Lapjag 31 Desember.pptx

  • Uploaded by: Rafa Naufalin
  • 0
  • 0
  • April 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Lapjag 31 Desember.pptx as PDF for free.

More details

  • Words: 4,283
  • Pages: 44
LAPORAN JAGA KAMAR BERSALIN DEPARTEMEN ILMU OBSTETRI DAN GINEKOLOGI

SENIN, 31 DESEMBER 2018

Oleh:

Desi Tri Utami Densy Nurtita Fitriani Rafa Naufalin Risma Orchita Agwisa F

G4A017030 G4A017000 G4A017032 G4A017000

Pembimbing: dr. Sutrisno,Sp.OG KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS KEDOKTERAN JURUSAN KEDOKTERAN UMUM PURWOKERTO

Daftar Pasien VK 31 Desember 2018 - 1 Januari 2019 No

Nama/ Usia

Diagnosis Awal

1

Ny. Daniah / 42 tahun

P4A1 usia 42 tahun, post partum spontan patologis dengan induksi a/i PEB H+10 dengan Febris

2

Ny. Sumarti / 40 tahun

G1P0A0 usia 40 tahun, hamil 38 + 6 minggu dengan abortus inkomplit

Tindakan

Diagnosis Saat ini P4A0 usia 42 tahun, post partum spontan patologis dengan induksi a/i PEB H+12 dengan Febris

KASUS 1

Identitas Pasien 1. 2.

3. 4.

5. 6. 7.

Nama Alamat Usia Pendidikan Pekerjaan Agama Tanggal Masuk

: Ny. D : Linggasari 01/03, Kembaran : 42 tahun : SD : Ibu rumah tangga : Islam : 31 Desember 2018 (14.45)

SO Hari, Tanggal: Senin 31/12/18 Pukul: 14.45 Tempat: VK IGD

S: Keluhan utama: Demam. RPS: Pasien rujukan puskesmas kembaran datang ke VK IGD RSMS Purwokerto pukul 14.44 dengan P4A1 usia 42 tahun post partum spontan patologis dengan induksi a/i PEB H+10 mengeluh demam. Pasien mengeluh demam terjadi sejak 1 hari SMRS. Demam kadang naik kadang turun. Demam biasanya agak turun setelah minum obat demam. Pasien menyangkal adanya keputihan berbau ataupun gatal di kemaluan. Pasien juga menyangkal adanya nyeri payudara ataupun payudara terasa keras. Pasien juga menyangkal adanya rasa nyeri saat berkemih, ataupun berkemih yang tidak tuntas. • HPHT : 15/04/2018 • R. Mens: Teratur/ 5 hari/ tiap 28 hari/ dismenore (-) • R. Nikah: 2x (1: 18 tahun/ suami meninggal karena kecelakaan; 2: 6 bulan (nikah siri)) • R. Obs:P4A1 Anak 1 : LK/ 21 th/ spontan/ bidan / 2700 gr Anak 2 : abortus Anak 3 : LK/10 th/ spontan/ bidan / 2600 gr Anak 4 : PR/ 3 th/ spontan / bidan / 2600 gr Anak 5 : PR/ 10 hari / spontan dengan induksi / RSMS / 3000 gr • R.KB : RPD : riwayat hipertensi (-), riwayat diabetes melitus (-), riwayat asma (-) saat kecil, riwayat alergi (-), riwayat operasi (-) RPK : riwayat hipertensi (-), riwayat diabetes melitus (-), riwayat asma (-), riwayat alergi (-) RSE: Pasien merupakan seorang ibu rumah tangga. Pasien merupakan istri kedua dan tinggal terpisah dari suaminya. Pasien sehari-hari makan nasi, lauk-pauk seperti telur, tahu, tempe, dan oseng sayuran. Pasien jarang mengkonsumsi buah-buahan. Pasien menggunakan BPJS PBI sebagai jaminan kesehatannya.

P Hari, Tanggal: Senin 31/12/18 Pukul: 14.45 Tempat: VK IGD

O: KU/Kes: baik/compos mentis TD: 130/90; N: 89x/menit, RR: 20 x/menit, S: 37.0ºC TB 151 cm, BB 68 kg, Status generalis Kepala Mata: CA -/-, SI -/Mulut: sianosis -/Leher Tiroid: tidak ada pembesaran Thoraks Payudara: eriterm (-/-), keras (-/-), nyeri (-/-), ASI (+/+) Paru: sd ves +/+ RBH -/- RBK -/Jantung: S1>S2 Murmur (-) Gallop (-) Abdomen Cembung, striae (+), TFU 3 jari di bawah pusat Ekstremitas: Edem -/-/-/- akral hangat +/+/+/+ Genitalia: PPV (+), vulva eritem (-), tak tampak jejas, discharge (-)

Hasil Laboratorium (31/12/18) Nilai Hemoglobin Leukosit

Nilai Normal 12.7 14680 (H)

3600 – 11000 U/L

37

35 – 47 %

Eritrosit

3.7

3.8 – 5.2 10^6 /uL

284000

150.000 – 440.000/uL

MCV

95.9

80 -100 fL

MCH

33.3

26 – 34 pg/cell

MCHC

34.4

32 – 36 %

RDW

13.9

11.5 – 14.5 %

MPV

9.2 (L)

9.4 – 12.3 fL

Basofil

Nilai

Nilai Normal

11.7 – 15.5 g/dL

Hematokrit

Trombosit

ne

0.2

0-1

Eosinofil

0.3 (L)

2-4

Batang

0.5 (L)

3-5

Segmen

82.3 (H)

59-79

Limfosit

9.5 (L)

25-40

Monosit

7.2

2-8

Fisis Warna Kejernihan Bau Kimia Urobilinogen Glukosa Billirubin Keton Berat Jenis Eritrosit pH protein nitrit leukosit Sedimen Eritrosit Leukosit Epitel

Kuning Agak Keruh Khas normal negatif negatif negatif 1.010 50 6.5 100 negatif 500

Kuning muda-tua Jernih Khas normal negatif negatif negatif 1.001-1.035 negatif 5.9-9.0 negatif negatif negatif

16-18 >100 15-20

negatif negatif negatif

>30

negatif

Trichomonas

negatif

negatif

Jamur

negatif

negatif

Bakteri

A P4A1 usia 42 tahun, post partum spontan patologis dengan induksi atas indikasi PEB H+10 dengan Febris

P Lapor dr. Sutrisno, Sp.OG: - Inj. Ceftriaxone 1 gr/12 jam IV, skin test - PO Paracetamol 500 mg 3x1 tablet - Rawat Flamboyan

Diskusi

Infeksi Puerperalis

1.

KLASIFIKASI INFEKSI POSTPARTUM A. Klasifikasi Infeksi Postpartum Infeksi postpartum adalah infeksi bakteri pada traktus genitalia, terjadi sesudah melahirkan, ditandai dengan kenaikan suhu sampai 38⁰C atau lebih selama 2 hari berturut-turut dalam 10 hari pertama pasca persalinan, dengan mengecualikan 24 jam pertama. Penyebaran infeksi nifas terbagi menjadi : Infeksi terbatas pada perineum, vulva, vagina, serviks, dan endometrium • Vulvitis merupakan infeksi pada vulva. Vulvitis pada ibu pasca persalinan terjadi dibekas sayatan episiotomi atau luka perineum. Tepi luka berwarna merah dan bengkak, jahitan sudah lepas, luka yang terbuka menjadi ulkus dan mengeluarkan nanah.

– Vaginitis merupakan infeksi pada daerah vagina. Vaginitis pada ibu pasca persalinan terjadi secara langsung pada luka vagina ataupun luka perineum. Permukaan mukosa bengkak dan kemerahan, terjadi ulkus dan getah mengandung nanah yang keluar dari daerah ulkus. – Servisitis merupakan infeksi yang sering terjadi pada daerah serviks, tapi tidak menimbulkan banyak gejala. Luka serviks yang dalam dan meluas, dan langsung ke dasar ligamentum latum dan dapat menyebabkan infeksi yang menjalar ke parametrium. – Endometritis merupakan infeksi yang biasanya demam dimulai dalam 48 jam postpartum dan bersifat naik turun. Kuman-kuman memasuki endometrium (biasanya pada insersio plasenta) dalam waktu singkat dan menyebar ke seluruh endometrium.

• a.

Infeksi uterus Endometritis adalah infeksi pada endometrium (lapisan dalam dari rahim). infeksi ini dapat terjadi sebagai kelanjutan infeksi pada serviks atau infeksi tersendiri dan terdapat benda asing dalam rahim (Anonym, 2008). lebih sering terjadi pada proses kelahiran caesar, setelah proses persalinan yang terlalu lama atau pecahnya membran yang terlalu dini. Juga sering terjadi bila ada plasenta yang tertinggal di dalam rahim, mungkin pula terjadi infeksi dari luka pada leher rahim, vagina atau vulva. Tanda dan gejalanya sedikit demam, nyeri yang samar-samar pada perut bagian bawah dan kadangkadang keluar cairan dari vagina berbau tidak enak yang khas menunjukkan adanya infeksi pada endometrium serta gangguan buang air kecil

• b.

Infeksi uterus Miometritis adalah radang pada miometrium. Gejalanya berupa demam, uterus nyeri tekan, perdarahan vaginal dan nyeri perut bawah, lokhea berbau, purulen. Miometritis akut biasanya terdapat pada abortus septik atau infeksi postpartum. Miometritis kronik adalah diagnosa yang dahulu banyak dibuat atas dasar menometroragia dengan uterus lebih besar dari biasanya, sakit pnggang, dan leukore

c.

Parametritis Parametritis adalah radang dari jaringan longgar di dalam lig latum. Radang ini biasanya unilatelar. Tanda dan gejala suhu tinggi dengan demam tinggi, Nyeri unilateral tanpa gejala rangsangan peritoneum, seperti muntah Penyebab Parametritis yaitu : a. Endometritis dengan 3 cara yaitu : 1. Per continuitatum : endometritis → metritis → parametitis 2. Lymphogen 3. Haematogen : phlebitis → periphlebitis → parametritis b. Dari robekan serviks c. Perforasi uterus oleh alat-alat ( sonde, kuret, IUD )

o Mastitis Mastitis merupakan suatu proses peradangan pada satu atau lebih segmen payudara yang mungkin disertai infeksi atau tanpa infeksi. Apabila ASI menetap di bagian tertentu payudara, karena saluran tersumbat atau karena payudara bengkak, maka ini disebut stasis ASI. Bila ASI tidak juga dikeluarkan, akan terjadi peradangan jaringan payudara yang disebut mastitis tanpa infeksi, dan bila telah terinfeksi bakteri disebut mastitis terinfeksi. Diagnosis mastitis ditegakkan berdasarkan kumpulan gejala sebagai berikut: • Demam dengan suhu lebih dari 38,5oC • Menggigil • Nyeri atau ngilu seluruh tubuh • Payudara menjadi kemerahan, tegang, panas, bengkak, dan terasa sangat nyeri. • Peningkatan kadar natrium dalam ASI yang membuat bayi menolak menyusu karena ASI terasa asin • Timbul garis-garis merah ke arah ketiak.

Faktor risiko terjadinya mastitis antara lain: • Terdapat riwayat mastitis pada anak sebelumnya. • Puting lecet. Puting lecet menyebabkan timbulnya rasa nyeri yang membuat kebanyakan ibu menghindari pengosongan payudara secara sempurna. • Frekuensi menyusui yang jarang atau waktu menyusui yang pendek. Biasanya mulai terjadi pada malam hari saat ibu tidak memberikan bayinya minum sepanjang malam atau pada ibu yang menyusui dengan tergesa-gesa. • Pengosongan payudara yang tidak sempurna • Pelekatan bayi pada payudara yang kurang baik. Bayi yang hanya mengisap puting (tidak termasuk areola) menyebabkan puting terhimpit diantara gusi atau bibir sehingga aliran ASI tidak sempurna. • Ibu atau bayi sakit. • Frenulum pendek. • Produksi ASI yang terlalu banyak. • Berhenti menyusu secara cepat/ mendadak, misalnya saat bepergian. • Penekanan payudara misalnya oleh bra yang terlalu ketat atau sabuk pengaman pada mobil. • Sumbatan pada saluran atau muara saluran oleh gumpalan ASI, jamur,serpihan kulit, dan lain-lain. • Penggunaan krim pada puting. • Ibu stres atau kelelahan. • Ibu malnutrisi. Hal ini berhubungan dengan daya tahan tubuh yang rendah.

Infeksi yang penyebarannya melalui pembuluh darah • Septikemia : bakteri atau toksinnya langsung masuk ke dalam peredaran darah dan menyebabkan infeksi. • Piemia : infeksi dan abses pada organ-organ yang diserang yang didahului oleh terjadinya tromboflebitis. • Tromboflebitis : perluasan invasi mikroorganisme pathogen yang mengikuti aliran darah vena disepanjang vena dan cabang-cabangnya.

Infeksi yang penyebarannya melalui pembuluh limfe • Parametritis : infeksi yang terjadi di parametrium atau jaringan ikat sekitar uterus. • Peritonitis : inflamasi pada peritoneum yang merupakan lapisan membran serosa rongga abdomen. Infeksi yang penyebarannya melalui permukaan endometrium • Salpingitis : reaksi inflamasi dan infeksi pada saluran tuba. • Ooforitis : infeksi pada ovarium

• Syok Bakteremia Infeksi terutama yuang disebabkan oleh bakteri yang melepaskan endotoksin, bisa menimbulkan syok bakteremia (septic). Ibu hamil, terutama yang menderita diabetes mellitus atau ibu yang memakai obat imunosupresan, demikian juga ibu yang menderita endometritis selama periode pascapartum beresiko untuk mengalami syok bakteremia Tanda dan gejala  Demam yang tinggi dan mengigil, Ibu yang cemas dapat bersikap apatis,suhu tubuh sering kali sedikit turun, kulit menjadi dingin dan lembab, warna kulit menjadi pucat dan denyut nadi menjadi cepat, hipotensi serta sianosis peripheral bisa terjadi, oliguria

• Peritonitis peritonitis nifas bisa terjadi karena meluasnya endometritis, tetapi dapat juga ditemukan bersama-sama dengan salpingo-ooforitis dan sellulitis pelvika. Selanjutnya, ada kemungkinan bahwa abses pada sellulitis pelvika mengeluarkan nanahnya ke rongga peritoneum dan menyebabkan peritonitis Peritonitis pada infeksi post partum bukanlah peritonitis umum,hanya terbatas pada daerah pelvis. Gejalagejalanya tidak seberapa berat seperti pada peritonitis umum. Tanda dan gejala  demam, perut bawah nyeri, tetapi keadaan umum tetap baik,abses. Nanah yang biasanya terkumpul dalam kavum douglas harus dikeluarkan dengan kolpotomia posterior untuk mencegah keluarnya melalui rektum atau kandung kencing

• Infeksi Saluran Kemih Infeksi saluran kemih (ISK) terjadi pada sekitar 10% wanita hamil, kebanyakan terjadi pada masa prenatal. Ibu yang sebelumnya mengalami ISK memiliki kecenderungan mengidap ISK lagi sewaktu hamil. Faktor resiko pada wanita hamil  Servisitis, vaginitis, obstruksi ureter yang flaksid, refluks vesikoureteral, dan trauma lahir Etiologi  escherichia coli. Bakteriuria asimptomatik terjadi pada sekitas 5% nsampai 15% wanita hamil. Jika tidak diobati akan terjadi pielonefritis pada kira-kira 30% pada wanita hamil. Kelahiran dan persalinan premature juga dapat lebih sering terjadi.

• Septikemia dan piemia Pada septicemia kuman-kuman yang ada di uterus, masuk ke sirkulasi darah ibu dan menyebabkan infeksi. Keduanya merupakan infeksi berat namun gejala-gejala septicemia lebih bersifat muncul tiba-tiba daripada piemia. Septicemia penderita sudah sakit dan lemah sampai tiga hari postpartum, suhu meningkat dengan cepat, biasanya disertai menggigil. Selanjutnya, suhu berkisar antara 39 - 40°C, keadaan umum cepat memburuk, nadi menjadi cepat (140 - 160 kali/menit atau lebih). Penderita bisa meninggal dalam enam sampai tujuh hari postpartum. Piemia  tidak lama postpartum ibu merasa sakit, perut nyeri, dan suhu sedikit meningkat. Akan tetapi gejalagejala infeksi umum dengan suhu tinggi serta menggigil terjadi setelah kuman-kuman dengan embolus memasuki sirkulasi darah seluruh tubuh Suatu ciri khusus pada piemia ialah berulang-ulang suhu meningkat dengan cepat disertai menggigil, kemudian diikuti oleh turunnya suhu. Ini terjadi pada saat dilepaskannya embolus dari tromboflebitis pelvika. Lambat laun timbul gejala abses pada paru-paru, pneumonia dan pleuritis.

B. Epidemiologi Infeksi Postpartum Penyebab kematian ibu dikarenakan perdarahan, eklampsia, infeksi, persalinan macet, dan komplikasi keguguran (Depkes, 2010). Infeksi postpartum merupakan penyebab kematian maternal pada urutan kedua setelah perdarahan jika tidak segera ditangani (Hamilton, 2006). infeksi atau sepsis puerperalis menyebabkan 15% dari seluruh kematian ibu yang terjadi dinegara berkembang. Secara keseluruhan angka insiden dan prevalensi infeksi postpartum di Amerika Serikat adalah kurang. Dalam sebuah studi oleh Yokoe et al pada tahun 2001, 5,5% persalinan vagina dan 7,4% dari persalinan sesar mengakibatkan infeksi postpartum. Tingkat infeksi postpartum secara keseluruhan adalah 6,0%. Endometritis menyumbang hampir setengah dari infeksi pada pasien setelah persalinan sesar (3,4% dari persalinan sesar). Mastitis dan infeksi saluran kencing bersama-sama menyumbang 5% dari persalinan vagina. Dalam review paling mutakhir, angka kematian ibu yang berhubungan dengan infeksi postpartum berkisar dari 4-8%, atau sekitar 0,6 kematian ibu per 100.000 kelahiran hidup.

Etiologi infeksi post partum

Bermacam-macam jalan masuk bakteri seperti eksogen ( bakteri datang dari luar), autogen (bakteri masuk dari tempat lain dalam tubuh), dan endogen (bakteri berasal dari njalan lahir sendiri). Bakteri-bakteri yang sering menyebabkan infeksi antara lain : a. Streptococcus haemoliticus anerobic Masuknya bakteri secara eksogen dan menyebabkan infeksi berat. Infeksi ini biasanya ditularkan dari penderita lain, alatalat yang tidak steril, tangan penolong. b. Staphylococcus aureus Masuknya secara eksogen, infeksinya dalam tingkat sedang. Banyak ditemukan sebagai penyebab infeksi di rumah sakit. c. Escherichia coli Sering berasal dari kandung kemih dan rectum, menyebabkan infeksi terbatas pada perineum, vulva dan endometrium. Bakteri ini merupakan sebab penting dari infeksi traktus urinarius. d. Clostridium welchii Bakteri ini bersifat anaerob, jarang ditemukan akan tetapi sangat berbahaya. Infeksi ini lebih sering terjadi pada abortus kriminalis dan partus yang ditolong oleh dukun dari luar rumah sakit.

Cara terjadinya infeksi : 1.

2. 3.

Tangan pemeriksa atau penolong yang tertutup sarung tangan pada pemeriksaan dalam atau operasi dimana membawa bakteri yang sudah ada dalam vagina ke dalam uterus. Kemungkinan lain adalah sarung tangan atau alat-alat yang dimasukkan ke dalam jalan lahir tidak sepenuhnya bebas dari bakteri. Droplet infection. Sarung tangan atau alat-alat terkontaminasi bakteri yang berasal dari hidung atau tenggorokan tenaga kesehatan. Didalam rumah sakit banyak bakteri-bakteri pathogen yang berasal dari penderita dengan berbagai jenis infeksi. Bakteri-bakteri ini bisa dibawa oleh aliran udara kemana-mana anatara lain misalnya, ke handuk, kain-kain, alat-alat yang digunakan untuk merawat wanita dalam persalinan atau nifas.

Faktor risiko dan pencegahan infeksi post partum

3. FAKTOR RISIKO DAN PENCEGAHAN INFEKSI POSTPARTUM A. FAKTOR RISIKO INFEKSI POSTPARTUM • Faktor status sosioekonomi Faktor sosioekonomi telah dilaporkan mempengaruhi timbulnya infeki nifas, penderita dengan status sosioekonomi rendah mempunyai resiko timbulnya infeksi nifas jika dibandingkan dengan penderita dengan kelas sosioekonomi menengah, terutama bila timbul factor resiko yang lain misalnya ketuban pecah dini dan seksio sesarea. Status sosioekonomi yang rendah ini dihubungkan dengan timbulnya anemia, status nutrisi/gizi yang rendah, dan perawatan antenatal yang tidak adekuat.

• Faktor proses persalinan Proses persalinan sangat mempengaruhi resiko timbulnya infeksi nifas, diantaranya ialah partus lama atau partus kasep, lamanya ketuban pecah, korioamnionitis, pemakaian monitoring janin intrauterine, jumlah pemeriksaan dalam yang dilakukan selama proses persalinan dan perdarahan yang terjadi. • Faktor tindakan persalinan Tindakan persalinan merupakan salah satu factor resiko penting untuk terjadinya infeksi nifas. Seksio sesarea merupakan factor utama timbulnya infeksi nifas. Penderita yang mengalami seksio sesarea mempunyai factor resiko 5-30 kali lebih besar. Selain itu, beberapa tindakan pada persalinan misalnya ekstraksi forceps, tindakan episiotomy, laserasi jalan lahir, dan pelepasan plasenta secara manual juga meningkatkan resiko timbulnya infeksi nifas.

faktor predisposisi infeksi nifas: • Semua keadaan yang dapat menurunkan daya tahan tubuh, seperti kurang gizi atau malnutrisi, dan anemia • Persalinan lama, khususnya dengan pecah ketuban • Pecah ketuban yang lama sebelum persalinan • Teknik aseptik tidak sempurna • Bermacam-macam pemeriksaan vagina selama persalinan, khususnya pecah ketuban • Tidak memperhatikan teknik mencuci tangan • Manipulasi intra uteri (misal: eksplorasi uteri, pengeluaran plasenta manual) • Trauma jaringan yang luas atau luka terbuka, seperti laserasi yang tidak diperbaiki • Pelahiran operatif terutama pelahiran melalui seksio sesarea • Retensi sisa plasenta atau membran janin • Perawatan perineum tidak memadai • Infeksi vagina/serviks atau penyakit menular seksual yang tidak ditangani

B. PENCEGAHAN INFEKSI POSTPARTUM 1. Masa kehamilan a) Mengurangi atau mencegah faktor-faktor predisposisi seperti anemia, malnutrisi dan kelemahan serta mengobati penyakit-penyakit yang diderita ibu. b) Pemeriksaan dalam jangan dilakukan kalau tidak ada indikasi yang perlu. Koitus pada hamil tua hendaknya dihindari atau dikurangi dan dilakukan hati-hati karena dapat menyebabkan pecahnya ketuban. Kalau ini terjadi infeksi akan mudah masuk dalam jalan lahir. 2. Selama persalinan Usaha-usaha pencegahan terdiri atas membatasi sebanyak mungkin masuknya kuman-kuman dalam jalan lahir : a) Hindari partus terlalu lama dan ketuban pecah lama/menjaga supaya persalinan tidak berlarut-larut. b) Menyelesaikan persalinan dengan trauma sedikit mungkin. c) Perlukaan-perlukaan jalan lahir karena tindakan baik pervaginam maupun perabdominam dibersihkan, dijahit sebaik-baiknya dan menjaga sterilitas. d) Mencegah terjadinya perdarahan banyak, bila terjadi darah yang hilang harus segera diganti dengan tranfusi darah. e) Semua petugas dalam kamar bersalin harus menutup hidung dan mulut dengan masker; yang menderita infeksi pernafasan tidak diperbolehkan masuk ke kamar bersalin. f) Alat-alat dan kain-kain yang dipakai dalam persalinan harus suci hama. g) Hindari pemeriksaan dalam berulang-ulang, lakukan bila ada indikasi dengan sterilisasi yang baik, apalagi bila ketuban telah pecah.

3.

Selama nifas a) Luka-luka dirawat dengan baik jangan sampai kena infeksi, begitu pula alatalat dan pakaian serta kain yang berhubungan dengan alat kandungan harus steril. b) Penderita dengan infeksi nifas sebaiknya diisolasi dalam ruangan khusus, tidak bercampur dengan ibu sehat. c) Pengunjung-pengunjung dari luar hendaknya pada hari-hari pertama dibatasi sedapat mungkin.

Diagnosis dan pemeriksaan penunjang

4. Diagnosa dan pemeriksaan penunjang pada infeksi postpartum A. Diagnosa infeksi nifas 1. Temuan klinis melalui Anamnesa 2. Temuan klinis melalui pemeriksaan fisik Infeksi nifas dibagi atas 2 golongan yaitu : 1. Infeksi yang terbatas pada perineum, vulva, vagina dan endometrium Infeksi perineum, vulva, vagina dan serviks Temuan klinis melalui anamnesa dan pemeriksan fisik secara umum adalah : • Rasa nyeri dan panas pada tempat infeksi, disuria dengan atau tanpa distensi urin • Jahitan luka mudah lepas, merah dan bengkak • Bila sekret atau cairan akibat peradangan bisa keluar, biasanya keadaan tidak berat. Suhu sekitar 38 C, nadi kurang dari 100 X / menit • Bila luka terinfeksi, tertutup jahitan dan sekret atau cairan akibat peradangan tidak dapat keluar, demam bisa meningkat antara 39 – 40 C, kadang – kadang disertai menggigil

Penyebaran infeksi nifas pada perineum, vulva, vagina, serviks dan endometrium meliputi: 1. Vulvitis Tepi luka berwarna merah dan bengkak, jahitan mudah lepas, luka yang terbuka menjadi ulkus dan mengeluarkan nanah, pada ibu didapatkan kenaikan suhu. 2. Vaginitis Permukaan mukosa bengkak dan kemerahan, terjadi ulkus dan getah mengandung nanah dari daerah ulkus, pada ibu didapatkan kenaikan suhu. 3. Servisitis Menimbulkan luka pada serviks, pada ibu didapatkan kenaikan suhu ,biasanya tidak menimbulkan banyak gejala 4. Endometritis – Kadang – kadang lochea tertahan dalam uterus oleh darah – Pengeluaran lochea bisa banyak / sedikit, kadang – kadang berbau / tidak, lochea berwarna merah / coklat – Suhu badan meningkat mulai 48 jam post partum (38,5 – 40 C) menggigil, nadi biasanya sesuai dengan kurva suhu badan – Sakit kepala, sulit tidur, anoreksia – Nyeri tekan pada uterus, uterus agak membesar dan lembek – Leukositosis dapat berkisar antara 15.000 – 30.000

2. Penyebaran dari tempat-tempat infeksi melalui vena-vena, jalan limfe dan permukaan endometrium. Infeksi nifas yang penyebarannya melalui pembuluh darah yaitu : 1. Septikemia – kelihatan sudah sakit dan lemah sejak awal – keadaan umum jelek – Menggigil – nadi cepat 140 – 160 x per menit atau lebih – suhu meningkat antara 39-40°C – sesak nafas – kesadaran turun – gelisah. 2. Piemia – Tidak lama post partum pasien sudah merasa sakit – perut nyeri – suhu tinggi, menggigil setelah kuman dengan emboli memasuki peredaran darah umum. Ciri khas: Berulang – ulang suhu meningkat disertai menggigil, diikuti oleh turunnya suhu lambat akan timbul gejala abses paru, pneumonia dan pleuritis

Infeksi nifas yang penyebarannya melalui jalan limfe antara lain : 1. Peritonitis – Suhu badan tinggi – nadi cepat dan kecil – perut nyeri tekan (defence muskulare) – pucat – mata cekung yang disebut dengan muka hipokrates (facies hipocratica), – kulit dingin Peritonitis yang terdapat dipelvis : – Pasien demam, – nyeri perut bawah, – nyeri periksa dalam kavum douglasi menonjol karena adanya abses 2. Selvitis pelvika (parametrisis) – Bila suhu tinggi menetap lebih dari satu minggu disertai rasa nyeri dikiri / di kanan dan nyeri pada periksa dalam – Pemeriksaan dalam dapat diraba tahanan padat dan nyeri disebelah uterus – Ditengah jaringan yang mengandung bisa timbul abses. – Dalam keadaan ini suhu yang mula – mula tinggi menetap menjadi naik turun disertai menggigil. Infeksi nifas yang penyebaran melalui permukaan endometrium adalah salfingitis dan ooforitis – nyeri tekan pada salah satu atau kedua sisi abdomen – demam disertai menggigil – pengeluaran sekret yang banyak dan kadang disertai pus.

B. Pemeriksaan penunjang infeksi nifas 1. Hitung darah lengkap Untuk memperkirakan apakah ibu mengalami kehilangan darah atau tidak, untuk mengetahui apakah ada/tidak terjadi perubahan Hb atau Ht dan peningkatan sel darah putih (SDP). Salah satu yang mengindikasikan seseorang terkena infeksi adalah terjadi peningkatan leukosit, yaitu mencapai >11.000/mm³ 2. Kultur uterus dan vagina Untuk memastikan diagnosa infeksi postpartum dan juga mengesampingkan diagnosa banding lainnya. Dengan kultur uterus atau vagina dapat diketahui mikroorganisme yang menyebabkan infeksi pada ibu, sehingga tenaga kesehatan dapat melakukan penatalaksanaan dengan tepat. 3. Urinalisis Untuk mengetahui jumlah urine, dan untuk memastikn apakah ada kerusakan kandung kemih atau tidak. 4. USG Pemeriksaan menggunakan USG penting dilakukan jika infeksi pada ibu diduga terjadi karena tertinggalnya sisa plasenta dalam uterus.

Penatalaksanaan infeksi post partum

5. Penatalaksanaan Infeksi Postpartum 1. Metritis Tatalaksana a. Tata Laksana Umum •

Berikan antibiotika sampai dengan 48 jam bebas demam: • Ampisilin 2 g IV setiap 6 jam • Ditambah gentamisin 5 mg/kgBB IV tiap 24 jam • Ditambah metronidazol 500 mg IV tiap 8 jam • Jika masih demam 72 jam setelah terapi, kaji ulang diagnosis dan tatalaksana • Cegah dehidrasi. Berikan minum atau infus cairan kristaloid. • Pertimbangkan pemberian vaksin tetanus toksoid (TT) bila ibu dicurigai terpapar tetanus (misalnya ibu memasukkan jamu-jamuan ke dalam vaginanya). • Jika diduga ada sisa plasenta, lakukan eksplorasi digital dan keluarkan bekuan serta sisa kotiledon. Gunakan forsep ovum atau kuret tumpul besar bila perlu

– – – – – – – – – – – – – –

Jika tidak ada kemajuan dan ada peritonitis (demam, nyeri lepas dan nyeri abdomen), lakukan laparotomi dan drainaseabdomen bila terdapat pus. Jika uterus terinfeksi dan nekrotik, lakukan histerektomi subtotal. Lakukan pemeriksaan penunjang: Pemeriksaan darah perifer lengkap termasuk hitung jenis leukosit Golongan darah ABO dan jenis Rh Gula Darah Sewaktu (GDS) Analisis urin Kultur (cairan vagina, darah, dan urin sesuai indikasi) Ultrasonografi (USG) untuk menyingkirkan kemungkinan adanya sisa plasenta dalam rongga uterus atau massa intra abdomenpelvik Periksa suhu pada grafik (pengukuran suhu setiap 4 jam) yang digantungkan pada tempat tidur pasien. Periksa kondisi umum: tanda vital, malaise, nyeri perut dan cairan per vaginam setiap 4 jam. Lakukan tindak lanjut jumlah leukosit dan hitung jenis leukosit per 48 jam. Terima, catat dan tindak lanjuti hasil kultur. Perbolehkan pasien pulang jika suhu < 37,50 C selama minimal 48 jam dan hasil pemeriksaan leukosit < 11.000/mm3.

2. Abses Pelvis a. Tatalaksana umum : b. Tatalaksana Khusus – Berikan antibiotika kombinasi sebelum pungsi dan drain abses sampai 48 jam bebas demam: • Ampisilin 2 g IV setiap 6 jam • Ditambah gentamisin 5 mg/kgBB IV tiap 24 jam • Ditambah metronidazol 500 mg IV tiap 8 jam

– Jika kavum Douglas menonjol, lakukan drain abses, jika demam tetap tinggi, lakukan laparotomi.

3. Infeksi luka perineum dan luka abdominal A. Abses, seroma dan hematoma pada luka a. Tatalaksana umum • Kompres luka dengan kasa lembab dan minta pasien mengganti kompres sendiri setiap 24 jam. • Jaga kebersihan ibu, minta ibu untuk selalu mengenakan baju dan pembalut yang bersih.

b. Tatalaksana khusus • • • •

Jika terdapat pus atau cairan, bukalah luka dan lakukan drainase. Angkat kulit yang nekrotik, jahitan subkutis dan buat jahitan situasi. Jika terdapat abses tanpa selulitis, tidak perlu diberikan antibiotika. Bila infeksi relatif superfisial, berikan ampisilin 500 mg per oral selama 6 jam dan metronidazol 500 mg per oral 3 kali/hari selama 5 hari.

B. Selulitis dan fasiitis nekrotikan a. Tatalaksana Umum : b. Tatalaksana Khusus 1) Jika terdapat pus atau cairan, bukalah luka dan lakukan drainase. 2) Angkat kulit yang nekrotik, jahitan subkutis dan lakukan debridemen. 3) Jika infeksi hanya superfisial dan tidak meliputi jaringan dalam, pantau timbulnya abses dan berikan antibiotika: • Ampisilin 500 mg per oral 4 kali sehari selama 5 hari. • Ditambah metronidazol 500 mg per oral 3 kali sehari selama 5 hari. 4) Jika infeksi cukup dalam, meliputi otot, dan menimbulkan nekrotik (fasiitis nekrotikan), siapkan laparotomi dan berikan kombinasi antibiotika sampai jaringan nekrotik telah diangkat dan 48 jam bebas demam: • Penisillin G 2 juta unit IV setiap 6 jam • Ditambah gentamisin 5 mg/kgBB IV tiap 24 jam • Ditambah metronidazol 500 mg IV tiap 8 jam • Jika sudah 48 jam bebas demam, berikan: o Ampisilin 500 mg per oral 4 kali sehari selama 5 hari o Ditambah metronidazol 500 mg per oral 3 kali sehari selama 5 hari o Catatan : Fasiitis nekrotikan membutuhkan debridemen dan jahitan situasi. Lakukan jahitan reparasi 2-4 minggu kemudian, bila luka sudah bersih. • Jika infeksi parah pada fasiitis nekrotikan, rawat pasien di rumah sakit untuk tatalaksana dan ganti kasa penutup luka 2 kali sehari.

4. Mastitis a. Tatalaksana Umum – Ibu sebaiknya tirah baring dan mendapat asupan cairan yang lebih banyak. – Sampel ASI sebaiknya dikultur dan diuji sensitivitas. b. Tatalaksana Khusus – Berikan antibiotika : • Kloksasilin 500 mg per oral per 6 jam selama 10-14 hari • ATAU eritromisin 250 mg per oral 3 kali sehari selama 10-14 hari

– Dorong ibu untuk tetap menyusui, dimulai dengan payudara yang tidak sakit. Bila payudara yang sakit belum kosong setelah menyusui, pompa payudara untuk mengeluarkan isinya. – Kompres dingin pada payudara untuk mengurangi bengkak dan nyeri. – Berikan parasetamol 3 x 500 mg per oral. – Sangga payudara ibu dengan bebat atau bra yang pas. – Lakukan evaluasi setelah 3 hari.

Related Documents

Lapjag 31 Desember.pptx
April 2020 12
Lapjag Lail.docx
April 2020 21
Lapjag 11 Maret.pptx
December 2019 21
Lapjag Nn E Rsnd.docx
April 2020 20

More Documents from "Rheza Rizaldy"