan antihistamin dapat mengganggu kompensasi sentral pada kerusakan vestibular sehingga penggunaannya diminimalkan.2,11
21
Tabel 5. Obat yang biasa digunakan untuk vertigo.1
22
Tabel 6.Tinjauan beberapa studi klinis yang dilakukan pada dosis, kemanjuran dan keamanan betahistin.1
23
3. Operasi Operasi dapat dilakukan pada pasien BPPV yang telah menjadi kronik dan sangat sering mendapat serangan BPPV yang hebat, bahkan setelah melakukan manuver-manuver yang telah disebutkan di atas. Dari literatur dikatakan indikasi untuk melakukan operasi adalah pada intractable BPPV, yang biasanya mempunyai klinis penyakit neurologi vestibular, tidak seperti BPPV biasa.10 Terdapat dua pilihan intervensi dengan teknik operasi yang dapat dipilih, yaitu singular neurectomy (transeksi saraf ampula posterior) dan oklusi kanal posterior semisirkular. Namun lebih dipilih teknik dengan oklusi karena teknik neurectomi mempunyai risiko kehilangan pendengaran yang tinggi.10 I. Komplikasi Komplikasi vertigo adalah masalah vertigo pada seseorang yang terjadi akibat dari masalah lain. Sehingga vertigo adalah bukan merupakan penyakit utama namun hanya berupa gejala yang terasa pada kepala seseorang seperti berputar dan mual yang mana sebenarnya vertigo terjadi bila ada penyebabnya. Komplikasi yang dapat dialami pasien vertigo adalah mual, muntah, pusing, pandangan berputar, lemas, tidak nafsu makan dan kurang bertenaga.
24
BAB III PENUTUP
Vertigo merupakan kumpulan gejala atau sindrom yang terjadi akibat gangguan keseimbangan pada sistem vestibular ataupun gangguan pada sistem saraf pusat.Vertigo ialah adanya sensasi gerakan atau rasa gerak dari tubuh seperti rotasi (memutar) tanpa sensasi peputaran yang sebenarnya, dapat sekelilingnya terasa berputar atau badan yang berputar. Pada anamnesis ditanyakan bentuk vertigo, keadaan yang memprovokasi timbulnya vertigo, profil waktu timbulnya vertigo, gangguan pendengaran, dan penggunaan obat-obatan.Pemeriksaan fisik yang dilakukan yaitu pengukuran tekanan darah dengan berbagai posisi.Sedangkan pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan diantaranya pemeriksaan neurologis, pemeriksaan oto-neurologi, dan tes fungsi pendengaran.Tatalaksana vertigo terbagi dalam non farmakologi, farmakologi dan operasi. Tatalaksana non farmakologi terdapat lima jenis manuver yang dapat dilakukan sendiri di rumah.
25
DAFTAR PUSTAKA
1. Roceanu Adina, Dafin F. Muresanu, Bodgan O. Popescu, et all. Taking History For Vertigo and Dizziness a Practival Approach. Romanian Journal of Neurology. 2016; (9): 1-5. 2. Kameshwaran Mohan, Sarda Kushal. Therapeutic Interventions in Vertigo Management. Internation Journal of Otorhinolaryngology and Head and Neck Surgery. 2017; (4): 777-785 3. Akbar Muhammad. Diagnosis Vertigo. Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin. 2013. 4. Edward Yan, Roza Yelvita. Diagnosis dan Tatalaksana Vertigo. 2014; (3): 16. 5. Hornibrook Jeremy. Benign Paroxysmal Positional vertigo (BPPV) : History, Pathophysiology, Office Treatment and Future Directions. 2011; (3): 1013 6. Purnamasari Prida Putu. Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV). Fakultas Kedokteran Udayana. 2015; (3): 1-9 7. Bill Gobson. Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) : History Pathophysiologi, Office Treatment and Future Directions. International Journal of Otolaryngology. 2011; (6): 1-13 8. Brandt Tjomas, Strupp Michael, Dieterich Marianne. Five keys for Diagnosis Most Vertigo, Dizziness, and Imbalance Syndrome : an Expert Opinion. Journal of Neurology. 2016; (3): 1-4. 9. Zatonski Tomasz, Temporale Hanna, Holanowska Joanna, et all. Current Views on Treatment of Vertigo and Dizziness. Journal
of
Medical
Diagnostic Methods. 2014; (3): 1-3. 10. Setiawati Melly, Susianti. Diagnosis dan Tatalaksana Vertigo. Fakultas Kedokteran Lampung. 2016; (5): 1-4. 11. Paola Gnerre, Carlotta Casati, Mariella Frualdo, et all. Management of Vertigo : from evidence to clinical practice. Italian Journal of Medicine 2015; (9): 180-192
26