Laporan Kasus Bersama.docx

  • Uploaded by: meliany
  • 0
  • 0
  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Laporan Kasus Bersama.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 6,155
  • Pages: 33
PRESENTASI KASUS KANKER SERVIKS Tugas Kepaniteraan Klinik Bagian Obstetri dan Ginekologi RSUP Persahabatan Jakarta Periode 28 Januari 2019 – 06 April 2019

Pembimbing: dr. Oni Khonsa, SpOG (K)

Disusun oleh : Mega Mulya D.F

1620221191

Euis Maya Savira

1620221207

Tiara Ayu Pratiwi

1620221229

Meliany Hutami P

1620221167

Nurul Dwi lestari

1620221174

Desti Pratiwi

1620221204

Bobby Anggara M

1620221151

M. Nur Irdal Iqbal

1620221149

Novia Nadia

1620221194

Pierre Hans

1620221156

Andea Ryantika H

1620221164

Anggun Della W

1620221198

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAKARTA 2019

LEMBAR PENGESAHAN PRESENTASI KASUS

Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Kepanitraan Klinik Bagian Obstetri dan Ginekologi RSUP Persahabatan Jakarta Oleh :

Jakarta,

Maret 2019

Telah dibimbing dan disahkan oleh,

Pembimbing,

dr. Oni Khonsa, SpOG (K)

2

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan karunia-Nya lah penulis dapat menyelesaikan Presentasi Kasus ini. Presentasi kasus ini dibuat untuk memenuhi salah satu syarat mengikuti kepaniteraan klinik bagian Obstetri dan Ginekologi. Presentasi kasus ini terselesaikan atas bantuan dari banyak pihak yang turut membantu. Untuk itu, dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada dr. Oni Khonsa, SpOG (K) selaku pembimbing dan seluruh teman-teman kepaniteraan klinik Obstetri dan Ginekologi atas kerjasamanya selama penyusunan presentasi kasus kasus ini. Penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca guna perbaikan yang lebih baik. Semoga presentasi kasus ini dapat bermanfaat baik bagi penulis sendiri, pembaca maupun bagi semua pihak-pihak yang berkepentingan.

Jakarta,

Maret 2019

3

DAFTAR ISI Halaman COVER………………………………………………………………………… 1 LEMBAR PENGESAHAN…………………………………………………… 2 KATA PENGANTAR………………………………………………………… 3 DAFTAR ISI………………………………………………………………….. 4 BAB I PENDAHULUAN................................................................................. 5 BAB II LAPORAN KASUS…………………………………………………

6

BAB III TINJAUAN PUSTAKA..................................................................... 12 BAB IV PEMBAHASAN................................................................................. 30 DAFTAR PUSTAKA........................................................................................ 34

4

BAB I PENDAHULUAN Karsinoma Leher Rahim (Karsinoma Serviks) atau biasa disebut kanker serviks adalah tumor ganas yang tumbuh di dalam leher rahim atau serviks (bagian terendah dari rahim yang menempel pada puncak vagina. 90 % dari kanker serviks berasal dari sel skuamosa yang melapisi serviks dan 10% sisanya berasal sel kelenjar penghasil lendir pada saluran servikal yang menuju ke dalam rahim. Kanker serviks biasanya menyerang wanita berusia 35 – 55 tahun. Penyakit ini berawal dari infeksi virus yang merangsang perubahan perilaku sel epitel serviks. Risiko terinfeksi virus HPV dan beberapa kondisi lain seperti perilaku seksual, kontrasepsi, atau merokok merupakan faktor resiko terjadinya kanker serviks. Insiden dan mortalitas kanker serviks di dunia menempati urutan kedua setelah kanker payudara. Sementara itu, di negara berkembang masih menempati urutan pertama sebagai penyebab kematian akibat kanker pada usia reproduktif. Hampir 80% kasus berada di negara berkembang. Di Indonesia, kanker leher rahim bahkan menduduki peringkat pertama. Sesungguhnya penyakit ini dapat dicegah bila program skrining sitologi dan pelayanan kesehatan diperbaiki. Diperkirakan setiap tahun dijumpai sekitar 500.000 penderita baru diseluruh dunia dan umumnya terjadi di negara berkembang. Sebelum tahun

1930, kanker serviks merupakan penyebab utama

kematian wanita dan kasusnya turun secara drastis semenjak diperkenalkannya teknik skrining pap smear. Namun, sayang hingga kini program skrining belum lagi memasyarakat di negara berkembang hingga mudah dimengerti mengapa insiden kanker serviks masih tetap tinggi. Hal terpenting menghadapi penderita kanker serviks adalah menegakkan diagnosis sedini mungkin dan memberikan terapi yang efektif sekaligus prediksi prognosisnya. Hingga saat ini pilihan terapi masih terbatas pada operasi, radiasi dan kemoterapi, atau kombinasi dari beberapa terapi ini. Namun, tentu saja terapi ini masih berupa “simptomatis” karena masih belum menyentuh dasar penyebab kanker yaitu adanya perubahan perilaku sel. Terapi yanglebih mendasar atau imunoterapi masih dalam tahap penelitian.1

5

BAB II LAPORAN KASUS II.1 Identitas Pasien -

Nama Umur Jenis kelamin Suku Agama Pekerjaan Alamat Tanggal Masuk

: Ny. EK : 45 tahun : Perempuan : Jawa : Islam : Ibu Rumah Tangga : Pondok Kopi Jakarta Timur : 19 Maret 2018

II.2 Anamnesa II.2.1 Keluhan Utama Perdarahan pervaginam 3 hari SMRS. II.2.2 Keluhan Tambahan Nyeri perut bagian bawah. II.2.3 Riwayat Penyakit Sekarang Pasien telah di diagnosa Ca Cervix stadium III A. Telah dilakukan biopsi, hasil patologi anatomi tanggal 14 desember 2018 didapatkan karsinoma sel skuamosa tidak berkeratin, diferensiasi sedang buruk derajat 3. Pasien juga telah melakukan USG tanggal 14 desember 2018, didapatkan massa di serviks suspek malignansi serviks. Saat ini keluhan pasien perdarahan pervaginam sejak 3 jam SMRS, 2 kali ganti pampers penuh. Pasien merasa nyeri perut bagian bawah serta merasa lemah. Pasien mengeluhkan mual dan pusing. Muntah disangkal. Pasien mengalami penurunan berat badan 7 kg dalam 2 bulan. Sebelumnya pada tanggal 13 desember 2018 pasien pernah dirawat karena perdarahan pervaginam. Riwayat mioma. II.2.4 Riwayat Penyakit Dahulu

6

Riwayat hipertensi disangkal, riwayat asma disangkal, riwayat sakit jantung disangkal, riwayat diabetes mellitus disangkal, riwayat alergi makanan dan riwayat alergi obat-obatan disangkal. II.2.5 Riwayat Penyakit Keluarga Tidak ada keluarga pasien yang pernah mengalami keluhan serupa seperti ini. Riwayat keluarga yang memiliki hipertensi, sakit jantung, asma, alergi dan diabetes mellitus disangkal. II.2.6 Riwayat Penggunaan Obat Riwayat penggunaan obat-obatan disangkal. II.2.7 Riwayat Menstruasi Pasien mengaku menarche di usia 13 tahun. Siklus menstruasi teratur 28 hari. Lama perdarahannya 5-6 hari. Dalam sehari 2 sampai 3 kali ganti pembalut. Nyeri selama haid hanya pada hari pertama atau hari kedua haid. II.2.8 Riwayat Menikah Pasien menikah 2 kali. Pertama pada tahun 1999 sampai tahun 2011 dan pernikahan kedua pada tahun 2016 sampai sekarang. II.2.9 Riwayat Obstetri Pasien P1A0: Anak pertama lahir tahun 2000, perempuan, usia kehamilan 9 bulan, spontan ditolong oleh dokter di RS Restu, APGAR Score 9/10, berat badan lahir 2500 gram. II.2.10 Riwayat Kontrasepsi Pasien memiliki riwayat KB IUD.

II.2.11 Riwayat Sosial Ekonomi

7

Suami pasien bekerja sebagai karyawan swasta. II.3 Pemeriksaan Fisik  Keadaan Umum  Kesadaran  Tanda Vital - Tekanan darah - Nadi - Pernafasan - Suhu  Status Gizi - TB - BB - BMI

: Sedang : Compos mentis : 110/70 mmHg : 80 kali/menit : 18 kali/menit : 36,6oC : 158 cm : 41 kg : 16,46 kg/m2

 Status Generalis -

Kepala Mata Hidung Telinga Mulut Leher Thorax Paru Jantung Payudara Abdomen Ekstremitas Genitalia

: Normocephal : Konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (-/-) : Sekret (-/-), deviasi septum (-/-) : Sekret (-/-), serumen (-/-), membra timpani intak (+/+) : Bibir sianosis (-), uvula di tengah, faring hiperemis (-) : Pembesaran KGB (-) : Pergerakan dinding dada simetris : Suara nafas vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-) : BJ 1 - BJ 2 reguler, murmur (-), gallop (-) : Simetris, puting menonjol : Membesar sesuai kehamilan (-), linea nigra (+) : Akral hangat (+/+), CRT < 2 detik, edema (-/-) : Sesuai Status Ginekologi

 Status Ginekologi  Inspeksi : vulva uretra tenang, perdarahan jalan lahir negative  Inspekulo :vagina ditampakkan, tampak massa berbenjol rapuh  VT : Massa mengisi vagina ¾ mudah berdarah dan berbenjol II.4 Pemeriksaan Penunjang  Laboratorium tanggal 13 Februari 2019 Jenis Pemeriksaan Hematologi Hemoglobin Hematokrit Eritrosit MCV

Hasil

Nilai Rujukan

13.2 H 37.9 4.51 84.0

12.0 - 14.0 37.0 - 43.0 4.00 – 5.00 82.0 – 92.0 8

MCH MCHC Trombosit Leukosit Hitung Jenis Basofil Eosinofil Neutrofil Limfosit Monosit RDW-CV

29.3 34.8 447 14.68 H

27.0 – 31.0 32.0 – 36.0 150 – 400 5.00 – 10.00

0.4 0.7 L 80.3 H 11.7 L 6.9 14.6

0–1 1–3 52.0 – 76.0 20 – 40 2–8 11.5 – 14.5

 USG (Hasil pemeriksaan tanggal 14 Desember 2018) Pada pemeriksaan USG tampak: Uterus retrofleksi, ukuran 78x68x66 mm. Tampak massa padat kompleks memenuhi serviks ukuran 73x107x64 mm, kemungkinan berasal dari malignansi serviks. Kedua ovaria dalam batas normal (28 mm dan 27 mm). Tidak tampak nodul di hepar. Kedua ginjal dan gall bladder normal. Tidak tampak pembesaran KGB paraaorta dan parailiaka. Tidak tampak asites. Penilaian: Massa di serviks suspek malignansi serviks.

9



Patologi Anatomi (Hasil pemeriksaan patologi anatomi tanggal 18

-

Desember 2018) Cara Ambil: Biopsi Organ: serviks Diagnosis klinik: suspek ca cervik Makroskopik: diterima jaringan compang-camping 1cc, berwarna putih,

-

semua cetak 1 blok. Mikroskopik: Sediaan biopsi serviks berupa massa tumor invasif tersusun solid. Sel-sel tumor berinti pleomorfik, hiperkromatik. Stroma berserbukan ringan sel radang kronik. Tidak ditemukan invasif limfovaskuler. Tampak area nekrotik. Kesimpulan: Karsinoma sel skuamosa tidak berkeratin, diferensiasi sedang-buruk, derajat 3.

II.5 Diagnosis Ca Cervix stadium III A

II.6 Penatalaksanaan 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.

Curcuma tablet 3x20mg Inj. Asam tranexamat 3x1gr Inj. Ketorolac 3x30mg Inj. Ranitidin 2x50mg Inj. Ondansetron 2x4mg IVFD RL IVFD NaCL Profenid 100 mg sup

II.7 Prognosis  Quo ad vitam

: dubia ad bonam

 Quo ad functionam

: dubia

 Quo ad sanactionam

: dubia ad bonam

10

BAB III TINJAUAN PUSTAKA III.1 Definisi Pengertian Kanker serviks merupakan keganasan yang berasal dari serviks. Serviks merupakan sepertiga bagian bawah uterus, berbentuk silindris, menonjol dan berhubungan dengan vagina melalui ostium uteri eksternum.2 III.2 Etiologi HPV adalah infeksi menular seksual yang paling umum.Dari lebih dari 100 jenis HPV, kebanyakan dari mereka tidak terkait dengan kanker serviks. Tujuh dari 10 (70%) dari semua kasus kanker serviks yang dilaporkan di seluruh dunia disebabkan oleh hanya dua jenis HPV: 16 dan 18. Empat jenis HPV berisiko tinggi lainnya, 31, 33, 45 dan 58 kurang umum ditemukan. terkait dengan kanker serviks, dengan tipe tertentu yang lebih menonjol daripada yang lain di wilayah geografis tertentu. Dua tipe HPV berisiko rendah (6 dan 11) tidak menyebabkan kanker serviks namun merupakan penyebab kutil kelamin atau condyloma paling banyak. Hampir semua wanita dan pria terinfeksi HPV sesaat setelah memulai aktivitas seksual. Penetrasi vagina oleh penis tidak harus terjadi karena Virus dapat ditularkan melalui kontak kulit-ke-kulit dari daerah genital dekat penis dan vagina. 3 III.3 Faktor Resiko Sebab langsung dari kanker serviks belum diketahui. Ada bukti kuat kejadiannya mempunyai hubungan erat dengan sejumlah faktor ekstrinsik diantaranya yang penting adalah jarang ditemukan pada perawan, insidensi lebih tinggi pada mereka yang kawin daripada yang tidak kawin, terutama pada gadis yang koitus pertama (ciotarche) dialami pada usia amat muda (kurang dari 16 tahun) insidensi meningkat dengan tingginya paritas, apalagi bila jarak persalinan terlampau dekat, mereka dari golongan sosial ekonomi

11

rendah, higine seksual yang jelek, aktivitas seksual yang sering berganti-ganti pasangan (promiskuitas), jarang dijumpai pada masyarakat yang suaminya disunat, Dan akhirnya kebiasaan merokok.4 III.4 Klasifikasi Klasifikasi kanker dapat di bagi menjadi tiga, yaitu (1) klasifikasi berdasarkan histopatologi, (2) klasifikasi berdasarkan terminologi dari sitologi serviks, dan (3) klasifikasi berdasarkan stadium stadium klinis menurut FIGO (The International Federation of Gynekology and Obstetrics) : 5

a.

Klasifikasi berdasarkan histopatologi : -

CIN 1 (Cervical Intraepithelial Neoplasia), perubahan sel-sel abnormal lebih kurang setengahnya. berdasarkan pada kehadiran dari dysplasia yang dibatasi pada dasar ketiga dari lapisan cervix, atau epithelium (dahulu disebut dysplasia ringan). Ini dipertimbangkan sebagai lowgrade lesion (luka derajat rendah).

-

CIN 2, perubahan sel-sel abnormal lebih kurang tiga perempatnya, dipertimbangkan sebagai luka derajat tinggi (high-grade lesion). Ia merujuk pada perubahan-perubahan sel dysplastic yang dibatasi pada dasar duapertiga dari jaringan pelapis (dahulu disebut dysplasia sedang atau moderat).

-

CIN 3, perubahan sel-sel abnormal hampir seluruh sel. adalah luka derajat tinggi (high grade lesion). Ia merujuk pada perubahanperubahan prakanker pada sel-sel yang mencakup lebih besar dari duapertiga dari ketebalan pelapis cervix, termasuk luka-luka ketebalan penuh yang dahulunya dirujuk sebagai dysplasia dan carcinoma yang parah ditempat asal.

b.

Klasifikasi berdasarkan terminologi dari sitologi serviks : -

ASCUS (Atypical Squamous Cell Changes of Undetermined Significance) Kata "squamous" menggambarkan sel-sel yang tipis dan

12

rata yang terletak pada permukaan dari cervix. Satu dari dua pilihanpilihan ditambahkan pada akhir dari ASC: ASC-US, yang berarti undetermined significance, atau ASC-H, yang berarti tidak dapat meniadakan HSIL -

LSIL (Low-grade Squamous Intraepithelial Lesion) berarti perubahanperubahan karakteristik dari dysplasia ringan diamati pada sel-sel cervical.

-

HSIL (High Grade Squamous Intraepithelial Lesion) merujuk pada fakta bahwa sel-sel dengan derajat yang parah dari dysplasia terlihat.

c.

Klasifikasi berdasarkan stadium klinis : -

FIGO, 1978 mengklasifikasi Ca Cervix menurut tingkat keganasan klinik:

Tingkat 0

Kriteria KIS (Karsinoma in Situ) atau karsinoma intra epitel, membrana basalis masih utuh.

I

Proses terbatas pada serviks walaupun ada perluasan ke korpus uteri

Ia

Karsinoma mikro invasif: bila membrana basalis sudah rusak dan tumor sudah memasuki stroma tdk> 3mm dan sel tumor tidak terdapat dalam pembuluh limfe/pembuluh darah. Kedalaman invasi 3mm sebaiknya diganti dengan tdk> 1mm.

Ib occ

Ib occult = Ib yang tersembunyi, secara klinis tumor belum tampak sebagai Ca, tetapi pada pemeriksaan histologik, ternyata sel tumor telah mengadakan invasi stroma melebihi Ia.

Ib

Secara klinis sudah diduga adanya tumor yang histologik menunjukkan invasi ke dalam stroma serviks uteri.

II

Proses keganasan sudah keluar dari serviks dan menjalar ke2/3 bagian atas vagina dan ke parametrium, tetapi tidak sampai dinding panggul.

IIa

Penyebaran hanya ke vagina, parametrium masih bebas dari infiltrat tumor.

IIb

Penyebaran ke parametrium uni/bilateral tetapi belum sampai ke

13

dinding panggul III

Penyebaran telah sampai ke 1/3 bagian distal vagina / ke parametrium sampai dinding panggul.

IIIa

Penyebaran telah sampai ke 1/3 bagian distal vagina, sedang ke parametrium tidak dipersoalkan asal tidak sampai dinding panggul.

IIIb

Penyebaran sudah sampai ke dinding panggul, tidak ditemukan daerah bebas infiltrasi antara tumor dengan dinding panggul (frozen pelvic)/ proses pada tk klinik I/II, tetapi sudah ada gangguan faal ginjal.

IV

Proses keganasan telah keluar dari panggul kecil dan melibatkan mukosa rektum dan atau kandung kemih.

IVa

Proses sudah keluar dari panggul kecil, atau sudah menginfiltrasi mukosa rektum dan atau kandung kemih.

Ivb

Telah terjadi penyebaran jauh.

III.5 Diagnosis Diagnosis ditegakkan atas atas dasar anamnesis, pemeriksaan klinik. III.5.1 Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik Pada umumnya, lesi prakanker belum memberikan gejala. Bila telah menjadi kanker invasif, gejalan yang paling umum adalah perdarahan (contact bleeding, perdarahan saat berhubungan intim) dan keputihan. Pada stadium lanjut, gejala dapat berkembang mejladi nyeri pinggang atau perut bagian bawah karena desakan tumor di daerah pelvik ke arah lateral sampai obstruksi ureter, bahkan sampai oligo atau anuria. Gejala lanjutan bisa terjadi sesuai dengan infiltrasi tumor ke organ yang terkena, misalnya: fistula vesikovaginal, fistula rektovaginal, edema tungkai.4

III.6 Pencegahan a. Pencegahan primer: kurangi risiko infeksi HPV6

14

Tujuan kesehatan masyarakat adalah untuk mengurangi infeksi HPV, karena infeksi HPV yang terus-menerus Bisa menyebabkan kanker serviks. Intervensi meliputi: 1. Vaksinasi untuk anak perempuan yang berusia 9-13 tahun (atau rentang usia yang disebut di nasional pedoman) sebelum mereka memulai aktivitas seksual; 2. Pendidikan seksualitas yang sehat untuk anak laki-laki dan perempuan, disesuaikan dengan usia dan budaya, dengan tujuan untuk mengurangi risiko penularan HPV (bersama dengan infeksi menular seksual lainnya, termasuk HIV) - pesan penting harus mencakup penundaan inisiasi seksual, dan pengurangan perilaku seksual berisiko tinggi; 3. Promosi atau penyediaan kondom bagi orang-orang yang aktif secara seksual; 4. Sunat laki-laki bila relevan dan sesuai.

b. Pencegahan sekunder: skrining dan penanganan pra-kanker6 Tujuan kesehatan masyarakat adalah untuk mengurangi kejadian dan prevalensi kanker serviks dan kematian terkait, dengan mencegat kemajuan dari pra-kanker ke kanker invasif. Intervensi meliputi: 1. Penyuluhan dan berbagi informasi; 2. Skrining untuk semua wanita berusia 30-49 tahun (atau usia yang ditentukan oleh nasional standar) untuk mengidentifikasi lesi prakanker, yang biasanya asimtomatik; 3. Pengobatan lesi prakanker yang teridentifikasi sebelum mereka berkembang menjadi kanker invasif. Bahkan bagi wanita yang telah menerima vaksinasi HPV, penting untuk melanjutkan skrining dan pengobatan saat mencapai usia target.

15

c. Pencegahan tersier: pengobatan kanker serviks invasif5 Tujuan kesehatan masyarakat adalah mengurangi jumlah kematian akibat kanker serviks. Intervensi meliputi: 1. Mekanisme rujukan dari penyedia perawatan primer ke fasilitas yang menawarkan diagnosis dan pengobatan kanker; diagnosis kanker yang akurat dan tepat waktu, dengan mengeksplorasi tingkat invasi; 2. Pengobatan yang sesuai untuk setiap tahap, berdasarkan diagnosis: 

Kanker dini: Jika kanker terbatas pada serviks dan area disekitarnya (daerah pelvis), pengobatan bisa mengakibatkan penyembuhan; berikan perawatan yang paling sesuai dan berikan bantuan dengan gejala yang berhubungan dengan kanker atau penyakitnya pengobatan.



Kanker lanjut: Jika kanker melibatkan jaringan di luar serviks dan daerah panggul dan atau metastasis, pengobatan dapat meningkatkan kualitas hidup,

mengendalikan

gejala

dan

meminimalkan

penderitaan;

menyediakan perawatan dan perawatan paliatif yang paling efektif di fasilitas tersier dan di tingkat masyarakat, termasuk akses terhadap opioid. 3. Perawatan paliatif untuk menghilangkan rasa sakit dan penderitaan.

Rekomendasi WHO kunci tentang vaksin HPV 1. Negara harus mempertimbangkan untuk memperkenalkan vaksinasi HPV bila: (i) kanker serviks atau penyakit terkait HPV lainnya, atau keduanya, merupakan prioritas kesehatan masyarakat; (ii) Pengenalan vaksin secara programal layak; (iii) pembiayaan berkelanjutan dapat diamankan; dan (iv) efektivitas biaya strategi vaksinasi di negara atau wilayah telah dipertimbangkan. 2. Vaksinasi HPV harus diperkenalkan sebagai bagian dari strategi komprehensif terkoordinasi untuk mencegah kanker serviks dan penyakit terkait HPV lainnya. Pengenalan vaksinasi HPV seharusnya tidak

16

mengurangi atau mengalihkan pendanaan dari pengembangan atau pemeliharaan program skrining yang efektif untuk kanker serviks. 3. WHO merekomendasikan vaksin HPV untuk anak perempuan dalam kelompok usia 9-13 tahun. Anak perempuan yang menerima vaksin HPV dosis pertama sebelum usia 15 tahun dapat menggunakan dosis dua kali susunan acara. Interval antara dua dosis harus enam bulan. Tidak ada interval maksimum antara dua dosis; Namun, selang waktu tidak lebih dari 12-15 bulan disarankan. Jika interval antara dosis lebih pendek dari lima bulan, maka dosis ketiga harus diberikan paling sedikit enam bulan setelah dosis pertama. Individu yang tidak mengenal imunosupompresi, termasuk mereka yang hidup dengan HIV, dan wanita berusia 15 tahun ke atas juga harus menerima vaksin dan membutuhkan tiga dosis (pada jadwal 0, 1-2 dan 6 bulan) untuk dilindungi sepenuhnya.

Vaksin HPV Saat ini, dua vaksin HPV yang memberikan perlindungan terhadap jenis HPV berisiko tinggi 16 dan 18 telah dilisensikan, dan satu atau keduanya tersedia di sebagian besar negara: 1. Vaksin bivalen (perlindungan terhadap tipe 16 dan 18 saja) 2.

Vaksin quadrivalent (mengandung perlindungan tambahan terhadap tipe 6 dan 11, yang bertanggung jawab atas 90% kutil anogenital jinak atau kondiloma). Kedua vaksin tersebut mengandung partikel mirip virus (VLPs), yang berbentuk potongan seperti di luar human papillomavirus. Karena vaksin VLP ini tidak mengandung virus, mereka TIDAK BISA menyebabkan infeksi HPV. Vaksin merangsang pengembangan antibodi terhadap VLPs ini, yang karena kesamaan dengan virus HPV, akan mencegah infeksi HPV jika terjadi paparan selanjutnya.6 Vaksin harus diberikan SEBELUM seorang gadis terinfeksi HPV.

Seorang gadis dapat terinfeksi HPV segera setelah dia menjadi aktif secara seksual, jadi, sebagai intervensi pencegahan primer yang penting terhadap

17

kanker serviks, vaksinasi HPV pada anak perempuan harus terjadi sebelum timbulnya aktivitas seksual. Vaksin tidak mengobati infeksi HPV yang ada atau penyakit terkait HPV, juga tidak berpengaruh pada perkembangan penyakit (pra-kanker dan kanker) jika diberikan kepada wanita yang sudah terinfeksi HPV pada saat vaksinasi.6 Kontraindikasi terhadap vaksin HPV: 1. Vaksin HPV tidak boleh diberikan kepada siapa saja yang pernah mengalami alergi parahreaksi setelah dosis vaksin sebelumnya atau setelah terpapar salah satu komponen (misalnya ragi). Gejala reaksi alergi bisa meliputi: gatal, ruam, urtikaria atau lecet. Jika ada gejala ini terjadi vaksinasi pasca HPV, tidak lebih dosis harus diberikan, dan vaksin lain yang mungkin memiliki komponen yang sama termasuk di dalamnya harus dihindari. 2.

Anak perempuan dengan penyakit demam parah seharusnya tidak divaksinasi.

3.

Vaksin HPV saat ini tidak disarankan untuk digunakan pada wanita yang sedang hamil.Mengingat vaksin HPV direkomendasikan untuk anak perempuan yang berusia 9-13 tahun, kemungkinannya Seorang gadis sedang hamil atau menyusui pada saat vaksinasi rendah. Jika seorang gadis menjadi hamil setelah memulai seri vaksinasi, sisa rezim tersebut harus ditunda sampai setelah kehamilan. Dalam hal vaksin HPV tersebutSecara tidak sengaja diberikan kepada seorang gadis atau wanita yang sedang hamil, tidak ada intervensi perlu. Dia harus diyakinkan bahwa vaksin TIDAK mengandung virus hidup, dan bahwa tidak ada masalah kesehatan pada ibu atau anak yang telah diamati sampai saat ini Vaksinasi HPV yang tidak disengaja selama kehamilan. Dosis vaksin yang tersisa seharusnya ditunda sampai setelah kehamilan, pada saat mana seri vaksin HPV bisa terjadi lengkap. Hal ini TIDAK diperlukan untuk me-restart seri vaksin setelah kehamilan. Di Kasus vaksin HPV diberikan kepada seseorang yang

18

sedang menyusui, data yang tersedia tidak menunjukkan adanya masalah keamanan.

Karakteristik dan Jadwal Vaksin Populasi target yang disarankan untuk vaksinasi HPV adalah anak perempuan yang berusia 9-13 tahun, sebelum memulai aktivitas seksual.6 Atribut Nama komersil

Bivalent Gardasil®, silgard® (Merck)

Jenis HPV dalam vaksin Perlindungan penyakit Jumlah dosis

6, 11, 16, 18 Ca cervic, kutil genital 2 dosis, dosis kedua

Quadrivalent Cervarix® (GlaxoSmithKline) 16, 18 Ca cervic 2 dosis, dosis kedua

6 bulan setelah dosis yang 6 bulan setelah dosis yang pertama Durasi perlindungan

pertama

tidak ada penurunan proteksi tidak ada penurunan proteksi yang tercatat selama periode yang tercatat selama periode

Presentasi Metode administrasi

pengamatan pengamatan 1 dosis vial 1- dan 2-dosis vial injeksi intramuskular: 0,5 ml injeksi intramuskular: 0,5 ml

Kontraindikasi

cairan suspensi • Reaksi alergi

cairan suspensi parah • Reaksi alergi

parah

terhadap komponen vaksin terhadap komponen vaksin atau setelah menerima vaksin

atau setelah menerima vaksin

• Penyakit demam parah

• Penyakit demam parah

• Pemberian

tidak

direkomendasikan •

selama kehamilan bersama hepatitis B

dengan vaksin lainnya difteri / tetanus / pertusis

tidak

direkomendasikan

selama kehamilan diphtheri/tetanus/ pertussis poliomyelitis

dipelajari dan terbukti polio efektif Umur simpan

36 bulan di suhu 2–8°C

1-dosis vial: 48 bulan Di suhu 2–8°C 2-dosis vial: 36 bulan Di suhu 2–8°C

19

Catatan penting tentang karakteristik dan jadwal vaksin: 1. Sesuai dengan Posisi Kertas WHO (Oktober 2014), populasi sasaran yang disarankan adalah anak perempuan yang berusia 9-13 tahun, sebelum memulai aktivitas seksual. Jadwal dua dosis dengan selang waktu enam bulan antara dosis untuk anak perempuan berusia <15 tahun (termasuk anak perempuan berusia ≥ 15 tahun pada saat dosis kedua). Tidak ada interval maksimum antara dua dosis; Namun, selang waktu tidak lebih dari 12-15 bulan disarankan. Jika karena alasan apapun, selang antara dua dosis lebih pendek dari lima bulan, dosis ketiga harus diberikan paling sedikit enam bulan setelah dosis pertama. Jadwal tiga dosis (0, 1-2, 6 bulan) tetap direkomendasikan untuk anak perempuan yang berusia 15 tahun ke atas dan untuk orang dengan immunocompromised, termasuk yang diketahui positif HIV (terlepas dari apakah mereka menerima terapi antiretroviral). Tidak perlu memindai infeksi HPV atau infeksi HIV sebelum vaksinasi HPV. Rekomendasi jadwal ini berlaku untuk kedua bivalen dan vaksin quadrivalent. 2. Semua formulasi vaksin HPV harus tetap dingin pada suhu 2-8˚C. Vaksin HPV bersifat beku-sensitif dan kehilangan khasiatnya jika dibekukan. Oleh karena itu, vaksin HPV tidak dapat ditempatkan di dalam atau di dekat bagian freezer kulkas atau langsung pada kemasan es beku. Jika ada indikasi bahwa vaksin HPV mungkin telah terpengaruh oleh suhu di bawah nol, uji goyang harus dilakukan untuk menentukan apakah vaksin masih dapat dilakukan.bekas Botol yang menunjukkan bukti pembekuan isi sebagian atau total harus selalu dibuang. Screening Ca Cervic Tes skrining yang baik harus akurat: hasil tes sudah benar, Reproducible: mengulang tes yang sama akan memberikan hasil yang sama, Murah: terjangkau oleh sistem kesehatan baik dari sisi finansial maupun sumber daya manusia, dan kepada semua pasien dan keluarga mereka dalam hal akses terhadap layanan yang diperlukan, Relatif mudah: tidak rumit untuk melakukan dan memberikan perawatan lanjutan untuk wanita dengan hasil abnormal Dapat diterima:

20

ditoleransi dengan baik oleh pasien dan penyedia layanan Aman: prosedur uji dan pengelolaan subyek positif layar tidak memiliki atau sedikit efek samping yang merugikan, Tersedia: dapat diakses oleh seluruh populasi sasaran. Infeksi HPV berisiko tinggi sangat umum terjadi pada wanita muda, namun sebagian besar infeksi ini bersifat sementara: mereka dieliminasi secara spontan oleh tubuh wanita

tersebut. Hanya sebagian kecil dari semua infeksi

HPV yang bertahan selama

bertahun-tahun dapat menyebabkan kanker invasif.

Kanker serviks biasanya berkembang perlahan, memakan waktu 10-20 tahun dari awal kanker pre-invasif, sehingga kanker serviks jarang terjadi sebelum usia 30 tahun. Pemeriksaan skrining Wanita muda akan

mendeteksi banyak lesi yang

tidak akan pernah berkembang menjadi kanker, yang akan menyebabkan overtreatment yang cukup besar, dan dengan demikian tidak efektif biaya. Skrining kanker serviks seharusnya tidak dimulai sebelum usia 30 tahun. Pemutaran wanita berusia antara 30 dan 49 tahun, bahkan sekali saja, akan mengurangi kematian akibat kanker serviks.6 II.4 Klasifikasi Penyedia melakukan pemeriksaan spekulum, mengidentifikasi SCJ dan dengan hati-hati memeriksa serviks untuk tanda-tanda visual yang mencurigakan untuk kanker atau pra-kanker. Larutan asam asetat 3-5% secara bebas dioleskan ke serviks dengan kapas besar. Setelah melepaskan kapas, penyedia menunggu paling sedikit satu menit, selama itu. daerah yang menjadi samar-samar putih hanya karena peradangan atau perubahan sel fisiologis (metaplasia) akan surut. Perubahan asetil pada serviks yang tidak surut setelah satu menit lebih mungkin dikaitkan dengan pra kanker serviks atau kanker. Jika perubahan ini terlihat di zona transformasi dan memiliki batas yang jelas, hal itu dianggap sebagai hasil yang positif. Sebagian besar program skrining VIA berfokus pada wanita berusia antara 30-45 tahun. Ini adalah periode dimana lesi pra-kanker serviks mulai terwujud. Ini juga merupakan periode waktu yang sama ketika lesi pra kanker masih dapat diobati dan merespon dengan baik terhadap krioterapi

21

1. Interval penyaringan tiga sampai lima tahun harus dipertimbangkan untuk wanita negatif VIA antara usia 25-45 tahun 2. Wanita di bawah usia 25 tahun harus diskrining hanya jika mereka berisiko tinggi terkena penyakit. Wanita berisiko tinggi mengalami kelainan serviks adalah mereka yang memiliki keterpaparan seksual dini, beberapa pasangan, hasil skrining abnormal sebelumnya atau CIN, atau HIV positif. 3. VIA tidak sesuai untuk wanita berusia di atas 50 tahun, wanita ini harus diskrining pada interval lima tahun dengan menggunakan uji sitologi atau HPV. 4. Untuk perempuan HIV-positif, skrining tahunan dianjurkan 5. skrining tahunan tidak disarankan pada usia berapapun untuk populasi umum 6. Dalam pendekatan kunjungan tunggal, VIA positif ditawarkan cryotherapy pada saat pemutaran film untuk memaksimalkan keefektifan program pencegahan kanker serviks, pasca krioterapi, wanita-wanita ini terlihat dalam 12 bulan untuk pemeriksaan berulang.6,7

Metode skrining berbasis sitologi Deskripsi Skrining berbasis sitologi melibatkan pengambilan sampel sel dari keseluruhan zona transformasi Sel-sel itu tetap pada slide di fasilitas (Pap smear) atau ditempatkan dalam media transportasi (sitologi berbasis cairan) dan kemudian dikirim ke laboratorium dimana ahli cytotechnologists memeriksa sel-sel di bawah mikroskop. Jika sel abnormal terlihat pada mikroskopis Pemeriksaan, tingkat kelainannya diklasifikasikan menggunakan Sistem Bethesda

22

Gambar 1. Sitologi apusan pap smear

Program skrining berbasis sitologi dapat menggunakan salah satu dari dua metode yang ada: Pap smear konvensional (atau tes Pap) atau sitologi berbasis cairan (liquid-based cytology / LBC). Dengan sitologi konvensional, sampel sel diolesi pada kaca geser, dan dipelihara oleh agen fiksatif. LBC diperkenalkan pada pertengahan tahun 1990an; Ini adalah penyempurnaan sitologi konvensional dan semakin banyak digunakan dalam pengaturan sumber daya tinggi dan menengah. Bagi LBC, alih-alih mengolesi sampel ke slide, ditempatkan dalam wadah larutan pengawet dan dikirim ke laboratorium untuk pemeriksaan

mikroskopis. 6,7

Pengumpulan sampel sitologi memerlukan spekulum dan pencahayaan yang memadai untuk memvisualisasikan seluruh permukaan serviks. Penyedia mengambil spesimen dari wajah serviks dan endoserviks menggunakan spatula atau sikat dan mentransfer spesimen ke slide (Pap smear) atau larutan pengawet (LBC). Sampel harus diberi label dan diangkut dengan tepat ke laboratorium, di mana tenaga terampil dibutuhkan untuk memproses dan menafsirkannya Tidak ada konsensus global mengenai usia untuk memulai atau interval penyaringan. Di negara maju, seperti Amerika Serikat, skrining dimulai pada usia 21 atau dalam tiga tahun aktivitas seksual dan berlanjut sampai usia 65 atau 70 tahun. Di negara lain seperti di Inggris, skrining pada usia 25 tahun, dilakukan

23

setiap tiga tahun sampai dengan usia 49, dan kemudian setiap lima tahun sampai usia 65 tahun (program penyaringan kesehatan nasional). Di negara-negara dengan sumber daya rendah sampai menengah, skrining tidak masuk akal, mungkin dimulai pada pertengahan tahun 30an dan kemudian dilakukan setiap lima tahun sekali. Jika hanya satu kali skrining tersedia, biasanya dilakukan antara usia 35 dan 40 tahun biasanya dengan mengunjungi kelompok karena tidak ada sistem internal yang ada. Seperti halnya bentuk skrining lainnya, skrining sitologi harus diberikan kepada wanita yang divaksinasi dan tidak divaksinasi.6,7 Tatalaksana2 Tatalaksana Lesi Prakanker Tatalaksana lesi pra kanker disesuaikan dengan fasilitas pelayanan kesehatan, sesuai dengan kemampuan sumber daya manusia dan sarana prasarana yang ada. Pada tingkat pelayanan primer dengan sarana dan prasarana terbatas dapat dilakukan program skrining atau deteksi dini dengan tes IVA. Skrining dengan tes IVA dapat dilakukan dengan cara single visit approach atau see and treat program, yaitu bila didapatkantemuan IVA positif maka selanjutnya dapat dilakukan pengobatan sederhana dengan krioterapi oleh dokter umum atau bidan yang sudah terlatih. Pada skrining dengan tes Pap smear, temuan hasil abnormal direkomendasikan untuk konfirmasi diagnostik dengan pemeriksaan kolposkopi. Bila diperlukan maka dilanjutkan dengan tindakan Loop Excision Electrocauter Procedure (LEEP) atau Large Loop Excision of the Transformation Zone (LLETZ) untuk kepentingan diagnostik maupun sekaligus terapeutik. Bila hasil elektrokauter tidak mencapai bebas batas sayatan, maka bisa dilanjutkan dengan tindakan konisasi atau histerektomi total. Temuan abnormal hasil setelah dilakukan kolposkopi : LSIL (low grade squamous intraepithelial lesion), dilakukan LEEP dan observasi 1 tahun. HSIL(high grade squamous intraepithelial lesion), dilakukan LEEP dan observasi 6 bulan. Berbagai metode terapi lesi prakanker serviks: 1. Terapi NIS dengan Destruksi Lokal Beberapa metode terapi destruksi lokal antara lain: krioterapi dengan N2O dan CO2, elektrokauter, elektrokoagulasi, dan laser. Metode tersebut ditujukan untuk

24

destruksi lokal lapisan epitel serviks dengan kelainan lesi prakanker yang kemudian pada fase penyembuhan berikutnya akan digantikan dengan epitel skuamosa yang baru. a. Krioterapi Krioterapi digunakan untuk destruksi lapisan epitel serviks dengan metode pembekuan atau freezing hingga sekurang-kurangnya -20oC selama 6 menit (teknik Freeze-thaw-freeze) dengan menggunakan gas N2O atau CO2. Kerusakan bioselular akan terjadi dengan mekanisme: (1) sel‐ sel mengalami dehidrasi dan mengkerut; (2) konsentrasi elektrolit dalam sel terganggu; (3) syok termal dan denaturasi kompleks lipid protein; (4) status umum sistem mikrovaskular. b. Elektrokauter Metode ini menggunakan alat elektrokauter atau radiofrekuensi dengan melakukan eksisi Loop diathermy terhadap jaringan lesi prakanker pada zona transformasi. Jaringan spesimen akan dikirimkan ke laboratorium patologi anatomi untuk konfirmasi diagnostik secara histopatologik untuk menentukan tindakan cukup atau perlu terapi lanjutan. c. Diatermi Elektrokoagulasi Diatermi elektrokoagulasi dapat memusnahkan jaringan lebih luas dan efektif jika dibandingkan dengan elektrokauter, tetapi harus dilakukan dengan anestesi umum. Tindakan ini memungkinkan untuk memusnahkan jaringan serviks sampai kedalaman 1 cm, tetapi fisiologi serviks dapat dipengaruhi, terutama jika lesi tersebut sangat luas. d. Laser Sinar laser (light amplication by stimulation emission of radiation), suatu muatan listrik dilepaskan dalam suatu tabung yang berisi campuran gas helium, gas nitrogen, dan gas CO2 sehingga akan menimbulkan sinar laser yang mempunyai panjang gelombang 10,6u. Perubahan patologis yang terdapat pada serviks dapat dibedakan dalam dua bagian, yaitu penguapan dan nekrosis. Lapisan paling luar dari mukosa serviks menguap karena cairan intraselular mendidih, sedangkan jaringan yang mengalami nekrotik terletak di bawahnya. Volume jaringan yang menguap atau sebanding dengan kekuatan dan lama penyinaran. Tatalaksana Kanker Serviks Invasif

25

Stadium 0 / KIS (Karsinoma in situ) Konisasi (Cold knife conization). Bila margin bebas, konisasi sudah adekuat pada yang masih memerlukan fertilitas. Bila tidak tidak bebas, maka diperlukan re-konisasi. Bila fertilitas tidak diperlukan histerektomi total Bila hasil konisasi ternyata invasif, terapi sesuai tatalaksana kanker invasif. Stadium IA1 (LVSI negatif) Konisasi (Cold Knife) bila free margin (terapi adekuat) apabila fertilitas dipertahankan.(Tingkat evidens B) Bila tidak free margin dilakukan rekonisasi atau simple histerektomi. Histerektomi Total apabila fertilitas tidak dipertahankan. Stadium IA1 (LVSI positif) Operasi trakelektomi radikal dan limfadenektomi pelvik apabila fertilitas dipertahankan. Bila operasi tidak dapat dilakukan karena kontraindikasi medik dapat dilakukan Brakhiterapi Stadium IA2,IB1,IIA1 Pilihan : 1. Operatif. Histerektomi radikal dengan limfadenektomi pelvik. (Tingkat evidens 1 / Rekomendasi A) Ajuvan Radioterapi (RT) atau Kemoradiasi bila terdapat faktor risiko yaitu metastasis KGB, metastasis parametrium, batas sayatan tidak bebas tumor, deep stromal invasion, LVSI dan faktor risiko lainnya. Hanya ajuvan radiasi eksterna (EBRT) bila metastasis KGB saja. Apabila tepi sayatan tidak bebas tumor / closed margin, maka radiasi eksterna dilanjutkan dengan brakhiterapi. 2. Non operatif Radiasi (EBRT dan brakiterapi) Kemoradiasi (Radiasi : EBRT dengan kemoterapi konkuren dan brakiterapi) Stadium IB 2 dan IIA2. Pilihan : Operatif (Rekomendasi A) 1. Kemoradiasi (Rekomendasi A) 2. Radiasi (Rekomendasi B) Stadium IIIB dengan CKD 1. Nefrostomi / hemodialisa bila diperlukan 2. Kemoradiasi dengan regimen non cisplatin atau 3. Radiasi Stadium IV A tanpa CKD

26

1. Pada stadium IVA dengan fistula rekto-vaginal, direkomendasi terlebih dahulu dilakukan kolostomi, dilanjutkan : 2. Kemoradiasi Paliatif, atau 3. Radiasi Paliatif Stadium IV A dengan CKD, IVB 1. Paliatif 2. Bila tidak ada kontraindikasi, kemoterapi paliatif / radiasi paliatif dapat dipertimbangkan. PROGNOSIS Faktor-faktor yang menentukan prognosis adalah : a.

Umur penderita

b.

Keadaan umum

c.

Tingkat klinik keganasan

d.

Sitopatologi sel tumor

e.

Kemampuan ahli atau tim ahli yag menanganinya

f.

Sarana pengobatan yang ada Stadium

Penyebaran kanker serviks

% Harapan Hidup 5 Tahun 100

0

Karsinoma insitu

I

Terbatas pada uterus

85

II

Menyerang luar uterus tetapi meluas

60

III

ke dinding pelvis Meluas ke dinding pelvis dan atau

33

sepertiga bawah vagina atau IV

hidronefrosis Menyerang mukosa kandung kemih

7

atau rektum atau meluas keluar pelvis sebenarnya Ciri-ciri Karsinoma serviks yang tidak diobati atau tidak memberikan respons terhadap pengobatan, 95% akan mengalami kematian dalam 2 tahun setelah timbul gejala. Pasien yang menjalani histerektomi dan memiliki resiko tinggi terjadinya rekurensi harus terus diawasi karena lewat deteksi dini dapat diobati dengan radioterapi. Setelah histerektomi radikal, terjadi 80% rekurensi dalam 2 tahun.8 27

BAB IV PEMBAHASAN I.

Diagnosis Penegakan diagnosa pada kasus ini didapatkan dari anamnesis,

pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis diketahui

28

bahwa penderita mempunyai keluhan perdarahan pervaginam. Perdarahan pada umumnya terjadi segera sehabis senggama (perdarahan kontak), namun pada tingkat klinik yang lebih lanjut perdarahan spontan dapat terjadi. Pada kasus ini didapatkan perdarahan pervaginam yang terjadi diluar senggama dimana 75-80% pendarahan yang terjadi diluar senggama merupakan salah satu gejala khas pada karsinoma serviks stadium lanjut. Dari hasil pemeriksaan fisik pada tanggal 19 Maret 2019, dari status ginekologis penderita didapatkan diagnosa karsinoma serviks dimana pada stadium IIIA tumor ini telah meluas sampai ke Penyebaran telah sampai ke 1/3 bagian distal vagina, sedang ke parametrium tidak dipersoalkan asal tidak sampai dinding panggul. 

Pemeriksaan luar : Abdomen; datar, lemas, simetris, fundus

uteri tidak teraba, massa (-), nyeri tekan (-), tanda cairan bebas (-). 

Inspekulo : Vagina ditampakkan, tampak massa berbenjol rapuh,

flour (-), fluksus (-) darah tak aktif.  II.

VT

: Massa mengisi vagina ¾ mudah berdarah dan berbenjol

Pemeriksaan Penunjang

Laboratorium : Laboratorium : A. Darah Hematologi (Tanggal 13 Februari 2019): Hb: 13,2 g/dL, Ht: 37,9%, leukosit:14680/mm3, trombosit: 447.000/mm3 Eritrosit 4.510.000/mm3,

B. Patologi jaringan Kesan : Karsinoma sel skuamosa tidak berkeratin, diferensiasi sedang-buruk, derajat 3. C. USG (Hasil pemeriksaan tanggal 14 Desember 2018) Kesan : Massa di serviks suspek malignansi serviks

29

Dari pemeriksaan penunjang didapatkan hemoglobin berkisar 13,2 g/dl dan Leukosit leukosit:14680/mm3. Dari hasil patologi anatomi dinyatakan Karsinoma sel skuamosa tidak berkeratin, diferensiasi sedang-buruk, derajat 3. III. Penatalaksanaan Penatalaksanaan yang diberikan bagi penderita karsinoma serviks stadium IIIA merupakan suatu terapi paliatif, berupa radiasi eksterna (teletherapy) dan radiasi interna (brachytherapy) ditambah dengan brakytherapy intrakaviter dengan konkruens kemoterapi. Radiasi eksterna ditujukan pada kelenjar getah bening dan penjalaran parametrium dinding panggul. Untuk mengurangi efek samping, digunakan sinar energi megavolt, misalnya Co 60 dengan dosis fraksinasi 200cGy/ hr. Radiasi eksternal diberikan dengan target primer berupa tumor dan uterus sedangkan target sekunder berupa KGB pelvis dan KGB iliaka komunis. Target volume pada terapi ini adalah tumor primer, kelenjar limfe pelvis dan iliaka komunis. Radiasi interna merupakan radiasi dosis tinggi yang ditujukan pada tumor primer serviks. Hal ini dilakukan dengan cara memasang sumber radiasi terhadap intrauterin dan vagina (intrakaviter) dengan tetap mempertahankan radiasi pada rektum dan vesika urinaria dipertahankan dalam dosis toleransi. Pemasangan radiasi interna dilaksanakan dengan 2 metode, berupa metode konvensional (metode paris, sockholm, manchester dan implantasi interstitiel) serta metode afterloading. Konkruen kemoradiasi yang dilaksanakan berupa sisplastin dengan dosis 50 mg / m2 selama pemberian radiasi eksterna. Pada pasien ini diberikan terapi Curcuma tablet 3x20mg, Inj. Asam tranexamat 3x1gr, Inj. Ketorolac 3x30mg, Inj. Ranitidin 2x50mg, Inj. Ondansetron 2x4mg, IVFD RL, IVFD NaCL, Profenid 100 mg sup. IV. Faktor Predisposisi Sebab langsung dari kanker serviks belum diketahui. Ada bukti kuat kejadiannya mempunyai hubungan erat dengan sejumlah faktor ekstrinsik diantaranya yang penting adalah jarang ditemukan pada perawan, insidensi lebih tinggi pada mereka yang kawin daripada yang tidak kawin, terutama 30

pada gadis yang koitus pertama (ciotarche) dialami pada usia amat muda (kurang dari 16 tahun) insidensi meningkat dengan tingginya paritas, apalagi bila jarak persalinan terlampau dekat, mereka dari golongan sosial ekonomi rendah, higine seksual yang jelek, aktivitas seksual yang sering berganti-ganti pasangan (promiskuitas), jarang dijumpai pada masyarakat yang suaminya disunat, Dan akhirnya kebiasaan merokok. V.

Prognosis

Faktor-faktor yang menentukan prognosis adalah : a. Umur penderita b. Keadaan umum c. Tingkat klinik keganasan d. Sitopatologi sel tumor e. Kemampuan ahli atau tim ahli yag menanganinya f. Sarana pengobatan yang ada Stadiu

Penyebaran kanker serviks

% Harapan Hidup 5

m 0

Tahun 100

Karsinoma insitu

I

Terbatas pada uterus

85

II

Menyerang luar uterus tetapi

60

III

meluas ke dinding pelvis Meluas ke dinding pelvis dan atau

33

sepertiga bawah vagina atau IV

hidronefrosis Menyerang mukosa kandung

7

kemih atau rektum atau meluas keluar pelvis sebenarnya Ciri-ciri Karsinoma serviks yang tidak diobati atau tidak memberikan respons terhadap pengobatan, 95% akan mengalami kematian dalam 2 tahun setelah timbul gejala. Pasien yang menjalani histerektomi dan memiliki resiko tinggi terjadinya rekurensi harus terus diawasi karena lewat deteksi dini dapat

31

diobati dengan radioterapi. Setelah histerektomi radikal, terjadi 80% rekurensi dalam 2 tahun.

DAFTAR PUSTAKA 1. American Cancer Society. 2012. Cervical Cancer. At lanta. American Cancer Society 2. Komite penanggulangan kanker nasional, Panduan penatalaksanaan kanker seviks. Jakarta : kementriaan kesehatan Republik Indonesia. 3. Daniel Tena Gómez1, Juana López Santos. 2007, Human Papiloma Virus and cervical cancer, The New England Journal of Medicine. 4. Sarwono. Ilmu Kebidanan. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 2005. Jakarta 5. Novel S.Sinta dkk. Kanker Serviks dan. Infeksi Human Pappilomavirus. (HPV). Jakarta : Javamedia. Network. Samadi Priyanto .H. 2010. 6. WHO. Comprehensive Cervical Cancer Control A guide to essential second edition. Switzerland : WHO. 2014 7. FIGO. Global Guidance for cervical cancer and control. October 2009 tice 32

8. Heffner, LJ., Schust, DJ. Kanker serviks. At a Glance Sistem Reproduksi. Edisi Kedua. Jakarta : Erlangga 2008; 94-95.

33

Related Documents

Laporan Kasus
June 2020 61
Laporan Kasus
June 2020 56
Laporan Kasus
June 2020 53
Laporan Kasus
June 2020 47
Laporan Kasus
July 2020 55
Laporan Kasus
August 2019 77

More Documents from "Muzammil Bin Yusuf"