Referat
GAMBARAN RADIOLOGIS FRAKTUR KOMPRESI VERTEBRAE DAN KOMPLIKASINYA
Oleh Fadel Abdussabil Nurul Fadhilah Amelinda Syafrawi Dinata
1210312105 1840312267 1840312337
Pembimbing : dr. Lila Indrati, Sp. Rad
DEPARTEMEN RADIOLOGI RSUP DR. M. DJAMIL FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS PADANG 2018
Referat
KATA PENGANTAR Alhamdulillahirabbil’alamiin, puji dan syukur kehadiran Tuhan Yang Maha Esa dan shalawat beserta salam untuk Nabi Muhammad S.A.W. Berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan referat dengan judul “Gambaran Radiologis Fraktur Kompresi Vertebrae dan Komplikasinya” yang merupakan salah satu pemenuhan tugas dalam menjalani siklus radiologi program profesi dokter di RSUP Dr. M.Djamil Padang. Keberhasilan dalam penyusunan referat ini telah banyak dibantu oleh berbagai pihak yang sangat berarti bagi penulis. Terimakasih kami ucapkan kepada dr. Lila Indrati, Sp. Rad selaku pembimbing referat yang telah memberikan masukan, saran dan kritikan pada tulisan ini. Penulis berharap semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiaa mencurahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada semua pihak yang telah membantu. Semoga referat ini dapat bermanfaat bagi pelayanan rumah sakit, dunia pendidikan, instansi terkait dan masyarakat luas. Akhir kata, segala saran dan masukan akan penulis terima dengan senang hati demi kesempurnaan referat ini. Padang, 15 Oktober 2018 Penulis
2
Referat
DAFTAR ISI
Sampul Kata Pengantar Daftar Isi Daftar Gambar BAB I.
Halaman 1 2 3 4
PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Tujuan Penulisan 1.3 Batasan Penelitian 1.4 Manfaat Penulisan
5 6 6 6
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi 2.2 Epidemiologi 2.3 Etiopatogenesis 2.4 Klasifikasi 2.5 Anatomi Normal Vertebrae 2.6 Manifestasi Klinis 2.7 Diagnosis 2.8 Pemeriksaan Radiografi 2.9 Penilaian Kepadatan Tulang 2.10 Tatalaksana 2.11 Komplikasi
7 7 7 8 10 13 14 15 18 19 20
BAB III. PENUTUP 3.1 Kesimpulan 3.2 Saran
21 21
DAFTAR PUSTAKA
22
3
Referat
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Penilaian grading dengan penilaian semikuantitatif Genant Gambar 2. Bentuk vertebrae dari sisi atas Gambar 3. Bentuk vertebrae dari sisi lateral Gambar 4. Foto lateral fraktur kompresi wedge-shape Gambar 5. Radiografi lateral fraktur kompresi bikonkaf di L2 dan L3, diambil satu tahun terpisah Gambar 6. Fraktur burst pada L1 Gambar 7. Sagital T2 MRI fraktur burst traumatis pada L4 Gambar 8. Fraktur Wedge L3 Sagittal T1 MRI Gambar 9. Fraktur Wedge pada L1 Gambar 10. Fraktur Burst Torakal CT-Scan Gambar 11. Hasil pemeriksaan DEXA Scan Gambar 12. MRI vertebrae T1WI potongan sagital (A) dan T2WI (B) dengan saturasi lemak vertebrae lumbar menunjukkan retropulosa fragmen tulang (panah) yang menekan thecal sac dan stenosis kanal spinalis pada fraktur kompresi vertebrae. Gambar 13. Zona avascular di superior endplate pada foto polos (B). adanya cairan transudatif dan gas nitrogen pada sisi fraktur pada CT Scan (C). tampak cairan di celah fraktur dengan gelembung udara pada MRI
10 11 11 14 14 15 16 16 17 18 19
21
22
4
Referat
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fraktur kompresi vertebrae adalah fraktur yang paling sering terjadi pada lansia yang berumur ≥85 tahun dengan prevalensi 30 %. Hal ini berhubungan dengan penurunan kepadatan tulang yang diakibatkan oleh penuaan serta kondisi menopause. Hampir 50 % massa tulang pada usia tersebut telah berkurang sehingga memudahkan lansia mengalami fraktur.1 Secara umum, insidensi perempuan mengalami fraktur kompresi vertebral adalah 10,7 per 1000 wanita di Amerika Serikat dalam setahun, yang mana adalah dua kali lipat tingkat insidensi pada laki-laki.2 Faktor tersering yang menjadi patogenesis dalam fraktur kompresi vertebrae adalah kondisi osteoporosis ataupun osteopenia. Sekitar 50 % dari 1,5 juta kasus fraktur yang berhubungan dengan osteoporosis tiap tahunnya di Amerika Serikat adalah fraktur pada vertebrae.3 Studi menunjukkan bahwa adanya satu kejadian fraktur vertebrae maka membuat 5-12,6 kali resiko untuk terjadinya fraktur vertebrae lainnya dan 2,3-3,4 kali resiko untuk terjadinya fraktur pada panggul.4 Penyebab lain yang sering berujung pada fraktur kompresi adalah kanker, sekuele dari infeksi, hiperparatiroidisme, hipogonadisme dan osteomalasia.1 Bila osteoporosis dikaitkan erat dengan pasien yang telah mengalami penuaan (lanjut usia), maka keganasan harus dipikirkan sebagai penyebab tersering fraktur kompresi pada pasien di bawah usia 55 tahun.2 Dengan begitu besarnya resiko kejadian fraktur kompresi pada vertebrae, sayangnya hasil penelitian menunjukkan bahwa kasus ini banyak yang tidak terdiagnosa. Hal ini diakibatkan oleh manifestasi klinis pasien yang tidak begitu khas ataupun yang masih asimptomatik pada tahapan awal fraktur tersebut. Diagnosis secara radiologis pun masih sering terlewat yang diakibatkan oleh kurang jelasnya terminology, deskripsi hingga gambaran fraktur kompresi vertebrae dan belum adanya standar bersama dalam penilaian fraktur.5 Permasalahan ini menjadi bersifat global dengan tingkat kejadian 34%.4
5
Referat
Dengan berbagai kendala dalam penegakan diagnosa fraktur kompresi vertebrae serta besarnya dampak tersebut pada inisiasi terapi dan kualitas hidup pasien, penulis tertarik untuk menulis mengenai gambaran radiologis pada kasus fraktur kompresi vertebrae untuk menjadi referensi bagi klinisi nantinya. 1.2 Tujuan Penulisan 1
Membahas mengenai gambaran radiologis fraktur kompresi vertebrae dan prinsip diagnosisnya
2
Membedakan jenis-jenis dari fraktur kompresi vertebrae berdasarkan gambaran radiologis
3
Menunjukan komplikasi-komplikasi dari fraktur kompresi vertebrae melalui gambaran radiologis
1.3 Batasan Penulisan Referat ini terkhusus membahas mengenai definisi, epidemiologi, etiopatogenesis, manifestasi klinis, prinsip diagnostik dan terapi serta komplikasi dan prognosis pasien dengan fraktur kompresi vertebrae. 1.4 Manfaat Penulisan 1
Dapat menambah pengetahuan mengenai fraktur kompresi vertebrae dan prinsip diagnosis melalui gambaran radiologis
2
Mampu membedakan jenis-jenis fraktur vertebrae berdasarkan gambaran radiologis
3
Memahami komplikasi-komplikasi yang dapat terjadi akibat fraktur kompresi vertebrae dan membentuk upaya preventif sekunder terhadap hal tersebut.
6
Referat
BAB II FRAKTUR KOMPRESI VERTEBRAE 2.1 Definisi Fraktur kompresi vertebrae diartikan sebagai kondisi berkurangnya tinggi korpus vertebrae di bagian anterior, mid ataupun posterior yang diakibatkan oleh hancurnya kedudukan trabekulae corpus vertebrae sehingga bentuk normal dari vertebrae terkompresi dan dapat dilihat pada pemeriksaan radiologis. 6,7 2.2 Epidemiologi Secara umum, insidensi perempuan mengalami fraktur kompresi vertebral adalah 10,7 per 1000 wanita di Amerika Serikat dalam setahun, yang mana adalah dua kali lipat tingkat insidensi pada laki-laki.2 Dari penelitian EVOS di Eropa yang melibatkan 15.000 orang dari 19 negara, didapatkan prevalensi 20% untuk fraktur vertebrae pada kedua gender. Laki-laki yang berusia 50-64 tahun memiliki prevalensi fraktur yang lebih besar dibandingkan perempuan. Tetapi kecenderungan ini berbalik pada usia ≥65 tahun dengan perempuan lebih banyak yang mengalami fraktur.8 Prevalensi fraktur vertebrae di Asia jauh lebih heterogen antar negara tersebut. Begitupun prevalensi antara laki-laki dan perempuan berbanding terbalik dari banyak studi lainnya yang menemukan tingkat prevalensi sebesar 0,6 pada wanita di Jepang,
Thailand, Indonesia dan Hongkong. Sehingga prevalensi
fraktur vertebrae pada laki-laki justru lebih besar dibandingkan perempuan.9 2.3 Etiopatogenesis Resiko terbesar untuk mengalami fraktur vertebrae adalah kondisi berkurangnya densitas tulang yang dapat meningkatkan resiko menjadi 2 kali lipat dibandingkan dengan tulang berdensitas normal pada umumnya. Densitas tulang akan terus menurun seiring pertambahan umur sejak usia 40 tahun. Proses ini dipercepat pada kondisi post-menopause. Resiko mengalami osteoporosis juga dipengaruhi oleh faktor genetik, pola hidup dan faktor lingkungan seperti 7
Referat
kurangnya berolahraga dan rendahnya indeks massa tubuh, kurangnya asupan kalsium hingga rendahnya produksi vitamin D, merokok, dalam pengobatan glukokortikoid dan konsumsi alcohol yang berlebihan.1 Kanker dapat juga menjadi penyebab terjadinya fraktur kompresi vertebrae. Sebanyak 30 % kejadian fraktur diakibatkan oleh berbagai jenis metastasis kanker ke tulang yang akan menimbulkan manifestasi klinis pada pasien.10 Sekitar 60% metastasis kanker berasal dari kanker payudara dan prostat.11 Trauma juga menjadi salah satu penyebab dari terjadinya fraktur vertebrae. Fraktur kompresi vertebrae paling banyak terjadi di region thoracolumbal.12 Menurut Alexandru and So, mekanisme terjadinya fraktur ini berhubungan dengan fleksi dan kompresi yang biasanya melibatkan ligamentum longitudinal anterior dan setengah dari korpus vertebrae. Sekitar 60 % - 75 % kejadian fraktur kompresi vertebrae terjadi pada corpus vertebrae setingkat thorakal 12 hingga lumbal 2 yang menjadi titik transisi pergerakan tulang belakang yang kaku dan aktif, sehingga membuat kecenderungan untuk mengalami fraktur kompresi. 2 2.4 Klasifikasi Pada pemeriksaan radiologis yang normal, permukaan atas dan bawah korpus vertebrae memiliki bentuk yang mirip dengan korpus vertebrae di dekatnya serta memiliki ukuran yang sama. Kondisi apapun pada vertebrae yang menunjukkan terjadinya penurunan ketinggian hingga 20 % dari ketinggian normal corpus, adanya deformitas pada kedua permukaan korpus dan bentuk korpus vertebrae yang berubah dari normalnya dapat dikatakan sebagai fraktur dan butuh asesmen lanjutan.
8
Referat
Klasifikasi jenis fraktur kompresi vertebrae didasari bagian korpus vertebrae yang terkena hingga menjadikan bentuk korpus vertebrae berbeda yaitu: -
Tipe Wedge Hampir setengah kejadian dari fraktur kompresi vertebrae merupakan tipe wedge. Tipe wedge terjadi karena fraktur kompresi melibatkan kompresi dari bagian anterior korpus vertebrae.
-
Tipe bikonkaf Tipe ini terjadi apabila kompresi melibatkan bagian tengah korpus vertebrae. Segmen anterior dan posterior corpus dalam hal ini tidak mengalami kerusakan. Diperkirakan 17 % kasus fraktur kompresi vertebrae adalah tipe bikonkaf.
-
Tipe Crush Ini adalah tipe fraktur kompresi vertebrae yang paling jarang terjadi. Tipe ini melibatkan kompresi pada segmen posterior corpus ataupun pada seluruh segmen anterior dan posterior dari korpus vertebrae. Tipe ini diperkirakan terjadi pada 13 % kasus fraktur kompresi vertebrae.2 Klasifikasi di atas tidak dapat berkontribusi dalam menentukan
tingkat/derajat fraktur kompresi yang terjadi. Sehingga dalam penentuan derajat (grading) dilakukan melalui penilaian visual bersifat semikuantitatif yang diajukan oleh Genant. Penilaian Genant didasarkan pada penilaian visual terhadap pengurangan ketinggian korpus vertebrae disertai oleh perubahan morfologis korpus. Ketentuan grading berdasarkan penilaian Genant adalah sebagai berikut : Grade 0
: apabila tidak ditemukan kelainan pada korpus vertebrae
Grade 1
: apabila ditemukan pengurangan ketinggian korpus 20-25 % dan 1020% dari luas proyeksi vertebrae
Grade 2
: apabila ditemukan pengurangan ketinggian korpus 26-40% dan 2140% dari luas proyeksi vertebrae
Grade 3
: apabila ditemukan pengurangan ketinggian korpus dan luas proyeksi vertebrae >40 %
9
Referat
Gambar 1. Penilaian grading dengan penilaian semikuantitatif Genant.4
2.5 Anatomi vertebrae normal Struktur tulang pada spinal terdiri atas vertebrae yang menjadi sumbu penyangga utama bagi tubuh dan menerima gaya dari setiap aktifitas fisik yang dilakukan. Vertebrae menyokong 80 % dari berat badan. 13 Kolumna vertebralis terdiri atas 33 os. Vertebrae dan dibagi dalam 5 segmen yaitu servikalis (7 vertebrae), thorakalis (12 vertebrae), lumbal (5 vertebrae), sacral (5 vertebrae) dan koksigis (4 vertebrae yang menyatu). Vertebrae dibentuk oleh arkus vertebrae, korpus vertebrae dan prosesus. Korpus vertebrae berbentuk oval dan melekat dengan arkus vertebrae melalui pedikel dan berfungsi untuk melindung sisi anterior medulla spinalis.13 Korpus vertebrae dibentuk oleh trabekulae-trabekulae tulang yang memiliki proyeksi mirip seperti ujung-ujung jarum sehingga membuat anatomi yang berpori bagi vaskuler dalam sumsum tulang merah untuk produksi sel darah. Trabekulae-trabekulae ini dikelilingi oleh lapisan luar yang tipis dari tulang kortikal. Begitupun bagian atas dan bawah korpus, dilapisi oleh end-plates.13
10
Referat
Gambar 2. Bentuk vertebrae dari sisi atas.13
Gambar 3. Bentuk vertebrae dari sisi lateral.13
2.6 Manifestasi Klinis Lebih dari dua pertiga pasien dengan fraktur kompresi tidak menunjukan gejala. Meskipun begitu gejala yang mungkin muncul adalah nyeri punggung dan fraktur pada gambaran radiografinya yang sering terlibat pada tulang T8-L4. Pasien dengan fraktur akut mungkin mengeluhkan nyeri ketika berubah posisi, batuk, bersin, atau ketika mengangkat. Pada pemeriksaan fisik biasanya normal, namun bisa menunjukan gejala kifosisdan nyeri tekan pada vertebra. Pada keadaan
kronik pasien akan mengeluhkan adanya penurunan
11
Referat
tinggi badan yang diakibatkan oleh kifosis. Hilangnya tinggi yang dihasilkan dari fraktur kompresi dapat disebabkan deformitas kifosis tulang belakang, terutama untuk beberapa fraktur kompresi dengan kehilangan tinggi yang signifikan. Hal ini dapat mengakibatkan ketidakseimbangan, yang dapat menyebabkan nyeri punggung kronis bahkan setelah fraktur telah sembuh dan mempercepat degenerasi segmen tulang belakang yang berdekatan. Nyeri punggung dan kelelahan yang terkait dapat sangat membatasi kualitas hidup pasien dan kemampuan untuk melakukan aktivitas sehari-hari. Selain itu, deformitas yang parah bahkan dapat menyebabkan ruang perut yang terbatas, membatasi kapasitas vital pulmonal serta mengurangi asupan nutrisi, sehingga dapat berpngaruh terhadap imunitas pasien.14,15 Pasien yang dicurigai adanya fraktur vertebral, dapat dilakukan pemeriksaan radiografi dengan sinar-X, CT, atau pun MRI. 2.7 Diagnosis Pemeriksaan fisik akan didapatkan hiperkifosis, dan tulang vertebra yang bengkok. Penegekan diagnosis fraktur kompresi bisa didapatkan dari riwayat penyakit pasien seperti pernah menderita nyeri. Diagnosis pasti untuk fraktur kompresi biasanya menggunakan beberapa modalitas pemeriksaan pencitraan. Namun, kebanyakan fraktur kompresi tidak terdiagnosa dari pemeriksaan fisik saja. Pada dua penelitian di Amerika Serikat, hanya 25 %hingga 33% fraktur kompresi yang dapat terdiagnosa dari gejala klinis. Sedangkan di Eropa hingga 66% fraktur kompresi karena osteoporosis tidak terdiagnosa. Penegakan diagnosa fraktur kompresi secara tidak sengaja teridentifikasi saat melakukan rontgen thorax, dimana diagnosa ini tidak ditemukan oleh dokter saat dilakukan pemeriksaan fisik. Tidak seperti pencitraan tulang metastasis, pemindaian tulang nuklir jarang digunakan mendiagnosis fraktur kompresi vertebra. Fraktur kompresi mungkin didapatkan secara kebetulan pada scan tulang oleh peningkatan serapan radionuklida . Seorang dokter mungkin tidak melakukan radiografi umtuk menilai densitometri tulang belakang toraks dan lumbal, ketika pasien telah didiagnosis menderita osteoporosis atau memiliki kepadatan tulang T-score 1.5 atau lebih tinggi. Alasannya adalah yang mengkonfirmasi fraktur kompresi vertebral mungkin tidak akan mengubah terapi medis yang dipilih.
12
Referat
Sebagai tambahan,penegakan diagnosis fraktur kompresi menggunakan radiografi mungkin memepertmbangkan juga dari segi biaya. 14,15 2.8 Pemeriksaan Radiografi Radiografi adalah alat diagnostik pertama yang digunakan untuk mengidentifikasi adanya fraktur kompresi vertebral, dengan proyeksi lateral tulang belakang toraks dan lumbal menjadi pendekatan paling hemat biaya. Jika seorang pasien telah mengalami trauma yang parah, seluruh tulang belakang harus dinilai untuk memeriksa semua tulang belakang apakah telah mengalami cedera juga. Radiografi menyediakan diagnostik berikut informasi: -
Identifikasi fraktur kompresi vertebral, termasuk tipe (wedge, bikonkaf, atau crush).
-
Pengukuran
peningkatan
jarak
antara
prosesus
atau
pedikel,
menunjukkan gangguan vertebral. -
Perkiraan berapa banyak tulang belakang telah bergeser di sepanjang garis anterior dan posteriornya. Seorang pasien yang memiliki osteopenia bisa lebih rentan untuk
mengalami fraktur kompresi vertebral, dan tampak pada radiografi, pada pasien dengan osteopenia ditemukan radiolusens dan hilangnya trabecula horizontal. Penurunan ketebalan korteks disertai dengan peningkatan opasitas dari end plate dan trabecula vertikal dapat dijadikan sebagai tanda osteopenia.14
13
Referat
Gambar 4. Foto lateral fraktur kompresi wedge-shape (anterior).15
Gambar 5. Radiografi lateral fraktur kompresi bikonkaf di L2 dan L3, diambil satu tahun terpisah.15
14
Referat
Gambar 6. Fraktur burst pada L1 (https://radiopaedia.org/cases/acute-l1-burst-compression-fracture)
Pencitraan dapat digunakan dalam pemeriksaan fraktur kompresi vertebral yang paling banyak tersedia dan hemat biaya adalah lateral X-ray dari tulang belakang toraks atau lumbal (Gambar 4). Hal ini memungkinkan untuk skrining cepat dan identifikasi fraktur, perkiraan kehilangan tinggi badan dan penilaian keselarasan tulang belakang. Karakteristik radiografi pada foto polos yang sugestif osteopenia: adalah ditemukkannya peningkatan gambaran lusen , hilangnya trabecula horizontal, dan penurunan ketebalan kortikal tetapi peningkatan opasitas relatif pada end-plate dan trabecula. Perbandingan dengan hasil roentgen sinar X tulang belakang yang telah dilakukan di waktu lampau, memungkinkan klinisi untuk mendiagnosis dan menilai usia fraktur vertebra. Pada pasien tanpa pencitraan spinal sebelumnya, kriteria radiografi tertentu dapat membantu dalam diagnosis. Fraktur kompresi dapat diklasifikasikan berdasarkan bagian tubuh vertebral yang terpengaruh: baik berbentuk wedge-shaped (anterior), bikonkaf (tengah), atau crush (posterior), dengan minimum kehilangan tinggi badan 20%. Sebuah radiografi polos mungkin yang diperlukan untuk sebagian besar fraktur kompresi, terutama jika dilanjutkan dengan manajemen medis yang konservatif.
15
Referat
Gambar 7. sagital T2 MRI fraktur burst traumatis pada L4 15
Gambar 8. Fraktur Wedge L3 Sagittal T1 MRI (https://radiopaedia.org/cases/wedge-compression-fracture)
16
Referat
Computed tomography (CT) scan mengkinkan untuk pencitraan terbaik untuk melihat anatomi tulang dan penilaian kehilangan tinggi badan. Namun penggunaan alat ini akan memakan biaya yang lebih besar dan radiasi yang lebih besar juga untuk pasien. CT scan juga dapat mengungkapkan fraktur kronis melalui kehadiran kortikulasi. Namun, magnetic resonance imaging (MRI) adalah modalitas terbaik untuk menilai usia patah tulang, karena akan menunjukkan edema tulang untuk kasus pasien dengan fraktur akut. MRI short TI inversion recovery juga akan bisa melihat integritas kompleks ligamen tulang belakang, yang dapat menjadi penting selama evaluasi bedah stabilitas fraktur. MRI juga akan mendeteksi fraktur patologis sekunder untuk proses onkologis. Selain itu pencitraan yang kurang umum digunakan adalah bone scan yang akan menunjukkan peningkatan serapan dalam
patah tulang, atau penilaian patah
tulang belakang, yang memungkinkan untuk evaluasi fraktur dan dapat dilakukan bersama dengan DEXA scan.
Gambar 9. Fraktur Wedge pada L1 (https://radiologykey.com/spine-12/)
17
Referat
Gambar 10. Fraktur Burst Torakal CT-Scan (https://radiologykey.com/spine-12/)
2.9 Penilaian kepadatan tulang Tanpa riwayat trauma, fraktur kompresi vertebral spontan biasanya patognomonik untuk osteoporosis. Setelah diagnosis fraktur kompresi pada pencitraan awal, kepadatan tulang harus dinilai dengan DEXA scan. Kepadatan tulang pada DEXA dilaporkan sebagai skor T dan biasanya diukur di beberapa tempat termasuk tulang belakang, panggul, dan femoralis untuk menghindari dilemparkan oleh variasi lokal sekunder untuk osteoartritis. Sekitar separuh pasien dengan fraktur vertebra memiliki osteoporosis (skor T <−2.5) dan 40% lainnya memiliki osteopenia (skor T to1 hingga −2.5), dan perawatan medis yang ditujukan untuk meningkatkan kualitas tulang harus dimulai pada pasien ini. Pada gambar dibawah tampak terjadi peningkatan uptake pada T7.15
18
Referat
Gambar 11. Hasil pemeriksaan pada DEXA Scan
2.10 Tatalaksana 1. Kontrol nyeri Penanganan nyeri perlu dilakukan untuk mencegah tirah baring yang lama agar mobilisasi dini bisa terjadi. Penangan akut untuk nyeri terdiri dari nonsteroidal anti-inflammatory drugs (NSAIDs), muscle relaxants, narkotik, neuropathic pain agents (tricyclic antidepressants), antestesi local, blok nervus interkostal dan nervus transkutanius. NSAID merupakan obat yang sering dignakan sebagai lini pertama untuk nyeri punggung. Meskipun tidak memliki efek sedasi, namun memiliki toksik terhadap gaster dan meningkatkan risiko
19
Referat
penyakit jantung pada apsien hieprtensi dan penyakit jantung coroner. Selain itu, terdapat teori bahwa NSAID menghambat proses penyembuhan tulang namun belum sepenuh diketahui.1 2. Terapi pencegahan Selain penanganan segera pada nyeri, perlu dilakukan terapi medis utuk meningkatkan kualitas tulang sehingga tidak terjadi risiko fraktur dikemudian hari. Agen untuk mengobati osteoporosis termasuk bisphosphonates, selective estrogen receptor modulators, recombinant parathyroid hormone, dan calcitonin. agen-agen ini bekerja pada proses osteogenesis. bisphosphonate alendronate merupakan lini pertama agar tdak terjadi lagi fraktur dan berperan sebagai control nyeri. Terpai pengganti hormon dapat diberian pada wanita post-menopause, Evaluasi terappi dapat dilakkan dengan pemeriksaan DEXA scan dimana sudah dilakukan terapi dalam 2 tahun untuk mendeteksi peningkatan denistas mineral tulang.1 3. Bracing Bracing sering digunakan sebagai terapi simptomatik pada fraktur vertebrae. Penggunaan bracing memungkinkan untuk mengurangi kelelahan dari otot-otot spinal dan kejang otot, namun bracing dapat mengakibatkan atrofi dari otot-otot paraspinal dan trunk.1 4. Operasi Tidak ada waktu standar yang tepat untuk konservatif manajemen, pasien harus meredakan nyeri selama 6 minggu. Apabila pasien terus mengalami nyeri yang tak kunjung padam atau ditunjukkan perkembangan fraktur pada radiografi tindak lanjut, pertimbangan kemudian harus diberikan prosedur augmentasi vertebra yaitu vertebroplasti dan kifoplasti. Tindakan ini merupakan minimal invasif dengan prosedur perkutan dilakukan oleh ahli bedah tulang belakang dan spesialis manajemen nyeri untuk mengobati osteoporosis atau fraktur. Pasien yang memenuhi syarat adalah pasien dengan keluhan nnyeri punggungn yang signifikan dan fraktur dengan mekanisme aksial. Selain itu, tindakan vertebroplasti atau kyphoplasty tidak dapat dilakukan pada vertebrae plana.1 20
Referat
2.11 Komplikasi 1. Kifosis Kifosis cenderung memburuk dengan peningkatan usia. Faktor penyebab kifosis tersering adalalah fraktur vertebrae dan osteoporosis. Pada trauma vertebrae, 50-60% mengenai daerah thoracolumbar, 25-40% mengenai vertebrae thoracal dan hanya 10-14% yang mengenai vertebrae lumbal bawah dan sacrum. Pada fraktur kompresi vertebrae, ditemukan peningkatan sudut kifosis yang signifikan.16 2. Stenosis kanal spinal Gaya kompresi adalah gaya yang disalurkan sepanjang sumbu kolumna vertebralis, lebih sering mengenai vertebra servikalis dan lumbalis oleh karena sumbu
vertebralis
lurus.
Akibat
dari
kerusakan
kolumna
vertebralis
memungkinkan medulla sepinalis turut mengalami kerusakan sehingga terjadi gangguan neurologis. Kompresi dengan gaya yang kuat terjadi pada kasus benda yang terjatuh ke kepala atau bahu atau jath terduduk dari ketinggian. Terdapat ruang antara spinal cord dan tepi dari kanal spinalis. Ruang ini dapat berkurang jika ada bagian dari patahan badan vertebra yang mendorong ke kanal spinalis sehingga kanal spinalis menjadi sempit. Apabila terjadi penyempitan kanal spinalis, maka terjadi peningkatan risiko iritasi dan kerusakan pada spinal cord.17
Gambar 12. Pada MRI vertebrae T1WI potongan sagital (A) dan T2WI (B) dengan saturasi lemak vertebrae lumbar menunjukkan retropulosa fragmen tulang (panah) yang menekan thecal sac dan stenosis kanal spinalis pada fraktur kompresi vertebrae. Hal yang sama ditunjukkan CT scan potongan sagittal (D).18
21
Referat
3. Kummel disease Kummel disease merupakan suatu keadaan
nekrosis avascular pada
corpus vertebrae setelah terjadi fraktur kompresi vertebrae. Pada osteoporosis serign terjadi kopresi fraktur vertebrae dan kejadian Kummel disease meningkat. Hal yang paling penting pada Kummel disease adalah perawatan primer. Kummel disease menunjukkan adanya kegagalan proses penyembuhan fraktur, dimana tidak adekuatnya terapi non-operatif. Zona avascular berkembang dibawah superior endplate. Adanya intervertebral air-filled cleft pada foto polos posisi supine menunjukkan tanda klasik Kummel disease.19
A
B
C
Gambar 13. Zona avascular di superior endplate pada foto polos (A). Tampak adanya cairan transudatif dan gas nitrogen pada sisi fraktur pada CT Scan (B). Tampak cairan di celah fraktur dengan gelembung udara pada MRI (C).19
22
Referat
BAB III PENUTUP 4.1 Kesimpulan 1. Fraktur kompresi vertebrae harus dapat didiagnosis dengan tepat sehingga pilihan terapi dapat disesuaikan dengan penyebab dan jenis fraktur yang terjadi. 2. Pemeriksaan radiologis menjadi modalitas utama dalam penegakan diagnosis fraktur kompresi vertebrae dan menentukan klasifikasi hingga derajat kompresi yang terjadi. 3. Pemilihan modalitas diagnostik radiologis dalam kasus fraktur kompresi vertebrae harus jatuh pada pilihan dengan kualitas gambar terbaik dengan resiko paparan radiasi yang minimal bagi pasien. 4. Komplikasi tersering pada kasus fraktur kompresi vertebrae adalah kifosis, trauma spinalis dan Kummels disease.
4.2 Saran 1. Pada studi selanjutnya, perbandingan ketepatan diagnosis menggunakan berbagai modalitas diagnosis radiologis perlu dipaparkan agar klinisi dapat memiliki pertimbangan yang lebih matang untuk tidak memberikan paparan radiasi berlebihan pada pasien dalam menegakkan diagnosis fraktur kompresi vertebrae. 2. Hubungan atau implikasi medis dalam diagnosis radiologis fraktur kompresi vertebrae dengan modalitas terapi yang akan digunakan adalah topik yang perlu dibahas dalam meningkatkan hubungan kerjasama antara radiologis dan klinisi.
23
Referat
DAFTAR PUSTAKA 1. Wong CC, McGirt MJ. Vertebral compression fractures: a review of current management and multimodal therapy. J Multidiscip Healthc. 2 013;6:2 05 214. doi:10. 2147/J M DH. S31659. 2. Alexandru D, So W. Evaluation and management of vertebral compression fractures. Perm J. 2012 ;16 (4): 46-51 3. Dewar C. Diagnosis and Treatment of Vertebral Compression Fracture. Radiol Technol. 2015;86(3):301-320 4. Panda A, Das CJ dan Baruah U. Imaging of vertebral fractures. Indian J Endiocrinol Metab 2014;18(3):295-303 5. Griffith JF, Guglielmi G. Vertebral fracture. Radiol Clin North Am. 2010 May; 48(3):519-29 6. Griffith JF. Identifying osteoporotic vertebral fracture. QIMS. 2015;5(4):592602 7. Radiological Society of North A merica. Vertebroplasty & kyphoplasty. RadiologyInfo.org. http://www.radiologyinfo .org/en/info.cfm?pg=vertebro. Diulas pada 5 Agustus 2013. Diakses pada 14 Oktober 2018. 8. Ballane G, Cauley JA, Luckey MM, Fuleihan GE. 2017. Worldwide prevalence and incidence of osteoporotic vertebral fractures. International Osteoporosis Foundation and National Osteoporosis Foundation. Dipublikasikan pada 6 Februari 2017. 9. Wok AW, Leung JC, Chan AYet al (2012) Prevalence of vertebral fracture in Asian men and women: comparison between HongKong, Thailand, Indonesia and Japan. Public Health 126(6):523–531 10. Fourney DR, Schomer DF, Nader R, et al. Percutaneous vertebroplasty and kyphoplasty for painful vertebral body fractures in cancer patients. J Neurosurg. 2003;98(1 suppl):21-30. 11. Aebi M. Spinal metastasis in the elderly [published online ahead of print September 23, 2003]. Eur Spine J. 2003;12 (suppl 2):S202-213 12. Ensrud K E, Schousboe JT. Vertebral fractures. N Engl J Med. 2011;36 4(17):163 4 -16 42 . doi:10.1056/N EJMc p10 09697. 13. Moore K L, Dalley A F. Back (chapter 4). In: Sun B, Scogna K, Glazer J, Odyniec C, eds. Clinically Oriented Anatomy. 5th ed: Lippincott Williams & Wilkins; 2006.
24
Referat
14. Cherie Dewar, B. Diagnosis and treatment of vertebral compression fractures. Radiologic Technology. 2015:305-309 15. Cyrus C Wong, M.J. Vertebral compression fractures : a review of current management and multimodal therapy. J Multidiscip Healthc. 2013:2015-214 16. Wei Y, Tian W, Zhang GL, Lv YW, Cui GY. Thoracolumbar kyphosis is associated with compressive vertebral fracture in postmenopausal women. International Osteoporosis Foundation and National Osteoporosis Foundation. 2017. 17. Brunicardi FC. Schwartz’s Principles of Surgery, Ed 10. Mc Graw Hill Education. 2015:10;1721-23 18. Mauch JT, Carr CM, Cloft H, Diehn. Review of the Imaging Features of Benign Osteoporotic and Malignant Vertebral Compression Fractures. Am J Neuroradiol. 2018;1-9 19. Freedman BA, MAJ, MC Heller JG. Kummel Disease: A Not-So-Rare Complication of Osteoporotic Vertebral Compression Fractures. JABFM. 2009:22(1);75-78.
25