BAB I PENDAHULUAN Perdarahan setelah melahirkan atau post partum hemorrhagic (PPH) adalah konsekuensi perdarahan berlebihan dari tempat implantasi plasenta, trauma di traktus genitalia dan struktur sekitarnya, atau keduanya.1 Diperkirakan ada 14 juta kasus perdarahan dalam kehamilan setiap tahunnya paling sedikit 128.000 wanita mengalami perdarahan sampai meninggal. Sebagian besar kematian tersebut terjadi dalam waktu 4 jam setelah melahirkan.2 Di Inggris (2000), separuh kematian ibu hamil akibat perdarahan disebabkan oleh perdarahan post partum.1 Di Indonesia, Sebagian besar persalinan terjadi tidak di rumah sakit, sehingga sering pasien yang bersalin di luar kemudian terjadi perdarahan post partum
terlambat
sampai
ke
rumah
sakit,
saat
datang
keadaan
umum/hemodinamiknya sudah memburuk, akibatnya mortalitas tinggi.3 Menurut Depkes RI, kematian ibu di Indonesia (2002) adalah 650 ibu tiap 100.000 kelahiran hidup dan 43% dari angka tersebut disebabkan oleh perdarahan post partum.2 Apabila terjadi perdarahan yang berlebihan pasca persalinan harus dicari etiologi yang spesifik. Atonia uteri, retensio plasenta (termasuk plasenta akreta dan variannya), sisa plasenta, dan laserasi traktus genitalia merupakan penyebab sebagian besar perdarahan post partum. Dalam 20 tahun terakhir, plasenta akreta mengalahkan atonia uteri sebagai penyebab tersering perdarahan post partum yang keparahannya mengharuskan dilakukan tindakan histerektomi. Laserasi traktus genitalia yang dapat terjadi sebagai penyebab perdarahan post partum antara lain laserasi perineum, laserasi vagina, cedera levator ani daN cedera pada serviks uteri.1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA PERDARAHAN POST PARTUM Definisi Perdarahan post partum didefinisikan sebagai hilangnya 500 ml atau lebih darah setelah anak lahir. Pritchard dkk mendapatkan bahwa sekitar 5% wanita yang melahirkan pervaginam kehilangan lebih dari 1000 ml darah. Epidemiologi Perdarahan post partum dini jarang disebabkan oleh retensi potongan plasenta yang kecil, tetapi plasenta yang tersisa sering menyebabkan perdarahan pada akhir masa nifas.1 Kadang-kadang plasenta tidak segera terlepas. Bidang obstetri membuat batas-batas durasi kala tiga secara agak ketat sebagai upaya untuk mendefenisikan retensio plasenta shingga perdarahan akibat terlalu lambatnya pemisahan plasenta dapat dikurangi. Combs dan Laros meneliti 12.275 persalinan pervaginam tunggal dan melaporkan median durasi kala III adalah 6 menit dan 3,3% berlangsung lebih dari 30 menit. Beberapa tindakan untuk mengatasi perdarahan, termasuk kuretase atau transfusi, menigkat pada kala tiga yang mendekati 30 menit atau lebih.1 Efek perdarahan banyak bergantung pada volume darah pada sebelum hamil dan derajat anemia saat kelahiran. Gambaran perdarahan post partum yang dapat mengecohkan adalah nadi dan tekanan darah yang masih dalam batas normal sampai terjadi kehilangan darah yang sangat banyak.1 Klasifikasi Klasifikasi perdarahan postpartum :1,4,9
1. Perdarahan post partum primer / dini (early postpartum hemarrhage), yaitu perdarahan yang terjadi dalam 24 jam pertama. Penyebab utamanya adalah atonia uteri, retention plasenta, sisa plasenta dan robekan jalan lahir. Banyaknya terjadi pada 2 jam pertama 2. Perdarahan Post Partum Sekunder / lambat (late postpartum hemorrhage), yaitu-perdarahan yang terjadi setelah 24 jam pertama. Etiologi Etiologi dari perdarahan post partum berdasarkan klasifikasi di atas, adalah :1,9 a. Etiologi perdarahan postpartum dini : 1. Atonia uteri Faktor predisposisi terjadinya atoni uteri adalah :
Umur yang terlalu muda / tua
Prioritas sering di jumpai pada multipara dan grande mutipara
Partus lama dan partus terlantar
Uterus terlalu regang dan besar misal pada gemelli, hidromnion / janin besar
Kelainan pada uterus seperti mioma uteri, uterus couveloair pada solusio plasenta
Faktor sosial ekonomi yaitu malnutrisi
2. Laserasi Jalan lahir : robekan perineum, vagina serviks, forniks dan rahim. Dapat menimbulkan perdarahan yang banyak apabila tidak segera di reparasi. 3. Hematoma Hematoma yang biasanya terdapat pada daerah-daerah yang mengalami laserasi atau pada daerah jahitan perineum.
4. Lain-lain Sisa plasenta atau selaput janin yang menghalangi kontraksi uterus, sehingga masih ada pembuluh darah yang tetap terbuka, Ruptura uteri, Inversio uteri b. Etiologi perdarahan postpartum lambat : 1. Tertinggalnya sebagian plasenta 2. Subinvolusi di daerah insersi plasenta 3. Dari luka bekas seksio sesaria Diagnosis Untuk membuat diagnosis perdarahan postpartum perlu diperhatikan ada perdarahan yang menimbulkan hipotensi dan anemia. apabila hal ini dibiarkan berlangsung terus, pasien akan jatuh dalam keadaan syok. perdarahan postpartum tidak hanya terjadi pada mereka yang mempunyai predisposisi, tetapi pada setiap persalinan kemungkinan untuk terjadinya perdarahan postpartum selalu ada. 9 Perdarahan yang terjadi dapat deras atau merembes. perdarahan yang deras biasanya akan segera menarik perhatian, sehingga cepat ditangani sedangkan perdarahan yang merembes karena kurang nampak sering kali tidak mendapat perhatian. Perdarahan yang bersifat merembes bila berlangsung lama akan mengakibatkan kehilangan darah yang banyak. Untuk menentukan jumlah perdarahan, maka darah yang keluar setelah placenta lahir harus ditampung dan dicatat. 9 Kadang-kadang perdarahan terjadi tidak keluar dari vagina, tetapi menumpuk di vagina dan di dalam uterus. Keadaan ini biasanya diketahui karena adanya kenaikan fundus uteri setelah uri keluar. Untuk menentukan etiologi dari perdarahan postpartum diperlukan pemeriksaan lengkap yang meliputi anamnesis, pemeriksaan umum, pemeriksaan abdomen dan pemeriksaan dalam. 9
Pada atonia uteri terjadi kegagalan kontraksi uterus, sehingga pada palpasi abdomen uterus didapatkan membesar dan lembek. Sedangkan pada laserasi jalan lahir uterus berkontraksi dengan baik sehingga pada palpasi teraba uterus yang keras. Dengan pemeriksaan dalam dilakukan eksplorasi vagina, uterus dan pemeriksaan inspekulo. Dengan cara ini dapat ditentukan adanya robekan dari serviks, vagina, hematoma dan adanya sisa-sisa plasenta.9 Pencegahan dan Penanganan Cara yang terbaik untuk mencegah terjadinya perdarahan post partum adalah memimpin kala II dan kala III persalinan secara lega artis. Apabila persalinan diawasi oleh seorang dokter spesialis obstetrik dan ginekologi ada yang menganjurkan untuk memberikan suntikan ergometrin secara IV setelah anak lahir, dengan tujuan untuk mengurangi jumlah perdarahan yang terjadi.9 Penanganan umum pada perdarahan post partum :10
Ketahui dengan pasti kondisi pasien sejak awal (saat masuk)
Pimpin persalinan dengan mengacu pada persalinan bersih dan aman (termasuk upaya pencegahan perdarahan pasca persalinan)
Lakukan observasi melekat pada 2 jam pertama pasca persalinan (di ruang persalinan) dan lanjutkan pemantauan terjadwal hingga 4 jam berikutnya (di ruang rawat gabung).
Selalu siapkan keperluan tindakan gawat darurat
Segera lakukan penlilaian klinik dan upaya pertolongan apabila dihadapkan dengan masalah dan komplikasi
Atasi syok
Pastikan kontraksi berlangsung baik (keluarkan bekuan darah, lakukam pijatan uterus, berikan uterotonika 10 IU IM dilanjutkan infus 20 IU dalam 500cc NS/RL dengan 40 tetesan permenit.
Pastikan plasenta telah lahir dan lengkap, eksplorasi kemungkinan robekan jalan lahir.
Bila perdarahan terus berlangsung, lakukan uji beku darah.
Pasang kateter tetap dan lakukan pemantauan input-output cairan
Cari penyebab perdarahan dan lakukan penangan spesifik.
RETENSIO PLASENTA DAN SISA PLASENTA (PLACENTAL REST) Perdarahan postpartum dini dapat terjadi sebagai akibat tertinggalnya sisa plasenta atau selaput janin. bila hal tersebut terjadi, harus dikeluarkan secara manual atau di kuretase disusul dengan pemberian obat-obat uterotonika intravena.9 Perlu dibedakan antara retensio plasenta dengan sisa plasenta (rest placenta). Dimana retensio plasenta adalah plasenta yang belum lahir seluruhnya dalam setengah jam setelah janin lahir. Sedangkan sisa plasenta merupakan tertinggalnya bagian plasenta dalam uterus yang dapat menimbulkan perdarahan post partum primer atau perdarahan post partum sekunder.5 Sewaktu suatu bagian plasenta (satu atau lebih lobus) tertinggal, maka uterus tidak dapat berkontraksi secara efektif dan keadaan ini dapat menimbulkan perdarahan. Gejala dan tanda yang bisa ditemui adalah perdarahan segera, uterus berkontraksi tetapi tinggi fundus tidak berkurang.6 Sebab-sebab plasenta belum lahir, bisa oleh karena: 1. Plasenta belum lepas dari dinding uterus 2. Plasenta sudah lepas akan tetapi belum dilahirkan Apabila plasenta belum lahir sama sekali, tidak terjadi perdarahan, jika lepas sebagian terjadi perdarahan yang merupakan indikasi untuk mengeluarkannya. Plasenta belum lepas dari dinding uterus bisa karena: 5 1. Kontraksi uterus kurang kuat untuk melepaskan plasenta ( plasenta adhesiva)
2. Plasenta melekat erat pada dinding uterus oleh sebab vili korialis menembus desidua sampai miometrium. Plasenta yang sudah lepas dari dinding uterus akan tetapi belum keluar, disebabkan tidak adanya usaha untuk melahirkan, atau salah penanganan kala tiga, sehingga terjadi lingkaran konstriksi pada bagian bawah uterus yang menghalangi keluarnya plasenta.5 Penanganan perdarahan postpartum yang disebabkan oleh sisa plasenta :9
Penemuan secara dini hanya mungkin dengan melakukan pemeriksaan kelengkapan plasenta setelah dilahirkan. Pada kasus sisa plasenta dengan perdarahan pasca persalinan lanjut, sebagian besar pasien akan kembali lagi ke tempat bersalin dengan keluhan perdarahan
Berikan antibiotika, ampisilin dosis awal 1g IV dilanjutkan dengan 3 x 1g oral dikombinasikan dengan metronidazol 1g supositoria dilanjutkan dengan 3 x 500mg oral.
Lakukan eksplorasi (bila servik terbuka) dan mengeluarkan bekuan darah atau jaringan. Bila servik hanya dapat dilalui oleh instrument, lakukan evakuasi sisa plasenta dengan AMV atau dilatasi dan kuretase
Bila kadar Hb<8 gr% berikan transfusi darah. Bila kadar Hb>8 gr%, berikan sulfas ferosus 600 mg/hari selama 10 hari. 5
TINDAKAN OPERATIF DALAM KALA URI
Tindakan operatif yang dapat dilakukan dalam kala uri persalinan adalah :7,8 A. PERASAT CREDE’7 —Perasat crede’ bermaksud melahirkan plasenta yang belum terlepas dengan ekspresi : 1.
Syarat : Uterus berkontraksi baik dan vesika urinaria kosong
2.
Teknik pelaksanaan
Fundus uterus dipegang oleh tangan kanan sedemikian rupa, sehingga ibu jari terletak pada permukaan depan uterus sedangkan jari lainnya pada fundus dan permukaan belakang. setelah uterus dengan rangsangan tangan berkontraksi baik, maka uterus ditekan ke arah jalan lahir. gerakan jari-jari seperti meremas jeruk. perasat Crede’ tidak boleh dilakukan pada uterus yang tidak berkontraksi karena dapat menimbulkan inversion uteri
Perasat Crede’ dapat dicoba sebelum meningkat pada pelepasan plasenta secara manual.
B. MANUAL PLASENTA Indikasi Indikasi pelepasan plasenta secara manual adalah pada keadaan perdarahan pada kala tiga persalinan kurang lebih 400 cc yang tidak dapat dihentikan dengan uterotonika dan masase, retensio plasenta setelah 30 menit anak lahir, setelah persalinan buatan yang sulit seperti forsep tinggi, versi ekstraksi, perforasi, dan dibutuhkan untuk eksplorasi jalan lahir dan tali pusat putus.7 Teknik Plasenta Manual Sebelum dikerjakan, penderita disiapkan pada posisi litotomi. Keadaan umum penderita diperbaiki sebesar mungkin, atau diinfus NaCl atau Ringer Laktat. Anestesi diperlukan kalau ada constriction ring dengan memberikan suntikan diazepam 10 mg intramuskular. Anestesi ini berguna untuk mengatasi rasa nyeri. Operator berdiri atau duduk dihadapan vulva dengan salah satu tangannya (tangan kiri) meregang tali pusat, tangan yang lain (tangan kanan) dengan jari-jari dikuncupkan membentuk kerucut.8
Gambar 1. Meregang tali pusat dengan jari-jari membentuk kerucut Dengan ujung jari menelusuri tali pusat sampai plasenta. Jika pada waktu melewati serviks dijumpai tahanan dari lingkaran kekejangan (constrition ring), ini dapat diatasi dengan mengembangkan secara perlahan-lahan jari tangan yang membentuk kerucut tadi. Sementara itu, tangan kiri diletakkan di atas fundus uteri dari luar dinding perut ibu sambil menahan atau mendorong fundus itu ke bawah. Setelah tangan yang di dalam sampai ke plasenta, telusurilah permukaan fetalnya ke arah pinggir plasenta. Pada perdarahan kala tiga, biasanya telah ada bagian pinggir plasenta yang terlepas.8
Gambar 2. Ujung jari menelusuri tali pusat, tangan kiri diletakkan di atas fundus
Melalui celah tersebut, selipkan bagian ulnar dari tangan yang berada di dalam antara dinding uterus dengan bagian plasenta yang telah terlepas itu. Dengan gerakan tangan seperti mengikis air, plasenta dapat dilepaskan seluruhnya (kalau mungkin), sementara tangan yang di luar tetap menahan fundus uteri supaya jangan ikut terdorong ke atas. Dengan demikian, kejadian robekan uterus (perforasi) dapat dihindarkan.8
Gambar 3. Mengeluarkan plasenta Setelah plasenta berhasil dikeluarkan, lakukan eksplorasi untuk mengetahui kalau ada bagian dinding uterus yang sobek atau bagian plasenta yang tersisa. Pada waktu ekplorasi sebaiknya sarung tangan diganti yang baru. Setelah plasenta keluar, gunakan kedua tangan untuk memeriksanya, segera berikan uterotonik (oksitosin) satu ampul intramuskular, dan lakukan masase uterus. Lakukan inspeksi dengan spekulum untuk mengetahui ada tidaknya laserasi pada vagina atau serviks dan apabila ditemukan segera di jahit.8
A. Explorasi Cavum Uteri Indikasi Persangkaan tertinggalnya jaringan plasenta (plasenta lahir tidak lengkap), setelah operasi vaginal yang sulit, dekapitasi, versi dan ekstraksi, perforasi dan lain-lain, untuk menetukan apakah ada rupture uteri. Eksplosi juga dilakukan pada pasien yang pernah mengalami seksio sesaria dan sekarang melahirkan pervaginam.7 Teknik Pelaksanaan Tangan masuk secara obstetric seperti pada pelepasan plasenta secara manual dan mencari sisa plasenta yang seharusnya dilepaskan atau meraba apakah ada kerusakan dinding uterus. untuk menentukan robekan dinding rahim eksplorasi dapat dilakukan sebelum plasenta lahir dan sambil melepaskan plasenta secara manual. 7 ATONIA UTERI5 Definisi Atonia uteri adalah keadaan lemahnya tonus/kontraksi rahim yang menyebabkan uterus tidak mampu menutup perdarahan terbuka dari tempat implantasi plasenta setelah bayi dan plasenta lahir.12 Perdarahan postpartum secara fisiologis dikontrol oleh kontraksi seratserat myometrium terutama yang berada disekitar pembuluh darah yang mensuplai darah pada tempat perlengketan plasenta. Atonia uteri terjadi ketika myometrium tidak dapat berkontraksi. Atonia uteri merupakan penyebab tersering perdarahan post partum, sekurang-kurangnya 2/3 perdarahan post partum disebabkan oleh atonia uteri (Depkes RI, 2007)
Faktor Predisposisi
Regangan rahim berlebihan karena kehamilan gemeli, polihidramniopn, atau anak yang terlalu besar.
Kelelahan karena persalinan lama
Kehamilan grande-multipara.
Ibu dengan keadaan umum yang jelek, anemis, atau menderita penyakit menahun.
Mioma uteri yang menggangu kontraksi rahim.
Infeksi intrauterine.
Ada riwayat pernah atonia uteri sebelumnya. Jika seorang wanita memiliki salah satu dari kondisi-kondisi beresiko ini,
maka penting bagi penolong untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya atonia uteri. Meskipun demikian, 20% atonia uteri dapat terjadi pada ibu tanpa faktor-faktor risiko ini, sehingga sangat penting bagi penolong untuk mempersiapkan diri dalam melakukan penatalaksanaan awal terhadap masalah yang mungkin terjadi selama proses persalinan. Etiologi 1. Disfungsi uterus : atonia uteri primer merupakan disfungsi intrinsik uterus.
2. Penatalaksanaan yang salah pd kala placenta, mencoba mempercepat kala III, dorongan dan pemijatan uterus mengganggu mekanism fisiologis pelepasan placenta
dan
dapat
menyebabkan
pemisahan
sebagian
placenta
yang
mengakibatkan perdarahan. 3. Anestesi yang dalam & lama menyebabkan terjadinya relaksasi miometrium yang berlebihan, kegagalan kontraksi dan retraksi menyebabkan atonia uteri dan perdarahan post partum. 4. Kerja uterus sangat kurang efektif selama kala persalinan yang kemungkinan besar akan diikuti oleh kontraindikasi serta retraksi miometrium jika dalam kala III. 5. Overdistensi uterus : uterus yang mengalami distensi secara berlebihan akibatnya keadaan bayi yang besar, kehamilan kembar, hidramion, cenderung mempunyai daya kontraksi yang jelek. 6. Kelemahan akibat partus lama : bukan hanya rahim yang lemah, cenderung berkontraksi lemah setelah melahirkan, tetapi juga ibu yang keletihan kurang bertahan terhadap kehilangan darah. 7. Multi paritas : uterus yang lemah banyak melahirkan anak cenderung bekerja tidak efisien dalam semua kala persalinan. 8. Mioma uteri : dapat menimbulkan perdarahan dengan mengganggu kontraksi dan retraksi mioma uteri. 9. Melahirkan dengan tindakan : keadaan ini mencakup prosedur operatik seperti forsep dan versi estraksi. Pencegahan
Melakukan secara rutin Manajemen Aktif Kala III pada semua wanita bersalin, karena hal ini dapat menurunkan insidensi perdarahan post partum akibat atonia uteri
Jika ada riwayat pernah atonia uerti sebelumnya, persalina harus berlangsung di rumah sakit
Dalam kala II uterus jangan di massase dan didorong sebelum plasenta lepas dari dindingnya
Pemberian misoprostol peroral 2-3 tablet (400-600mg) segera setelah bayi lahir
Mengantisipasi/ mengadakan penyuluhan kepada ibu-ibu yang paritasnya antara 1-3, yaitu dengan menganjurkan KB.
Edukasi pemberian tablet besi sewaktu ANC untuk mencegah anemia postpartum
Diagnosis Diagnosis ditegakan bila setelah bayi dan plasenta lahir ternyata pendarahan masih aktif dan banyak, bergumpal dan pada palpasi didapatkan fundus uteri masih setingi pusat atau lebih dengan konstraksi yang lembek. Perlu diperhatikan bahwa pada saat atonia uteri di diagnosis, maka pada saat itu juga masih ada darah sebanyak 500-100 cc yang sudah keluar dari pembulu darah, tetapi masih terperangkap di dalam uterus dan harus di perhatikan dalam kalkulasi pemberian darah pengganti. Penatalaksanaan Banyaknya darah yang hilang akan mempengaruhi keadaan umum pasien. Pasien bisa masih dalam keadaan sadar, sedikit anemnis, atau sampai syok berat, hipovolemik. Tindakan pertama yang harus dilakukan bergantung pada keadaan kliniknya . Perdarahan yang lebih dari 1000ml atau bahkan lebih dari 1500ml (2025% volume darah) akan menimbulkan gangguan vaskular hingga terjadinya syok hemoragik sehingga transfusi darah diperlukan.
Pada umumnya dilakukan secara simultan (bila pasien syok) hal-hal sebagai berikut:
Sikap trendelenbrug, memasang venous line, dan memberikan oksigen.
Sekaligus merangsang kontraksi uterus dengan cara:
1.
Masase fundus uteri dan merangsang puting susu
2.
Pemberian Uterotonika
Pemberian oksitosin dan turunan ergot melalui suntikan secara im, iv, atau sc.
Memberikan derivat prostaglandin F2α (carboprost tromethamine) yang kadang memberikan efek samping berupa diare, hipertensi, mual muntah, fibris, dan takikardi.
Pemberian misoprostol 800-100 mg per-rektal
3. Kompresi Bimanual Interna / Externa
4. Kompresi Aorta Abdominalis 5. Pemasangan Tampon (packing) kassa uterovaginal Pemberian tampon ( packing ) uterovagina dengan kassa gulung dapat merugikan
karena
memerlukan
waktu
untuk
pemasangannya,
dapat
menyebabkan perdarahan yang tersembunyi atau bila ada perembesan berarti banyak darah yang sudah terserab di tampon tersebut sebelumnya dan dapat menyebabkan infeksi. Tetapi dapat pula menguntungkan bila dengan tampon tersebut perdarahan bisa berhenti sehingga tidak diperlukan tindakan operatif atau tampon digunakan untuk menurunkan perdarahan sementara sambil menunggu penanganan operatif. Alternatif dari pemberian tampon selain dengan kassa, juga dipakai beberapa cara yaitu : dengan menggunakan Sengstaken-Blakemore tube, Rusch urologic hydrostatic balloon catheter ( Folley
catheter
)
atau
SOS
Bakri
tamponade
balloon
catheter.
Pada tahun 2003 Sayeba Akhter dkk mengajukan alternatif baru dengan pemasangan kondom yang diikatkan pada kateter. Dari penelitiannya disebutkan angka keberhasilannya 100% ( 23 berhasil dari 23 PPH ), kondom dilepas 24 – 48 jam kemudian dan tidak didapatkan komplikasi yang berat. Indikasi pemasangan kondom sebagai tampon tersebut adalah untuk PPH dengan penyebab Atonia Uteri. Cara ini kemudian disebut dengan Metode Sayeba. Metode ini digunakan sebagai alternatif penanganan HPP terutama sambil
menunggu
perbaikan
keadaan
umum,
atau
rujukan.
Cara pemasangan tampon kondom menurut Metode Sayeba adalah secara aseptik kondom yang telah diikatkan pada kateter dimasukkan kedalam cavum uteri. Kondom diisi dengan cairan garam fisiologis sebanyak 250-500 cc sesuai kebutuhan. Dilakukan observasi perdarahan dan pengisian kondom dihentikan ketika perdarahan sudah berkurang. Untuk menjaga kondom agar tetap di cavum uteri, dipasang tampon kasa gulung di vagina. Bila perdarahan berlanjut tampon kassa akan basah dan darah keluar dari introitus vagina. Kontraktilitas uterus dijaga dengan pemberian drip oksitosin paling tidak sampai dengan 6 jam kemudian. Diberikan antibiotika tripel, Amoksisilin, Metronidazol dan Gentamisin. Kondom kateter dilepas 24 – 48 jam kemudian, pada kasus dengan perdarahan berat kondom dapat dipertahankan lebih lama.
Bila semua tindakan itu gagal, maka dipersiapkan untuk dilakukan tindakan operatif laparatoni dengan pilihan bedah konservatif (mempertahankan uterus) atau melakukan histerektomi. Alteratifnya berupa: 1.
Ligasi arteria uterina atau arteria ovarica
2.
Operasi ransel B Lynch
3.
Histerektomi suprarvaginal
4.
Histerektomi total abdominal.
SYOK HEMORAGIK Etiologi —Syok hemoragik pada pasien obstetrik/ginekologik dapat terjadi karena perdarahan
akibat
abortus,
kehamilan
ektopik
terganggu,
cedera
pada
pembedahan, perdarahan antepartum, perdarahan postpartum atau koagulopati. 11 Klasifikasi 1. Syok ringan, terjadi kalau perdarahan kurang dari 20% volume darah. timbul, penurunan perfusi jaringan dan organ non vital. Tidak terjadi perubahan kesadaran, volume urin yang keluar normal atau sedikit berkurang, dan mungkin (tidak selalu terjadi asidosis metabolik). 2. Syok sedang, sudah terjadi penurunan perfusi pada organ yang tahan terhadap iskemia waktu singkat (hati, usus, dan ginjal). Sudah timbul oliguri (urin <0,5 ml/kg BB/Jam) dan asidosis metabolik, tetapi kesadaran masih baik 3. Syok berat, perfusi dalam jaringan otak dan jantung sudah tidak adekuat. mekanisme kompensasi vasokonstriksi pada organ lainnya sudah tidak dapat mempertahankan perfusi di dalam jaringan otak dan jantung. sudah terjadi anuria, penurunan kesadaran (delirium, stupor, koma) dan sudah ada gejala hipoksia jantung. 11 Patofisiologi Pada syok ringan terjadi penurunan perfusi darah tepi pada organ yang dapat bertahan lama terhadap iskemia (kulit, lemak, otot, dan tulang). pH arteri normal. Pada syok sedang terjadi penurunan perfusi sentral pada organ yang hanya tahan terhadap iskemia waktu singkat (hati, usus, dan ginjal) terjadi asidosis metabolik. Pada syok berat sudah terjadi penurunan perfusi pada jantung dan otak, asidosis metabolic berat, dan mungkin terjadi pula asidosis respiratorik. 11
Gejala Klinik 1. Syok ringan, takikardi minimal, hipotensi sedikit, vasokonstriksi darah tepi ringan, kulit dingin, pucat, basah. urin normal/ sedikit berkurang. keluhan merasa dingin 2. Syok sedang, takikardi 100-120 permenit, hipotensi dengan sistolik 90-100 mmHg, oliguri/ anuria. keluhan haus 3. Syok berat, takikardi lebih dari 120 permenit, hipotensi dengan sistolik <60 mmHg, pucat, anuri, agitasi, kesadaran menurun. 11 PROGNOSIS PERDARAHANPOST PARTUM Seperti dikatakan oleh Tadjuludin (1965) : “perdarahan postpartum masih merupakan ancaman yang tidak terduga ; walaupun dengan pengawasan dengan sebaik-baiknya, Perdarahan postpartum masih merupakan salah satu sebab kematian ibu yang penting”. Sebaliknya menurut pendapat para ahli kebidanan modern : “Perdarahan postpartum tidak perlu membawa kematian pada ibu bersalin”. Pendapat ini memang benar bila kesadaran masyarakat tentang hal ini sudah tinggi dan dalam klinik tersedia banyak darah dan cairan serta fasilitas lainnya. Dalam masyarakat kita masih besar anggapan, bahwa darahnya adalah merupakan hidupnya, karena itu mereka menolak menyumbangkan darahnya, walaupun untuk menolong jiwa isteri dan keluarganya. (Rustam mochtar, 1998) Pada perdarahan postpartum, Mochtar R. Dkk, (1969), melaporkan kematian ibu sebesar 7,9 % dan Wiknjosastro H. (1960) 1,8 – 4,5 %. Tingginya angka kematian ibu karena banyak penderita yang dikirim dari luar dengan keadaan umum yang sangat jelek dan anemis dimana tindakan apapun kadangkadang tidak menolong.
Menurut Sulaiman Sastrwinata (2005), wanita yang perdarahan pasca persalinan seharusnya tidak meninggal akibat perdarahannya, sekalipun untuk mengatasinya perlu dilakukan histerektomi 4,5,9,10
DAFTAR PUSTAKA 1. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Gilstrap III LC, Wenstrom KD. Uterine Leiomyomas. In : Williams Obstetrics. 22nd edition. Mc Graw-Hill. New York : 2005. 2. Sheris j. Out Look : Kesehatan ibu dan Bayi Baru Lahir. Edisi Khusus. PATH. Seattle : 2002. 3. Winkjosastro H, Hanada . Perdarahan Pasca Persalinan. Diakses tanggal 1 Desember
2013
dari
:
http://http://www.geocities.com/Yosemite/Rapids/1744/cklobpt12
.html
[update : 1 Februari 2005]. 4. Setiawan Y. Perawatan perdarahan post partum. Diakses tanggal 1 Desember 2013 http://http://www.Siaksoft.net [update : Januari 2008]. 5. USU.
Perdarahan
Post
Partum.
2010.
http://www.library.upnvj.ac.id/pdf/4s1kedokteran/207311090/BAB%20II. pdf Diakses tanggal 1 Desember 2013 6. Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya. Perdarahan Pasca Persalinan.. Diakses
tanggal
1
Desember
2013
dari
:
http://.www.Fkunsri.wordpress.com [update : Agustus 2008]. 7. Wiknjosastro H, Saifuddin AB, Rachimhadi T. Tindakan Operatif Dalam Kala Uri. Dalam : Ilmu Bedah Kebidanan. Edisi 3. Jakarta : YBP-SP. 2002. 8. WHO. Managing Complications in Pregnancy and Childbirth : Manual Removal. of Placenta. Diakses tanggal 1 Desember 2013
dari
:http://www.who.int/reproductivehealth/impac/Procedures/ Manual_removal_P77_P79.html. [update : 2003]. 9. Wiknjosastro H, Saifuddin AB, Rachimhadi T. Perdarahan Post Partum. Dalam : Ilmu Bedah Kebidanan. Edisi 3. Jakarta : YBP-SP. 2002. 10. Prawirohardjo S. Perdarahan Paca Persalinan. Dalam : Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta : YBP-SP. 2002.
11. Wiknjosastro H, Saifuddin AB, Rachimhadi T. Syok Hemoragika dan Syok Septik. Dalam : Ilmu Bedah Kebidanan. Edisi 3. Jakarta : YBP-SP. 2002.