Laporan Kasus Bph.docx

  • Uploaded by: Fachroni Agim Rahman
  • 0
  • 0
  • April 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Laporan Kasus Bph.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 2,727
  • Pages: 18
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit

pembesaran

prostat

jinak

(Benign

Prostatic

Hyperplasia,

BPH)

merupakan kelainan yang sering dijumpai di klinik urologi di banyak negara. Di Sub bagian urologi FKUI/RSCM, BPH menempati urutan kedua setelah penyakit batu saluran kemih. Setiap tahun ditemukan antara 200 sampai 300 penderita baru dengan BPH . (1, 2)

Pertumbuhan kelenjar prostat tidak berhenti pada usia dewasa tetapi terus berlanjut sepanjang hidup. Pada saat lahir, berat prostat sekitar 1 gram, pada masa pubertas kelenjar prostat tumbuh secara cepat dan mencapai berat sekitar 20 gram pada usia 20 - 30 tahun. Adanya tanda-tanda histopatologi BPH sudah dapat dijumpai pada laki-laki berusia 60 tahun diperkirakan 50% kemungkinan untuk ditemukannya

BPH

secara

histologis

dan

kemungkinan

ini

meningkat

menjadi

sekitar 80% pada usia 80 tahun bahkan 100% pada usia 90 tahun. Walaupun banyak pada laki-laki dapat ditemukan adanya BPH secara histologis, hanya pada setengah

diantara

meraka

dapat

ditemukan

pembesaran

prostat

secara

makroskopis dan pada akhirnya sekitar 25% dari penderita. Penderita ini memerlukan pembedahan untuk mengatasi adanya sumbatan saluran kemih.(1) Kelenjar

periuretral

yang mengalami

hiperplasi

akan

mendesak

jaringan

prostat yang asli ke periper dan menjadi surgical capsul. Menurut teori sel stem, faktor usia dan gangguan keseimbangan hormonal akan mempercepat proliferasi sel

stem

mengatakan

sehingga jaringan

terjadi akan

hiperplasi kembali

kelenjar

seperti

periuretral,

perkembangan

teori pada

reawakening masa

tingkat

embriologik, sehingga jaringan periuretral dapat tumbuh lebih cepat dari jaringan sekitarnya.(2) B. Tujuan Penulisan Tujuan dari penulisan laporan kasus ini adalah untuk mempelajari kasus BPH, sehingga dapat menegakkan diagnosis, dan dapat menentukan penatalaksanan yang tepat yang bisa diberikan untuk mencegah komplikasi lebih lanjut.

1

BAB II LAPORAN KASUS I.

IDENTITAS Nama

: Tn. KP

Umur

: 77 tahun

Jenis Kelamin

: Laki-laki

Suku

: Jawa

Alamat

: Cendono RT 1 RW 7 Sugihan, Bendo Sari, Sukoharjo

MRS

: 24 Januari 2012 pukul 10.17 dari poli bedah

Agama

: Islam

Pekerjaan

: Petani

No. RMK

: 170331

II. ANAMNESA (AUTOANAMNESA) A. Keluhan Utama Tidak bisa kencing B. Riwayat penyakit sekarang Sejak 2 minggu sebelum masuk rumah sakit, pasien mengeluh sulit kencing, kencing hanya menetes sedikit – sedikit. Penderita juga mengeluh kencing tidak lampias, mengedan, dan apabila ingin kencing tidak bisa ditahan. Sejak 7 hari sebelum masuk rumah sakit penderita mengeluh tidak bisa kencing dan terasa sakit sekali. Sebelumnya kurang lebih 2 tahun sebelum masuk rumah sakit, penderita mulai mengeluh sering mengejan saat kencing, kencing kurang deras, dan pancarannya kurang jauh sehingga penderita lebih lama di kamar mandi. Bila siang hari bisa lebih dari 5 kali kencing dan pada malam hari penderita sering terbangun untuk kencing (bisa 3-4 kali semalam). Penderita juga sering mengeluh nyeri saat kencing. Penderita sudah berobat ke dokter, oleh dokter penderita diberi obat dan dipasang kateter, jika kateter dilepas pasien mengeluh tidak bisa kencing lagi dan terasa sakit sekali. C. Riwayat penyakit dahulu Asma

: disangkal

2

Hipertensi

: disangkal

DM

: disangkal

Riwayat trauma regio perineum

: disangkal

Kencing keluar batu

: disangkal

Kencing keluar darah

: disangkal

D. Riwayat Keluarga Asma

: Disangkal

Hipertensi

: Disangkal

Jantung

: Disangkal

DM

: Disangkal

III. PEMERIKSAAN FISIK Keadaan Umum : Baik Kesadaran

: Compos Mentis

Vital Sign

: TD : 120/80 mmhg

S : 36,5 C

N : 80 X / mnt Kulit

P : 20 X / mnt

: Dbn

Kepala

: mesosephal

Mata

:Conjunctiva anemis ( - ), sclera tidak ikterik

Telinga

: Secret ( - )

Hidung

: Secret ( - )

Mulut

: Lidah Kotor tidak ada, gigi karies tidak ada

Thorax Pulmo

: Inspeksi

: Retraksi ( - ), Ketinggalan gerak nafas ( - )

Palpasi

: Ketinggalan gerak nafas ( - )

Perkusi

: Sonor pada kedua lapang paru

Auskultasi : Vesikuler, ronkhi ( - ), Wheezing (-/-) Jantung

: Inspeksi

: Ictus Cordis tak tampak

Palpasi

: Ictus Cordis teraba di SIC IV

Perkusi

: Redup

Auskultasi : Regular, bising ( - ) Abdomen

: Inspeksi

: Perut sejajar dada.

3

Palpasi

: Hepar / lien tidak teraba, NT ( - )

Perkusi

: Pekak alih ( - )

Auskultasi : Peristaltik baik Ekstremitas

: Akral hangat, Nadi kuat.

IV. STATUS LOKALIS  Regio costo vertebre Inspeksi: bulging (-) Palpasi: balotemen (-)  Regio Suprapubik Inspeksi: Bulging (+) Palpasi : Nyeri tekan (+) Perkusi: Redup  Regio genetalia eksterna Inspeksi: benjolan daerah inguinal (-), benjolan di scrotum (-), OUE tak tampak kelainan Palpasi: nyeri takan (-), masa (-)  Rectal Toucher  Tunus spincter ani baik, mukosa licin  Teraba penonjolan prostat, konsistensi lunak, asimetris, NT (-), jarak medial ke lateral ± 2 cm  Darah (-), fases (-) V. HASIL PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemeriksaan Radiologis: Foto thorak PA tanggal 21 Januari 2012 Jantung: tidak membesar Paru-paru: corakan bronco vasikuler meningkat, apex kedua pulmo tenang, diafragma dan sinus baik Kesan: pulmo dan jantung tenang Laboratorium tanggal 21 Januari 2012: Darah Rutin : WBC : 5,7 RBC : 4,36

MCHC: 34,7

PCT: 0,04%

PLT: 121%

MPV: 3,5L

4

HGB : 12,7

LY: 25,3

PDW: 19,0H

HCT : 36,6

MO: 4,4

Gol. Darah: B

MCV: 83,9

GR: 70,3

CT: 4’00

MCH: 29,1

RDW: 13,7

BT: 2’00

Kimia Darah : kreatinin

: 172

GDS

: 315

Urea

: 9,37

HBsAG

:-

USG : tampak indensitas dari caudo dorsal ukuran +/- 62,2x56,5x57,7 permukaan regular, penampakan homogen, tak tampak kalsifikasi Kesan: pembesaran kelenjar prostat VI.

RESUME Penderita laki-laki umur 77 tahun, datang dengan keluhan tidak bisa kencing sekitar 1 hari. Pada anamnesis lebih lanjut ditemukan tanda-tanda prostatismus dan pada pemeriksaan fisik dengan rectal toucher didapatkan tanda-tanda pembesaran prostat dengan konsistensi lunak. Pemeriksaan skore IPSS berjumlah 27.

VII. DIAGNOSE Tn KP, 77 tahun, retensi urin ec BPH VIII. TINDAKAN Direncanakan operasi elektif IX.

FOLLOW UP Selama

26

hari

masa

perawatan

pre

operasi

keadaan

umum

penderita berangsur-angsur membaik, kondisi sistostomi yang terpasang tetap menunjukkan warna air kencing kemerahan sampai persiapan operasi. Laporan operasi:  Posisi telentang dalam general anastesi, dilakukan tindakan aseptik dan antiseptik.  Insisi

suprasimpisis

diperdalam,

peritonium pada tempat bekas sistostomi.  Buli-buli dibuka : - peritoneum terbuka

5

perlengketan

subkutis,

fasia,

otot

- buli-buli terbuka, tampak prostat kedalam rongga buli-buli, reflak +/+, dilakukan enuklease prostat, ditemukan sebagian jaringan prostat agak bebas dan sebagian melekat.  Rongga peritoneum dibuka lalu dicuci  Luka ditutup dengan meninggalkan 1 buah drain retroperitoneal  Operasi selesai Instruksi Post Operasi -langsung makan dan minum -Inpus D5 -Injeksi cefazolin 3x1 gr, injeksi ketorolac 2x15 gr, injeksi asam traneksamat 3x1 gr, injeksi vit. K 3x1 gr, injeksi Adsna 2x1 gr - Pasang DC - Fiksasi kaki - Deep irrigation ± 80L - Traksi sampai urin jernih (± 2 hari) - Pemeriksaan PA untuk prostat (Dx : BPH, DD : Ca Prostat) Follow up post operasi (26 januari 2012) Tekanan darah: 120/80

RR: 20 x/menit

Suhu: 37⁰C

Nadi: 90 x/menit

Subjektif: mual (-), muntah (-), batuk (-), menggilil (-), BAB terakhir 2 hari yang lalu, nafsu makan ↓, minum lancar, nyeri di tempat operasi, kembung, flatus (+) Objektif: paru: dbn Jantung: dbn Abdomen: inspeksi: luka operasi baik, rembes darah (+) Palpasi: supel, nyeri tekan daerah operasi (+) Perkusi: timpani Auskultasi: paristaltik (+) Ekstremitas: dbn Status lokalis: nyeri daerah operasi (+), luka operasi baik, rembes darah daerah penis (+), drain minimal kemerahan, spoling NaCl warna jernih habis 20 botol NaCl, pembengkakan (+).

6

DISKUSI A. Anatomi

7

4 Zona Prostat

Prostat Patologis

8

B. Definisi Benign Prostat hyperplasia (BPH) adalah hiperplasia kelenjar periuretral yang mendesak jaringan prostat yang asli ke perifer dan menjadi simpai bedah. Ada juga yang menyatakan defenisi BPH adalah jika berat prostat 20 gram.(4,6) C. Etiologi Ada 3 teori terjadinya kelainan patologis prostat, yaitu: (1,2) 1. Teori Dihydro Testosteron (DHT). Sejak diketemukannya sindrom defisiensi 5-reduktase dimana kelainan ini tidak dapat merubah testoteron menjadi dehidrotestoteron (DHT), sehingga pada saat berusia dewasa kelenjar prostat tidak dapat diraba. Hal ini disimpulkan DHT memegang peranan penting pada pertumbuhan prostat. 2. Teori Reawakening Jaringan kembali seperti pada masa tingkat embriologik, sehingga jaringan periuretral dapat tumbuh lebih cepat dari jaringan sekitarnya. 3. Teori Berkurangnya Kematian Sel Sel stem adalah sel yang terletak pada dasar hirarki dan dapat memperbaharui diri sendiri serta tidak tergantung pada androgen. Berikutnya adalah sel amplifying yang berasal dari sel stem. Proliferasi sel amplifaying dianggap akan menghasilkan amplifikasi mayoritas diantara sel-sel prostat. Ketidak tergantungan terhadap androgen dari kedua jenis sel ini dibuktikan dengan tetap terdapatnya kedua sel ini dalam jumlah yang sama walaupun sumber androgen sudah ditiadakan untuk jangka waktu lama. Namun dem,ekian, sel transit yang berasal dari sel amplifaying secara mutlak tergantung pada androgen. Dengan adanya androgen maka sel-sel ini akan berproliferasi menghasilkan pertumbuhan prostat yang normal. Denagn demikian, jika sel ini ditiadakan akan berakibat terjadinya involusi prostat walaupun sel stem dan amplifaying tetap ada.

9

D. Gejala dan Tanda Boyarsky dkk (1977) membagi gejala BPH menjadi: (3) a. Gejala obstruktif yang berupa : perubahan ukuran dan kekuatan pancaran air kemih kadang-kadang ada interupsi pancaran/miksi terputus (intermittency) menetes pada akhir miksi ( terminal dribling) harus menunggu pada permulaan miksi(hesistency) rasa belum puas sehabis miksi b. Gejala iritatif : nokturia frekuensi miksi bertambah ( Frequency) miksi sulit ditahan (urgensi) nyeri pada waktu miksi (disuria) Gejala

obstruksi

tergantung

pada 3 faktor, yaitu: volume kelenjar

periuretral, elastisitas leher vesika, otot polos prostat dan kapsul prostat, serta kekuatan kontraksi detrusor. Bila detrusor gagal berkontraksi dengan kuat/lama maka kontraksi akan terputus-putus.(1,3,6) Gejala iritatif disebabkan pengosongan yang tidak sempurna pada saat miksi. Pembesaran prostat akan menyebabkan rangsangan pada vesika sehingga vesika sering berkontraksi meskipun belum penuh. Nokturia disebabkan oleh menurunnya hambatan kortikal selama tidur dan juga menurunnya tonus spincter uretra.(3,6) Sindrom obstruksi biasanya lebih disebabkan karena prostat dengan volume besar. Apabila vesika menjadi dekompensasi maka akan terjadi retensi urin sehingga pada akhir miksi masih ditemukan sisa urine di dalam vesika. Hal ini menyebabkan rasa tidak tuntas pada akhir miksi. Jika keadaan ini berlanjut, penderita tidak mampu lagi miksi. Suatu saat vesika tidak mampu lagi menampung urin sehingga tekanan intravesika akan naik dan bila lebih tinggi dari

10

tekanan sfincter akan terjadi inkontinensia paradoks. Retensi kronis dapat menyebabkan terjadinya refluks vesikouretral dan menyebabkan dilatasi ureter dan sistem pelvikokalikes ginjal dan akibat tekanan intravesikal yang diteruskan ke ureter dan ginjal maka ginjal akan rusak dan terjadi gagal ginjal. Proses kerusakan ginjal dapat dipercepat apabila ada infeksi. Karena penderita harus selalu mengedan pada waktu miksi maka tekanan intraabdominal dapat meningkat dan menimbulkan hernia dan hemoroid. Oleh karena selalu terdapat sisa kencing di dalam vesika maka dapat terbentuk batu endapan dan batu ini dapat menambah keluhan iritasi dan menimbulkan hematuri. Di samping pembentukan batu retensi kronis dapat pula menyebabkan terjadinya sistitis dan apabila terjadi refluks dapat terjadi juga pyelonefritis.(3,6) E. Diagnosis Diagnosa BPH berdasarkan anamnesa pada penderita ini ditemukan gejala-gejala prostatismus baik gejala obstruktif (pancaran kurang jauh, mengejan saat kencing, rasa tidak puas sehabis kencing) maupun gejala iritatif (sering miksi/frekuensi, terbangun untuk miksi pada malam hari/nokturia, perasaan ingin miksi yang sangat mendesak/urgensi dan disuria). Dari pemeriksaan fisik, apabila sudah terjadi kelainan pada traktus urinarius bagian atas kadang-kadang ginjal dapat teraba dan apabila sudah terjadi pielonefritis akan disertai sakit pinggang dan nyeri ketok pada pinggang. Vesika urinaria dapat teraba apabila sudah terjadi retensi total. Daerah inguinal harus diperhatikan untuk mengetahui adanya hernia. Genitalia eksterna harus diperiksa untuk melihat adanya kemungkinan lain yang dapat menyebabkan gangguan miksi.(3) Pada penderita ini tidak ditemukan tanda-tanda kelainan pada traktus urinarius bagian atas, daerah inguinal dan genitalia eksterna. Pemeriksaan colok dubur merupakan pemeriksaan yang sangat penting. BPH biasanya dapat diraba sebagai benjolan yang kenyal di dinding depan rektum dengan batas atas yang dapat diraba dan kalau sudah besar sekali batas atas tidak dapat diraba. Apabila

11

batas atas masih dapat diraba biasanya berat prostat diperkirakan kurang dari 60 gram.(1,3) Pemeriksaan radiologis yang dapat menunjang diagnosa BPH antara lain BNO, IVP, sistogram retrograde, USG, CT Scan dan MRI. Pemeriksaan penunjang lainnya adalah ureflowmetri.(1) F. Penatalaksanan Penatalaksanaan Secara klinis BPH dibagi menjadi 4 grade yaitu: 1. Grade I belum memerlukan tindakan operatif, pengobatan secara konservatif. 2. Grade II sudah ada indikasi operasi TURP 3. Grade III dapat dilakukan open prostatektomi 4. Bila sudah terjadi retensi total maka dipasang kateter terlebih dahulu atau dilakukan schistostomi setelah itu baru dilakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk melengkapi diagnosa kemudian dilakukan terapi definitif, dapat berupa TURP ataupun open prostatektomi.(2) Indikasi absolut lainnya untuk terapi bedah adalah hematuria, tanda penurunan fungsi ginjal, ISK berulang, tanda obstruksi berat seperti divertikel, hidroureter, hidronefrosis dan ada batu saluran kemih.(3) Pengobatan

BPH

melalui

jalan

pembedahan,

bertujuan

mengangkat

keseluruhan kelenjar prostat yang dianggap sebagai sebab segala keluhan dan gejala yang terjadi. Operasi terbuka dapat ditempuh melalui beberapa cara, yaitu: (2,5) 1. Route transvesikal, yaitu dengan membuka vesika dan prostat dinukleasi dari dalam vesika. Keuntungannya dapat sekaligus untuk mengangkat batu vesika atau diverkulektomi apabila ada divertikel yang cukup besar. Kerugiannya harus membuka vesika sehingga perlu memakai kateter lebih lama sampai luka pada dinding vesika sembuh. 2. Route retropubik menurut Terence Millin, yaitu dengan membuka kapsel prostat tanpa membuka vesika kemudian prostat dienukleasi dari retropubik.

12

Keunggulannya tanpa membuka vesika sehingga pemasangan kateter tidak usah selama bila membuka vesika. Kerugiannya tidak dapat dipakai kalau diperlukan tindakan lain yang harus dikerjakan dari dalam vesika. Cara bedah terbuka lama,

beberapa

umumnya memerlukan

komplikasinya

antara

masa perawatan

di RS yang

lain : perdarahan, infeksi, fistula

kekulit/rektum, inkontinensia, striktur, impotensi. (5) TURP (Transurethral Resection of the Prostate) masih merupakan standar emas. Indikasi TURP adalah gejala-gejala sedang sampai berat, volume prostat kurang dari 90 gram dan pasien cukup sehat untuk dioperasi. Komplikasi jangka pendek adalah perdarahan, infeksi, hiponatremia atau retensi karena bekuan darah. Komplikasi jangka panjang adalah striktur uretra, ejakulasi retrograde atau impotensi.(3) Jenis terapi lainnya adalah: (3,5) 1. observasi (watchfull waiting) biasanya dilakukan pada penderita dengan keluhan

ringan (skor

Madsen Iversen <9). Nasehat yang diberikan adalah

mengurangi minum setelah makan malam

untuk

mengurangi

nokturia,

menghindari obat-obat dekongestan (parasimpatolitik), mengurangi minum kopi dan dilarang minum alkohol. Setiap 3 bulan dilakukan kontrol keluhan (sistem skor), sisa kencing dan pemeriksaan colok dubur. 2. terapi medikamentosa: a. penghambat enzim 5 alfa reduktase 1) finastride: 5 mg/hari selama 3-6 bulan mempunyai efek penurunan volume prostat. 2) episteride: 80 mg/hari selama 3-6 bulan mempunyai efek penurunan volume prostat. b. penghambat alfa adrenergik: 1) prazosin (short acting): 2 mg/hari selama 2-4 minggu mempunyai efek merelaksasi otot polos kelenjar prostat.

13

2) doxazosin (long acting): 4 mg/hari selama 2-4 minggu mempunyai efek merelaksasi otot polos kelenjar prostat. 3) alfuzosin (short acting): 7,5 mg/hari selama 2-4 minggu mempunyai efek merelaksasi otot polos kelenjar prostat. 4) terazosin (long acting): 5 mg/hari selama 2-4 minggu mempunyai efek merelaksasi otot polos kelenjar prostat. 5) tamsulosin (long acting): 0,4 mg/hari selama 2-4 minggu mempunyai efek merelaksasi otot polos kelenjar prostat. c. fitoterapi: Pengobatan fitoterapi yang ada di Indonesia antara lain eviprostat. Substansinya misalnya Pygeum africanum, Saw palmetto, Serenoa repeus. Efeknya diharapkan terjadi setelah pemberian selama 1 - 2 bulan. 3. terapi invasive minimal a. Transuretral microwave thermotherapy (TUMT). Hanya dapat dilakukan di rumah sakit besar. Dilakukan pemanasan prostat dengan gelombang mikro yang disalurkan ke kelenjar prostat melalui suatu tranducer yang diletakkan di uretra pars prostatica. b. Dilatasi balon transuretral (TUBD) c. High intensity focused ultrasound d. Ablasi jarum transurethral (TUNA) e. Stent prostat G. Prognosis Untuk Prognosis BPH ini adalah Pembedahan tidak mengobati penyebab BPH, maka biasanya penyakit ini akan timbul kembali 8-10 tahun kemudian.(3)

14

DAFTAR PUSTAKA Umbas, R. 1995.

Patofisiologi dan Patogenesis Pembesaran Prostat

Jinak. Yayasan penerbit IDI, Jakarta ; 1-5 Rahardjo, J. 1996. Prostat Hipertropi. Dalam : Kumpulan Ilmu Bedah. Bina rupa aksara, Jakarta ; 161-70 Mansjoer A, Suprahaita, Wardhani. 2000. Pembesaran Prostat Jinak. Dalam: Kapita selekta Kedokteran. Media Aesculapius, Jakarta ; 329-34 Mulyono, A. 1995. Pengobatan BPH Pada Masa Kini. Dalam : Pembesaran Prostat Jinak. Yayasan penerbit IDI, Jakarta ; 40-48. Sjafei, M. 1995. Diagnosis Pembesaran Prostat Jinak. Dalam : Pembesaran Prostat Jinak. Yayasan Penerbit IDI, Jakarta ; 6-17 Sjamsuhidajat R, De Jong W. 1997. Tumor Prostat. Dalam: Buku ajar Ilmu Bedah, EGC, Jakarta, 1997; 1058-64.

15

CASE REPORT Pembesaran Kelenjar Prostat Jinak Oleh: Mifaul Azmi, S.Ked J500 070 032 Telah disetujui dan disahkan oleh bagian Program Pendidikan Profesi Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta Pada hari......................tanggal................2012 Pembimbing : dr. Budi Yuwono, Sp.B

(.............................................)

Dipresentasikan dihadapan : dr. Budi Yuwono, Sp.B

(.............................................)

Disahkan Ka Program Profesi : dr. Yuni Prasetyo K, MMKes

(.............................................)

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Bedah

16

Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta 2012 Case Report Pembesaran Kelenjar Prostat Jinak Diajukan untuk memenuhi persyaratan Pendidikan Dokter Stase Ilmu Penyakit Bedah

Oleh : Mifaul Azmi, S.Ked J 500 070 032 Pembimbing : dr. Budi Yuwono, Sp.B

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT BEDAH 17

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2012

18

Related Documents

Laporan Kasus
June 2020 61
Laporan Kasus
June 2020 56
Laporan Kasus
June 2020 53
Laporan Kasus
June 2020 47
Laporan Kasus
July 2020 55
Laporan Kasus
August 2019 77

More Documents from "Muzammil Bin Yusuf"

Refrat Hirsprung.docx
April 2020 10
Case Ht.ppt
April 2020 8
Diabetes.docx
April 2020 12
Laporan Kasus Bph.docx
April 2020 10
Ppt 1.ppt
April 2020 15