Lapsus Snhl.docx

  • Uploaded by: BanyDiarra
  • 0
  • 0
  • November 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Lapsus Snhl.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 8,118
  • Pages: 51
LAPORAN KASUS SENSORINEURAL HEARING LOSS

Disusun oleh : Bani Diara Krisman 030.14.026

Pembimbing : dr. Heri Puryanto, MSc, Sp.THT-KL dr. Fahmi Novel, Sp. THT-KL, MSi. Med

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN THT-KL RSUD KARDINAH KOTA TEGAL 13 JANUARI – 16 FEBRUARI 2019 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

LEMBAR PENGESAHAN PRESENTASI KASUS

Sensorineural Hearing Loss

Oleh : Bani Diara Krisman 030.14.026

Disusun sebagai salah satu syarat kelulusan Kepanitraan Klinik Ilmu Telinga Hidung Tenggorok- Bedah Kepala & Leher Rumah Sakit Umum Daerah Kardinah Kota Tegal 13 Januari - 16 Februari 2019

Tegal, 7 Februari 2019

Pembimbing I

dr. Heri Puryanto, MSc,Sp.THT-KL

Pembimbing II

dr. Fahmi Novel, Sp.THT- KL, MSi. Med

i

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ..........................................................................

i

DAFTAR ISI .................................................................................................

ii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................

1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................

6

BAB III LAPORAN KASUS ......................................................................

40

BAB IV PEMBAHASAN..............................................................................

49

BAB V KESIMPULAN .................................................................................

50

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................

51

ii

BAB I PENDAHULUAN

Berkurangnya pendengaran adalah penurunan fungsi pendengaran pada salah satu ataupun kedua telinga. Sedangkan Tuli adalah penurunan fungsi pendengaran yang sangat berat yang bisa disebabkan oleh suatu masalah mekanis didalam saluran telinga atau didalam telinga tengah yang menghalangi penghantaran suara (penurunan fungsi pendengaran konduktif). Selain itu disebabkan oleh kerusakan pada telinga dalam, saraf pendengaran atau jalur saraf pendengaran di otak yang merupakan penurunan fungsi pendengaran sensorineural. Gangguan pendengaran merupakan defisit sensorik yang paling sering pada populasi manusia, mempengaruhi lebih dari 250 juta orang di dunia. Di dunia, menurut perkiraan WHO pada tahun 2005 terdapat 278 juta orang menderita gangguan pendengaran, 75 – 140 juta diantaranya terdapat di Asia Tenggara. Sedangkan pada bayi, terdapat 0,1 – 0,2% menderita tuli sejak lahir atau setiap 1.000 kelahiran hidup terdapat 1 – 2 bayi yang menderita tuli. Dari hasil "WHO Multi Center Study" pada tahun 1998, Indonesia termasuk 4 (empat) negara di Asia Tenggara dengan prevalensi ketulian yang cukup tinggi (4,6%) yang dapat menimbulkan masalah sosial di tengah masyarakat. Dari semua gangguan pendengaran yang terjadi, sekitar 90% diantaranya disebabkan oleh SNHL. SNHL ditemukan sekitar 23% pada populasi diatas usia 65 tahun. Insiden SNHL tiap tahunnya sekitar 5 sampai 20 kasus per 100.000 orang. Ketulian dibagi menjadi tiga, pertama tuli konduksi (conduction hearing loss) dimana kelainan terletak antara meatus akustikus eksterna sampai dengan tulang pendengaran stapes, tuli konduksi ini biasanya dapat ditolong baik dengan pengobatan atau dengan suatu tindakan misalnya pembedahan. Kedua tuli persepsi (sensori neural hearing-loss) dimana letak kelainan 1

mulai dari organ korti dikoklea sampai dengan pusat pendengaran di otak. Tuli persepsi ini biasanya sulit dalam pengobatannya. Dan yang ketiga adalah tuli campuran (mix hearing loss) dimana kelainan merupakan gabungan antara tuli konduksi dengan tuli persepsi.

2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi Telinga adalah alat indra yang memiliki fungsi untuk mendengar suara yang ada di sekitar kita sehingga kita dapat mengetahui / mengidentifikasi apa yang terjadi di sekitar kita tanpa harus melihatnya dengan mata kepala kita sendiri. Orang yang tidak bisa mendengar disebut tuli. Telinga kita terdiri atas tiga bagian yaitu bagian luar, bagian tengah dan bagian dalam.1,2

Gambar 1. Telinga luar, telinga tengah, dan telinga dalam 1. Telinga Luar Telinga luar terdiri atas auricula dan meatus akustikus eksternus. Auricula mempunyai bentuk yang khas dan berfungsi mengumpulkan getaran udara, auricula terdiri atas lempeng tulang rawan elastis tipis yang ditutupi kulit. Auricula juga mempunyai otot intrinsic dan ekstrinsik, yang keduanya dipersarafi oleh N.facialis.4,5

3

Gambar 2. Bagian-bagian dari auricula telinga luar.

Yang kedua adalah meatus akustikus eksternus atau dikenal juga dengan liang telinga luar. Meatus akustikus eksternus merupakan sebuah tabung berkelok berbentuk huruf S yang menghubungkan auricula dengan membran timpani. Pada orang dewasa panjangnya lebih kurang 1 inchi atau kurang lebih 2,5 – 3 cm. Rancangan yang begitu kompleks pada telinga luar berfungsi untuk menangkap suara dan bagian terpenting adalah liang telinga. Saluran ini merupakan hasil susunan tulang dan rawan yang dilapisi kulit tipis.1,4,5 Pada sepertiga bagian luar merupakan kartilago elastis dan kulit liang telinga terdapat banyak kelenjar sebasea dan glandula seruminosa. Glandula seruminosa ini adalah modifikasi kelenjar keringat yang menghasilkan sekret lilin berwarna coklat kekuningan. Rambut dan lilin ini merupakan barier yang lengket, untuk mencegah masuknya benda asing. Kelenjer keringat terdapat pada seluruh kulit liang telinga. Pada dua pertiga bagaian dalamnya adalah tulang yang dibentuk oleh lempeng timpani dan hanya sedikit dijumpai kelenjer serumen.1,2,4

4

Pada pemeriksaan fisik pada liang telinga dapat diluruskan untuk memasukkan otoskop dengan cara menarik auricula ke atas dan belakang. Pada anak kecil auricula ditarik lurus ke belakang, atau ke bawah dan belakang. Bagian meatus yang paling sempit adalah kira-kira 5 mm dari membran timpani.1,4,5

2.

Telinga Tengah Telinga tengah adalah ruang berisi udara di dalam pars petrosa ossis temporalis yang

dilapisi oleh membrana mukosa. Ruang ini berisi tulang-tulang pendengaran yang berfungsi meneruskan getaran membran timpani (gendang telinga) ke perilympha telinga dalam. Kavum timpani berbentuk celah sempit yang miring, dengan sumbu panjang terletak lebih kurang sejajar dengan bidang membran timpani. Di depan, ruang ini berhubungan dengan nasopharing melalui tuba auditiva dan di belakang dengan antrum mastoid.4,5 Membran timpani adalah membrana fibrosa tipis yang berwarna kelabu mutiara. Membran ini terletak miring, menghadap ke bawah, depan, dan lateral. Permukaannya konkaf ke lateral. Pada dasar cekungannya terdapat lekukan kecil, yaitu umbo, yang terbentuk oleh ujung manubrium mallei. Bila membran terkena cahaya otoskop, bagian cekung ini menghasilkan "refleks cahaya", yang memancar ke anterior dan inferior dari umbo.4,5

5

Gambar 3. Membran Timpani Di bagian dalam rongga ini terdapat 3 jenis tulang pendengaran yaitu tulang maleus, inkus dan stapes. Ketiga tulang ini merupakan tulang kompak tanpa rongga sumsum tulang.5 Ada 2 otot kecil yang berhubungan dengan ketiga tulang pendengaran. Otot tensor timpani terletak dalam saluran di atas tuba auditiva, tendonya berjalan mula-mula ke arah posterior kemudian mengait sekeliling sebuah tonjol tulang kecil untuk melintasi rongga timpani dari dinding medial ke lateral untuk berinsersi ke dalam gagang maleus. Tendo otot stapedius berjalan dari tonjolan tulang berbentuk piramid dalam dinding posterior dan berjalan anterior untuk berinsersi ke dalam leher stapes. Otot-otot ini berfungsi protektif dengan cara meredam getaran-getaran berfrekuensi tinggi.2,4,5 Tuba eustachius terbentang dart dinding anterior kavum timpani ke bawah, depan, dan medial sampai ke nasopharynx. Sepertiga bagian posteriornya adalah tulang dan dua pertiga bagian anteriornya adalah cartilago. Tuba berhubungan dengan nasopharynx dengan berjalan melalui pinggir atas m. constrictor pharynges superior. Tuba berfungsi menyeimbangkan tekanan udara di dalam cavum timpani dengan nasopharing.4,5

6

3. Telinga Dalam Telinga dalam terletak di dalam pars petrosa ossis temporalis, medial terhadap telinga tengah dan terdiri atas (1) telinga dalam osseus, tersusun dari sejumlah rongga di dalam tulang; dan (2) telinga dalam membranaceus, tersusun dari sejumlah saccus dan ductus membranosa di dalam telinga dalam osseus.4,5

Telinga dalam terdiri dari koklea (rumah siput) yang berupa dua setengah lingkaran dan vestibule yang terdiri dari 3 kanalis semisirkularis. Ujung atau puncak koklea disebut helikotrema,menghubungkan perilimfe skala timpani dan skala vestibuli.4,5 Bentuk telinga dalam sedemikian kompleksnya sehingga disebut labirin. Derivat vesikel otika membentuk suatu rongga tertutup yaitu labirin membran yang terisi endolimfe, satu – satunya cairan ekstraseluler dalam tubuh yang tinggi kalium dan rendah natrium. Labirin membran dikelilingi oleh cairan perilimfe ( tinggi natrium dan rendah kalium) yang terdapat dalam kapsula otika bertulang. Labirin membran dikelilimgi oleh cairan perilimfe ( tinggi natrium, rendah kalium ) yang terdapat dalam kapsula otika bertulang.3

7

Rongga koklea bertulang dibagi menjadi tiga bagian :2,3 

Skala vestibuli (bagian atas), Dasar skala vestibuli disebut sebagai membran timpani (Reissner‘s membrane). Pada skala ini berisi cairan perilimfe



Skala media (duktus koklearis) yang panjangnya 35 mm dan berisi endolimfe. Pada skala media terdapat bagian yang berbentuk lidah yang disebut membran tektoria.Membran tektoria disekresi dan disokong oleh suatu panggung yang terletak di media; disebut sebagai limbus



Skala timpani ( bagian bawah ) juga mengandung cairan perilimfe dan dipisahkan oleh lamina spiralis oseus dan membrana basilaris. Pada membrana basilaris terletak organ corti yang terdapat 4 lapisan sel rambut yang penting untuk mekanisme pendengaran, di mana 1 lapisan sel rambut terletak pada sisi dalam dari terowong Corti (Tunnel of Corti) dan dikenal sebagai sel rambut dalam sedangkan 3 lapisan sel rambut luar terletak pada sisi luar terowong tersebut.

Gambar 5. Organ Corti

8

Vestibulum, merupakan bagian tengah telinga dalam osseus, terletak posterior terhadap cochlea dan anterior terhadap canalis semicircularis. Pada dinding lateralnya terdapat fenestra vestibuli yang ditutupi oleh basis stapedis dan ligamentum annularenya, dan fenestra cochleae yang ditutupi oleh membran timpani sekunder. Didalam vestibulum terdapat sacculus dan utriculus telinga dalam membranaceus.3 Ketiga canalis semicircularis, yaitu canalis semicircularis superior, posterior, dan lateral bermuara ke bagian posterior vetibulum. Setiap canalis mempunyai sebuah pelebaran di ujungnya disebut ampulla. Canalis bermuara ke dalam vestibulum melalui lima lubang, salah satunya dipergunakan bersama oleh dua canalis. Di dalam canalis terdapat ductus semicircularis.4,6 Cochlea berbentuk seperti rumah siput, dan bermuara ke dalam bagian anterior vestibulum. Umumnya terdiri atas satu pilar sentral, modiolus cochleae, dan modiolus ini dikelilingi tabung tulang yang sempit sebanyak dua setengah putaran. Setiap putaran berikutnya mempunyai radius yang lebih kecil sehingga bangunan keseluruhannya berbentuk kerucut. Apex menghadap anterolateral dan basisnya ke posteromedial. Putaran basal pertama dari cochlea inilah yang tampak sebagai promontorium pada dinding medial telinga tengah.4,5,6 Telinga dalam membranaceus terletak di dalam telinga dalam osseus, dan berisi endolympha dan dikelilingi oleh perilympha. Telinga dalam membranaceus terdiri atas utriculus dan sacculus, yang terdapat di dalam vestibulum osseus; tiga ductus semicircularis, yang terletak di dalam canalis semicircularis osseus; dan ductus cochlearis yang terletak di dalam cochlea. Struktur-struktur ini sating berhubungan dengan bebas.2,4,5 Utriculus adalah yang terbesar dari dua buah saccus vestibuli yang ada, dan dihubungkan tidak langsung dengan sacculus dan ductus endolymphaticus oleh ductus

9

utriculosaccularis.5 Sacculus berbentuk bulat dan berhubungan dengan utriculus, seperti sudah dijelaskan di atas. Ductus endolymphaticus, setelah bergabung dengan ductus utriculosaccularis akan berakhir di dalam kantung buntu kecil, yaitu saccus endolymphaticus. Saccus ini terletak di bawah duramater pada permukaan posterior pars petrosa ossis temporalis.3,6

B. Fisiologi Pendengaran Pendengaran adalah persepsi saraf mengenai energi suara. Reseptor – reseptor khusus untuk suara terletak ditelinga dalam yang berisi cairan. Dengan demikian, gelombang suara hantaran udara harus disalurkan ke arah dan dipindahkan ke telinga dalam, dan dalam prosesnya melakukan kompensasi terhadap berkurangnya energi suara yang terjadi secara alamiah sewaktu gelombang suara berpindah dari udara ke air. Fungsi ini dilakukan oleh telinga luar dan telinga tengah.6 Daun telinga, mengumpulkan gelombang suara dan menyalurkannya ke saluran telinga luar. Banyak spesies (anjing, contohnya) dapat memiringkan daun telinga mereka ke arah sumber suara untuk mengumpulkan lebih banyak gelombang suara, tetapi daun telinga manusia relatif tidak bergerak. Karena bentuknya, daun telinga secara parsial menahan gelombang suara yang mendekati telinga dari arah belakang dan, dengan demikian, membantu seseorang membedakan apakah suara datang dari arah depan atau belakang.6 Lokalisasi suara untuk menentukan apakah suara datang dari kanan atau kiri ditentukan berdasarkan dua petunjuk. Pertama, gelombang suara mencapai telinga yang terletak lebih dekat ke sumber suara sedikit lebih cepat daripada gelombang tersebut mencapai telinga satunya. Kedua, suara terdengar kurang kuat sewaktu mencapai telinga yang terletak lebih jauh, karena kepala berfungsi sebagai sawar suara yang secara parsial mengganggu perambatan

10

gelombang suara. Korteks pendengaran mengintegrasikan semua petunjuk tersebut untuk menentukan lokasi sumber suara. Kita sulit menentukan sumber suara hanya dengan satu telinga.6,7 Membran timpani, yang teregang menutupi pintu masuk ke telinga tengah, bergetar sewaktu terkena gelombang suara. Daerah – daerah gelombang suara yang bertekanan tinggi dan rendah berselang – seling menyebabkan gendang telinga yang sangat peka tersebut menekuk keluar masuk seirama dengan frekuensi gelombang suara.6

Telinga tengah memindahkan gerakan bergetar membran timpani ke cairan di telinga dalam. Pemindahan ini dipermudah oleh adanya rantai yang terdiri dari tiga tulang yang dapat bergerak atau osikula (maleus, inkus, dan stapes) yang berjalan melintasi telinga tengah. Tulang pertama, maleus, melekat ke membran timpani, dan tulang terakhir, stapes, melekat ke jendela oval, pintu masuk ke koklea yang berisi cairan. Ketika membrana timpani bergetar sebagai respons terhadap gelombang suara, rantai tulang – tulang tersebut juga bergerak dengan frekuensi sama, memindahkan frekuensi gerakan tersebut dan membran timpani ke jendela oval. Tekanan di jendela oval akibat setiap getaran yang dihasilkan menimbulkan gerakan seperti gelombang pada cairan telinga dalam dengan frekuensi yang sama dengan frekuensi gelombang suara semula. Namun, seperti dinyatakan sebelumnya, diperlukan tekanan yang lebih besar untuk menggerakkan cairan. Terdapat dua mekanisme yang berkaitan dengan sistem osikuler yang memperkuat tekanan gelombang suara dan udara untuk menggetarkan cairan di koklea. Pertama, karena luas permukaan membran timpani jauh lebih besar daripada luas permukaan jendela oval, terjadi peningkatan tekanan ketika gaya yang bekerja di membrana timpani disalurkan ke jendela oval (tekanan gaya/satuan luas). Kedua, efek pengungkit tulangtulang pendengaran menghasilkan keuntungan mekanis tambahan. Kedua mekanisme ini bersama-sama meningkatkan gaya yang timbul pada jendela oval sebesar dua puluh kali lipat 11

dari gelombang suara yang langsung mengenai jendela oval. Tekanan tambahan ini cukup untuk menyebabkan pergerakan cairan koklea.1,2,6,7 Bagian koklearis telinga dalam yang berbentuk seperti siput adalah suatu sistem tubulus bergelung yang terletak di dalam tulang temporalis. Akan lebih mudah untuk memahami komponen fungsional koklea, jika organ tersebut "dibuka gulungannya", seperti diperlihatkan dalam. Di seluruh panjangnya, koklea dibagi menjadi tiga kompartemen longitudinal yang berisi cairan. Duktus koklearis yang buntu, yang juga dikenal sebagai skala media, membentuk kompartemen tengah. Saluran ini berjalan di sepanjang bagian tengah koklea, hampir mencapai ujungnya. Kompartemen atas, yakni skala vestibuli, mengikuti kontur bagian dalam spiral, dan skala timpani, kompartemen bawah, mengikuti kontur luar spiral. Cairan di dalam duktus koklearis disebut endolimfe. Skala vestibuli dan skala timpani keduanya mengandung cairan yang sedikit berbeda, yaitu perilimfe. Daerah di luar ujung duktus koklearis tempat cairan di kompartemen atas dan bawah berhubungan disebut helikotrema. Skala vestibuli disekat dari rongga telinga tengah oleh jendela oval, tempat melekatnya stapes. Lubang kecil berlapis membran lainnya, yakni jendela bundar, menyekat skala timpani dari telinga tengah. Membrana vestibularis yang tipis memisahkan duktus koklearis dari skala vestibuli. Membrana basilaris membentuk lantai duktus koklearis, memisahkannya dari skala timpani. Membrana basilaris sangat penting karena mengandung organ Corti, organ untuk indera pendengaran.6,7 Transmisi Gelombang Suara (a) Gerakan cairan di dalam perilimfe ditimbulkan oleh getaran jendela oval mengikuti dua jalur: (1) melalui skala vestibuli, mengitari helikotrema, dan melalui skala timpani, menyebabkan jendela bundar bergetar; dan (2) "jalan pintas" dan skala vestibuli melalui membrana basilaris ke skala timpani. Jalur pertama hanya menyebabkan penghamburan energi suara, tetapi jalur kedua mencetuskan pengaktifan reseptor untuk suara

12

dengan membengkokkan rambut di sel-sel rambut sewaktu organ Corti pada bagian atas membrana basilaris yang bergetar, mengalami perubahan posisi terhadap membrana tektorial di atasnya. (b) Berbagai bagian dari membrana basilaris bergetar secara maksimal pada frekuensi yang berbeda-beda. (c) Ujung membrana basilaris yang pendek dan kaku, yang terletak paling dekat dengan jendela oval, bergetar maksimum pada nada berfrekuensi tinggi. Membrana basilaris yang lebar dan lentur dekat helikotrema bergetar maksimum pada nada-nada berfrekuensi rendah.6,7 Organ Corti, yang terletak di atas membrana basilaris, di seluruh panjangnya mengandung sel – sel rambut, yang merupakan reseptor untuk suara. Sel – sel rambut menghasilkan sinyal saraf jika rambut di permukaannya secara mekanis mengalami perubahan bentuk berkaitan dengan gerakan cairan di telinga dalam. Rambut – rambut ini secara mekanis terbenam di dalam membrana tektorial, suatu tonjolan mirip tenda rumah yang menggantung di atas, di sepanjang organ Corti.6 Gerakan stapes yang menyerupai piston terhadap jendela oval menyebabkan timbulnya gelombang tekanan di kompartemen atas. Karena cairan tidak dapat ditekan, tekanan dihamburkan melalui dua cara sewaktu stapes menyebabkan jendela oval menonjol ke dalam: (1) perubahan posisi jendela bundar dan (2) defleksi membrana basilaris. Pada jalur pertama, gelombang tekanan mendorong perilimfe ke depan di kompartemen atas, kemudian mengelilingi helikotrema; dan ke kompartemen bawah, tempat gelombang tersebut menyebabkan jendela bundar menonjol ke luar ke dalam rcngga telinga tengah untuk mengkompensasi peningkatan tekanan. Ketika stapes bergerak mundur dan menarik jendela oval ke luar ke arah telinga tengah, perilimfe mengalir dalam arah berlawanan, mengubah posisi jendela bundar ke arah dalam. Jalur ini tidak menyebabkan timbulnya persepsi suara;

13

tetapi hanya menghamburkan tekanan.6,7 Gelombang tekanan frekuensi yang berkaitan dengan penerimaan suara mengambil "jalan pintas". Gelombang tekanan di kompartemen atas dipindahkan melalui membrana vestibularis yang tipis, ke dalam duktus koklearis, dan kemudian melalui membrana basilaris ke kompartemen bawah, tempat gelombang tersebut menyebabkan jendela bundar menonjol ke luar-masuk bergantian. Perbedaan utama pada jalur ini adalah bahwa transmisi gelombang tekanan melalui membrana basilaris menyebabkan membran ini bergerak ke atas dan ke bawah, atau bergetar, secara sinkron dengan gelombang tekanan. Karena organ Corti menumpang pada membrana basilaris, sel – sel rambut juga bergerak naik turun sewaktu membrana basilaris bergetar. Karena rambut-rambut dari sel reseptor terbenam di dalam membrana tektorial yang kaku dan stasioner, rambut – rambut tersebut akan membengkok ke depan dan belakang sewaktu membrana basilaris menggeser posisinya terhadap membrana tektorial. Perubahan bentuk mekanis rambut yang maju – mundur ini menyebabkan saluran – saluran ion gerbangmekanis di sel – sel rambut terbuka dan tertutup secara bergantian. Hal ini menyebabkan perubahan potensial depolarisasi dan hiperpolarisasi yang bergantian potensial reseptor dengan frekuensi yang sama dengan rangsangan suara semula.6,7 Sel – sel rambut adalah sel reseptor khusus yang berkomunikasi melalui sinaps kimiawi dengan ujung-ujung serat saraf aferen yang membentuk saraf auditorius (koklearis). Depolarisasi sel-sel rambut (sewaktu membrana basilaris bergeser ke atas) meningkatkan kecepatan pengeluaran zat perantara mereka, yang menaikkan kecepatan potensial aksi di seratserat aferen. Sebaliknya, kecepatan pembentukan potensial aksi berkurang ketika sel – sel rambut mengeluarkan sedikit zat perantara karena mengalami hiperpolarisasi (sewaktu membrana basilaris bergerak ke bawah).6,7

14

Dengan demikian, telinga mengubah gelombang suara di udara menjadi gerakan – gerakan berosilasi membrana basilaris yang membengkokkan pergerakan maju-mundur rambut-rambut di sel reseptor. Perubahan bentuk mekanis rambut-rambut tersebut menyebabkan pembukaan dan penutupan (secara bergantian) saluran di sel, reseptor, yang menimbulkan perubahan potensial berjenjang di reseptor, sehingga mengakibatkan perubahan kecepatan pembentukan potensial aksi yang merambat ke otak. Dengan cara ini, gelombang suara diterjemahkan menjadi sinyal saraf yang dapat dipersepsikan oleh otak sebagai sensasi suara.6,7

15

C. Definisi Sensori-neural hearing loss (SNHL) adalah gangguan pendengaran yang dapat bersifat total maupun parsial yang dapat mempengaruhi salah satu telinga ataupun kedua – duanya. Keadaan ini ditandai oleh hilangnya kemampuan mendengar yang dapat disebabkan oleh gangguan di telinga dalam, gangguan pada jaras saraf dari telinga dalam ke otak serta gangguan di otak. Tuli sensorineural adalah tuli yang terjadi karena terdapatnya gangguan jalur hantaran suara pada sel rambut koklea (telinga tengah), nervus VIII (vestibulokoklearis), atau pada pusat pendengaran di lobus temporalis otak.4,10 Tuli sensorineural disebut juga dengan tuli saraf atau tuli perseptif. Tuli sensorineural ini dibagi 2:8,10 

Tuli koklea, yaitu apabila gangguan terdapat pada reseptor atau mekanisme penghantar pada koklea. Biasanya disebabkan labirinitis, intoksikasi obat ototoksik atau alkohol. Pada tuli koklea ini terjadi suatu fenomena rekrutmen dimana terjadi peningkatan sensitifitas pendengaran yang berlebihan di atas ambang dengar. Pada kelainan koklea pasien dapat membedakan bunyi 1 dB, sedangkan orang normal baru dapat membedakan bunyi 5 dB.



Tuli retrokoklea, yaitu apabila terdapat gangguan pada nervus vestibulokoklearis atau satu dari area pendengaran di lobus temporalis otak. Pada tuli retrokoklea terjadi kelelahan (fatigue) yang merupakan adaptasi abnormal, dimana saraf pendengaran cepat lelah bila dirangsang terus menerus. Bila diberi istirahat, maka akan pulih kembali.

16

Untuk membedakan tuli koklea dan tuli retrokoklea diperlukan pemeriksaan audiologi khusus.8 D. Etiologi Penyebab tuli sensorineural dibagi menjadi: 1. Koklea Penyebab tuli sensorineural yang berasal dari koklea terdiri dari: 1.1. Labirinitis (oleh bakteri/ virus) Merupakan suatu proses radang yang melibatkan telinga dalam, paling sering disebabkan oleh otitis media kronik dan berat. Penyebab lainnya bisa disebabkan oleh meningitis dan infeksi virus. Pada otitis media maligna, kolesteatom paling sering menyebabkan labirinitis, yang mengakibatkan kehilangan pendengaran mulai dari yang ringan sampai yang berat.9 Pada labirintitis virus, terjadi kerusakan pada organ Corti, membrana tektoria dan selubung myelin saraf akustik. Labirinitis serosa terjadi ketika toksin bakteri dan mediator inflamasi host misalnya sitokin, enzim dan komplemen melewati membran tingkap bundar dan menyebabkan inflamasi labirin. Kondisi ini dihubungkan dengan penyakit telinga tengah akut atau kronis. Toksin, enzim dan produk inflamasi lainnya menginfiltrasi skala timpani dan membentuk suatu presipitat halus di bagian medial dari membran tingkap bundar. Penetrasi agen inflamasi ke endolimfe pada membran basilaris koklea mengakibatkan tuli sensorineural frekuensi sedang-tinggi.9

17

1.2. Obat ototoksik Obat ototoksik merupakan obat yang dapat menimbulkan gangguan fungsi dan degenerasi seluler telinga dalam dan saraf vestibuler. Gejala utama yang dapat timbul akibat ototoksisitas ini adalah tinnitus, vertigo, dan gangguan pendengaran yang bersifat sensorineural.4,6,12 Ada beberapa obat yang tergolong ototoksik, diantaranya:2,11 a. Antibiotik - Aminogliksida : streptomisin, neomisin, kanamisin, gentamisin, Tobramisin, Amikasin dan yang baru adalah Netilmisin dan Sisomisin. - Golongan macrolide: Eritromisin - Antibiotic lain: kloramfenikol b. Loop diuretic : Furosemid, Ethyrynic acid, dan Bumetanides c. Obat anti inflamasi: salisilat seperti aspirin d. Obat anti malaria: kina dan klorokuin e. Obat anti tumor : bleomisin, cisplatin

Kerusakan yang ditimbulkan oleh preparat ototoksik tersebut antara lain: 1. Degenerasi stria vaskularis. Kelainan patologi ini terjadi pada penggunaan semua jenis obat ototoksik 2. Degenerasi sel epitel sensori. Kelainan patologi ini terjadi pada organ korti dan labirin vestibular, akibat penggunaan antibiotika aminoglikosida sel rambut luar lebih terpengaruh daripada sel rambut dalam, dan perubahan degeneratif ini terjadi dimulai dari basal koklea dan berlanjut terus hingga akhirnya sampai ke bagian apeks

18

3. Degenerasi sel ganglion. Kelainan ini terjadi sekunder akibat adanya degenerasi dari sel epitel sensori Umumnya efek yang ditimbulkan bersifat irreversible, kendatipun bila dideteksi cukup dini dan pemberian obat dihentikan, sebagian ketulian dapat dipulihkan.

1.3. Presbikusis Merupakan tuli sensorineural frekuensi tinggi yang terjadi pada orang tua, akibat mekanisme penuaan pada telinga dalam. Umumnya terjadi mulai usia 65 tahun, simetris pada kedua telinga, dan bersifat progresif.5,12 Pada presbikusis terjadi beberapa keadaan patologik yaitu hilangnya sel-sel rambut dan gangguan pada neuron-neuron koklea. Secara kilnis ditandai dengan terjadinya kesulitan untuk memahami pembicaraan terutama pada tempat yang ribut/ bising.2,14 Presbikusis ini terjadi akibat dari proses degenerasi yang terjadi secara bertahap oleh karena efek kumulatif terhadap pajanan yang berulang. Presbikusis dipengaruhi oleh banyak faktor, terutama faktor lingkungan, dan diperburuk oleh penyakit yang menyertainya.14 Adapun faktor- faktor tersebut diantaranya adalah :14 -

adanya suara bising yang berasal dari lingkungan kerja

-

lalu lintas,

-

alat-alat yang menghasilkan bunyi,

-

termasuk musik yang keras

-

penyakit-penyakit seperti aterosklerosis,

-

diabetes,

-

hipertensi,

19

-

obat ototoksik

-

kebiasaan makan yang tinggi lemak. Proses degenerasi yang terjadi secara bertahap ini akan menyebabkan perubahan

struktur koklea dan n.VIII. Pada koklea perubahan yang mencolok ialah atrofi dan degenerasi sel-sel rambut penunjang pada organ Corti. Proses atrofi disertai dengan perubahan vascular juga terjadi pada stria vaskularis, pada dinding lateral koklea. Selain itu terdapat pula perubahan, berupa berkurangnya jumlah dan ukuran sel-sel ganglion dan saraf. Hal yang sama terjadi juga pada myelin akson saraf.14 Ada 4 tipe presbikusis berdasarkan patologi tempat terjadinya perubahan/ degenerasi di koklea, yaitu:14 a. Presbikusis sensorik Pada tipe ini terjadi atrofi epitel yang disertai dengan hilangnya sel rambut sensoris pada organ korti. Proses ini dimulai dari basal koklea dan secara perlahan berlanjut sampai ke bagian apeks lapisan epitel koklea. Perubahan pada epitel ini menyababkan ketulian pada nada tinggi. b. Presbikusis neural Terjadi atrofi pada sel-sel saraf di koklea dan pada jalur hantaran suara ke saraf pusat. Jadi gangguan primer terdapat pada sel-sel saraf, sementara sel-sel rambut di koklea masih dipertahankan. Pada tipe ini, diskriminasi kata-kata relatif lebih terganggu dengan hanya sedikit gangguan sel rambut.

20

c. Presbikusis metabolik (strial presbikusis) Terjadinya atrofi pada stria vaskularis, dimana stria vaskularis tampak menciut akan tetapi masih memberi skor diskriminasi yang bagus terhadap suara walaupun proses degenerasi menyebabkan ketulian sedang hingga berat. d. Presbikusis mekanik (presbikusis konduktif koklear) Terjadi oleh karena penebalan dan pengerasan membran basalis koklea.

1.4. Tuli mendadak Tuli mendadak merupakan tuli sensorineural berat yang terjadi tiba-tiba tanpa diketahui pasti

penyebabnya.Tuli

mendadak

didefinisikan

sebagai

penurunan

pendengaran

sensorineural 30 dB atau lebih paling sedikit tiga frekuensi berturut-turut pada pemeriksaan audiometri dan berlangsung dalam waktu kurang dari tiga hari. Iskemia koklea merupakan penyebab utama tuli mendadak, keadaan ini dapt disebabkan oleh karena spasme, trombosis atau perdarahan arteri auditiva interna. Pembuluh darah ini merupakan suatu end artery sehingga bila terjadi gangguan pada pembuluh darah ini koklea sangat mudah mengalami kerusakan. Iskemia mengakibatkan degenerasi luas pada sel-sel ganglion stria vaskularis dan ligamen spiralis, kemudian diikuti dengan pembentukan jaringan ikat dan penulangan. Kerusakan sel-sel rambut tidak luas dan membrana basilaris jarang terkena.8,15

1.5. Kongenital Menurut Konigsmark, pada tuli kongenital atau onset-awal yang disebabkan oleh faktor keturunan, ditemukan bahwa 60-70 % bersifat otosom resesif, 20-30% bersifat otosom dominan sedangkan 2% bersifat X-linked. Tuli sensorineural kongenital dapat berdiri sendiri 21

atau sebagai salah satu gejala dari suatu sindrom, antara lain Sindrom Usher (retinitis pigmentosa dan tuli sensorineural kongenital) , Sindrom Waardenburg (tuli sensorineural kongenital dan canthus medial yang bergeser ke lateral, pangkal hidung yang melebar, rambut putih bagian depan kepala dan heterokromia iridis) dan Sindrom Alport (tuli sensorineural kongenital dan nefritis).2,15 1.6. Trauma Trauma pada telinga dapat dibagi menjadi dua bentuk yaitu trauma akustik dan trauma mekanis. Trauma tertutup ataupun langsung pada tulang temporal bisa mengakibatkan terjadinya tuli sensorineural. Diantara semua trauma, trauma akustik merupakan trauma paling umum penyabab tuli sensorineural. Fraktur tulang temporal dapat menyebabkan tuli sensorineural unilateral dan tuli konduksi. Tuli sensorineural terjadi jika fraktur tersebut melibatkan labirin. Trauma dapat menimbulkan perpecahan pada foramen ovale sehingga perilymph bocor ke telinga. Pasien tiba-tiba mengalami kehilangan pendengaran, bersama dengan tinnitus dan vertigo. 1.7. Tuli akibat bising Bising adalah suara atau bunyi yang mengganggu dan tidak dikehendaki. Hal ini menunjukkan bahwa sebenarnya bising itu sangat subyektif, tergantung dari masing-masing individu, waktu dan tempat terjadinya bising. Sedangkan secara audiologi, bising adalah campuran bunyi nada murni dengan berbagai frekwensi. Bising dengan intensitas 80 dB atau lebih dapat mengakibatkan kerusakan reseptor pendengaran corti pada telinga dalam. Hilangnya pendengaran sementara akibat pemaparan bising biasanya sembuh setelah istirahat beberapa jam ( 1 – 2 jam ). Bising dengan intensitas 22

tinggi dalam waktu yang cukup lama ( 10 – 15 tahun ) akan menyebabkan robeknya sel-sel rambut organ Corti sampai terjadi destruksi total organ Corti. Hal yang mempermudah seseorang menjadi tuli akibat terpapar bising antara lain intensitas bising yang lebih tinggi, berfrekwensi tinggi, lebih lama terpapar bising, kepekaan individu dan faktor lain yang dapat menimbulkan ketulian.8 Tuli akibat bising mempengaruhi organ Corti di koklea terutama sel-sel rambut. Daerah yang pertama terkena adalah sel-sel rambut luar yang menunjukkan adanya degenerasi yang meningkat sesuai dengan intensitas dan lama paparan. Stereosilia pada sel-sel rambut luar menjadi kurang kaku sehingga mengurangi respon terhadap stimulasi. Dengan bertambahnya intensitas dan durasi paparan akan dijumpai lebih banyak kerusakan seperti hilangnya stereosilia. Daerah yang pertama kali terkena adalah daerah basal. Dengan hilangnya stereosilia, sel-sel rambut mati dan digantikan oleh jaringan parut. Semakin tinggi intensitas paparan bunyi, sel-sel rambut dalam dan sel-sel penunjang juga rusak. Dengan semakin luasnya kerusakan pada sel-sel rambut, dapat timbul degenerasi pada saraf yang juga dapat dijumpai di nukleus pendengaran pada batang otak.8,13

23

2 Retrokoklea 2.1. Penyakit Meniere Penyakit Meniere merupakan penyakit yang terdiri dari trias atau sindrom Meniere yaitu vertigo, tinnitus dan tuli sensorineural. Penyebab pasti dari penyakit meniere belum diketahui, tapi dipercaya penyebab dari penyakit ini berhubungan dengan hidrops endolimfe atau kelebihan cairan di telinga dalam. Ini disebabkan cairan endolimfe keluar dari saluran yang normal mengalir ke area lain yang menyebabkan terjadinya gangguan.Ini mungkin dihubungkan dengan pembengkakan sakus endolimfatik atau jaringan di system vestibuler dari telinga dalam yang merangsang organ keseimbangan. Gejala klinis penyakit ini disebabkan adanya hidrops endolimfe pada koklea dan vestibulum. Hidrops yang terjadi mendadak dan hilang timbul diduga disebabkan oleh: 1. Meningkatnya tekanan hidrostatik pada ujung arteri 2. Meningkatnya tekanan osmotik ruang kapiler 3. Berkurangnya tekanan osmotik di dalam kapiler 4. Tersumbatnya jalan keluar sakus endolimfatikus sehingga terjadi penimbunan cairan endolimfe Hal-hal di atas pada awalnya menyebabkan pelebaran skala media dimulai dari daerah apeks koklea kemudian dapat meluas mengenai bagian tengah dan basal koklea. Hal inilah yang menjelaskan terjadinya tuli sensorineural nada rendah penyakit Meniere.18

24

2.2. Neuroma Akustik Neuroma akustik adalah tumor intrakrania yang berasal dari selubung sel Schwann nervus vestibuler atau nervus koklearis. Lokasi tersering berada di cerebellopontin angel. Neuroma akustik berasal dari saraf vestibularis dengan gambaran makroskopis berkapsul, konsistensi keras, bewarna kuning kadang putih atau translusen dan bisa disertai komponen kistik maupun perdarahan. Neuroma akustik ini diduga berasal dari titik dimana glia (central) nerve sheats bertransisi menjadi sel Schwann dan fibroblast. Lokasi transisi ini biasanya terletak di dalam kanalis auditoris internus. Tumor akan tumbuh dalam kanalis auditoris internus dan menyebabkan pelebaran diameter dan kerusakan dari bibir bawah porus. Selanjutnya akan tumbuh dan masuk ke cerebellopontin angel mendorong batang otak dan cerebellum. Tuli akibat neuroma akustik ini terjadi akibat: a.

trauma langsung terhadap nervus koklearis

b.

gangguan suplai darah ke koklea Trauma langsung yang progresif menyebabkan tuli sensorineural yang berjalan

progresif lambat sedangkan pada gangguan suplai darah koklea ditemukan tuli sensorineural mendadak dan berfluktuasi.22

25

E. Diagnosis 1.1. Anamnesis Anamnesis menunjukkan gejala penurunan pendengaran, baik yang terjadi secara mendadak maupun yang terjadi secara progresif.Gejala klinis sesuai dengan etiologi masingmasing penyakit. 1.2. Pemeriksaan Fisik Penderita tuli sensorineural cenderung berbicara lebih keras dan mengalami gangguan pemahaman kata sehingga pemeriksa sudah dapat menduga adanya suatu gangguan pendengaran sebelum dilakukan pemeriksaan yang lebih lanjut. Pada pemeriksaan otoskop, liang telinga dan membrana timpani tidak ada kelainan. 1.3. Pemeriksaan tambahan/penunjang lain yang biasa digunakan adalah : A. Tes Penala Pemeriksaan ini merupakan tes kualitatif dengan menggunakan garpu tala 512 Hz. Terdapat beberapa macam tes penala, seperti tes Rinne, tes Weber dan tes Schwabach.

Gambar 6. Garpu Tala 26

Tes Rinne

Gambar 7. Tes Rinne Tujuan : membandingkan hantaran melalui udara dengan hantaran melalui tulang pada satu telinga penderita. Cara kerja : garpu tala digetarkan, letakkan tangkainya tegak lurus pada prosesus mastoid penderita sampai penderita tidak mendengar, kemudian cepat pindahkan ke depan liang telinga penderita kira-kira 2,5 cm. Interpretasi : * Bila penderita masih mendengar disebut Rinne positif * Bila penderita tidak mendengar disebut Rinne negatif Pada tuli sensorineural, Tes Rinne positif. Tes Weber

27

Gambar 8. Tes Weber Tujuan : Membandingkan hantaran tulang antara kedua telinga penderita. Cara kerja : Garpu tala digetarkan, letakkan di garis tengah kepala (verteks, dahi, pangkal hidung, di tengah-tengah gigi seri atau di dagu). Interpretasi : * Apabila bunyi garpu tala terdengar keras pada salah satu telinga disebut weber lateralisasi ke telinga tersebut. * Bila tidak dapat dibedakan, kearah mana bunyi terdengar lebih keras disebut weber tidak ada leteralisasi. Pada tuli sensorineural, lateralisasi kearah telinga yang sehat. Tes Schwabach Tujuan : Membandingkan hantaran tulang penderita dengan pemeriksa yang pendengarannya normal. Cara kerja : Garpu tala digetarkan, letakkan garpu tala pada prosesus mastoideus penderita sampai tidak terdengar bunyi. Kemudian tangkai penala segera dipindahkan pada prosesus mastoideus pemeriksa. Interpretasi

:

* Bila pemeriksa masih mendengar getaran garpu tala, disebut schwabach memendek. Ini mempunyai arti klinis tuli semsorineural. * Bila pemeriksa tidak mendengar getaran garpu tala, maka pemeriksaan diulangi dengan garpu tala diletakkan terlebih dahulu di prosesus mastoideus pemeriksa. Jika penderita masih dapat mendengar disebut schwabach memanjang (tuli konduktif) dan jika penderita tidak mendengar disebut schwabach normal.

28

B. Audiometri Pada pemeriksaan audiometri, dibuat grafik (audigram) yang merupakan ambang pendengaran penderita lewat hantaran tulang (bone conduction = BC) dan hantaran udara (air condation = AC) dan pemeriksaan audiometri ini bersifat kuantitatif dengan frekuensi suara 125, 500, 1000, 2000, 4000, dan 8000 Hz. Pada Tuli sensorineural, dari penilaian audiogram didapatkan :3 -

AC dan BC lebih dari 25 Db

-

AC dan BC tidak terdapat gap Selain dapat menentukan jenis tuli yang diderita, dengan audiogram kita juga

menentukan derajat ketulian, yang dihitung hanya dengan ambang dengar (AD) hantaran udaranya (AC) saja. Ambang dengar (AD) : AD 500 Hz + AD 1000 Hz + AD 2000 Hz + AD 4000 Hz 4 Interpretasi derajat ketulian menurut ISO : 0 – 25 dB

: normal

>25 – 40 dB

: tuli ringan

>40 – 55 dB

: tuli sedang

>55 – 70 dB

: tuli sedang berat

>70 – 90 dB

: tuli berat

>90 dB

: tuli sangat berat

29

C. Brainstem Evoked Respone Audiometry (BERA) BERA merupakan suatu pemeriksaaan untuk menilai fungsi pendengaran dan fungsi N.VIII. Cara pemeriksaan ini bersifat objektif, tidak invasif. Pemeriksaan ini bermanfaat terutama pada keadaan dimana tidak memungkinkannya dilakukan pemeriksaan pendengaran biasa, misalnya pada bayi, anak dengan gangguan sifat dan tingkah laku, intelegensi rendahdan kesadaran menurun. Pada orang dewasa juga bisa digunakan pada orang yang berpura-pura tuli (malingering) atau pada kecurigaan tuli sensorineural retrokoklea.3

Gambar 9. Pemeriksaan BERA Prinsip pemeriksaan BERA adalah menilai perubahan potensial listrik di otak setelah pemberian rangsang sensoris berupa bunyi. Rangsang bunyi yang diberikan melalui headphone akan menempuh perjalanan melalui N.VIII di koklea (gelombang I), nucleus koklearis (gelombang II), nucleus olivarius superior (gelombang III), lemnikus lateralis (gelombang IV), kolikulus inferior (gelombang V) kemudian menuju ke korteks auditorius di lobus temporal otak. Perubahan potensial listrik di otak akan diterima oleh elektroda di kulit kepala, dari gelombang yang timbul di setiap nucleus saraf sepanjang jalur saraf pendengaran tersebut dapt dinilai bentuk gelombang dan waktu yang diperlukan dari saat pemberian 30

rangsang suara sampai mencapai nucleus-nukleus saraf tersebut. Dengan demikian setiap keterlambatan waktu untuk mencapai masing-masing nucleus saraf dapat memberi arti klinis keadaan saraf pendengaran, maupun jaringan otak disekitarnya.3  Penilaian BERA : -

Masa laten absolute gelombang I, III, V

-

Beda masing-masing masa laten absolute (interwave latency I – V, I – III, III – V)

-

Beda masa laten absolute telinga kanan dan kiri (interneural latency)

-

Beda masa laten pada penurunan intensitas bunyi (latency intensity function)

-

Rasio amplitudo gelombang V/I yaitu rasio antara nilai puncak gelombang V ke puncak gelombang I yang akan meningkat dengan menurunnya intensitas.

D. OTOACUSTIC EMITTION / OAE (Emisi Otoakustik) Emisi otoakustik merupakan respon koklea yang dihasilkan oleh sel-sel rambut luar yang dipancarkan dalam bentuk energi akustik. Sel-sel rambut luar dipersarafi oleh serabut eferen yang mempunyai elektromobilitas, sehingga pergerakan sel-sel rambut akan menginduksi depolarisasi sel. Pergerakan mekanik yang besar diinduksi menjadi besar, akibatnya suara yang kecil diubah menjadi lebih besar. Hal inilah yang menunjukkan bahwa emisi otoakustik adalah gerakan sel rambut luar dan merefleksikan fungsi koklea. Sedangkan sel rambut dalam dipersarafi serabut aferan yang berfungsi mengubah suara menjadi bangkitan listrik dan tidak ada gerakan dari sel rambut sendiri.3

31

Gambar 10. Pemeriksaan Otoakustik Emition Emisi Otoakustik dibagi menjadi dua kelompok, yaitu : a.

Emisi Otoakustik Spontan (Spontaneus Otoacustic Emission / SOAE) SOAE merupakan emisi otoakustik yang dihasilkan koklea tanpa stimulus dari luar, didapatkan pada 60% telinga sehat, bernada rendah dan mempunyai nilai klinis rendah.

b.

Evoked Otoacustic Emissin / EOAE EOAE merupakan respon koklea yang timbul dengan adanya stimulus suara, ada tiga jenis : 1. Stimulus Frequency Otoacustic Emission (SFOAE), adalah respon yang dibangkitkan oleh nada murni secara terus-menerus, jenis ini tidak mempunyai arti klinis dan jarang digunakan. 2. Transiently-evoked Otoacustic Emission (TEOAE), merupakan respon stimulus klik dengan waktu cepat yang timbul 2 – 2,5 ms setelah pemberian stimulus, TEOAE tidak dapat dideteksi dengan ambang dengar lebih dari 40 dB.

32

3. Distortion-product Otoacustic Emission (DPAOE), terjadi karena stimulus dua nada murni dengan frekuansi tertentu. Nada murni yang diberikan akan merangsang daerah koklea secara terus menerus.

F. Penatalaksanaan Penatalaksanaan tuli sensorineural disesuaikan dengan penyebab ketulian. Tuli karena pemakaian obat-obatan yang bersifat ototoksik, diatasi dengan penghentian obat. Jika diakibatkan oleh bising, penderita sebaiknya dipindahkan kerjanya dari lingkungan bising. Bila tidak memungkinkan dapat menggunakan alat pelindung telinga terhadap bising, seperti sumbat telinga (ear plug), tutup teling (iear muff) dan pelindung kepala (helmet). Apabila gangguan pendengaran sudah mengakibatkan kesulitan berkomunikasi bisa menggunakan alat bantu dengar.3 1. Alat Bantu Dengar (ABD) Rehabilitasi sebagai upaya untuk mengembalikan fungsi pendengaran dilakukan dengan pemasangan alat bantu dengar (hearing aid). Memasang suatu alat bantu dengar merupakan suatu proses yang rumit yang tidak hanya melibatkan derajat dan tipe ketulian, namun juga perbedaan antar telinga, kecakapan diskriinasi dan psikoakustik lainnya. Selain itu pertimbangan kosmetik, tekanan sosial dan keluarga. Peraturan dari Food and Drug Administration mengharuskan masa uji coba selam 30 hari untuk alat bantu dengr yang baru, suatu masa untuk mengetahui apakah alat tersebut cocok dan efektif bagi pemakai.5

33

Gambar 11. Alat Bantu Dengar Alat bantu dengar merupakan miniatur dari sistem pengeras untuk suara umum. Alat ini memiliki mikrofon, suatu amplifier, pengeras suara dan baterei sebagai sumber tenaga. Selanjutnya dilengkapi kontrol penerimaan, kontrol nada dan tenaga maksimum. Akhirakhir ini dilengkapi pula dengan alat pemproses sinyal otomatis dalam rangka memperbaiki rasio sinyal bising pada latar belakang.2,5 Komponen-komponen ini dikemas agar dapat dipakai dalam telinga (DT), atau dibelakang telinga (BT) dan pada tubuh. ABD dibedakan menjadi beberapa jenis : - Jenis saku (pocket type, body worrn type) - Jenis belakang telinga (BTE = behind the ear) - Jenis ITE (In The Ear) - Jenis ITC (In The Canal) - Jenis CIC (Completely In the Canal) Tipe dalam telinga yang terkecil adalah alat bantu dengar ’kanalis’ dengan beberapa komponen dipasang lebih jauh didalam kanalis dan lebih dekat dengan membrana timpani. Alat bantu tipe kanalis ini sangat populer karena daya tarik kosmetiknya. Alat ini dapat membantu pada gangguan pendengaran ringan sampai sedang. Akan tetapi alat ini kurang fleksibel dalam respon frekuansi dan penerimaannya dibanding alat bantu DT dan BT. Kanalis juga tidak cocok untuk telinga yang kecil karena ventilasi menjadi sulit.2,3

34

2. Implan Koklea Implan koklea merupakan perangkat elektronik yang mempunyai kemampuan menggantikan fungsi koklea untuk meningkatkan kemampuan mendengar dan berkomunikasi pada pasien tuli sensorineural berat dan total bilateral.2

Gambar 12. Implan Koklea Indikasi pemasangan implan koklea adalah :2 -

Tuli sensorineural berat bilateral atau tuli total bilateral (anak maupun dewasa) yang tidak / sedikit mendapat manfaat dari ABD.

-

Usia 12 bulan – 17 tahun

-

Tidak ada kontra indikasi medis

-

Calon pengguna mempunyai perkembangan kognitif yang baik

Kontra Indikasi pemasangan implan koklea antara lain :9 -

Tuli akibat kelainan pada jalur pusat (tuli sentral)

-

Proses penulangan koklea

-

Koklea tidak berkembang Adapun cara kerja Implan koklea adalah, impuls suara ditangkap oleh mikrofon dan

diteruskan menuju speech processor melalui kabel penghubung. speech processor akan melakukan seleksi informasi suara yang sesuai dan mengubahnya menajdi kode suara yang akan disampaikan ke transmiter. Kode suara akan dipancarkan menembus kulit menuju stimulator. Pada bagian ini kode suara akan dirubah menjadi sinyal listrik dan akan dikirim 35

menuju elektrode-elektrode yang sesuai di dalam koklea sehingga menimbulkan stimulasi serabut-serabut saraf. Pada speech processor terdapat sirkuit khusus yang berfungsi untuk meredam bising lingkungan. Keberhasilan implan koklea ditentukan dengan menilai kemampuan mendengar, pertambahan kosa kata dan pemahaman bahasa.14

G. Pencegahan Menghindari paparan bising yang berlebihan, menghindari untuk mengkonsumsi obat – obatn ototoksik, hidup sehat dan bersih, menghindari diri untuk terkena infeksi terutama infeksi yang dapat menyebabkan SNHL.

36

BAB III

LAPORAN KASUS 3.1.

3.2.

Identitas Pasien Nama

: Tn. Mahmudin.

Jenis Kelamin

: Laki-laki

Umur

: 42 tahun

Pekerjaan

: Nelayan

Pendidikan

: SMA

Alamat

: Surodadi

Agama

: Islam

No. RM

: 940709

Anamnesis Anamnesis dilakukan secara Autoanamnesis pada tanggal 31 Januari 2019 pada pukul 10.00 WIB bertempat di poli THT RSUD Kardinah Tegal. Keluhan Utama Kurang dengar memberat sejak 1 minggu SMRS

Keluhan Tambahan Terdengar suara seperti angin , telinga berdengung sejak 1 bulan SMRS . Riwayat Penyakit Sekarang Pasien datang ke poli THT RSUD Kardinah dengan keluhan telinga kurang dengar memberat sejak 1 minggu SMRS , kurang dengar dirasakan sejak ± 1 bulan yang lalu namun semakin parah sehingga lawan bicara perlu keras berbicaranya sejak 1 minggu yang lalu, pasien juga sering mengeluh mendengar seperti suara angin dan telinga berdengung , telinga berdengung muncul hilang timbul namun memberat dan jadi lebih sering muncul sejak 1 minggu SMRS, pasien merupakan seorang nelayan dan bekerja di 37

bagian mesin, lingkungan kerja pasien sangat bising dengan suara mesin dan bising gemuruh ombak . Pasien juga mengaku pernah terjatuh 5 tahun yang lalu di kapal dan mengenai kepala sebelah kiri dan telinganya kemasukan air. Pasien tidak mengeluhkan adanya pusing berputar, demam disangkal, mual muntah disangkal. Riwayat Alergi Pasien tidak memiliki riwayat alergi.

Riwayat Penyakit Dahulu Riwayat penyakit DM (-) , Hipertensi (-), Penyakit jantung (-), Penyakit paru (-).

Riwayat Penyakit Keluarga Keluarga pasien tidak pernah ada yang memiliki keluhan serupa, keluarga pasien tidak ada yang memiliki riwayat alergi.

Riwayat Kebiasaan Pekerjaan pasien adalah nelayan, berlayar biasanya 3 bulan di laut, bekerja di kapal bagian mesin dan telinganya sering kemasukan air . 3.3.

Pemeriksaan Fisik a. Status Umum Keadaan Umum

: Tampak sakit ringan

Kesadaran

: Compos mentis

Tekanan darah

: 110/70 mmHg

Nadi

: 90 x/menit

Pernafasan

: 20 x/menit

Suhu

: 37,1oC

Tinggi Badan

: 153 cm

Berat Badan

: 65 kg

IMT

: Gizi normal

38

b. Pemeriksaan Fisik Kepala

: Normosefali, tidak ada bekas trauma

Rambut

: Rambut hitam, distribusi merata, tidak mudah dicabut, tidak alopesia

Mata

: Tidak ada kelainan palpebra, konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, pupil isokor diameter 3 mm/3mm, reflex cahaya langsung +/+, refleks cahaya tidak langsung +/+

Telinga

: Normotia, sekret (-/-), darah (-/-), pus (-/-), tanda peradangan (-/-)

Hidung

: Bentuk normal. deviasi septum (-), sekret (-/-), penyumbatan (-/-)

Mulut

: bibir sianosis (-), lidah tidak kotor, gigi lengkap, oral higenis baik

Tenggorokan : T1/T1, faring tidak hiperemis Leher : -

Tekanan Vena Jugularis (JVP)

: tidak dilakukan

-

Kelenjar tiroid

: tidak membesar

-

Kelenjar getah bening

: tidak membesar

Thorax : -

Paru-paru Depan dan belakang 

Inspeksi

: Bentuk thorax normal, simetris kiri dan kanan saat statis

dan dinamis, tidak ada bagian dada yang tertinggal, tidak tampak retraksi sela iga. 

Palpasi

: vocal fremitus kanan kiri teraba sama kuat, nyeri tekan(-),

benjolan (-)

-



Perkusi

: Sonor di kedua lapangan paru



Auskultasi

: suara nafas vesikuler (+/+), ronki (-/-), wheezing (-/-)

Cor 

Inspeksi: ictus cordis tak tampak



Palpasi : ictus cordis teraba pada ICS V linea midclavicularis sinistra



Perkusi Batas kanan

: ICS IV linea sternalis dextra

Batas atas

: ICS II linea sternalis sinistra

Batas kiri

: ICS V 1/3 lateral dari linea midclavicularis sinistra 39

Batas bawah 

: ICS VI linea midclavicularis sinistra

Auskultasi : BJ I-II reguler, tidak ada murmur dan gallop

Abdomen :  Inspeksi : Bentuk perut datar, tidak membuncit, warna kulit sawo matang, pelebaran pembuluh darah (-), tidak ada tanda bekas luka operasi  Auskultasi : bising usus (+) normal  Palpasi : supel, defense muscular (-), nyeri tekan (-), tidak teraba hepar, lien dan ginjal  Perkusi : timpani pada seluruh lapang abdomen, ascites (-)

c. Status Lokalis Telinga Dextra Normotia, benjolan (-), nyeri

Sinistra Daun telinga

tarik (-), nyeri tekan tragus (-) Hiperemis (-), fistula (-),

(-), nyeri tekan tragus (-) Preaurikuler

oedem(-), sikatriks(-) Hiperemis (-), fistula (-),

Normotia, benjolan (-), nyeri tarik

Hiperemis (-), fistula (-), oedem(-), sikatriks(-)

Retroaurikuler

oedem(-), sikatriks(-), nyeri

Hiperemis (-), fistula (-), oedem(-), sikatriks(-), nyeri tekan mastoid (-)

tekan mastoid (-) Lapang, Hiperemis (-),

Kanalis akustikus

oedem(-), discharge(-)

eksternus

Hiperemis (-), warna putih mengkilat, Refleks cahaya (+)

Lapang, Hiperemis (-), oedem(-), discharge(-)

Membran timpani Hiperemis (-), warna putih mengkilat, Refleks cahaya (+)

40

Hidung Dextra Bulu hidung (+), hiperemis(-

Sinistra Vestibulum

), benjolan (-), nyeri (-),

Bulu hidung (+), hiperemis(-), benjolan (-), nyeri (-), sekret(-)

sekret(-) Tidak terlihat Livid (-), hipertrofi(-),

Konka Superior Konka media

hiperemis(-), discharge

Tidak terlihat Livid (-), hipertrofi(-), hiperemis(-), discharge purulen(-)

purulen(-) Livid (-), hipertrofi(-),

Konka inferior

hiperemis(-), discharge(-) Sekret purulen (-)

Livid (-), hipertrofi(-), hiperemis(-), discharge(-)

Meatus nasi

Sekret purulen (-)

medius Tidak dapat dinilai

Meatus nasi

Tidak dapat dinilai

inferior Lapang

Cavum nasi

Lapang

Deviasi (-)

Septum nasi

Deviasi (-)

Orofaring Mulut

Trismus(-)

Palatum

Simetris, deformitas (-)

Arkus faring

Simetris, hiperemis (-)

Mukosa faring

Hiperemis(-), granulasi(-), sekret(-)

Dinding faring posterior

Hiperemis(-), post nasal drip (-)

Uvula

Simetris ditengah, hiperemis (-)

Tonsila Palatina

Ukuran : T1-T1 Warna : Hiperemis (-) Kripta : Detritus: -/Perlekatan : 41

Massa : Kemampuan menelan

Makanan padat (+), makanan lunak (+), air (+)

Laringoskopi indirek : Tidak dilakukan Leher

3.4.

: Kelenjar getah bening dan tiroid tidak teraba membesar

Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan audiometri :

42

3.5.

Diagnosis a. Diagnosis Banding Diagnosis banding pada pasien ini : 

Meniere disease



Tuli akibat trauma mekanis

b. Diagnosis Kerja Diagnosis kerja pada pasien ini adalah sensorineural hearing loss 3.6.

Penatalaksanaan -

Pemasangan Alat Bantu Dengar

-

Medikamentosa : 

Lapibal 1 x 1

Edukasi : •

Gunakan alat pelindung telinga terhadap bising (ear plug)



Latihan pendengaran agar dapat menggunakan sisa pendengaran dengan ABD secara efisien

• 3.7.

Hindari pajanan bising Prognosis 

Ad vitam

: Bonam



Ad functionam

: Malam



Ad sanationam

: Malam

43

BAB IV PEMBAHASAN

Diagnosis sensorineural hearing loss ditegakkan berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik. Dari anamnesis di dapatkan bahwa pasien mengeluh telinga kurang dengar memberat sejak 1 minggu SMRS , kurang dengar dirasakan sejak ± 1 bulan yang lalu namun semakin parah sehingga lawan bicara perlu keras berbicaranya sejak 1 minggu yang lalu, pasien juga sering mengeluh mendengar seperti suara angin dan telinga berdengung , telinga berdengung muncul hilang timbul namun memberat dan jadi lebih sering muncul sejak 1 minggu SMRS, pasien merupakan seorang nelayan dan bekerja di bagian mesin, lingkungan kerja pasien sangat bising dengan suara mesin dan bising gemuruh ombak . Pasien juga mengaku pernah terjatuh 5 tahun yang lalu di kapal dan mengenai kepala sebelah kiri dan telinganya kemasukan air. Pasien tidak mengeluhkan adanya pusing berputar, demam disangkal, mual muntah disangkal. Pada pemeriksaan fisik pada pasien tidak ditemukan tanda-tanda fisik yang khas pada pemeriksaan generalis, pada pemeriksaan lokalis telinga juga tidak di dapatkan kelainan. Tidak didapatkannya ciri khas pada pemriksaan fisik membuat diagnosis sensorineural hearing loss menjadi sulit, oleh karena itu diperlukan pemeriksaan lanjutan untuk menegakan diagnosisnya, salah satu pemeriksaan yang dapat digunakan untuk mendiagnosis sensorineural hearing loss adalah pemeriksaan audiometri. Pada pasien ini telah dilakukan pemeriksaan audiometri dengan hasil interprestasi didapatkan tuli sensorineural derajat berat. Diagnosa banding dari sensorineural hearing loss pada pasien ini adalah penyakit meniere, dan tuli akibat trauma mekanis. Penyakit Meniere merupakan penyakit yang terdiri dari trias atau sindrom Meniere yaitu vertigo, tinnitus dan tuli sensorineural, pada pasien ini tidak didapatkan vertigo sehingga diagnosis banding penyakit meniere bisa disingkirkan. Pasien ini juga mengaku pernah terjatuh di kapal 5 tahun yang lalu sehingga kami mendiagnosis banding pasien ini dengan tuli akibat trauma mekanis. Terjatuh dan mengenai kepala dapat menyebabkan terjadinya fraktur tulang temporal, fraktur tulang temporal dapat menimbulkan perpecahan oramen ovale sehingga perilymph bocor ke telinga. Pasien tiba-tiba mengalami kehilangan 44

pendengaran, bersama dengan tinnitus dan vertigo , ciri khas dari tuli akibat trauma mekanis ini yaitu tuli timbul tiba-tiba, sedangkan pada pasien ini tuli tidak timbul mendadak tapi cenderung progresiv, pada pasien ini juga tidak didapatkan adanya fraktur tulang temporal sehingga diagnosis banding ini dapat disingkirkan. Berdasarkan pekerjaan pasien sebagai nelayan yang sering terpapar bunyi bising mesin dan gemuruh suara ombak dilaut, sehingga pasien ini diduga menderita sensorineural hearing loss akibat bising. Tatalaksana yang diberikan pada pasien ini adalah diberikan ABD oleh karena tuli sensorineural yang bersifat menetap (irreversible) sehingga supaya bisa beromunikasi kembali digunakan ABD. Pada pasien ini juga diberikan mecobalamin sebagai neurotropik. Pencegahan yang dapat dilakukan agar tidak terjadi tuli sensorineural hearing loss adalah dengan menghindari pemicu yang menjadi faktor predisposisi. Disarankan pasien hindari pajanan bising, gunakan alat pelindung telinga terhadap bising (ear plug), latihan pendengaran agar dapat menggunakan sisa pendengaran dengan ABD secara efisien.

.

45

BAB V KESIMPULAN

Tuli sensorineural adalah tuli yang terjadi karena adanya gangguan pada telinga dalam atau pada jalur saraf dari telinga dalam ke otak. Tuli sensorineural dibagi menjadi tuli koklea dan tuli retrokoklea. Etiologi tuli sensorineural yang berasal dari koklea yaitu presbikusis, labirintitis, tuli mendadak, trauma dan bising. Sedangkan tyang berasal dari retrokoklea disebabkan karena gangguan pada Nervus VIII, tumor pada pons dan cerebellum, neuroma akustik dan perdarahan otak. Diagnosis tuli sensorineural ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Penatalaksanaan tuli sensorineural tergantung etiologi dan dengan menggunakan alat bantu dengar atau implan koklea.

46

DAFTAR PUSTAKA

1.

Ballantyne J and Govers J : Scott Brown’s Disease of the Ear, Nose, and Throat. Publisher: Butthworth Co.Ltd. : 1987, vol. 5

2.

Adam GL, Boies LR, Higler PA .Boies. Buku Ajar Penyakit THT Edisi 6. EGC. Jakarta .1997

3.

Soetirto, I, et al. Gangguan Pendengaran (Tuli). Dalam Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. Edisi 6. Jakarta. FKUI. 2007

4.

Laughlin, ME. Sensorineural Hearing Loss. Diakses: www.hearing-loss –review.com

5.

Moore,keith L. Anatomi Klinis Dasar.EGC. Jakarta .2002

6.

Sherwood Laurale; Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Edisi 2. Penerbit: EGC. Jakarta 2006.

7.

Hall, John E. Guyton and Hall Textbook of Medical Physiology. Publisher: Saunders 2010.

8.

Bashiruddin J. Gangguan Pendengaran Akibat Bising (Noise Induced Hearing Loss). Dalam Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. Edisi 6. Jakarta. FKUI. 2007

9.

Suzuki J, et al. Hearing Impairment An Invisible Disability. Springer, Tokyo. 2004

10. Sjafruddin, et al. Tuli Koklea dan Tuli Retrokoklea. Dalam Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. Edisi 6. Jakarta. FKUI. 2007 11. Roland PS, et al. Ototoxicity. Hamilton. London. 2004 12. Cummings,W Charles. Auditory Function Test. Otolaryngology Head and Neck Surgery. Second edition. Mosby Year Book. St Louis. 1993;2698-2715 13. Rambe, AY. Gangguan Pendengaran Akibat Bising. Fakultas Kedokteran Bagian Ilmu Penyakit THT. USU. 14. Suwento R, et al. Gangguan Pendengaran Pada Geriatri. Dalam Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. Edisi 6. Jakarta. FKUI. 2007 15. Dobie, RA. Hearing Loss (Determining Eligibility for Social Security Benefits). The National Academies Press. Washington, DC. 2005 16. Bhattacharyya, Neil,Auditory Brainstem Response Audiometry , dikutp darisitus: http://emedicine.medscape.com, 2008 47

17. Isaacson JE, et al. Differential Diagnosis dan perlakuan Terhadap Hearing Loss. American Family Physician. 2003 18. Hadjar. E,et al. Penyakit Meniere. Dalam Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. Edisi 6. Jakarta. FKUI. 2007

48

Related Documents

Lapsus Depresi.docx
December 2019 38
Lapsus Snhl.docx
November 2019 33
Lapsus Paraparese.docx
November 2019 41
Lapsus Tulunagung.doc
December 2019 42
Lapsus Neneng.docx
November 2019 43
Lapsus Oklusi.docx
June 2020 25

More Documents from "Hyder"

Lapsus Snhl.docx
November 2019 33
Jurnal Reading Tht.docx
November 2019 24