Laporan Tetap Cuka Apel.docx

  • Uploaded by: nisiadwi
  • 0
  • 0
  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Laporan Tetap Cuka Apel.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 3,932
  • Pages: 19
BAB I PENDAHULUAN

1.1.

Latar Belakang Apel merupakan buah yang tersedia di berbagai negara dan memiliki

berbagai kandungan yang bermanfaat. Buah apel mengandung vitamin, fitokimia, pektin, dan tanin yang sangat bermanfaat bagi tubuh, terutama untuk sistem pencernaan. Buah apel yang telah matang umumnya memiliki rasa yang manis dan warna kulit yang kemerahan. Apel Malang (manalagi) merupakan apel yang berasal dari Australia dan dikembangkan di Indonesia. Apel Malang memiliki rasa yang asam dan sepat serta warna kulit hijau-merah. Apel jenis ini jarang dikonsumsi secara langsung, namun dapat diolah menjadi cuka apel yang bermanfaat. Cuka apel merupakan salah satu cuka fermentasi yang berbahan baku buah-buahan. Cuka apel dihasilkan dari fermentasi alkohol buah apel Malang oleh Saccharomyces cerevisiae dan dilanjutkan dengan fermentasi asam asetat oleh Acetobacter acetii. Selain memiliki banyak manfaat, cuka apel juga dapat menimbulkan efek samping jika dikonsumsi berlebihan. Takaran konsumsi cuka apel yang baik adalah 2 sendok makan (30 mL) setiap hari. Tahapan proses yang dilakukan dalam proses pembuatan cuka apel dapat mempengaruhi kualitas cuka apel yang dihasilkan. Setelah proses perebusan, ragi ditambahkan ke dalam sari apel. Penambahan ragi berfungsi untuk mengubah gula yang terkandung di dalam apel menjadi alkohol dan alkohol menjadi asam asetat di dalam cuka apel. Kualitas cuka apel yang baik untuk dikonsumsi ditentukan oleh indikator yang tetap. Rasio apel dan air yang digunakan dalam proses pembuatan sari apel juga dapat mempengaruhi kualitas cuka apel yang dihasilkan. 1.2. 1.

Rumusan Masalah Bagaimana pengaruh variasi massa ragi terhadap cuka apel yang dihasilkan?

2.

Apa saja indikator cuka apel yang berkualitas tinggi?

3.

Bagaimana pengaruh rasio apel dan air yang digunakan terhadap kualitas cuka apel? 1

2

1.3. 1.

Tujuan . Mengetahui pengaruh variasi massa ragi terhadap cuka apel yang dihasilkan.

2.

Mengetahui indikator cuka apel yang berkualitas tinggi.

3.

Mengetahui pengaruh rasio apel dan air yang digunakan terhadap kualitas cuka apel.

1.4. 1.

Manfaat . Dapat mengetahui pengaruh variasi massa ragi terhadap cuka apel yang dihasilkan.

2.

Dapat mengetahui indikator cuka apel yang berkualitas tinggi.

3.

Dapat mengetahui pengaruh rasio apel dan air yang digunakan terhadap kualitas cuka apel.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1.

Apel Apel adalah tanaman buah yang biasa tumbuh di iklim sub tropis. Apel di

Indonesia dikembangkan di beberapa wilayah. Pada pembuatan cuka apel, buah apel yang umumnya digunakan adalah jenis apel hijau Malang (manalagi) yang memiliki nama latin Malus sylvestris Mill. yang berasal dari Australia dan kini sedang dikembangkan di Indonesia. Apel untuk cuka biasanya terlalu asam dan sepat untuk dimakan segar, tetapi memberikan rasa yang nikmat pada cuka. Morfologi buah apel adalah berbentuk bulat sampai lonjong, bagian pucuk buah berlekuk dangkal, kulit agak kasar dan tebal, pori-pori buah kasar dan renggang, buni, dan mengkilat. Buah apel berwarna merah di luar saat matang, namun ada juga yang berwarna hijau atau kuning. Dagingnya keras, ada banyak bibit di dalamnya dan banyak kandungan kimia yang terkandung dalam buah apel. Umumnya, buah apel dapat dipanen pada umur 4 sampai 5 bulan sejak bunga mekar, tetapi ini tergantung pada varietas dan iklim. Jika kondisi cuaca sedang bagus, maka panen dapat dilakukan kurang dari empat bulan. Sebaliknya, jika cuaca kurang mendukung, maka kemungkinan panen dilakukan lebih dari lima bulan. Ciri fisiologis buah yang telah masak adalah bentuk dan ukurannya sudah maksimal, aroma buahnya terasa, warnanya tampak segar dan cerah, dan terasa empuk jika ditekan. Pemanenan sebaiknya dilakukan serempak di setiap kebun. 2.2.

Kandungan dalam Buah Apel Flavonoid dalam buah apel mampu menurunkan resiko penyakit kanker

paru-paru sampai 50%. Selain itu, kuersetin, sejenis flavonoid dalam apel, dapat membantu mencegah pertumbuhan sel kanker prostat. Fitokimia di dalam apel berfungsi sebagai antioksidan yang melawan kolesterol jahat atau Low Density Lipoprotein (LDL) yang berpotensi menyumbat pembuluh darah dan mencegah kerusakan sel-sel atau jaringan pembuluh darah. Pada saat bersamaan, antioksidan akan meningkatkan kolesterol baik atau High Density Lipoprotein (HDL) yang bermanfaat untuk mencegah penyakit jantung dan penyumbatan pembuluh darah. 3

4

Buah apel mengandung pektin yang dapat melindungi tubuh dari infeksi. Pektin adalah senyawa polisaccharida yang dapat terlarut

di dalam air dan

membentuk cairan kental (jelly) yang disebut mucilage atau mucilagines. Cairan ini dapat berfungsi sebagai pelindung yang melapisi selaput lendir lambung dan usus. Dinding lambung dan usus akan terlindungi jika terdapat luka, kuman, atau toksin. Pektin juga dikenal sebagai antikolesterol karena dapat mengikat asam empedu yang merupakan hasil akhir metabolisme kolesterol. Semakin banyak asam empedu yang berikatan dengan pektin dan terbuang ke luar tubuh, maka semakin banyak kolesterol yang dimetabolisme, sehingga jumlah kolesterol menurun pada akhirnya. Pektin juga dapat menyerap kelebihan air dalam usus, memperlunak feses, serta mengikat dan menghilangkan racun dari usus. Jika berinteraksi dengan vitamin C, maka pektin dapat menurunkan kolesterol darah. Secara tidak langsung, apel juga dapat dimanfaatkan untuk mengobati penyakit maag, lambung, dan diare. Kandungan vitamin paling banyak terkandung di dalam buah apel. Vitamin merupakan nutrisi organik yang diperlukan dalam jumlah kecil yang umumnya tidak dapat disintesis oleh tubuh, sehingga perlu masukan dari diet. Ketiadaan dan defisiensi vitamin dapat menyebabkan sindroma dan munculnya sifat-sifat kekurangan vitamin. Vitamin yang terkandung dalam apel merupakan vitamin yang larut dalam air. Apel juga memiliki kandungan tanin yang berkonsentrasi tinggi. Tanin mengandung zat yang dapat mencegah kerusakan gigi dan penyakit gusi yang disebabkan oleh tumpukan plak. Selain itu, tanin juga dapat berfungsi untuk mencegah infeksi saluran air seni dan menurunkan resiko penyakit jantung. 2.3.

Cuka Apel Vinegar (cuka) berasal dari bahasa Perancis vin aigre, yang artinya anggur

asam. Cuka bukan merupakan sinonim dari asam asetat. Cuka merupakan cairan yang diproduksi oleh bahan yang mengandung pati dan gula melalui dua tahap fermentasi alkoholik dan acetous yang paling sedikit mengandung 4% (b/v) asam asetat. Food and Drug Administration (FDA) Amerika Serikat menyatakan bahwa tidak setiap asam asetat yang diencerkan merupakan cuka yang boleh ditambahkan untuk produk makanan konsumen. Produk cuka harus mengandung minimal 4% keasaman atau mengandung minimal 4 gram asam asetat per 100 L larutan.

5

Pada dasarnya, cuka fermentasi berasal dari cairan fermentasi yang dihasilkan

oleh

aktivitas

mikroorganisme

pada

jaringan-jaringan

yang

berkarbohidrat. Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI), cuka fermentasi merupakan produk cair yang mengandung asam asetat dan diperoleh melalui proses fermentasi bahan-bahan yang mengandung karbohidrat atau alkohol dengan atau tanpa penambahan bahan-bahan tambahan yang diizinkan. Cuka apel merupakan hasil fermentasi asam asetat dan alkohol dari buah apel. Kandungan cuka apel tidak berbeda jauh dengan kandungan buah apel segar. Ada dua macam jenis cuka apel, yaitu cuka apel yang terbuat dari fermentasi sari apel dan cuka apel yang terbuat dari sari apel beralkohol (cider). Jenis cuka apel yang terbuat dari sari apel beralkohol memiliki kandungan alkohol sebanyak 5,85%. Selain asam asetat dan alkohol, cuka fermentasi juga mengandung senyawa-senyawa sekunder yang dapat mempengaruhi rasa, aroma, dan kualitas cuka yang dihasilkan. Senyawa-senyawa tersebut dapat berasal dari substrat yang digunakan, nutrien yang ditambahkan, dan air yang digunakan untuk pengenceran. Senyawa-senyawa sekunder juga dapat dihasilkan dari proses metabolisme bakteri asam asetat atau hasil interaksi senyawa-senyawa tersebut. Padatan yang terlarut dalam cuka fermentasi tergantung dari substrat yang digunakan. Densitas, titik didih, titik beku, tegangan permukaan, dan viskositas cuka fermentasi juga bervariasi tergantung dari konsentrasi asam asetat dan substrat yang digunakan. Selain itu, pH cuka berkualitas baik berkisar antara 2,8 sampai 3,8. 2.4.

Manfaat Cuka Apel Penggunaan cuka apel menjadi paling populer di rumah tangga karena

memiliki banyak manfaat. Selain sebagai penyedap dan penambah rasa asam alami pada masakan, cuka apel juga dapat dimanfaatkan untuk mengawetkan makanan, seperti daging, sayur, dan acar. Dalam bidang kesehatan, apple cider vinegar dikatakan dapat membantu program penurunan berat badan, meredakan arthritis, menurunkan kadar kolesterol jahat, melawan kanker, mencegah penuaan, dan beragam manfaat lainnya. Kandungan mineral, enzim, dan asam di dalam cuka apel yang dapat diperoleh dalam bentuk suplemen diduga dapat membantu menghancurkan lemak jika diminum beberapa sendok teh sebelum makan.

6

Cuka biasanya digunakan untuk menambahkan rasa asam sebagai penyedap makanan atau pengawet alami makanan yang banyak ditemui pada beberapa jenis sayuran, seperti acar. Cuka apel sebenarnya telah dimanfaatkan sebagai pengobatan untuk berbagai permasalahan penyakit sejak dahulu. Saat ini, cuka apel dikenal masyarakat sebagai minuman kesehatan yang memiliki khasiat untuk menyembuhkan berbagai macam penyakit, terutama penyakit degeneratif. Penyakit degeneratif semakin meningkat di kota-kota besar. Salah satu penyakit degeneratif adalah diabetes mellitus. Penyakit ini ditandai dengan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein yang dicirikan oleh kadar gula dalam darah (hiperglikemia) dan dalam urin (glukosuria) yang tinggi. Cuka apel juga memungkinkan lambung untuk menghasilkan asam klorida yang dapat membantu proses pencernaan. Selain itu, cuka apel memiliki kandungan asam malat yang dapat menstimulasi proses pencernaan. Kandungan kuersetin pada cuka apel sangat bermanfaat untuk mengurangi resiko penggumpalan darah yang dapat menyebabkan stroke dan menurunkan resiko kanker paru-paru hingga 20%. 2.5.

Fermentasi dalam Pembuatan Cuka Apel Cuka dapat dibuat dari hampir seluruh sumber karbohidrat terfermentasi,

termasuk anggur, sirup gula, sorghum, apel, pir, anggur, melon, kelapa, bir, madu, dan lain lain. Fermentasi merupakan suatu cara untuk mengubah substrat menjadi produk tertentu yang diinginkan dengan menggunakan bantuan mikroba. Produk tersebut biasanya dimanfaatkan sebagai minuman atau makanan. Proses fermentasi memerlukan mikroba sebagai inokulum, tempat fermentasi, substrat sebagai tempat tumbuh, dan sumber nutrisi yang diperlukan oleh mikroba. Salah satu contoh fermentasi buah-buahan menjadi produk lain adalah pembuatan cuka dari sari cuka apel yang diproses secara organik dari buah apel. Cuka apel dihasilkan dari dua proses fermentasi, yaitu fermentasi alkohol yang mengubah gula menjadi etanol oleh aktivitas khamir, biasanya oleh strain Saccharomyces cerevisiae, dan fermentasi asetat oleh mikroorganisme kelompok Acetobacter yang mengoksidasi etanol menjadi asam asetat. Kedua macam fermentasi dalam pembuatan cuka apel berbeda satu sama lain dan tahap pertama harus diselesaikan terlebih dahulu sebelum tahap kedua dimulai.

7

2.5.1.

Fermentasi Alkohol Sel khamir yang merupakan spesies dari Saccharomyces cerevisiae bekerja

dalam kondisi aerobik. Sel khamir memfermentasi glukosa menjadi etanol, terutama melalui lintasan embolen Meyerhof. Untuk setiap 180 gram glukosa yang melalui lintasan ini, akan menghasilkan 92 gram etanol, 80 gram CO2, dan energi adenosin trifosfat (ATP). Secara teoritis, setiap 1 gram glukosa akan menghasilkan 0,49 gram CO2 dan 0,51 gram etanol. Suhu optimal sel khamir untuk memproduksi etanol secara efisien adalah 28°C sampai 35°C dengan dengan pH 3,3 sampai 6. Tahap fermentasi ini juga dapat dilakukan tanpa pengaturan suhu. Konsentrasi alkohol yang dihasilkan dari proses fermentasi disesuaikan antara 10% sampai 13%. Beberapa faktor yang mempengaruhi proses alkoholisasi antara lain adalah sumber C, CO2, pH substrat, O2, mineral, dan suhu. Pada proses fermentasi alkohol, jumlah konsentrasi maksimum etanol yang dapat diproduksi oleh ragi bervariasi antara 0% sampai 19% (v/v). Secara teoritis, sebanyak 51,1% glukosa dikonversikan menjadi etanol dan sisanya 48,9% menjadi CO2. Namun, pada kenyataannya, hanya sekitar 90% sampai 95% yang dapat dikonversikan menjadi etanol. Sisanya digunakan untuk pertumbuhan dan metabolisme sel ragi. Alkoholisasi dilakukan di dalam wadah tertutup dengan penutup yang disambungkan dengan air. Jatuhnya lapisan tipis agar-agar dari bakteri vinegar akan memperlambat asetifikasi. Selain itu, asetifikasi bisa dicegah dengan memasang lapisan yang dapat mengapungkan lapisan tipis agar-agar dari bakteri ketika fermentasi berlangsung, sehingga ada endapan dari ragi yang menjadi bubur secara berangsur-angsur hingga jatuh membentuk endapan di bawah wadah. 2.5.2. Fermentasi Asam Asetat Setelah dilakukan proses fermentasi alkohol, langkah selanjutnya adalah proses fermentasi asam asetat. Bakteri asam cuka (Acetobacter dan Aspergillus acetii) akan mengoksidasi alkohol menjadi asam asetat dan air. Berbeda dengan proses fermentasi alkohol dengan kondisi anaerob, pertumbuhan dan aktivitas bakteri dalam fermentasi asam asetat memerlukan kondisi aerob. Fermentasi asam asetat yang berkelanjutan dapat mengubah asam asetat menjadi karbondioksida dan air. Hal itu terjadi bila aerasi berlebihan atau karena rendahnya konsentrasi alkohol

8

Meskipun terdapat banyak strain bakteri yang mampu memproduksi asam asetat, namun hanya sedikit strain yang dapat memproduksi asam asetat dengan konsentrasi yang cukup tinggi. Oleh karena itu, perlu dilakukan seleksi untuk mendapatkan bakteri asam asetat yang berkualitas baik. Bakteri yang biasanya digunakan dalam pembuatan cuka apel adalah bakteri yang memiliki kemampuan cukup tinggi dalam memproduksi asam asetat, toleran terhadap konsentrasi asam asetat, toleran terhadap substansi etanol, dan stabil dalam kondisi fermentasi. Peneltian mengenai pengaruh pH awal terhadap pertumbuhan bakteri asam asetat dan produksi asam cuka telah banyak dilakukan. Pertumbuhan bakteri asam asetat berupa lapisan tipis muncul setelah seminggu masa inkubasi pada suhu kamar dan pH 4,0 sampai 4,5. Pada pH di bawah 3,0 dan di atas 8,0, tidak terlihat adanya pertumbuhan dan pertambahan keasaman pada cuka yang dihasilkan. Produksi asam asetat yang optimum diperoleh pada substrat dengan pH awal 5,0. Suhu lingkungan dapat mempengaruhi pertumbuhan dan produksi asam asetat. Pertumbuhan bakteri asam asetat yang sangat sedikit berlangsung pada suhu inkubasi 12°C sampai 15°C. Pertumbuhan bakteri yang cepat dan produksi asam asetat yang optimum berlangsung pada suhu 15°C sampai 34°C. Pada suhu 35°C, terjadi penurunan produksi asam asetat. Pada suhu 40°C, pertumbuhan bakteri asam asetat terhambat dan hanya sejumlah kecil asam asetat yang terbentuk. Proses oksidasi etanol menjadi asam asetat sangat tergantung pada tersedianya oksigen, yang berfungsi sebagai akseptor hidrogen dalam proses tersebut. Jika pemberian oksigen atau aerasi berlebihan, maka akan terjadi oksidasi lanjut terhadap asam asetat. Untuk menghasilkan konsentrasi alkohol yang baik bagi produksi asam cuka, dibutuhkan konsentrasi gula sekitar 16% sampai 18%. Konsentrasi tersebut merupakan konsentrasi yang baik untuk mendapatkan produk alkohol yang optimum bagi pembuatan asam cuka. Konsentrasi alkohol dalam substrat sangat mempengaruhi fermentasi cuka. Konsentrasi alkohol yang paling baik berkisar antara 11% sampai 13%. Jika konsentrasi alkohol mencapai 14% atau lebih, maka produksi asam asetat tidak berlangsung secara sempurna. Namun, jika konsentrasi alkohol terlalu rendah, maka akan menghasilkan cuka yang bermutu kurang baik. Konsentrasi alkohol sebesar

9

1% sampai 2% akan menyebabkan teroksidasinya ester-ester dan asam asetat, sehingga menghilangkan aroma yang khas dari cuka. Dalam fermentasi cuka yang berlangsung dengan baik, konsentrasi etanol yang dioksidasi menjadi asam asetat adalah sekitar 95% sampai 98% dan sisanya hilang dalam bentuk gas. 2.6.

Mikroba dalam Pembuatan Cuka Apel Morfologi Saccharomyces cerevisiae bersel tunggal, kadang-kadang

berpasangan, membentuk rantai pendek atau pseudomycelium. Selnya bulat, semi bulat, bulat memanjang, silindris, oval, dan elips. Saccharomyces memiliki dinding sel yang tebal, berbentuk oval dengan panjang 10 μm dan lebar 5 μm. Untuk pertumbuhannya, Saccharomyces cerevisiae membutuhkan pH dan suhu yang sesuai, sumber karbon, nitrogen, beberapa mineral, vitamin, dan beberapa faktor pertumbuhan lainnya. Ragi ini dapat tumbuh pada kisaran pH 2,8 sampai 8,9 dengan pH optimumnya 3,5 sampai 6,0. Suhu pertumbuhan maksimum 35°C sampai 37°C, suhu optimumnya 28°C sampai 30°C, dan suhu minimumnya 9°C sampai 11°C. Saccharomyces cerevisiae dapat tumbuh secara aerob dan anaerob pada substrat yang mengandung senyawa gula, seperti glukosa, galaktosa, manosa, fruktosa, sukrosa, maltosa. Ragi ini mampu tumbuh pada konsentrasi gula tinggi karena memiliki sifat sakarofilik. Urea, asam amino, purin, dan pirimidin adalah sumber yang menyediakan nitrogen bagi pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae. Bakteri asam asetat terbagi atas dua marga, yaitu Acetobacter dan Gluconobacter. Bakteri yang termasuk ke dalam Acetobacter mempunyai bentuk sel elips sampai batang lurus atau sedikit melengkung, dengan ukuran (0,6 sampai 0,8)×(1,0 sampai 3,0) μm. Sel pada umumnya tunggal berpasangan atau membentuk rantai. Selnya dapat bersifat motil atau nonmotil, flagelnya peritrik, atau tidak berflagel dan tidak membentuk endospora. Biakan muda bersifat gram negatif, sedangkan biakan tua bersifat gram variabel. Bakteri ini bersifat obligat aerob. Etanol dioksidasi menjadi asam asetat dan asam laktat dioksidasi menjadi CO2 dan H2O, bila oksidasi terjadi berlanjut. Suhu optimum pertumbuhannya 30°C, pH optimumnya 5,4 sampai 6,3, dan pH 4,0 sampai 4,5 masih memungkinkan pertumbuhan bakteri. Pada pH 7,0 sampai 8,0, pertumbuhannya lemah. Bakteri ini mampu bertahan pada konsentrasi asam asetat 2% sampai 11%.

10

Acetobacter lebih menyukai substrat yang mengandung alkohol dari pada gula. Sumber C (karbon) terbaik untuk pertumbuhannya adalah etanol, gliserol dan asam laktat. Bakteri tersebut tumbuh berkelompok pada permukaan cairan membentuk struktur lapisan, membran tipis, atau membran keruh yang merata. Asam asetat diproduksi dan diekskresikan oleh bakteri-bakteri tertentu, misalnya dari genus Acetobacter dan spesies Clostridium acetobutylicum. Bakteri-bakteri ini terdapat pada makanan, air, dan juga tanah, sehingga asam asetat secara alami diproduksi pada buah-buahan atau makanan yang telah basi. Pembentukan asam asetat terjadi di daerah permukaan substrat yang terdapat pelikel. Bakteri Acetobacter mudah kehilangan flagelnya jika bakteri di-transfer berulang kali dari lingkungannya. Flagel diduga berkaitan erat dengan terjadinya kegagalan pembentukan pelikel pada permukaan substrat fermentasi. 2.7.

Pengendalian Fermentasi Dalam proses pembuatan cuka, ada beberapa langkah pengendalian

fermentasi yang perlu dilakukan, sehingga hasil fermentasi yang berupa vinegar sesuai dengan yang diinginkan. Pada saat fermentasi alkohol, nutrisi yang dibutuhkan oleh alkohol untuk melakukan fermentasi harus dipenuhi, contohnya gula. Fermentasi alkohol harus dilakukan dalam kemasan, sehingga sari buah tidak terkena udara secara berlebihan. Cuka tidak boleh berkontak dengan udara karena dapat teroksidasi lebih lanjut menjadi karbondioksida dan air, sehingga kadar asam menurun agak lebih cepat sampai pada suatu kondisi yang tidak diinginkan. 2.8.

Asam Asetat Asam asetat atau asam etanoat merupakan senyawa dengan gugus asam

karboksilat yang paling penting penggunaannya dan banyak diperdagangkan untuk keperluan industri dan laboratorium. Asam asetat murni disebut asam asetat glasial karena senyawa ini berfase padat, seperti es jika didinginkan. Asam asetat glasial memiliki wujud cairan yang tidak berwarna, mudah terbakar dengan titik leleh 17°C dan titik didih 118°C, berbau pedas menggigit, serta dapat terlarut dalam air dan pelarut organik lainnya. Asam asetat glasial komersial dibuat dengan cara mereaksikan metanol dengan karbon monoksida atau oksidasi etilena. Bahan asal reaksi ini disintesis dari gas alam, minyak bumi, dan batubara.

11

Asam asetat dalam industri digunakan sebagai bahan baku sintesis serat dan plastik. Di dalam laboratorium, asam asetat digunakan sebagai pelarut dan pereaksi. Larutan asam asetat dengan kadar 3% sampai 6% disebut cuka makan yang dibuat melalui peragian sari buah apel, anggur, dan sari buah lain, atau pengenceran asam asetat sintetis. Asam asetat yang ada di dalam cuka memiliki kemampuan untuk memperlambat enzim disakarida dalam proses metabolisme karbohidrat, sehingga dapat menurunkan glukosa dalam darah. Kombinasi antara kandungan asam asetat, senyawa aktif flavonoid, dan antioksidan yang terkandung dalam cuka buah diduga dapat mencegah reaksi oksidatif, sehingga dapat memperbaiki kerusakan sel beta pankreas dan meningkatkan sekresi insulin. 2.9.

Kualitas Cuka Apel Seperti halnya produk lain, cuka apel merupakan produk yang memiliki

bermacam-macam kualitas. Kualitas cuka buah apel tergantung dengan proses pembuatannya. Sebelum membeli cuka apel, cuka buah apel tersebut sebaiknya dipastikan memiliki warna keruh kecoklatan, sehingga menunjukan bahwa cuka tersebut benar-benar terbuat dari buah apel yang sudah matang, karena warna cuka apel yang bening berarti apel yang digunakan belum cukup matang, sehingga akan berpengaruh pada khasiat yang dihasilkan cuka itu sendiri. Cuka apel memiliki bau khas dari buah apel serta memiliki bau yang menyerupai dengan tape atau berbau seperti apel berbusuk. Jika tidak berbau apel, maka kandungan dalam proses fermentasi kurang optimal. Endapan pada bawah botol kemasan menandakan bahwa cuka apel berkualitas baik. Endapan yang dihasilkan oleh cuka apel memiliki kandungan sehat yang bermanfaat. Jika endapan pada cuka apel tidak ada, maka keaslian cuka buah apel tersebut diragukan. Cuka apel tidak dapat diminum secara langsung karena memiliki sifat cuka yang sangat peka. Untuk mengatasi hal ini, cuka apel harus dicairkan terlebih dahulu sebelum dikonsumsi. Pengenceran cuka apel dilakukan dengan menggunakan air matang. 2.10.

Efek Samping Cuka Apel Cuka buah apel menunjang mencegah lonjakan gula darah dengan trik

memperlambat makanan meninggalkan lambung untuk memasuki saluran pencernaan untuk diproses lebih lanjut, sehingga memperlambat penyerapan

12

makanan ke dalam aliran darah. Dampak ini dapat memperburuk gejala gastroparesis, yaitu otot-otot dinding lambung bekerja dengan lemah atau tak bekerja sama sekali. Dalam gastroparesis, saraf di lambung tidak bekerja dengan baik, sehingga makanan terlampau lama berada di dalam lambung dan lambung tidak dikosongkan dengan kecepatan yang normal. Cuka buah apel dapat menyebabkan gejala pada pencernaan yang sangat tidak nyaman. Sebuah penelitian kepada manusia dan hewan menunjukan bahwa cuka apel dan asam asetat dapat mengakibatkan menurunnya nafsu makan karena memberikan rasa kenyang, sehingga menyebabkan penurunan asupan makanan kalori. Cuka buah apel dapat mengakibatkan luka bakar pada esofagus atau saluran makanan yang menuju lambung. Adanya peringatan mengenai cairan-cairan berbahaya tertelan oleh anak-anak secara tidak sengaja pada kemasan cuka menunjukkan bahwa asam asetat terkandung dalam cuka, yaitu asam yang sangat sering menyebabkan luka bakar pada tenggorokan anak tersebut. 2.11.

Penggunaan Cuka Apel Sebagian besar orang dapat mengonsumsi cuka buah apel. Cuka apel dapat

dikonsumsi secara rutin dengan catatan menggunakannya dalam jumlah yang wajar dengan mengikuti pedoman umum atau bertanya kepada dokter terlebih dahulu sebelum mengonsumsinya. Asupan dibatasi dalam konsumsi cuka apel secara bertahap maksimal 2 sendok makan (30 mL) setiap hari, tergantung pada kebutuhan masing-masing konsumen. Sentuhan langsung cuka apel pada gigi perlu dihindari karena cuka apel mengandung asam asetat, sehingga perlu dilarutkan terlebih dahulu ke dalam air minum dan diminum melalui sedotan. Kumur-kumur menggunakan air minum setelah minum cuka apel perlu dilakukan. Untuk mencegah kerusakan gigi, kumur-kumur terlebih dahulu minimal 30 menit sebelum menyikat gigi. Penggunaan cuka apel perlu dihindari oleh penderita gastroparesis. Cuka apel dapat dikonsumsi oleh penderita gastroparesis apabila konsumsi cuka apel dibatasi hanya takaran 1 sendok teh (5 mL) cuka apel yang selanjutnya dilarutkan ke dalam air atau salad dressing. Konsumsi cuka apel dapat menyebabkan timbulnya reaksi alergi pada orang tertentu. Jika terjadi reaksi alergi, maka konsumsi cuka apel harus segera dihentikan.

BAB III METODOLOGI PERCOBAAN

3.1.

Alat dan Bahan

3.1.1.

Alat

1.

Pisau

2.

Hot plate

3.

Panci

4.

Kain saring

5.

Baskom

6.

Talenan

3.1.2.

Bahan

1.

Apel 500 gram

2.

Gula 250 gram

3.

Air 1000 mL

4.

Yeast (ragi)

3.2.

Prosedur Percobaan

1.

Apel dicuci bersih kemudian diiris tipis-tipis.

2.

Rebus irisan apel tersebut dengan air sampai mendidih.

3.

Kecilkan api kompor kemudian tambahkan gula. Biarkan selama 30 menit agar aroma buah apel keluar.

4.

Pisahkan sari apel dari buahnya lalu setelah dingin sari apel dimasukkan ke dalam botol.

5.

Masukkan ragi atau yeast ke dalam sari apel tersebut. Tutup dengan kain saring. Fermentasi sari apel selama 1-2 minggu akan membentuk alkohol.

13

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1.

Hasil Pengamatan Tabel 4.1. Hasil Pengamatan Cuka Apel Sebelum Fermentasi

No

Parameter

Jumlah Ragi (gram)

Warna

1

3

2

6

Coklat Keruh

Coklat Keruh

14

Tekstur

Bau

Cair

Bau Apel

Cair

Bau Apel

15

Tabel 4.2. Hasil Pengamatan Cuka Apel Setelah Fermentasi

No

Parameter

Jumlah Ragi (gram)

Warna

Tekstur

Bau

Terdiri dari 2 1

3

Kuning

lapisan:

Keruh

-Atas Cair

Bau Tape

-Bawah Padatan

Terdiri dari 2 2

6

Kuning

lapisan:

Keruh

-Atas Cair -Bawah Padatan

Bau Tape

16

17

BAB V PENUTUP

5.1. 1.

Kesimpulan Semakin tinggi massa ragi, maka semakin baik kualitas cuka apel yang dihasilkan.

2.

Indikator cuka apel yang berkualitas tinggi dapat ditinjau dari hasil fermentasi alkohol yang memiliki warna kekuningan, berbau alkohol, dan terdiri dari dua lapisan, yaitu lapisan atas yang berfase cair dan lapisan bawah yang berfase padat.

3.

Rasio apel dan air yang sesuai akan meningkatkan kualitas cuka apel.

4.

Semakin tipis irisan apel, maka semakin efektif proses fermentasi yang berlangsung.

5.2. 1.

Saran Pengirisan apel sebaiknya digunakan dengan menggunakan pisau yang tipis dan tajam, sehingga irisan apel yang dihasilkan semakin tipis.

2.

Campuran sari apel dan ragi sebaiknya dikocok hingga homogen, sehingga proses fermentasi berlangsung dengan efektif.

18

DAFTAR PUSTAKA

Atro, R. A., dkk. 2015. Keberadaan Mikroflora Alami dalam Fermentasi Cuka Apel Hijau (Malus sylvestris Mill.) Kultivar Granny Smith. Jurnal Biologi Universitas Andalas. 4(3): 158−161. Benita, C. 2011. Penetapan Kadar Asam Asetat pada Fermentasi Cuka Apel pada Hari Ke-14−Hari Ke-28. Semarang: Universitas Muhammadiyah Semarang. Gorie, M. B. D. Pembuatan Cuka Apel Fuji (Malus ‘Fuji’) Menggunakan Saccharomyces cerevisiae dan Acetobacter acetii. Jakarta: Universitas Indonesia. Karim, N. M. 2011. Perbandingan Efektivitas Cuka Apel dan Dietilpropion terhadap Penurunan Berat Bada Tikus (Rattus novegicus). Jakarta: Universitas Indonesia. Kompas. 2009. Beragam Manfaat Cuka. (Online): https://lifestyle.kompas.com/read/2009/04/24/16011763/beragam.manfaat.cuka (Diakses pada tanggal 12 Maret 2018). Nendissa, S. J., dkk. 2015. Pengaruh Konsentrasi Ragi Saccharomyces cerevisiae dan Lama Fermentasi terhadap Kualitas Cuka Tomi-tomi (Flacourtia inermis). Agrotekno. 4(2): 50−55. Nugraheni, M. 2004. Potensi Makanan Fermentasi sebagai Makanan Fungsional. Yogyakarta: Fakultas Teknik Universitas Negeri Yogyakarta. Sunarko, S. 2017. Cuka Apel Memiliki Manfaat dan Efek Samping yang Perlu Kamu Ketahui. (Online): https://sehatafiat.com/cuka-apel/ (Diakses pada tanggal 12 Maret 2018). Yulianti, S., dkk. 2006. Menuju Hidup Sehat: Khasiat & Manfaat Apel. Jakarta: Agromedia Pustaka. Zubaidah, E., dkk. 2015. Efek Cuka Apel dan Cuka Salak terhadap Penurunan Glukosa Darah dan Histopatologi Pankreas Tikus Wistar Diabetes. Jurnal Kedokteran Brawijaya. 28(4): 297−301.

Related Documents


More Documents from "Ratri Novita"

Laporan Tetap Cuka Apel.docx
December 2019 25
Bab Iv.doc
December 2019 6
Tu Pembuatan Grease.docx
December 2019 6
Bab 2 Tempe.docx
December 2019 6