Kelompok 7 Anak.docx

  • Uploaded by: yuda suharyadi97
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Kelompok 7 Anak.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 3,613
  • Pages: 19
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan, demikian disebutkan di dalam Pasal 1 UU No 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa harus kita jaga karena dalam dirinya melekat harkat, martabat, dan hak-hak sebagai manusia yang harus dijunjung tinggi. Hak asasi anak merupakan bagian dari hak asasi manusia yang termuat dalam UUD 45, Konvensi Hak Anak dan UU No 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Anak mempunyai hak yang bersifat asasi sebagaimana yang dimiliki orang dewasa, hak asasi manusia (HAM). Namun pemberitaan yang menyangkut hak anak tidak segencar sebagaimana hak-hak orang dewasa atau isu gender, yang menyangkut hak perempuan.Kekerasan dan penelantaran pada anak bukanlah masalah baru, bahkan sudah menjadi masalah global dan terjadi pada hampir tiap negara didunia, tidak terkecuali Indonesia. Orang tua, keluarga, dan masyarakat bertanggung-jawab untuk menjaga dan memelihara hak asasi tersebut sesuai dengan kewajiban yang dibebankan oleh hukum.Demikian pula dalam rangka penyelenggaraan perlindungan anak, negara dan pemerintah bertanggung-jawab menyediakan fasilitas dan aksesibilitas bagi anak, terutama dalam menjamin pertumbuhan dan perkembangannya secara optimal dan terarah.Perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi, secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi (Pasal 1 UU No 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak). Upaya perlindungan anak perlu dilaksanakan sedini mungkin, yakni sejak dari janin dalam kandungan sampai anak berumur 18 tahun. Bertitik tolak dari konsepsi perlindungan anak yang utuh, menyeluruh, dan komprehensif, kewajiban memberikan perlindungan anak didasarkan atas asas-asas : non diskriminatif, kepentingan yang terbaik bagi anak, hak untuk hidup – kelangsungan hidup dan perkembangan, dan penghargaan terhadap pendapat anak. Perlindungan khusus bagi anak korban penculikan, penjualan dan perdagangan anak, anak korban kekerasan, anak korban perlakuan salah dan penelantaran, dilakukan melalui berbagai upaya seperti sosialisasi peraturan perundang-undangan, pengawasan, perlindungan, pencegahan, perawatan, dan rehabilitasi, baik dilakukan oleh pemerintah maupun oleh masyarakat. Kekerasan dan penelantaran anak merupakan suatu tindakan yang dpat memberikan dampak dan efek yang panjang, baik untuk anak tersebut dan masa depannya juga dengan lingkungan dimana terdapat anak yang menerima perlakuan menyimpang.

B. Rumusan Masalah 1. Apa pengertian child neglect? 2. Apa klarifikasi child neglect? 3. Apa etiologi dari child neglect? 4. Apa manifestasi klinis child neglect? 5. Apa patofisiologi child neglect? 6. Apa penatalaksanaan child neglect? 7. Apa Peran perawat dalam penangakan anak telantar? 8. Tanda dan Gejala child neglect? 9. Bagaimanakah asuhan keperawatan pada child neglect? C. Tujuan 1. Untuk mengetahui pengertian child neglect. 2. Untuk mengetahui klarifikasi dari child neglect. 3. Untuk mengetahui etiologi dari child neglect. 4. Untuk mengetahui manifestasi klinis child neglect. 5. Untuk mengetahui patofisiologi child neglect. 6. Untuk mengetahui penatalaksanaan child neglect. 7. Untuk mengetahui yang harus dilakukan oleh seorang perawat dalam penanganan child neglect 8. Untuk mengetahui tanda dan gejala child neglect. 9. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada child neglect.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi Penelantaran anak (child neglect) adalah kegagalan dalam menyediakan segala sesuatu yang dibutuhkan untuk tumbuh kembangnya, seperti : kesehatan, pendidikan, perkembangan emosional, nutrisi, rumah atau tempat bernaung, dan keadaan hidup yang aman, di dalam konteks sumber daya yang layaknya dimiliki oleh keluarga atau pengasuh, yang mengakibatkan atau sangat mungkin mengakibatkan gangguan kesehatan atau gangguan perkembangan fisik, mental, spiritual, moral dan sosial. Termasuk didalamnya adalah kegagalan dalam mengawasi dan melindungi secara layak dari bahaya atau gangguan. (WHO) Pengabaian fisik seorang anak merujuk pada kegagalan orang tua atau pengasuh untuk memberikan kebutuhan dasar anak, seperti makanan, pakaian, tempat berlindung, perawatan medis dan pendidikan. Pengabaian secara emosional merujuk pada kegagalan kronis orang tua atau pengasuh untuk memberikan anak harapan, cinta, dan dukungan yang dibutuhkan untuk perkembangan suara dan kepribadian yang sehat. (Mary C Towsend 1998). Neglect child merupakan penolakan atau pengabaian untuk memenuhi kewajiban memberikan kehidupan, perawatan atau pemeliharaan bagi anak sesuai hukum yang berlaku atau persetujuan. Neglect child bisa secara fisikal, edukasi, maupun emosional. Secara fisikal ialah berupa gagal menyediakan makanan dan pakaian secara layak, kesehatan yang tidak dijaga, pengawasan baik dalam cuaca dan lingkungan.Ditinggal atau diterlantarkan juga termasuk dalamnya.Sedang secara edukasi bisa berupa gagal menyediakan atau memberikan pendidikan secara layak, baik sekolah normal ataupun sekolah untuk kebutuhan khusus.Secara emosional atau psikis, bisa berupa kurangnya dukungan secara emosional dan kasih sayang, tidak pernah mengunjungi kegiatan anaknya, ataupun karena adanya tindak kekerasan / pelecehan dengan obat obatan sehingga anak menjadi ikut serta dalam mengkonsumsi alcohol dan obat obatan terlarang,dsb. Anak akan merasa diabaikan, disia-siakan dan tidak diinginkan dengan cara tidak mempedulikan dan menyediakan keperluan dasar anak (Atkinson, 2009). Definisi dari anak terlantar menurut PMKS Dinas Sosial adalah anak yang berusia 5–18 tahun yang karena sebab tertentu (karena beberapa kemungkinan misalnya miskin/tidak mampu, salah seorang dari orang tuanya / wali sakit , salah seorang / kedua orang tuanya/wali atau pengasuh meninggal, keluarga tidak harmonis), sehingga tidak dapat terpenuhi kebutuhan dasarnya dengan wajar baik secara jasmani, rohani maupun sosial dengan kriteria anak (laki–laki/perempuan) usia 5–18 tahun, anak yatim, piatu, yatim piatu maupun masih punya kedua orang tua,

tidak terpenuhi kebutuhan dasarnya, anak yang lahir karena pemerkosaan, tidak ada yang mengurus dan tidak mendapat pendidikan.

B. Klarifikasi a. Pengabaian Desersi atau keberadaan anak Hal ini dapat mencakup kelalaian membawa pulang bayi baru lahir setelah persalinan atau meninggalkan anak di rumah sakit karena kesengajaan. Lalai dalam tanggung jawab akan lahir dan adanya anak di dekat mereka dengan sengaja dilakukan karena adanya penolakan akan kehadiran anak b. Penelantaran Pendidikan (Educational Neglect) Yaitu kelalaian orang tua untuk tidak menyekolahkan anak diusia wajib sekolah, tidak memberikan/menyediakan sarana pendidikan yang diperlukan anak, tidak mendaftarkan anak yang memerlukan bidang pendidikan khusus, membiarkan masa muda anak untuk mulai bekerja keras. Melalaikan bidang pendidikan dapat mengakibatkan anak tidak berhasil untuk memperoleh ketrampilan dasar hidup, keluar dari sekolah, menunjukkan perilku mengganggu.Hal ini merupkan ancaman serius pada umur emosional anak, kesehatan fisik, pengembangan atan pertumbuhan psikologis normal. Kelalaian menjamin bahwa anak-anak dapat bersekolah secara teratur, mendapatkan hak mereka untuk bersekolah sewajarnya dan mendapatkan pendidikan sesuai tumbuh kembang mereka yang disesuaikan dengan umur. c. Penelantaran Emosional (Emotionl / Psychological Neglect) Melalaikan emosional meliputi acuh atau sibuk bekerja keras dengan kehadiran anak, membiarkan seorang anak untuk menggunakan alkohol/obat terlarang, tidak memenuhi kebutuhn psokologis, meremehkan anak dan menolak kasih sayang. Berikut perilaku orang tua yang dianggap sebagai bentuk penganiayaan emosional pada anak : 1) Melalaikan 2) Penolakan ( misal menolak untuk memberikan kasih sayang ) 3) Secara lisan menyerang anak ( misalnya, meremehkan, saling mengatai atau ancaman ) 4) Pengasingan ( Mencegah anak untuk mempunyai kontak sosial normal dengan orang dewasa atau anak – anak lain ) 5) Teror ( mengancam anak dengan hukuman keras atau menciptakan suatu iklim teror dengan merangsang masa kanak – kanak takut ) d. Penelantaran Perawatan Kesehatan (Medical Neglect) Yaitu kegagalan untuk menyediaakan pelayanan kesehatan sesuai kebutuhan anak(walaupun keuangan mampu melakukannya),menempatkan anak pada

kondisi yang mengancam jiwa, atau kondisi sekarat, dan juga termasuk orang tua yang mengabaikan rekomendasi medis untuk seorang anak dengan suatu cacat atau penyakit kronis. Keadaan ini dapat berakibat kesehatan lemah dan permasalahan medis.Walaupun melalaikan medis sering dihubungkan dengan isu keuangan, disini ada suatu pembedaan antara suatu kemampuan dalam kepedulian pemberian untuk menyediakan keperlun dasar pada norma – norma budaya atau ketiadaan sumber daya keuangan dan suatu penolakan/keseganan pengetahuan untuk menyediakan pelayanan.Kelalaian dalam memberikan perawatan kesehatan, tidak melakukan imunisasi saat masih bayi, tidak memberikan perawatan kesehatan saat anak sakit dan lainnya C. Etiologi Beberapa factor yang menyebabkan terjadinya penelantaran adalah: 1. Trauma masa lalu pada orang tua. (Faktor Predisposisi) Perlakuan dimasa lalu yang dialami biasanya akan membekas dalam benak seseorang dan akan melakukan seperti hal yang sama dimasa dewasanya dan ia akan mengadopsi perilaku yang sesuai dengan nilai orang tuanya (Paul Henry Mussen, 1989). 2. Masalah ekonomi (Faktor presipitasi) Masalah ekonomi juga menjadi penyebab orang tua bersikap demikian kepada anaknya.Pada tahun 1976, Biro Anak-anak Nasional menerbitkan hasil dari suatu survei yang memperlihatkan bahwa ketidakberuntungan yang dialami oleh anak bukanlah disebabkan hanya karena berasal dalam keluarga orang tua tunggal, tetapi juga disebabkan oleh kemiskinan. (Sacharin, 1994) 3. Jumlah anak dalam keluarga (Faktor Predisposisi) Keluarga dengan anggota keluarga lebih dari 4 anak bisanya cenderung untuk tak terlalu memperhatikan perkembangan dari setiap anak-anaknya. Terdapat kecenderungan bagi anak pertama dan anak bungsu untuk mengalami perlakuan yang buruk yakni pada saat anak belum mampu untuk berkomunikasi dan bergerak (Rosa M Sacharin, 1994) 4. Anak yang tidak diharapkan (Faktor Predisposisi) Orang tua memiliki potensi untuk melukai anak-anak. Ada beberapa pandangan orang tua yang melihat anak mereka berbeda dari anak lain. Hal ini dapat terjadi pada anak yang tidak diinginkan atau anak yang tidak direncanakan, anak yang cacat, hiperaktif, cengeng, anak dari orang lain yang tidak disukai, misalnya anak mantan suami/istri, anak tiri, serta anak dengan berat lahir rendah. Terdapat juga kemungkinan penyakit organic yang terkait dengan anak atau kepribadian dan perilaku anak yang mengakibatkan orang tua tidak menginginkan anak tersebut (Rosa M Sacharin 1994). 5. Kelainan mental orang tua (Faktor Predisposisi) Mental orang tua ikut mempengaruhi terjadinya penelantaran pada anak. Orang tua yang mengkonsumsi alcohol, penggunaan obat, biasanya akan mengalami

gangguan proses piker dan cenderung deprivasi social dan tidak peduli lagi dengan lingkungan sekitarnya D. Manifestasi Klinis Tanda dan gejala dari neglect abuse menurut Paul Henry Mussen (1989), dilihat dari keadaan fisik dan keadaan psikologis anak. Manifestasi ini antara lain : a. Keadaan fisik  kulit yang kotor dan tidak terawatt  ruam kulit  gangguan pencernaan  rambut merah, kusam, rontok dan tipis  kurus b. pasif  pemalu dan tidak percaya diri  menjauhi keramaian  sedih  depresi E. Patofisiologi Neglect Abuse merupakan suatu keadaan dimana anak tidak mendapatkan perhatian atau ditelantarkan. Neglect abuse sendiri dibedakan menjadi beberapa macam, antara lain penelantaran pendidikan, perawatan kesehatan, emosional, gizi, fisik, dan penelantaran terhadap pengawasan dan pendampingan anak Adanya penelantaran terhadap anak juga dapat menyebabkan terjadinya gangguan psikologi kejiwaan. Anak akan merasa tertekan, sehingga memunculkan respon tubuh yakni stres. Stres akan mengaktivasi pusat stres yakni hipotalamus. Hipotalamus juga dinamakan pusat stres otak karena fungsi gandanya dalam keadaan darurat. Fungsi pertamanya adalah mengaktivasi cabang simpatis dan sistem saraf otonomik. Sistem simpatis juga menstimulasi medulla adrenal untuk melepaskan hormon Epineprin dan noreprineprin ke dalam pembuluh darah. Epineprin memiliki efek yang sama pada otot dan organ seperti sistem saraf simpatis dan dengan demikian berfungsi memperkuat tingkat rangsangan. Norepineprin mengaktivasi pada kelenjar hipofisis, bertanggung jawab secara tidak langsung untuk pelepasan gula dari hati. Hipotalamus melakukan fungsi kedua (aktivasi sistem korteks adrenal) dengan mengirim sinyal ke kelenjar hipofisis yang terletak tepat di bawahnya agar mensekresikan hormon adrenokortikotropik (ACTH), hormon stres utama dalam tubuh. ACTH menstimulasi lapisan luar kelenjar adrenal yang menyebabkan pelepasan sekelompok hormon (salah satu yang utama adalah kortisol) yang meregulasi kadar glukosa dan mineral tertentu di dalam darah. (Rita L Atkinson dkk 1987) Seorang anak yang terlantar cenderung mengalami kebutuhan makan yang tidak terpenuhi pula, hal ini akan mengakibatkan asupan nutrisinya menurun,

mengalami kurang gizi sehingga menyebabkan imunitasnya ikut turun dan anak akan mudah sakit. Selain itu anak akan mengalami dehidrasi berat, kelaparan, kurus dan gangguan pencernaan lain serta kemungkinan besar akan terjadi gagal tumbuh kembang. (Potter Perry 2005). Pathway

F. Penatalaksanaan Perawatan dan perlindungan pada anak terlantar biasanya dilakukan oleh lembaga-lembaga perlindungan anak seperti UNICEF, Yayasan Peduli Anak Negeri (YPAN), Komisi Perlindungan Anak (KPAI), Dinas Sosial dan lembaga-lembaga swasta seperti Panti Asuhan dan lain-lain. Perlindungan dan kesejahteraan anak telah diatur oleh undang-undang, seperti misalnya pada pasal 23 Tahun 2002. Masyarakat yang menjumpai adanya perlakuan yang salah pada anak seperti penelantaran anak bisa melaporkannya kepada lembaga-lembaga pemerintah seperti di atas. Penatalaksanaan yang dilakukan pada anak yang ditelantarkan tidak hanya berfokus pada kesehatan fisiologinya saja, tapi juga pada kesehatan psikologisnya. Perawatan pada anak terlantar meliputi 2 aspek, yakni dalam hal kesehatan yang berhubungan dengan penyakit yang timbul akibat dari kurangnya perhatian dan penatalaksanaan dalam bidang psikologi jiwanya yang secara tidak langsung juga akan mengalami gangguan akibat stress emosional yang dirasakan selama mengalami penelantaran. Penatalaksanaan psikologis biasanya dilakukan oleh psikiatri, psikolog anak dan perawat jiwa, dimana dalam pelaksanaannya banyak dilakukan di lembagalembaga social seperti telah dijelaskan sebelumnya.

a. Penatalaksanaan psikologis Mengurangi respon stress, antara lain dengan : a) Olahraga b) Humor c) Istirahat d) Nutrisi e) Tekhnik relaksasi f) Spiritualis (Potter Perry:2005) b. Terapi bermain Terapi bermain (play therapy) memungkinkan anak mengatasi frustasi dan merupakan suatu medium bagi ahli terapi untuk menganalisis konflik dan masalh yang terjadi pada anak. Fungsi dari bermain yakni memberikan kesempatan pada anak untuk menyalurkan energy, membnatu anak belajar tentang keterampilan social, dan menolong anak menguasai kecemasan dan konflik karena tekanan(Freud dan Erikson) a) Teknik terapi bermain: Tekhnik terapi bermain ini meliputi permainan boneka, cerita..  Boneka Selama bermain anak akan mengidentifikasikan diri dengan boneka, memproyeksikan sendiri ke dalam figure permainan, memindahkan konflik kepada boneka. Bagi konselor, permainan ini dapat memberikan suatu pandangan tentang pikiran, perasaan, dan tingkah laku anak.  Bercerita Bercerita merupakan bentuk permainan yang paling sehat. Pendekatan terapi yang dilakukan adalah dengan mengajak, memberikan waktu, dan membiarkan anak bercerita, dari cerita yang diungkapkan anak, konselor dapat menciptakan cerita yang mengarahkan pada pemecahan masalah yang dialami anak. Dengan mendengarkan cerita anak, konselor dapat memahami lebih baik tentang konflik dan masalah yang terjadi pada diri anak b) Pendekatan terapi behavioural (terapi tingkah laku) Tujuan dari terapi ini adalah mengahapus/menghilangkan tingkah laku maladaptif (masalah) untuk digantikan dengan tingkah laku baru yaitu tingkah laku adaptif yang diinginkan klien  Prinsip Kerja Teknik Terapi Tingkah Laku Memodifikasi tingkah laku melalui pemberian penguatan. Agar anak terdorong untuk merubah tingkah lakunya penguatan tersebut hendaknya mempunyai daya yang cukup kuat dan dilaksanakan secara sistematis dan nyata-nyata ditampilkan melalui tingkah laku anak.  Penatalaksanaan fisiologis

Penatalaksanaan secara fisiologis tergantung dari ketidak normalan fisiologis yang diderita anak. Anak yang mengalami neglect abuse biasanya mengalami gangguan system pencernaan seperti kelaparan yang sangat, dehidrasi berat, gastritis dan lain-lain. Selain itu juga terjadinya kerusakan kulit, seperti kulit gatal dan merah akibat defisit perawatan diri. enanganan utama seperti pemberian nutrisi adalah penting untuk dilakukan. G. Peran perawat dalam penanganan anak terlantar a. peran sebagai motivator Perawat dapat berperan untuk memberikan motivasi kepada anak terlantar dan orang tuanya dalam mengatasi permasalahan yang dialami. b. peran sebagai enabler Perawat berperan sebagai pemungkin atau orang yang meyakinkan anak terlantar dan orantuanya bahwa mereka memiliki kemampuan untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi dengan pemanfaatan berbagai sistem sumber yang ada c. Peranan sebagai Fasilitator dan mediator. Peran pekerja sosial memfasilitasi anak terlantar dan orangtuanya untuk mampu melakukan perubahan yang telah ditetapkan dan disepakati bersama. Perawat bisa melakukan peran mediator dalam berbagai kegiatan pertolongannya.Peran mediator diperlukan terutama pada saat terdapat beberapa perbedaan yang mencolok dan mengarah pada konflik antara berbagai pihak. Perawat dapat memerankan sebagai fungsi kekuatan ketiga untuk menjembatani antara keluarga dan anak dari factor-faktor pencetusnya.Kegiatan yang dilakukan sebagai mediator yaitu menghubungkan anak terlantar dan keluarganya dengan sistem sumber yang ada dalam masyarakat baik sistem sumber informal maupun formal d. Peranan sebagai Public Educator Memberikan dan menyebarluaskan informasi mengenai masalah dan pelayananpelayanan sosial yang tersedia e. Peranan sebagai Advocate Peran advocate atau pembelaan merupakan salah satu praktek pekerjaan sosial yang

bersentuhan

dengan

kegiatan

politik.Peran

memperjuangkan hak-hak dan kewajiban anak terlantar.

ini

dilakukan

untuk

H. Tanda dan Gejala Anak dengan Child Neglect a. Menunjukkan perubahan tingkah laku dan kemampuan belajar di sekolah b. Tidak memeperoleh bantuan untuk mengatasi masalah fisik dan kesehatan yang menjadi perhatian orang tua c. Memiliki ganggun belajar atau sulit berkonsentrasi yang bukan merupakan merupakan akibat dari masalah fisik atau psikologis tertentu d. Selalu siaga dan curiga solah – olah bersiap untuk terjadinya hal yang buruk e. Datang ke sekolah / tempat aktivitas selau lebih awal dan pulang terakhir, bahkan sering tidak mau pulang kerumah f. Mengungkapkan bahwa tidak ada seorangpun di rumah yang merawatnya g. Penampilan fisiknya sering dalam keadaan kotor dan berbau h. Tidak terpenuhinya kebutuhan perawatan medis, gigi maupun perwatanmmata atau lainnya. i. Orang tua dan anak jarang bersentuhan fisik dan bertatap muka.

ASUHAN KEPERAWATAN A. Pengkajian a. Lakukan pengkajian fisik dengan perlakuan khusus pada manifestasi potensial / penganiyaan / pengbaian. b. Dapatkan riwayat kejadian, waspadai adanya ketidaksesuaian dalam deskripsi oleh pemberi asuhan dan observasi. c. Perhatikan urutan kejadian, termasuk waktu, trauma selang waktu antar kejadian cedera dan mulainya pengobatan. d. Wawancarai anak, termasuk pertanyaan verbal dan informasi dari menggambar atau aktivitas bermain lainnya. e. Wawancarai orang tua, saksi mata atau orang terdekat lainnya, termasuk kutipan verbal mereka. f. Observasi interksi orang tua anak ( interaksi verbal, kontk mata sentuhan, bukti kekhawatiran orang tua g. Observasi atau dapatkan informsi mengenai nama, usia dan kondisi anak-nak lain dalam rumah yang sama ( bila mungkin ). h. Lakukan tes perkembangan. i. Bantu dengan prosedur diagnostik dan tes misalnya radiologi, pengumpulan spesimen untuk pemeriksaan. B. Pemeriksaan fisik dilakukan secara menyeluruh dari kepala sampai kaki. Perlunya perawat mengkaji adanya tindakan kekerasan seperi memar, luka bakar, pelecehan seksual, patah tulang atapun tanda neglect seperti kotor, panu, atau luka borok,gangreng. Dalam pengkajian diharapkan melakukan anamnesa pada tanda-tanda neglect melalui pemeriksaan fisik. C. Diagnosa Keperawatan 1. Risiko trauma b.d kegiatan dilingkungan rumah dan klien mudah tersinggung. 2. Cemas b.d substans abuse. 3. Harga diri rendah situasional b.d kurang pengakuan atau penghargaan. 4. Defisit perawatan diri berhubungan dengan : penurunan atau kurangnya motivasi, hambatan ingkungan, kerusakan persepsi/ kognitif, kecemasan, kelemahan dan kelelahan

D. Intervensi Diagnosa

NOC : Risk Control

NIC : Risk Control Environment

Risiko Trauma

Setelah dilakukan tindakan

b.d Kegiatan

keperawatan klien diharapkan

pengamanan

dilingkungan

mampu, dengan kriteria hasil :

pasien,meliputi fisik,

rumah dan klien mudah tersinggung

1. Identifikasi kebutuhan

kebiasaan, dan fungsi 1. Menggunakan strategi kontrol resiko bila diperlukan. 2. Mengetahui faktor resiko. 3. Menunujukkan perubahan status kesehatan

kognitif. 2. Identifikasi bahaya lingkungan. 3. Hilangkan risiko bahaya dilingkungan bila memungkinkan. 4. Gunakan alat pelindung untuk menghindari situasi bahaya. 5. Identifikasi perubahan status keamanan. 6. Berikan nomor darurat yang bisa dihubungi (polisi, rumah dan lain-lain).

sakit,

NOC : Kontrol Cemas

NIC : Penurunan cemas

Cemas b.d

Setelah dilakukan tindakan

1. Tenangkan klien.

Substans abuse

keperawatan diharapkan

2. Berusaha memahami keadaan

Diagnosa

tingkat kecemasan klien turun dengan kriteria hasil :

klien. 3. Gunakan pendekatan dan sentuhan, verbalissi untuk

1. Menyingkirkan tanda kecemasan. 2. Menurunkan stimulasi lingkungan ketika cemas. 3. Merencanakan dan menggunakan strategi koping. 4. Menggunakan teknik relaksasi untuk menurunkan kecemasan. 5. Melaporkan penurunan durasi dari episode cemas. 6. Melaporkan tidak adanya gangguan persepsi sensori. 7. Tidak ada manifestasi klinik perilaku kecemasan

meyakinkan

pasien tidak sendiri dan mengajukan pertanyaaan 4. Temani pasien untuk mendukung keamanan dan menurunkan rasa takut. 5. Sediakan aktivitas untuk menurunkan ketegangan. 6. Bantu pasien untuk mengidentifikasi situasi yang menciptakan cemas. 7. Instruksikan klien untuk menggunakan teknik relaksasi. 8. Tentukan kemampuan klien untuk mengambil keputusan

Diagnosa

NOC: Self Esteem

NIC Self Esteem Enhancement

Harga Diri

Setelah dilakukan tindakan

Rendah

keperawaatan diharapkan harga

komunikasi dengan yang

Situasional

diri pasien meningkat dengan

lainnya.

b.d Kurang

kriteria hasil :

pengakuan dan penghargaan

1. Anjurkan kontak mata dalam

2. Eksplorasi kesuksesan terakhhir yang diterima.

1. Verbalisasi penerimaan diri. 2. Peneriman keterbatasan diri. 3. Memepertahankan kontak mata dan posisi tegak. 4. Menggambarkan diri. 5. Komunikasi terbuka. 6. Tingkat percaya diri. 7. Keseimbangan dalam berpartisipasi dan mendengarkan dalam kelompok

3. Anjurkan pasien untuk mengevaluasi kebisanya. 4. Berikan penghargaan atas peningkatan keadaan pasien

Diagnosa

NOC: Self care defisit

Defisit

Setelah dilakukan tindakan

perawatan diri

keperawatan selama 3x24 jam

Berhubungan

Defisit perawatan diri teratas

dengan :

dengan kriteria hasil :

penurunan atau

1. Klien terbebas dari bau

kurangnya motivasi,

badan. 2. Menyatakan kenyamanan

hambatan

terhadap kemampuan untuk

lingkungan,

melakukan ADLs

kerusakan persepsi/ kognitif, kecemasan, kelemahan dan kelelahan.

NIC : Self care defisit 1. Monitor kemampuan klien untuk perawatan diri yang mandiri. 2. Monitor kebutuhan klien untuk alat-alat bantu untuk kebersihan diri, berpakaian, berhias, toileting dan makan. 3. Sediakan bantuan sampai klien mampu secara utuh untuk melakukan selfcare. 4. Dorong klien untuk melakukan aktivitas sehari-hari yang normal sesuai kemampuan yang dimiliki. 5. Dorong untuk melakukan secara mandiri, tapi beri bantuan ketika klien tidak mampu melakukannya. 6. Ajarkan klien/ keluarga untuk mendorong kemandirian, untuk memberikan bantuan hanya jika pasien tidak mampu untuk melakukannya. 7. Berikan aktivitas rutin seharihari sesuai kemampuan. 8. Pertimbangkan usia klien jika mendorong pelaksanaan aktivitas sehari-hari.

E. Evaluasi Diagnosa I : Risiko trauma b.d Kegiatan lingkungan rumah dan klien mudah tersinggung 1. Menggunakan strategi kontrol resiko bila diperlukan. 2. Mengetahui faktor resiko. 3. Menunujukkan perubahan status kesehatan Diagnosa II : Cemas b.s substans abuse 1. Menyingkirkan tanda kecemasan. 2. Menurunkn stimulasi lingkungan ketika cemas. 3. Merencanakan dan menggunakan strategi koping. 4. Menggunakan teknik relaksasi untuk menurunkan kecemasan. 5. Melaporkan penurunan durasi dari episode cemas. 6. Melaporkan tidak adanya gangguan persepsi sensori. 7. Tidak ada manifestasi klinik perilaku kecemasan Diagnosa III : Harga diri rendah situasional b.d kurang pengakuan dan penghargaan 1. Verbalisasi penerimaan diri. 2. Peneriman keterbatasan diri. 3. Memepertahankan kontak mata dan posisi tegak 4. Menggambarkan diri 5. Komunikasi terbuka 6. Tingkat percaya diri 7. Keseimbangan dalam berpartisipasi dan mendengarkan dalam kelompok. Diagnosa IV : Defisit perawatan diri berhubungan dengan : penurunan atau kurangnya motivasi,

hambatan

lingkungan,

kerusakan

persepsi/

kecemasan, kelemahan dan kelelahan. 1. Klien terbebas dari bau badan. 2. Menyatakan kenyamanan terhadap kemampuan untuk melakukan ADLs

kognitif,

BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Penelantaran anak (child neglect) adalah kegagalan dalam menyediakan segala sesuatu yang dibutuhkan untuk tumbuh kembangnya, seperti : kesehatan, pendidikan, perkembangan emosional, nutrisi, rumah atau tempat bernaung, dan keadaan hidup yang aman, di dalam konteks sumber daya yang layaknya dimiliki oleh keluarga atau pengasuh, yang mengakibatkan atau sangat mungkin mengakibatkan gangguan kesehatan atau gangguan perkembangan fisik, mental, spiritual, moral dan sosial. Termasuk didalamnya adalah kegagalan dalam mengawasi dan melindungi secara layak dari bahaya atau gangguan.(WHO) B. Saran Sebagi seorang perawat harus dapat berperan aktif sebagai motivator, enabler, fasilitator, public educator, dan

DAFTAR PUSTAKA Harold, Karlan MD dkk.1997. “Sinopsis Psikiatri Ilmu Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis Jilid 2 Edisi ke 7.” Jakarta : EGC. lmu Kesehatan Anak I, Jakarta, EGC 1999Whaley’s and Wong, Clinic Manual of Pediatric Nursing,4th Edition,Mosby Company,1996 Sowden Betz Cicilia

advocate dalam kasus child neglect

Related Documents

Kelompok 7 Kelompok 12
June 2020 53
Kelompok 7
May 2020 40
Soal Kelompok 7.docx
June 2020 20
Katarak ( Kelompok 7 )
June 2020 15
Elmes Kelompok 7.docx
May 2020 19

More Documents from "ainun rifah"