Lapkas Ureterolithiasis.docx

  • Uploaded by: Fachroni Agim Rahman
  • 0
  • 0
  • April 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Lapkas Ureterolithiasis.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 5,260
  • Pages: 26
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penyakit batu saluran kemih sudah dikenal sejak jaman Babilonia dan zaman Mesir kuno. Sebagai salah satu buktinya adalah diketemukan batu pada kandung kemih seorang mumi. Penyakit ini dapat menyerang penduduk di seluruh dunia dan tidak terkecuali penduduk di Indonesia. Angka kejadian penyakit ini tidak sama di berbagai belahan bumi. Di negara-negara berkembang, banyak dijumpai pasien batu buli-buli sedangkan di negara maju lebih banyak dijumpai penyakit batu saluran kemih bagian atas. Hal ini karena adanya pengaruh status gizi dan aktivitas pasien sehari-hari. Di Amerika Serikat 5-10% penduduknya menderita penyakit ini, sedangkan di seluruh dunia, rata-rata terdapat 1-12% penduduk yang menderita batu saluran kemih. Penyakit ini merupakan salah satu dari tiga penyakit terbanyak di bidang urologi disamping infeksi saluran kemih dan pembesaran prostat benigna . (Glenn. James F, 1991) Di Indonesia penyakit batu saluran kemih masih menempati porsi terbesar dari jumlah pasien di klinik urologi. Insidensi dan prevalensi yang pasti dari penyakit ini di Indonesia belum dapat ditetapkan secara pasti. Dari data dalam negeri yang pernah dipublikasi didapatkan peningkatan jumlah penderita batu ginjal yang mendapat tindakan di RSUPN-Cipto Mangunkusumo dari tahun ke tahun mulai 182 pasien pada tahun 1997 menjadi 847 pasien pada tahun 2002, peningkatan ini sebagian besar disebabkan mulai tersedianya alat pemecah batu ginjal non-invasif ESWL (Extracorporeal shock wave lithotripsy) yang secara total mencakup 86% dari seluruh tindakan (ESWL, PCNL, dan operasi terbuka).( Tanagho ME, 2008) Kekambuhan pembentukan batu merupakan masalah yang sering muncul pada semua jenis batu dan oleh karena itu menjadi bagian penting perawatan medis pada pasien dengan batu saluran kemih. Dengan perkembangan teknologi kedokteran terdapat banyak pilihan tindakan yang tersedia untuk pasien, namun pilihan ini dapat juga terbatas karena adanya variabilitas dalam ketersediaan sarana di masing-masing rumah sakit maupun daerah.

1

Terbentuknya batu saluran kemih diduga ada hubungannya dengan gangguan aliran urine, gangguan metabolik, infeksi saluran kemih, dehidrasi dan keadaan keadaan lain yang masih belum terungkap (idiopatik). Secara epidemiologis terdapat beberapa faktor yang mempermudah terjadinya batu saluran kemih pada seseorang. Faktor-faktor itu adalah faktor intrinsik yaitu keadaan yang berasal dari tubuh seseorang dan faktor ekstrinsik yaitu pengaruh yang berasal dari lingkungan di sekitarnya. Berdasarkan letaknya, batu saluran kemih terdiri dari batu ginjal, batu ureter, batu buli-buli dan batu uretra. Batu saluran kemih pada umumnya mengandung unsur: kalsium oksalat atau kalsium fosfat, asam urat, magnesium-amonium-fosfat (MAP), xanthyn, dan sistin, silikat dan senyawa lainnya. Semua tipe batu saluran kemih memiliki potensi untuk membentuk batu staghorn, namun pada 75% kasus, komposisinya terdiri dari matriks struvit-karbonat-apatit atau disebut juga batu struvit atau batu triple phosphate, batu fosfat, batu infeksi, atau batu urease. (Lindseth GN, 2006) B. Tujuan Penulisan Tujuan dari penulisan laporan kasus ini adalah untuk mempelajari kasus ureterolhitiasis, sehingga dapat menegakkan diagnosis, dan dapat menentukan penatalaksanan yang tepat yang bisa diberikan untuk mencegah komplikasi lebih lanjut.

2

BAB II LAPORAN KASUS I.

IDENTITAS Nama

: Tn. T

Umur

: 53 tahun

Jenis Kelamin

: Laki-laki

Suku

: Jawa

Alamat

: larangan 3/1 gayam,sukoharjo

MRS

: 19 September 2012 pukul 10.17 dari poli bedah

Agama

: Islam

Pekerjaan

: Buruh harian lepas

No. RMK

: 001067

II. ANAMNESA (AUTOANAMNESA) A. Keluhan Utama Nyeri pinggang dan tidak bisa buang air kecil sejak 2 minggu SMRS B. Riwayat penyakit sekarang Pasien datang dengan keluhan tidak bisa buang air kecil dan nyeri pada pinggang bagian kanan belakang sejak 2 minggu yang lalu,nyeri hilang timbul dan tidak menjalar,tidak mereda,tidak ada darah,sulit kencing (-),BAK menetes (-),anyanganyangan dan merasa tidak tuntas setiap kali selesai buang air kecil, dan setiap kali buan air kecil pasien harus berlari-lari kecil agar kencingnya lancar. keluhan seperti ini dirasakan sejak tahun 2006 silam Keluhan tidak puas setelah miksi, pancaran miksi lemah, sering buang air kecil di malah hari dengan frekuensi 4-5x setiap malam juga diakui oleh pasien.keluhan ditambahi dengan demam sumer sumer pada saat datang kerumah sakit untuk berobat C. Riwayat penyakit dahulu Asma

: disangkal

Hipertensi

: disangkal

DM

: disangkal

Riwayat trauma regio perineum

: disangkal

3

Kencing keluar batu

: disangkal

Kencing keluar darah

: disangkal

D. Riwayat Keluarga Asma

: Disangkal

Hipertensi

: Disangkal

Jantung

: Disangkal

DM

: Disangkal

E. Riwayat kebiasaan Sejak bekerja sebagai buruh harian, pasien mengaku jarang untuk minum air Putih. Dalam sehari pasien hanya mengkonsumsi air putih sebanyak ± 4 gelas aqua. Pasien juga sering menahan untuk buang air kecil.

III. PEMERIKSAAN FISIK Keadaan Umum : Baik Kesadaran

: Compos Mentis

Vital Sign

: TD : 130/80 mmhg

S : 36,5 C

N : 80 X / mnt Kulit

: Dbn

Kepala

: mesosephal

Mata

:Conjunctiva anemis ( - ), sclera tidak ikterik

Telinga

: Secret ( - )

Hidung

: Secret ( - )

Mulut

: Lidah Kotor tidak ada, gigi karies tidak ada

Thorax Pulmo

Jantung

: Inspeksi

: Retraksi ( - ), Ketinggalan gerak nafas ( - )

Palpasi

: Ketinggalan gerak nafas ( - )

Perkusi

: Sonor pada kedua lapang paru

Auskultasi

: Vesikuler, ronkhi ( - ), Wheezing (-/-)

: Inspeksi

: Ictus Cordis tak tampak

Palpasi

: Ictus Cordis teraba di SIC IV

Perkusi

: Redup

4

Auskultasi Abdomen

: Inspeksi

Palpasi

: Regular, bising ( - ) : Perut sejajar dada.

: Hepar / lien tidak teraba, NT ( + )

pada region flank

dextra,nyeri ketuk costo vertebra

Ekstremitas

Perkusi

: Pekak alih ( - )

Auskultasi

: Peristaltik baik

: Akral hangat, Nadi kuat.

IV. STATUS LOKALIS  Regio Suprapubik Inspeksi : benjolan (-) Palpasi : Nyeri tekan (-) Perkusi: Redup  Regio CVA Inspeksi

: tidak tampak adanya massa

Palpasi bimanual

:(-/-)

Nyeri tekan

: ( +/ - )

Nyeri ketuk

: ( +/ - )

 Regio genetalia eksterna Inspeksi: benjolan daerah inguinal (-), benjolan di scrotum (-), OUE tak tampak kelainan Palpasi: nyeri takan (-), masa (-) V. HASIL PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemeriksaan Radiologis: Foto thorak PA tanggal 11 September 2012 Jantung: tidak membesar Paru-paru: corakan bronco vasikuler meningkat, apex kedua pulmo tenang, diafragma dan sinus baik Kesan: pulmo dan jantung tenang Laboratorium tanggal 11 September 2012: Darah Rutin : WBC : 22,5

MCHC: 34,7

PCT: 0,11%

RBC : 5,23

PLT: 246%

MPV: 3,5L

HGB : 14,6

LY: 9,9

PDW: 17,2H

5

HCT : 40,7

MO: 1,6

Gol. Darah: B

MCV: 77,8

GR: 88,5

CT: 4’00

MCH: 27,9

RDW: 14,2

BT: 2’00

Kimia Darah : kreatinin

: 1,17

normal 0,6-1,1 mg/dl

high

Glucose

: 67,73

normal 70-120 mg/dl

low

Urea

: 31,75

normal 10-50 mg/dl

normal

HBsAG

:-

BNO : curiga gambar batu ureter kanan 1/3 cranial IVP : fungsi ekskresi ginjal kanan menurun Fungsi ekskresi ginjal kiri baik Pcs kanan

: tidak terlihat

Pcs kiri

:tidak melebar,batas tegas,kontras homogen

Ureter kanan

:tidak terlihat

Ureter kiri

:tidak melebar,dinding regular,tidak tampak obstruksi

Vesika urinaria

:dinding regular,mukosa baik,tidak tampak batu / sol

Kesan: gambaran non visualized ginjal & ureter kanan,e/c batu pada 1/3 cranial ureter kanan,penurunan fungsi ginjal kanan VI.

RESUME Penderita laki-laki umur 53 tahun, Pasien datang dengan keluhan tidak bisa buang air kecil dan nyeri pada pinggang bagian kanan belakang sejak 2 minggu yang lalu,nyeri hilang timbul dan tidak menjalar,tidak mereda,tidak ada darah,sulit kencing (-),BAK menetes (-),anyang-anyangan dan merasa tidak tuntas setiap kali selesai buang air kecil, dan setiap kali buan air kecil pasien harus berlari-lari kecil agar kencingnya lancar. Keluhan tidak puas setelah miksi, pancaran miksi lemah, sering buang air kecil di malah hari dengan frekuensi 4-5x setiap malam juga diakui oleh pasien.

VII. DIAGNOSE Tn T, 53 tahun, retensi urin ec Ureterolithiasis dextra 1/3 cranial

6

VIII. TINDAKAN Direncanakan operasi elektif Ureterolitotomi IX.

FOLLOW UP Selama

1

hari

masa

perawatan

pre

operasi

keadaan

umum

penderita berangsur-angsur membaik, kondisi sistostomi yang terpasang tetap menunjukkan warna air kencing kemerahan sampai persiapan operasi. Instruksi Post Operasi - langsung makan dan minum - Inpus D5 20 tpm -Injeksi cefazolin 3x1 gr, injeksi ketorolac 2x15 gr, injeksi asam traneksamat 3x1 gr, injeksi vit. K 3x1 gr, injeksi Adsna 2x1 gr - Pasang DC - Fiksasi kaki Follow up post operasi (20 September 2012) Tekanan darah: 130/80

RR: 20 x/menit

Suhu: 37⁰C

Nadi: 90 x/menit

Subjektif: mual (-), muntah (-), batuk (-),BAB terakhir 2 hari yang lalu, nafsu makan ↓, minum lancar, nyeri di tempat operasi, kembung, flatus (+) Objektif: paru: dbn Jantung: dbn Abdomen: inspeksi: luka operasi baik, rembes darah (+) Palpasi: supel, nyeri tekan daerah operasi (+) Perkusi: timpani Auskultasi: paristaltik (+) Ekstremitas: dbn Status lokalis: nyeri daerah operasi (+), luka operasi baik, rembes darah daerah penis (+), drain minimal kemerahan, spoling NaCl warna jernih habis 20 botol NaCl, pembengkakan (+).

7

DISKUSI

A. DEFINISI Batu ureter (ureterolitiasis) adalah batu yang terdapat dalam ureter. Anatmoi ureter mempunyai beberapa tempat penyempitan yang memungkinkan batu ureter berhenti, yaitu Ureteropelvic junction, pesilangan dengan A/V iliaca dan Muara ureter di buli (ureterovesical junction) . (R. Sjamsuhidayat, 2005) B. ETIOLOGI Etiologi pembentukan batu meliputi idiopatik, gangguan aliran kemih, gangguan metabolisme, infeksi saluran kemih oleh mikroorganisme berdaya membuat urease (Proteus mirabilis), dehidrasi, benda asing, jaringan mati (nekrosis papil) dan multifaktor. (R. Sjamsuhidayat, 2005) 1. Gangguan aliran urin a. Fimosis b. Hipertrofi prostate c. Refluks vesiko-uretral d. Striktur meatus e. Ureterokele f. Konstriksi hubungan ureteropelvik 2. Gangguan metabolisme Menyebabkan ekskresi kelebihan bahan dasar batu a. Hiperkalsiuria b. Hiperuresemia c. Hiperparatiroidisme 3. Infeksi saluran kemih oleh mikroorganisme berdaya membuat urease 4. Dehidrasi a. Kurang minum, suhu lingkungan tinggi 5.Benda asing

8

a. Fragmen kateter, telur sistosoma 6. Jaringan mati (nekrosis papil) 7. Multifaktor a. Anak di negara berkembang b. Penderita multitrauma 8. Batu idiopatik (R. Sjamsuhidayat, 2005) Terdapat beberapa faktor yang mempermudahkan terjadinya batu saluran kemih pada seseorang, yaitu : Beberapa faktor ekstrinsik adalah : 1. Geografi  pada beberapa daerah menunjukkan angka kejadian batu saluran kemih yang lebih tinggi daripada daerah lain sehingga dikenal sebagai daerah stone belt, sedangkan daerah Bantu di Afrika selatan hampir tidak dijumpai penyakit batu saluran kemih. 2. Iklim dan temperatur 3. Asupan air  kurangnya asupan air dan tinggi kadar mineral kalsium pada air yang dikosumsi, dapat meningkatkan insiden batu saluran kemih 4. Diet  diet banyak purin, oksalat, dan kalsium mempermudah terjadinya batu saluran kemih 5. Pekerjaan  penyakit ini sering dijumpai pada orang yang pekerjaannya banyak duduk atau kurang aktivitas atau sedentary life. Immobilisasi lama pada penderita cedera dengan fraktur multipel atau paraplegia yang menyebabkan dekalsfikasi tulang dengan peningkatan ekskresi kalsium dan stasis sehingga presipitasi batu mudah terjadi. (R. Sjamsuhidayat, 2005) Faktor intrinsik antara lain adalah : 1. Umur  penyakit ini paling sering didapatkan pada usia 30-50 tahun 2. Jenis kelamin  jumlah pasien laki-laki tiga kali lebih banyak dibandingkan pasien perempuan

9

3. Herediter  penyakit ini diduga diturunkan dari orang tuanya (R. Sjamsuhidayat, 2005) C.

PATOGENESIS Secara teoritis batu dapat terbentuk di seluruh saluran kemih terutama pada

tempat-tempat yang sering mengalami hambatan aliran urin (stasis urin)., yaitu pada sistem kalises ginjal atau buli-buli. Adanya kelainan bawaan pada pelvikalises (stenosis uretero-pelvis), divertikel, obstruksi infravesika kronis seperti pada hiperplasia prostat benigna, striktura dan buli-buli neurogenik merupakan keadaan-keadaan yang mempermudahkan terjadinya pembentukan batu. (Purnomo BB, 2009) Beberapa teori pembentukan batu adalah : 1. Teori Nukleasi Batu terbentuk di dalam urine karena adanya inti batu (nukleus). Agregat polikristalin terdiri dari berbagai macam jumlah kristaloid dan matriks organik. Pembentukan batu memerlukan keadaan supersaturasi urin. Supersaturasi tergantung pada pH urin, kekuatan ion, konsentrasi zat terlarut, dan kompleksasi. Kekuatan ion terutama ditentukan oleh konsentrasi relatif ion monovalen. Dengan meningkatnya kekuatan ion, koefisien aktivitas menurun. Koefisien aktivitas mencerminkan availibilitas ion tertentu. Peran konsentrasi zat terlarut jelas, yaitu semakin besar konsentrasi 2 ion, semakin besar pula kemungkinannya untuk mengendap. Konsentrasi ion rendah menyebabkan saturasi menurun dan meningkatkan kelarutan. Dengan meningkatnya konsentrasi ion, produk aktivitas mencapai suatu titik tertentu yang disebut produk kelarutan . Konsentrasi di atas titik ini metastabil dan mampu menginisiasi pertumbuhan kristal dan nukleasi heterogen. Karena zat terlarut menjadi lebih terkonsentrasi, produk aktivitas akhirnya mencapai produk formasi. Tingkat supersaturasi yang melebihi titik ini tidak stabil, dan dapat terjadi nukleasi homogen spontan. (McGraw Hill Companies, 2006) Faktor lain yang berperan utama dalam pembentukan batu saluran kemih antara lain kompleksitas. Kompleksitas mempengaruhi availibilitas ion tertentu. Sebagai

10

contoh, natrium membentuk kompleks dengan oksalat dan menurunkan bentuk ion bebasnya, sedangkan sulfat membentuk kompleks dengan kalsium. Teori nukleasi menunjukkan bahwa batu saluran kemih berasal dari kristal atau benda asing yang mengendap dalam urin supersaturasi. Batu terutama terdiri dari komponen kristalin. Beberapa langkah terlibat dalam pembentukan batu, yaitu nukleasi, pertumbuhan, dan agregasi. (McGraw Hill Companies, 2006) 2. Teori Matriks Jumlah komponen matriks nonkristalin pada batu saluran kemih bervariasi sesuai jenis batu, umumnya berkisar antara 2-10% menurut beratnya. Hal ini lebih didominasi oleh protein, dengan sejumlah kecil heksosa dan heksosamin. Jenis batu yang jarang terjadi, dan biasa disebut kalkulus matriks, berkaitan dengan pembedahan ginjal sebelumnya atau infeksi saluran kemih kronik, dan mempunyai tekstur gelatin. Pemeriksaan histologi menunjukkan laminasi dengan sedikit kalsifikasi. Pada foto polos abdomen, kalkuli matriks biasanya menunjukkan radiolusen dan sulit dibandingkan dengan filling defect lainnya, seperti bekuan darah, tumor saluran atas, dan lain sebagainya. Computed tomography (CT) menunjukkan kalsifikasi dan dapat membantu untuk konfirmasi diagnosis. (McGraw Hill Companies, 2006) Peran matriks dalam proses inisiasi batu saluran kemih tidak diketahui. Hal itu mungkin dapat berfungsi sebagai kerangka tempat agregasinya kristal atau mungkin sebagai lem alami untuk menempelkan komponen kristal kecil, dengan demikian dapat menghalangi aliran saluran kemih. (McGraw Hill Companies, 2006) 3. Penghambatan kristalisasi Urine orang normal mengandung zat penghambat pembentuk kristal, antara lain magnesium, sitrat, pirofosfat, mukoprotein dan beberapa peptida. Jika kadar salah satu atau beberapa zat itu berkurang, akan memudahkan terbentuknya batu di dalam saluran kemih. Ion magnesium (Mg++) dikenal dapat menghambat pembentukan batu karena jika berikatan dengan oksalat, membentuk garam magnesium oksalat sehingga jumlah oksalat yang akan berikatan dengan kalsium (Ca++) untuk membentuk kalsium oksalat

11

menurun. Demikian pula sitrat jika berikatan dengan Ca++ membentuk garam kalsium sitrat; sehingga jumlah kalsium yang berikatan dengan oksalat ataupun fosfat berkurang. Hal ini menyebabkan kristal kalsium oksalat atau kalsium fosfat jumlahnya berkurang. (Purnomo BB, 2009) Jaringan abnormal atau mati seperti nefrosis papila pada ginjal dan benda asing mudah menjadi nidus dan inti batu. Demikian pula telor sistosoma kadang merupakan nidus batu. (R. Sjamsuhidayat, 2005) D.Komposisi batu 1. Batu kalsium Kalsium merupakan ion utama dalam kristal urin. Hanya 50% kalsium plasma yang terionisasi dan tersedia untuk filtrasi di glomerulus. Lebih dari 95% kalsium terfiltrasi di glomerulus diserap baik pada tubulus proksimal maupun distal, dan dalam jumlah yang terbatas dalam tubulus pengumpul. Kurang dari 2% diekskresikan dalam urin. Banyak faktor yang mempengaruhi availibilitas kalsium dalam larutan, termasuk kompleksasi dengan sitrat, fosfat, dan sulfat. Peningkatan monosodium urat dan penurunan pH urin mengganggu kompleksasi ini, dan oleh karena itu menginduksi agregasi kristal. (McGraw Hill Companies, 2006) Batu ini paling banyak dijumpai, yaitu kurang lebih 70 – 80 % dari seluruh batu saluran kemih. Kandungan batu jenis ini terdiri atas kalsium oksalat, kalsium fosfat, atau campuran dari kedua unsur itu. Predisposisi kejadian hiperkalsiuria (kadar kalsium di dalam urin lebih besar dari 250 – 300 mg / 24 jam), menurut Pak (1976) terdapat 3 macam penyebab : a. Hiperkalsiuri absorbtif yang terjadi karena adanya peningkatan absorbsi kalsium melalui usus. b. Hiperkalsiuri renal karena adanya gangguan kemampuan reabsorbsi kalsium melalui tubulus ginjal. c. Hiperkalsiuri resorptif terjadi karena adanya peningkatan resorpsi kalsium tulang, yang banyak terjadi pada hiperparatiriodisme primer atau pada tumor

12

paratiriod. 2. Batu oksalat Oksalat merupakan produk limbah metabolisme normal dan relatif tidak terlarut. Normalnya, sekitar 10-15% dari oksalat yang ditemukan dalam urin berasal dari diet. Sebagian besar oksalat yang masuk ke usus besar didekomposisi bakteri. Diet, bagaimanapun dapat berdampak pada jumlah oksalat yang ditemukan dalam urin. Setelah diserap melalui usus halus, oksalat tidak dimetabolisme dan diekskresikan hampir secara eksklusif oleh tubulus proksimal. Adanya kalsium dalam lumen usus merupakan faktor penting yang mempengaruhi jumlah oksalat yang diabsorbsi. Pengaturan oksalat dalam urin memainkan peran penting dalam pembentukan batu kalsium oksalat. Ekskresi normal 20-45 mg/hari dan tidak berubah secara signifikan menurut usia. Perubahan kecil pada level oksalat dalam urin dapat menyebabkan dampak dramatis terhadap supersaturasi kalsium oksalat. Prekursor utama oksalat adalah glisin dan asam askorbat, namun dampak masuknya vitamin C (<2 g/hari) diabaikan. Hiperoksaluria (ekskresi oksalat urin yang melebihi 45 g/hari) dapat terjadi pada pasien dengan gangguan usus, terutama inflammatory bowel disease, reseksi usus halus, bypass usus dan pasien yang banyak mengonsumsi makanan yang kaya dengan oksalat, diantaranya adalah : teh, kopi instan, minuman soft drink, kokoa, arbei, jeruk sitrun, dan sayuran berwarna hijau terutama bayam.. Batu ginjal terjadi pada 5-10% pasien dengan kondisi ini. Kalsium intralumen berikatan dengan lemak sehingga menjadi tidak tersedia untuk mengikat oksalat. Oksalat yang tidak berikatan mudah diserap. Oksalat yang berlebihan dapat terjadi pencernaan ethylene glycol (oksidasi parsial oksalat). Hal ini dapat mengakibatkan deposit kristal kalsium oksalat yang difus dan masif dan kadang-kadang dapat menyebabkan gagal ginjal. (Purnomo BB, 2009) 3. Fosfat Fosfat merupakan buffer dan berikatan dengan kalsium dalam urin. Ini adalah komponen penting dari batu kalsium fosfat dan batu amonium magnesium fosfat.

13

Ekskresi fosfat urin pada orang dewasa normal berkaitan dengan jumlah diet fosfat (terutama pada daging, produk susu, dan sayuran). Sejumlah kecil fosfat yang difiltrasi oleh glomerulus secara dominan diserap kembali oleh tubulus proksimal. Hormon paratiroid menghambat reabsorpsi ini. Kristal utama yang ditemukan pada mereka yang hiperparatiroidisme adalah fosfat, dalam bentuk hidroksiapatit, amorf kalsium fosfat, dan karbonat apatit. (Purnomo BB, 2009) 4. Asam urat Asam urat merupakan produk sampingan dari metabolisme purin. Sekitar 5 – 10 % dari seluruh batu saluran kemih. Penyakit batu asam urat banyak diderita oleh pasien – pasien penyakit gout, penyakit mieloproliferatif, pasien yang mendapatkan terapi antikanker, dan yang banyak mempergunakan obat urikosurik diantaranya adalah sulfinpirazone, thiazide dan salisilat. Kegemukan, peminum alkohol dan diet tinggi protein mempunyai peluang yang lebih besar untuk mendapatkan penyakit ini. (Purnomo BB, 2009) Asam urat relatif tidak larut di dalam urin sehingga pada keadaan tertentu mudah sekali membentuk kristal asam urat, dan selanjutnya membentuk batu asam urat. Faktor yang menyebabkan terbentuknya batu asam urat adalah (1) urin yang terlalu asam(pH urin <6), (2) volume urin yang jumlahnya terlalu sedikit (< 2 liter / hari), (3) hiperurikosuri atau kadar asam urat tinggi (> 850 mg / 24 jam). Ukuran batu asam urat bervariasi mulai dari ukuran kecil sampai ukuran besar sehingga membentuk batu staghorn yang mengisi seluruh pelvikalises ginjal. Tidak seperti batu jenis kalsium yang bentuknya bergerigi, batu asam urat bentuknya halus dan bulat sehingga sering keluar spontan. Batu asam urat murni bersifat radiolusen, sehingga pada pemeriksaan PIV tampak sebagai bayangan filling defect pada saluran kemih sehingga seringkali harus dibedakan dengan bekuan darah, bentukan papila ginjal yang nekrosis, tumor, atau benzoar jamur. Pada pemeriksaan USG memberikan gambaran bayangan akustik (acoustic shadowing). (Purnomo BB, 2009)

14

5. Batu struvit Batu struvit disebut juga sebagai batu infeksi, karena terbentuknya batu ini disebabkan oleh adanya infeksi saluran kemih. Kuman penyebab infeksi ini adalah kuman golongan pemecah urea atau urea splitter yang dapat menghasilkan enzim urease dan merubah urin menjadi bersuasana basa melalui hidrolisis urea menjadi amoniak, seperti pada reaksi: CO(NH2)2 + H20  2NH3 + CO2 Suasana basa ini yang memudahkan garam – garam magnesium, amonium, fosfat dan karbonat membentuk batu magnesium amonium fosfat (MAP). Kuman pemecah fosfat anatranya adalah: Proteus spp, Klebsiella, Serratia, Enterobakter, Pseudomonas dan Stafilokokus. (Purnomo BB, 2009) 6. Batu jenis lain Batu sistin, batu xanthin, batu triamteren, dan batu silikat sangat jarang dijumpai. Batu sisitin didapatkan karena kelainan metabolisme sistin, yaitu kelainan dalam absorbsi sistin di mukosa usus. Demikian batu xanthin terbentuk karena penyakit bawaan berupa defisiensi enzim xanthin oksidase yang mengkatalisis perubahan hipoxanthin menjadi xanthin menjadi asam urat. Pemakaian antasida yang mengandung silikat (magnesium silikat atau aluminometilsalisilat) yang berlebihan dan dalam jangka waktu lama dapat menyebabkan timbulnya batu silikat. (Purnomo BB, 2009) Keadaan lain yang menyebabkan terjadinya batu saluran kemih adalah : a.

Hipositraturia  di dalam urin, sitrat bereaksi dengan kalsium membentuk kalsium sitrat, sehingga menghalangi ikatan kalsium dengan oksalat atau fosfat. Hal ini dimungkinkan karena ikatan kalsium sitrat lebih mudah larut daripada kalsium oksalat. Oleh karena itu sitrat bertindak sebagai penghambat pembentukan batu kalsium. Hipositraturia terjadi pada: penyakit asidosis tubuli ginjal atau renal tubular acidosis, sindrom malabsorpsi, atau pemakaian diuretik golongan thiazide dalam

15

jangka waktu lama. Estrogen meningkatkan ekskresi sitrat dan dapat menjadi faktor yang mengurangi timbulnya batu pada wanita, terutama selama kehamilan. Alkalosis juga meningkatkan sitrat ekskresi. (Purnomo BB, 2009) b.

Hipomagnesuria  Magnesium bertindak sebagai penghambat timbulnya batu oksalat, karena dalam urin magnesium bereaksi dengan oksalat menjadi magnesium oksalat sehingga mencegah ikatan kalsium dengan oksalat. Penyebab tersering hipomagnesuria adalah penyakit inflamasi usus (inflamatory bowel disease) yang diikuti dengan gangguan malabsorbsi. (Purnomo BB, 2009)

D. BATU GINJAL DAN URETER Batu ginjal terbentuk pada tubuli ginjal kemudian berada di kaliks, infundibulum, pelvis ginjal, dan bahkan bisa mengisi seluruh kaliks ginjal. Batu yang mengisi pielum dan lebih dari dua kaliks ginjal memberikan gambaran menyerupai tanduk rusa sehingga disebut batu staghorn. Kelainan atau obstruksi pada sistem pelvikalises ginjal mempermudah timbulnya batu saluran kemih. Batu yang tidak terlalu besar didorong oleh peristaltik otot-otot sistem pelvikalises dan turun ke ureter menjadi batu ureter. Tenaga peristaltik ureter mencoba untuk mengeluarkan batu hingga turun ke buli-buli. Batu yang ukurannya kecil (<5 mm) pada umumnya dapat keluar spontan sedangkan yang lebih besar seringkali tetap berada di ureter dan menyebabkan reaksi radang (periureteritis) serta menimbulkan obstruksi kronis berupa hidroureter atau hidronefrosis. (R. Sjamsuhidayat, 2005) Tanda – tanda ureterolitiasis: 1. kolik a. serangan nyeri b. mual / muntah c. kegelisahan

16

2. nyeri alih ke regio inguinal 3. perut kembung (ileus paralitik) 4. hematuria 5. batu tampak pada pencitraan

E. Gambaran Klinis Keluhan yang dialami pasien tergantung pada posisi atau letak batu, besar batu dan penyulit yang telah terjadi. Keluhan yang paling sering adalah nyeri pinggang, bisa berupa nyeri kolik atau bukan kolik. Karena peristalsis, akan terjadi gejala kolik, yakni nyeri yang hilang timbul yang disertai perasaan mual dengan atau tanpa muntah dengan nyeri alih khas. Selama batu bertahan di tempat yang menyumbat, selama itu kolik akan berulang – ulang sampai batu bergeser dan memberi kesempatan air kemih untuk lewat. (R. Sjamsuhidayat, 2005) Batu yang terletak di sebelah distal ureter dirasakan oleh pasien sebagai nyeri pada saat berkemih atau sering kencing. Hematuria seringkali dikeluhkan oleh pasien akibat trauma pada mukosa saluran kemih yang disebabkan oleh batu. Kadang-kadang hematuria didapatkan dari pemeriksaan urinalisis. Jika didapatkan demam harus curiga urosepsis dan ini merupakan kedaruratan di bidang urologi. Dalam hal ini harus secepatnya ditentukan letak kelainan anatomik pada saluran kemih dan segera dilakukan terapi berupa drainase dan pemberian antibiotik. Pada pemeriksaan fisik mungkin didapatkan nyeri ketok pada daerah kostovertebra, teraba ginjal pada sisi sakit akibat hidronefrosis, terlihat tanda-tanda gagal ginjal, retensi urin.

17

Gambar Batu saluran kemih F. BATU KANDUNG KEMIH Vesikolitiasis sering terjadi pada pasien yang menderita gangguan miksi atau terdapat benda asing di buli-buli. Gangguan miksi terjadi pada pasien hiperplasia prostat, striktur uretra, divertikel buli-buli, atau buli-buli neurogenik. Kateter yang terpasang pada buli-buli dalam waktu yang lama, adanya benda asing lain yang secara tidak sengaja masuk ke dalam buli-buli seringkali menjadi inti untuk terbentuknya batu buli-buli. Selain itu vesikolitiasis dapat berasal dari batu ginjal atau batu ureter yang turun ke buli-buli. Gejala khas vesikolitiasis adalah berupa gejala iritasi, antara lain disuria hingga stranguri, perasaan tidak enak waktu kencing, dan kencing tiba-tiba berhenti kemudian menjadi lancar kembali dengan perubahan posisi tubuh ataupun menetes dan disertai dengan nyeri karena batu menghalangi aliran kemih akibat penutupan leher kandung kemih. Nyeri pada saat miksi sering kali dirasakan pada ujung penis, skrotum, perineum, pinggang, sampai kaki. (R. Sjamsuhidayat, 2005) Pada anak, nyeri yang bersangkutan akan menyebabkan anak menarik penisnya sehingga tidak jarang dilihat penis yang agak panjang. Bila pada sakit tersebut penderita berubah posisi, suatu saat air kemih akan dapat keluar karena letak batu yang berpindah. Bila selanjutnya terjadi infeksi sekunder, selain nyeri, sewaktu miksi juga akan terdapat nyeri menetap suprapubik. G. DIAGNOSIS 1. Anamnesis dan Pemeriksaan fisik Tanda dan gejala penyakit batu saluran kemih ditentukan oleh letaknya,

18

besarnya, dan morfologinya. Walaupun demikian, penyakit ini mempunyai tanda umum, yaitu hematuria, baik hematuria nyata maupun mikroskopik. Selain itu, bila disertai infeksi saluran kemih, dapat juga ditemukan kelainan endapan urin, bahkan mungkin demam atau tanda sistemik lain. 2. Pemeriksaan Penunjang a. Laboratorium Pemeriksaan urinalisis makroskopik didapatkan gross hematuria. Pemeriksaan sedimen urin menunjukkan adanya leukosituria, hematuria, dan dijumpai kristal-kristal pembentuk batu. 85 % pasien dengan batu ginjal didapatkan hematuria maksoskopik dan mikroskopik. Namun, tidak ditemukannya hematuria tidak berarti menghilangkan kemungkinan menderita batu ginjal. Pemeriksaan kultur urin mungkin menunjukkan adanya pertumbuhan kuman pemecah urea. (R. Sjamsuhidayat, 2005) Pemeriksaan kimiawi ditemukan pH urin lebih dari 7,6 menunjukkan adanya pertumbuhan kuman pemecah urea dan kemungkinan terbentuk batu fosfat. Bisa juga pH urin lebih asam dan kemungkinan terbentuk batu asam urat. Pemeriksaan faal ginjal bertujuan untuk mencari kemungkinan terjadinya penurunan fungsi ginjal dan untuk mempersiapkan pasien menjalani pemeriksaan foto PIV. Proteinuria juga disebut albuminuria adalah kondisi abnormal dimana urin berisi sejumlah protein. Kebanyakan protein terlalu besar untuk melewati filter ginjal ke dalam urin. Namun, protein dari darah dapat bocor ke dalam urin ketika glomeruli rusak. Proteinuria merupakan tanda penyakit ginjal kronis (CKD), yang dapat disebabkan oleh diabetes, tekanan darah tinggi, dan penyakit yang menyebabkan peradangan pada ginjal. Sebagai akibat fungsi ginjal menurun, jumlah albumin dalam urin akan meningkat. Perlu juga diperiksa kadar elektrolit yang diduga sebagai faktor penyebab timbulnya batu

19

saluran kemih, antara lain kalsium, oksalat, fosfat, maupun urat. Pemeriksaan darah lengkap, dapat menentukan kadar hemoglobin yang menurun akibat terjadinya hematuria. Bisa juga didapatkan jumlah lekosit yang meningkat akibat proses peradangan di ureter. b. Radiologis Foto polos abdomen bertujuan untuk melihat kemungkinan adanya batu radioopak di saluran kemih. Batu-batu jenis kalsium oksalat dan kalsium fosfat bersifat radioopak, sedangkan batu asam urat bersifat radio lusen. Foto BNO-IVP untuk melihat lokasi batu, besarnya batu, apakah terjadi bendungan atau tidak. Pada gangguan fungsi ginjal maka IVP tidak dapat dilakukan, pada keadaan ini dapat dilakukan retrograde pielografi atau dilanjutkan. Dengan anterograd pielografi, bila hasil retrograd pielografi tidak memberikan informasi yang memadai. Pada foto BNO batu yang dapat dilihat disebut sebagai batu radioopak, sedangkan batu yang tidak tampak disebut sebagai batu radiolusen. Berikut ini adalah urutan batu menurut densitasnya, dari yang paling opak hingga yang paling bersifat radiolusen, kalsium fosfat(opak), kalsium oxalat(opak), Magnesium (semi opak), amonium fosfat (semi opak), sistin(non opak), asam urat (non opak), Pielografi Intravena (IVP) Pemeriksaan ini bertujuan menilai keadaan anatomi dan, fungsi ginjal. Juga untuk mendeteksi adanya batu semi-opak ataupun batu non-opak yang, tidak terlihat oleh foto polos abdomen. Ullrasonografi USG dikerjakan bila tidak mungkin menjalani pemeriksaan IVP yaitu pada keadaan seperti allergi terhadap bahan kontras, faal ginjal yang menurun dan pada wanita yang sedang hamil. Terlihat pada gambar echoic shadow jika terdapat batu. CT-scan

20

Teknik CT-scan adalah tehnik pemeriksaan yang paling baik untuk melihat gambaran semua jenis batu dan juga dapat terlihat lokasi dimana terjadinya obstruksi.

H. DIAGNOSIS BANDING Beberapa diagnosa banding dari batu kandung kemih antara lain ialah: 1. Kolik Ginjal dan Ureter 2. Hematuria Bila terjadi hematuri perlu dipertimbangkan kemungkinan keganasan apalagi bila hematuria terjadi tanpa nyeri. Selain itu batu saluran kemih yang bertahun-tahun, dapat menyebabkan terjadinya tumor yang umumnya karsinoma epidermoid, akibat rangsangan dan inflamasi. 3. Tumor ginjal Perlu dipertimbangkan kemungkinan tumor ginjal mulai dari jenis ginjal polikistik hingga tumor Grawitz, bila ada batu ginjal dengan hidronefrosis. 4.Tumor ureter Pada batu ureter, terutama dari jenis radiolusent, bila disertai hematuria yang tidak disertai dengan kolik, perlu dipertimbangkan kemungkinan tumor ureter walaupun tumor ini jarang ditemukan. 5. Tumor kandung kemih Perlu dibandingkan dengan tumor kandung kemih terutama bila batu yang terdapat dari jenis radiolusen. (R. Sjamsuhidayat, 2005) I. PENYULIT Komplikasi batu saluran kemih biasanya obstruksi, infeksi sekunder, dan iritasi yang bekepanjangan pada urotelium yang dapat menyebabkan tumbuhnya keganasan yang sering berupa karsinoma epidermoid. Sebagai akibat obstruksi, khususnya di ginjal atau ureter, dapat terjadi hidronefrosis dan kemudian berlanjut dengan atau tanpa pionefrosis yang berakhir

21

dengan kegagalan faal ginjal yang terkena. Bila terjadi pada kedua ginjal, akan timbul uremia karena gagal ginjal total. Hal yang sama dapat juga terjadi akibat batu kandung kemih, lebih-lebih bila batu tersebut membesar sehingga juga menganggu aliran kemih dari kedua orfisium ureter. Khusus pada batu uretra dapat terjadi divertikulum uretra. Bila obstruksi berlangsung lama, dapat terjadi ekstravasasi kemih dan terbentuklah fistula yang terletak proksimal dari batu ureter. (R. Sjamsuhidayat, 2005)

J. TATALAKSANA 1. Medikamentosa Ditujukan untuk batu yang ukurannya < 5 mm, karena batu diharapkan dapat keluar spontan. Terapi yang diberikan bertujuan mengurangi nyeri, memperlancar aliran urine dengan pemberian diuretikum, dan minum banyak supaya dapat mendorong batu keluar. Dapat juga diberi pelarut batu seperti batu asam urat yang dapat dilarutkan dengan pemberian bikarbonas natrikus disertai makanan alkalis. 2. ESWL (Extracorporeal Shock Wave Lithotripsi) Alat ESWL adalah pemecah batu yang yang diperkenalkan pertama kali oleh Caussy pada tahun 1980. Alat ini dapat memecah batu ginjal, batu ureter proksimal, atau batu buli-buli tanpa melalui tindakan invasif atau pembiusan. Prinsip dari ESWL adalah memecah batu menjadi fragmen-fragmen kecil dengan menggunakan gelombang kejut yang dihasilkan oleh mesin dari luar tubuh, sehingga mudah dikeluarkan melalui saluran kemih. Komplikasi ESWL untuk terapi batu ureter hampir tidak ada. Tetapi SWL mempunyai beberapa keterbatasan, antara lain bila batunya keras ( misalnya kalsium oksalat monohidrat ) sulit pecah dan perlu beberapa kali tindakan. Juga pada orang gemuk mungkin akan kesulitan. Penggunaan ESWL

22

untuk terapi batu ureter distal pada wanita dan anak-anak juga harus dipertimbangkan dengan serius. Sebab ada kemungkinan terjadi kerusakan pada ovarium. Meskipun belum ada data yang valid, untuk wanita di bawah 40 tahun sebaiknya diinformasikan sejelas-jelasnya.

Gambar ESWL

Gambar Extracorporeal Shock Wave Lithotripsi

3. Endourologi a. Ureteroskopi atau uretero-renoskopi: memasukkan alat ureteroskopi per uretram guna melihat keadaan ureter atau sistem pielokaliks ginjal. Dengan memakai energi tertentu, batu yang berada di dalam ureter maupun sistem pelvikalises dapat dipecah melalui tuntutan ureteroskopi atau ureterorenoskopi ini. b. PNL (Percutaneous Nephro Litholapaxy) : mengeluarkan batu yang berada di saluran ginjal dengan cara memasukkan alat endoskopi ke sistem kaliks melalui insisi pada kulit. Batu kemudian dikeluarkan atau dipecah terlebih dahulu. c. Litotripsi : yaitu memecah batu bull-buli atau batu uretra dengan memasukkan alat pemecah batu (litotriptor) ke dalam buli-buli. Pecahan batu dikeluarkan dengan evakuator Ellik. d. Ekstraksi Dormia : mengeluarkan batu ureter dengan menjaringnya dengan keranjang Dormia.

23

DAFTAR PUSTAKA Lindseth GN. (2006) Gangguan Sistem Ginjal . Dalam: Price SA, Wilson LM. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Volume 2. Edisi ke6. Jakarta; EGC McGraw Hill Companies; 2006. hal 2829 -2859.Gardjito W. Urolitiasis. Dalam : Sjamsuhidajat R, dkk, (editor). Buku Ajar Ilmu Bedah. Buku II, Edisi kedua. Jakarta: EGC ; 2005. hal : 756 – 764 Netter FH. Atlas of Human Anatomy. 4th ed. US: Saunders; 2006. Purnomo BB. Dasar – Dasar Urologi. Edisi kedua. Jakarta : Sagung Seto ; 2009. hal 57 – 68 Sja’bani M. Batu Saluran Kemih. Dalam: Sudoyo AW dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 1. Edisi keempat. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI ; 2006. hal 574 -584 Tanagho ME dkk. Urinary tract obstruction. In : Tanagho ME dkk, (editor). Smith General Urology, Edisi ke tujuh belas. USA: The McGraw Hill Companies; 2008. Hal 179-188 Van de Graaf KM. Human anatomy. 6th ed. US: The McGraw-Hill Companies; 2001. Sjamsuhidayat.R & Wim de Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi III. Jakarta : EGC. 2005. Staf Pengajar Bagian Ilmu Bedah FKUI. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Jakarta : Bina Rupa Akasara. Glenn, James F. Urologic Surgery Ed.4. Philadelphia : Lippincott-Raven Publisher, 1991 24

CASE REPORT Batu ureter Oleh: Danny Indrawarman, S.Ked J500 070 078 Telah disetujui dan disahkan oleh bagian Program Pendidikan Profesi Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta Pada hari......................tanggal................2012

Pembimbing : dr. Machmud Surjanto, Sp.B FINACS

(.............................................)

Dipresentasikan dihadapan : dr. Machmud Surjanto, Sp.B FINACS

(.............................................)

Disahkan Ka Program Profesi : dr. Yuni Prasetyo K, MMKes

(.............................................)

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta 2012 25

Case Report Batu ureter Diajukan untuk memenuhi persyaratan Pendidikan Dokter Stase Ilmu Penyakit Bedah

Oleh : Danny Indrawarman, S.Ked J 500 070 078 Pembimbing : dr. Machmud Surjanto, Sp.B FINACS

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT BEDAH FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2012 26

Related Documents

Lapkas Anes.docx
August 2019 62
Lapkas Korea.docx
April 2020 41
Lapkas Paru.docx
June 2020 40
Lapkas Pterigium.docx
May 2020 25
Lapkas Mds.docx
June 2020 21
Lapkas Ensefalitis.docx
December 2019 45

More Documents from "put zul"

Refrat Hirsprung.docx
April 2020 10
Case Ht.ppt
April 2020 8
Diabetes.docx
April 2020 12
Laporan Kasus Bph.docx
April 2020 10
Ppt 1.ppt
April 2020 15