Laporan Kkl.docx

  • Uploaded by: Tia Tiar
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Laporan Kkl.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 24,506
  • Pages: 86
laporan KKL OFF L 2013 P.Geo UM Selasa, 01 September 2015 KULIAH KERJA LAPANGAN MATA KULIAH GEOLOGI INDONESIA

LAPORAN UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH Geologi Indonesia

Oleh OFFERING L 2013

UNIVERSITAS NEGERI MALANG FAKULTAS ILMU SOSIAL

JURUSAN GEOGRAFI PROGRAM STUDI S1 PENDIDIKAN GEOGRAFI April 2015

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kuliah Kerja Lapangan memberikan pengalaman belajar kepada mahasiswa untuk hidup di tengah-tengah masyarakat yang mungkin ditemukan dikampus, sekaligus sebagai proses pembelajaran dan pengabdian kepada masyarakat yang sedang membangun dan mengetahui keberhasilan dan permasalahan yang di hadapi. KKL dilaksanakan oleh perguruan tinggi dalam upaya meningkatkan Misi dan Bobot pendidikan bagi mahasiswa dan untuk mendapat nilai tambah yang lebih besar pada pendidikan tinggi. Kuliah kerja lapangan ditujukan dengan maksud meningkatkan relevansi pendidikan tinggi dengan perkembangan dan kebutuhan masyarakat akan ilmu pengetahuan dan teknologi dasar dengan Iman dan Taqwa pembangunan dengan tumbuh dan berkembang pesat dewasa ini. Bagi mahasiswa, kegiatan KKL harus dirasakan sebagai pengalaman belajar yang baru yang tidak diperoleh di dalam kampus, sehingga selesainya KKL mahasiswa akan memiliki wawasan guna bekal hidup dan bersosialisasi di tengah masyarakat pada saat melaksanakan pengabdian kepada Bangsa dan Negara di kemudian hari. 1.2 TUJUAN 1. Tujuan Umum Pelaksanaan praktek lapangan ini dimaksudkan untuk melatih mahasiswa menerapkan dan membandingkan antara teori yang didapat dibangku kuliah dengan kenyataan yang didapat dilapangan serta tampil memecahkan masalah yang berhubungan dengan kajian geografi serta diharapkan dapat membentuk dan menumbuhkan sikap cinta lingkungan sekitarnya. 2. Tujuan Khusus Melalui kuliah kerja lapangan ini, diharapkan Mahasiswa dapat: 1. Menerapkan teori yang didapat saat kuliah sesuai dengan keadaan lapangan 2. Mampu menganalisis fenomena geosfer 3. Mampu mengidentifikasi kenampakan stratigrafi dan fisiografis objek penelitian sesuai kaidah geografi. 1.3 RUANG LINGKUP KAJIAN Ruang lingkup laporan KKL Mata Kuliah Geologi Indonesia ini mengkaji aspek stratigrafis dan fisiografis, yaitu Geologi, Geomorfologi, Hidrologi, Pedologi,serta aspek sosial dari objek yang diteliti saat kegiatan KKL Mata Kuliah Geologi Indonesia. Objek tersebut adalah Kali Besuk, Kali Leprak (Curah Kobokan), dan Piket Nol.

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 KALI BESUK KOORDINAT

1. X : 0714489 2. Y : 9091658 WGS 1. UTM : 49 L 2. Status : 3m Merupakan bentukan lahan dataran intermountain plain, hingga turen. Sebenarnya merupakan bentukan lahan fluvial, namun dikarenakan terletak diantara pegunungan, maka disebut dengan intermountain plain. Setelah turen, maka secara berangsur angsur bentuk lahan berubah menjadi bentuk lahan vulkanis, yang utamanya adalah vulkan pra kuarter hingga mencapai sebelah barat pronojiwo. Sebelum kecamatan dampit, terdapat bentukan kerucut kerak, dinamai dengan gunung pecul pipik, yang mana merupakan bentukan hasil erupsi dari gunung jambangan, atau disebut dengan tengger purba. Pada dewasa ini, bentukan erupsi tengger purba adalah igir jambangan yang menghubungkan antara gunung semeru dengan kaldera tengger. Pada dulunya merupakan vulkan aktif yang mana membentuk beberapabentukan kerucut kerak. Kerucut rak, merupakan suatu hasil timbunan material fragmental, dari proses letusan hebat. Selain material vulkanis, juga terdapat ,aterial gampingan dari zone selatan. Sehingga mulai dari dampit, tirtoyudo, ampel gading, adalah kawasan dengan kondisi yang sama, yaitu vulkan pra kuarter. Namun diantara material vulkan pra kuarter, masih terdapat material gampingan yang khas dengan material zone selatan. Setelah adanya sesar kalimanjing, lalu bergerak sedikit sehingga menemukan sungai batas antara ampelgading dan tirtoyudo, sekitar 2km kearah kanan sungai adalah lokasi dari goa tetes. Goa tetes merupakan suatu bentukan khas dari karst, namun terdapat material vulkanik diatasnya. Hal ini mengindikasikan bahwa, gamping yang ada pada zone selatan menjorok hingga bagian zone tengah, utamanya daerah semeru selatan. Proses ini berlangsung hingga pada depan POS 1, yaitu gunung sriti. Gunung sriti adalah bentukan hasil percampuran material vulkanik dan material karst, dengan tekstur sebagian besar berupa columnar jointing. Puncak yang tajam pada gunung sriti mengindikasikan bahwa, bukan merupakan bentukan kerucut rak, namun lebih mengindikasikan pada percampuran antara material vulkanik dan material karst, yang utamanya adalah vulkan dengan tekstur columnar jointing. Letusan tengger purba, yang salah satunya menghasilkan puncak pra kuarter, memiliki karekteristik letusan yang dapat mengeluarkan material yang bermacam macam. Ada yang berupa tufaan (timbunan abu vulkan yang memadat), sebagian basalt (material tanpa tekstur namun terdapat rekahan), serta struktur kolom. Hal ini mengindikasikan bahwa pada saat terjadi letusan, terdapat lava yang mengalir serta membentuk lava basalt, lalu disusul oleh semburan lava yang menghasilkan tuff yang akhirnya memadat, dan ketika terjadi lelehan lava basaltic, terjadi tekanan mendesak kepada bagian tengah karena proses pendinginan yang cepat sehingga membentuk struktur kolom, dengan asumsi proses pecahnya besi tuang akibat tersiram air. Selain struktur kolom, juga terdapat bentukan lava tali, yang mengindikasikan selain adanya aliran lava basalt yang besar, juga terdapat aliran sisa dalam kuantitas yang kecil. Hal tersebut merupakan ciri khas letusan dengan tipe lelehan. Tipe vulkan yang terdapat di Indonesia terkadang memiliki karakteristik berupa keluaran lava basaltic, namun terkadang juga granitic, namun kuantitas yang paling sering adalah andesitic. Namun di POS 1, keberadaan andesit tidak nampak, justru terdapat tuff, basalt, dan batuan sedimen. Sedangkan kondisi air yang ada di kawasan POS 1, setelah melewati batuan basalt, sehingga membentuk palung akibat proses tekanan kedalam sehingga terjadi erosi bawah tebing atau erosi pada dasar aliran, yang makin lama makin dalam. Namun terjadi penerjunan pada bagian kanan POS 1 dikarenakan adanya sesar yang

melewati daerah pronojiwo. Bagian selatan semeru, termasuk didalamnya pronojiwo adalah kawasan yang terpotong oleh beberapa sesar. Pada perbatasan ampelgading terdapat kalimanjing, yang mana terdapat jurang yang sangat dalam, merupakan lanjutan dari celah tektonik pulau sempu menuju timur laut hingga barat pronojiwo, lalu membelok kearah utara naik kearah semeru dan turun di daerah pasuruan. Sedangkan di kawasan tengger, sesar tersebut pecah, ada yang kearah barat laut yaitu nongkojajar, dan ada yang kearah utara, yaitu sampai pada ranu grati dan kubah semongkro. Semua itu merupakan sesar transversal yang memotong kawasan kelompok tengger. Pangkalnya, apabila dari selatan adalah pulau sempu, yaitu kearah timur laut. Apabila mengarah kearah balekambang, khususnya jurang mayit, yaitu salah satu sesar atau escarpment. Kali besuk merupakan contoh dari barranco, lembah yang tergerus oleh aliran lava sehingga membentuk sungai atau aliran sungai. Sehingga berbeda dengan lembah yang ada di kalimanjing yang lebih kepada lembah tektonik atau rift. Bentukan barranco sangat berbeda dengan lembah yang sekedar tererosi oleh air. Lembah yang murni tererosi air, berada pada kawasan yang memiliki stadia muda, dengan bentuk “V”, sedangkan kali besuk, merupakan lembah yang khas tererosi oleh airan lava, sehingga berbentuk “U” yang terjal. Bahkan terdapat erosi bawah tebing atau disebut dengan undercutting, yang menyebabkan batuan batuan basaltic yang sudah banyak terdapat rekahan mengalami rockfall atau runtuh gunung (proses tergerusnya bagian bawah tebing, sehingga tidak mampu menahan beban yang ada diatasnya, sehingga runtuh). Penggunaan lahan atau ecomorphology, pada saat berangkat hingga POS 1 adalah, dari UM, merupakan suasana perkotaan, dengan inti kota yang merupakan pusat kegiatan bisnis, pendidikan, pemerintahan dan lain sebagainya, hingga mencapai gadang. Sedangkan dari gadang hingga bululawang, merupakan suasana pinggiran kota. Pada sebagian bululawang sudah akan tumbuh menjadi kota, namun masih pada karakteristik rural urban. Dari bululawang hingga turen, terdapat variasi antara rural, rural urban, dan urban. Mengarah ke POS 1, semuanya menunjukkan karakteristik rural urban, kecuali beberapa titik seperti ampel gading, tirtoyudo, dampit merupakan susasana yang menjurus kearah kota. Definisi kota adalah suatu permukiman yang dibangun atas jejaring jalan, oleh pusat kegiatan pemerintahan, pendidikan, bisnis. Namun apabila terdapat suasana terpencar dan tidak terkonsentrasi, maka belum dapat disebut sebagai kota. Pemanfaatan lahan sangat tergantung pada potensi wilayah, disamping kemjuan wilayah. Sebagai contoh, apabila pemanfaatan daerah kota tidak akan semata-mata potensi kota saja, namun termasuk didalamnya SDM. Penamaan dari tempat usaha yang didirikan masayarakat mengindikasikan kemajuan suatu wilayah. Apabila di kota terdapat penamaan usaha yang berkarakter desa, maka dengan asumsi pemilik usaha tersebut bukan penduduk asli daerah kota. Mengarah ke POS 1, ketergantungan penduduk akan alam menjadi sangat terlihat, seperti halnya pada kebun campuran antara cengkeh, salak, kelapa dan sebagainya. Air yang ada di kali besuk merupakan air yang berarus turbulens, dengam karaketristik dasar aliran yang tidak teratur, berpola braiding atau teranyam, akibat sedimentasi yang sangat kuat. Menuju kearah balekambang, mulai dari turen, begitu sampai escarpment, merupakan wilayah karst. Apabila melewati gondanglegi, hingga kali lesti, pada kawasan selatannya merupakan daerah karst. Pada bagian utaranya merupakan daerah fluvial atau daerah intermountainplain. Variasi karst yang ada di sekitar kawasan kali lesti, seperti kerucut karst, doline, lembah buta (kawasan srigonjo) dan sebagainya. Mengarah ke selatan, dominasi pengaruh manusia sangat terlihat, seperti halnya kawasan hutan konservasi hasil penanaman penduduk pada

jaman jepang. Pantai balekambang merupakan sebuah pantai yang ada di pantai selatan jawa, dengan proses mengalami pengangkatan, yang hampir sama seperti tanah lot, bali. Tanah lot, memiliki material vulkanis endapan bali tengah. Sedangkan balekambang memiliki material karst yang terangkat karena proses transgresi akibat pengangkatan dan proses geologis. Laguna (muara sungai) terbentuk akibat arus sepanjang pantai yang menuju kearah barat laut tersebut meninggalkan material sedimentasi di sepanjang pantai. Pada sepanjang pantai tersebut longsor menjurus kearah barat laut, dan endapannya mengisi sebagian pantai yang ada. Keberadaan pasir gampingan. Penggunaan lahannya berupa pemukiman, rumput atau perkebunan, tegalan atau ladang, perbukitan atau gundukan.

1. 2. 1. 2.

2.2 KALI LEPRAK KOORDINAT X : 0722922 Y : 9095067 WGS UTM : 49 L Status : 5m Kali leprak, atau disebut dengan curah kobokan. Gladak perak karena dalam pembangunannya memerlukan biaya yang besar berupa gulden perak pada jaman belanda. Kali leprak adalah salah satu barrancoyang terdapat pada daerah hilir, tempat penampungan lava semeru. Pada daerah hulu, pola lembahnya berbentuk U, karena yang menggerus adalah aliran lava. Terdapat kesamaan dengan barranco kali besuk, namun pada kali leprak, bentuknya lebih besar karena adanya konsentrasi aliran lava semeru pada kawasan curah kobokan. Dari sisi formasi geologis, masih merupakan kawasan bagian vulkan semeru. Pada area kali leprak, bagian yang paling menonjol adalah bentukan spur atau taji. Lereng selatan semeru memunyai bentuk concave atau cekungan dengan adanya beberapa spur atau taji. Taji tersebut terdapat beberapa bagan yang mana menunjukkan bahwa adanya zona selatan yang masuk pada zone tengah, atau begitu pula sebaliknya. Sebagai contohnya adalah gunung sawur yang ada di lumajang. Gunung sawur adalah sebuah gunung tua oligomiosen, yang terletak di tengah-tengah karst. Gunung sawur merupakan vulkan purba yang seumuran dengan vulkan purba yang ada di dampit dan yang ada di ampel gading. Pada kawasan pronojiwo, terdapat beberapa macam bentukan, yaitu vulkan kuarter, vulkan oligomiosen, serta vulkan dengan batuan dasar karst, sehingga dikategorikan kompleks (complicated). Terdapat batuan basalt, tuff, andesit, konglomerat, dan bercampur menjadi satu dikarenakan aliran lava. Batuan yang berasal dari vulkan semeru bias bermacam-macam, seperti halnya pumice, obsidian, scoria (batu yang berlubang-lubang akibat pada waktu erupsi terisi oleh udara, sehingga pada waktu setelah membeku membentuk lubang-lubang pada batuan tersebut). Warna batuannya mulai dari warna batuan yang kecoklatan, hingga batuan yang berwarna abuabu, tergantung pada asal batuan tersebut dan tingkat pelapukannya. Selain itu, dapat juga tercampur dengan material batuan lain yang non vulkanis karena merupakan produk dari aliran sungai. Terdapat juga batuan marel, dengan warna hijau, teksturnya keras, memiliki lapisanlapisan. Terdapat dibawah gladak perak, khsusnya bagian dasarnya. Marel merupakan batuan hasil percampuran antara tanah liat, gamping dan sedikit pasir. Banyak disebut sebagai watu ijo, dipergunakan sebagai megasah dan membersihkan benda-benda dari logam, agar mengkilat dan menghilangkan kotoran. Hal ini dikarenakan meral merupakan batuan yang lunak. Biasanya marel

digunakan sebagai asahan atau ungkal, sama seperti tuff. Namun tuff lebih kompak dan tidak cepat habis, sedangkan marel lebih cepat habis. Keduanya memiliki karakteristik yang halus, yang mengindikasikan karakter vulkannya. Batuan vulkanis yang teksturnya halus merupakan hasil lava basal, apabila intermediate adalah andesitic. Produk semeru terkadang memiliki karakteristik lava basa, dan terkadang lava intermediate. Sehingga endapan materialnya bermacam-macam, ada yang andesitic, ada yang basaltic, juga terkadang keduanya. Sebagai bukti bahwa pada kali besuk, terdapat lava tali yang merupakan khas erupsi lelehan, dan columnar jointing, yaitu bentukan yang diakibatkan proses pendinginan lava yang secara mendadak. Namun tidak semua batuan dapat terbentuk struktur kolom, hanya pada batuan-batuan yang memiliki tekstur halus, semisal diabas, basal, dan gabbro, sedang pada kawasan kali leprak adalah basalt. Terdapat juga batuan yang memiliki kekar atau rekahan. Pada sepanjang perjalanan menuju POS 2, terdapat berbagai bentuk variasi geologis dan geomorfologis. Terutamanya pada ekomorfologinya yang bermacam-macam. Sejak piket Nol hingga POS 2 adalah kawasan hutan konservasi, milik perhutani, yang apabila ditinjau lebih jauh dari sisi morfologis, kurang memenuhi syarat apabila digunakan sebagai kawasan permukiman. Selain itu, karena dimiliki oleh pihak perhutani, maka oleh pihak perhutani tidak diperuntukkan sebagai kawasan permukiman. Sedangkan sepanjang perjalanan yang nukan milik perhtani, lebih dominan dipergunakan sebagai kawasan perkebunan campuran, seperti tanaman keras (mahoni, sengon, jabon,), serta tanaman yang diambil buahnya, seperti durian, salak, dan kelapa. Pohon kelapa merupakan indikasi keberadaan serta keadaan air tanah yang ada di kawasan antara POS 1 dan POS 2. Arah daun yang mendongak keatas ataupun kebawah merupakan indikasi dari keberadaan serta kuantitas airnya. Begitu pula ketebalan daun serta kunatitas buahnya. Apabila kondisi air tidak baik, maka tingkat kerimbunan daun juga tidak begitu besar. Pohon kelapa memiliki batas maksimum untuk tumbuh pada kawasan 900 mdpl, namun yang paling baik adalah kurang dari 200mdpl. Pada kawasan hutan konservasi di dekat POS 2, tidak terdapat permasalahan yang menjurus pada kekurangan air ataupun unsur hara. Rona putih yang terlihat dari landscape kawasan POS 2 adalah merupakan sisa karst, atau bahkan berupa karst. Gunung sawur yang ada di kawasan rona tersebut memiliki umur yang lebih tua, yaitu pada jaman oligomiosen (peralihan jaman oligosen kepada miosen), sedangkan gamping zone selatannya berumur miosen bawah, sehingga lebih muda. Aliran yang ada di pos 2 merupakan aliran braiding, atau aliran teranyam, dikarenakan adanya pasokan material klastik (batuan klastik) yang banyak,maka aliran yang ada di kali lepprak akan cenderung menyebar, kearah dimana air dapat mengalir, terkadang berada dibawah permukaan terkadang diatas permukaan. Curah kobokan berarti bahwa curah (merupakan sungai yang hanya akan mengalir pada saat musim hujan), dan kobokan (tempat cuci tangan). Kaitan antara kekasaran material yang terendap di kali leprak, yaitu pada dasarnya kasar, diatasnya lebih halus, diatasnya lebih halus lagi adalah, bahwa pada saat material terbawa oleh air, material yang lebih berat akan berada di bawah, sedangkan yang lebih ringan ada diatasnya. Kali leprak merupakan fluviovulkanik, yaitu material vulkanik yang terbawa oleh air. Hal tersebut merupakan sortasi menurut beratnya, karena materialnya lebih berat maka dibawah, sedangkan yang lebih ringan ada diatas. Pada dasarnya terdapat beberapa macam sortasi, yaitu sortasi berat, sortasi mekanik, sortasi suhu (berdasarkan tempat membekunya lava) apabila pembukannya lebih dahulu maka akan berada dibawah dan yang terakhir akan berada diatas, sortasi khemis yang didasarkan pada terpisah karena adanya unsur kimia yang berbeda sebagai contoh bahwa batuan yang mengandung unsur silica tidak akan bias bercampur dengan bataun yang memiliki unsur basa. Apabila tercampur, maka akan terjadi stressing sehingga terdapat lubang pada batu setelah

mendingin. Kawasan pos 2 merupakan batuan mandalika (lava tuff dan sisipan breksi diakibatkan karena kadangkala basa, kadang kala intermediate erupsinya) atau terobosan.

1. 2. 1. 2.

2.3PIKET NOL KOORDINAT X: 0721459 Y: 9093971 WGS UTM : 49L Status : 11m Piket nol diasumsikan bahwa wilayah barat adalah wilayah pejuang, dan wilayah timur merupakan wilayah belanda pada tahun 1947 dan 1949. Piket nol merupakan perbatasan yang dimarkasi oleh pejuang dan belanda. Dari segi morfologis, piket nol merupakan sebuah spur atau taji dari semeru selatan, spur tersebut berbentuk cekung,(seperti semenanjung tapi berada di daratan) yang mana merupakan peralihan antara materi vulkanis dan materi karst (selatannya materi karst, dan di utaranya materi vulkanis). Piket nol juga merupakan kawasan perbatasan antara produk vulkan purba dan vulkan semeru muda atau disebut sebagai tengger muda. Pada kawasan sekitar piket nol, terdapat barranco yang mengarah terus ke curah kobokan, hingga kearah lereng tenggara semeru yang merupakan daerah aliran lava. Di sebelah tenggara semru terdapat sobekan yang merupakan aliran lava. Apabila terjadi letusan, maka seluruh aliran lavanya akan terkonsentrasi kearah tenggara, dan tidak menyebar kemana-mana diakibatkan karena letusannya lebih cenderung lemah dan lelehan, dengan periode erupsi selama 30menit. Produk erupsinya terlihat di kali leprak berupa material andesitic, basaltic, dan campuran, dikarenakan semeru adalah vulkan intermediate, dengan tipe erupsi vulkano lemah, meskipun memiliki karaktersitik material yang cenderung piroklastik. Terdapat pepohonan yang menunjukkan karakteristik kualitas air tanah yang baik ataupun sebaliknya, pada kanan jalan merupakan kawasan yang memiliki kandungan air yang lebih sedikit, sedangkan di bagaian kiri jalan merupakan kawasan yang memiliki kandungan air yang lebih banyak. Hal ini dikarenakan adanya material belerang hasil periode erupsi yang menyebabkan adanya unsur hara yang tidak siap dikonsumsi oleh tanaman. Namun terbatas pada beberapa tempat saja yang terkandung belerang tinggi. Jenis tanahnya adalah sodosol menurut USDA, yang mana mengadung belerang yang cukup tinggi sehingga mengakibatkan tanaman cenderung kurus dan tidak terlalu subur, meskipun pada dasarnya unsur hara tersedia banyak. Taji juga dapat diakibatkan proses aliran lava, sehingga menjadi timbunan yang ada pada suatu kawasan atau hamparan yang luas. Selain itu bias diakibatkan karena adanya pengangkatan.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 1. 2. 3. 4.

ALAT DAN BAHAN GPS Megaphone Peta Geologi Daerah Kajian Peta Rupa Bumi Daerah Kajian

5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 3.2

HCL H2O2 Blocknote Kantong Plastik Karet Isolasi Kamera LOKASI PENELITIAN Lokasi penelitian dalam kegiatan KKL Mata Kuliah Geologi Indonesia, Program Studi Pendidikan Geografi angkatan 2013 adalah: 1. Kali Besuk, Pronojiwo, Kabupaten Lumajang 2. Kali Leprak (Curah Kobokan), Kebon Agung, Kabupaten Lumajang 3. Piket Nol, Oro-Oro Ombo, Kabupaten Lumajang 3.3 PROSEDUR PENGUMPULAN DATA Prosedur pengumpulan data penelitian KKL II dilakukan dengan metode proporsi sampling. Penelitian dilakukan dengan mengambil sampel pada tiap titik objek yang diasumsikan dapat mengakili keadaan keseluruhan. Selain menggunakan data primer penelitian ini juga menggunakan data sekunder dari berbagai sumber.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 KONDISI GEOLOGI KOTA MALANG Secara astronomis wilayah Kota Malang berada antara 07°46'48" - 08°46'42" LS dan 112°31'42" - 112°48'48" BT. Berdasarkan kondisi fisiografi Kota Malang berada dalam zona Solo. Zona Solo sendiri adalah merupakan zona busur vulkanik kuarter yang terbentuk pada Pleistosen tengah bagian akhir. Zona Solo yang ada di Kota Malang merupakan depresi yang ditumbuhi vulkan-vulkan kuarter yang telah mengalami collapse karena tumbuh di atas sedimen marine yang plastis dan terus berkembang hingga periode Holosen. Kompleks vulkan yang berkembang dari arah timur ke barat meliputi, kompleks Anjasmoro – Arjuno – Kawi – Butak – Welirang – Kelud yang merupakan kelompok vulkan muda yang terbentuk pada periode Holosen, kecuali gunung Anjasmoro yang pada dasarnya merupakan bagian tertua dari zona Solo. Mengacu pada hasil interpretasi peta geologi Jawa Timur, kota Malang berada pada daerah dengan kode QHU. Kode QHU dalam legenda menunjukkan bahwa kawasan dengan kode QHU merupakan kawasan busur gunung api lajur tengah yang terbentuk pada periode Holosen. Batuan penysunnya terdiri atas Breksi, Aglomerat, lahar, tuff, lapili, bom, debu gunung api, dan susunan andesit basalt. Berdasarkan kondisi wilayahnya maka pada kota Malang lahan banyak dimanfaatkan sebagai area pemukiman, pusat pemerintahan, pusat pendidikan, dan pusat kekgiatan perekonomian. 4.2 KONDISI GEOLOGI KALI BESUK Pada dasarnya kali besuk merupakan bagian dari satuan bentuk lahan asal vulkanis lereng bagian tengah. Kali Besuk sendiri merupakan salah satu contoh dari Barranco yang terbentuk karena lembah tergerus oleh aliran lava. Pada awalnya di Kali Besuk embrio palung yang terbentuk pada kanan kiri lama-kelamaan terbentuk semakin dalam sehingga menyebabkan batuan yang ada

diatasnya jatuh ke bawah dan terbentuk Under Cutting. Proses jatuhnya batuan tersebut tidak hanya disebabkan oleh semakin dalamnya palung, namun juga karena pengaruh dari aktifitas sesar yang terdapat di Pronojiwo. Kali Besuk mempunyai arus yang bersifat turbulen sehingga berdampak pada pola aliran. Pola aliran air yang terbentuk pada kali Besuk adalah pola aliran teranyam. Mengacu pada hasil interpretasi peta geologi Lumajang Selatan, Kali Besuk terbentuk pada periode Oligo-Miosen yang berasal dari batuan gunung api semeru, dengan batuan penyusunnya adalah lava andesit-basalt, tuff, breksi gunung api, breksi pasiran, dan breksi lahar. Struktur batuan yang ada di kali Besuk berupa Columnar Jointing yang terbentuk akibat adanya kontak langsung dengan magma. Columnar Jointing sendiri adalah retakan yang disisipi magma yang mengalami proses pendinginan sangat cepat dan mendapat tekanan di bagian tengahnya dan terjadi pada batuan yang cenderung basa sehingga mmembentuk kolom seperti tiang-tiang yang teratur. Columnar Jointing yang ada di kali Besuk terbentuk pada zaman tersier. Pada Kali Bessuk selain terdapat columnar jointing, terdapat pula lava tali. Lava tali yang ada di kali Besuk bagian dasarnya merupakan batuan basalt. Adanya lava tali di kali Besuk menjadi tanda bahwa letusan yang terjadi berupa lelehan besar dengan material basalt yang kemudian disusul dengan lelehan yang kecil. Secara umum pada kali Besuk batuan penyusunya berupa bourder atau bongkahan batu besar hasil erupsi gunung semeru yang terangkiy oleh aliran sungai dan diendapkan di kali Besuk. Di kali Besuk batuan didominasi oleh batuan basalt yang berwarna keabu-abuan dan kehijauan akibat tertutup abu vulkanik atau tuff. 4.3 KONDISI GEOLOGI PIKET NOL Secara historis piket nol merupakan batas antar wilayah pejuang Indoneia dengan penjajah Belanda. Piket Nol merupakan kawasan yang berbentuk Taji dari semeru selatan yang berbentuk cekung. Taji tersusun dari material yang bercampur antara material vulkanis dengan material karst. Material karst terdapar di bagian selatan sedangkan material vulkan terdapat di bagian Utara. Perbedaan material antara sebelah utara dan sebelah selatan adalah pada pembatas produk antara material vulkan semeru tua dengan kerak. Piket NOL merupakan daerah yang mempunyai satuan bentuk lahan vulkanis pada lereng tengah. Lereng selatan semeru yang merupakan wilayah terbentuknya tai berbatasan dengan zona selatan sehingga terdapat percampuran material-material khas zona selatan dengan zona tengah. Secara geologi piket nol terletak pada daerah Tmv yang merupakan lajur gunung selatan yang memiliki jenis batuan gunung api oligomiosen (lava, breksi, aglomerat, tuff dengan susunan andesit basalt yang berlensa batu gamping hablur berurat kuarsa. Piket jol merupakan satuan bentuk lahan vulkanis yang terjadi pada massa pra-quarter dengan materi penyusunnya berupa tuff dan aglomerat. 4.4 KONDISI GEOLOGI KALI LEPRAK Berdasarkan Peta Geologi Jawa Timur, Sungai Leprak termasuk endapan gunung api Semeru (Qvs) yang terdiri dari lava andesit sampai basalt, klastika gunung api dan lahar. Batuan – batuan tersebut berumur kuarter. Qac adalah lajur gunung tengah yang jenis batuan nya merupakan batuan alluvium (krikil, krakal, dan lempung pasir). Beberapa batuan yang dapat ditemukan disana adalah basalt, andesit, dan marel (batuan yang merupakan campuran tanah liat, gamping dan sedikit pasir). Batuan marel terbentuk karena adanya percampuran antara zona selatan dan zona tengah yang terjadi pada masa holosen sekitar 1,7 juta tahun yang lalu hingga sekarang.

Erupsi eksplosif menghasilkan materi bom, lapilli dan eflata. Bom atau bongkahan akan diangkut oleh tenaga air yang lambat laun akan menjadi material halus karena adanya gesekan dengan pasir/batuan. Jika bentuk batuan masih lancip dan runcing maka dapat identifikasi bahwa batuan tersebut menempuh jarak pengangkutan yang relative pendek dan pergerakan massa batuan masih rendah, begitu pula sebaliknya. Pada sebelah barat terdapat bukit yang termasuk bentuk lahan vulkanik diatas materi alluvial dan karst. Sedangkan disebelah kanan merupakan semenanjung diatas dataran (spoor) yang terdiri dari materi gampingan (karst) yang dipengaruhi oleh zona subduksi di selatan jawa dan vulkanik pra quarter. NO LOKASI FORMASI DESKRIPSI UMUR 1 Klojen QPTM/QVTM TUFF MALANG: tuff KUARTER batu apung, tuff pasiran, -PLEISTOSEN 2 Wondokoyo QPTM tuff breksi, tuff halus, 3 Tambaksari QPTM dan tuff lapilli 4 Wadangpuro QPTM (QPTM/QVTM) 5 Bululawang QPTM 6 Krebet QPTM 7 Gomblok QPTM ENDAPAN TUFF KUARTER GUNUNG API: -EARLY 8 Ketapang QPTM Tuff kasar-halus, batu HOLOSEN 9 Pasncir QPTM apung dan fragmen 10 Gondanglegi QPTM andesit (QVTM/QPTM) 11 Sedayu QPTM 12

Turen

QPTM/QPVB

13

Rembun

QVJ

14 15 16 17 18 19 20 21 22

Dampit Sumberkembar Amadanom Sumberramis Tirtoyudo Tegalsari Tamansari Tirtomulyo Sidomarto

TMW TMW TMW TMW/QVS TMW/QVS QVS TMW TMW/QVS QVS/TMW

5.1 KESIMPULAN

ENDAPAN GUNUNG API BURING: Lava basal, olivine piroksen, tuff pasiran (QPVB) ENDAPAN GUNUNG API JEMBANGAN: Lava basal, olivine piroksen tuff, tuff pasiran, tuff, pasir (QVJ) FORMASI WUNI: Breksi dan lava andesit basal, breksi tuff, breksi lahar, dan tuff pasiran (TMW) ENDAPAN GUNUNG SEMERU/MAHAMERU: Lava andesit basal, klastika gunung api dan lahar (QVS) BAB V PENUTUP

KUARTER -LATE PLEISTOSEN

EARLY KUARTER -EARLY PLEISTOSEN TERSIER -MIDDLE MIOSEN

MIDDLE-LATE KUARTER -MIDDLE to LATE PLEISTOSEN

 



  

Pada dasarnya kali besuk merupakan bagian dari satuan bentuk lahan asal vulkanis lereng bagian tengah. Kali Besuk sendiri merupakan salah satu contoh dari Barranco yang terbentuk karena lembah tergerus oleh aliran lava. Secara historis piket nol merupakan batas antar wilayah pejuang Indoneia dengan penjajah Belanda. Piket Nol merupakan kawasan yang berbentuk Taji dari semeru selatan yang berbentuk cekung. Taji tersusun dari material yang bercampur antara material vulkanis dengan material karst. Hampir sama dengan kali besuk, kondisi umum kali leprak merupakan salah satu bentuk barranco yang ada pada bagian hilir. Sungai Leprak termasuk endapan gunung api Semeru (Qvs) yang terdiri dari lava andesit sampai basalt, klastika gunung api dan lahar. 5.2 SARAN Tulisan diatas merupakan salah satu bentuk karya ilmiah hasil dari kuliah kerja lapangan mata kuliah geologi Indonesia. Segala bentuk kekurangan yang ada dalam karya tulis diatas sematamata karena keterbatasan penulis. Diharapkan dengan adanya karya tulis ilmiah ini, dapat menambah referensi mengenai objek kajian terkait. Saran dan kritik yang membangun sangat berguna dalam hal review serta koreksi terhadap hasil yang berkaitan.

DAFTAR RUJUKAN Santosa, S dan T. Suwarti.1992.Peta Geologi Lembar Malang,Jawa.Bandung:Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi. Sujanto, R.Hadisantono, Kusnama, R.Chaniago, dan R Baharuddin.1992.Peta Geologi Lembar Turen,Jawa.Bandung:Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi. Suwarti, T dan Suharsono.1992.Peta Geologi Lembar Lumajang,Jawa.Bandung:Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi.

ilmu Jumat, 14 November 2014 Geografi Gladak Perak, Watu Pecak, Ranu Klakah, Gunung Bromo, Desa Ngadisari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

`Indonesia merupakan negara yang di lewati jalur pegungan api besar di dunia, yaitu pegunungan api sirkum mediterania yang membujur dari asia sampai ke nabire papua dan sirkum pegunungan pasifik yang membujur dari samudra pasifik sampai ke nabire, sehingga bertemu dengan sirkum mediterania. Sirkum Pasifik dari Pegunungan Andes di Amerika Selatan, kemudian bersambung ke Pegunungan Rocky di Amerika Utara lalu ke Jepang, Filipina, sampai akhirnya sampai ke Indonesia melalui Sulawesi. Sirkum Pasifik juga bercabang ke Pulau Halmahera dan akhirnya sampai di Papua. Di sepanjang dua jalur ini membentang gunung api aktif yang siap mengeluarkan muntahan abu vulkanik kapan saja. Hampir seluruh wilayah di Indonesia dilalui kedua jalur ini, hanya Pulau Kalimantan yang tidak. Itu sebabnya tidak ada gunung api di Pulau ini dan wilayah ini aman dari gempa. Sirkum Mediterania berawal dari Pegunungan Alpen di Eropa kemudian menyambung ke Pegunungan Himalaya di Asia dan masuk ke wilayah Indonesia melalui Pulau Sumatra. Pegunungan Sirkum Mediterania ini terbagi menjadu dua jalur utama, yakni sebagai berikut: 1. Busur luar Busur luar dari rangkaian Sirkum Mediterania, tidak bersifat vulkanis. Busur luar sirkum Meditarian membentang di pantai barat Sumatra, seperti Pulau Simeul, Nias, Mentawai, dan Enggano, pantai selatan Jawa, dan pantai selatan Kepulauan Nusa Tenggara. 2. Busur dalam Busur dalam dari rangkaian Sirkum Mediterania bersifat vulkanis. Yang menyababkan banyak Gunung api aktif di sekitar rangkaian Sirkum Meditarian. Contoh gunungapi tersebut adalah Gunung Kerinci, Gunung Leuseur,dan Gunung Krakatau serta kompleks Pegunungan Bromo-Tengger. Obyek Wisata Gunung Bromo letak geografisnya tepat di Taman Nasional Bromo Tengger Semeru, Provinsi Jawa Timur, yaitu adalah salah satu di antara obyek wisata paling favorit didunia. Wisata Gunung Bromo, selain memiliki keunikan pesona alam yang indah dan mengagumkan berupa lautan pasir Bromo, asap putih yang keluar dari kawah Bromo, padang rumput savannah yang menghampar hijau, di Gunung Bromo juga terkandung budaya luhur dari Suku Tengger yang bermukim di kawasan sekitar Gunung Bromo. Salah satu gunung dari beberapa gunung lainnya yang terhampar di kawasan Komplek Pegunungan Tengger, berdiri diareal Kaldera berdiameter 8 - 10 km yang dinding kalderanya mengelilingi laut pasir sangat terjal dengan kemiringan 60 - 80 derajat dan tinggi berkisar antara 200 -

600 meter. Daya tarik Gunung Bromo yang istimewa adalah kawah di tengah kawah dengan lautan pasirnya yang membentang luas di sekeliling kawah Bromo yang sampai saat ini masih terlihat mengepulkan asap putih setiap saat, manandakan Gunung ini masih aktif. Menurut sejarah terbentuknya Gunung Bromo dan lautan pasir berawal dari dua gunung yang saling berimpitan satu sama lain. Gunung Tengger (4.000 mdpl ) yang merupakan gunung terbesar dan tertinggi pada waktu itu. Kemudian terjadi letusan kecil, materi vulkanik terlempar ke tenggara sehingga membentuk lembah besar. Letusan dahsyat kemudian menciptakan kaldera dengan diameter lebih dari delapan kilometer. Karena dalamnya kaldera, materi vulkanik letusan lanjutan tertumpuk di dalam dan sekarang menjadi lautan pasir dan di duga dulu kala pernah terisi oleh air dan kemudian aktivitas lanjutan adalah munculnya lorong magma ditengah kaldera sehingga muncul gunung - gunung baru antara lain Lautan pasir, Gunung Widodaren, Gunung watangan, Gunung Kursi, Gunung Batok dan Gunung Bromo. Karena faktor-faktor di atas maka kami memutuskan untuk menjadikan Gunung Bromo sebagai tujuan utama dalam KKL 1. Sebelum ke bromo kita akan melewati beberapa daerah yang memiliki karakteristik dan fenomena geosfer yang berbeda-beda, yaitu Gladak Perak dengan karakteristik penambangan pasir dari Gunung Semeru, Pantai Watupecak yang memiliki pantai berpasir hitam material yang di endapkan dari Gunung Semeru, dan Ranu Klakah yang merupakan bekas kaldera gunung berapi yang tertutup kemudian menampung air hujan untuk menjadi sebuah danau.

1.2 Tujuan Tujuan penelitian ini adalah : 1. Mengkaji karakteristik kondisi fisik dan sosial budaya di daerah geowisata berbasis geologi kegunung apian. 2.

menyusun kriteria penilaian eko-geologi kaldera Bromo Tengger sebagai bentuk konservasi geologi maupun geological site heritage.

3. Mengkaji karakteristik kondisi fisik dan sosial budaya di daerah Ranu Klakah, Watu Pecak, Gladak Perak, dan Gunung Bromo

1.3 Manfaat 1. Mahasiswa Geografi

Kegiatan KKL dapat digunakan sebagai tambahan referensi bagi mahasiswa Geografi untuk menambah pengetahuan tentang kondisi fisik dan sosial budaya yang ada di Ranu Klakah, Gladak Perak, Watu Pecak, Desa Ngadisari dan Gunung Bromo. Masyarakat Umum 2. Kegiatan KKL 1 dapat bermanfaat untuk memberikan pengetahuan kepada pembaca tentang daerahdaerah Ranu Klakah, Gladak Perak, Watu Pecak, Desa Ngadisari dan Gunung Bromo.

1.4 Cakupan Kegiatan 1. Mengamati lintas perjalanan menuju Gladak Perak Dalam kegiatan ini mahasiswa mengamati tentang tata guna lahan, vegetasi yang ada serta kondisi fisik yang ada di daerah lintas perjalanan tersebut. 2. Mengamati dan menghitung kemirinagn lereng di Watu Pecak. 3. Mengamati dan menganalisis bentang lahan dan fenomena alam seperti Danau di Ranu Klakah. 4. Gunung Bromo Di Gunung Bromo terdapat 3 titik pengamatan, yaitu: 1). Pananjakan Di Pananjakan mengamati bentuk kawah purba, kaldera dan matahari terbit dari ketinggian. 2). Widodaran Di Widodoran mengamati bentuk lahan. 3). Kawah Gunung Bromo Di Kawah Gunung Bromo mengamati bentuk, dan proses pembentukan kawah. 5. Mengamati dampak sekunder akibat letusan Gunung Bromo berupa lahar dingin yang menyebabkan kerugian material maupun non material. 6. Mengamati Watu Pecak tentang gumuk pasir, menguji tanah, menguji air, serta kondisi sosial budaya di masyarakat sekitar.

BAB II METODE KKL

2.1 Metode Penelitian Metode penelitian adalah suatu teknik mencari, memperoleh, mengumpulkan atau mencatat data, baik berupa data primer maupun data sekunder yang dapat digunakan untuk keperluan menyusun karya ilmiah dan kemudian menganalisa factor-faktor yang berhubungan dengan pokok-pokok permasalahan sehingga didapat suatu kebenaran atas data yang diperoleh. Berdasarkan sifat adat dan jenis data yang digunakan dalam penelitian ini, terdapat dua data yaitu data kuantitatif dan kualitatif. Data kuantitatif adalah data berupa angka-angka yang berhubungan dengan letak astronomis suatu wilayah, PH tanah dan angka-angka yang berhubungan dengan deskripsi fisik dan sosial. Sedangkan data kualitatif adalah data berupa deskripsi yang menjelaskan kondisi fisik dan sosial, ekonomi dan budaya pada lokasi penelitian. Menurut sumber data yang digunakan terdapat dari dua sumber data, yaitu primer dan sekunder: 1.

Data Primer a. Survey Lapangan Survey lapangan digunakan untuk mendapatkan gambaran secara objektif tentang kondisi lokasi penelitian. Berfungsi untul melihat langsung bagaimana ruang, kondisi fisik, kehidupan sosial, dan aktifitas penduduk yang berdomisili pada lokasi penelitian. Dari survey lapangan yang dilakukan pada lokasi penelitian didapat data-data yang sistematis melalui kontak langsung dengan fisik dan masyarakat. Dari beberapa penelitian terdapat pemateri atau pemandu sebagai sumber informan yang mendeskripsikan lokasi. Pemateri dan pemandu dalam KKL ini adalah Bu yuswanti, Pak Komang, Pak Mustofa, dan Pak Dwiyono. b. Wawancara Wawancara dilakukan disetiap lokasi pengamatan yang dilakukan pada penduduk setempat. Wawancara dilakukan secara terbuka untuk memperoleh data berupa kondisi sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat.

2.

Data Sekunder Data Sekunder adalah sumber data yang diperoleh dari sumber-sumber bacaan yang mendukung data primer. Hal tersebut sebagai penyempurnaan data-data yang telah diperoleh dari survey lapangan. Data sekunder ini diperoleh melalui: a. Browsing Internet Digunakan untuk mencari data penunjang yang diperlukan untuk melengkapi data yang telah ada yang sekiranya tidak terdapat dalam buku-buku literature maupun dari survey lapangan. 2.2 Alat dan Bahan 

Alat

-

Bor Tanah

-

Palu Geologi

-

Yallon

-

Kompas Geologi

-

Meteran

-

Abney level

-

GPS (Global Positioning System)

-

Kamera Digital

-

Alat Pengeras Suara



Bahan

-

Peta Geologi

-

H2O 10%

-

HCl 10%

-

Aquades

-

Spidol dan Kantong Plastik

2.3 Lokasi Kegiatan Dalam KKL ini ada 5 objek pengamatan, yaitu Gladak Perak, Watu Pecak, Ranu Klakah, Gunung Bromo, Desa Ngadisari.

BAB III HASIL OBSERVASI OBYEK KKL 3.1 Gladak Perak 3.1.1 Sejarah Glada Perak Gladak Perak, sebutan yang disematkan pada jembatan yang melintas di atas sungai Besuk Sat yang mengalirkan muntahan material gunung Semeru. Di jalur Malang – Lumajang, lokasi jembatan ini berada pada km 88 dari arah kota Malang. Letak Gladak perak ini berada pada rangkaian jalur berliku kawasan piket nol. Ada dua jembatan yang membentang, yang pertama yakni Gladak Perak lama yang dibangun pada jaman penjajahan Belanda dan sekarang sudah tidak digunakan lagi karena kondisinya yang kurang memadai untuk arus lalu lintas. Yang kedua yakni jembatan yang dibangun tahun 1998 –

2001. Gladak Perak yang di bangun pada waktu jaman Belanda ini, menguras banyak biaya, pemikiran, dan nyawa. Dengan segala keterbatasan sarana, makanan dan obat-obatan, pekerja-pekerja pribumi dipaksa menyelesaikan pembangunan jembatan pada lokasi yang sangat curam. Bahkan untuk membuat celah untuk meletakkan ujung jembatan, harus dilakukan dengan mendinamit. Bahkan sekitar awal tahun 80-an tempat ini dikenal sebagai lokasi pembuangan mayat korban Petrus (pembunuhan misterius) Gambar 1.1 : Konstruksi jembatan Gladak Perak yang tua .

Terdapat beberapa versi dalam,mengartikan sejarah penamaan Gladak Perak. Ada yang menyebutkan karena sejak pembangunan awal, seluruh besi konstruksi jembatan dicat dengan warna perak. Adapula sumber yang mengatakan, saat itu pekerja dibayar dengan menggunakan uang perak. Kini, Gladak Perak menjadi salah satu pemberhentian para pengguna jalan. Meski tidak begitu luas, tempat pakir kendaraan roda empat lebih leluasa. Di tempat ini juga terdapat beberapa lapak penjual makanan dan minuman, juga tersedia mushola.

3.1.2

Formasi Geologi Gladak Perak Daerah Gladak Perak/piket nol merupakan daerah pertemuan antara intrusi magma dari dapur magma dan lempeng selatan dengan daerah karst, hal ini dibuktikan dengan ditemukannya beberapa jenis batuan hasil kombinasi formasi vulkanik dengan kapur seperti, batu meril yang terbentuk karena pertemuan abu vulkanik dengan kapur yang terus mengalami proses geologi. Formasi kapur terbentuk karena wilayah selatan Jawa dulu pernah tenggelam kemudian terangkat sehingga terumbu karang yang mati menjadi batu kapur dan formasi vulkanisnya berasal dari kegiatan vulkan jalur pegunungan Bromo-Semeru mulai dari aliran lahar yang membawa material pasir,lapili dan bom. Jenis pasir yang kami temukan di sini merupakan pasir yang memiliki kandungan besi cukup baik, karena hasil aktivitas vulkanik gunung Semeru. Selain batu meril,kami juga menemukan batu yang berwarna kuning berkarat dikarenakan batu ini mengalami reaksi dengan besi yang terkandung di pasir besi,batu mar juga yang berwarna merah karena campuran antara

Selain mengeluarkan hasil-hasil tadi, juga dipengaruhi intrusi magma dari dapur magma gunung Bromo dan deretan lempeng di selatan Jawa sehingga Jawa bagian selatan terdapat urat-urat emas. Sungai yang melintasi bawah Gladak Perak Jenis batuan induk di daerah piket nol cukup seragam sehingga mempengaruhi pola aliran sungai, untuk bagian hilir merupakan jenis batu gunung api miosen yang di dominasi pasir dan tufa termasuk di piket nol yang di dominasi pasir

3.1.3 Keadaan Hidrologi Gladak Perak Daerah hulu piket nol merupakan pertemuan dari beberapa sungai sehingga mengahasilkan arus yang cukup deras. Arus yang deras membawa banyak material terutama dari aliran lava dingin yang membawa pasir, lapili dan bom. Ketika arus pelan maka akan terbentuk pola aliran-aliran sungai kecil di piket nol, ada yang seperti denditrik dan meander, hal ini terjadi karena arus tidak mampu menggerus endapan material, sehingga aliran sungai akan mencari daerah yang mudah tererosi. Debit sungai di piket nol sangat tergantung dari curah hujan di hulu karena terdapat gunung semeru sebagai daerah tangkapan hujan

Pola aliran sungainya, merupakan pola dendritik, karena aliran sungai cenderung mencari aliran yang pendek, sebab daerah yang berpasir memiliki dara resap cukup besar.

Menurut Observasi dan hasil penelitian kami, Diperoleh bahwa ketika kita mengamati suatu fenomena sosial, maka sebenarnya kita sedang mencerna realitas kehidupan yang membawakan kondisi sistem masyarakat tertentu yang sedang bekerja, berusaha tetap ada, dan seringkali berbenturan dengan sistem-sistem lainnya. Sistem ini mencirikan karakteristik sifat, tata nilai, ukuran, kualitas dan kedudukan relasional di dalam dan antarsistem. Oleh karenanya, fenomena sosial pada hakikatnya adalah proses dialog, transaksi dan negosiasi sejumlah sistem sosial pada konteks waktu dan tempat tertentu. Pada daerah Gladak Perak terdapat suatu kegiatan masyarakat yang mengelompok,yaitu dalam konteks pekerjaan yang rata-rata bekerja mendirikan usaha di sepanjang kanan dan kiri jalan setelah Gladak Perak. Kebanyakan masyarak tersebut bekerja dengan menjual berbagai makanan maupun minuman dengan mendirikan bangunan yang bahan utamanya terbuat kayu dan biasanya kita sebut sebagai warung. 3.1.5 Pusat Kegiatan Wilayah Gladak Perak Pusat Kegiatan masyarakat sekitar ialah berada di sepanjang pinggiran jalan setelah Gladak Perak, yaitu dimana di tempat tersebut banyak berdiri tempat-tempat peristirahatan yang strategis,serta banyak masyarakat yang menyediakan berbagai makanan dan minuman disana. Kemudian di area bawah Gladak Perak banyaknya masyarakat sekitar dan luar, mencari dan menambang pasir yang melimpah di sepanjang sungai tersebut. Sungai tersebut terbentuk karena adanya aliran lahar yang mengalir dari gunung Semeru yang membawa banyak material pasir yang banyak ditambang oleh masyarakat sekitar maupun luar. 3.1.6 Mata Pencaharian Penduduk sekitar Di daerah Gladak Perak, terdapat sungai besar yang bercabang menjadi 3 cabang. Dimana di daerah tersebut terdapat air terjun yang berhilir ke sungai besar tersebut. Di daerah tersebut banyak

perbukitan dan berdekatan dengan gunung yang sudah lama meletus. Sehinggga banyak hasil letusan yang tererupsi ke sungai besar seperti pasir. Akibatnya warga sekitar mencari peluang pekerjaan sebagai penambang pasir. Para warga baik lelaki maupun perempuan setiap harinya di upah senilai 25.00040.000. Selain sebagai pekerja penambang pasir, warga sekitar bermata pencaharian sebagai pedagang kaki lima atau pedagang sejenisnya. Karena pada daerah tersebut atau yang dikenal sebagai Gladak Perak dijadikan pusat wisata. Karena di Gladak Perak terdapat fenomena-fenomena alam. Dan terdapat jembatan peningggalan Belanda yang sekarang putus, tidak berfungsi. Banyak wisatawan, pelajar maupun mahasiswa yang mengunjungi tempat tersebut sekedar untuk ingin tahu, berfoto ataupun penelitian. Sehingga para warga sekitar meman faatkan moment tersebut untuk berjualan minuman/makanan ringan.

3.1.7. Kajian Geomorfologi Di Gladak Perak, pola aliran sungai dikategorikan coarse dendritic. Alirannya point bar yang disebut proses degradasi. Dimana pola aliran Dendritik itu pola pengaliran berbentuk seperti pohon dan bercabang-cabang. Cabang-cabangnya yang berarah tidak beraturan. Pola ini berkembang pada batuan yang resistennya seragam, lapisan sedimen mendatar, batuan beku massif, daerah lipatan, dan daerah metamorf yang kompleks. Dan disamping jembatan Gladak Perak terdapat perbukitan dimana perbukitan tersebut diketahui vegetasi perintis, yang diciri-cirikan dengan adanya perdu secara alami dan memungkinkan hanya lumut yang tumbuh secara subur. Dan susunannya mulai dari rumput, semak, perdu kanopi pohon keras yang bisa disebut Hutan Hujan Tropis. Dimana masa tumbuhnya panjang, sehingga tidak boleh ditebangi karena apabila pohonnya ditebang maka akan terjadi proses pelapukan yang akan mempercepat kerusakan dan selanjutnya akar-akarnya mengurup dan pecah. Daerah sekitar merupakan daerah dengan litologi yang

cukup plastis, sehingga ketika terjadi intrusi magma,daerah tersebut mengalami perubahan bentuk permukaan dan akan membentuk pegunungan.

3.1.7. Pola pemukiman Pola pemukiman penduduk sekitar Gladak Perak adalah linier, yaitu mengikuti arus jalan, jalan tersebut merupakan akses untuk memenuhi kebutuhan masyarakat tersebut. Selain itu, pemukiman penduduk mendekati daerah pertambangan pasir, karena hampir setiap penduduk yang ada di sekitar gladak perak menggantungkan hidupnya dengan menambang pasir yang ada di sungai dimana sungai tersebut merupakan hasil keluaran material dari gunung semeru yang tepatnya di bawah jembatan gladak perak tersebut. Akan tetapi daerah gladak perak, tidak memiliki jenis rumah yang permanen, karena daerah tersebut hanya dimanfaatkan sebagai aktivitas ekonomi yang hanya terjadi pada jam-jam tertentu dan ketika para penduduk sudah tidak ada aktivitas ekonomi maka para penduduk akan meninggalkan gladak dan kembali ke tempat asalnya

3.1.8. Kebutuhan pokok Kebutuhan pokok untuk daerah gladak sama dengan dengan daerah Kabupaten Lumajang lainnya, karena warga daerah Gladak Perak merupakan para pendatang. Sebagai makanan pokok, mereka tetap mengandalkan nasi karena sesuai dengan budaya yang dibawa dari daerah asalnya. Untuk memenuhi kebutuhan pokok tersebut, para penduduk memanfaatkan daerah sekitar dengan cukup optimal, seperti para penambang pasir yang memanfaatkan besarnya potensi pasir besir dan para pedagang memanfaatkan pemandangan sekitar yang indah dengan membuka warung-warung,sehingga para pengunjung dapat menikmati pemandangan yang indah sambil menikmati masakan di warung. 3.1.9 Pariwisata Gladak Perak Galdak Perak merupakan potensi wisata yang berada di kaki gunung semeru. Bagi masyarakat Malang dan Lumajang Gladak Perak bukanlah tempat yang asing. Karena Gladak Perak merupakan jembatan penghubung antara Malang- Lumajang dan menjadi jalan utama penghubung kota MalangLumajang bagian selatan dengan topografinya bergunung-gunung. Lokasi jembatan ini berada pada km 88 dari arah kota Malang dan merupakan jembatan yang melintas diatas sungai Besuk Sat. Salah satu

aliran primer lahar dingin Gunung Semeru. Letak Gladak Perak ini berada pada rangkaian jalur berliku kawasan Piket Nol. Gladak perak tak hanya menjadi penghubung antar dua kota, tempat ini juga mempunyai nilai sejarah cukup tinggi di era kemerdekaan. Awalnya Gladak Perak dibangun oleh pemerintah kolonial Belanda pada tahun 1925. Dengan memperkerjakan rakyat pribumi, Gladak Perak dibangun dengan susah payah karena harus memecah tebing bebatuan yang terjal. Bahkan untuk membuat celah untuk meletakkan ujung jembatan, harus dilakukan dengan mendinamit. Ternyata selama pembangunan jembatan yang berdiri diatas jurang ini, banyak pekerja yang tewas karena terjatuh, mengingat desain jembatan yang rumit dan faktor keselamatan yang kurang diperhatikan. Menurut mitos masyarakat setempat, jembatan tersebut dinamakan Gladak Perak karena fondasi jembatan lama era kolonial belanda dibangun dengan tumbal gelang perak milik seorang penari ledek yang cantik sebagai penolak bala. Dari situlah muncul nama Gladak Perak. Gladak berarti jembatan dan perak adalah gelang perak yang dijadikan tumbal untuk pembangunan jembatan. Tetapi pada tahun 1947, jembatan ini dibumihanguskan dengan cara diledakkan oleh Zeni Pioneer untuk memutus mobilitas tentara Belanda ke arah Pronojiwo. Dua wilayah ini pun terpisah hingga selesai dibangun kembali pada tahun 1952. Konon setelah selesai dibangun, jembatan ini merupakan tempat pembuangan mayat korban G30SPKI dan korban penembakan misterius. Tetapi sekitar tahun 2001, pemerintah membangun jembatan baru yang lebih lebar disisi jembatan lama dengan panjang kurang lebih 100 meter. Jembatan baru ini dibangun karena jembatan lama yang dibangun era kolonial kondisinya sudah tua dan memprihatinkan. Sedangkan jalur berliku wisata Piket Nol diawali dengan Goa Tetes didaerah Pronojiwo. Akses menuju Goa Tetes cukup sulit. Harus berhalan kaki beberapa km dengan jalan setapak yang terjal dan berliku. Tetapi setelah melewati medan yang cukup berat, rasa lelah akan terganti dengan pemandangan yang eksotis. Goa Tetes merupakan Goa dengan air terjun yang mengalir dibawahnya. Batuan disekitar air terjun berwarna menarik dan mengandung bijih besi. Konon goa ini merupakan tempat bertapa. Selanjutnya setelah Goa Tetes maka kawasanwisata Piket Nol menuju tempat wisata yang dinamakan Piket Nol itu sendiri. Kawasan ini topografinya berupa pegunungan dengan jalan agak sempit, berkelok tajam. Sisi kiri berupa lereng pegunungan yang rawan longsong ketika musim hujan, sedangkan sisi kanan berupa jurang menganga. Ada dua pendapat mengapa tempat ini dinamakan piket nol.

Yang pertama karena tempat ini adalah bagian tettinggi di jalur ini. Ada lagi yang mendasarkan karena tempat ini di jaman perjuangan dulu merupakan pos pemeriksaan kendaraan pengangkut hasil bumi dan hutan di tempat itu. Muatan kendaraan diperiksa dan ditarik retribusi. Namun, setiap kali ada pemeriksaan oleh pejabat Pemerintah Belanda, petugas piket jaga di pos itu tidak pernah ada. Maka, muncul sebutan Piket Nol.Dari hutan wisata di atas bukit ini, tersaji pemandangan bentang alam kawasan pantai di selatan dan puncak Semeru yang gagah di utara. Setelah melewati Piket Nol maka akan memasuki kasawan Gladak perak. Seperti yang telah dijelaskan diatas, selain sebagai saksi sejarah kemerdekaan, kini Gladak Perak menjadi salah satu wisata yang menggabungkan dua unsur yaitu keindahan alam kawasan semeru dan desain jembatan yang klasik. Gladak Perak menjadi salah satu pemberhentian para pengguna jalan. Meski tidak begitu luas, memarkir kendaraan roda empat bisa lebih leluasa. Di tempat ini juga terdapat beberapa lapak penjual makanan dan minuman, juga tersedia mushola. . Sambil menikmati sungai besuk sat atau besuk kobokan, yang merupakan sungai aliran lahar dari gunung semeru, juga jembatan lama yang menyimpan sejarah dan misteri dan keunikannya. Bukan hanya itu, di sisi kanan kita akan menyaksikan garis putih deburan ombak laut selatan yang sangat mempesona. Juga hamparan pasir yang berasal dari lava gunung semeru. Pasir inilah yang tiap hari diangkut ratusan truk ke arah Malang. Bahkan pada beberapa tempat, telah ditemukan tambang pasir besi. Jenis pasir yang berwarna hitam legam ini ber ton-ton diangkut dengan rute jalur menuju Lumajang. Yang selanjutnya disebar ke berbagai wilayah, bahkan pasir besi ini juga diekspor ke Korea. Selain menggunakan kendaraan pribadi seperti mobil dan kendaraan bermotor, untuk sampai ke Galdak Perak juga bisa menggunakan kendaraaan umum. Yaitu dengan menggunakan bus Putra Mulya. Bus kecil ini melayani rute dari Malang (Gadang) menuju Lumajang ( Minak Koncar) lewat jalur selatan. Bus ini beroperasi hanya samapi jam 6 sore.

3.2. DESA NGADISARI 3.2.1. Kondsi Geografis Desa Ngadisari Desa Ngadisari terletak di Kecamatan Sukapura Kabupaten Probolinggo, dimana desa tersebut berada tepat dengan perbatasan kawasan wisata gunung Bromo, dapat dilihat pada lampiran 1. Jarak tempuh desa Ngadisari dari kota Probolinggo sekitar 40Km, sekitar 90 menit perjalanan. Keadaan wilayah desa ini bertopografi bukit, dengan jenis tanah berupa pasir. Potensi unggulan Desa Ngadisari adalah dari sektor agro dan sektor pariwisata. Potensi yang paling menonjol dari sektor agro adalah kentang, bawang daun, dan kubis, namun kentang yang menjadi permasalahan karena sistem tanam yang salah dan terserang hama penyakit sehingga produksi kentang di desa Ngadisari tidak dapat optimal. Sementara untuk sektor kehutanan masih dicobakan oleh pemerintah karena perlu dilakukan penghijauan kawasan, dimana desa Ngadisari merupakan kawasan lindung, sehingga harus tetap melindungi kawasan di bawahnya dari segi tata air. Budidaya jamur juga dicobakan oleh pemerintah paska erupsi Bromo tahun 2011, karena setelah erupsi tanah di Bromo menjadi kurang subur. Kendala yang dihadapi adalah diperlukan perawatan khusus untuk budidayanya sementara masyarakat harus membagi waktunya antara membudidayakan jamur dan bertani, kedua dirasa sangat menguntungkan dan menambah pendapatan penduduk. Potensi wisata yang menonjol di daerah ini adalah daya tarik Gunung Bromo, dimana Desa Ngadisari merupakan desa yang berbatasan langsung dengan gerbang Taman Nasional Bromo Tengger Semeru yang merupakan pintu masuk tempat wisata gunung Bromo dari arah Probolinggo

3.2.2

Sistem social Dalam kehidupan sosial masyarakat Tengger terdapat sistem sosial yang berfungsi untuk memberikan aturan dan pengarahan bagi masyarakat Tengger dalam menjalankan kehidupan sehari-hari.

Pada kelompok-kelompok desa di masyarakat Tengger terdapat masing-masing kelompok seorang tetua yang merupakan pimpinan di desa tersebut. Untuk seluruh desa memiliki pimpinan (petinggi) yaitu seorang kepala adat. Dalam kehidupan sehari-hari, masyarakat Tengger lebih menghormati dan percaya kepada dukun. Pengaruh dukun dalam masyarakat Tengger sangat dominan. Dukun adalah pemimpin dalam acara ritual/upacara adat. Masyarakat Suku Tengger terbagi dalam dua wilayah adat yaitu sabrang kulon (diwakili oleh Desa Tosari, Kecamatan Tosari, Kabupaten Pasuruan) dan sabrang wetan (diwakili oleh Desa Ngadisari, Wanantara, Jetak, Kecamatan Sukapura, Kabupaten Probolinggo) terdiri atas kelompok-kelompok desa yang masing-masing dipimpin oleh kepala adat. Dengan demikian yang menjadi batas wilayah kerja kepala adat adalah wilayah adat dan umat masyarakat yang terdapat di desa tempat ia menjabat sebagai kepala adat. Pada masing-masing kabupaten terdapat dukun koordinator wilayah yang bertugas mengkoordinir kepala adat di wilayahnya. Untuk memilih seorang pemimpin yaitu petinggi di masyarakat Tengger, metode yang biasa dilakukan adalah dengan melakukan pemilihan langsung oleh masyarakat. Untuk memilih dukun dilakukan dengan beberapa tahapan termasuk tahap ujian Mulunen bagi dukun. Tahap mulunen adalah ujian pengucapan mantera yang tidak boleh terputus. Ujian Mulunen dilakukan pada saat upacara Kasada di poten gunung Bromo. Tugas dan fungsi dukun adalah mengatur upacara adat, membimbing pemuda dalam memahami hindu, menyimpan benda keramat, konsultan masalah adat (hajatan dan menikahkan), dan menjaga masyarakat. Dukun ini dianggap sebagai orang terpandang yang selalu dihormati oleh seluruh warga dimana tidak sembarang orang dapat menduduki jabatan tersebut. Seorang dukun memiliki jabatan yang tidak ditentukan dan jabatan tersebut akan berpindah manakala dukun tersebut sudah tidak mampu menjalankan tugasnya dan memutuskan untuk berhenti. Di dalam lingkungan masyarakat Tengger para Dukun merupakan kelompok masyarakat yang menduduki kelas sosial tertinggi. Mereka ini adalah orang-orang yang menguasai adat istiadat kepercayaan yang telah dianut dan diyakini oleh warga masyarakat, sehingga tidak heran apabila setiap tingkah laku Dukun menjadi panutan bagi anggota masyarakat, dengan demikian maka orang-orang yang menjadi suri tauladan masyarakat Tengger adalah para Dukun dan pembantu-pembantunya, sehingga secara struktural Dukun dalam kehidupan masyarakat Tengger tergolong orang-orang terpandang. Sehingga yang berperan penting dalam pelestarian budaya adat istiadat Tengger adalah para Dukun. Sebagai seorang dukun adat, dukun adat memiliki fungsi spiritual dan fungsi sosial. Fungsi spiritual dukun adat yaitu memimpin upacara adat. Sedangkan fungsi sosialnya adalah sebagai mediator antara masyarakat dan urusan yang berhubungan dengan pemerintahan. Selain itu, dukun adat juga memiliki

kewenangan tertentu dalam pengambilan keputusan, aturan, sanksi, atau denda sosial bagi pelanggar peraturan dan hukum adat. Sebagai contoh kewenangan dukun adat dalam pengambilan keputusan adalah pada waktu terjadi bencana, dukun adat berhak menentukan kapan masyarakatnya harus mengungsi atau tetap mendiami desa. Budaya lain di masyarakat Tengger yang tercipta adalah sikap gotong royong antar masyarakat Tengger. Ada dua bentuk gotong royong yang selalu dilakukan oleh masyarakat Tengger secara bersamasama yaitu Gotong royong mengenai kerja bakti untuk kpentingan umum seperti membangun jalan kampung dan saluran air. Bentuk gotong royong keuda adalah gotong royong tolong menolong untuk guyuban, nyurung, nyalawat dan kematian.

3.2.2

Pola jalan (pola jalan, jenis jalan, kondisi jalan, fungsi jalan) Aksesibilitas dan pola jalan Desa Ngadisari merupakan desa yang paling dekat dengan lokasi Kawah Gunung Bromo. Desa Ngadisari juga memiliki akses yang paling dekat ke Lautan Pasir dari Gunung Bromo. Aksesibilitas yang dekat menjadikan desa ini cocok untuk persinggahan dan menjadi Desa Tujuan Wisata. Desa Ngadisari merupakan transit (daerah tujuan wisata) bagi wisatawan yang akan ke objek wisata Gunung Bromo. Lokasi Desa Ngadisari dari ibu kota Kecamatan Sukapura dari Surabaya jaraknya 15 Km, dan dari Ibu Kota Kabupaten Probolinggo jaraknya 42 Km, serta dari Surabaya Ibukota Provinsi Jawa Timur berjarak 118 Km. Sarana transportasi merupakan salah satu pendukung dalam pariwisata. Bidang transportasi meliputi sarana jalan dan fasilitas angkutan. Untuk kelancaran transportasi perlu didukung oleh syarat-syarat tertentu, seperti jalan-jalan menuju objek wisata yang baik, lalu lintas lancar tidak banyak hambatan, jadwal perjalanan yang terencana dan teratur, sehingga sambungan hubungan antara jenis alat angkutan yang satu dengan yang lain berjalan menurut waktu dan rencana. Disamping itu, kondisi alat transportasi perlu diperhatikan agar tidak mengecewakan para wisatawan yang menggunakan jasa transportasi itu. Mengenai sarana transportasi ke daerah Desa Ngadisari ini cukup memadai. Untuk sarana jalan dari Probolinggo sampai Desa Ngadisari sudah beraspal dan kondisi jalan cukup baik, sehingga kendaraan bermotor dapat sampai ke daerah tujuan dengan lancar. Namun kondisi jalan dari Desa Ngadisari (dusun cemoro lawang) ke objek wisata Kawasan Gunung Bromo kurang baik, bahkan sebagian ada yang masih berupa batu-batu besar dan kondisinya rusak, sehingga hanya jenis kendaraan tertentu yang dapat melalui jalan ini. Apalagi jalannya turun-naik, berbelok-belok, dan cukup curam, sehingga tampak mengerikan. Sarana transportasi berupa angkutan umum dari Probolinggo ke Desa Ngadisari relatif lancar.

Bagi wisatawan yang akan menuju objek wisata Gunung Bromo yang tidak membawa kendaraan pribadi dapat naik angkutan umum berupa bus atau angkutan pedesaaan (taxi) sampai di Dusun Cemoro Lawang Desa Ngdisari. Selanjutnya bagi wisatawan yang akan ke objek Wisata Gunung Bromo, Pananjakan, Ranu Pani, Padang Savana, Pura Luhur Poten dan Guwo Widodaren, baik yang membawa kendaraan sendiri maupun yang naik angkutan umum, disediakan angkutan khusus jeep dan kuda. Sarana transportasi angkutan khusus jeep dan kuda ini menjadi kebijakan Pemerintahan Desa Ngadisari sebagai masukan pendapatan masyarakat. Untuk mengatur kelancaran, ketertiban dan supaya tidak saling berebut penumpang serta tidak terjadi persaingan tarif angkutan, telah dibentuk Paguyuban dan ketetapan tarif sewa angkutan khusus ini. Sebelum ada paguyuban terutama angkutan jeep, cari penumpang berebutan, taripnya bersaing dan wisatawan merasa tidak nyaman. Untuk angkutan wisata kuda, lokasinya (daerah tujuan) Dusun Cemara Lawang – Gunung Bromo dan Poten (Lautan Pasir)- Gunugn Bromo. Pada umumnya wisatawan yang akan ke Gunung Bromo naik kuda, meskipun sudah menyewa jeep setelah dari Pananjakan.

3.2.3

Polapemukiman (pola pemukiman, kepadatan rumah, pemanfaatan lahan, dan fungsi rumah) Pola pemukiman menunjukan tempat bermukim manusia dan bertempat tinggal menetap dan melakukan kegiatan/aktivitas sehari-harinya. Pemukiman dapat diartikan sebagai suatu tempat (ruang) atau suatu daerah dimana penduduk terkonsentrasi dan hidup bersama menggunakan lingkungan setempat, untuk mempertahankan, melangsungkan, dan mengembangkan hidupnya. Pola pemukiman Desa Ngadisari ini memiliki pola memanjang atau linier di sepanjang kiri dan kanan jalan umum yang berdekatan atau menggerombol pada suatu tempat yang dihubungkan dengan jalan sempit atau tidak lebar antara satu desa dengan desa lain. Dikarenakan permukaan atau relief di Desa Ngadisari merupakan relief dataran tinggi maka penduduk membuat pemukiman yang sesuai dengan lingkungan mereka berada. Selain relief factor yang mempengaruhi pola pemukiman disana adalah kesuburan tanah, keadaan iklim, keadaan ekonomi, kebudayaan penduduk. Pembangunan sebuah rumah selalu diawali dengan selamatan, demikiah pula apabila bangunan telah selesai diadakan selamatan lagi. Pada setiap bangunan yang sedang dikejakan selalu terdapat sesajen, yang digantungkan pada tiang-tiang, berupa makanan, ketupat, lepet, pisang raja dan lain-lain. Bangunan rumah orang Tengger biasanya luas sebab pada umumnya dihuni oleh beberapa keluarga bersama-sama, Ada kebiasaan bahwa seorang pria yang baru saja menikah akan tinggal bersama mertuanya

Tiang dan dinding rumahnya terbuat dan kayu dan atapnya terbuat dan bambu yang dibelah. Setelah bahan itu sulit diperoleh, dewasa ini masyarakat telah mengubah kebiasaan itu dengan menggunakan atap dan seng, papan atau genteng. Alat rumah tangga tradisional yang hingga sekarang pada umumnya masih tetap ada adalah balaibalai, semacam dipan yang ditaruh di depan rumah. Di dalam ruangan rumah itu disediakan pula tungku perapian (pra pen) yang terbuat dan batu atau semen. Perapian ini kurang lebih panjangnya 1/4 dari panjang ruangan yang ada. Di dekat perapian terdapat tempat duduk pendek terbuat dari kayu (dingklik bahasa jawa) yang meliputi kurang lebih separuh dan seluruh ruangan. Apabila seorang tamu di terima dan dipersilakan duduk di tempat ini menunjukkan bahwa tamu tersebut diterima dengan hormat. Selain digunakan untuk penghangat tubuh bagi penghuni rumah, perapian juga dimanfaatkan untuk mengeringkan jagung, atau bahan makan lainnya yang memerlukan pengawetan dan ditaruh di atas paga. Dekat tempat perapian itu terdapat pula alat-alat dapur, lesung, dan tangga. Halaman rumah mereka pada umumnya sempit (kecil) dan tidak ditanami pohon-pohonan. Di halaman itu pula terdapat sigiran, tempat untuk menggantungkan jagung yang belum dikupas. Selain itu, sigiran dimanfaatkan untuk menyimpan jagung, sehingga juga berfungsi sebagai lumbung untuk menyimpan sampai panen mendatang.

3.2.4

Pusat kegiatan Pusat kegiatan yang menonjol di desa ngadisari adalah kegiatan kepariwisataan karena masyarakat di desa ngadisari berada tepat pada wilayah lereng gunung bromo yang terkenal sebagai objek wisata local maupun manca negara, warga sekitar pun tidak menyia-nyiakan kesempatan ini serta untuk mengisi waktu luang mereka selain berkebun mereka juga sangat aktif dalam mengelola daearah wisata gunung Bromo ini dengan menjadi pedagang oleh-oleh, pedagang makanan, tour guide ataupun dengan menyewakan transportasi bagi para wisatawan untuk mencapai objek wisata yang di inginkan. Sehingga dapat di katakan juga bahwa mayoritas warga desa ngadisari memfokuskan kegiatanya pada Pariwisata.

3.2.5

Mata pencaharian penduduk: (mata pencaharian pokok, sampingan, diversifikasi, transformasi) Berdasarkan hasil wawancara yang kami lakukan pada 2 narasumber berkaitan dengan matavpencaharian penduduk desa Ngadisari, menurut keduanya matapencaharian utama masyarakat desa setempat adalah petani sayur. Di daerah ini memang cocok sekali ditanami sayur, karena topografinya berada pada wilayah yang tinggi sehingga merupakan golongan wilayah iklim sejuk. Sayuran yang biasa ditanami yaitu wortel, bawang merah, gubis, dll., namun saat petani menunggu waktu panen, mereka biasanya transformasi sampingan sebagai penyedia jasa angkutan pariwisata, ada yang menyewakan mobil khusus medan ekstrim, ada pula yang menyewakan kuda untuk dinaiki para turis.

Selain bertransformasi, penduduk yang bertani juga memiliki usaha sampingan sebagai pedagang. Banyaknya turis yang masuk ke desa mereka rupanya ditangkap sebagai peluang usaha yang menjanjikan bagi penduduk sekitar. Mereka berjualan kebutuhan pokok dan ada pula yang menjual perlengkapan pendakian seperti penghangat kepala, sarung tangan, bahkan ada yang berjualan kopi panas dan mie instan di bukit Pananjakan guna menangkap konsumen sebanyak-banyaknya.

3.2.6

Pertanian (sistempertanian, jenistanaman, rotasitanaman, sistemirigasi) System pertanian pada masyarakat setempat biasanya menggunakan sistem pertanian sawah, merupakan teknik budidaya yang tinggi, terutama dalam pengolahan tanah dan pengelolaan air, sehingga tercapai stabilitas biologi yang tinggi, sehingga kesuburan tanah dapat terjaga. Ini dicapai dengan sistem pengairan yang sinambung dan drainase yang baik. Sistem sawah merupakan potensi besar untuk produksi pangan, baik padi, palawija, maupun sayuran. Jenris tanaman yang banyak ditanam oleh masyarakat setempat adalah varietas Palawija. Varietas tersebut antara lain seperti bawang, kentang, cabai, dan sebagainya. Rotasi Tanaman terjadi setiap 4 bulan sekali dengan sistem Irigasi

menggunakan sistem

Irigasi Sederhana Di dalam jaringan irigasi sederhana, pembagian air tidak diukur atai diatur sehingga air lebih akan mengalir ke saluran pembuang. Persediaan air biasanya berlimpah dan kemiringan berkisar antara sedang dan curam. Oleh karena itu hampir-hampir tidak diperlukan teknik yang sulit untuk pembagian air.Jaringan irigasi ini walaupun mudah diorganisir namun memiliki kelemahan- kelemahan serius yakni :Ada pemborosan air dan karena pada umumnya jaringan ini terletak di daerah yang tinggi, air yang terbuang tidak selalu dapat mencapai daerah rendah yang subur,Terdapat banyak pengendapan yang memerlukan lebih banyak biaya dari penduduk karena tiap desa membuat jaringan dan pengambilan sendiri-sendiri, Karena bangunan penangkap air bukan bangunan tetap/permanen, maka umumya pendek.

Gambar 2.2 : Kondisi pertanian desa Ngadisari

3.2.7

Kebutuhan pokok ( makanan,minuman, pakaian, kesehatan) Makanan adalah kebutuhan yang palinbg utama bagi manusia, Sehingga masyarakat di sekitar lereng Gunung Bromo yaitu pada masyarakat di desa Ngadisari berusaha untuk memenuhi kebutuhan pangan tersebut dengan cara bertani dan berkebun. Namun karena faktor lokasi desa Ngadisari yang ratarata Berada pada kisara ketinggian 2000 M dpl’ ,sehingga tidak dapat untuk di tanami tanaman tertentu, Seperti padi yang mengasilkan beras yang di anggap sebagai makanan pokok masyarakat Indonesia saat ini, sehingga untuk memenuhi sebagian kebutuhan pokok pangan yang tidak dapat di produksi sendiri ,masyarakat ngadisari mau tidak mau harus turun ke wilayah lain atau willayah yang ada di bawahnya untuk mencari pusat kegiatan masyarakat seperti Pasar ataupun pertokoan sembako untuk membeli Kebutuhan pokok tersebut . Untuk makanan sehari hari yang di konsumsi oleh masyarakat desa ngadisari padaUmumnya tidak ada bedanya ndengan makanan pada daerah pedesaan lain, Namun ciri khas makanan masyarakat desa ngadisari dapat di lihat yaitu dari sambalnya yang memiliki ciri khas sangat pedas serta makanan lain yang bersifat segar. Hal ini di maksudkan agar pada kondisi suhu yang dingin ini masyarakat dalam melakukan pekerjaan akan tetap merasa Bugar dan bersemangat dalam menghhadapi suhu yang dingin. Kebutuhan air, karena desa ngadisari berada pada daerah lereng gunung, untuk memenuhi kebutuhan air minum serta lain-lain mereka memanfaatkan air dari mata air yang ada pada lereng pegunungan tersebut. Namun karena lokasi daripada gunung Bromo berbukit-bukit keberadaan sumber air sangatlah sulit untuk di jangkau (biasanya sumber air tersebut berada pada lereng lembah ataupun pada dasar tebing, Karena aliran air biasanya mengikuti pada pola DAS pada permukaan gunung. Sehingga untuk mempermudah dalam pendistribusianya pada suatu titik sumber air biasanya di bangun sarana air bersih atau biasanya di sebut tendon air yang selanjutnya akan di alirkan ke setiap rumah-rumah warga melalui pipa-pipa air. Pakaian, suku Tengger adalah suku yang mendiami sekitar lereng gunung bromo yang terkenal dengan hawa dinginya , Maka tidak heran jika akan banyak menemukan banyaknya penduduk yang menyelendangkan sarung sebagai pengusir dingin, Namun pemakaian sarung juga sebagai klasifikasi penggunaan sarung yang di sesuaikan dengan pekerjaan yang sedang di lakukan oleh masyarakat tengger tersebut. Sebagai contoh kain sarung yang biasanya di gunakan untuk bekerja di namakan kekaweng, serta cara penggunaanya adalah kain di lipat dua yang kemudiandi sampirkan ke pundak bagian belakang

dan kedua ujungnya di ikat menjadi satu. Hal ini di maksudkan agar bebas bergerak pada saat ketempat mengambil air ataupun ke pasar. Sedangkan pakaian adatnya yang mayoritas berwarna gelap atau hitam biasanya hanya dipakai pada saat upacara saja. Dan untuk sehari-hari serta beraktifitas kerja mereka memakai pakaian biasa dengan ciri khas sarung yang melintang pada bagian tubuh mereka. Kesehatan, pada faktor kesehatan warga desa Ngadisari yang berada pada lereng Gunung Bromo ini sudah dapat di katakan cukup terjamin. Di karenakan sudah tersedianya pusat pelayanan kesehatan yang memadahi seperti puskesmas yang sudah dapat di jangkau dengan mudah walaupun mereka harus turun ke desa bawah untuk mendapatkan pelayanan kesehatan tersebut. Serta distribusi obat-obatan yang sudah mampu menjangkau wilayah desa ngadisari dan pada setiap toko sudah banyak menjual obatobatan tersebut. Untuk tingkat kesehatan dari warga ngadisari sendiri sudah terlihat jelas bahwa mereka memiliki tingkat kekebalan tubuh yang tinggi karena hidup di daerah pegunungan yang memiliki cuaca sangat ekstrim membutuhkan daya tahan tubuh yang kuat.

3.2.8

Kondisi sosial budaya (pendidikan, sistemsosial, unsur universal budaya) Kondisi sosial Masyarakat Indonesia sangatlah multikultural. Berbagai ragam seni dan budaya tersebar di seluruh Indonesia dan dengan penampakan alamnya akan menimbulkan perilaku sosial yang berbeda-beda. Demikian pula dengan kehidupan masyarakat suku Tengger di Desa Ngadisari Kecamatan Sukapura yang menjadi objek kajian dalam praktik kuliah lapangan dalam kesempatan ini. Kehidupan masyarakat tengger di Desa Ngadisari penuh dengan kedamaian dan kondisi masyarakat yang sangat aman dan rukun. Setiap permasalahan yang terjadi diselesaikan dengan jalan musyawarah yang dipimpin oleh petinggi dan orang-orang berpengaruh lainnya yang secara posisinya sangat dihormati dan dipatuhi oleh masyarakat setempat. Apabila ada pelanggaran yang dilakukan oleh masyarakatnya maka itu cukup diselesaikan oleh petinggi saja. Selain patuh pada adat mereka juga patuh pada peraturan pemerintahan sehingga memperkecil peluang terjadinya konflik. Warga Tengger umumnya termasuk di Desa Ngadisari terkenal dengan karakternya, keluhuran budi pekerti dan sikapnya yang sangat sadar hukum. Di daerah ini jarang terjadi tindakan pencurian, pembunuhan ataupun tindakan kriminal lainnya. Kehidupan di Ngadisari sangat harmonis. Salah satu aspek yang mendukung tingginya tingkat kerukunan di Desa Ngadisari adalah dasi aspek kepercayaan. Warga Ngadisari yang merupakan suku Tengger tersebut sebagian besar menganut agama Hindu dan sangat taat dengan adat istiadat yang ada. Ketaatan mereka pada Tuhan dan adat yang ada yang juga sangat kental dengan hal-hal yang sifatnya mistis menjadikan karakter mereka sebagai masyarakat yang harmonis sangat kuat.

Apabila ada warga yang melakukan pelanggaran pada akhirnya akan dibiarkan saja oleh yang lainnya. Tidak akan ditgur atau dinasihati lagi dalam bentuk apapun. Hanya di diamkan saja. Hal itu dikarenakan masyarakat percaya akan adanya hukum karma, Tuhan dan juga makhluk penunggu lainnya yang ada di daerah tersebut yang akan membalas perbuatan atau pelanggaran tersebut. Dewasa ini wilayah Desa Ngadisari yang merupakan bagian tak terpisahkan dari Gunung Bromo telah mengalami perkembangan dan kemajuan yang signifikan. Salah satunya adalah dengan dibukawa Bromo menjadi daerah kawasan wisata. Perubahan itu tentunya mengakibatkan berbagai dampak perubahan soaial bagi Desa Ngadisari dan sekitarnya. Adapun dampak perubahan sosial yang terjadi sejauh ini bagi Suku Tengger di Desa Ngadisari bersifat kemajuan, tetapi tidak menutup kemungkinan akan adanya dampak negatif dan merugikan. Dengan adanya orang asing (wisatawan) yang masuk ke wilayah Ngadisari tentunya akan mempengaruhi perilaku masyarakat. Penelitian di lapangan menunjukkan bahwa setelah dibukanya Bromo menjadi kawasan wisata, masyarakat semakin rukun dengan adanya kerjasama dalam mata pencaharian yang baru dengan menyewakan kuda tunggungan, mobil jeep, dan juga penginapan Kondisi ekonomi masyarakat desa Ngadisari bermata pencaharian sebagai petani kurang dari 5% saja masyarakatnya yang berkerja selain menjadi petani. Dalam kehidupan sehari-hari merkea sangatlah sederhana, rajin dan damai. Ladang mereka berada di lereng-lereng gunung dan juga puncak-puncak yang berbukit-bukit. Kebanyakan dari masyarakat memiliki ladang yang jauh dari tempat tinggalnya sehingga harus membuat gubuk-gubuk sederhana di ladanganya untuk beristirahat sementara waktu. Mereka bekerja hingga sore hari di ladanganya. Pada masa kini, masyarakt Tengger di Desa Ngadisari umumnya hidup sebagai petani di ladang. Mereka memiliki prinsip yang kaut dalam pertaniannya, yaitu tidak mau menjual tanah (ladang) mereka pada orang lain. Mereka hidup dari bercocok tanam di ladang, dengan pengairan tadah hujan. Pada mulanya mereka menanam jagung sebagai makanan pokok, akan tetapi saat ini sudah berubah. Pada musim hujan mereka menanam sayuran seperti kentang, kubis, bawang prey, dan wortel sebagai tanaman perdagangan. Pada penghujung musim hujan mereka barulah menanam jagung sebagai cadangan makanan pokok. Macam hasil pertaniannya adalah kentang, kubis, wortel, tembakau, dan jagung. Untuk pendistribusian hasil pertanian dilaksanakan melalui tengkulak, tengkulak atau pedagang langsung yang menjemput komoditas pertaniannya. Kelebihan penjualan hasil ladang ditabung untuk perbaikan rumah serta untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga lainnya.

Selain bertani, ada sebagian masyarakat yang berprofesi sebagai pemandu wisata di Bromo. Salah satu cara yang digunakan adalah dengan menawarkan kuda dan jeep yang mereka miliki untuk disewakan kepada wisatawan. Aspek pembangunan yang terlihat adalah pada sektor pariwisata, misalnya dengan pembangunan-pembangunan akses-akses menuju gunung Bromo agar lebih mudah dijangkau wisatawan. Fasilitas yang dibangun untuk pariwisata misalnya hotel, restoran, cafe, musium, toko aksesoris, warungwarung dan sebagainya. Pendidikan merupakan salah satu aspek yang sangat penting untuk mengembangkan pribadi dan pengetahuan yang kemudian dimanfaatkan untuk meningkatkan taraf hidup dan memajukan desanya, rupanya ini juga didasari oleh masyarakat di Desa Ngadisari. Selanjutnya untuk meningkatkan sumber daya manusia penduduk Desa Ngadisari maka pemerintah desa mewajibkan warganya untuk menempuh pendidikan minimal belajar 9 tahun. Desa memiliki kebijakan bahwa warganya menempuh jenjang pendidikan minimal 9 tahun, walaupun dalam pelaksanaannya masih banyak ketimpangan dan permasalahan yang harus diadapi. Hali ini terlihat dari tingkat pendidikan lulusan SD masih cukup banyak,

3.2.9

Pariwisata (jenisobjek, atraksi, price, promosi) Desa Ngadisari merupakan salah satu desa yang menjadi pintu gerbang menuju ke kawasan wisata Gunung Bromo. Desa yang masuk daerah Kabupaten Probolinggo ini, adalah tempat pemberhentian atau tempat beristirahat sebelum menuju ke kawasan Gunung Bromo. Di daerah Ngadisari ini terdapat beberapa hotel maupun penginapan yang dapat dijadikan tempat untuk mengistirahatkan diri sebelum ke komplek wisata Bromo. Tarif untuk check-in di masing - masing hotel cukup bervariasi dan berbeda-beda untuk masing-masing hotel/penginapan, ini tergantung dari kenyamanan dan fasilitas yang disediakan oleh hotel/penginapan itu sendiri. Dengan tarif rata-rata Rp 500.000 s/d Rp 1.000.000, anda sudah dapat menikmati kenyamanan dan fasilitas yang ada. Desa Ngadisari adalah desa tempat awal untuk melakukan kunjungan wisata ke komplek wisata Bromo. Untuk mengunjungi komplek wisata di kawasan Bromo ini kita harus melakukan transit di pelataran pendopo/balai desa Ngadisari. Disini adalah tempat parkir bagi kendaraan pribadi wisatawan yang ingin menuju ke kawasan wisata Bromo. Tarif parkir kendaraan pribadi disini sekitar Rp 5000 s/d Rp 10.000 untuk setiap kendaraan. Kendaraan pribadi harus parkir disini karena untuk menuju ke kawasan komplek wisata Bromo kita tidak dapat menggunakan kendaraan standar dikarenakan akses jalan yang tidak memungkinkan bagi kendaraan biasa.

Untuk mengunjungi kawasan wisata Bromo ini kita harus menyewa mobil jeep, karena hanya ini satu-satunya transportasi masal yang dapat mengakses jalan ke kawasan wisata Bromo. Mobil jeep ini adalah kendaraan yang sudah dimodifikasi sedemikian rupa sehingga dapat melewati akses jalan ke kawasan wisata Bromo yang dapat dibilang off-road. Untuk menyewa jeep ini dikenakan tarif antara Rp 200.000 s/d Rp 600.000 tergantung dari jumlah obyek wisata yang ingin dikunjungi. Dari pendopo Ngadisari kita menyewa jeep untuk berangkat ke kawasan wisata Bromo. Kita harus berangkat saat pagi buta, yakni sekitar pukul 03.00 WIB. Hal ini dilakukan karena kita akan berangkat ke obyek wisata Pananjakan yang akses jalannya cukup sulit dan jauh serta menanjak. Selain itu, berangkat saat pagi masih gelap ini harus dilakukan apabila kita tidak ingin melewatkan keindahan sunrise atau terbitnya mentari di ufuk timur. Di kawasan obyek wisata Pananjakan ini terdapat beberapa tawaran bagi wisatawan yang berkunjung. Salah satunya adalah tawaran untuk menunggangi kuda untuk menuju ke daerah atas/puncak tempat kita menyaksikan keindahan pemandangan kawasan Gunung Bromo. Tarif untuk menunggangi kuda ini antara Rp 150.000 s/d Rp 300.000. Selain itu ada penjual bunga Edelweiss yang menawarkan bunga yang dijualnya seharga Rp 10.000 s/d Rp 30.000 untuk setiap ikatnya. Disini juga terdapat para penjual kaos bertemakan kawasan wisata Bromo dengan harga mulai Rp 15.000 tiap potongnya. Tawaran-tawaran wisata ini juga terdapat di kawasan sekitar Kawah dan Lautan Pasir Gunung Bromo.

3.3 RANU KLAKAH Gambar 3.1 : Obyek Ranu Klakah Penelitian di Ranu Klakah dilakukan pada hari selasa, tanggal 29 Oktober 2013. Sekitar pukul 17.35 pengamatan di obyek tersebut dilakukan. Dari lokasi pengamatan sebelumnya (Watu Pecak) menuju Ranu

Klakah membutuhkan waktu sekitar 2 jam perjalanan. Berikut pembahasan dari hasil penelitian yang peneliti dapatkan. Ranu Klakah adalah sebuah danau di kecamatan Klakah, Lumajang, Jawa Timur. Letaknya sekitar 10 km di sebelah utara kota Lumajang. Obyek ini berada pada ketinggian 900 meter dari permukaan laut, dengan luas 22 hektar dan kedalaman 28 m yang dilatar belakangi gunung Lamongan dengan ketinggian sekitar 1.668 m dari permukaan laut, serta didukung oleh udara yang sejuk dan segar. Ranu Klakah oleh masyarakat setempat dipergunakan sebagai tempat budidaya ikan mujair dan ikan nila. Terdapat tiga buah ranu (danau) vulkanik yang berada di sekitar lereng Gunung Lamongan, yakni Ranu Pakis, Ranu Klakah dan Ranu Bedali. Ranu Pakis digunakan oleh masyarakat sekitar sebagai tempat budidaya ikan air tawar. Ranu Klakah merupakan ranu yang berlatar belakang Gunung Klakah. Ranu Bedali merupakan Ranu yang terdapat di daerah cekungan, seolah-olah ranu ini berada di sebuah mangkuk besar. Ketiga Ranu tersebut membentuk segitiga, sehingga disebut dengan "Segitiga Ranu". Gunung Lamongan. Terletak di sebelah timur Klakah, gunung ini merupakan tempat berkemah dan pendakian bagi para pecinta alam. Di lerengnya terdapat sebuah tempat untuk beristirahat bagi para pengunjung, sebelum melanjutkan pendakian ke puncak Gunung Lamongan. Masyarakat sekitar menyebut tempat itu dengan istilah Rumah Mbah Citro. Dari Klakah menuju 'Mbah Citro' dapat ditempuh dengan kendaraan roda dua maupun roda empat dengan waktu tempuh sekitar 45 menit. Dari 'Mbah Citro' kita bisa melihat pemandangan kota Lumajang dari ketinggian, yang nampak lebih indah ketika malam hari. Bila siang terlihat pula panorama pantai selatan yang begitu eksotika. Dari Mbah Citro menuju puncak membutuhkan waktu sekitar 6-7 jam. Di tengah rute terdapat sebuah watu gede ("Batu Besar") yang dijadikan tempat peristirahatan sementara sebelum melanjutkan pendakian ke puncak. Pendakian umumnya dilakukan pada malam hari, dengan perkiraan pagi hari sebelum matahari terbit telah sampai di puncak Gunung Lamongan. Keindahan matahari terbit dapat disaksikan dengan jelas dari puncak Gunung Lamongan.

3.3.1

Sejarah Ranu Klakah Sejak puluhan tahun silam Ranu Klakah sudah mulai terpelihara dengan baik. Ranu Klakah yang merupakan bekas pemukiman pra sejarah masih menyimpan situs peninggalan sejarah berupa temuan artefak.

Temuan benda-benda bersejarah di sekitar Ranu Klakah, Desa Tegalrandu, Kecamatan Klakah, sebenarnya pada tahun 2006-2007 lalu, sudah pernah diteliti oleh Balai Arkeologi Yogjakarta, dimana pihak Balai Yogjakarta mencurigai bahwa disekitar Ranu Klakah merupakan pemukiman kuno. Hal ini dibuktikan dengan temuan artefak seperti, susunan batu temu gelang yang memiliki ciri-ciri dari masa megalitik, fragmen beliung batu dan punden yang semuanya merupakan tinggalan dari masa pra Hindu atau prasejarah. Peninggalan tersebut, merupakan salah satu bukti adanya permukiman atau okupasi kawasan Ranu Klakah yang berlangsung sejak lama. Temuan artefak jaman pra sejarah tersebut terletak disebelah utara desa beberapa ratus meter dari danau Ranu Klakah. Setelah menemukan artefak tersebut kemudian dilokalisir secara sederhana. Kendati telah di publikasikan, namun tidak banyak pengunjung yang tau dan menjadikannya objek tujuan wisata.

3.3.2

Keadaan Geomorfologi Ranu Klakah merupakan sebuah danau / ranu yang terletak di kecamatan Klakah, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur. Ranu ini terletak sekitar 10 km di sebelah utara Kota Lumajang. Luas area Ranu Klakah adalah 22 hektar dengan latar belakang gunung Lamongan yang memiliki ketinggian sekitar 1668 m dari permukaan laut. Ranu Klakah terbentuk dari proses letusan gunung berapi, yaitu Gunung Lamongan. Akibat letusan tersebut terbentuklah cekungan yang kemudian terisi oleh air hujan dan akhirnya terbentuklah bentukan danau atau yang pada masyarakat sekitar disebut dengan istilah Ranu. Di daerah Jawa Timur memang banyak ditemukan kenampakan seperti yang menjadi objek penelitian ini yaitu Ranu Klakah dengan proses terbentuknya pun nyaris sama. 3.3.2 Keadaan Hidrologi Terdapatnya saluran-saluran air yang melintang dari Ranu Klakah menuju permukiman penduduk mengindikasikan bahwa Ranu Klakah menjadi salah satu sumber air atau pemasok air bagi menyokong kehidupan masyarakat sekitar.

3.3.3

Keadaan Iklim Ranu Klakah Setelah melakukan pengukuran dengan menggunakan GPS ditemukan bahwa ketinggian tempat obyek penelitian tersebut adalah pada 233-234 meter diatas permukaan laut. Pada ketinggian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa udara di daerah tersebut memiliki iklim yang sejuk dan basah.

3.3.4

Kehidupan Sosial Masyarakat

Obyek wisata Ranu Klakah terletak di tengah-tengah permukiman warga. Permukiman di daerah tersebut memiliki pola memanjang mengikuti jalan. Keberadaan rumah penduduk tidak padat, hal ini terlihat jelas karena setiap rumah memiliki jarak yang tidak terlalu rapat. Selain sebagai permukiman, lahan di daerah tersebut juga banyak dimanfaatkan sebagai lahan kebun. Keberadaan kebun yang dominan berada di halaman rumah mengindikasikan bahwa fungsi rumah penduduk disana yang utama adalah sebagai tempat tinggal, jadi semua aktifitas penduduk dilakukan dilingkungan rumah dan sekitarnya. Sarana dan prasarana pendidikan disana sudah ada, terbukti dengan keberadaan sekolah Dasar di daerah tersebut. Dengan keberadaan sekolah ini maka mengindikasikan bahwa penduduk di daerah tersebut sudah pernah mengenyam pendidikan meskipun hanya di bangku sekolah dasar. Dari latar belakang mata pencaharian yang masih bergantung dengan alam dan mengolah tempat pariwisata sebagai mata pencaharian sampingan menunjukkan bahwa penduduk di daerah Ranu Klakah memiliki sistem sosial yang masih memegang erat budaya aslinya dan keberadaan pengaruh arus globalisasi masih rendah. Selain merupakan fenomena bentukan alam, Ranu Klakah pun mampu dimanfaatkan menjadi suatu tempat pariwisata yang memiliki daya tarik tersendiri sebagai wisata air. Dulunya areal di sekitar danau hanya dipenuhi dengan perahu-perahu nelayan, namun selama 2 tahun belakangan ini Ranu Klakah telah gencar di kelolah menjadi tempat pariwisata. Pengunjung objek wisata Ranu Klakah, baik wisatawan domestik atau Manca Negara bisa menggunakan kendaraan pribadi karena jalannya yang lancar. Bahkan, untuk sampai disana, warga setempat juga menyiapkan kendaraan ojek atau angkutan tradisional dengan menggunakan kereta kuda. Yang menarik, Obyek ini memiliki ciri khas tersendiri. Ranu Klakah terbentuk dengan fatamorgana airnya yang kebiruan dan memancarkan pemandangan yang menarik. Ditepi Danau atau Ranu Klakah ini, kini juga sudah terbangun jalan beraspal dan bisa digunakan untuk berbagai kepentingan seperti untuk sekedar bersantai menikmati pemandangan Ranu Klakah yang indah atau pun untuk kegiatan olahraga. Masyarakat biasanya menggunakannya sebagai wahana untuk memancing, berperahu dan lainnya. Selain itu, diarea ini juga disediakan berbagai fasilitas pelengkap, seperti Hotel, Lapangan Tenis dan tempat duduk untuk acara keluarga.

Gambar 3.2 : Salah satu sudut pemandangan di Ranu Klakah

Di pinggir Ranu banyak di gunakan sebagai areal penempatan keramba, sehingga selain pemandangan yang indah keberadaan keramba di sekitar ranu pun menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan yang datang. Ranu klakah pun terkenal sebagai penghasil ikan air tawar yang nantinya dipasokkan ke desa sekitarnya. Jenis ikan air tawar yang dibudidayakan masyarakat adajah jenis ikan nila dan ikan mujair yang memang biasanya dibudidayakan sebagai perikanan keramba. Selain perikanan, kebanyakan warganya juga mengelola perkebunan dengan jenis tanaman yang biasa ditanami adalah tanaman pisang. Dari pengamatan, terlihat bahwa penanaman pohon pisang ini untuk dijadikan mata pencaharian lain, karena jumlah yang ditanam dan warga yang menanamnya sangat banyak.

Gambar 3.3 : Salah satu keramba milik warga setempat Ranu Klakah.

Dari lokasi pengamatan sebelumnya (Watu Pecak) menuju Ranu Klakah membutuhkan waktu sekitar 2 jam perjalanan. Obyek wisata Ranu Klakah terletak di tengah-tengah permukiman warga. Permukiman di daerah tersebut memiliki pola memanjang mengikuti jalan. Keberadaan rumah penduduk tidak padat, hal ini terlihat jelas karena setiap rumah memiliki jarak yang tidak terlalu rapat. Selain sebagai permukiman, lahan di daerah tersebut juga banyak dimanfaatkan sebagai lahan kebun. Keberadaan kebun yang dominan berada di halaman rumah mengindikasikan bahwa fungsi rumah penduduk disana yang utama adalah sebagai tempat tinggal, jadi semua aktifitas penduduk dilakukan dilingkungan rumah dan sekitarnya. Sarana dan prasarana pendidikan disana sudah ada, terbukti dengan keberadaan sekolah Dasar di daerah tersebut. Dengan keberadaan sekolah ini maka mengindikasikan bahwa penduduk di daerah tersebut sudah pernah mengenyam pendidikan meskipun hanya di bangku sekolah dasar. Dari latar belakang mata pencaharian yang masih bergantung dengan alam dan mengolah tempat pariwisata sebagai mata pencaharian sampingan menunjukkan bahwa penduduk di daerah Ranu Klakah memiliki sistem sosial yang masih memegang erat budaya aslinya dan keberadaan pengaruh arus globalisasi masih rendah.

Selain merupakan fenomena bentukan alam, Ranu Klakah pun mampu dimanfaatkan menjadi suatu tempat pariwisata yang memiliki daya tarik tersendiri sebagai wisata air. Dulunya areal di sekitar danau hanya dipenuhi dengan perahu-perahu nelayan, namun selama 2 tahun belakangan ini Ranu Klakah telah di kelola menjadi tempat pariwisata dengan penyediaan sarana wisata seperti adanya penyewaan sepeda air dan adanya taman bermain di sekitar Ranu. Di pinggir ranu banyak di gunakan sebagai areal penempatan keramba, sehingga selain pemandangan yang indah keberadaan keramba di sekitar ranu pun menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan yang datang. Ranu klakah pun terkenal sebagai penghasil ikan air tawar yang nantinya dipasokkan ke desa sekitarnya. Jenis ikan air tawar yang dibudidayakan masyarakat adajah jenis ikan nila dan ikan mujair yang memang biasanya dibudidayakan sebagai perikanan keramba.

Gambar 3.4: Beberapa sarana wisata air di Ranu klakah Selain perikanan, kebanyakan warganya juga mengelola perkebunan dengan jenis tanaman yang biasa ditanami adalah tanaman pisang. Dari pengamatan, terlihat bahwa penanaman pohon pisang ini untuk dijadikan mata pencaharian lain, karena jumlah yang ditanam dan warga yang menanamnya sangat banyak.

3.4 GUNUNG BROMO Ketika muncul laporan mengenai gunung purba di kawasan Danau Toba—danau tersebut adalah kalderanya—banyak di antara kita waswas. Berdasarkan catatan sejarah, ternyata gunung purba bukan semata monopoli Danau Toba. Salah satu gunung purba lainnya memiliki kaldera yang kita kenal sebagai kaldera pasir Tengger. Kaldera adalah pusat letusan yang diameternya lebih dari 2 kilometer, sedangkan kawah adalah pusat letusan yang berdiameter kurang dari 2 kilometer.

Menurut Kepala Subbidang Pengamatan Gunung Api Pusat Vulkanologi Mitigasi Bencana Geologi Direktorat Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Agus Budianto, ketika dihubungi dari Jakarta, Rabu (24/11/2010), Gunung Bromo di Jawa Timur merupakan gunung yang muncul akibat aktivitas Gunung Bromo purba pada masa lalu. Belum jelas berapa puluh ribu tahun yang lalu gunung purba tersebut meletus. ”Kalderanya adalah kaldera pasir yang kita kenal sekarang. Di sekitar kawasan kaldera pasir kemudian muncul beberapa gunung selain Gunung Bromo, di antaranya adalah Gunung Batok dan Gunung Widodaren. Model kaldera seperti ini amat umum di Indonesia. Ini berasal dari gunung yang besar sekali, megavulkano. Selain kaldera Bromo dan kaldera Danau Toba, juga ada kaldera Krakatau yang melahirkan Gunung Anak Krakatau, kaldera Batur yang melahirkan Gunung Anak Batur yang sekarang ada, dan kaldera Maninjau untuk Gunung Maninjau,” tutur Agus. Kaldera Danau Toba, yang meletus sekitar 70.000 tahun lalu, menurut dia adalah hasil dari aktivitas vulkano dan aktivitas tektonik.Dari catatan yang ada pada Babad Ngayogyakarta, Gunung Bromo meletus pada 28 Desember 1822 dan baru berhenti pada Januari 1823. Pada tahun 1822 pula meletus Gunung Merapi (Kompas Yogyakarta, 19/11), Gunung Slamet (Jawa Tengah), Gunung Kelud (Jawa Timur), dan Gunung Guntur (Jawa Barat). Pada tahun yang sama lima gunung meletus.

Meletus di tahun bersama Sementara berdasarkan buku Data Dasar Gunung Api Indonesia terbitan 1979, Gunung Bromo tercatat meletus pada tahun 1822 bersama dengan Gunung Merapi, Gunung Galunggung, dan Gunung Lamongan. Buku katalog referensi gunung api Indonesia dengan letusan dalam waktu sejarah ini dikumpulkan dari berbagai referensi yang ada sejak zaman kolonial. Berdasarkan data di buku tersebut, Gunung Bromo telah meletus sebanyak 43 kali—ditambah letusan pada tahun 2004. Namun, situs http://geodesy.gd.itb.ac.id menyebutkan telah meletus 50 kali sejak tahun 1775. Catatan dari Data Dasar Gunung Api Indonesia, letusan tertua adalah pada tahun 1804. Menurut Neumann van Padang (Data Dasar Gunung Api Indonesia, 1979) dalam kaldera pasir tersebut dari Pegunungan Tengger ada tujuh pusat letusan dalam dua jalur yang bersilangan, satu pada arah timur-barat dan yang lain jalur timur laut-barat daya. Gunung Bromo berada pada aksis timur lautbarat daya.

Gunung ini merupakan satu-satunya gunung api yang masih aktif dari warisan Gunung Bromo Purba. Kawah di arah timur-barat garisnya mencapai 600 meter, sementara kawah di arah utara-selatan garis tengahnya 800 meter. Sebuah undak menunjukkan, pusat letusan bergerak ke jurusan utara. Pada Maret 1983 terbentuk sebuah danau di kawahnya. Pada sejarahnya, letusan Gunung Bromo tidak mengalirkan lava pijar. Abu vulkaniknya pernah tercatat merusak perkebunan di sekitarnya pada letusan yang terjadi tahun 1915 dan 1948. Letusan terpanjang terjadi tahun 1842, yaitu pada 24 Januari hingga Juni. Dari situs yang sama tertulis letusan terakhir terjadi pada 8 Juni 2004 dan benar-benar berakhir pada 9 Juni 2004. Letusan besar hanya terjadi sekitar 20 menit. Letusan bersifat freatik, membentuk kolom abu berketinggian hingga 3.000 meter di atas bibir kawah. Material abu dan batu kerikil tersembur hingga radius 300 meter (bandingkan dengan abu Merapi yang bisa menjalar melalui awan panas hingga lebih dari 4 kilometer). Data yang dimuat pada situs http://geodesy.gd.itb.ac.id dari Kelompok Keilmuan Geodesi Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian ITB tentang Pemantauan Deformasi Gunung Api Bromo dengan GPS, gunung api tipe A ini adalah gunung api yang termuda di kawasan kaldera Tengger, yaitu Gunung Widodaren, Kursi, Segorowedi, dan Batok. Kaldera Tengger sendiri dalam situs itu disebutkan berukuran 9 kilometer x 10 km yang dikelilingi tebing curam dengan ketinggian antara 50 meter dan 500 meter. Jajaran gunung di dalam kaldera dikelilingi batuan vulkanik Gunung Tengger purba—yang disebut oleh Agus sebagai Gunung Bromo Purba. Dan kini, kaldera pasir tertutup untuk aktivitas apa pun. Padahal, pada saat Bromo ”istirahat”, kaldera tersebut, terutama pada akhir pekan, akan dipadati wisatawan dalam negeri dan mancanegara. Mereka rela berdingin-dingin untuk menikmati merekahnya fajar pertama yang bisa disaksikan dari pinggiran kaldera. Sebuah keindahan yang membisukan Gunung Bromo yang terletak di teritorial 4 kabuten, Probolinggo, Malang, Pasuruan dan Lumajang mempunyai ketinggian 2392 dari permukaan laut. Sejarah namanya berasal dari bahasa sanksekerta yaitu Brahma, salah satu dewa dalam agama hindu, agama yang banyak dipeluk oleh Suku Tengger. Konon, Gunung Bromo ini terjadi dari Gunung Semeru Purba yang meletus. Pinggiran tebingnya adalah tembok besar yang ada disekeliling lautan pasir dan gunung Bromo itu sendiri sebenarnya lingkaran kawah Gunung Semeru Purba. Bisa dibayangkan betapa besar dan tingginya gunung Semeru Purba waktu

itu. Sedangkan gunung Semeru sekarang ini adalah rangkaian dari Gunung Semeru Purba. Pegunungan Tengger merupakan salah satu gunung purba yang ada di Indonesia. Awalnya memiliki tinggi sekitar 4000 mdpl, Gunung Tengger mengalami letusan dahsyat yang kemudian membentuk lima kloni gunung, salah satunya gunung Bromo. Gunung Bromo terletak di kaldera pasir gunung Tengger purba, yang oleh masyarakat sekitar disebut “segoro wedi”. Gunung Bromo merupakan satu dari dua kawah gunung api yang terletak di pegunungan Tengger. Gunung Bromo memiliki ketinggian sekitar 2.392 meter di atas permukaan laut. Jangan bayangkan mendaki gunung ini seperti medaki gunung layaknya perjalananku ke Semeru yang lalu. Untuk jalur pendakian ke Gunung Bromo ini sudah disediakan anak tangga untuk mempermudah pengunjung menuju puncak Gunung Bromo ini. Jumlah anak tangga yang harus kita daki untuk menuju puncak sekitar 250 buah anak tangga, entahlah aku pun tidak tahu berapa pastinya karena jelas tidak ada waktu menghitungnya, jadi yang mau merasakan sensasi naik gunung tanpa harus bersusah-susah, Bromo lah tempatnya. Pegunungan Tengger dan Bromo tidak hanya menyuguhkan bentang alam yang sangat mempesona mata, tetapi juga kekayaan budaya masyarakat penghuninya yang dikenal dengan nama suku “Tengger”. Keberadaan gunung Bromo sebagai salah satu gunung yang aktif di gugusan pegunungan Tengger, menciptakan suatu kebudayaan yang menghubungkan antara manusia, alam dan sang pencipta. Dalam mitologi Hindu-Jawa, gunung atau “meru” merupakan tempat para dewa dan memiliki kekuatan dasyat. Sebagai wujud rasa syukur terhadap para dewa dan untuk menjaga supaya wilayah yang ditempati terhindar dari bahaya, maka setiap tahun masyarakat suku Tengger melakukan sebuah ritual larung sesajin sebagai wujud syukur terhadap tuhan. Upacara yang dilakukan oleh masyarakat Tengger ini disebut Yadnya Kasada atau lebih di kenal dengan "Upacara Kasada" yang dilaksanakan sekitar bulan Agustus akhir. Nama Gunung Bromo diambil dari bahasa Sansekerta yaitu Brahma (salah seorang Dewa Utama Hindu). Gunung Bromo merupakan gunung berapi yang masih aktif dan paling terkenal sebagai obyek wisata di Jawa Timur. Sebagai sebuah obyek wisata, Gunung Bromo menjadi menarik karena statusnya sebagai gunung berapi aktif dan mempunyai panorama alam yang indah dengan lautan pasirnya yang sangat luas. Gunung Bromo mempunyai ketinggian 2.392 meter di atas permukaan laut, Gunung Bromo juga mempunyai sebuah kawah dengan garis tengah ± 800 meter (utara-selatan) dan ± 600 meter (timur-barat).

Sedangkan daerah bahayanya berupa lingkaran dengan jari-jari 4 km dari pusat kawah Bromo Bentuk tubuh Gunung Bromo bertautan antara lembah dan ngarai dengan kaldera atau lautan pasir seluas sekitar 10 kilometer persegi. Gunung Bromo berada dalam empat wilayah, yakni Kabupaten Probolinggo, Pasuruan, Lumajang, dan Kabupaten Malang. Selama abad ke-20, gunung yang terkenal sebagai tempat wisata itu meletus sebanyak tiga kali, dengan interval waktu yang teratur, yaitu 30 tahun. Letusan terbesar terjadi pada 1974, sedangkan letusan terakhir yang masih dalam status awas sampai sekarang terjadi pada tahun 2010 ini. Sejarah letusan Bromo terjadi pada 2010, 2004, 2001, 1995, 1984, 1983, 1980, 1972, 1956, 1955, 1950, 1948, 1040, 1939, 1935, 1930, 1929, 1928, 1922, 1921, 1915, 1916, 1910, 1909, 1907, 1908, 1907, 1906, 1907, 1896, 1893, 1890, 1888, 1886, 1887, 1886, 1885, 1886, 1885, 1877, 1867, 1868, 1866, 1865, 1865, 1860, 1859, 1858, 1858, 1857, 1856, 1844, 1843, 1843, 1835, 1830, 1830, 1829, 1825, 1822, 1823, 1820, 1815, 1804, 1775, dan 1767. Bromo merupakan salah satu gunung berapi strato tipe A dan terletak di dalam Kaldera Tengger. Ini merupakan gunung berapi termuda dalam jajaran di kaldera Tengger, seperti Gunung Widodaren, Kursi, Segorowedi, dan Batok. Kaldera Tengger sendiri berukuran 9 x 10 kilometer, dikelilingi oleh tebing curam dengan ketinggian 50 sampai 500 meter. Jajaran gunung di dalam kaldera dikelilingi oleh batuan vulkanik gunung Tengger Purba. Lantai kaldera bagian utara tersusun oleh batuan pasir sementara bagian timur dan selatan kaldera didominasi oleh rerumputan. Selain memberikan dampak bencana ketika terjadi aktivitas vulkanis di Bromo, sisi positif keberadaan gunung berapi ini juga dapat kita lihat berupa inventarisasi sumber daya gunung berapi, seperti objek wisata alam. Gunung Bromo bisa dicapai melalui beberapa cara, yaitu melalui lintasan Probolinggo, Sukapura, Ngadisari sampai ke Cemoro Lawang yang merupakan dinding Kaldera Lautan Pasir yang dapat dilakukan dengan kendaraan bermotor, kemudian dilanjutkan dengan lintasan melewati lautan pasir. Pendakian ke puncak dan pematang kawah dapat dilakukan dengan mudah melalui tangga tembok yang tersedia. Lintasan yang kedua yaitu melalui Pasuruan, Tosari, Jurang Munggal, Lautan Pasir sampai tangga Bromo. Jalur berikutnya yaitu lewat Malang dan Lumajang. Ini jalur adventure hanya bisa dilewati motor atau fourwhell drive. Dari arah Malang via tumpang, dari Lumajang via tempeh. Dua jalur bertemu

di dinding selatan Bromo

3.4.1 Keadaan Geologi Gunung Bromo Desa Ngadisari ini terletak di daerah Gunung Bromo dan Gunung Semeru (gunung berapi yang masih aktif) merupakan daerah yang sangat subur. Tanahnya berupa campuran tanah liat dan tanah padas yang termasuk jenis padosol. Jenis tanah ini bahan induknya berasal dari batuan vulkanis yang tidak komapak, gembur, seperti pasir. Keadaan tanah jenis tanah dan suhu udara sangat menentukan keberadaan jenis tumbuhan yang dapat tumbuh subur secara alami. Batuan vulkanik yang menyusun dasar kaldera Bromo -Tengger (pada lautan pasir) terdiri dari : pasir vulkanik yang berukuran butir pasir kasar – kerikil, bom vulkanik, dan juga batu apung. Komposisi pasir vulkanik dalam kaldera sebagian besar terdiri dari : plagioklas, hornblende, piroksen, magnetit, dan sebagian kecil zirkon dan kyanit. Gambar 4.1: Kenampakan detail endapan abu vulkanik dalam sekuen endapan freatomagmatik Gunung Tengger (purba), pada jalur kaldera Tengger –Gunung Penanjakan.

3.4.2

Keadaan Geomorfologi Gunung Bromo Secara regional, Jawa Timur dibagi menjadi beberapa zona fisiografis. Komplek Tengger terletak di Sub-zona Solo, bagian dari Zona Depresi Jawa Timur. Subzona Solo terbentuk oleh barisan gunung api berumur kuarter, mulai dari Plestosen hingga Holosen. Diantara gunung api-gunung api tersebut didapatkan dataran-dataran yang disebut dataran intramontana. Gunung api-gunung api yang dijumpai di sub-zona ini membentuk kelurusan gunung api dari barat berturut-turut Lawu, Wilis, Kelud, Arjuno-Welirang, Argopuro, Bromo-Tengger, Semeru, Ijen, dan Raung. Gunung api Bromo-Tengger kearah utara – selatan membentuk kelurusanTengger–Semeru Kompleks. Bromo- Tengger dapat di kelompokkan menjadi beberapa satuan geomorfologi yaitu : Satuan geomorfologi lereng gunung api terdendusi.Terdendusi menempati tubuh kompleks Tengger. Dibangun oleh material lava dan piroklastika hasil erupsi vulkan – vulkan Tengger. Sudut lereng satuan ini berkisar antara 250 – 600 derajad, dalam bentuk lembah – lembah berpola radier dan igir – igir sisa kaldera Tengger tua. Yang temasuk dalam satuan geomorfologi ini misalnya bukit – bukit Argawulan, Ider – Ider, Pandak Lembu, Jantur, Gentong, dan Penanjakkan. Bromo – Tengger merupakan kompleks gunung api dengan morfologi sangat bervariasi, pada bagian puncak terdapat kaldera cukup luas dengan

bentuk menyerupai belah ketupat dengan ukuran diagonal terpanjang sekitar 10 km. Dari dasar kaldera kira – kira terdapat tujuh pusat erupsi, dengan kelurusan menyilang barat – timur dan timur laut – barat daya, masing – masing erupsi tersebut antara lain : Widodaren, Watanggan, Kursi, Segarawedi Lor dan Segarawedi Kidul, Batok dan Bromo. Satuan geomorfologi sisa kerucut gunung api. Menempati bagian puncak kompleks Bromo – Tengger. Satuan ini merupakan sisa erosi dan denudasi kerucut gunung api yang tersusun oleh lava, endapan piroklastika dan endapan lahar. Pada satuan ini berkembang pola pengaliran semi radier dengan lembah lembah lurus dan relative landai dengan bentuk huruf “V”. Termasuk dalam satuan ini antara lain tubuh bukit Widodaren – Watangan, Kursi, Segarawedi, Cemara, dan Wonotoro. G. WATANGAN G. BATOK G. BROMO LAUTAN PASIR KALDERA BROMO - TENGGER

Gambar 4.2 : Morfologi kaldera Bromo Tengger, dengan kenampakan kerucut vulkanik dari Gunung Batok, Gunung Watangan, dan Gunung Bromo

Morfologi kaldera Bromo Tengger, secara umum berada pada ketinggian 750 – 2.581m dpl dengan luas 5.250 ha. Dalam kaldera Bromo Tengger yang berdiameter 8000 m (utara – selatan) dan 10.000 m (barat – timur) tersebut, muncul kerucut vulkanik dari Gunung Bromo (2.392 m dpl), Gunung Batok (2.440 m dpl), Gunung Widodaren (2.614 m dpl), Gunung Watangan (2.601 m dpl) dan Gunung Kursi (2.581 m dpl). Dinding kaldera yang mengelilingi lautan pasir sangat terjal dan kemiringan lereng 60 – 800 dan tingginya berkisar 120 – 130 m dari dasar kaldera Tengger. Pada kawah Bromo (yang aktif) nampak kurang berkembang endapan belereng, namun demikian asap yang keluar dari kawah aktif tersebut mengandung gas sulfur dengan konsentrasi relatif tinggi (asap tersebut nampak sangat pekat dan sangat menyengat). Kenampakan pada tepian kawah Bromo, menunjukkan endapan warna kuning dari endapan gas sulfur secara tidak merata.

Pada dasar kaldera bagian timur laut, setempat dijumpai basalt vesikuler yang berujud bombom vulkanik. Sementara pada dinding luar dari kerucut vulkanik Bromo (yang aktif) dan Gunung Batok, dijumpai batuan piroklastik, dan endapan abu gunungapi. Pada dinding kaldera Tengger, yang dijumpai pada jalur Cemoro lawang maupun jalur Penanjakan, sangat didominasi oleh endapan freatomagmatik, fragmen lava andesit basaltik, selang-seling piroklastik jatuhan dan piroklastik aliran, juga sisipan endapan abu vulkanik. Endapan piroklastik di jalur Penanjakan maupun jalur Cemorolawang ini, menunjukkan fragmen tersusun oleh klastika dari bom-bom vulkanik, lapili, dengan matrik yang sangat pekat dari pasirpasir vulkanik yang relatif berukuran butir kasar, dan bentuk butir runcing – agak runcing. Gambar 4.3 : Kenampakan stratigrafi endapan freatomagmatik dan piroklastik pada jalur kaldera Tengger – Gunung Penanjakan, sisi kaldera bagian barat laut. Gunung Bromo merupakan Tipe letusan Vulkano dengan jenis lava cair kental. Tekanan gas sedang hingga tinggi, kedalaman dapur magma dangkal sampai dalam. Letusannya terdiri atas hembusan gas magmatik disertai bom, lapili dan abu, vukanik letusan berbebtuk awan. Bunga kol leleran lava dari lubang kepundan. Gambar 4.4 :Kenampakan kawah Bromo, pada tepian mulut kawahnya nampak endapan tipis gas sulfur. Menurut Zaennudin (1990), endapan vulkanik di sekitar kaldera Bromo Tengger yang terdiri dari stratifikasi dari aliran lava andesit, endapan freatomagmatik, lava basalt andesit berselang-seling dengan endapan piroklastik jatuhan maupun piroklastik aliran, telah terbentuk pada 2 kali periode letusan yaitu 130.000 – 144.000 tahun yang lalu pada kelompok endapan vulkanik bagian bawah dan 33.000 –

100.000 tahun yang lalu pada kelompok endapan vulkanik bagian atas. Susunan vertikal endapan vulkanik di kaldera Bromo Tengger tersebut merupakan fenomena kegunungapian yang sangat menarik, eksotik, dan spesifik pada suatu tipe gunungapi yang membentuk kerucut silinder dalam kaldera. Susunan vertikal endapan vulkanik Tengger tersebut nampak berupa lapisan pasir endapan freatomagmatik dan juga endapan piroklastik dari letusan Gunung Tengger Tua. Hubungan tipe berbagai endapan letusan Gunung Tengger Tua tersebut berada di sepanjang jalur wisata yang selama ini sudah berkembang antara dasar kaldera Tengger hingga ke Penanjakan. Jalan tersebut sering dilewati wisatawan yang melakukan perjalanan dengan kendaraan jeep. Gambar: 4.5 Kaldera Tengger

3.4.2

Keadaan Tanah Gunung Bromo Tanahnya berupa campuran tanah liat dan tanah padas yang termasuk jenis andosol. Terdapat di lereng-lereng gunung api. Tekstur batuan geluh berdebu. Struktur remah kelapisan bawah agak gumpal. Warna agak coklat kekelabuan hingga hitam. Bahan induknya abu atau tuff vulkan. Konsistensi gembur dan bersifat licin berminyak (smeary), kadang-kadang berpadas lunak, agak asam, kejenuhan basa tinggi dan daya absorpsi sedang, kelembabannyapun tinggi. Porositas tanah sedang sampai tinggi. Permeabilitas sedang dan peka terhadap erosi.. Kandungan bahan organik horison A adalah tinggi antara 10-30%. Solum agak tebal (1-2 m). Curah hujan berkembang didaerah tipe iklim Afa, Cfa dan Cw (Koppen), tipe hujan A, B, C (Schmidt dan Ferguson) dengan curah hujan tinggi antara 2500-7000 mm/tahun tanpa atau sampai dua bulan kering. Reaksi tanah masam sampai netral (pH 5,0-7,0). Keadaan tanah jenis tanah dan suhu udara sangat menentukan keberadaan jenis tumbuhan yang dapat tumbuh subur secara alami 2.4.3 Keadaan Hidrologi Gunung Bromo Seperti kebanyakan daerah vulkanik, wilayah Desa Ngadisari yang berdekatan dengan Gunung Bromo memiliki tatanan air yang radikal, sehingga pada musim kemarau, persediaan air hampir tidak tersedia atau bahkan benar-benar kering. Hal ini dikarenakan air telah menggenangi semua permukaan tanah selama musim hujan menghilang dengan cepat dengan menembus lapisan bawah tanah. Persediaan air dalam tanah hanya di dapat dari air hujan, yang juga mengalir di antara gunung-gunung batu. Meskipun pada musim hujan, sungai di daerah batu vulkanik penuh, tapi begitu musim kemarau tiba, semuanya akan mengering. Sumber air dari Desa Ngadisari adalah dari sungai dan kanal. Terdapat lebih dari 50 sungai dan 4 danau di dalam kawasan Taman Nasional Bromo-Tengger_Semeru (TN-BTS). Danau-danau tersebut

diantaranya adalah Ranu Darungan, Ranu Pane, Ranu Regulo dan Ranu Kumbolo. Dalam hal ini menunjukkan bahwa TN-BTS memiliki peran yang sangat penting bagi daerah sekitarnya. Keberadaan mata air TN-BTS dapat memenuhi kebutuhan air bersih bagi masyarakat di desa-desa, dapat memenuhi kebutuhan air untuk pertanian danmenghasilkan energi / tenaga listrik.

3.4.3

Keadaan Iklim Gunung Bromo Desa Ngadisari termasuk Kawasan Tengger, merupakan daerah pegunungan yang paling dekat dengan Gunung Bromo. Sebagai daerah pegunungan, Desa Ngadisari juga termasuk daerah dataran tinggi yang terdiri dari lembah- lembah dan lereng-lereng perbukitan, dengan ketinggian 1800 m di atas permukaan air laut. Desa Ngadisari termasuk ke dalam daerah yang beriklim tropis seperti di daerah Tengger dan daerah-daerah yang ada di Indonesia, dengan curah hujan 2000 m/tahun dan suhu rata-rata harian 10°C-20°C. Iklim di daerah Desa Ngadisari ini memiliki kondisi yang berbeda antara musim penghujan dengan musim kemarau. Pada musim penghujan yang terdapat antara bulan Nopember sampai dengan bulan Maret , terjadi kelembapan udara rata-rata 80 % sehingga terasa sangat dingin, Suhu udara berubah-ubah, tergantung ketinggian, antara 3° – 18° Celsius. Sebaliknya pada musim kemarau yang terjadi antara bulan April sampai bulan Oktober cuaca agak bersih dari kabut, tetapi keadaan sering diganggu oleh debu yang bertebaran karena ditiup angin kencang. Pada musim ini biasanya pada malam hari temperatur terasa lebih dingin dibandingkan musim hujan. Mengenai kabut ini bisa berubah setiap saat, siang hari pun dapat terjadi kabut yang tebal dan suasana seperti malam hari.

3.4.4

Keadaan Vegetasi Gunung Bromo Tumbuh-tumbuhan yang hidup didaerah ini sangat beragam, mulai dari tanaman keras dan besar sampai ke tanaman lunak dan tergolong kecil. Tanaman keras, seperti akasia, cemara gunung, sedangkan tanaman lunak termasuk jenis sayuran seperti kentang, kubis, wortel, jagung, ubi ketela, bawang putih, bawang prei, sawi dan tomat.

Gambar 5.6: Tanaman Keras

Gambar : 5.7 Tanaman Lunak

3.4.5

Keadaan Sistem Sosial masyarakat Gunung Bromo Dari hasil wawancara kami dengan warga asli suku Tengger di desa Ngadisari, Bapak Sukarno dan Bapak Bandi, sistem religi masyarakat Tengger mayoritas beragama Hindu. Sistem kepemimpinan masyarakat Tengger dibagi menjadi dua yaitu:

a.

Kepemimpinan formal. Kepemimpinan formal yaitu sesuai dengan bentuk kepemimpinan modern seperti Kepala Desa dan pamong-pamong desa lainnya. Proses pemilihan petinggi (Kepala Desa) dilakukan dengan cara pemilihan langsung oleh masyarakat, melalui proses pemilihan umum.

b.

Kepemimpinan non formal merupakan bentuk kepemimpinan masyarakat Tengger yang sesuai dengan adat istiadat masyarakat. Masyarakat Tengger menyebutnya Pemangku adat atau Dukun adat. Peran Dukun dalam hal ini adalah memimpin ritual-ritual keagamaan dan urusan-urusan / masalah sosial yang ada dalam masyarakat seperti jodoh, perkawinan, pertanian, dan lain - lain. Menurut tradisi seorang kepala dukun biasanya berasal dari kalangan berkemampuan finansial cukup baik. Dalam struktur sosial masyarakat Tengger, posisi dukun, lebih-lebih kepala dukun, menduduki posisi teratas. Karena itulah, jabatan kepala dukun merupakan jabatan yang sangat strategis dalam struktur sosial masyarakat Tengger. memilih dukun, dilakukan melalui beberapa tahapan-tahapan (menyangkut diri pribadi calon dukun), yang pada akhirnya akan diuji melalui ujian Mulenan (ujian pengucapan mantra yang tidak boleh terputus ataupun lupa) yang waktunya pada waktu upacara Kasada yang bertempat di Poten Gunung Bromo. Wilayah Tengger masyarakatnya masih tradisional, dukun dianggap orang yang dihormati dan paling tinggi kedudukannya dibandingkan dengan Kepala Desa. Semua kegiatan yang dilakukan masyarakat Tengger akan dianggap baik apabila sesuai dengan norma yang diwariskan nenek moyang secara turun temurun. Adat istiadat yang masih tradisional ini oleh masyarakat Tengger dibuktikan dengan;

a.

Dilarang melangkahi pawon (tempat perapian) karena masyarakat Tengger menganggap bahwa pawon adalah sumber kehidupan mereka

b. Dilarang menikah dengan orang yang memiliki hubungan darah

c.

Tidak boleh berkata kotor di dalam Pura. Upacara-upacara yang dilakuakan masyarakat suku Tengger diantaranya yaitu Upacara Kasodo, Upacara Galungan, Upacara Karo, dan Upacara Kuningan.

d. Sistem perkawinan yang ada pada masyarakat Tengger tidak tergantung oleh Kasta. Tetapi masyarakat Tengger yang menikah dengan masyarakat luar Tengger harus menanggung konsekuensi untuk menganut agama dan kepercayaan suku Tengger. Orang asing selain agama Hindu ataupun masyarakat Tengger yang menikah dengan orang asing dan tidak menganut agama serta kepercayaan suku Tengger maka tidak boleh membeli tanah dan tinggal di daerah setempat. 3.4.6

Pola jalan (pola jalan, jenis jalan, kondisi jalan, fungsi jalan) Gunung Bromo Pola jalan yang ada di desa Ngadisari adalah memanjang dan berkelok-kelok. Kondisi jalan sepanjang desa sangat baik karena jalannya berupa jalan beraspal, tetapi apabila terus naik mengikuti jalan, sebagian jalan berlubang dan berdebu.

Gambar : 5.8 Pola jalan yang berliku Desa Ngadisari merupakan desa yang paling detak dengan lokasinya dengan Kawah Gunung Bromo. Desa Ngadisari memiliki akses yang paling dekat ke Lautan Pasir dan Kawah Gunung Bromo. Aksesibilitas yang dekat menjadikan desa ini cocok untuk persinggahan dan menjadi Desa Tujuan Wisata. Desa Ngadisari merupakan transit (daerah tujuan wisata) bagi wisatawan yang akan ke objek wisata Gunung Bromo. Lokasi Desa Ngadisari dari ibu kota Kecamatan Sukapura dari Surabaya jaraknya 15 Km, dan dari Ibu Kota Kabupaten Probolinggo jaraknya 42 Km, serta dari Surabaya Ibukota Provinsi Jawa Timur berjarak 118 Km.

Sarana transportasi merupakan salah satu pendukung dalam pariwisata. Bidang transportasi meliputi sarana jalan dan fasilitas angkutan. Syarat-syaratkelancaran transportasi, seperti jalan-jalan menuju objek wisata yang baik, lalu lintas lancar tidak banyak hambatan, jadwal perjalanan yang terencana dan teratur, sehingga sambungan hubungan antara jenis alat angkutan yang satu dengan yang lain berjalan menurut waktu dan rencana. Disamping itu, kondisi alat transportasi perlu diperhatikan agar tidak mengecewakan para wisatawan yang menggunakan jasa transportasi itu. Mengenai sarana transportasi ke daerah Desa Ngadisari ini cukup memadai. Untuk sarana jalan dari Probolinggo sampai Desa Ngadisari sudah beraspal dan kondisi jalan cukup baik, sehingga kendaraan bermotor dapat sampai ke daerah tujuan dengan lancar. Namun kondisi jalan dari Desa Ngadisari (dusun cemoro lawang) ke objek wisata Kawasan Gunung Bromo kurang baik, bahkan sebagian ada yang masih berupa batu-batu besar dan kondisinya rusak, sehingga hanya jenis kendaraan tertentu seperti hartop dan jeep yang dapat melalui jalan ini. Apalagi jalannya turun-naik, berbelok-belok, dan cukup curam, sehingga tampak mengerikan. Fungsi jalan di sini adalah tempat berlalu-lalang kendaraan baik kendaraan warga maupun pengunjung yang ingin mengunjungi Gunung Bromo. Gambar : 5.9 Jalur ke arah Gunung Penanjakan dengan singkapan stratifikasi dari endapan freatomagmatik vulkan Tengger Tua. 3.4.7

Pola pemukiman (pola pemukiman, kepadatan rumah, pemanfaatan lahan, fungsi rumah) Ada beberapa macam pola pemukiman yang ada di Desa Ngadisari:

a. Memanjang mengikuti alur jalan b. Mengelompok mengelilingi fasilitas umum c. Menyebar Kepadatan rumah di desa Ngadisari tidak terlalu padat / renggang, masing-masing rumah memilik lahan kecil yang dimanfaatkan untuk menanam sayur. Sebagian masyarakat yang memiliki rumah lebih dari satu memanfaatkannya sebagai tempat penginapan. Fungsi rumah yang lain selain untuk berlindung adalah sebagai tempat menyimpan hasil pertanian seperti bawang merah yang digantung, wortel, sawi dan lain lain. 3.4.8 

Pusat kegiatan: Terminal

: Digunakan sebagai tempat rapat / pertemuan, upacara-upacara (kecuali upacara

keagamaan), dan yang paling penting sarana transportasi.



Pasar

: Pasar dimanfaatkan warga Tengger sebagai tempat terjadinya jual beli. Semua hasil

pertanian, dan perkebunan dijual di sini.

3.4.9

Mata pencaharian penduduk: (mata pencaharian pokok, sampingan, diversifikasi, transformasi)

a. Masyarakat asli suku Tengger Mata pencaharian pokok masyarakat suku Tengger adalah bertani. Jenis tanaman yang ditanam adalah sayur-mayur. Sedangkan mata pencaharian sampingan penduduk berada pada bidang pariwisata yaitu menyewakan kuda tunggang untuk wisatawan, baik dalam maupun luar negeri, menjadi sopir jeep (biasanya miliknya sendiri), dan menyewakan kamar untuk para wisatawan.

b.

Masyarakat pendatang bekerja sebagai pedagang. Adapula sebagai pegawai negeri, pedagang, buruh, dan usaha jasa.

3.4.10 Pertanian (sistem pertanian, jenis tanaman, rotasi tanaman, sistem irigasi) Sistem pertanian yang digunakan adalah sistem pertanian musiman. Sistem musiman memanfaatkan air hujan dalam pengairannya. Jenis-jenis tanaman yang dapat ditanam adalah kentang, kubis, bawang putih, sawi, dan sebagainya. Biasanya dipanen setiap 4 bulan sekali pada musim penghujan. Sedangkan saat musim kemarau tiba, para petani tidak menanam tanaman baru karena mereka mengandalkan air hujan sebagai sistem irigasinya. Namun mereka sebagain besar beralih menjadi pemandu wisata ataupun jasa transportasi. Pertanian dikerjakan sendiri tanpa bantuan orang lain/tetangga. Masyarakat Tengger beranggapan bahwa mereka mencari uang untuk kebutuhan hidupnya sendiri jadi mereka harus bekerja keras untuk itu.

Gambar 5.10 : Salah Satu Mata Pencarian Penduduk (Bertani) 3.4.11 Kebutuhan pokok ( makanan, minuman, pakaian, kesehatan) Makanan pokok sehari-hari yang dikonsumsi masyarakat suku Tengger di desa Ngadisari adalah beras dan jagung seperti makanan pokok masyarakat Indonesia pada umumnya. Sedangkan untuk sarana kesehatan, mereka tidak terganggu dengan adanya cuaca yang tidak menentu. Fasilitas di desa Ngadisari terdiri dari Puskesmas saja yang dikelola oleh seorang Bidan. Mereka mempercayakannya dengan Bidan tersebut, karena di Ngadis ari tidak ada obat-obatan tradisional dan tabib. Dalam kesehariannya, masyarakat suku Tengger selalu memakai sarung sebagai pakaian yang digunakan sehari-hari. Inilah ciri yang paling menonjol yang dapat dilihat dari suku Tengger. Menurut mereka memakai sarung sudah menjadi kebiasaan yang sudah turun temurun.

3.4.12 Kondisi social budaya (pendidikan, system sosial, unsur universal budaya) Bidang pendidikan masih tergolong kurang memadai. Hal ini terlihat dengan adanya bangunan sekolah yang masih kurang layak untuk menampung anak-anak Tengger. Sekolah Tengger sendiri hanya terdiri dari TK, SD, dan SMP, untuk sekolah taman kanak-kanak sendiri bangunannya masih bergabung

dengan Balai Desa, untuk sekolah dasarnya hanya terdiri 3 ruangan yaitu 2 ruang kelas dan 1 ruang guru, untuk Sekolah Menengah Pertama terdiri hanya terdiri 2 ruangan saja yaitu 1 ruang kelas dan 1 ruang Guru. Kalau untuk kemampuan anak-anak Tengger sendiri sudah dapat dikatakan baik, terbukti anak-anak Tengger dapat belajar dan membantu orang tuanya dengan tidak melupakan tugas-tugas sekolah. Padahal setelah pulang sekolah dia membantu orang tuanya di dapur dan berjualan, tetapi untuk belajar tetap dia prioritaskan. Untuk malanjutkan ke Sekolah Menengah Atas dan Perguruan Tinggi harus keluar Tengger seperti di kecamatan dan kabupaten, hal ini menjadikan warga Tengger memilih tidak melanjutkan sekolah karena jarak yang jauh dari desa. Hanya beberapa saja yang melanjutkan sekolah di kota, karena pendidikan bukan menjadi prioritas utama bagi kehidupan mereka tetapi ladang pertanian yang menjadi sumber mata pencaharian sehari-hari. Mereka kebanyakan setelah lulus SMA/SMK langsung bekerja. Tetapi sebagian juga ada yang melanjutkan ke perguruan tinggi, tergantung kondisi keluarga.

3.4.13 Pariwisata (jenis objek, atraksi, price, promosi) Obyek Wisata Gunung Bromo letak geografisnya tepat di Taman Nasional Bromo Tengger Semeru, Provinsi Jawa Timur, yaitu adalah salah satu di antara obyek wisata paling favorit didunia. Wisata Gunung Bromo, selain memiliki keunikan pesona alam yang indah dan mengagumkan berupa lautan pasir Bromo, asap putih yang keluar dari kawah Bromo, padang rumput savannah yang menghampar hijau, di Gunung Bromo juga terkandung budaya luhur dari Suku Tengger yang bermukim di kawasan sekitar Gunung Bromo. Gambar 5.11 : Panorama bentang alam vulkanik di dalam kaldera Tengger, dilihat dari puncak Gunung Penanjakan. Objek wisata ini tiketnya masuk sudah dipatok mulai Rp10.000,00 hingga Rp20.000,00. Para pengunjung yang datang juga telah disediakan tempat-tempat penginapan (hotel, villa) dengan harga yang bervariasi. Persewaan hartop dan kuda juga telah tersedia bagi pengunjung yang ingin melakukan pendakian. Harga sewa untuk satu hartop Rp450.000,00 sedangkan sewa kuda untuk sekali jalan (pulangpergi) Rp100.000,00 Sarana transportasi angkutan khusus jeep dan kuda ini menjadi kebijakan Pemerintahan Desa Ngadisari sebagai masukan pendapatan masyarakat. Untuk mengatur kelancaran, ketertiban dan supaya tidak saling berebut penumpang serta tidak terjadi persaingan tarif angkutan, telah dibentuk Paguyuban dan ketetapan tarif sewa angkutan khusus ini. Untuk angkutan wisata kuda, lokasinya

(daerah tujuan) Dusun Cemara Lawang – Gunung Bromo dan Poten (Lautan Pasir)- Gunugn Bromo. Pada umumnya wisatawan yang akan ke Gunung Bromo naik kuda, meskipun sudah menyewa jeep setelah dari Pananjakan. Upacara Kasada. Budaya luhur dan sampai saat ini dilestarikan oleh suku Tengger sampai saat ini salah satunya adalah upacara Kasada/ Hari Raya Yadnya Kasada, masyarakat sekitar gunung Bromo familiar menyebutnya dengan Kasodoan atau upacara Kasodo. Upacara Kasada (Hari Raya Yadnya Kasada) atau Kasodo yaitu suatu upacara adat suku Tengger yang dilakukan setiap tahun sekali (penanggalan agama Hindu Tengger) yaitu ketika sudah memasuki bulan Kasada dan tepatnya pada hari ke 14 . Upacara Yadnya Kasada berupa pemberian sesajen untuk sesembahan yaitu Sang Hyang Widhi dan para leluhur suku Tengger ( Dewi Roro Anteng dan Joko Seger). Lokasi upacara adat suku Tengger ini digelar di Pura Luhur Poten, tepat di lautan pasir Bromo dan dekat dengan kaki Gunung Bromo. Gambar 5.12 : Upacara Kasada (Hari Raya Yadnya Kasada) atau Kasodo Upacara Adat Yadnya Kasada Suku Tengger atau Hari raya kasada dilakukan pada tengah malam dan selesai pada dini hari. Upacara adat suku Tengger ini bertujuan untuk mengangkat dukun atau tabib yang ada di setiap desa di sekitar Gunung Bromo. Pada festival ini masyrakat suku Tengger akan melemparkan sesajen berupa hasil panen seperti sayuran, buah-buahan, atau hewan ternak seperti ayam atau kambing bahkan ada juga yang melemparkan uang ke kawah gunung tersebut. Ini adalah upacara adat yang hanya dimiliki oleh suku Tengger Bromo dan tidak ada lagi upacara Kasada yang serupa di seluruh dunia. Walaupun ada di Bali tapi upacaranya berbeda. Pura Luhur Poten Poten merupakan sebidang lahan di lautan pasir sebagai tempat berlangsungnya upacara Kasada. Sebagai tempat pemujaan bagi masyarakat Tengger yang beragama Hindu, poten terdiri dari beberapa bangunan yang ditata dalam suatu susunan komposisi di pekarangan yang dibagi menjadi tiga mandala/zone. 1. Pertama. Mandala Utama disebut juga jeroan yaitu tempat pelaksanaan pemujaan persembahyangan. Mandala itu sendiri terdiri dari Padma berfungsi sebagai tempat pemujaan Tuhan Yang Maha Esa. Padma bentuknya serupa candi yang dikembangkan lengkap dengan pepalihan, tidak memakai atap yang terdiri dari bagian kaki yang disebut tepas, badan/batur dan kepala yang disebut sari dilengkapi dengan Bedawang, Nala, Garuda, dan Angsa.

Beawang Nala melukiskan kura-kura raksasa mendukung padmasana, dibelit oleh seekor atau dua ekor naga, garuda dan angsa posisi terbang di belakang badan padma yang masing-masing menurut mitologi melukiskan keagungan bentuk dan fungsi padmasana. Bangunan Sekepat (tiang empat) atau yang lebih besar letaknya di bagian sisi sehadapan dengan bangunan pemujaan/padmasana, menghadap ke timur atau sesuai dengan orientasi bangunan pemujaan dan terbuka keempat sisinya. Fungsinya untuk penyajian sarana upacara atau aktivitas serangkaian upacara. Bale Pawedan serta tempat dukun sewaktu melakukan pemujaan. Kori Agung Candi Bentar, bentuknya mirip dengan tugu kepalanya memakai gelung mahkota segi empat atau segi banyak bertingkat-tingkat mengecil ke atas dengan bangunan bujur sangkar segi empat atau sisi banyak dengan sisi-sisi sekitar depa alit, depa madya atau depa agung. Tinggi bangunan dapat berkisar sebesar atau setinggi tugu sampai sekitar 100 meter memungkinkan pula dibuat lebih tinggi dengan memperhatikan keindahan proporsi candi.

2. Kedua. Mandala Madya disebut juga jaba tengah, tempat persiapan dan pengiring upacara terdiri dari Kori Agung Candi Bentar, bentuknya serupa dengan tugu, kepalanya memakai gelung mahkota segi empat atau segi banyak bertingkat-tingkat mengecil ke atas dengan bangunan bujur sangkar, segi empat atau segi banyak dengan sisi-sisi sekitar satu depa alit, depa madya, depa agung. Bale Kentongan, disebut bale kul-kul letaknya di sudut depan pekarangan pura, bentuknya susunan tepas, batur, sari dan atap penutup ruangan kul-kul/kentongan. Fungsinya untuk tempat kul-kul yang dibunyikan awal, akhir dan saat tertentu dari rangkaian upacara. Bale Bengong, disebut juga pewarengan suci letaknya di antara jaba tengah/mandala madya, mandala nista/jaba sisi. Bentuk bangunannya empat persegi atau memanjang deretan tiang dua-dua atau banyak luas bangunan untuk dapur. Fungsinya untuk mempersiapkan keperluan sajian upacara yang perlu dipersiapkan di pura yang umumnya jauh dari desa tempat pemukiman.

3. Ketiga. Mandala Nista disebut juga jaba sisi yaitu tempat peralihan dari luar ke dalam pura yang terdiri dari bangunan candi bentar/bangunan penunjang lainnya. Pekarangan pura dibatasi oleh tembok penyengker batas pekarangan pintu masuk di depan atau di jabaan tengah/ sisi memakai candi bentar dan pintu masuk ke jeroan utama memakai Kori Agung.Tembok penyengker candi bentar dan kori agung ada berbagai bentuk variasi dan kreasinya sesuai dengan keindahan arsitekturnya. Bangunan pura pada umumnya menghadap ke barat, memasuki pura menuju ke arah timur demikian pula pemujaan dan persembahyangan menghadap ke arah timur ke arah terbitnya matahari. Gambar 4.13 : Pura Luhur Poten Bromo merupakan sebidang lahan di lautan pasir sebagai tempat berlangsungnya upacara Kasada 4.5.16 Pengukuran Kemiringan Lereng Pada Gunung Batok  Segmen A1-2 = 10,45cm Jarak datar seluruhnya = 25.13cm GPS : S = 07°55'52'' E= 112°57'8,1'' Ketinggian 2150 dpl Kompas : Azimuth

: 25°

Back azimuth

: 202°

 Segmen 2-3 = 7,10cm GPS : S = 07°55'52,3'' E = 112°57'0,8'' Kompas : Azimuth :21° Back azimuth

: 205°

Upney level : 9°50'  Gambar 4.14 : obyek observasi Segmen 3-B GPS : S = 07°55'52,5'' E = 112°57'07,9'' Ketinggian 2151 m dpl Kompas : Azimuth

: 24°

Back azimuth

: 201°

Upney level = 18°40'

3.5 PANTAI WATU PECAK Pantai ini terletak di selatan kab Lumajang, tepatnya di desa Selok Awar-Awar kecamatan Pasirian. 18 kilometer dari kota Lumajang dan cuma 35 menit dari Pasirian (Alun2). Disarankan untuk lebuh menggunakan kendaraan pribadi karena memang angkutan umum hanya melewati jalan masuk Desa Selok Awar-Awar. Sedangkan lokasi Pantai Watu Pecak masih beberapa kilometer lagi dari desa tersebut. Gambar 5.1: Akses pintu masuk pantai watu pecak. Akses masuk menuju pantai memang tidak sesuai dengan yang diharapkan. Pantai watu pecak memang lebih terdengar daripada pantai bambang, namun ternyata akses jalan kesini cukup tidak layak. Hampir sama dengan JLS yang belum diaspal. Pada lebaran 2013, ada banyak ubur-ubur di sekitaran pantai selatan. namun beberapa hari kemudian ubur-ubur itu mulai bergerak ke timur dan udah nggak ada lagi di pantai selatan Lumajang. Memasuki area pantai, akan terlihat warga setempat yang melakukan aktivitas rutinnya sebagai nelayan dan penambang pasir. Pasir di Pantai Watu Pecak memang terkenal berkualitas baik, sehingga tak

heran banyak dijumpai penambang pasir disini. Kandungan besi yang ada di dalamnya yang membuat mutu dari pasir ini lebih tinggi. Pantai ini terbentang luas dan ombaknya tidak seganas di pantai bambang. Disini ada upacara adat, yaitu upacara melasti. Upacara melasti sendiri adalah upacara yang dilaksanakan oleh umat Hindu.

4.5.1

Kondisi geologi Pantai Watu Pecak mempunyai kandungan besi yang sangat besar, hal ini terjadi karena proses diposisi dari aliran gunung Semeru, sehingga terdapat kegiatan penambangan pasir besi yang cukup ramai di sekitar pantai Watu pecak. Tak jauh dari terdpat lahan pertanian berupa sawah yang kedinggiannya bisa dikatan sama dengan ketinggian air laut, dari fenomena kedapnya air asin yang terhalang bukit pasir besi ini disimpulkan ukuran partikel-partikel butiran pasir di pantai ini sangat kecil sehingga dapat membentuk penghalang air asin meresap ke lahan persawahan. Gambar 5.2 . Gumuk pasir besi yang dapat menahan resapan air asin. Dari jenis batuan yang terdapat di pantai watu pecak adalah Batu Apung. Batu apung merupakan batuan yang terbentuk dari lava yang kental terdapat gelembung-gelembung gas di dalamnya yang tidak dapat keluar sehingga terperangkap dengan membekunya lava. Akibat dari terperangkapnya gas tersebut sehingga ketika batuan tersebut terkena air maka akan mengeluarka gasnya, kemudian terbentuklah batu apung.Batu apung ini banyak ditemukan di pantai watu pecak ini karena pantai watu pecak ini dekat dengan gunung berapi yaitu gunung api semeru, dimana gunung api ini beberapa tahun yang lalu pernag meletus sehingga banyak ditemukan batu apung, selain itu, ada juga jenis batu-batu ini merupakan hasil dari meletusnya gunung semeru yang mengeluarkan lavanya. lava dari gunung semeru tersebut menghasilkan batuan ini. Perbedaaan batuan ini dengan batu apung dapat dilihat dari berat jenis/massanya. Batuan ini persamaannya dengan batu apung yaitu batuan ini mempunyai rongga juga tapi rongga yang terdapat di batuan ini bukan berasal dari gas seperti pada batu apung melainkan dari hasil transportasi.Batu ini sebenarnya tidak berbentuk halus se perti yang terdapat pada gambar akan tetapi pada awalnya batuan ini mempunyai bentuk yang bermacam-macam,tapi karena adanya pengangkutan oleh air melalui iar sungai maka batuan ini menjadi halus karena adanya gesekan dari batuan tersebut dengan air ataupun unsure yang lain yang pada sungai (transportasi), kemudian sampai di pantai,dan di pantai juga batuan ini mengalami gesekanterus menerus dengan bantuan ombak yang membawa ke tepid an ke tengah laut.

3.5.1

Geomorfologi Waktu pecak berada pada titik S=08˚ 17˝ 8,3 dan E=113˚ 8˝ 58,1 dengan azimuth 7˚ dan beck azimuthnya 187˚ yang mana berbentuk lahan flufial dan dapat dijumpai pada bibir pantai yang membentuk gundukan bukit atau igir dari pasir yang terhembus angin. Gumuk pasir dapat dijumpai pada daerah yang memiliki pasir sebagai material utama, kecepatan angin tinggi untuk mengikis dan mengangkut butir-butir berukuran pasir, dan permukaan tanah untuk tempat pengendapan pasir, biasanya terbentuk di daerah arid (kering). Pemanfaatan dan pengusahaan lahan pantai oleh manusia banyak menimbulkan perubahan fisik bentang lahan yang nyata. Misalnya konstruksi bangunan pantai yang berbentuk pelabuhan. Pelabuhan adalah sebuah fasilitas di ujung samudera, sungai, atau danau untuk menerima kapal dan memindahkan barang kargo maupun penumpang ke dalamnya. Pelabuhan biasanya memiliki alat-alat yang dirancang khusus untuk memuat dan membongkar muatan kapal-kapal yang berlabuh. Pelabuhan termasuk lahan antropogenik karena bentuknya telah merubah bentuk lahan pesisir sebelumnya. Di bawah ini hal-hal yang penting agar pelabuhan dapat berfungsi:



Adanya kanal-kanal laut yang cukup dalam (minimum 12 meter)



Perlindungan dari angin, ombak, dan petir



Akses ke transportasi penghubung seperti kereta api dan truk. Pembangunan pelabuhan hendaknya memperhatikan aspek lokasi agar pelabuhan dapat berfungsi secara efektif dan tidak mengancam lahan sekitar. Misalnya pembangunan pelabuhan Indonesia cabang Pontianak yang dibangun di tepi sungai yang dapat menyebabkan pendangkalan yang disebabkan oleh erosi daerah hulu.

Gamabr 5.3 Kondisi fisik dekat bibir pantai Bambang.

3.5.2

Hidrologi Air tawar tampak mudah didapatkan di daerah ini, air sungai juga tetap mengalir meski di musim kemarau yang dapat mengairi sawah yang ada di dekat pantai, air sungai ini merupakan salah satu outlet sungai dari gunung semeru, keberadaan air asin yang berada tidak jauh juga tidak bisa merembes karena terhalang oleh bukit pasir yang mempunyai kerapatan tinggi.

3.5.3

Tata guna lahan Keberadaan kandungan bijih besi yang sangat melimpah daerah ini banyak dimanfaatkan oleh penambang bijih besi untuk mengeruk langsung pasir-pasir yang ada, kegiatan penambangan bisa ditemui di dekat igir pantai hingga proses pengepakan di dekat pintu masuk menuju pantai awatu pecak ini. Pemanfaatan lahan sebagai persawahan juga bisa ditemui di dekat igir Watu Pecak, sawah- sawah yang ada biasa ditanami padi oeleh pemiliknya, yang bertempat tinggal di bibir igir tak jauh dari lahan persawahan.

Gambar 5.4 Lahan persawahan dan saluran irigasi pantai Watu Pecak.

3.5.4

Vegetasi

Gambar 5.5. Vegetasi di pantai Watu Pecak. Dari gambar diatas dapat diamati beberapa vegetasi, vegetasi tersebut merupakan jenis vegetasi yang berumur panjang, vegetasi tersebut membutuhkan waktu yang sangat lama untuk tumbuh dan tidak mudah kekurangan air, dari hasil identifikasi kami menyimpulkan daerah yang ditumbuhi vegetasi tersebut merupakan daerah yang tidak pernah dikeruk sehingga benih-benih vegetasi tersebut bisa tumbuh. 3.5.5

Konservasi Pantai Watu Pecak dulunya merupakan daerah pariwisata pantai, namun seiring melunaknya izin pertambangan dari pemerintah pantai ini menjadi lebih ramai dengan aktifitas pertamngan, seperti diketaui di sekitar pantai ini masih tumbuh vegetasi yang cukup lebat berupa hutan dan perkebunan.

3.5.6

Pola jalan Pola jalan Pantai yang terletak di selatan kab Lumajang, tepatnya di desa Selok Awar-Awar kecamatan Pasirian. 18 kilometer dari kota Lumajang dan cuma 35 menit dari Pasirian (Alun2) ini berbentuk linier atau memanjang menuju titik – titik pusat kegiatan tertentu, Kalau kesini memang lebih asik menggunakan kendaraan pribadi. Karena memang angkutan umum hanya melewati jalan masuk desa selok awar-awar. sedangkan pantai watu pecak masih beberapa kilometer lagi. Memasuki akses masuk pantai memang tidak sesuai ekspektasi admin. Pantai watu pecak memang lebih terdengar daripada pantai bambang, namun ternyata akses jalan kesini cukup tidak layak. Hampir sama dengan JLS yang belum diaspal.

3.5.7

Pemukiman Pola pemukiman masyarakat setempat yakni tampak memanjang mengikuti jalan dan mengikuti bibir pantai

Gambar .5.6 : Pola pemukiman di pantai Watu Pecak. 3.5.8

Pusat aktifitas ekonomi dan Mata pencaharian penduduk Kebanyakan Masyarakat setempat bermata pencaharian sebagai penambang, petani dan peternak, serta nelayan, di dekat pusat penambangan bijih besi tumbuh aktifitas ekonomi lain yakni perdagangan, dimana usaha ini akan tumbuh di suatu titik yang relatf lebih rame.

Gambar 5.7. Salah satu pusat kegiatan pendduduk setempat.

6.4.10.

Kondisi sosial Umumnya di daerah pedesaan, kondisi sosial masyarakat setempat tergolong masih seperti di

daerah pedesaan umunya, dan dengan adanya mata pencaharian yang sama proses sosial akan sering terjadi, terlebih dari aktifitas penambangan yang membutuhkan banyak tenaga kerja. 6.4.11.

Kondisi ekonomi Umumnya kondisi ekonomi masyarakat desa watu pecak tergolong pada kelasa menengah ke

bawah, kebanyakan dari masrakat setempat mempunyai hewan ternak seperti kerbau, lahan persawahan,

dan perahu. Ada pula segelintir masyarakat setempat yang sudah mempunyai panel surya sebagai generator listrik untuk penerangan rumahnya.

Gambar 5.8 Panel surya yang di pasang dekat pemukiman penduduk. 6.4.12.

Kondisi budaya Masyarakat setempat mempunyai jam aktifitas yang berbeda-beda seperti petani, dan pelayan

sehingga kebudayaan di masyarakat belum nampak belum terintegrasi 6.4.13.

Pariwisata Pantau Watu Pecak merupakan salah satu daerah pariwisata yang berdekatan dengan pantai

Bambang, biasanya pantai ini ramai pada hari-hari libur. Dengan adanya aktitifitas penambangan bijih besi, potensi keindahan daerah ini akan terancam akan menurun yang akan mengurangi kunjungan wisatawan. Gambar 5.9. Kondisi Pariwisata yang terancam oleh aktifitas pertambangan bijih pasir besi

BAB V PENUTUP 4.1. Kesimpulan Gladak perak merupakan sebuah jembatan yang berada di kecamatan Pronojiwo yang melintasi sungai besuk dan sebagai penghubung antara kabupaten Lumajang dan Kabupaten malang pada jalur bagian selatan.Sungai Besuk adalah salah satu tempat aliran primer lahar dari gunung Semeru.Sungai ini di dominasi oleh pasir besi yang kemudian di jadikan sebagai tempat pertambangan pasir oleh masyarakat. Selain itu jembatan ini juga memiliki nilai sejarah karena jembatan ini dibangun pada masa kolonial belanda di tempat ini terdapat dua jembatan yaitu Gladak perak lama yang di bangun oleh colonial Belanda yang sudah tidak digunakan dan yang kedua adalah Gladak perak baru yang dibangun pemerintah pada tahun 2001. Pantai watu pecak adalah pantai yang terdapat di desa selok awar awar kecamatan Pasirian,Lumajang.Material pada pantai ini di dominasi oleh pasir hasil dari erupsi gunung semeru bagian utara yang dibawa oleh sungai dan kemudian diangkut oleh gelombang dan arus laut serta di endapkan di sekitar pantai.Komposisi pasir pantai ini di dominasi oleh pasir besi yang kemudian di

gunakan oleh masyarakat sekitar sebagai pertambangan pasir besi.Sehingga bila datang kesini akan banyak melihat tumpukan karung karung yang berisi pasir yang siap dijual. Ranu Klakah adalah sebuah danau yang terletak di desa Tegalrandu kecamatan Klakah kabupaten Lumajang. Danau ini terbentuk akibat proses vulkanisme dari gunung Lemongan serta danau ini merupakan salah satu dari tiga danau yang ada sebagai pusat letusan gunung Lemongan.Danau ini digunakan masyarakat sebagai tempat mencari ikan dan sebagai tempat kerambah ikan.Selain itu Ranu Klakah juga digunakan sebagai tempat wisata karena mempunyai pemandangan dengan background gunung Lemongan itu sendiri Gunung Bromo adalah gunung yang berada pada ketinggian 2392 meter di atas permukaan laut yang berada pada wilayah Kabupaten Probolinggo,Pasuruan,Lumajang dan Malang.Bromo merupakan salah satu dari pegunungan Tengger dan yang merupakan satu satunya gunung yang masih aktif.Di sekitar gunung bromo terdapat kaldera yang sangat luas yang terdiri dari lautan pasir.,masyarakat menggunakan gunung bromo sebagai tempat wisata. Desa Ngadisari adalah desa yang terletak tepat pada perbatasan kawasan gunung Bromo, desa ini termasuk pada wilyah kecamatan Suka pura, Lumajang. Penduduk di sini didominasi oleh suku Tengger. Mayoritas masyarakat di sini bekerja sebagai petani yang hasil utamnya berupa sayuran seprti kentang, bawang daun dan kubis, selain sebagai petani masyarakat disini bekerja pada bidang jasa, sebagian besar pada jasa penyewaan kuda, kendaraan serta penginapan untuk para wisatawan.Masyarakat di sini juga masih memeperthankan adat istiadatnya salah satunya dapat dilihat dari masih dilaksanakannya upacara Kasada yaitu upacara sesembahan hasil bumi dan ternak yang dilakukan di kawah Bromo. 4.2.

Saran Dalam pelaksanaan KKL 1 ini sudah berjalan cukup lancar tetapi masih banyak kekurangan baik

dalam segi koordinasi panitia dengan peserta KKL dan dalam menajemen waktu hal tersebut dalam dilihat dari tidak sesuainya antara jadwal pelaksanaan dengan pelaksanaan KK,seharusnya panitia harus lebih cermat dan teliti dalam penyusunan jadwal sehingga pelaksaann KKL 1 bisa berjalan sesuai dengan jadwal. Selain itu seharusnya dalam KKL 1 ini dibimbing oleh dosen yang mempunyai disipli ilmu Geografi murni sehingga mahasiswa lebih dapat memahami tentang obyek obyek yang dituju.

DAFTAR PUSTAKA http://chaderinsaputra.wordpress.com/2012/06/20/keadaan-fisik-suku-tengger-bromo/ http://rovicky.wordpress.com/2010/11/25/mengenal-bromo/ http://seiyavirgo.blogspot.com/ http://wisata-bromo.com/upacara-kasada-hari-rayafestival-adat-suku-tengger-yadnya-kasada/ http://id.wikipedia.org/wiki/Kasada Wicander, Reed, Monroe, James S, 2002 Wicander, Reed, Monroe, Jame, S, 2002.

Zaennudin, A., 1990, Stratigrafi dan Genesis Kerucut Cemoro Lawang di Kaldera Bromo Tengger, Jawa Timur; dalam Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) – 19 IAGI, Bandung. Hadisantono, R.H. and Mulyadi, E., 2002, The Sukapura Ignimbrites of Ngadisari – Sapikerep Valley of Bromo Tengger Complex and Its Relationship to Caldera Formation, Abstract in 30th Annual Convention Indonesian Association of Geologist and 20th GEOSEA Regional Conggress on Geology, Mineral and Energy Resources, Yogyakarta.

rosyied kurniawan di 20.59 Berbagi         

Tentang Aku BUKU TAMU CERITAKU FOTOGRAFI GEOLOGI my world Opini Techno DOWNLOAD

Wingman Arrows La Douleur Est Temporaire, La Victoire Est Toujours

SEJARAH GEOLOGI ZONA PEGUNUNGAN SELATAN JAWA TIMUR

October 7, 2009 by MualMaul 17 Comments BAB I GEOLOGI UMUM 1. Fisiografi

Secara umum, fisiografi Jawa Tengah bagian selatan-timur yang meliputi kawasan Gunungapi Merapi, Yogyakarta, Surakarta dan Pegunungan Selatan dapat dibagi menjadi dua zona, yaitu Zona Solo dan Zona Pegunungan Selatan (Bemmelen, 1949) (lihat Gambar 2.1). Zona Solo merupakan bagian dari Zona Depresi Tengah (Central Depression Zone) Pulau Jawa. Zona ini ditempati oleh kerucut G. Merapi (± 2.968 m). Kaki selatan-timur gunungapi tersebut merupakan dataran Yogyakarta-Surakarta ( ± 100 m sampai 150 m) yang tersusun oleh endapan aluvium asal G. Merapi. Di sebelah barat Zona Pegunungan Selatan, dataran Yogyakarta menerus hingga pantai selatan Pulau Jawa, yang melebar dari P. Parangtritis hingga K. Progo. Aliran sungai utama di bagian barat adalah K. Progo dan K. Opak, sedangkan di sebelah timur ialah K. Dengkeng yang merupakan anak sungai Bengawan Solo (Bronto dan Hartono, 2001). Satuan perbukitan terdapat di selatan Klaten, yaitu Perbukitan Jiwo. Perbukitan ini mempunyai kelerengan antara 40 – 150 dan beda tinggi 125 – 264 m. Beberapa puncak tertinggi di Perbukitan Jiwo adalah G. Jabalkat (± 264 m) di Perbukitan Jiwo bagian barat dan G. Konang (lk. 257 m) di Perbukitan Jiwo bagian timur. Kedua perbukitan tersebut dipisahkan oleh aliran K. Dengkeng. Perbukitan Jiwo tersusun oleh batuan Pra-Tersier hingga Tersier (Surono dkk, 1992).

Gambar 2.1. Sketsa peta fisiografi sebagian Pulau Jawa dan Madura (modifikasi dari van Bemmelen, 1949).

Zona Pegunungan Selatan dibatasi oleh Dataran Yogyakarta-Surakarta di sebelah barat dan utara, sedangkan di sebelah timur oleh Waduk Gajahmungkur, Wonogiri dan di sebelah selatan oleh Lautan India. Di sebelah barat, antara Pegunungan Selatan dan Dataran Yogyakarta dibatasi oleh aliran K. Opak, sedangkan di bagian utara berupa gawir Baturagung. Bentuk Pegunungan Selatan ini hampir membujur barat-timur sepanjang lk. 50 km dan ke arah utara-selatan mempunyai lebar lk. 40 km (Bronto dan Hartono, 2001). Zona Pegunungan Selatan dapat dibagi menjadi tiga subzona, yaitu Subzona Baturagung, Subzona Wonosari dan Subzona Gunung Sewu (Harsolumekso dkk., 1997 dalam Bronto dan Hartono, 2001). Subzona Baturagung terutama terletak di bagian utara, namun membentang dari barat (tinggian G. Sudimoro, ± 507 m, antara Imogiri-Patuk), utara (G. Baturagung, ± 828 m), hingga ke sebelah timur (G. Gajahmungkur, ± 737 m). Di bagian timur ini, Subzona Baturagung membentuk tinggian agak terpisah, yaitu G. Panggung (± 706 m) dan G. Gajahmungkur (± 737 m). Subzona Baturagung ini membentuk relief paling kasar dengan sudut lereng antara 100 – 300 dan beda tinggi 200-700 meter serta hampir seluruhnya tersusun oleh batuan asal gunungapi. Subzona Wonosari merupakan dataran tinggi (± 190 m) yang terletak di bagian tengah Zona Pegunungan Selatan, yaitu di daerah Wonosari dan sekitarnya. Dataran ini dibatasi oleh Subzona Baturagung di sebelah barat dan utara, sedangkan di sebelah selatan dan timur berbatasan dengan Subzona Gunung Sewu. Aliran sungai utama di daerah ini adalah K. Oyo yang mengalir ke barat dan menyatu dengan K. Opak (lihat Gambar 2.2). Sebagai endapan permukaan di daerah ini adalah lempung hitam dan endapan danau purba, sedangkan batuan dasarnya adalah batugamping. Subzona Gunung Sewu merupakan perbukitan dengan bentang alam karts, yaitu bentang alam dengan bukit-bukit batugamping membentuk banyak kerucut dengan ketinggian beberapa puluh meter. Di antara bukit-bukit ini dijumpai telaga, luweng (sink holes) dan di bawah permukaan terdapat gua batugamping serta aliran sungai bawah tanah. Bentang alam karts ini membentang dari pantai Parangtritis di bagian barat hingga Pacitan di sebelah timur. Zona Pegunungan Selatan di Jawa Timur pada umumnya merupakan blok yang terangkat dan miring ke arah selatan. Batas utaranya ditandai escarpment yang cukup kompleks. Lebar maksimum Pegunungan Selatan ini 55 km di sebelah selatan Surakarta, sedangkan sebelah selatan Blitar hanya 25 km. Diantara Parangtritis dan Pacitan merupakan tipe karts (kapur) yang disebut Pegunungan Seribu atau Gunung Sewu, dengan luas kurang lebih 1400 km2 (Lehmann. 1939). Sedangkan antara Pacitan dan Popoh selain tersusun oleh batugamping (limestone) juga tersusun oleh batuan hasil aktifitas vulkanis berkomposisi asam-basa antara lain granit, andesit dan dasit (Van Bemmelen,1949). 1. Stratigrafi 1. Pegunungan Selatan Bagian Barat

Penamaan satuan litostratigrafi Pegunungan Selatan telah banyak dikemukakan oleh beberapa peneliti yang membedakan stratigrafi wilayah bagian barat (Parangtritis – Wonosari) dan wilayah bagian timur (Wonosari – Pacitan). Urutan stratigrafi Pegunungan Selatan bagian barat telah diteliti antara lain oleh Bothe (1929), van Bemmelen (1949), Sumarso dan Ismoyowati (1975),

Sartono (1964), Nahrowi, dkk (1978) dan Suyoto (1992) serta Wartono dan Surono dengan perubahan (1994) (Tabel 3.1). Tabel 3.1. Tatanan Stratigrafi Pegunungan Selatan dari beberapa penulis.

. Secara stratigrafi, urutan satuan batuan dari tua ke muda menurut penamaan litostratifrafi menurut Wartono dan Surono dengan perubahan (1994) adalah : 1. Formasi Wungkal-Gamping

Lokasi tipe formasi ini terletak di G. Wungkal dan G. Gamping, keduanya di Perbukitan Jiwo. Satuan batuan Tersier tertua di daerah Pegunungan Selatan ini di bagian bawah terdiri dari perselingan antara batupasir dan batulanau serta lensa batugamping. Pada bagian atas, satuan batuan ini berupa napal pasiran dan lensa batugamping. Formasi ini tersebar di Perbukitan Jiwo, antara lain di G. Wungkal, Desa Sekarbolo, Jiwo Barat, menpunyai ketebalan sekitar 120 meter (Bronto dan Hartono, 2001).

Di bagian bawah, Formasi Wungkal-Gamping mengandung fosil foraminifera besar, yaitu Assilina sp., Nummulites javanus VERBEEK, Nummulites bagelensis VERBEEK dan Discocyclina javana VERBEEK. Kelompok fosil tersebut menunjukkan umur Eosen Tengah bagian bawah sampai tengah. Sementara itu bagian atas formasi ini mengandung asosiasi fosil foraminifera kecil yang menunjukkan umur Eosen Akhir. Jadi umur Formasi Wungkal-Gamping ini adalah Eosen Tengah sampai dengan Eosen Akhir (Sumarso dan Ismoyowati, 1975). Sebagian dari satuan batuan ini semula merupakan endapan laut dangkal yang kaya akan fosil. Karena pengaruh gaya berat di lereng bawah laut, formasi ini kemudian meluncur ke bawah dan diendapkan kembali di laut dalam sehingga merupakan exotic faunal assemblage (Rahardjo, 1980). Formasi ini tersebar luas di Perbukitan Jiwo dan K. Oyo di utara G. Gede, menindih secara tidak selaras batuan metamorf serta diterobos oleh Diorit Pendul dan di atasnya, secara tidak selaras, ditutupi oleh batuan sedimen klastika gunungapi (volcaniclastic sediments) yang dikelompokkan ke dalam Formasi Kebo-Butak, Formasi Semilir, Formasi Nglanggran dan Formasi Sambipitu. 2. Formasi Kebo-Butak

Lokasi tipe formasi ini terletak di G. Kebo dan G. Butak yang terletak di lereng dan kaki utara gawir Baturagung. Litologi penyusun formasi ini di bagian bawah berupa batupasir berlapis baik, batulanau, batulempung, serpih, tuf dan aglomerat. Bagian atasnya berupa perselingan batupasir dan batulempung dengan sisipan tipis tuf asam. Setempat di bagian tengahnya dijumpai retas lempeng andesit-basal dan di bagian atasnya dijumpai breksi andesit. Pada Formasi Kebo-Butak, Sumarso dan Ismoyowati (1975) menemukan fosil Globorotalia opima BOLLI, Globorotalia angulisuturalis BOLLI, Globorotalia kuqleri BOLLI, Globorotalia siakensis LEROY, Globigerina binaiensis KOCH, Globigerinoides primordius BLOW dan BANNER, Globigerinoides trilobus REUSS. Kumpulan fosil tersebut menunjukkan umur Oligosen Akhir – Miosen Awal. Lingkungan pengendapannya adalah laut terbuka yang dipengaruhi oleh arus turbid. Formasi ini tersebar di kaki utara Pegunungan Baturagung, sebelah selatan Klaten dan diduga menindih secara tidak selaras Formasi Wungkal-Gamping serta tertindih selaras oleh Formasi Semilir. Ketebalan dari formasi ini lebih dari 650 meter. 3. Formasi Semilir

Formasi ini berlokasi tipe di G. Semilir, sebelah selatan Klaten. Litologi penyusunnya terdiri dari tuf, tuf lapili, lapili batuapung, breksi batuapung dan serpih. Komposisi tuf dan batuapung tersebut bervariasi dari andesit hingga dasit. Di bagian bawah satuan batuan ini, yaitu di K. Opak, Dusun Watuadeg, Desa Jogotirto, Kec. Berbah, Kab. Sleman, terdapat andesit basal sebagai aliran lava bantal (Bronto dan Hartono, 2001). Penyebaran lateral Formasi Semilir ini memanjang dari ujung barat Pegunungan Selatan, yaitu di daerah Pleret-Imogiri, di sebelah barat G. Sudimoro, PiyunganPrambanan, di bagian tengah pada G. Baturagung dan sekitarnya, hingga ujung timur

pada tinggian G. Gajahmungkur, Wonogiri. Ketebalan formasi ini diperkirakan lebih dari 460 meter. Pada umumnya, formasi ini miskin akan fosil. Namun, Sumarso dan Ismoyowati (1975) menemukan fosil Globigerina tripartita KOCH pada bagian bawah formasi dan Orbulina pada bagian atasnya. Sedangkan pada bagian tengah formasi ditemukan Globigerinoides primordius BLOW dan BANNER, Globoquadrina altispira CUSHMAN dan JARVIS, Globigerina praebulloides BLOW dan Globorotalia siakensis LE ROY. Berdasarkan hal tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa umur formasi ini adalah Miosen Awal-Miosen Tengah bagian bawah. Formasi Semilir ini menindih secara selaras Formasi Kebo-Butak, namun secara setempat tidak selaras (van Bemmelen, 1949). Formasi ini menjemari dengan Formasi Nglanggran dan Formasi Sambipitu, namun tertindih secara tidak selaras oleh Formasi Oyo (Surono, dkk., 1992). Dengan melimpahnya tuf dan batuapung dalam volume yang sangat besar, maka secara vulkanologi Formasi Semilir ini dihasilkan oleh letusan gunungapi yang sangat besar dan merusak, biasanya berasosiasi dengan pembentukan kaldera letusan (Bronto dan hartono, 2001). 4. Formasi Nglanggran

Lokasi tipe formasi ini adalah di Desa Nglanggran di sebelah selatan Desa Semilir. Batuan penyusunnya terdiri dari breksi gunungapi, aglomerat, tuf dan aliran lava andesit-basal dan lava andesit. Breksi gunungapi dan aglomerat yang mendominasi formasi ini umumnya tidak berlapis. Kepingannya terdiri dari andesit dan sedikit basal, berukuran 2 – 50 cm. Di bagian tengah formasi ini, yaitu pada breksi gunungapi, ditemukan batugamping terumbu yang membentuk lensa atau berupa kepingan. Secara setempat, formasi ini disisipi oleh batupasir gunungapi epiklastika dan tuf yang berlapis baik. Pada umumnya Formasi Nglanggran ini juga miskin akan fosil. Sudarminto (1982, dalam Bronto dan Hartono (2001)) menemukan fosil foraminifera Globigerina praebulloides BLOW, Globigerinoides primordius BLOW dan BANNER, Globigerinoides sacculifer BRADY, Globoquadrina dehiscens CHAPMANN, PARR dan COLLINS pada sisipan batulempung yang menunjukkan umur Miosen Awal. Sedangkan Saleh (1977, dalam Bronto dan Hartono (2001)) menemukan fosil foraminifera Globorotalia praemenardiii CUSHMAN dan ELLISOR, Globorotalia archeomenardii BOLLI, Orbulina suturalis BRONNIMANN, Orbulina universa D’ORBIGNY dan Globigerinoides trilobus REUSS pada sisipan batupasir yang menunjukkan umur Miosen Tengah bagian bawah. Sehingga disimpulkan bahwa umur formasi ini adalah Miosen Awal-Miosen Tengah bagian bawah. Formasi ini juga tersebar luas dan memanjang dari Parangtritis di sebelah barat hingga tinggian G. Panggung di sebelah timur. Ketebalan formasi ini di dekat Nglipar sekitar 530 meter. Formasi ini menjemari dengan Formasi Semilir dan Formasi Sambipitu dan secara tidak selaras ditindih oleh Formasi Oyo dan Formasi Wonosari. Dengan

banyaknya fragmen andesit dan batuan beku luar berlubang serta mengalami oksidasi kuat berwarna merah bata maka diperkirakan lingkungan asal batuan gunungapi ini adalah darat hingga laut dangkal. Sementara itu, dengan ditemukannya fragmen batugamping terumbu, maka lingkungan pengendapan Formasi Nglanggran ini diperkirakan di dalam laut. 5. Formasi Sambipitu

Lokasi tipe formasi ini terletak di Desa Sambipitu pada jalan raya Yogyakarta-PatukWonosari kilometer 27,8. Secara lateral, penyebaran formasi ini sejajar di sebelah selatan Formasi Nglanggran, di kaki selatan Subzona Baturagung, namun menyempit dan kemudian menghilang di sebelah timur. Ketebalan Formasi Sambipitu ini mencapai 230 meter. Batuan penyusun formasi ini di bagian bawah terdiri dari batupasir kasar, kemudian ke atas berangsur menjadi batupasir halus yang berselang-seling dengan serpih, batulanau dan batulempung. Pada bagian bawah kelompok batuan ini tidak mengandung bahan karbonat. Namun di bagian atasnya, terutama batupasir, mengandung bahan karbonat. Formasi Sambipitu mempunyai kedudukan menjemari dan selaras di atas Formasi Nglanggran. Fosil yang ditemukan pada formasi ini diantaranya Lepidocyclina verbeeki NEWTON dan HOLLAND, Lepidocyclina ferreroi PROVALE, Lepidocyclina sumatrensis BRADY, Cycloclypeus comunis MARTIN, Miogypsina polymorpha RUTTEN dan Miogypsina thecideaeformis RUTTEN yang menunjukkan umur Miosen Tengah (Bothe, 1929). Namun Suyoto dan Santoso (1986, dalam Bronto dan Hartono, 2001) menentukan umur formasi ini mulai akhir Miosen Bawah sampai awal Miosen Tengah. Kandungan fosil bentoniknya menunjukkan adanya percampuran antara endapan lingkungan laut dangkal dan laut dalam. Dengan hanya tersusun oleh batupasir tuf serta meningkatnya kandungan karbonat di dalam Formasi Sambipitu ini diperkirakan sebagai fase penurunan dari kegiatan gunungapi di Pegunungan Selatan pada waktu itu (Bronto dan Hartono, 2001). 6. Formasi Oyo

Lokasi tipe formasi ini berada di K. Oyo. Batuan penyusunnya pada bagian bawah terdiri dari tuf dan napal tufan. Sedangkan ke atas secara berangsur dikuasai oleh batugamping berlapis dengan sisipan batulempung karbonatan. Batugamping berlapis tersebut umumnya kalkarenit, namun kadang-kadang dijumpai kalsirudit yang mengandung fragmen andesit membulat. Formasi Oyo tersebar luas di sepanjang K. Oyo. Ketebalan formasi ini lebih dari 140 meter dan kedudukannya menindih secara tidak selaras di atas Formasi Semilir, Formasi Nglanggran dan Formasi Sambipitu serta menjemari dengan Formasi Oyo. Formasi Oyo umumnya berlapis baik. Sedangkan fosil yang dijumpai antara lain Cycloclypeus annulatus MARTIN, Lepidocyclina rutteni VLERK, Lepidocyclina

ferreroi PROVALE, Miogypsina polymorpha RUTTEN dan Miogypsina thecideaeformis RUTTEN yang menunjukkan umur Miosen Tengah hingga Miosen Akhir (Bothe, 1929). Lingkungan pengendapannya pada laut dangkal (zona neritik) yang dipengaruhi kegiatan gunungapi. 7. Formasi Wonosari

Formasi ini oleh Surono dkk., (1992) dijadikan satu dengan Formasi Punung yang terletak di Pegunungan Selatan bagian timur karena di lapangan keduanya sulit untuk dipisahkan, sehingga namanya Formasi Wonosari-Punung. Formasi ini tersingkap baik di daerah Wonosari dan sekitarnya, membentuk bentang alam Subzona Wonosari dan topografi karts Subzona Gunung Sewu. Ketebalan formasi ini diduga lebih dari 800 meter. Kedudukan stratigrafinya di bagian bawah menjemari dengan Formasi Oyo, sedangkan di bagian atas menjemari dengan Formasi Kepek. Formasi ini didominasi oleh batuan karbonat yang terdiri dari batugamping berlapis dan batugamping terumbu. Sedangkan sebagai sisipan adalah napal. Sisipan tuf hanya terdapat di bagian timur. Berdasarkan kandungan fosil foraminifera besar dan kecil yang melimpah, diantaranya Lepidocyclina sp. dan Miogypsina sp., ditentukan umur formasi ini adalah Miosen Tengah hingga Pliosen. Lingkungan pengendapannya adalah laut dangkal (zona neritik) yang mendangkal ke arah selatan (Surono dkk, 1992). 8. Formasi Kepek

Lokasi tipe dari formasi ini terletak di Desa Kepek, sekitar 11 kilometer di sebelah barat Wonosari. Formasi Kepek tersebar di hulu K. Rambatan sebelah barat Wonosari yang membentuk sinklin. Batuan penyusunnya adalah napal dan batugamping berlapis. Tebal satuan ini lebih kurang 200 meter. Formasi Kepek umumnya berlapis baik dengan kemiringan kurang dari 10o dan kaya akan fosil foraminifera kecil. Fosil yang terkandung di antaranya Globorotalia plesiotumida BLOW dan BANNER, Globorotalia merotumida, Globoquadrina dehiscens CHAPMAN, PARR dan COLLINS, Amphistegina sp., Textularia sp., Cibicides sp., Cassidulina sp. dan Virgulina sp. Berdasarkan kandungan fosil tersebut, maka umur Formasi Kepek adalah Miosen Akhir hingga Pliosen. Formasi Kepek menjemari dengan bagian atas dari Formasi Wonosari-Punung. Lingkungan pengendapannya adalah laut dangkal (zona neritik) (Samodra, 1984, dalam Bronto dan Hartono, 2001). 9. Endapan Permukaan

Endapan permukaan ini sebagai hasil dari rombakan batuan yang lebih tua yang terbentuk pada Kala Plistosen hingga masa kini. Terdiri dari bahan lepas sampai padu lemah, berbutir lempung hingga kerakal. Surono dkk. (1992) membagi endapan ini menjadi Formasi Baturetno (Qb), Aluvium Tua (Qt) dan Aluvium (Qa). Sumber bahan rombakan berasal dari batuan Pra-Tersier Perbukitan Jiwo, batuan Tersier Pegunungan

Selatan dan batuan G. Merapi. Endapan aluvium ini membentuk Dataran YogyakartaSurakarta dan dataran di sekeliling Bayat. Satuan Lempung Hitam, secara tidak selaras menutupi satuan di bawahnya. Tersusun oleh litologi lempung hitam, konglomerat, dan pasir, dengan ketebalan satuan  10 m. Penyebarannya dari Ngawen, Semin, sampai Selatan Wonogiri. Di Baturetno, satuan ini menunjukan ciri endapan danau, pada Kala Pleistosen. Ciri lain yaitu: terdapat secara setempat laterit (warna merah kecoklatan) merupakan endapan terarosa, yang umumnya menempati uvala pada morfologi karst. 10. Pegunungan Selatan Bagian Timur

Zona Pegunungan Selatan di Jawa Timur pada umumnya merupakan blok yang terangkat dan miring ke arah selatan. Batas utaranya ditandai escarpment yang cukup kompleks. Lebar maksimum Pegunungan Selatan ini 55 km di sebelah selatan Surakarta, sedangkan sebelah selatan Blitar hanya 25 km. Diantara Parangtritis dan Pacitan merupakan tipe karts (kapur) yang disebut Pegunungan Seribu atau Gunung Sewu, dengan luas kurang lebih 1400 km2 (Lehmann. 1939). Sedangkan antara Pacitan dan Popoh selain tersusun oleh batugamping (limestone) juga tersusun oleh batuan hasil aktifitas vulkanis berkomposisi asam-basa antara lain granit, andesit dan dasit (Van Bemmelen,1949). Sementara formasi Kabuh yang dijumpai di antara Madiun-Nganjuk berada pada geomorfologi dataran-bergelombang lemah yang merupakan sedimentasi bentukan channel (transisi). Stratigrafi Pegunungan Selatan di Jawa Timur, telah diteliti oleh Sartono (1964) dengan daerah telitian di daerah Punung dan sekitarnya- Pacitan. Susunan litostratigrafinya sebagaiberikut (dari tua ke muda): Kelompok Formasi Besole, Formasi Jaten, Formasi Nampol, Formasi Punung. 1. Formasi Besole

merupakan satuan batuan tertua yang tersingkap di daerah ini. Sartono (1964), pencetus nama Formasi Besole menyebutkan bahwa satuan ini tersusun oleh dasit, tonalit, tuf dasitan, serta andesit, dimana satuan ini diendapkan di lingkungan darat. Nahrowi dkk (1978), dengan menggunakan satuan batuan bernama Formasi Besole, menyebutkan bahwa formasi ini tersusun oleh perulangan breksi volkanik, batupasir, tuf, dan lava bantal, diendapkan dengan mekanisme turbidangit, pada lingkungan laut dalam. Samodaria dkk (1989 & 1991) membagi satuan yang bernama Formasi Besole ini menjadi dua satuan yaitu Formasi Arjosari yang terdiri dari perselingan batupasir dan breksi, yang diendapkan pada lingkungan laut dangkal, dan Formasi Mandalika yang tersusun oleh perselingan breksi, batupasir, serta lava bantal diendapkan pada lingkungan laut dalam. Terlepas dari perbedaan litologi, dan lingkungan pengendapan pada satuan yang bernama Formasi Besole ini, mempunyai penyebaran menempati morfologi terjal, dan berbukit-bukit. Oleh Sartono (1964), satuan ini merupakan bagian dari kelompok batuan Old Andesit (van Bemmelen, 1949), seperti halnya yang terdapat di Kulon Progo.

Jadi secara umum Formasi Besole tersusun oleh satuan batuan volkanik (intrusi), lava dan volkanoklastik (breksi, sisipan batupasir tufan). Djohor, 1993 meneliti singkapan di K.Grindulu (Pacitan-Tegalombo) menyimpulkan urutan Formasi Besole yang tersingkap di daerah tersebut adalah sebagaiberikut: bagian bawah terdiri dari breksi volkanik (pyroclastic), batupasir tufan (greywacke), sisipan crystal tuf, dan dibeberapa tempat dijumpai intrusi (korok dasit). Bagian tengah tersusun oleh lava dasitik, tuf dasitik, breksi volkanik, batupasir volkanik, dan sisipan lava basaltik dengann kekar-kekar kolom, dibe-berapa tempat dijumpai intrusi korok berkomposisi basaltis, dan dasitik. Bagian atas didominasi oleh batn volkanoklastik (perulangan konglomerat, batupasir tufan, tuf, dengan sisipan breksi dan batulempung). Didapat intrusi berupa volcanic neck berkomposisi andesitik. Juga dijumpai sisipan tipis batulempung gampingan yang mengandung foraminifera planktonik serta bongkah batugamping berukuran mencapai 1 m didalam tubuh tuf. Secara tidak selaras di atasnya terdapat Formasi Jaten. 1. Formasi Jaten

Dengan lokasi tipenya K.Jaten – Donorojo, Pacitan (Sartono 1964), tersusun oleh konglomerat, batupasir kuarsa, batulempung (mengandung fosil Gastrophoda, Pelecypoda, Coral, Bryozoa, Foraminifera), dengan sisipan tipis lignit. Ketebalan satuan ini mencapai 20-150 m. Diendapkan pada lingkungan transisi – neritik tepi pada Kala Miosen Tengah (N9 – N10) 2. Formasi Wuni

Dengan lokasi tipenya K.Wuni (anak Sungai S Basoka) – Punung, Pacitan (Sartono, 1964), tersusun oleh breksi, aglomerat, batupasir tufan, lanau, dan batugamping. Berdasarkan fauna koral satuan ini berumur Miosen Bawah (Te.5 –Tf.1), berdasarkan hadirnya Globorotalia siakensis, Globigerinoides trilobus & Globigerina praebuloides berumur Miosen Tengah (N9-N12) (Tim Lemigas). Ketebalan Formasi Wuni = 150 -200 m. Satuan ini terletak selaras menutupi Formasi Jaten, dan selaras di bawah Formasi Nampol 1. Formasi Nampol

Tersingkap baik di K.Nampol, Kec Punung, Pacitan (Sartono,1964), dengann susunan batuan sebagai berikut: bagian bawah terdiri dari konglomerat, batupasir tufan, dan bagian atas: terdiri dari perselingan batulanau, batupasir tufan, dan sisipan serpih karbonan dan lapisan lignit. Diendapkan pada Kala Miosen Awal (Sartono,1964) atau Nahrowi (1979), Pringgoprawiro (1985), Samodaria & Gafoer (1990) menghitungnya berumuri Miosen Awal – Miosen Tengah. Ketiga formasi (Jaten, Wuni, Nampol) berhubungan jari-jemari dengan bagian bawah Formasi Punung. 1. Formasi Punung

dengan lokasi tipenya di daerah Punung, Pacitan, tersusun oleh dua litofasies yaitu: fasies klastika dan fasies kar-bonat (Sartono, 1964). Fasies karbonat, tersusun oleh batugamping terumbu, batugamping bioklastik, batugamping pasiran, napal, dimana satuan ini merupakan endapan sistim karbonat paparan. Ketebalan fasies ini 200-300 m, berumur Miosen Tengah-Atas (N9-N16). Sedangkan fasies klastika tersusun oleh perselingan batupasir tufan, batupasir gampingan, lanau dan serpih. Ketebalan satuan ini 76 -230 m. Berdasarkan kandungan fosil foram menunjukan umur Miosen Tengah (N15), diendapkan pada lingkungan nertitik tepi. Hubungan dengan fasies karbonat adalah menjari, dan kedua satuan fasies ini menutupi secara tidak selaras Formasi Nampol (Sartono, 1964). Sedangkan menurut Nahrowi (1979), Pringgoprawiro (1985) Formasi Punung menutui secara tidak selaras Formasi Besole, dengan saling menjari dengan Formasi Jaten, Wuni, dan Nampol. 2. Endapan Tersier

Di daerah Pegunungan Selatan bagian Timur, endapan yang paling muda adalah endapan terarosa dan endapan sungai yang secara tidak selaras menutupi seri endapan Tersier

Gb.2.2. Stratigrafi Jalur Pegunungan Selatan menurut beberapa peneliti (Samodro, 1990) 1. Tektonik 1. Pegunungan Selatan Bagian Barat

Struktur geologi di daerah Pegunungan Selatan bagian barat berupa perlapisan homoklin, sesar, kekar dan lipatan. Perlapisan homoklin terdapat pada bentang alam Subzona Baturagung mulai dari Formasi Kebo-Butak di sebelah utara hingga Formasi Sambipitu dan Formasi Oyo di sebelah selatan. Perlapisan tersebut mempunyai jurus lebih kurang berarah barat-timur dan miring ke selatan. Kemiringan perlapisan menurun secara berangsur dari sebelah utara (200 – 350) ke sebelah selatan (50 – 150). Bahkan pada Subzona Wonosari, perlapisan batuan yang termasuk Formasi Oyo dan Formasi Wonosari mempunyai kemiringan sangat kecil (kurang dari 50) atau bahkan datar sama sekali. Pada Formasi Semilir di sebelah barat, antara Prambanan-Patuk, perlapisan batuan secara umum miring ke arah baratdaya. Sementara itu, di sebelah timur, pada tanjakan Sambeng dan Dusun Jentir, perlapisan batuan miring ke arah timur. Perbedaan jurus dan kemiringan batuan ini mungkin disebabkan oleh sesar blok (anthithetic fault blocks; Bemmelen, 1949) atau sebab lain, misalnya pengkubahan (updoming) yang berpusat di Perbukitan Jiwo atau merupakan kemiringan asli (original dip) dari bentang alam kerucut gunungapi dan lingkungan sedimentasi Zaman Tersier (Bronto dan Hartono, 2001). Struktur sesar pada umumnya berupa sesar turun dengan pola anthithetic fault blocks (van Bemmelen,1949). Sesar utama berarah baratlaut-tenggara dan setempat berarah timurlautbaratdaya. Di kaki selatan dan kaki timur Pegunungan Baturagung dijumpai sesar geser mengkiri. Sesar ini berarah hampir utara-selatan dan memotong lipatan yang berarah timurlaut-baratdaya. Bronto dkk. (1998, dalam Bronto dan Hartono, 2001) menginterpretasikan tanda-tanda sesar di sebelah selatan (K. Ngalang dan K. Putat) serta di sebelah timur (Dusun Jentir, tanjakan Sambeng) sebagai bagian dari longsoran besar (mega slumping) batuan gunungapi tipe Mt. St. Helens.Di sebelah barat K. Opak diduga dikontrol oleh sesar bawah permukaan yang berarah timurlaut-baratdaya dengan blok barat relatif turun terhadap blok barat. Struktur lipatan banyak terdapat di sebelah utara G. Panggung berupa sinklin dan antiklin. Tinggian batuan gunung berapi ini dengan tinggian G. Gajahmungkur di sebelah timurlautnya diantarai oleh sinklin yang berarah tenggara-baratlaut. Struktur sinklin juga dijumpai di sebelah selatan, yaitu pada Formasi Kepek, dengan arah timurlaut-baratdaya 1. Pegunungan Selatan Bagian Timur

Struktur geologi di daerah Pegunungan Selatan bagian timur berupa perlapisan homoklin, sesar, kekar dan lipatan. Struktur utama yang berkembang di Daerah Pegunungan Selatan Bagian Timur ini terutama adalah sesar yang berkembang di sepanjang Sungai Grindulu dan kemungkinan besar struktur inilah yang menimbulkan banyak dijumpai mineralisasi di daerah ini. BAB II SEJARAH GEOLOGI 2.1. Pegunungan Selatan Bagian Barat Sejarah geologi zona Pegunungan Selatan Jawa Timur dimulai pada Kala Eosen Tengah sampai dengan Eosen Akhir . Mula-mula terendapkan Formasi Wungkal-Gamping, di bagian bawah

terdiri dari perselingan antara batupasir dan batulanau. Sebagian dari satuan batuan ini semula merupakan endapan laut dangkal yang kaya akan fosil. Karena pengaruh gaya berat di lereng bawah laut, formasi ini kemudian meluncur ke bawah dan diendapkan kembali di laut dalam. Pada formasi ini terdapat terobosan yaitu intrusi diorite pendul Kemudian terjadi pengangkatan yang menyebabkan erosi pada kisaran umur Oligosen Awal – Tengah. Kemudian terjadi sedimentasi pada umur Oligosen Akhir – Miosen Awal, yaitu formasi Kebo-Butak. Litologi penyusun formasi ini di bagian bawah berupa batupasir berlapis baik, batulanau, batulempung, serpih, tuf dan aglomerat. Bagian atasnya berupa perselingan batupasir dan batulempung dengan sisipan tipis tuf asam. Setempat di bagian tengahnya dijumpai retas lempeng andesit-basal dan di bagian atasnya dijumpai breksi andesit. Lingkungan pengendapannya adalah laut terbuka yang dipengaruhi oleh arus turbid, pada akhir pembantukan formasi ini dipengaruhi oleh adanya aktivitas gunungapi. Pada Kala Miosen Awal (N6 – N7) terjadi peningkatan aktivitas gunungapi yang ditandai dengan adanya piroklastik yang cukup luas. Endapan piroklastik menyusun satuan tuf Semilir. Satuan ini terendapakan dengan mekanisme endapan jatuhan piroklastik. Endapan hasil erupsi gunungapi tersebut terendapkan pada lingkungan laut dangkal. Aktivitas gunungapi memuncak pada Kala Miosen Awal (N7). Pada kala ini terjadi letusan besar yang bersifat destruktif, membentuk sistem kaldera. Letusan tersebut bersifat eksplosif dan menghasilkan material gunungapi berupa pumis yang membentuk satuan breksi pumis Semilir. Satuan breksi pumis Semilir ini terendapkan dengan mekanisme jatuhan piroklastik. Pada fase ini pula terbentuk kaldera pada bagian puncak gunungapi dan merusak sebagian besar dari tubuh gunungapi. Kemudian diikuti oleh fase konstruktif dengan adanya aliran lava yang menyusun bagian bawah dari satuan breksi andesit Nglanggran. Selain menghasilkan material gunungapi melalui mekanisme jatuhan piroklastik, gunungapi tersebut juga menghasilkan material melalui mekanisme aliran lava dan aliran piroklastik yang menempati lembah-lembah berupa endapan channel. Pada Kala Miosen Awal bagian atas hingga Miosen Tengah bagian bawah (N7 – N9) tersebut juga terendapkan breksi andesit epiklastik yang menyusun satuan breksi andesit Nglanggran. Bagian bawahnya tersusun oleh breksi basal piroklastik. Satuan ini terendapkan pada lingkungan darat dengan mekanisme high density flows. Pada fase ini, kegiatan gunungapi sudah mulai menurun. Kemudian pada Kala Miosen Tengah, terendapkan satuan batupasir karbonatan Sambipitu yang didominasi oleh batupasir karbonatan yang bergradasi secara normal menjadi batulempung karbonatan. Material ini terendapkan pada lingkungan laut dangkal dengan mekanisme pengendapan arus turbid. Pada kala Miosen Tengah (N9-N10) cekungan mengalami pengangkatan kepermukaan, sehingga mengalami erosi dan terendapkan secara tidak selaras satuan batugamping klastik. Dijumpainya batugamping yang korelasi hasil analisis foraminifera kecil, batugamping ini masuk dalam satuan batugamping Oyo. Hal ini menandai bahwa cekungan sedimen pada waktu itu semakin tenang yang menendakan aktifitas vulkanisme menurun. Dalam hal ini tentunya akan berkembang dengan baik secara normal yang berkarakteristik klastik

Pada saat pengendapan terus berlangsung dan vulkanisme menurun, tetapi secara setempat dijumpainya tuf yang mempunyai hubungan melensa dengan satuan batugamping Oyo. Kedapatan tuf pada satuan batugamping Oyo bisa terjadi karena pada saat kegiatan vulkanisme menurun berarti kegiatan vulkanisme masih berjalan. Secara genesa tuf sangat dipengaruhi oleh arah angin dan gravitasi dan itu membentuk satuan tuf Oyo. Pada Kala Resen, sebagian material pada tinggian Zona Baturagung mengalami pelapukan, erosi dan penggerusan oleh aktivitas fluvial. Material hasil rombakan ini kemudian terendapkan di sebelah utara tinggian tersebut dan membentuk satuan endapan lempung-bongkal. Formasi wonosari tebentuk berikutnya dengan umur Miosen Tengah hingga Pliosen. Lingkungan pengendapannya adalah laut dangkal (zona neritik) yang mendangkal ke arah selatan dengan litologi didominasi oleh batuan karbonat yang terdiri dari batugamping berlapis dan batugamping terumbu. Pada bagian bawah adanya hubungan menjari dengan formasi Oyo yang berarti pembentukannya seumur dengan formasi oyo bagian atas. Akhir pembentukan formasi Wonosari bersamaan dengan terbentuknya formasi Kepek, batuan penyusunnya adalah napal dan batugamping berlapis. umur Formasi Kepek adalah Miosen Akhir hingga Pliosen. Lingkungan pengendapannya adalah laut dangkal (zona neritik) Endapan permukaan ini sebagai hasil dari rombakan batuan yang lebih tua yang terbentuk pada Kala Plistosen hingga masa kini. Terdiri dari bahan lepas sampai padu lemah, berbutir lempung hingga kerakal. 2.1. Pegunungan Selatan Bagian Barat Formasi Besole secara umum tersusun oleh satuan batuan volkanik (intrusi), lava dan volkanoklastik (breksi, sisipan batupasir tufan). Urutan Formasi Besole: bagian bawah terdiri dari breksi volkanik (pyroclastic), batupasir tufan (greywacke), sisipan crystal tuf, dan dibeberapa tempat dijumpai intrusi (korok dasit). Bagian tengah tersusun oleh lava dasitik, tuf dasitik, breksi volkanik, batupasir volkanik, dan sisipan lava basaltik dengann kekar-kekar kolom, dibe-berapa tempat dijumpai intrusi korok berkomposisi basaltis, dan dasitik. Bagian atas didominasi oleh batuan volkanoklastik (perulangan konglomerat, batupasir tufan, tuf, dengan sisipan breksi dan batulempung). Didapat intrusi berupa volcanic neck berkomposisi andesitik. Juga dijumpai sisipan tipis batulempung gampingan yang mengandung foraminifera planktonik serta bongkah batugamping . formasi ini berumur Miosen Bawah. Fiendapakan pada lingkungan laut dangkal Kemudian Diendapkan formasi Jaten pada lingkungan transisi – neritik tepi pada Kala Miosen Tengah (N9 – N10) tersusun oleh konglomerat, batupasir kuarsa, batulempung. Selaras diatas formasi Jaten diendapkan Formasi Wuni Berdasarkan fauna koral satuan ini berumur Miosen Bawah (Te.5 –Tf.1), berdasarkan hadirnya Globorotalia siakensis, Globigerinoides trilobus & Globigerina praebuloides berumur Miosen Tengah (N9-N12) (Tim Lemigas).

Formasi Nampol dengan susunan batuan sebagai berikut: bagian bawah terdiri dari konglomerat, batupasir tufan, dan bagian atas: terdiri dari perselingan batulanau, batupasir tufan, dan sisipan serpih karbonan dan lapisan lignit. Diendapkan pada Kala Miosen Awal (Sartono,1964) atau Nahrowi (1979), Pringgoprawiro (1985), Samodaria & Gafoer (1990) menghitungnya berumuri Miosen Awal – Miosen Tengah. Ketiga formasi (Jaten, Wuni, Nampol) berhu-bungan jari-jemari dengan bagian bawah Formasi Punung. Pada miosen tengah terjadi pengangkatan yang menyebabkan terjadi erosi. Sehingga Formasi Punung menumpang tidak selaras di atas forrmasi Jaten, Wuni, Nampol. Formasi ini diendapkan pada Miosen Tengah – Atas yang terendapkan pada lingkungan neritik tepi. endapan yang paling muda adalah endapan terarosa dan endapan sungai yang secara tidak selaras menutupi seri endapan Tersier. Endapan ini berumur kuarter. DAFTAR PUSTAKA Jurusan Teknik Geologi,STTNAS, “Buku Panduan Ekskursi Geologi Regional, Cekungan Pegunungan Selatan, Mandala Rembang, Mandala Kendeng”,yogyakarta,2006. Jurusan Teknik Geologi, UPN “V”, “Buku Panduan, Ekskursi Besar Geologi Jawa Timur”, yogyakarta, 1994 Tangguh,. “Draft Tugas Akhir, STTNAS”,yogyakarta,2006

Related Documents

Laporan
August 2019 120
Laporan !
June 2020 62
Laporan
June 2020 64
Laporan
April 2020 84
Laporan
December 2019 84
Laporan
October 2019 101

More Documents from "Maura Maurizka"