Laporan Tutorial Kelompok 21 D Minggu 2 Blok 3.1.docx

  • Uploaded by: ayuwulandari
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Laporan Tutorial Kelompok 21 D Minggu 2 Blok 3.1.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 7,603
  • Pages: 37
LAPORAN TUTORIAL MINGGU 2 BLOK 3.1 SKENARIO 2 : Nyonya Ami yang tidak patuh

Fasilitator : dr. Eldi Sauma Oleh : Kelompok 21D

Kelsi Qoridisa

(1410311071)

Novi Syafrianti

(1410311092)

Miranda Mardhatillah Ridwan

(1410311103)

Ayu Wulandari Utami

(1410311114)

Annisa Dania Juliana

(1410312032)

Hifzil Husni

(1410312101)

Ledira Dara Ismi

(1410311057)

Muhamad Marzain

(1410311123)

Alvin Arif

(1410312009)

PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS 2016

MODUL 2 SKENARIO 2 : Nyonya Ami yang tidak patuh

Nyonya Ami berusia 45 tahun datang ke puskesmas dengan keluhan demam yang kadang-kadang disertai menggigil sejak dua hari yang lalu. Buang air kecil sering dan terasa sakit. Dua minggu yang lalu ia dirawat di Bagian Penyakit Dalam dengan diagnosis pielonefritis selama tujuh hari dan pulang dengan diberi resep obat. Namun obat tersebut tidak diminumnya. Dari pemeriksaan fisik, dokter mendapatkan suhu 39o C dan nyeri ketok costovertebral angle kanan. Pemeriksaan laboratorium urine menunjukan albumin positif, sedimen lekosit >50/LPB dan berkelompok, Hb 11,5 g/dl, dan lekosit 20.000 /mm3. Dokter

menerangkan

pada

Ny.

Ami

tentang

penyakitnya

dan

menganjurkan untuk kembali dirawat di Bagian Penyakit Dalam. Nyonya Ami menanyakan kepada dokter apakah penyakitnya ini berhubungan dengan keputihan yang dialaminya. Suami juga Ny.Ami pernah mengalami kencing nanah beberapa waktu yang lalu. Dari rekam medis yang lama didapatkan diagnosis Ny.Ami pielonefritis dekstra dengan hasil kultur E.coli >100.000/cc urine, yang sensitif dengan cefoperazon dan ciprofloxacin. Perawat mengambil sampel urine untuk dikultur, dan kemudian dokter memberikan cefoperazon. Pada hari ke-5 rawatan, keluar hasil kultur yaitu E. Coli >100.000/cc yang sensitif dengan cefoperazon, meropenem dan ciprofloxacin. Dokter menerangkan lagi secara panjang lebar tentang penyakit Ny.Ami dengan nasehat agar minum obat sesuai petunjuk dokter dan kontrol teratur. Bagaimana anda menjelaskan apa yang terjadi dengan Ny. Ami ?

Langkah 1: Klarifikasi terminologi asing (yang tidak dimengerti) 1. Pielonefritis :Radang pada ginjal (pelvis renalis) yang disebabkan karena infeksi bakteri 2. Costovertebral Angle :Sudut yang terbentuk oleh costae XII dan climna vertebralis 3. Cefoperazon :Antibiotik golongan sefalosporin generasi ke-3 untuk bakteri gram positif dan negatif 4. Ciprofloxacin :Antibiotik golongan fluoroquinolon generasi ke 2 dengan spektrum luas 5. Meropenem :Antibiotik spektrum luas goongan beta laktam

Langkah 2: Mengidentifikasi Masalah 1. Mengapa Ny. Ami 45 tahun datang ke puskesmas dengan keluhan demam dan kadang disertai menggigil sejak 2 hari yang lalu? 2. Bagaimana hubungan jenis kelamin dan umur dengan keluhan yang sekarang? 3. Mengapa Ny. Ami sering buang air kecil dan terasa sakit? 4. Bagaimana hubungan pielonefritis yang di derita Ny. Ami 2 minggu yang lalu dengan keluhannya yang sekarang? 5. Apa resep obat yang diberikan dokter kepada Ny. Ami untuk pielonefritisnya? 6. Bagaimana pengaruh obat yang tidak dikonsumsi Ny. Ami dahulu? 7. Bagaimana interpretasi hasil pemeriksaan fisik Ny. Ami? 8. Bagaimana interpretasi hasil pemeriksaan laboratorium Ny.Ami? 9. Mengapa Ny. Ami dianjurkan untuk kembali di rawat di bagian penyakit dalam? 10. Bagaimana hubungan keputihan Ny. Ami dengan kondisinya yang sekarang? 11. Bagaimana hubungan suami Ny. Ami yang kencing nanah dengan keluhan Ny.Ami tersebut? 12. Mengapa diberikan cefoperazon terhadap Ny. Ami? 13. Bagaimana interpretasi dari hasil kultur urin Ny,.Ami?

Langkah 3: Brainstorming 1. Mengapa Ny. Ami 45 tahun datang ke puskesmas dengan keluhan demam dan kadang disertai menggigil sejak 2 hari yang lalu? Demam dalah peningkatan temparatur tubuh diatas batas normal. Biasanya disebabkan

oleh

adanya

infeksi

bakteri

(mikroorganisme)

yang

akan

mengeluarkan zat pirogen eksogen dan akan menstimulasi sel darah putih dan akan mengeluarkan pirogen endogen, lalu akan mengeluarkan prostaglandin dan akan meningkatkan set point di hipotalamus (sistem termoregulator). Karena hal ini, tubuh menganggap suhu tubuh kita menurun,padahal tidak. Maka terjadilah peningkatan suhu tubuh. Menggigil adalah kontraksi otot tubuh yang terjadi secara simultan, dan ini terjadi untuk meningkatkan suhu tubuh. Demam menggigil yang di alami Ny. Ami harus di teliti lebih lanjut, karena banyak penyakit yang manifestasinya demam menggigil. 2. Bagaimana hubungan jenis kelamin dan umur dengan keluhan yang sekarang? Perempuan: 

sistem imunnya lebih rendah dibanding yang laki-laki, sehingga mudah terinfeksi



uretranya lebih pendek, sehingga infeksi mudah menjalar



uretranya juga berdekatan dengan anus dan vagina, sehingga bakteri dari anus atau vagina mudah menjalar ke uretra eksterna

Usia: 45 tahun, telah terjadi penuruna sistem imun usia dan jenis kelamin ditambah dengan Ny. Ami yang telah menikah mrupakan faktor resiko terjadinya infeksi saluran kemih 3. Mengapa Ny. Ami sering buang air kecil dan terasa sakit? Sering buang air kecil: 

Kondisi tertentu, ISK, batu ginjal, kehamilan (karena uterus akan menekan vesika urinaria), diabetes mellitus (poliuria), hipertensi (mengkonsumsi obat diuretik)



Hidrasi yang berlebih (banyak minum air)



Infeksi pada ginjal, sehingga merusak medula ginjal dan terjadi gangguan pemekatan urin,meningkatkan GFR, sering berkemih.

Sakit saat berkemih: 

Terjadi inflamasi, lumen uretra menyempit sehingga tekanan menyebabkan nyeri



Karena terdapat bakteri di sistem urinarius, sehingga terjadi pengeluaran bakteri dan mengakibatkan spasme, dan terasa nyeri

4. Bagaimana hubungan pielonefritis yang di derita Ny. Ami 2 minggu yang lalu dengan keluhannya yang sekarang? Karena terapi pielonefritis Ny. Ami gagal. Karena Ny. Ami tidak mengkonsumsi obatnya maka terjadilah keluhannya yang sekarang yaitu infeksi saluran kemih yang berulang. 5. Apa resep obat yang diberikan dokter kepada Ny. Ami untuk pielonefritisnya? 

Antibiotik spektrum

luas

(fluoroquinlon, sefalosporin, dan

golongan aminoglokosida lainnya), setelah urin dikultur kita gunakan antibiotik yang sesuai dengan jenis bakterinya. 

Anti piretik



Anti nyeri

6. Bagaimana pengaruh obat yang tidak dikonsumsi Ny. Ami dahulu? Pengaruhnya aalah infeksi yang dialami Ny. Ami tidak akan sembuh, dan bakteri yang menginfeksi akan terus berkembang.sehingga infeksi atau penyakit yang di alami Ny. Ami tersebut akan semakin parah. 7. Bagaimana interpretasi hasil pemeriksaan fisik Ny. Ami? Suhu 39 derajat celcius, terjadi peningkatan suhu tubuh, normalnya adalah 36,5 sampai 37,2 Nyeri

ketok

CVA

:

gangguan

pada

ginjal

seperti

pielonefritis,

glomerulonefritis akut, abses perineal. Nyeri ketok ini terjadi karena terjadi penumpukan agen agen imunologi pada ginjal, ginjal akan udem dan merapat ke daeah punggung, sehingga nyeri saat di ketok. 8. Bagaimana interpretasi hasil pemeriksaan laboratorium Ny.Ami? 

Albumin (+): gangguan fungsi ginjal, karena normalnya albumin sangat sedikit berada di urin (0-8 mg), karena albumin normalnya sudah di srap di ginjal.



Hb11,5 gr/dl, normalnya pada wanita adala 12 gr/dl. Hal ini terjadi

karena e coli mengambil zat besi 

Sedimen leukosit >50/LPB. Normalnya < 5/LPB terjadi piuria, terjadi infeksi



Leukosit 20.000/mm3, normalnya adalah 4000 – 11.000 /mm3, terjadi infeksi

9. Mengapa Ny. Ami dianjurkan untuk kembali di rawat di bagian penyakit dalam? 

Karena infeksi yang dialami Ny. Ami sudah semakin parah



Butuh penanganan yang segera seperti pemberian antibiotik secara parenteral



Untuk menghindari komplikasi yang mungkin terjadi, seperti gagal ginjal, sepsis bahkan multi organ failure.

10. Bagaimana hubungan keputihan Ny. Ami dengan kondisinya yang sekarang? Keputihan bisa terjadi karena higiene yang buruk atau memang terjadi infeksi. Atau keputihan tersebut adalah keputihan yang fisiologis yang disebabkan karena hormonal. 11. Bagaimana hubungan suami Ny. Ami yang kencing nanah dengan keluhan Ny.Ami tersebut? Kencing nanah yang dialami oleh suaminya bisa jadi salah satu faktor resiko yang bisa meyebabkan Ny. Ami terkena infeksi. 12. Mengapa diberikan cefoperazon terhadap Ny. Ami? Cefoperazon adalah antibiotik spektrum luas, yang mana dokter memberikan kepada Ny. Ami sebagai tatalaksana awal. 13. Bagaimana interpretasi dari hasil kultur urin Ny,.Ami? e. coli >100.000/cc telah terjadi infeksi e.coli pada ny. Ami, dan tidak terapat resistensi terhadap ciprofloxacin dan cefoperazon.

Langkah 4: Menyusun Skema

Demam Menggigil Infeksi saluran kemih

BAK sering dan sakit

Ny.Ami 45 tahun

Pemeriksaan fisik

CVAT

........

Pemeriksaan penunjang

Keputihan tahutahu n Rekam medis

Albumin (+) Leukositosis

Hb menurun Gangguan Parenkim ginjal

Pielonefritis

Obat tidak di minum

Rawat jalan

Suami Ny. Ami

Infeksi genitalia pria dan wanita

Tatalaksana ISK berulang

Kencing Nanah

Rawat inap

Kultur AB

Komplikasi

Langkah 5: Menentukan Learning Objectives Mahasiswa mampu menjelaskan 1. Infeksi saluran kemih pada pria dan wanita 2. Infeksi genitalia pada pria dan wanita

AB sesuai

Langkah 6: Belajar Mandiri I.

Infeksi saluran kemih pada pria dan wanita

`1. PIELONEFRITIS

Definisi Infeksi bakteri pada parenkim ginjal Etiologi -

Komunitas, 90% disebabkan oleh bakteri Eschericia coli. Infeksi biasanya berasal dari saluran kemih bawah lalu berasenden

-

Berbagai penyumbatan fisik aliran kemih seperti terdapatnya batu ginjal atau pembesaran oleh prostat dapat meningkatkan risiko terjadinya infeksi ginjal

-

Infeksi karena hematogen

-

Keadaan lain yang meningkatkan risiko terjadinya infeksi ginjal seperti a. Kehamilan b. DM c. Keadaan-keadaan

yang

menyebabkan

menurunnya

sistem

kekebalan tubuh untuk melawan infeksi Patofisiologi Bakteri naik ke ginjal dan pelvis ginjal melalui saluran kandung kemih dan uretra. Flora normal fekal seperti E.coli, Streptuococcus fecalis, Pseudomonas aeruginosa dan Staphilococcus adalah bakteri paling umum yang menyebabkan pielonefritis akut. Pada pielonefritis akut, inflamasi menyebabkan pembesaran ginjal yang tidak lazim. Korteks dan medulla mengembang dan multipel abses. Kalik dan pelvis ginjal juga akan berinvolusi. Resolusi dari inflamasi menghasilkan fibrosis dan scarring. Pielonefritis kronis muncul setelah periode berulang dari pielonefritis akut. Ginjal mengalami perubahan degeneratif dan menjadi kecil serta atrofi. Jika destruksi meluas, dapat berkembang menjadi gagal ginjal. Gejala klinis 

Secara tiba-tiba berupa demam, menggiggil, nyeri punggung bagian bawah lalu mual dan juga muntah.



Beberapa penderita juga mengalami gejala infeksi saluran kemih bagian

bawah, yaitu sering berkemih dan juga nyeri ketika berkemih. 

Dapat terjadi pembesaran salah satu atau kedua ginjal.



Jika terjadi kolik renalis, penderita akan mengalami nyeri yang hebat yang disebabkan oleh kejang ureter. Ada perbedaan gejala klini antara anak-anak dan orang tua,

Pada pielonefritis kronis, nyeri bersifat samar dan demam hilang timbul atau tidak ditemukan demam sama sekali. Pielonefrtis kronis hanya terjadi pada penderita yang memiliki kelainan utama, seperti penyumbatan saluran kemih, batu ginjal yang besar atau arus balik air kemih dari kandung kemih kedalam ureter. Diagnosa Ditegakkan berdasarkan gejala. Pemeriksaan yang dilakukan adalah urinalisis derta kultur urin. Pemeriksaan pencitraan untuk membantu menemukan adanya batu ginjal, kelainan struktural atau penyebab penyumbatan air kemih lainnya. Tatalaksana Tatalaksana esensial adalah penggunaan antibiotik untuk menceah progresifitas bakteri. Ab yang digunakan seperti golongan aminoglikosida, fluorokuinolon, dan penisillin, Diteruskan selama dua minggu. Serta terapi suportif lainnya, Komplikasi 

Nekrosis ginjal



Fionefrosis



Abses perinefrik

2. SISTITIS Definisi Sistitis adalah infeksi pada kandung kemih. Sistitis akut merupakan inflamasi akut pada mukosa buli-buli (vesica urinaria) yang kebanyakan disebabkan oleh infeksi bakteri. Infeksi kandung kemih umumnya terjadi pada wanita, terutama pada masa reproduktif. Beberapa wanita menderita infeksi kandung kemih secara berulang. Sistitis bakteri berulang sering ditemukan pada wanita diabetes, kehamilan atau anomaly congenital yang menyebabkan infeksi

sekunder. Pada pria sistitis biasanya sekunder terhadap infeksi prostat ataupun ginjal atau sekunder terhadap retensi urin sisa. Epidemologi Wanita lebih sering mngalami sistitis daripada pria dikarenakan uretra wanita lebih pendek dibandingkan dengan uretra pria. Selain itu juga getah pada cairan prostat pria mempunyai sifat bakterisidal sehingga relative tahan terhadap infeksi saluran kemih. Etiologi E.coli (organisme paling sering, pada 80–90% kasus), juga Klebsiella, Pseudomonas, grup B Streptococcus dan Proteus mirabilis. Jalur utama infeksi yang terjadi pada sistitis adalah ascending melalui periurethral/vaginal dan flora pada tinja. Mikroorganisme penyebab utama adalah E.coli, Enterococci, Proteus, dan Stafilokokus aureus yang masuk ke dalam buli-buli melalui uretra. Selain akibat infeksi, inflamasi pada buli-buli juga disebabkan oleh bahan kimia seperti deodorant, detergent, atau obat-obatan yang dimasukkan intravesika untuk terapi kanker buli-buli (siklofosfamid). Patogenesis Bakteri dari vagina bisa berpindah dari uretra ke kandung kemih. Wanita sering menderita infeksi kandung kemih setelah melakukan hubungan seksual, kemungkinan karena uretra mengalami cedera pada saat melakukan hubungan seksual. Kadang infeksi kandung kemih berulang pada wanita terjadi karena adanya hubungan abnormal antara kandung kemih dan vagina (fistula vesikovaginal). Infeksi kandung kemih jarang terjadi pada pria dan biasanya berawal sebagai infeksi uretra yang bergerak menuju prostat lalu ke kandung kemih. Selain itu, infeksi kandung kemih bisa terjadi akibat pemasangan kateter atau alat yang digunakan selama pembedahan. Penyebab tersering dari infeksi kandung kemih berulang pada pria adalah infeksi prostat karena bakteri yang bersifat menetap. Antibiotik dengan segera akan melenyapkan bakteri dari air kemih di dalam kandung kemih, tetapi antibiotik tidak dapat menembus prostat dengan baik sehingga tidak dapat meredakan infeksi di dalam prostat. Karena itu, jika pemakaian antibiotik dihentikan, maka bakteri yang berada di dalam prostat akan cenderung kembali menginfeksi kandung kemih. Hubungan

abnormal

antara

kandung

kemih

dan

usus

(fistula

vesikoenterik) kadang menyebabkan bakteri pembentuk gas masuk dan tumbuh di dalam kandung kemih. Infeksi ini bisa menyebabkan timbulnya gelembunggelembung udara di dalam air kemih (pneumaturia). Manifestasi Klinis 

Infeksi kandung kemih biasanya menyebabkan desakan untuk berkemih dan rasa terbakar atau nyeri selama berkemih. Nyeri biasanya dirasakan diatas tulang kemaluan dan sering juga dirasakan di punggung sebelah bawah.



Gejala lainnya adalah nokturia (sering berkemih di malam hari).



Air kemih tampak berawan dan mengandung darah.



Kadang infeksi kandung kemih tidak menimbulkan gejala dan diketahui pada saat pemeriksaan air kemih (urinalisis untuk alasan lain.)



Sistitis tanpa gejala terutama sering terjadi pada usia lanjut, yang bisa menderita inkontinensia uri sebagai akibatnya.

Pemeriksaan A.

Anamnesis 

Terdapat gejala frekuensi, karena buli-buli mengalami hipersensitif akibat reaksi inflamasi.



Rasa nyeri/ sakit pada daerah suprapubik akibat kontraksi buli-buli.



Terdapat riwayat hematuria akibat eritema pada mukosa buli-buli mudah berdarah.



Riwayat kebersihan alat kelamin yang tidak bersih.



Riwayat kencing yang berbau.



Jarang/ tidak ada terdapat gejala seperti pada infeksi saluran kemih bagian

atas

seperti

demam,

mual,

muntah,

badan lemas, dan

kondisi umum yang menurun. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik yang dilakukan meliputi pemeriksaan tentang keadaan umum pasien dan pemeriksaan urologi. Hal ini dilakukan karena sering kelainankelainan di bidang urologi memberikan manifestasi penyakit sistemik, atau kebalikannya. Tetapi khusus pada kasus ini kita menitik beratkan pemeriksaan System saluran kemih bagian bawah khususnya buli-buli, dikarenakan didukung oleh manifestasi klinis yang ada.

Pada pemeriksaan buli akan didapatkan : 

Adanya edema pada buli-buli



Nyeri di daerah suprapubik



Nyeri juga sering dirasakan di punggung sebelah bawah

B.

Pemeriksaan Penunjang  Urinalisis 

Makroskopik: urine berwarna keruh dan berbau



Mikroskopik: piuria, hematuria, dan bakteriuria

 Kultur Urine, dilakukan untuk mengetahui jenis kuman penyebab infeksi  Sistografi, dilakukan jika sistitis sering mengalami kekambuhan, sehingga perlu difikirkan adanya kelainan lain pada buli-buli seperti keganasan dan urolitiasis.  Rontgen, untuk menggambarkan ginjal, ureter dan kandung kemih  Sistouretrografi, untuk mengetahui adanya arus balik air kemih dari kandung kemih dan penyempitan uretra  Uretrogram retrograd, untuk mengetahui adanya penyempitan, divertikula atau fistula.  Sistoskopi, untuk melihat kandung kemih secara langsung dengan serat optik. Tata laksana dan Prognosis A. Tatalaksana Manajemen untuk sistitis akut adalah pemberian antibiotic oral jangka pendek. TMP-SMX, nitrofurantoin, dan fluoroquinolones memiliki keefektifan yang sangat baik terhadap kebanyakan patogen yang menyebabkan cystitis. TMPSMX dan nitrofurantoin memiliki harga yang murah sehingga dianjurkan untuk pengobatan sistitis uncomplicated. Pada orang dewasa dan anak-anak, durasi pemberian obat biasanya diberikan untuk 3-5 hari. Terapi jangka panjang pada sistitis tidak dianjurkan dan terapi dosis tunggal untuk perawatan Sistitis/ISK berulang tampaknya kurang efektif untuk dilakukan. Tetapi, fluoroquinolones dengan long half-lives (fleroxacin, pefloxacin, dan rufloxacin) mungkin cocok untuk terapi dosis tunggal. Angka resistensi bakteri penyebab sistitis terhadap penisilin dan aminopenicillins sangat tinggi sehingga tidak direkomendasikan

untuk pengobatan pengobatan. Selain antibiotic, kadang-kadang juga diperlukan obat-obatan golongan antikolinergik (propantheline bromide) untuk mencegah hiperiritabilitas buli-buli dan

fenazopiridin

hidroklorida

sebagi

antiseptic

pada

saluran

kemih.

Pembedahan dilakukan untuk mengatasi penyumbatan pada aliran kemih (uropati obstruktif) atau untuk memperbaiki kelainan struktur yang menyebabkan infeksi lebih mudah terjadi. Biasanya sebelum pembedahan diberikan antibiotik untuk mengurangi resiko penyebaran infeksi ke seluruh tubuh. B. Prognosis Prognosis pada kasus sistitis akut tergantung penanganan yang diberikan. Apabila penanganan yang diberikan cepat dan tepat maka akan mendapatkan prognosis yang baik, namun bila penanganannya salah dan buruk maka prognosisnya akan kurang baik. Komplikasi Pada umumnya sistitis yang merupakan tipe ISK uncomplicated yaitu nonobstruksi dan bukan terjadi pada wanita hamil merupakan penyakit ringan (self limited disease) dan tidak menyebabkan akibat lanjut jangka panjang. Akan tetapi apabila sistitis terjadi pada wanita hamil, akan menyebabkan berbagai komplikasi khususnya akan terjadi pada bayi yang dilahirkan seperti: 

Pielonefritis



Bayi premature



Anemia



Pregnany-induced hypertension



Retardasi mental



Pertumbuhan lambat



Cerebral palsy



Fetal death

3. URETRITIS GONORE Uretritis gonore adalah suatu penyakit menular seksual yang disebabkan oleh kuman neisseria gonorrhoeae. Penaganannya yang sulit menyebabkan penyakit ini tidak terbatas hanya pada suatu negara, tetapi sudah menjadi masalah dunia terutama pada negara berkembang atau sedang berkembang seperti Asia Selatan dan Tenggara, Sub Sahara Afrika dan Amerika Latin. WHO

memperkirakan bahwa tidak kurang dari 25 juta kasus baru ditemukan setiap tahun di seluruh dunia. Di Amerika Serikat diperkirakan dijumpai 600.000 kasus baru setiap tahunnya. Hal ini disebabkan banyak faktor penunjang yang dapat mempermudah dalam hal penyebarannya menyangkut : kemajuan sarana transportasi, pengaruh geografi, pengaruh lingkungan, kurangnya fasilitas pengobatan, kesalahan diagnosis, perubahan pola hidup, dan tak kalah penting ialah penyalahgunaan obat. Kesemuanya ini dapat terjadi terutama karena latar belakang kurangnya pengetahuan mengenai seluk beluk dari infeksi menular seksual. Infeksi gonore dapat juga didapat dari setiap kontak seksual, pharyngeal dan anal gonorrheae tidak biasa. Gejala pharyngeal gonorrheae biasanya berupa nyeri tenggorokan, anal gonorrheae dapat dirasakan lebih nyeri disertai sekret yang bernanah. Angka tertinggi pada wanita dari semua ras adalah kelompok usia 15 sampai 19 tahun. Prevalensi gonore selama kehamilan bervariasi, tetapi dapat mencapai 7% dan mencerminkan status resiko populasi. Faktor resiko antara lain adalah lajang, remaja, kemiskinan, terbukti menyalahgunakan obat, prostitusi, penyakit menular seksual lain dan tidak adanya perawatan prenatal. Dengan bertambah banyaknya ragam antibiotik yang berhasil disintesis akhir-akhir ini memperkuat dugaan sebelumnya bahwa uretritis gonore akan dapat terberantas secara tuntas. Kenyataannya hal seperti ini tidak seluruhnya benar. Tidak jarang penderita uretritis gonore tidak kunjung sembuh meskipun telah minum sendiri antibiotik yang mahal sekalipun. Penderita lain dengan sakit yang sama berobat ke dokter, kemudian sembuh. Berdasarkan pengalaman tersebut, setiap kali sakit setelah hubungan seksual, pasien selalu minum obat yang sama tanpa memeriksakan diri ke dokter lebih dahulu. Kasus seperti ini sering terjadi dalam praktek sehari-hari. Epidemiologi Gonore terdapat dimana-mana di seluruh dunia dan merupakan penyakit kelamin yang terbanyak dewasa ini. Tidak ada imunitas bawaan maupun setelah menderita penyakit. Juga tidak ada perbedaan mengenai kekebalan antara berbagai suku bangsa atau jenis kelamin atau umur. Diperkirakan setiap tahun tidak kurang dari 25 juta kasus baru ditemukan di dunia. Beberapa strain kuman gonokok yang resisten terhadap penisilin,

quinolone dan antibiotik lainnya telah ditemukan beberapa tahun yang lalu dan membawa persoalan dalam pengobatan, telah tersebar di beberapa negara. Klasifikasi Famili Neisseriaceae meliputi spesies Neisseria dan Moxarella catarralis seperti acinetobacter dan kingella serta spesies moxarella lainnya. Neisseria adalah cocci gram negatif yang biasanya berpasangan. Neisseria gonorrhoeae (gonococci) dan Neisseria meningitidis (meningococci) adalah patogen pada manusia dan biasanya ditemukan bergabung atau di dalam sel polimorfonuklear. Beberapa

neisseriae

berhabitat

di

saluran

pernafasan

manusia,

jarang

menimbulkan penyakit dan terjadi ekstraselular. Gonococci dan meningococci saling berhubungan erat, dengan 70% DNA homolog, dan dapat dibedakan melalui beberapa tes laboratorium dengan cirri-ciri spesifik: meningococci memiliki kapsul polisakarida sedangkan gonococci tidak, dan meningococci jarang memiliki plasmid dimana kebanyakan gonococci memilikinya. Yang paling penting, kedua spesies tersebut dapat dibedakan dengan presentasi klinis dari penyakit yang disebabkannya : meningococci biasanya ditemukan pada saluran pernafasan atas dan menyebabkan meningitis, sementara gonococci menyebabkan infeksi alat kelamin. Spektrum klinis dari penyakit disebabkan oleh kelebihan gonococci dan meningococci. ETIOLOGI Morfologi Neiserria gonorrhoeae merupakan kuman kokus gram negatif, berukuran 0,6 sampai 1,5 μm, berbentuk diplokokus seperti biji kopi dengan sisi yang datar berhadap-hadapan. Kuman ini tidak motil dan tidak membentuk spora. Neisseria gonorrheae dapat dibiakkan dalam media Thayer Martin dengan suhu optimal 3537ºC, pH 6,5-7,5, dengan kadar C02 5%. Gonococci hanya memfermentasi glukosa dan berbeda secara antigen dari Neisseriae lain. Gonococci biasanya menghasilkan koloni yang lebih kecil dibandingkan Neisseriae lainnya. Gonococci yang membutuhkan arginin, hipoxantin dan urasil ( auksotipe Arg¯, Hyx+, Ura+ ) cenderung tumbuh dengan sangat lambat pada kultur primernya. Gonococci diisolasi dari specimen klinis atau dipertahankan oleh subkultur nonselektif yang memiliki ciri koloni kecil yang mengandung bakteri yang berpili. Pada subkultur nonselektif, koloni yang lebih besar yang

mengandung gonococci nonpili juga terbentuk Varian yang pekat dan transparan pada kedua bentuk koloni ( besar dan kecil ) juga terbentuk, koloni yang pekat berhubungan dengan keberadaan protein yang berada di permukaan, yang disebut Opa. Kellog membedakan Neisseria gonorrhoea berdasarkan pertumbuhan koloninya pada media agar, yaitu : -

T1 bentuk koloninya kecil, cembung dan lebih terang

-

T2 bentuk koloninya kecil, lebih gelap, tapi lebih terang

-

T3 bentuk koloninya besar, datar dan lebih gelap

-

T4 sama dengan T3 tetapi lebih terang Koloni yang kecil karena mempunyai pili diberi tanda p+, sedangkan koloni

besar diberi tanda p¯. Makin kecil N.gonorrheae makin tinggi virulensinya, karena sel bakteri ini memiliki pili yang memudahkan perlekatannya dengan dinding sel selaput lendir. Patogenesis Gonococci menampakkan beberapa tipe morfologi dari koloninya, tetapi hanya bakteri berpili yang tampak virulen. Gonococci yang berbentuk koloni yang pekat ( opaque ) saja yang diisolasi dari manusia dengan gejala uretritis dan dari kultur uterine cervical pada siklus pertengahan. Gonococci yang koloninya berbentuk transparan diisolasi dari manusia dari infeksi uretral yang tidak bergejala, dari menstruasi dan dari bentuk invasif dari gonorrhea, termasuk salpingitis dan infeksi diseminasi. Pada wanita, tipe koloni terbentuk dari sebuah strain gonococcus yang berubah selama siklus menstruasi. Gonococci yang diisolasi dari pasien membentuk koloni-koloni yang pekat atau transparan, tetapi mereka umumnya memiliki 1-3 Opa protein pada saat tumbuh di kultur primer yang sedang diuji. Gonococci dengan koloni transparan dan tanpa Opa protein hampir tidak pernah ditemukan secara klinis tetapi dapat dispesifikasi melalui penelitian di laboratorium. Gonococci menyerang membran selaput lendir dari saluran genitourinaria, mata, rectum dan tenggorokan, menghasilkan nanah yang akut yang mengarah ke invaginasi jaringan, hal yang diikuti dengan inflamasi kronis dan fibrosis. Pada pria, biasanya terjadi peradangan uretra ( uretritis ), nanah berwarna kuning dan kental, disertai rasa sakit ketika kencing.

Gambaran Klinis 

Pada laki-laki Sekali kontak dengan wanita yang terinfeksi, 25% akan terkena uretritis

gonore dan 85% berupa uretritis yang akut. Setelah masa tunas yang berlangsung antara 2-10 hari, penderita mengeluh nyeri dan panas pada waktu kencing yang kemudian diikuti keluarnya nanah kental berwarna kuning kehijauan. Pada keadaan ini umumnya penderita tetap merasa sehat, hanya kadang-kadang dapat diikuti gejala konstitusi ringan. Sebanyak 10% pada lakilaki dapat memberikan gejala yang sangat ringan atau tanpa gejala klinis sama sekali pada saat diagnosis, tetapi hal ini sebenarnya merupakan stadium presimtomatik dari gonore, oleh karena waktu inkubasi pada laki-laki bisa lebih panjang ( 1-47 hari dengan rata-rata 8,3 hari ) dari laporan sebelumnya. Bila keadaan ini tidak segera diobati, maka dalam beberapa hari sampai beberapa

minggu

maka

sering

menimbulkan

komplikasi

lokal

berupa

epididymitis, seminal vesiculitis dan prostatitis, yang didahului oleh gejala klinis yang lebih berat yaitu sakit waktu kencing, frekuensi kencing meningkat, dan keluarnya tetes darah pada akhir kencing. 

Pada wanita Pada wanita gejala uretritis ringan atau bahkan tidak ada, karena uretra

pada wanita selain pendek, juga kontak pertama pada cervix sehingga gejala yang menonjol berupa cervicitis dengan keluhan berupa keputihan. Karena gejala keputihan biasanya ringan, seringkali disamarkan dengan penyebab keputihan fisiologis lain, sehingga tidak merangsang penderita untuk berobat. Dengan demikian wanita seringkali menjadi carrier dan akan menjadi sumber penularan yang tersembunyi. Pada kasus-kasus yang simtomatis dengan keluhan keputihan harus dibedakan dengan penyebab keputihan yang lain seperti trichomoniasis, vaginosis, candidiasis maupun uretritis non gonore yang lain. Pada wanita, infeksi primer tejadi di endocerviks dan menyebar kearah uretra dan vagina, meningkatkan sekresi cairan yang mukopurulen. Ini dapat berkembang ke tuba uterine, menyebabkan salpingitis, fibrosis dan obliterasi tuba. Ketidak suburan ( infertilitas ) terjadi pada 20% wanita dengan salpingitis karena gonococci. 

Pada bayi

Ophtalmia neonatorum yang disebabkan oleh gonococci, yaitu suatu infeksi mata pada bayi yang baru lahir yang didapat selama bayi berada dalam saluran lahir yang terinfeksi. Conjungtivitis inisial dengan cepat dapat terjadi dan bila tidak diobati dapat menimbulkan kebutaan. Untuk mencegah ophtalmia neonatorum ini, pemberian tetracycline atau erythromycin ke dalam kantung conjungtiva dari bayi yang baru lahir banyak dilakukan. Diagnosis Bila fasilitas pengobatan, tenaga medis dan laboratorium tersedia, maka untuk diagnosa uretritis tidak cukup hanya dengan pemeriksaan klinis, tetapi harus diikuti pemeriksaan bakteriologis. Di sini pemeriksaan bakteriologis meliputi pemeriksaan dengan hapusan dan biakan untuk identifikasi dan tes kepekaan antibiotik. Dengan cara pengecatan gram dari hapusan ini nilainya cukup tinggi karena kemungkinan kuman gonokok ditemukan cukup tinggi. Pada wanita selain pemeriksaan dengan gram, harus diikuti dengan biakan oleh karena dengan hanya kemungkinan ditemukan kuman gonokok lebih kecil di samping kemungkinan keliru dengan flora lain dari vagina. Beberapa macam pemeriksaan laboratorium untuk deteksi Neisseria gonorrheae ; 1. Pemeriksaan langsung dengan pewarnaan gram Tampak kuman kokus berpasang-pasangan terletak di dalam dan di luar sel darah putih ( polimorfonuklear ). Pemeriksaan ini berguna terutama pada kasus gonore yang bersifat simtomatis. 2. Pembiakan dengan pembenihan Thayer Martin Akan tampak koloni berwarna putih keabuan, mengkilap dan cembung. Pembiakan dengan media kultur ini sangat perlu terutama pada kasuskasus yang bersifat asimtomatis. 3. Enzyme immunoassay Merupakan cara deteksi antigen gonokokus dari sekret genital, namun sensitivitasnya masih lebih rendah dari metode kultur. 4. Polimerase Chain Reaction (PCR) Identifikasi gonokokus dengan PCR saat ini telah banyak 5. digunakan di beberapa negara maju, dengan banyak sensitivitas dan spesifitas yang tinggi, bahkan dapat digunakan dari sampel urine.

Uji Laboratorium Diagnostik A. Spesimen Nanah dan sekresi diambil dari uretra, cervix, rectum, conjunctiva, tenggorokan, atau cairan sinovial untuk dibuat kultur dan hapusan. Kultur darah diperlukan pada penyakit sistemik, tetapi sistem kultur spesial sangat membantu, karena gonococci sensitif terhadap polyaetanol sulfonate pada media kultur darah standar. B. Smear Smear dari uretra atau eksudat dari endocervix yang diberi pewarnaan gram akan menampakkan banyak diplokokus di dalam sel nanahnya. Kultur dari eksudat uretral pria tidak diperlukan lagi bila hasil pewarnaannya positif, namun kultur harus dilakukan bila eksudat uretralnya berasal dari wanita. C. Kultur Sesaat setelah pengumpulan nanah atau selaput lendir, dipindahkan ke dalam media selektif yang telah diperkaya dan diinkubasi pada atmosfir yang mengandung 5% CO2 pada suhu 37ºC. D. Serologi Serum dan cairan genital yang mengandung antibody IgG dan IgA bekerja melawan pili gonococci, membran protein paling luar dan LPS. Beberapa IgM dari serum manusia bersifat bakterisidal terhadap gonococci pada percobaan in vitro. Komplikasi Penyulit uretritis bisa terjadi apabila tidak secepatnya mendapat pengobatan atau telah mendapatkan yang kurang adekuat. Penyulit yang terjadi dapat bersifat lokal, ekstra genital dan disseminated. Pengobatan Pada dasarnya pengobatan uretritis baru diberikan setelah diagnosa ditegakkan. Fasilitas untuk menegakkan diagnosis penyebab uretritis secara pasti pada suatu daerah kadang-kadang belum tersedia, sehingga diagnosis dengan mengandalkan tanda -tanda klinis atau dengan pendekatan sindrom masih dipandang sangat efektif. Obat-obat yang digunakan sebagai terapi uretritis tergantung beberapa faktor : -

Pola resistensi menurut area geografi maupun sub populasi

-

Obat-obatan yang tersedia

-

Efektivitas yang dikaitkan dengan harga obat

-

Bila kemungkinan ada concomitant

Terapi uretritis gonore tanpa komplikasi : - Golongan Cephalosporin : Cefixime 400 mg per oral -Ceftriaxone 250 mg im - Golongan Quinolone

:

Ofloxacin 400 mg per oral Ciprofloxacin 500 mg per oral - Spectinomycin

: 2 Gram im

- Kanamycin

: 2 Gram im

Semua diberikan dalam dosis tunggal Untuk Ciprofloxacin CDC menganjurkan untuk tidak diberikan pada area geografi tertentu karena sudah resisten seperti Inggris, Wales, Kanada sedangkan Asia, Kepulauan Pasifik, California dilaporkan masih peka dan sensitif. Edukasi Penjelasan pada pasien dengan baik dan benar sangat berpengaruh pada keberhasilan pengobatan dan pencegahan karena gonore dapat menular kembali dan dapat terjadi komplikasi apabila tidak diobati secara tuntas. Tidak ada cara pencegahan terbaik kecuali menghindari kontak seksual dengan pasangan yang beresiko. Penggunaan kondom masih dianggap yang terbaik. Pendidikan moral, agama dan seks perlu diperhatikan II.

Infeksi genitalia pada pria dan wanita

a. wanita 1. VULVOVAGINITIS PRIMARY VAGINITIS •

During childhood: Vulvovaginitis of children



During the reproductive period: – Trichomonas infection – Monilia infection – Bacterial vaginosis – Puerperal infection

– Others; Gonococcal, T.B. syphilis, bilharziasis •

Post menopausal: Senile vaginitis

SECONDARY VAGINITIS •

Spread from – Urinary conditions: Vesico-vaginal fistula – Rectal conditions: Recto-vaginal fistula and complete perineal tear



Mechanical irritation (pessary or tampon)



Chemical irritation (drugs and douches)

BACTERIAL VAGINOSIS (Non-specific Vaginitis, Gardnerella Vaginitis) •

Incidence: – The most common cause of vaginitis – 12-25% – 32-64% of women in clinics for STDs.



Organism: – Alternation of normal flora; decrease lactobacilli and increase Gardnerella and anaerobes.



Mode of infection: – Sexual transmission

Clinical Picture: •

Symptoms: – 50% may be asymptomatic – Discharge: thin excessive greyish frothy malodorous – Pruritis



Signs: – Characteristic discharge and vulvovaginitis

Treatment: A) Intravaginal preparations; Clindamycin cream 2% at bed time for 7 days Metronidazole once daily for 5 days B) Oral regimens: Metronidazole as a single 2 gm dose Clindamycin 300 mg twice daily for 7 days C) Sexual partner should be treated if infection is recurrent

D) During pregnancy; Clindamycin may be used throughout pregnancy Metronidazole may be used after the first trimester Trichomonas Vaginitis •

the 3rd most common cause for vaginitis



Organism: Trichomonas vaginalis, – ovoid, motile, flagellated protozoon, – 4 anterior flagellae and an axostyle, – 20mm in length and 10mm in width – flourishes in weak acid medium pH 5.5-6.5.



Sites of infection: – Vagina, urethra, Skene’s tubules, bladder and cervix



Mode of infection: – Sexual intercourse – Contaminated towels and instruments



Clinical picture: Incubation period 3-28 days – Symptoms: •

Often manifests after menstruation; vaginal pH is raised



Profuse yellowish, frothy malodorous vaginal discharge



Pruritis vulvae



Vaginal soreness



Dysparunia and dysuria

– Signs: •

Vulvitis (redness, hotness, oedema)



Vagina: red, oedematous, tender with punctate haemorrhage (strawberry vagina)



Cervix: Strawberry like, sometimes eccentric erosion



The characteristic discharge (forthy, yellowish, maloderous…….. etc)



Investigations: – Fresh smear: Shows the organism and leucocytes – Stained film: Giemsa stain – Culture on Finberg-Whittington media



Treatment: – Metronidazole tablets (Flagyl): •

500 mg/12 h for 10 days OR



2 gm single dose

– Protozole and Tinedazole: •

2 gm single dose

– Clotrimazole, vaginal pessaries used during pregnancy and lactation in stead of metronidazole. – The husband should be treated at the same time Monilia Vaginitis (Candidiasis) •

Organism: – Candida albicans causes 90% of cases. – C. tropicalis and C. glabrata cause 10% of cases. – Flourishes in acidic media.



Incidence: – The second most common cause of vaginitis.



Mode of infections: – May be present in the vagina and flourish •

with predisposing factors  vaginal acidity



or suppression of other vaginal flora.

– Sexual intercourse. Predisposing factors: •

Antibiotics →  the lactobacilli that  Candida growth



Oral contraceptives → glycogen



Pregnancy high oestrogen level → glycogen



Steroids and immunosuppressives lower immunity



Male partner infection



Diabetes → glycogen deposition and low immunity



Lack of proper hygiene



Symptoms: •

Discharge: thick, scanty, white, curd-like, adherent



Burning sensation in the vaginal



Itching and scratching sensation on the vulva.

• •

Dyspareunia and dysuria

Signs: •

Vulvitis: redness, oedema, itching marks



Vaginitis: red, tender vaginal, with adherent plaques



Characteristic discharge

Treatment: – Vaginal Antifungal preparations •

Vaginal suppositories or intravaginal creams with special applicator available as either a single dose, a 3-day course, or a 7-day course



Agents include clotrimazole, miconazole, and tioconazole preparations

– Oral antifungal treatment •

Fluconazole; Single oral dose 150 mg, for treatment of uncomplicated cases



Ketoconazole; 200 mg twice a day for 5 days, for recurrent cases. Treatment can be repeated on special schedules along a period of 3 -6 months, for chronic cases.

2. KANDIDIASIS VAGINA Vaginal

Candidiasismerupakan

infeksi

pada

vagina

dikarenakan

pertumbuhan yang tidak terkendali dari Candida sp. terutama Candida albicans. Candidiasissendiri merupakan penyebab keputihan (vaginal discharge) yang paling sering sebesar 40% dan cairan yang keluar biasanya kental, putih seperti susu, bau dan disertai rasa gatal yang hebat pada kemaluan. Vaginal Candidiasisbanyak terjadi pada wanitausia reproduktif (15 – 44 tahun) sekitar 70 - 75% wanita pernah terinfeksi vaginal candidiasis sekali dalam hidupnya, sekitar 50% wanita dewasa terkena infeksi untuk yang kedua kalinya, dan dilaporkan sekitar 5 - 8% wanita terkena 4 atau lebih episode atau infeksi berulang. Candida merupakan flora normal yang berada pada epithelium vagina, yang bersama dengan koloni lactobacilli menjaga derajat keasaman pH pada vagina tetap pada range3,8 – 4,4. Satu faktor yang sangat berperan dalam perkembangan

Candida sehingga menyebabkan infeksi (vaginal candidiasis)

adalah pH. Ketika pH pada vagina lebih alkaline, maka mikroba yang sebenarnya

merupakan flora normal dapat tumbuh dengan cepat dan menyebabkan suatu masalah. Terdapat faktor predisposisi baik endogen maupun eksogen yang menyebabkan vaginal alkalinitysehingga munculnya vaginal candidiasis. Faktor endogen berupa perubahan fisiologik kadar hormonal seperti pada kehamilan, kegemukan, endokrinopati, dan penyakit kronik, usia dan imunologik. Sedangkan faktor eksogen adalah iklm, penggunaan antibiotik, kontak dengan pasien, dan personal hygiene. Angka kejadian infeksi tertinggi sekitar 75% adalah pada pasien yang menggunakan vaginal douches dan kebersihan dirinya kurang, 71% pada penggunaan antibiotik peroral, 71% pasienyang mempunyai riwayat diabetes mellitus, dan 63 % pasien yang mempunyai riwayat vaginal discharge. Penyebab candidiosisvagina setidaknya ada dua komponen, yaitu kedatangan fungi pada vagina dan perubahan kondisi biokimia dan imun vagina yang memungkinkan fungi tumbuh pesat dan menimbulkan gejala. Sekitar 25 - 30% wanita usia reproduktif memiliki jamur pada vaginanya. Candida tidak hanya melekat pada sel epitel vagina, namun juga mengadakan penetrasi ke dalam mukosa. Enzim proteinase aspartil membantu Candidapada tahap awal invasi jaringan untuk menembus lapisan mukokutan yang berkeratin sehingga terja-dilah kandidiasis pada vagina. Faktor eksogen merupakan penyebab insidensi tertinggi dalam terjadinya vaginal discharge, umumnya adalah kebersihan diri (personal hygiene) yang kurang baik dan penggunaan vaginal douchessehingga menyebabkan perubahan keasaaman pada vagina. Personal hygienedisini merupakan upaya menjaga kebersihan tubuh terutamamenjaga daerah kewanitaan (feminine hygiene). Personal hygiene adalah suatu tindakan untuk memelihara kebersihan dan kesehatan seseorang untuk kesejahteraanfisik dan psikis, kurang perawatan diri adalah kondisi dimana seseorang tidak mampu melakukan perawatan kebersihan untuk dirinya. Melihat hal itu personal hygiene diartikan sebagai hygiene perseorangan yang mencakup semua aktivitas yang bertujuan untuk mencapai kebersihan tubuh, meliputi membasuh, mandi, merawat rambut, kuku, gigi, gusi dan membersihkan daerah genital. Menjaga kebersihan alat genital wanita merupakan feminine hygiene, dan hal tersebut sangat penting, agar tidak terjadi infeksi pada daerah kewanitaan.

3. CERVICITIS Acute Cervicitis •

Treatment: – Antibiotics , according to organism (broad spectrum)



Complications: – Commonly turns chronic infection due to the racemose nature of the cervical glands – Secondary vaginitis – Spread to: •

upper genital tract



parametrium



urinary tract

Chronic Cervicitis CLINICAL PICTURE: •

Symptoms – Mucopurulent discharge – Congestive dysmenorrhea and menorrhagia (pelvic congestion) – Backache (spread of infection along the uterosacral ligament) – Contact bleeding (cervical erosion) – Dyspareunia (parametritis) – Infertility (hostile cervical discharge) – Frequency of micturition (cystitis) – Manifestations of septic focus



Investigations: – Exclusion of malignancy – Culture and sensitivity of the discharge.



Treatment: – Oral or vaginal Antibiotics – Cervical Cauterization – Trachelorraphy: to treat cervical tears – Conization in suspicious lesions

4. SALPINGITIS Etiology of salpingitis In nine out of 10 cases of salpingitis, bacteria are the cause. Some of the

most common bacteria responsible for salpingitis include: • chlamydia • gonococcus (which causes gonorrhoea) • mycoplasma • staphylococcus • streptococcus. Risk Factor The bacteria must gain access to the woman's reproductive system for infection to take place. The bacteria can be introduced in a number of ways, including: • sexual intercourse • insertion of an IUD (intra-uterine device) • miscarriage • abortion • childbirth • appendicitis. Patofisiology  Acute salpingitis, the fallopian tubes become red and swollen, and secrete extra fluid so that the inner walls of the tubes often stick together. The tubes may also stick to nearby structures such as the intestines. Sometimes, a fallopian tube may fill and bloat with pus. In rare cases, the tube ruptures and causes a dangerousinfection of the abdominal cavity (peritonitis).  Chronic salpingitis usually follows an acute attack.The infection is milder, longer lasting and may not produce many noticeable symptoms.

Diagnosis of salpingitis

In milder cases, salpingitis may have no symptoms. This means the fallopian tubes may become damaged without the woman even realising she has an infection. The symptoms of salpingitis may include: • abnormal vaginal discharge, such as unusual colour or smell • spotting between periods • dysmenorrhoea (painful periods) • pain during ovulation • uncomfortable or painful sexual intercourse • fever • abdominal pain on both sides • lower back pain • frequent urination • nausea and vomiting • the symptoms usually appear after the menstrual period. Examination: • General examination - to check for localised tenderness and enlarged lymph glands • Pelvic examination - to check for tenderness and discharge • Blood tests - to check the white blood cell count and other factors that indicate infection • Mucus swab - a smear is taken to be cultured and examined in a laboratory so that the type of bacteria can be identified • Laparoscopy - in some cases, the fallopian tubes may need to be viewed by a slender instrument inserted through abdominal incisions. Treatment: • Antibiotics: cefoxitin, cephalosporin, doxycycline, clindamycin - to kill the infection, which is successful in around 85 per cent of cases • Hospitalisation - including intravenous administration of antibiotics • Surgery - if the condition resists drug treatment. Ceftriaxone

Complication: Without treatment, salpingitis can cause a range of complications, including: • Further infection - the infection may spread to nearby structures, such as the ovaries or uterus. • Infection of sex partners - the woman's partner or partners may contract the bacteria and become infected too. • Tubo-ovarian abscess - about 15 per cent of women with salpingitis develop an abscess, which requires hospitalisation. • Ectopic pregnancy - a blocked fallopian tube prevents the fertilised egg from entering the uterus. The embryo then starts growing inside the confined space of the fallopian tube. The risk of ectopic pregnancy for a woman with prior salpingitis or other form of pelvic inflammatory disease (PID) is around one in 20. • Infertility - the fallopian tube may become deformed or scarred to such an extent that the egg and sperm are unable to meet. After one bout of salpingitis or other PID, a woman's risk of infertility is about 15 per cent. This rises to 50 per cent after three bouts. b. Pria 1. EPIDIDIMITIS Definisi Epididimitis adalah peradangan pada epididimis. Epididimis adalah sebuah struktur yang terletak di atas dan di sekeliling testis (buah zakar). Fungsinya adalah sebagai pengangkut, tempat penyimpanan dan tempat pematangan sel sperma yang berasal dari testis. Epididimis akut bisanya lebih berat daripada epididimis kronis. Epididimis kronis berlangsung selama lebih dari 6 minggu. Etiologi Epididimitis biasanya disebabkan oleh bakteri yang berhubungan dengan: -Infeksi saluran kemih -Penyakit menular seksual (misalnya klamidia dan gonore) -Prostatitis (infeksi prostat). -Epididimitis juga bisa merupakan komplikasi dari: -Pemasangan kateter

-Prostatektomi (pengangkatan prostat). -Resiko yang lebih besar ditemukan pada pria yang berganti-ganti pasangan seksual dan tidak menggunakan kondom. Manifestasi Klinis Gejalanya berupa nyeri dan pembengkakan skrotum (kantung zakar), yang sifatnya bisa ringan atau berat. Peradangan yang sangat hebat bisa menyebabkan penderita tidak dapat berjalan karena sangat nyeri. Infeksi juga bisa menjadi sangat berat dan menyebar ke testis yang berdekatan. Infeksi hebat bisa menyebabkan demam dan kadang pembentukan abses (pernanahan). Gejala lainnya yang mungkin ditemukan adalah: - Benjolan di testis - Pembengkakan testis pada sisi epididimis yang terkena - Pembengkakan selangkangan pada sisi yang terkena - Nyeri testis ketika buang air besar - Demam - Keluar nanah dari uretra (lubang di ujung penis) - Nyeri ketika berkemih - Nyeri ketika berhubungan seksual atau ejakulasi - Darah di dalam semen - Nyeri selangkangan. Diagnosis Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik. Testis pada sisi yang terkena kadang membengkak. Nyeri tekan biasanya terbatas pada daerah tertentu (tempat melekatnya epididimis). Bisa ditemukan adanya pembesaran kelenjar getah bening di selangkangan. Pemeriksaan lainnya yang biasa dilakukan: •

Analisa dan pembiakan air kemih



Tes penyaringan untuk klamidia dan gonore



Pemeriksaan darah lengkap



Pemeriksaan kimia darah.

Pengobatan Untuk mengatasi infeksi, diberikan antibiotik. Selain itu juga diberikan obat pereda nyeri dan anti peradangan. Penderita sebaiknya menjalani tirah baring dengan skrotum diangkat dan dikormpres dingin.

Pencegahan Pada saat menjalani pembedahan, seringkali diberikan antibiotik profilaktik (sebagai tindakan pencegahan) kepada orang-orang yang memiliki resiko menderita epididimitis. Epididimitis akibat penyakit menular seksual bisa dicegah dengan cara tidak melakukan hubungan seksual di luar nikah 2. ORCHITIS Definisi Orchitis adalah inflamasi akut pada testis (Black, 1997). Orchitis adalah reaksi inflamasi akut pada testis akibat sekunder dari infeksi(Emedicine, 2010). Orchitis adalah inflamasi pada satu atau kedua testis, biasanya diakibatkan olehvirus yang menyebabkan gondok (Mayo Clinic, 2009). Penyebab •

Virus gondok (mumps)



Virus-virus lain seperti coxsackievirus,infectious mononucleosis,varicella, dan echovirus. Bakteri yang menyebabkan epididimitis pada pria yang aktif berhubungan seksualdan pria dengan Beniga



Prostat Hyperplasia (BPH), seperti Neisseria gonorrhoeae,Chlamydia trachomatis,

Escherichia

coli,

Klebsiella

pneumoniae.

Pseudomonasaeruginosa, dan Staphylococcusa. Streptococcus species Bakteri tersebut dapat mengakibatkan Penyakit Menular Seksual (PMS), seperti gonore, klamidia, dan sifilis. Pasien yang mengalami penurunan imunitas akibat Mycobacterium aviumcomplex,Crptococcus neoformans. Toxoplasma gondii . Haemophilus parainfluenzae, dan Candida albicans. Faktor Resiko •

Pria dengan Infeksi Saluran Kemih (ISK)



Pria yang secara frekuentif terpasang kateter urine



Pria yang belum mendapat imunisasi vaksin mumps, measles, rubella (MMR) secaratepat



Usia lebih dari 45 tahun



Pernah menjalani tindakan operasi pada daerah genitalia atau saluran kemih



Lahir dengan abnormalitas pada saluran urinaria



Perilaku seksual yang berisiko tinggi menyebabkan



PMS, yaitu :

-Berganti-ganti pasangan seks -Melakukan hubungan seks dengan penderitaPMS -Melakukan seks tanpa kondom -Memiliki riwayatPMS Gejala •

Pengkajian fisik : testis tampak bengkak pada salah satu atau keduanya, tampakmembesar,



indurationtestis,

kulit

skrotum

meregang,

kulit

skrotum

tampak

eritema,kulit skrotum tampak edema, epididimis membesar (jika menderita epdidymo-orchitis), prostat terasa lunak dan lembek (prostatitis). Nyeri mulai dari ringan sampai parah. •

Mual dan Demam



Perubahan pada bentuk penis



Keluar darah saat ejakulasi



Keluar darah saat kencing



Lemah



Malas



Nyeri otot (myalgia)



Meriang (panas dingin)



Sakit kepala



Muncul parotitis selama 4 sampai dengan 7 hari



Memilih waktu yang tepat untuk coitus.

Komplikasi •

Atrofi testis pada kurang lebih 60% kasus; orchitis dapat menyebabkan testismengecil



Abses pada skrotum; jaringan yang terinfeksi dapat berisi pus



Epididimitis berulang; orchitis dapat menyebabkan terjadinya epididimitis berulang



Kemandulan pada 7-13% kasus; pada beberapa kasus, orchitis dapat mengurangitingkat kesuburan, tapi hal ini jarang terjadi pada orchitis unilateral.

Pemeriksaan Penunjang •

Orchitis gondok dapat dikaji berdasarkan riwayat penyakit dan pengkajian fisik,

laludikonfirmasi

dengan

pemeriksaan

serum

antibodi

imunofluoroscence. •

Epididimo-orchitis

ditegakkan

melalui

pemeriksaan

urinalisis

(abnormalitaskonsistensi, konsentrasi, dan warna) dan kultur uretra untuk mengetahui adanyagonore atau klamidia •

USG, Doppler Warna dapat menunjukkan adanya edema akut Scan inti testis digunakan untuk mengetahui adanyatesticular torsion, ataukelebihan suplai darah pada area testis.

Penanganan •

Bed rest



Pemberian analgetik



Elevasi skrotum



Medikasi



Tidak ada medikasi yang diindikasikan untuk penanganan orchitis virus



Penanganannya

bertujuan

untuk

mengatasi

gejala

yang

munculmenggunakan analgetik, nonsteroid anti-inflammatory drugs (NSAID) sepertiibuprofen (Advil, Motrin, dll), naproxen (Aleve, dll), atauAsam Mefenamat •

Orchitis bakteri pada pasien yang berusia kurang dari 35 tahun dan masih memiliki

aktivitas

seks

aktif

diobati

dengan

antibiotik

seperti

Ceftriaxone(Rocephin), Doxycycline (Vibramycin, Doryx), Ciprofloxacin (Cipro), atauAzythromycin (Zithromax) .Sedangkan pasien yang berusia lebih dari 35 tahun dengan orchitis bakteri diobati dengan Fluoroquinolone ataukombinasi Trimethoprim and sulfamethoxazole (TMP-SMX) Terapi lain seperti antiemetik juga dapat diberikan •

Perawatan di rumah :



Pengobatan analgetik sesuai dengan resep dokter.



Elevasi skrotum menggunakansnug-fitting briefs atau athletic supporter akan meningkatkan rasa nyaman.

3. PROSTATITIS Prostatitis adalah reaksi inflamasi pada kelenjar prostat yang disebebkan oleh bakteri atau non bakteri. Bakteri yang menyebabkan prostatitis adalah : 

E. coli



Proteus



Klebsiella



Pseudomonas



Enterobacter

Untuk menentukan penyebab prostatitis dilakukan uji 4 tabung, yaitu diambil sampel urine dan getah kelenjar prostat melalui uji 4 tabung. 1. 10 cc pertama adalah contoh urine yang dikemihkan pertama kali (VB1), tujuannya adalah untuk menilai keadaan mukosa uretra. 2. Urine porsi tengah (VB2), tujuannya adalah menilai keadaan mukosa kandung kemih. 3. Getah prostat yang dikeluarkan untuk menilai keadaan kelenjar prostat melalui masase prostat / expressed prostatic secretion (EPS) 4. Urine yang dikemihkan setelah masase prostat. Sampel tersebut dianalisis secara mikroskopik dan dikultur. Klasifikasi prostatitis menurut Nasional Institute of Health 1. Kategori I (Prostatitis Bakterial Akut) Bakteri masuk prostat melalui : 

Adscending dari uretra.



Refluks urine yang terinfeksi kedalam duktus prostatikus.



Secara limfogen dari organ yang berada di sekitarnya.



Hematogen.

Gambara Klinis : 

Pasien tampak sakit, demam, menggigil, rasa sakit di perineal dan mengeluhkan gangguan miksi,



Pada pemeriksaan fisis dengan colok dubur, prostat teraba membengkak, hangat, lunak, dan nyeri. Pada keadaan ini tidak boleh melakukan masase prostat karena dapat menimbulkan rasa sakit dan dapat memicu terjadinya bakterimia.

Terapi : Pada prostatitis akut, hampir semua antibiotic dapat menembus barrier epitelium dan masuk ke dalam sel-sel kelenjar prostat. Antibiotik yang dapat digunakan adalah : 

Golongan Fluroquinolone



Golongan Trimetoprim-sulfametoksazol



Golongan Aminoglikosida Setelah membaik, teruskan pengobatan per oral hingga 30 hari.

Jika ada gangguan miksi sehingga menimbulkan retensi urin, lakukan pemasangan kateter suprapubik. 2. Kategori II (Prostatitis Bakterial Kronis) Kategori ini terjadi karena adanya infeksi saluran kemih yang kambuh. Gejala yang mungkin timbul adalah : dysuria, nyeri perineal, kadang-kadang nyeri pada saat ejakulasi. Pada pemeriksaan colok dubur, teraba krepitasi. Pada uji 4 tabung, tampak pada EPS dan VB3 kuman yang lebih banyak daripada VB1 dan VB2. Dan pada pemeriksaan mikroskopik pada EPS tampak fat oval body. Terapi Tidak semua jenis antibiotic bisa menembus barrier epitelium pada prostatitis kronis, sehingga antibiotic yang dapat menembusnya adalah jenis : 

Trimetoprim-sulfametoksazol



Doksisiklin



Minosiklin



Karbenisilin



Fluoroquinolon

Antibiotik diberikan dalam jangka lama hingga pemeriksaan kultus ulangan tidak menunjukkan adanya kuman. 3. Kategori III (Prostatitis Non Bakterial) Pada kategori ini terjadi inflamasi kelenjar prostat yang belum diketahui penyebabnya. Dapat diklasifikasikan lagi menjadi : a. IIIA Pada kategori ini tidak tampak kelainan pada pemeriksaan fisik, pada uji 4 tabung tidak didapatkan pertumbuhan kuman, namun pada EPS terlhat banyak leukosit dan bentuknya oval fat body. Diduga disebabkan oleh infeksi ureaplasma ureatikum, atau chlamidia trachomatis. Terapi yang dapat digunakan adalah : Monosiklin, doksisiklin, dan eritromisin, diberikan selama 2 sampai dengan 4

minggu. b. IIIB Pada kategori ini, ada keluhan nyeri pada pelvis yang tidak berhubungan dengan keluhan miksi, sering pada usia 20-45 tahun. Pada uji 4 tabung tidak didapatkan bekteri penyebab infeksi maupun sel-sel inflamasi. Diduga berhubungan dengan faktor stress. 4. Kategori IV (Prostatitis Inflamasi Asimtomatis) Secara klinis tidak menunjukkan keluhan atau tanda prostatitis. Diketahui secara tidak sengaja saat pemeriksaan semen, atau saat operasi prostat. Pada

keadaan

ini

tidak

perlu

pengobat

Related Documents


More Documents from "Angga Resala Perdana"