Laporan Kasus Egi.docx

  • Uploaded by: Nufsi Egi
  • 0
  • 0
  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Laporan Kasus Egi.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 3,323
  • Pages: 19
TUGAS PRAKTIKUM ORAL MEDICINE LAPORAN KASUS

PENATALAKSANAAN FISSURE TONGUE DISERTAI ORAL CANDIDIASIS PADA PASIEN LANJUT USIA

Oleh : Nufsi Egi Pratama 141611101073

Pembimbing : drg. Dyah Indartin Setyowati, M.Kes Praktikum Putaran IV Semester Genap Tahun Ajaran 2018/2019

BAGIAN ILMU PENYAKIT MULUT FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS JEMBER 2018/2019

PENATALAKSANAAN FISSURE TONGUE DISERTAI ORAL CANDIDIASIS PADA PASIEN LANJUT USIA

Nufsi Egi Pratama (141611101073) Pembimbing drg. Dyah Indartin Setyowati, M.Kes. Bagian Ilmu Penyakit Mulut Rumah Sakit Gigi danMulut Universitas Jember Jln. Kalimantan No. 37 Kampus Tegalboto, Jember Januari 2019

Abstrak Pendahuluan : Fissure Tongue atau lidah berfisur adalah variasi dari anatomi lidah normal yang terdiri atas satu fisura garis tengah, fisura ganda atau fisura multiple pada permukaan dorsal dari dua pertiga anterior lidah. Penyebabnya tidak diketahui, tetapi lidah berfisur barangkali suatu proses perkembangan dan bertambah banyak dengan bertambahnya usia. Penuaan, gizi buruk dan faktorfaktor lokal seperti infeksi turut menambah gejala gejala pada fissure toungue. Tujuan: Penulisan laporan ini untuk melaporan kasus mengenai fissure tongue yang disertai oral candidiasis serta penatalaksanaannya. Kasus: Pasien laki-laki berumur 64 tahun datang ke klinik Penyakit Mulut RSGM Universitas Jember dengan penampilan klinis terdapat fissure dengan jumlah multiple di permukaan lidah dan mengeluhkan lidahnya terasa sakit saat makan pedas dan panas serta terdapat plak pada dorsum lidah, berwarna putih, batas tidak jelas, dapat dikerok dan tidak sakit. Terapi menggunakan obat anti jamur (nystatin oral suspension, tongue cleaner, dan multivitamin becomzet (Vitamin B complex, A, C, E dan Zinc). Kesimpulan: Diagnosa terakhir pada pasien ini yaitu fissure tongue yang disertai oral candidiasis pada lidah. Terapi yang diberikan pada pasien yaitu Nystatin oral suspension berfungsi sebagai obat antijamur topikal, multivitamin Becomzet (Vitamin B complex, A, C, E, dan Zinc) sebagai multivitamin dan Tongue cleaner sebagai pembersih lidah.

PENDAHULUAN 1.

FISSURE TONGUE 1.1 Definisi Fissure Tongue Fissure tongue seringkali juga dikenal dengan “scrotal tongue atau plicated tongue“ adalah sebuah kondisi varian normal yang di tandai dengan terdapatnya celah dalam pada dorsum lidah, dan umumnya tidak ada gejala sakit, Namun apabila ada sisa makanan yang terjebak pada celah-celah tersebut, pasien dapat mengeluhkan sakit atau rasa terbakar pada lidahnya (Scully, 2008). Fissure tongue merupakan keadaan yang jinak berupa celah-celah dengan kedalaman 2-6 mm pada permukaan dorsal lidah akan tetapi keadaan ini menjadi semakin nyata seiring dengan bertambahnya umur. Fissure tongue

biasanya ditemukan pada orang yang sehat (fissure

tongue kongenital) dan lebih sering ditemukan pada orang yang berusia lebih tua.

Fissure tongue

Melkersson-Rosenthal seringkali

timbul

juga

syndrome,

bersamaan

merupakan

manifestasi

Down syndrome,

dengan

benign

dari

psoriasis dan

migratory glossitis

(geographic tongue) (Rathee, 2009). Fissure Tongue atau lidah berfisur adalah variasi dari anatomi lidah normal yang terdiri atas satu fisura garis tengah, fisura ganda atau fisura multiple pada permukaan dorsal dari dua pertiga anterior lidah. Ada beberapa pola, panjang dan dalam dari fisura. Fisura tersebut dapat terkena radang sekunder dan menyebabkan halitosis sebagai akibat dari penumpukan makanan. Karenanya dianjurkan untuk menyikat lidah untuk menjaga agar fisura tetap bersih. Lidah berfisur adalah keadaan jinak (Lewis, 2012).

1.2 Etiologi Fissure Tongue Etiologi dari varian ini tidak diketahui, tetapi herediter memegang peranan penting. Kondisi ini merupakan herediter, terlihat saat lahir,

atau mungkin menjadi lebih jelas ketika usia lanjut. Umur dan faktor lokal lingkungan dapat mempengaruhi perkembangannya. tongue

juga

dapat

merupakan

manifestasi

Fissure

dari Melkersson-

Rosenthal syndrome, Down syndrome, Sjogren’s syndrome dan psoriasis (Rathee, 2009). Pada suatu percobaan hewan, Kekurangan B kompleks mungkin berhubungan terhadap pembelahan retepeg pada celah lidah (burket dkk,2003). Menurut Rathee, Prevalensi fissure tongue “ adalah sebuah kondisi varian normal yang di tandai dengan terdapatnya celah dalam pada dorsum lidah, dan umumnya tidak ada gejala sakit, Namun apabila ada sisa makanan yang terjebak pada celah-celah tersebut, pasien dapat mengeluhkan sakit atau rasa terbakar pada lidahnya. Fissure tongue merupakan keadaan yang jinak berupa celah-celah dengan kedalaman 2-6 mm pada permukaan dorsal lidah akan tetapi keadaan ini menjadi semakin nyata seiring dengan bertambahnya umur. Fissure tongue

biasanya ditemukan pada orang yang sehat

(fissure tongue kongenital) dan lebih sering ditemukan pada orang yang berusia lebih tua. Fissure tongue juga merupakan manifestasi dari Melkersson-Rosenthal syndrome, Down syndrome, psoriasis dan seringkali timbul bersamaan dengan benign migratory glossitis (geographic tongue).

1.3 Gambaran Klinis Fissure Tongue Gambaran klinis dapat bervariasi baik dalam bentuk, jumlah, kedalaman dan panjang serta pola dari celah celah lidah tersebut. Akan tetapi biasanya celah pada fissure tongue terdapat lebih dari satu yang dalamnya 2-6 mm. Pola yang biasa terlihat yakni terdapat celah sentral yang paling besar ditengah tengah lidah dengan celah celah kecil bercabang disekitarnya. Berdasarkan polanya celah pada lidah tersebut dibagi menjadi 3 arah yakni arah vertikal, transversal dan oblique.

Papila filiformis tersebar di mukosa pada permukaan dorsal lidah,

dimana papilla

tekanan mekanis.

tersebut melindungi permukaan epitel dari

Perlindungan mekanis

pada mukosa lidah ini

menjadi lebih rendah pada fissure tongue tanpa adanya papilla dan keratin yang bisa saja menyebabkan terjadinya inflamasi. Fissure tongue biasanya asimptomatik dan ditemukan secara kebetulan, akan tetapi

akumulasi

makanan

yang

terjebak

dalam

celah-celah

tersebut dapat menimbulkan terjadinya halitosis dan focal glossitis. (Scully C dkk, 2010).

1.4 Perawatan Fissure Tongue Oral hygiene yang baik dalam kasus ini sangat penting karena bakteri dan plak dapat ditemukan dalam celah-celah tersebut sehingga menyebabkan

halitosis.

Edukasi

pada

pasien

bahwa

fissure tongue merupakan varian normal yang tidak berbahaya juga diperlukan.(rathee, 2009). Bila pasien mengeluhkan rasa perih pada daerah celah pada fissure tongue lidah harus ditarik dan diulas dengan hidrogenperioxida 3 % untuk menghilangkan debris makanan. Terapi lainnya adalah bisa menggunakan penggunaan obat kumur dengan kandungan analgesik topical apabila pasien mengeluhkan sakit atau nyeri pada lidahnya.

2.

ORAL CANDIDIASIS 2.1 Definisi Oral Candidiasis Oral Candidiasis adalah penyakit pada mukosa rongga mulut yang disebabkan oleh Candida yang merupakan fungi yang paling sering menginfeksi tubuh manusia. Fungi adalah suatu mikroorganisme oportunistik patogen terutama pada pasien imunokompromis, yang dapat diperberat oleh adanya faktor lokal ataupun proses patologik sistemik. Oral Candidiasis merupakan gambaran adanya penurunan mekanisme pertahanan lokal dan sistemik, antara lain penurunan

jumlah sekresi saliva, penurunan imunitas seluler dan humoral, penyakit mukosa lokal atau penggunaan antibiotik spektrum luas dan agen imunosupresif, yang juga merupakan beberapa faktor predisposisi yang memicu timbulnya penyakit ini (Lukisari dkk, 2010) . Candida albicans merupakan agen penyebab primer pada infeksi ini (Hidayat dkk, 2016). Infeksi oral candidiasis memiliki beberapa gambaran klinis, acute pseudomembrane candidiasis (thrush), acute athropic candidiasis, chronic athropic candidiasis, dan chronic hyperplastic candidiasis. Secara epidemiologi menurut laporan

World Health

Organization (WHO) tahun 2001 frekuensi oral candidiasis antara 5,8% sampai 98,3% (Walangare dkk, 2016).

2.2 Etiologi Oral Candidiasis Penyebab kandidiasis ini adalah jamur jenis Candida. Jamur jenis ini adalah jamur yang sangat umum terdapat di sekitar kita dan tidak berbahaya pada orang yang mempunyai imun tubuh yang kuat. Candida ini baru akan menimbulkan masalah pada orang-orang yang mempunyai daya tahan tubuh rendah, misalnya penderita AIDS, pasien yang dalam pengobatan kortikosteroid, dan tentu saja bayi yang sistem imunnya belum sempurna (Greenberg, 2003). Faktor predisposisi kandidiasis oral diantaranya kelainan endokrin, ganguan nutrisi, keganasan, gangguan hematologi, ganguan imunitas, serostomia, obat- obatan (kortikosteroid, atau antibiotik spektrum luas dalam jangka panjang), dentures, merokok. (Brooks dkk., 2007; Lewis dan Jordan, 2011; Tarcin, 2011; Akpan dan Morgan, 2002). Beberapa faktor predisposisi oral candidiasis di antaranya adalah kelainan endokrin, ganguan nutrisi, keganasan, gangguan hematologi, ganguan imunitas, serostomia, obat-obatan (kortikosteroid, atau antibiotik spektrum luas dalam jangka panjang),

gigi tiruan

dan

merokok. Usia pasien yang lanjut serta kebiasaan buruk merokok menyebabkan terjadinya gangguan pada sekresi saliva. Saliva berperan

penting dalam menjaga homeostasis dan mikroflora rongga mulut, termasuk dalam mencegah terjadinya infeksi jamur. Saliva memiliki efek self cleansing yang melarutkan antigen patogenik dan membersihkan mukosa mulut. Kandungan antibodi saliva (sIgA) dan faktor anti mikrobial dalam saliva (lisosim, laktoperoksidase, histatin, kalprotektin, dan laktoferin) berperan penting dalam mencegah perlekatan, kolonisasi, dan infeksi Candida albicans. Dengan demikian, penurunan laju saliva akan menyebabkan berkurangnya efisiensi sistem imun sebagai kontrol infeksi Candida albicans sehingga memudahkan terjadinya infeksi Candida albicans. Pada pasien dengan usia lanjut proliferasi sel atau regenerasi sel epitel juga mengalami gangguan sehingga rentan terhadap penyakit (Hidayat dkk, 2016). 2.3 Patogenesis Oral Candidiasis Patogenesis Candida spp dimulai pada saat kondisi lingkungan dalam rongga mulut memungkinkan untuk menjadi patogen, hal ini ditandai dengan peningkatan jumlah candida spp. Sebelum terjadi proses kolonisasi, candida terlebih dahulu harus melekat/ adhesi pada dinding sel epitel mukosa rongga mulut (Gambar 1). Dinding sel Candida spp terdiri atas polisakarida mannan, glucan dan chitin. Perlekatan kandida pada mukosa dibantu oleh enzim Als1p, Als5p, Int1p dan Hwp1p. Glikoprotein tersebut berikatan dengan matriks ekstra selular dinding sel inang seperti fibrinogen, laminin dan kolagen. Setelah kandida berhasil melekat maka candida akan melakukan kolonisasi kemudian tahap selanjutnya adalah invasi. Candida spp dapat melakukan penetrasi ke dalam epitel dengan merusak permukaan epitel, hifa Candida spp memiliki enzim aspartyl proteinase, enzim ini bersifat dapat melisiskan lapisan epitel rongga mulut sehingga epitel rusak dan candida dapat menginvasi lapisan epitel lebih dalam, kemudian candida spp akan melekat pada complement receptor 3 (CR3) pada permukaan endotel. Jika infeksi

candida terus berlanjut menjadi lebih parah maka melalui sistem pembuluh darah candida akan menyebar ke jantung, ginjal, dan sebagainya (Brooks dkk., 2007; Cawson, 2003; Gow dkk., 2012).

2.4 Gambaran Klinis Oral Candidiasis Gejala yang timbul adalah adanya bercak putih pada lidah dan sekitar mulut dan sering menimbulkan nyeri. Bercak putih ini sekilas tampak seperti kerak susu namun sulit dilepaskan dari mulut dan lidah. Bila dipaksa dikerok, tidak mustahil justru lidah dan mulut dapat berdarah (Greenberg, 2003).

2.5 Perawatan Oral Candidiasis Penanganan oral candidiasis sampai saat ini terus berkembang, terutama mengenai obat-obatan yang digunakan sebagai terapi kausatif. Jenis golongan obat antijamur topikal yang sering digunakan yaitu (Richardson, 1993): a) Obat derivate poli-en (1) Nistatin Obat topikal berbentuk krem atau salep dipakai pada kandidiasis kulit, sebagai suspensi pada kandidiasis mulut dan sebagai tablet vagina pada vaginitis. Tablet oral dipakai untuk mengatasi enteritis dan menghilangkan Candida dari usus dan dengan demikian mencegah kemungkinan infeksi ulang pada kandidiasis bentuk lainnya. (2) Amfoterisin B Bentuk kristalnya dipakai sebagai obat topikal baik pada kandidiasis kulit maupun selaput lendir, sebagai obat tunggal atau dikombinasi dengan antibiotik, tanpa menimbulkan reaksi sampingan. Tablet oral dipakai untuk mengatasi infeksi saluran pencernan dan untuk menghilangkan sumber infeksi yang dapat menyebabkan infeksi tulang.

(3) Pimarisin atau Natamisin Kerja obat ini sebagai obat topikal misalnya sebagai tablet vagina terhadap vaginitis. (4) Trikomisin Obat ini berkhasiat sebagai obat topikal terhadap kandidiasis kulit dan selaput lendir, tanpa menimbulkan reaksi sampingan.

b) Obat 5-fluorositosin (5-FC) Obat ini mudah larut dalam air dengan demikian mudah diserap oleh usus, maka pemberian secara oral dapat berkhasiat terhadap infeksi sistemik.

c) Obat derivat imidazol (1) Mikonazol Penyerapan obat oleh usus sangat rendah, maka penggunaan tablet oral ialah untuk mengatasi kandidiasis usus atau membersihkan usus dari Candida. Sebagai obat topikal, baik terhadap kandidiasis kulit atau selaput lendir didapat hasil yang baik. (2) Klotrimazol Pemberian topikal memberikan baik pada pengobatan kandidiasis kulit maupun selaput lendir. (3) Ekonazol Pemberian topikal memberikan hasil yang baik pada kandidiasis kulit dan vaginitis. (4) Ketokonazol Merupakan obat yang dapat dipakai untuk mengatasi infeksi sitemik, karena obat ini dapat diserap oleh usus dengan baik. Efek samping yang dapat timbul berupa gangguan fungsi alat pencernaan ringan dan rasa gatal bila diberikan dalam waktu yang lama.

Perawatan kandidiasis rongga mulut memerlukan identifikasi yang tepat, baik faktor predisposisi maupun kondisi sistemik yang menyebabkan kandidiasis. Tanpa tindakan tersebut pemberian obat antifungal hanya akan berefek sementara saja, dan kemudian akan muncul kembali. Identifikasi melalui anamnesa untuk mengetahui riwayat medis secara umum maupun dental dapat membantu proses perawatan kandidiasis secara komprehensif (Hidayat dkk, 2016).

LAPORAN KASUS

Pasien laki-laki berumur 64 tahun, suku Madura dengan berat badan 55 kg dan tinggi badan 160 cm datang ke bagian Oral Medicine RSGM Universitas Jember pada tanggal 8 Januari 2019 dengan keluhan lidah terasa tebal dan terkadang sakit saat makan makanan pedas. Berdasarkan penjelasan pasien, lidahnya terasa sakit saat digunakan untuk makan dan minum terutama saat memakan makanan panas dan pedas dan saat minum minuman panas. Pasien mengaku keadaan ini sudah berlangsung sejak ± 2 tahun dan belum pernah mengobati keluhannya tersebut. Pasien baru menyadarai bahwa lidahnya bergaris-garis sejak ± 2 tahun yang lalu tersebut. Pasien juga merasa lidahnya terasa tebal ± 1 tahun yang lalu sehingga rasa manis dan asin pada makanan atau minuman yang dikonsumsi kurang terasa. Keluhan tersebut belum pernah diobati. Pasien memiliki kebiasaan buruk yaitu merokok namun sudah berhenti sejak ± 1 bulan yang lalu dan tidak pernah menyikat lidahnya. Kondisi fisik saat ini baik, pasien merasakan lidahnya tebal dan tidak sakit. Pasien menjelaskan bahwa tidak memiliki riwayat alergi obat-obatan dan makanan serta tidak memiliki riwayat penyakit keluarga. Pemeriksaan kondisi umum pasien didapatkan BP : 120/80, P: 18x, T: 36o C. Perhitungan Body Mass Index (BMI) didapatkan hasil 21,48 (normal). Pemeriksaan klinis ekstraoral tidak ditemukan kelainan. Pada pemeriksaan intraoral, pada dorsum lidah terdapat: terdapat fissure dengan jumlah multiple pada seluruh permukaan lidah dan terasa sakit saat terkena makanan panas dan pedas, selain itu juga terdapat plak pada dorsum lidah, berwarna putih, batas tidak jelas, dapat dikerok dan tidak sakit (Gambar 1). Selainterdapat plak putih pada dorsum lidah, juga ditemukan adanya hiperpigmentasi pada mukosa labial atas dan mukosa labial bawah (Gambar 2).

Untuk

membantu

menegakkan

diagnosis,

maka

dilakukan

pemeriksaan penunjang berupa oral swab pada dorsum lidah di Laboratorium Mikrobiologi FKG Universitas Jember. Hasil pemeriksaan laboratorium mikrobiologi pada sediaan oral swab dorsum lidah menunjukkan terdapat bentukan spora +3 (positif 3) dan bentukan hifa +3 (positif 3) yang artinya spora lebih dari 10 dan hifa padat, sehingga dapat ditegakkan diagnosa berupa fissure tongue disertai oral candidiasis pada lidah.

KONDISI PASIEN SAAT PERTAMA KALI BERKUNJUNG KE RSGM UNEJ TANGGAL 8 JANUARI 2019

Gambar 1. Pada dorsum lidah

Gambar 2. Hiperpigmentasi pada mukosa labial

TATA LAKSANA KASUS

Terapi yang diberikan pada pasien adalah berupa terapi kausatif menggunakan anti jamur topikal nystatin oral suspension dan terapi suportif berupa pemberian multivitamin becomzet dengan kandungan B complex, vitamin A, C, E, dan Zinc, serta instruksi–instruksi untuk diterapkan di rumah. Penulisan resep dari penjelasan diatas adalah sebagai berikut: R/ Nystatin oral susp Fl No I S lit or 4 dd I R/ Becomzet tabs No X S 1 dd I p.c R/ Tongue cleaner No I S pembersih lidah Adapun terapi yang dilakukan di RSGM UNEJ saat kunjungan pertama adalah terapi oral candidiasis dengan cara sebagai berikut: 1. Pasien diinstruksikan berkumur 2. Isolasi daerah kerja dengan cotton roll 3. Dilakukan oral swab -

Fiksasi obyek glass diatas api bunsen

-

Bersihkan debris dengan spatula disposable, spatula disposable difiksasi diatas api bunsen

-

Sampel diletakkan pada obyek glass

-

Preparat ditutup dengan cover glass

-

Segera dikirim ke Lab. Mikrobiologi

4. Dilakukan pengobatan topikal menggunakan anti jamur (nystatin oral suspension), diteteskan ke lidah 0,5 ml dan diratakan dengan cotton palate. Kemudian tunggu 2-3 menit, setelah itu boleh ditelan. 5. Tunggu 20-30 menit pasien tidak diperkenankan makan, minum, atau berkumur.

Setelah dilakukan terapi di atas, pasien diinstruksikan untuk menggunakan obat anti jamur nystatin, multivitamin becomzet sesuai anjuran, menjaga kebersihan rongga mulut, membersihkan lidah dengan tongue cleaner, makan makanan bergizi, dan istirahat yang cukup serta melakukan kontrol.

Pada tanggal 15 januari 2019, pasien datang kembali ke RSGM UNEJ untuk kontrol I (Gambar 3). Pasien mengatakan bahwa lidahnya yang terasa tebal sudah berkurang namun rasa sakit saat memakan makanan pedas dan panas masih ada. Pada pemeriksaan ekstraoral tidak ditemukan adanya abnormalitas dan pada pemeriksaan intraoral masih ditemukan adanya fissure pada permukaan lidahnya dengan jumlah multiple dan sedikit plak pada dorsum lidah bagian belakang, berwarna putih, batas tidak jelas, dapat dikerok dan tidak sakit

Gambar 3.

Pada tanggal 15 Januari 2019, pasien datang kembali ke RSGM UNEJ untuk kontrol

PEMBAHASAN

Diagnosa akhir ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan subjektif berupa anamnesa, pemeriksaan klinis ekstraoral dan intraoral, serta pemeriksaan penunjang berupa uji oral swab di Laboratorium Mikrobiologi UNEJ. Berdasarkan hasil pemeriksaan – pemeriksaan tersebut, didapatkan diagnosa akhir pada pasien berupa fissure tongue disertai dengan oral candidiasis dengan hasil uji swab terdapat bentukan spora +3 (positif 3) dan bentukan hifa +3 (positif 3).

Fissure Tongue yang ada pada pasien diguda karena semakin bertambahnya usia maka fisuranya akan semakin nampak dan biasanya fissure tongue ini kombinasi dengan geographic tongue (Lewis, 2012) . Geographic tongue diduga muncul karena adanya devisiensi nutrisi yang dapat dilihat dari perhitungan indeks massa tubuh yang dihitung berdasarkan tinggi dan berat badan pasien yang masih berada pada golongan under normal (Langlais, 2015). Oral candidiasis pada pasien ini dikarenakan kurangnya menjaga kebersihan rongga mulut

serta

pasien mempunyai

kebiasaan merokok

sebelumnya. Perubahan lidah pada perokok berasal dari iritasi, racun dan bahan

karsinogenik yang dihasilkan pembakaran tembakau, temperatur yang tinggi, perubahan pH rongga mulut, penurunan sistem imun tubuh dan infeksi jamur dan bakteri pada rongga mulut. Asap panas yang berhembus terus menerus ke dalam rongga mulut merupakan rangsangan panas yang menyebabkan perubahan aliran darah dan mengurangi pengeluaran saliva. Akibatnya rongga mulut menjadi kering dan lebih anaerob sehingga memberikan lingkungan yang sesuai bagi tumbuhnya bakteri. Pada perokok terjadi penurunan zat kekebalan tubuh (antibodi Ig A) yang terdapat di dalam saliva sehingga keseimbangan rongga mulut terganggu (Gurvits dkk, 2014). Perawatan yang diberikan kepada pasien adalah nystatin oral suspension sebagai terapi kausatif. Nystatin dengan dosis 100 000 IU/ml telah digunakan selama bertahun-tahun karena sangat sedikit terasorbsi oleh tractus intestinal sehingga sangat rendah hepatotoksisitasnya. Walaupun demikian, rasa dan penggunaan yang lama biasa menjadi komplain dari banyak pasien (Nunez dkk, 2002). Nystatin adalah macrolide polyene yang toksisitasnya rendah jika digunakan sebagai obat topikal, efektif terhadap sebagian besar spesies Candida, dan paling sering digunakan untuk menekan infeksi Candida lokal. Antifungi polyene berikatan dengan elgosterol pada membran sel fungi, sehingga terjadi gangguan pada struktur membran sel yang menyebabkan kebocoran kandungan intrasel yang berakhir dengan kematian sel. Nystatin dapat diberikan dalam sediaan cair atau melalui tablet yang dapat diisap pasien. Selain nystatin, juga digunakan pembersih lidah (tongue cleaner) sebagai terapi kausatif secara mekanis untuk pembersihan jamur Candida albicans pada lidah (Departemen Farmakologi dan Terapeutik FK UI, 2007). Pada pasien juga diberikan multivitamin sebagai terapi suportif agar proses perbaikan sel-sel yang rusak akibat infeksi Candida albicans ini dapat berlangsung lebih cepat serta untuk mengembalikan sistem imun agar dapat mencegah infeksi berulang. Pada pasien juga diinstruksikan untuk menjaga kebersihan rongga mulut terutama lidah menggunakan tongue cleaner, tidak merokok, makan makanan bergizi, dan istirahat yang cukup.

DAFTAR PUSTAKA

Bajaj, Punnet., Kapoor, Charu., Garg, Deepti., Mohammed, Rajeesh. 2013. Geographic Tongue in 6 year old child: A case report with review of literature. Dental Journal. 1(2) Brooks GF, Butel JS, Morse SA, Carroll KC. 2007. Microbiology. 24th ed. New York: Mc Graw Hill. Burket LW, Greenberg MS. 2008. Burket’s Oral Medicine. 11th ed. Hamilton Ont: BC Decker. Cawson RE. 2003. Essentials of Oral Pathology. 7th ed. London: Churchill Livingstone Elsevier. Departemen Farmakologi dan Terapeutik FK UI. 2007. danTerapi.Edisi 5. Jakarta: Bagian Farmakologi FK UI.

Farmakologi

Gow N a R, van de Veerdonk FL, Brown AJP, Netea MG. 2012. Candida albicans: Morphogenesis and host defence: discriminating invasion from colonization. Nature reviews. Microbiology. Vol 10(2):112–22. Greenberg. 2003. Tobacco induced oral mucosal modifications. J International Med Dent; 1: 84-91. Gurvits, G. E., dan Tan, A. 2014. Black Hairy Tongue Syndrome. World J Gastroenterol. 20(31): 10845-10850. Hamissi, Jalaleddin., EsFehani, Mahsa., Hamissi, Zahra. 2015. Treatment of Geographic Tongue Superimposing Fissure Tongue: A literature review with case report. JDentSCi . 2(7) Hidayat, W., Nanan N., Tenny S., Erna H., Indah S. 2016. Profil Kandidiasis Oral di Bagian Ilmu Penyakit Mulut Rumah Sakit Dr. Hasan Sadikin (RSHS) Bandung Periode 2010 – 2014. Maj Ked Gi. 2 (2). Kusumaningtyas, E. Mekanisme Infeksi Candida albicans pada Permukaan Sel. Bogor: Lokakarya Nasional Penyakit Zoonosis. Hal: 304-313. Langlais, R.P. 2015. Atlas Berwarna Lesi Mulut yang Sering Ditemukan. Jakarta: EGC Lewis, Michael A.O. dan Jordan, Richard C.K. 2012. Penyakit Mulut: Diagnosis dan Terapi Edisi 2. Jakarta: EGC Lukisari, Cane., Setyaningtyas, Dwi., Djamhari, Mintarsih. 2010. Penatalaksanaan Kandidiasis Oral disebabkan Candida Tropicalis pada anak dengan gangguan sistemik. Dentofasial. 9(2).

Nunez, M. J.,Balboa, Riveiro, Linares, Mana, P., Rey-Mendez, A. RodriguezCobos., J. A. Suarez-Quintanilla., L. A. García-Vallejo., M. FreireGarabal. 2002. Effects of Psychological Stress and Alprazolam on Development of Oral Candidiasis in Rats.JournalsASM. Org. 9(4). Richardson MD, Warnock DW. 1993. Anti fungal drugs. In : fungal infection diagnosis and management, second edition. Blackwell Publishing Ltd. Walangare, T., Taufiq H., Santosa B., 2014. Profil Spesies Candida pada Pasien Kandidiasis Oral dengan Infeksi HIV&AIDS. Periodical of Dermatology and Venereology. 26 (1).

Related Documents

Laporan Kasus
June 2020 61
Laporan Kasus
June 2020 56
Laporan Kasus
June 2020 53
Laporan Kasus
June 2020 47
Laporan Kasus
July 2020 55
Laporan Kasus
August 2019 77

More Documents from "Muzammil Bin Yusuf"

Laporan Kasus Egi.docx
December 2019 20
Tugas I.docx
December 2019 14
Adhd.ppt
July 2020 8