Epidemiologi Kelompok 7.docx

  • Uploaded by: selvia
  • 0
  • 0
  • July 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Epidemiologi Kelompok 7.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 5,538
  • Pages: 32
i

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Peristiwa bertambahnya penderita atau kematian yang disebabkan oleh suatu penyakit di suatu wilayah tertentu, kadang-kadang dapat merupakan kejadian yang mengejutkan dan membuat heboh masyarakat di wilayah itu. Klasifikasi KLB atau wabah yang terjadi dapat digolongkan dalam letusan kejadian yang bersumber dari makanan atau minuman dan air, yang lain berupa penyakit-penyakit menular atau kejadian yang tidak diketahui peyebabnya. Saat ini, terutama di Indonesia, sedang maraknya wabah KLB, yaitu salah satunya ialah wabah Difteri. Data Kementerian Kesehatan menunjukkan sampai dengan November 2017, ada 95 kabupaten dan kota dari 20 provinsi yang melaporkan kasus difteri. Secara keseluruhan terdapat 622 kasus, 32 diantaranya meninggal duni. Sementara, pada kurun waktu bulan Oktober-November 2017, ada 11 provinsi yang melaporkan KLB difteri di Sumatera Barat, Jawa Tengah, Aceh, Sumatera Selatan, Sulawesi Selatan, Kalimantan Timur, Riau, Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Jawa Timur. Padahal di Indonesia sendiri sudah menggalakkan program imunisasi yang harus lengkap untuk mengurangi wabah KLB termasuk imunisasi difteri. Di Indonesia, demografi usia yang memiliki kekebalan dasar rata-rata berusia dibawah 40 tahun. Sedangkan usia diatas itu sayangnya tidak mendapatkan imunisasi dasar ketika kecil. Sehingga mereka lah yang rentan terhadap penyakit ini. Selain difteri, sebelumnya juga sempat mewabah kasus Rubella yang juga sempat mengakibatkan kematian. Sebelumnya lagi, ada wabah Ebolla. Masih banyak penyakit yang bisa menjadi wabah KLB, misalnya DHF, campak, rabies, tetanus, diare, dan lainnya. Kasus-kasus wabah seperti ini seharusnya sudah bisa dikurangi dengan adanya deteksi dini. Jika sudah terjadi, maka dari pihak yang

1

berwajib, misalnya seperti Kementerian Kesehatan, Pemerintah Daerah setempat, atau bahkan aparat pemerintah lainnya sudah seharusnya melakukan penyelidikan terhadap kejadian yang sedang maraknya terjadinya. Kemudian membuat suatu keputusan program untuk mengurangi angka kesakitan atau kematian yang diakibatkan oleh wabah KLB ini. Oleh karena itu, dalam pembelajaran Epidemiologi ini, kita perlu mengetahui bagaimana perkembangan angka kesakitan atau kematian yang sedang terjadi terhadap suatu kasus, apakah semakin berkurang atau malah meningkat, dan kita perlu mengetahui pula bagaimana cara menyelidiki kasus-kasus seperti diatas tadi.

1.2 Rumusan Masalah 1) Apa pengertian dari wabah KLB ? 2) Berapa macam bentuk-bentuk dari wabah ? 3) Bagaimana langkah-langkah dalam penyelidikan ? 4) Apa saja upaya atau kegiatan yang dapat dilakukan sebagai penanggulangan pada wabah ?

1.3 Tujuan 1) Memahami pengertian dari wabah KLB pada komunitas 2) Mengetahui bentuk-bentuk dari wabah 3) Menjelaskan dan melakukan langkah-langkah dalam penyelidikan wabah 4) Mengetahui dan dapat meningkatkan upaya penanggulangan pada wabah

2

BAB II PEMBAHASAN

2.1

Pengertian Wabah Menurut Permenkes Nomer 948/MENKES/SK/VII/2004 tentang Pedoman Penyelenggaraan System Kewaspadaan Dini Kejadian Luar Biasa (KLB) pengertian wabah adalah suatu penyakit menular dalam masyarakat yang jumlah penderitanya meningkat secara nyata melebihi dari pada keadaan yang lazim pada wakyu dan daerah tertentu. Wabah diefinisikan sebagai sebuah kejadian penyakit menular yang terjadi pada masyarakat disuatu daerah dengan jumlah penderita lebih dari normal. Kejadian Luar Biasa (KLB) adalah timbulnya atau meningkatnya kejadian morbiditas/mortalitas yang bermakna secara epidimiologis pada suatu daerah tertentu. Kriteria tentang Kejadian Luar Biasa juga mengacu pada ketentuan yang diatur oleh pemerintah. Di Indonesia, suatu penyakit dinyatakan sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB), jika ada unsur : 1. Timbulnya suatu penyakit menular yang sebelumnya tidak ada atau tidak dikenal, 2. Angka kejadian penyakit / kematian meningkat secara terus menerus selama tiga kurun waktu berturut – turut menurut jenis penyakitnya (jam, hari, minggu ) 3. Angka kejadian / kematian meningkat menjadi dua kali lipat atau lebih dibandingkan dengan periode sebelumnya 4. Jumlah penderita baru dalam satu bulan meningkat menjadi dua kali lipat atau lebih dibandingkan dengan angka rata – rata per bulan dalam tahun sebelumnya.

3

2.2 Bentuk Wabah Pengertian wabah dalam bidang epidemiologi modern pada saat ini lebih ditekankan pada konsep prevalensi berlebihan dan tidak selalu menyangkut penyakit menular. Walaupun demikian sesuai dengan prioritas permasalahan kesehatan di Indonesia, yang dimaksud dengan wabah dalam pengertian oleh Departemen Kesehatan RI adalah wabah penyakit menular. Wabah penyakit menular adalah kejadian berjangkitnya suatu penyakit menular dalam masyarakat yang jumlah penderitanya meningkat secara nyata melebihi dari pada keadaan yang lazim pada waktu dan daerah tertentu serta dapat menimbulkan malapetaka. Wabah yang terjadi disekitar memiliki berbagai jenis atau bentuk. Berikut ini akan dibahas bentuk-bentuk dari wabah.  Menurut sifatnya: 1. Common Source Epidemic (Sumber Wabah Umum) Suatu wabah penyakit yang disebabkan oleh terpaparnya sejumlah orang dalam sutau kelompok secara menyeluruh dan terjadi dalam waktu yang relative singkat. Adapun common source epidemic itu berupa keterpaparan umum, biasa pada letusan keracunan makanan, polusi kimia di udara terbuka, menggambarkan suatu puncak ediemi, jarak antara sutau kasus dengan kasus, selanjutnya hanya dalam hitungan jam. Jika keterpaparan kelompok serta penularan penyakit berlangsung sangat cepat dalam waktu yang singkat (point source of epidemic) maka resultan dari semua kasus / kejadian berkembang hanya dalam satu masa tunas saja, point surce of epidemic dapat pula terjadi pada penyakit oleh factor penyebab bukan infeksi yang menimbulkan keterpaparan umum seperti

4

adanya zat beracun polusi zat kimia yang beracun di udara terbuka.

2. Propagated / Progresive Epidemic (Diperbanyak / Progresuve Epdiemik). Bentuk epidemic dengan penularan dari orang ke orang sehingga waktu lebih lama dan masa tunas yang lebih lama. Propagated / progresif epidemic terjadi karena adanya penularan dari orang ke orang baik langsung maupun melalui vetor, relative lama waktunya dan lama masa tunas, dipengaruhi oleh kepadatan penduduk serta penyebaran anggota masyarakat yang rentan serta morbiditas dari penduduk setempat, masa epidemic cukup lama dengan situasi peningkatan jumlah penderita dari waktu ke waktu sampai pada batas minimal anggota masyarakat yang rentan lebih memperlihatkan penyebaran geografis yang sesuai dengan urutan generasi kasus.  Menurut Transmisinya: 1. Wabah dengan penyebaran melalui media umum (coomon vehicle epidemics), yaitu : -

Ingesti bersama makanan dan minuman, misalnya salmonellosis.

-

Inhalasi bersama udara pernafasan, misalnya demam Q ( di laboratorium ).

-

Inokulasi melalui intravena atau subkutan, misalnya hepatitis serum

2. Wabah dengan penjalaran oleh transfer serial dari pejamu ke pejamu ( epidemic propagated by serial transfer from host to host ), yaitu : -

Penjalaran melalui rute pernafasan (campak), rute analoral (shigellosis), rute genitalia (sifilis), dan sebagainya.

5

2.3

-

Penjalaran melalui debu.

-

Penjalaran melalui vector (Serangga dan anthropoda)

Langkah – Langkah dalam Penyelidikan Langkah-langkah investigasi KLB/wabah meliputi beberapa tahapan sebagai berikut:

1. Persiapan lapangan Pada tahap ini harus dipersiapkan 3 kategori: 

Persiapan investigasi Termasuk dalam kategori ini adalah mempersiapkan: o

Pengetahuan tentang berbagai penyakit yang potensial menjadi KLB/ wabah

o

Pengetahuan tentang dan ketrampilan melakukan investigasi lapangan, termasuk pengetahuan & teknik pengumpulan data dan manajemen spesimen

o

Pengetahuan dan ketrampilan melakukan analisis data dengan komputer

o

Dukungan tinjauan kepustakaan ilmiah yang memadai

o

Material dan instrumen investigasi, seperti kuesioner, bahan/ sediaan spesimen dan tes laboratorium



Persiapan Administrasi Dalam kategori ini tim kesehatan harus mempersiapkan aspek administratif dari investigasi seperti: penyediaan perijinan, surat-surat atau dokumen formal/ legal dalam melakukan investigasi, penyediaan dana yang memadai, transportasi yang dapat diandalkan, kerapian dalam dokumentasi, pembagian tugas dan koordinasi dalam tim kesehatan, dll.

6



Persiapan Konsultasi Pada tahap ini sudah harus dipikirkan peran dan posisi tim kesehatan dalam proses investigasi. Sebelum melakukan investigasi harus jelas, apakah tim kesehatan memiliki peran langsung memimpin investigasi, atau hanya mitra dari pejabat/ petugas kesehatan setempat (misalnya staf dinas kesehatan setempat), atau berperan memberikan bantuan konsultasi terhadap pejabat/ petugas lokal. Mengenal dan menjalin kerjasama dengan petugas/ staf / kontak lokal serta otoritas setempat adalah sangat penting.

2. Konfirmasi kejadian KLB/wabah dan verifikasi diagnosis Konfirmasi kejadian KLB/wabah Pada situasi KLB/ wabah, umumnya diasumsikan bahwa semua kasus-kasus yang muncul saling terkait satu sama lain dan terjadi akibat hal atau sebab yang sama. Oleh karena itu harus dipastikan bahwa: 1.

Kumpulan kejadian kesakitan (cluster) tersebut memang merupakan peningkatan tidak wajar dari kasus-kasus yang saling berhubungan dan memiliki sebab yang sama dan bukannya cluster sporadis kasuskasus penyakit yang sama tapi tidak saling berhubungan atau bahkan kumpulan kasus-kasus yang mirip yang sebenarnya berasal dari beberapa penyakit yang berbeda.

2.

Jumlah kasus memang melebihi yang diperkirakan (expected). Bagaimana mengetahui jumlah kasus yang diperkirakan? Biasanya perkiraan dapat dilakukan dengan membandingkan dengan jumlah kasus pada minggu atau bulan sebelumnya, atau dengan bulan yang sama pada tahun-tahun sebelumnya. Data tentang jumlah kasus sebelumnya tentu harus diperoleh dari berbagai sumber-sumber data yang tersedia di wilayah tersebut baik dari sistem surveilens lokal, pencatatan dan pelaporan yang rutin di komunitas atau di berbagai

7

fasilitas kesehatan lokal, kegiatan survei atau asesmen yang bersifat ad-hoc, dll. 3.

Peningkatan jumlah kasus yang melebihi yang diperkirakan tersebut bukan disebabkan oleh faktor-faktor lain yang artifisal (diluar peningkatan insiden penyakit yang sesungguhnya), seperti misalnya peningkatan karena: 

Perubahan definisi kasus



Peningkatan kegiatan penemuan kasus (case finding)



Peningkatan sistem/ prosedur pelaporan lokal



Peningkatan kesadaran masyarakat untuk mecari pengobatan



Penambahan besar populasi

Verifikasi Diagnosis Tujuan verifikasi diagnosis adalah: 1.

Memastikan bahwa penyakit/ masalah kesehatan yang muncul memang telah didiagnosis secara tepat dan cermat.

2.

Menyingkirkan kemungkinan kesalahan pemeriksaan lab sebagai pendukung diagnostik.

Untuk mencapai tujuan tersebut maka diperlukan: 

Ketrampilan klinis yang memadai dari tim kesehatan



Kualitas pemeriksaan lab yang baik dan memenuhi standar tertentu yang diharapkan



Komunikasi yang baik antara tim kesehatan dan pasien, untuk menggali secara lebih akurat riwayat penyakit dan pajanan potensial

8

3. Penentuan definisi kasus, identifikasi dan penghitungan kasus dan pajanan Penentu Definisi kasus Definisi kasus adalah kumpulan (set) yang standar tentang kriteria klinis untuk menentukan apakah seseorang dapat diklasifikasikan sebagai penderita penyakit tsb. Definis kasus dalam konteks KLB/ wabah haruslah dibatasi oleh karateristik tertentu dari, orang tempat dan waktu. Sekali ditetapkan maka definisi kasus ini harus dipakai secara konsisten pada semua situasi dalam investigasi. Berdasarkan derajat ketidakpastiannya diagnosis kasus dapat dibagi menjadi: 1. Kasus definitif/ konfirmatif (definite/ confirmed case) adalah diagnosis

kasus

yang

dianggap

pasti

berdasarkan

verifikasi

laboratorium 2. Kasus sangat mungkin (probable case) adalah diagnosis kasus yang ditegakkan berdasarkan berbagai gambaran klinis yang khas tanpa verifikasi laboratorium 3. Kasus mungkin/ dicurigai (possible/ suspected case) adalah diagnosis kasus yang ditegakkan berdasarkan sedikit gambaran klinis yang khas tanpa verifikasi laboratorium. 4. Identifikasi dan penghitungan kasus dan pajanan Dalam rangka menghitung kasus, terlebih dahulu harus dipikirkan mekanisme untuk mengidentifikasi kasus dari berbagai sumber kasus yang mungkin, seperti dari: 1. Fasilitas kesehatan, seperti Puskesmas, klinik, RS, dll. 2. Pemukiman/ tempat tinggal 3. Tempat perhelatan/ pertemuan

9

Informasi yang dapat digali dari setiap kasus adalah: 1. Identitas kasus dan karateristik demografis, misal; nama, umur, jenis kelamin, suku, pekerjaan 2. Karateristik klinis, misal riwayat penyakit, keluhan dan tanda sakit yang dialami, serta hasil lab 3. Karateristik faktor-faktor risikoyang berkaitan dengan sebab-sebab penyakit dan faktor-faktor pemajanan spesifik yang relevan dengan penyakit yang diteliti. 4. Informasi pelapor kasus. Berbagai informasi tersebut biasanya direkam dalam format pelaporan yang standar, kuesioner atau form abstraksi/ kompilasi data. Form abstraksi/ kompilasi data berisi pilihan informasi-informasi terpenting yang perlu didata untuk setiap kasus. Bentuk format kompilasi tsb berupa baris-baris daftar kasus (line listing). Pada format line listing ini setiap kasus yang ditemui diletakkan pada setiap baris, sementara setiap kolomnya berisi variabel penting kasus tsb. Kasus baru akan dimasukkan/ ditambahkan pada baris di bawah kasus sebelumnya, sehingga kita dapat memiliki daftar kasus yang selalu diperbaharui (updated) berikut jumlahnya dari waktu ke waktu. 4. Tabulasi data epidemiologi deskriptif berdasarkan orang, tempat dan waktu KLB/ wabah dapat digambarkan secara epidemiologis dengan melakukan

tabulasi

data

frekuensi

distribusi

kasusnya

menurut

karakteristik orang, tempat dan waktu. Penggambaran ini disebut epidemiologi deskriptif. Tabulasi data frekuensi distribusi kasus berdasarkan karateristik orang dilakukan untuk melihat apakah karakteristik orang/ populasi tertentu memberikan tingkat risiko tertentu untuk terjadinya penyakit.

10

Deskripsi data frekuensi distribusi kasus berdasarkan karateristik tempat dimaksudkan untuk memperkirakan luasnya masalah secara geografis dan menggambarkan pengelompokkan (clustering) dan pola penyebaran (spreading) penyakit berdasarkan wilayah kejadian yang nantinya dapat dijadikan petunjuk untuk mengidentifikasi etiologi penyakit tsb. Peta bintik (spot map) dan Peta area (area map) merupakan bentuk penyajian data deskriptif menurut tempat yang sangat berguna. Penerapan sistem informasi geografis (geografic information system atau GIS) berikut piranti lunaknya dapat mendukung tercapainya tujuan tersebut di atas. Deskripsi frekuensi distribusi kasus berdasarkan karateristik waktu dilakukan untuk beberapa tujuan berikut ini: 1. Mengetahui besarnya skala KLB/ wabah dan kecenderungan waktu (time trend) dari kejadian KLB/ wabah tsb. Untuk mempermudah tercapainya tujuan ini KLB/ wabah dapat digambarkan menggunakan kurva epidemik (epi) ini. 2. Memprediksi jalannya KLB/ wabah di waktu-waktu mendatang 3. Mengenal pola epidemi yang terjadi, apakah common source (berasal dari sekelompok orang yang terpajan dengan agen berbahaya yang sama) atau propagated (menyebar bertahap dari orang ke orang) atau campuran keduanya. 5. Pengumpulan specimen dan analisis laboratorium Pengumpulan

spesimen

apabila

memungkinkan

dan

layak

(feasible) dapat membantu konfirmasi diagnosis, bahkan untuk penyakit tertentu merupakan penentu diagnosis, seperti misalnya pada kasus kolera, salmonelosis, hepatitis dan keracunan logam berat. Namun harus dipahami bahwa setiap perangkat dan teknik tes laboratorium memiliki nilai validitas (sensitifitas dan spesifisitas) tertentu yang akan menentukan besarnya false positif atau false negatif dari diagnosis kasus.

11

6. Formulasi dan uji hipotesis melalui studi epidemiologi analitik Formulasi Hipotesis Berdasarkan fakta-fakta epidemiologi deskriptif (deskripsi kasus menurut orang tempat dan waktu), kita dapat mulai membuat dugaan atau penjelasan sementara (hipotesis) yang lebih fokus tentang faktor-faktor risiko atau determinan yang diperkirakan terlibat dalam kejadian KLB/wabah tersebut. Hipotesis yang kita buat haruslah diarahkan untuk mencari penjelasan tentang: 1. Sumber penularan 2. Cara penularan (mode of transmission) 3. Faktor-faktor risiko atau determinan yang mempengaruhi terjadinya KLB/wabah Proses penalaran dalam membuat hipotesis dapat menggunakan pendekatan berikut: 1. Metode perbedaan (difference) 2. Metode kecocokan (agreement) 3. Metode variasi yang berkaitan (concomitant variation) 4. Metode analogi (analogy) 5. Uji hipotesis melalui studi epidemiologi analitik Proses pengujian hipotesis bergantung pada bukan hanya pendekatan/ uji statistik yang dipakai tapi juga desain studi epidemiologi analitik yang dipakai untuk menyelidiki etiologi atau determinan penyakit yang menimbulkan KLB/ wabah.

12

Desain studi epidemiologi analitik yang boleh dipertimbangkan untuk digunakan dalam investigasi wabah adalah studi kasus kontrol dan kohort. Studi kasus kontrol secara praktis lebih efisien (mudah, murah, hemat waktu dengan jumlah kasus yang sedikit) sehingga lebih sering diterapkan pada situasi KLB/ wabah. Kumpulan/ serial kasus yang sudah diidentifikasi dinyatakan sebagai kelompok kasus, sehingga tugas selanjutnya adalah mengidentifikasi dan menseleksi dengan baik kelompok kontrol yaitu populasi yang tidak menderita penyakit penyebab KLB/ wabah. Dari kedua kelompok ini, informasi tentang satu atau beberapa status pajanan, faktor-faktor risiko atau etiologi dapat digali mundur ke belakang (backward). Kuatnya hubungan antara pajanan/ etiologi dengan penyakit penyebab KLB dapat diestimasi menggunakan ukuran OR (odds ratio) beserta interval kepercayaannya (confidence interval). Ukuran OR dari studi kasus kontrol klasik dipakai sebagai estimasi RR yang memadai dengan syarat incidence rate penyakitnya rendah. Kelompok kontrol dapat dipilih dari beberapa kelompok, seperti: a) Pasien lain yang berobat atau dirawat di fasilitas kesehatan dengan diagnosis yang berbeda dengan kasus, namun tidak berbagi pajanan (sharing exposure) dengan kasus b) Keluarga kasus, misal istri/suami, anak/ orang tua, atau saudara kasus c) Tetangga kasus d) Masyarakat umum di sekitar wilayah tempat tinggal. Penerapan studi kohort didalam situasi KLB/ wabah mungiin lebih sulit,karena untuk melakukan studi kohort dibutuhkan kemampuan mengidentifikasi populasi orang sehat yang berisiko untuk sakit (population at risk) dan mengikuti/ menindaklanjutinya (melakukan follow-up) terhadap populasi tersebut sampai periode waktu tertentu. Dengan bergerak kedepan (forward), masing-masing kategori dari

13

kelompok pajanan (misalnya kelompok terpajan dan kelompok tidak terpajan) diamati dan diikuti sampai munculnya satu atau beberapa penyakit yang diteliti. Karena studi ini membutuhkan adanya proses follow-up dengan risiko terjadinya drop-out dari subyek yang diamati, maka studi ini relatif menjadi lebih kompleks (lebih menghabiskan waktu, biaya dan tenaga) dibanding studi kasus kontrol. Namun demikian studi ini secara umum lebih baik dari kasus kontrol klasik dalam aspek validitasnya. Kuatnya hubungan antara pajanan/ etiologi dengan penyakit penyebab KLB dapat langsung diestimasi menggunakan ukuran RR (Relative interval).

Risk)

beserta

interval

kepercayaannya

(confidence

Relative Risk yang dipakai dapat berupa Cummulative

Incidence Risk Ratio (Risk Ratio) atau berupa Incidence Density Rate Ratio (Rate Ratio), bergantung dari jenis ukuran frekuensi yang dipakai dan jenis populasi kohortnya. 7. Aplikasi studi sistematik tambahan Selain studi epidemiologi deskriptif dan analitik, kadang kala diperlukan dukungan tambahan dari studi-studi sistematik lain, khususnya ketika studi epidemiologi analitik masih belum dapat menyuguhkan buktibukti yang kuat. Studi-studi sistematik tambahan yang dapat dilakukan misalnya adalah studi meta-analisis, studi kualitatif, studi mortalitas, survei serologis atau investigasi lingkungan. Investigasi lingkungan, dalam keadaan tertentu bermanfaat untuk menjelaskan bagaimana KLB tsb terjadi, sepreti misalnya penyelidikan breeding places, reservoir atau kepadatan vektor penyebab malaria, atau kondisi higiene dan sanitasi lingkungan yang mungkin beperan dalam terjadinya KLB diare atau kondisi sumber air minum yang terkontaminasi bakteri atau tercemar zat berbahaya. Untuk kepentingan pencegahan KLB/wabah di masa mendatang, apabila memungkinkan dapat pula dilakukan studi-studi intervensi seperti uji vaksin kolera, meningitis, influenza, atau uji efektifitas (efficacy) terapi

14

profilaksis tertentu dll. Studi kecukupan sumber daya dan logistik untuk penanganan KLB/wabah juga mungkin diperlukan. 8. Penerapan intervensi penanggulangan dan pencegahan Walaupun secara teoritis, penerapan intervensi penanggulangan dan pencegahan berada pada langkah ke delapan, namun dalam prakteknya langkah intevensi ini harus dapat dilakukan secepat dam sedini mungkin, ketika sumber KLB/wabah sudah dapat diidentifikasi. Secara umum intervensi penanggulangan dapat diarahkan pada titik/ simpul terlemah dalam rantai penularan penyakit, seperti: 1. Agen etiologi, sumber, reservoir atau kondisi lingkungan yang spesifik 2. Keberadaan faktor-faktor risiko yang ikut berpengaruh 3. Mekanisme transmisi penyakit 4. Kerentanan host melalui program kebugaran dan vaksinasi misalnya 9. Komunikasi hasil Tugas

terakhir

dalam

investigasi

wabah

adalah

mengkomunikasikan dengan baik hasil investigasi kepada berbagai pihak yang berwenang, bertanggungjawab dan terkait dengan intervensi penanggulangan dan pencegahan. Format/ bentuk komunikasi yang dapat dilakukan adalah berupa: a. Penjelasan lisan. Dalam format ini pihak-pihak yang berwenang, bertanggungjawab dan terkait dengan intervensi penanggulangan dan pencegahan. Presentasi oral haruslah jelas, mudah dipahami dan secara ilmiah meyakinkan pengambil keputusan sehingga dapat memotivasi mereka untuk segera melakukan intervensi b. Penulisan laporan.

15

Hasil investigasi juga perlu ditulis dalam laporan dengan sistematika tertentu yang sesuai dengan standar-standar penulisan ilmiah. Sistematika yang dipakai meliputi: 1. Pendahuluan/ latar belakang 2. Tujuan 3. Metodologi 4. Hasil 5. Pembahasan 6. Simpulan dan saran/ rekomendasi Penulisan laporan ini disamping sebagai cetak biru (blueprint) aksi penanggulangan

juga

bermanfaat

sebagai

dokumen

resmi

untuk

menghadapi masalah-masalah hukum dan etik yang potensial. Dalam konteks akademik laporan tertulis yang memenuhi kaidah-kaidah penulisan ilmiah juga dapat menjadi sumbangsih dalam penyebarluasan dan pengembangan ilmu, khususnya dalam bidang kesehatan masyarakat dan epidemiologi.

2.4 Kegiatan Penanggulangan Wabah a. Tujuan Pokok Penanggulangan Wabah Tujuan pokok upaya penggulangan wabah adalah 1) Berusaha memperkecil angka kematian akibat KLB/wabah dengan pengobatan 2) Membatasi penularan dan penyebaran penyakit agar penderita tidak bertambah banyak, dan wabah tidak meluas ke daerah lain. Masalah wabah dan penanggulangannya tidak berdiri sendiri, tetapi merupakan bagian dari upaya kesehatan nasional yang berkaitan dengan sektor non-kesehatan serta tidak lepas dari keterpaduan pembangunan nasional. 16

Petugas yang bertanggung jawab dalam lingkungan tertentu yang mengetahui adanya penderita / tersangka penderita penyakit yang dapat menimbulkan wabah, wajib melaporkannya kepada Kepala Desa atau Lurah atau Kepala Unit Kesehatan terdekat dalam waktu secepatnya, selanjutnya Kepala Desa atau Lurah atau Kepala Unit Kesehatan harus segera meneruskan laporan tersebut kepada atasan langsungnya dan instansi lain yang berkempentingan. Kepala Wilayah atau Daerah setempat yang mengetahui adanya tersangka penderita penyakit menular yang dapat menimbulkan wabah, wajib segera melakukan tidakan-tidakan penanggulangan seperlunya.

b. Upaya Penanggulangan Wabah Penanggulangan KLB/wabah meliputi penyelidikan epidemiologi dan

surveilans;

penatalaksanaan

penderita;

pencegahan

dan

pengebalan; pemusnahan penyebab penyakit; penanganan jenazah akibat

wabah;

penyuluhan

kepada

masyarakat;

dan

upaya

penanggulangan lainnya. 1) Penyelidikan epidemiologi Penyelidikan epidemiologi dengan tujuan: a) Mengetahui sebab-sebab penyakit wabah b) Menentukan faktor penyebab timbulnya wabah c) Mengetahui kelompok masyarakat yang terancam terkena wabah d) Menentukan cara penanggulangan Penyelidikan epidemiologi dilaksanakan sesuai dengan tatacara penyelidikan penanggulangan

epidemiologi wabah,

untuk

termasuk

tata

mendukung cara

bagi

upaya petugas

penyelidikan epidemiologi agar terhindar dari penularan penyakit wabah. Surveilans di daerah wabah dan daerah-daerah yang berisiko terjadi wabah dilaksanakan lebih intensif untuk mengetahui

17

perkembangan

penyakit

menurut

waktu

dan

tempat

dan

dimanfaatkan untuk mendukung upaya penanggulangan yang sedang dilaksanakan, meliputi kegiatan-kegiatan sebagai berikut: a) Menghimpun data kasus baru pada kunjungan berobat di pospos kesehatan dan unit-unit kesehatan lainnya, membuat tabel, grafik dan pemetaan dan melakukan analisis kecenderungan wabah dari waktu ke waktu dan analisis data menurut tempat, RT, RW, desa dan kelompok-kelompok masyarakat tertentu lainnya. b) Mengadakan pertemuan berkala petugas lapangan dengan kepala

desa,

kader

dan

masyarakat

untuk

membahas

perkembangan penyakit dan hasil upaya penanggulangan wabah yang telah dilaksanakan. c) Memanfaatkan

hasil

surveilans

tersebut

dalam

upaya

penanggulangan wabah. Hasil penyelidikan epidemiologi dan surveilans secara teratur disampaikan kepada kepala dinas kesehatan kabupaten/kota, kepala dinas kesehatan provinsi dan Menteri up. Direktur Jenderal sebagai laporan perkembangan penanggulangan wabah. Penyelidikan epidemiologis dilaksanakan dengan kegiatan: a) Pengumpulan data morbiditas dan mortalitas penduduk b) Pemeriksaan klinis, fisik, laboratorium dan penegakan diagnosa c) Pengamatan

terhadap

penduduk,

pemeriksaan

terhadap

makhluk hidup dan benda-benda yang ada di suatu wilayah yang diduga mengandung penyebab penyakit wabah

2) Penatalaksanaan penderita Penatalaksanaan

penderita

meliputi

penemuan

penderita,

pemeriksaan, pengobatan, dan perawatan serta upaya pencegahan penularan penyakit. Upaya pencegahan penularan penyakit dilakukan dengan pengobatan dini, tindakan isolasi, evakuasi dan

18

karantina sesuai dengan jenis penyakitnya. Penatalaksanaan penderita dilaksanakan di fasilitas pelayanan kesehatan atau tempat lain yang sesuai untuk kebutuhan pelayanan kesehatan penyakit menular tertentu. Penatalaksanaan penderita dilaksanakan di fasilitas pelayanan kesehatan, baik di rumah sakit, puskesmas, pos pelayanan kesehatan atau tempat lain yang sesuai untuk penatalaksanaan penderita. Secara umum, penatalaksanaan penderita setidaktidaknya meliputi kegiatan sebagai berikut : a) Mendekatkan sarana pelayanan kesehatan sedekat mungkin dengan tempat tinggal penduduk di daerah wabah, sehingga penderita dapat berobat setiap saat. b) Melengkapi sarana kesehatan tersebut dengan tenaga dan peralatan untuk pemeriksaan, pengobatan dan perawatan, pengambilan spesimen dan sarana pencatatan penderita berobat serta rujukan penderita. c) Mengatur tata ruang dan mekanisme kegiatan di sarana kesehatan agar tidak terjadi penularan penyakit, baik penularan langsung maupun penularan tidak langsung. Penularan tidak langsung dapat terjadi karena adanya pencemaran lingkungan oleh bibit/kuman penyakit atau penularan melalui hewan penular penyakit. d) Penyuluhan

kepada

masyarakat

untuk

meningkatkan

kewaspadaan dan berperan aktif dalam penemuan dan penatalaksanaan penderita di masyarakat. e) Menggalang kerja sama pimpinan daerah dan tokoh masyarakat serta lembaga swadaya masyarakat untuk melaksanakan penyuluhan kepada masyarakat.

Apabila diperlukan dapat dilakukan tindakan isolasi, evakuasi dan karantina.

19

a) Isolasi penderita atau tersangka penderita dengan cara memisahkan seorang penderita agar tidak menjadi sumber penyebaran penyakit selama penderita atau tersangka penderita tersebut dapat menyebarkan penyakit kepada orang lain. Isolasi dilaksanakan di rumah sakit, puskesmas, rumah atau tempat lain yang sesuai dengan kebutuhan. b) Evakuasi dengan memindahkan seseorang atau sekelompok orang dari suatu lokasi di daerah wabah agar terhindar dari penularan penyakit. Evakuasi ditetapkan oleh bupati/walikota atas usulan tim penanggulangan wabah berdasarkan indikasi medis dan epidemiologi. c) Tindakan karantina dengan melarang keluar atau masuk orang dari dan ke daerah rawan wabah untuk menghindari terjadinya penyebaran penyakit. Karantina ditetapkan oleh bupati/walikota atas usulan tim penanggulangan wabah berdasarkan indikasi medis dan epidemiologi.

3) Pencegahan dan pengebalan, yaitu tindakan-tindakan yang dilakukan untuk memberi perlindungan kepada orang-orang yang belum sakit, tetapi mempunyai resiko terkena penyakit. Tindakan pencegahan dan pengebalan dilakukan terhadap orang, masyarakat dan lingkungannya yang mempunyai risiko terkena penyakit wabah agar jangan sampai terjangkit penyakit. Orang, masyarakat, dan lingkungannya yang mempunyai risiko terkena penyakit wabah ditentukan berdasarkan penyelidikan epidemiologi. Tindakan pencegahan dan pengebalan dilaksanakan sesuai dengan jenis penyakit wabah serta hasil penyelidikan epidemiologi, antara lain:

20

a) Pengobatan penderita sedini mungkin agar tidak menjadi sumber penularan penyakit, termasuk tindakan isolasi dan karantina. b) Peningkatan daya tahan tubuh dengan perbaikan gizi dan imunisasi. c) Perlindungan

diri

dari

penularan

penyakit,

termasuk

menghindari kontak dengan penderita, sarana dan lingkungan tercemar, penggunaan alat proteksi diri, perilaku hidup bersih dan sehat, penggunaan obat profilaksis. d) Pengendalian sarana, lingkungan dan hewan pembawa penyakit untuk menghilangkan sumber penularan dan memutus mata rantai penularan.

4) Pemusnahan penyebab penyakit, dilakukan terhadap: a) Tindakan pemusnahan penyebab penyakit wabah dilakukan terhadap bibit penyakit/kuman penyebab penyakit, hewan, tumbuhan dan atau benda yang mengandung penyebab penyakit tersebut. b) Pemusnahan

bibit

penyakit/kuman

penyebab

penyakit

dilakukan pada permukaan tubuh manusia atau hewan atau pada benda mati lainnya, termasuk alat angkut, yang dapat menimbulkan risiko penularan sesuai prinsip hapus hama (desinfeksi) menurut jenis bibit penyakit/kuman. Pemusnahan bibit penyakit/kuman penyebab penyakit dilakukan tanpa merusak lingkungan hidup. c) Pemusnahan hewan dan tumbuhan yang mengandung bibit penyakit/kuman penyebab penyakit dilakukan dengan cara yang tidak menyebabkan tersebarnya penyakit, yaitu dengan dibakar

atau

dikubur

sesuai

jenis

hewan/tumbuhan.

Pemusnahan hewan dan tumbuhan merupakan upaya terakhir

21

dan dikoordinasikan dengan sektor terkait di bidang peternakan dan tanaman.

5) Penanganan jenazah akibat wabah. Terhadap jenazah akibat penyakit wabah, perlu penanganan secara khusus menurut jenis penyakitnya untuk menghindarkan penularan penyakit pada orang lain. Penanganan jenazah yang dimaksud adalah sebagai berikut: a) Penanganan jenazah secara umum mengikuti ketentuan sebagai berikut:  Harus memperhatikan norma agama, kepercayaan, tradisi, dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.  Pemeriksaan terhadap jenazah dilakukan oleh petugas kesehatan.  Penghapushamaan bahan-bahan dan alat yang digunakan dalam penanganan jenazah dilakukan oleh petugas kesehatan. b) Penanganan jenazah secara khusus mengikuti ketentuan sebagai berikut : 

Di tempat pemulasaraan jenazah : -

Seluruh

petugas

yang

menangani

jenazah

telah

mempersiapkan kewaspadaan standar. -

Mencuci tangan dengan sabun sebelum memakai dan setelah melepas sarung tangan.

-

Perlakuan terhadap jenazah: luruskan tubuh; tutup mata, telinga, dan mulut dengan kapas/plester kedap air; lepaskan alat kesehatan yang terpasang; setiap luka harus diplester dengan rapat.

-

Jika diperlukan memandikan jenazah atau perlakuan khusus

berdasarkan

pertimbangan

norma

agama,

kepercayaan, dan tradisi, dilakukan oleh petugas khusus dengan tetap memperhatikan kewaspadaan universal

22

(universal precaution). Air untuk memandikan jenazah harus dibubuhi disinfektan. -

Jika diperlukan otopsi, otopsi hanya dapat dilakukan oleh petugas khusus setelah mendapatkan izin dari pihak keluarga dan direktur rumah sakit.

-

Jenazah tidak boleh dibalsem atau disuntik pengawet.

-

Jenazah dibungkus dengan kain kafan dan/atau bahan kedap air.

-

Jenazah yang sudah dibungkus tidak boleh dibuka lagi.

-

Jenazah disemayamkan tidak lebih dari 4 jam di tempat pemulasaraan jenazah.

-

Jenazah dapat dikeluarkan dari tempat pemulasaraan jenazah untuk dimakamkan setelah mendapat ijin dari direktur rumah sakit.

-

Jenazah sebaiknya diantar/diangkut oleh mobil jenazah ke tempat pemakaman.



Di tempat pemakaman : -

Setelah semua ketentuan penanganan jenazah di tempat pemulasaraan jenazah dilaksanakan, keluarga dapat turut dalam pemakaman jenazah.

-

Pemakaman dapat dilakukan di tempat pemakaman umum.

6) Penyuluhan kepada masyarakat, yaitu kegiatan komunikasi yang bersifat

persuasif

edukatif

tentang

penyakit

yang

dapat

menimbulkan wabah agar mereka mengerti sifat-sifat penyakit, sehingga dapat melindungi diri dari penyakit tersebut dan apabila terkena, tidak menularkannya kepada orang lain. Penyuluhan juga dilakukan agar masyarakat berperanserta secara aktif dalam menanggulangi wabah.

23

7) Upaya penanggulangan lainnya, yaitu tindakan-tindakan khusus untuk masing-masing penyakit, yang dilakukan dalam rangka penanggulangan wabah.

Upaya

penanggulangan

wabah

diatas

dilaksakan

dengan

memperhatikan kelestarian lingkungan hidup serta mengikutsertakan masyarakat secara aktif. Dalam upaya penanggulangan wabah ini harus dipertimbangkan keadaan masyarakat setempat, antara lain agama, adat, kebiasaan, tingkat pendidikan, sosialekonomi, serta perkembangan masyarakat. Dengan demikian diharapkan upaya penanggulangan wabah tidak mengalami hambatan dari masyarakat, malah melalui penyuluhan yang intensif dan pendekatan persuasif edukatif, masyarakat diharapkan akan memberikan bantuan dan ikut serta secara aktif.

c. Strategi Utama Penanggulangan Wabah Penyakit Menular Bila organisme penyebab, sumbernya, dan jalur penularan diketahui, mungkin lebih mudah menjelaskan sebab terjadinya wabah. Langkah penanggulangan tergantung dari jenis penyakit yang dihadapi. Strategi utama penangggulangan penyakit menular dapat diringkas dalam tiga bagian, seperti terlihat pada table 3.1 Table 3.1 Strategi utama penanggulangan wabah penyakit menular Membasmi sumber

Memutuskan

rantai Melindungi

penularan Mengobati pasien dan Sanitasi lingkungan

orang

yang

rentan Imunisasi

pengidap Mengisolasi kasus

Hygiene perseorangan

Surveilens sumber yang Penanggulangan vector

Profilaksis kimiawi Perlindungan perseorangan

dicurigai Pembasmian

tendon Desinfeksi dan sterilisasi

Gizi yang baik

24

hewan Pelaporan kasus

Pembatasan

mobilitas

penduduk Pencegahan primer dicapai melalui semua tindakan yang tercantum di kolom ‘memutuskan rantai penularan’ dan ‘melindungi orang yang rentan’, disertai pemberantasan tandon hewan. Bila semua langkah ini dijalankan dengan benar, jumlah kasus baru dapat dikkurangi secara drastic. Jadi, bekalan air bersih dan pembuangan kotoran secara benar dapat

mencegah

penyebaran

kolera,

pemberantasan

nyamuk

Anopheles dapat mengurangi penyebaran penyakit malaria, dan imunisasi dapat melindungi anak dari penyakit misalnya campak. Pencegahan sekunder dapat dicapai dengan menemukan kasus subklinis dan pengidap, surveilans, serta pelacakan kontak. Pencegahan tersier merupakan tindakan pengobatan kasus atau pengidap sehingga tidak dapat menyebarkan kuman lebih lanjut. Karena itu, unsur pertama penanggulangan wabah adalah sebagai berikut : 1. Memberantas sumber dan memutuskan rantai penularan Mencegah pemakaian air yang tercemar atau air disterilkan dulu sebelum dipakai, memusnahkan makanan yang tercemar, dan juga tempat perbiakan vector. Pendidikan kesehatan berperan penting dalam kegiatan ini dan mungkin perlu juga didukung dengan undang-undang. 2. Mengobati dan mengisolasi semua kasus Jenis pengobatan yang diberikan bergantung pada penyakit dan juga sarana, serta perlengkapan yang tersedia. 3. Meningkatkan daya tahan penduduk setempat

25

Beberapa jenis penyakit menular dapat dicegah dengan obat (misalnya penyakit malaria) atau imunisasi (misalnya polio dan campak). Perlu diingat, bahwa untuk wabah beberapa penyakit, seperti tifoid dan kolera, pemberian vaksin boleh dikatakan tidak efektif. 4. Surveilans yang berkelanjutan Selama fase akut suatu wabah, perlu tetap diawasi orang-orang yang dicurigai memiliki risiko penyakit. Segera setelah wabah berhasil diatasi, perlu dijalankan surveilans untuk menemukan kasus baru, supaya efektif. Karena system pelaporan rutin mungkin tidak memadai untuk hal tersebut, maka surveilans di masyarakat merupakan alat penting untuk mengenal dan melaporkan setiap kasus baru.

d. Contoh - Contoh Penanggulangan Kejadian Luar Biasa Contoh penanggulangan kejadian luar biasa diambil dari “Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2013 Tentang Kejadian Luar Biasa Keracunan Makanan”, pada BAB IV dan “Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 042/MENKES/SK/I/2007 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem Kewaspadaan dan Penanggulangan Kejadian Luar Biasa Penyakit Malaria”. Begitu juga dengan artikel “KLB Malaria di Lombok, Dinas Kesehatan Fokus di Daerah Endemik” yang diberitahukan bahwa sejak ditemukannya kasus (malaria) tersebut, pihak Dinas Kesehatan juga sudah melakukan upaya penanggulangan KLB. Salah satu caranya adalah dengan pemeriksaan darah secara massal. Selain itu, Dinas Kesehatan juga telah memberikan kelambu ke masyarakat, serta obatobatan pada penderita malaria.

26

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan Wabah dan KLB memiliki definisi yang berbeda. Wabah adalah peningkatan kejadian kesakitan/kematian yang meluas secara cepat, baik dalam jumlah kasus maupun luas daerah penyakit, dan dapat menimbulkan malapetaka. Sedangkan KLB ialah timbulnya atau meningkatnya kejadian kesakitan/kematian yang bermakna secara epidemiologis pada suatu daerah dalam kurun waktu tertentu yang dapat menjurus terjadinya wabah. Terungkapnya suatu wabah dan KLB ini dideteksi dari anaisis data surveilans rutin dan adanya laporan petugas, pamong ataupun warga setempat sehingga pemerintah setempat dapat melakukan sebuah penyelidikan. Alasannya untuk merencanakan pertimbangan program atas dasar ganas tidakanya penyakit, sumber dan cara penularannya, ada tidaknya cara penanggulangan dan pencegahan yang tempat.

Beberapa langkah

penyelidikan sudah diuraikan sebelumnya, yaitu ada persiapan investigasi di lapangan, memastikan adanya wabah, memastikan diagnosis, membuat definisi kasus, menemukan dan menghitung kasus, epidemiologi deskriptif (waktu, tempat, orang), membuat hipotesis, menilai hipotesis, memperbaiki hipotesis dan mengadakan penelitian tambahan, melaksanakan pengendalian dan pencegahan, dan menyampaikan hasil penyelidikan.

3.2 Saran Sebagai tenaga kesehatan, sudah menjadi tugas kita untuk melakukan suatu penyelidikan yang bisa mengakibatkan kesehatan manusia menjadi terganggu. Selain itu, dalam menjalankan penyelidikan tersebut diperlukan adanya kerjasama pula. Maka dari itu, jadilah tenaga kesehatan yang berperan sebagai preventif. 27

DAFTAR PUSTAKA

Budioro, B.. 2007. Pengantar Epidemiologi edisi II. Semarang : Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Departemen Kesehatan RI. 2004. Buku Pedoman Penyelidikan dan Penanggulangan Kejadian Luar Biasa (Pedoman Epidemiologi Penyakit). Jakarta: Depkes RI. Gordis, Leon. 2009.

Epidemiology Fourth Edition. United State Of

America. Elsevier Inc. http://elearning.gunadarma.ac.id/docmodul/epidemiologi_kebidanan/bab5wabah.pdf diakses pada tanggal 10 februari 2019 https://novitara119495212.wordpress.com/2018/10/01/epidemiologipenyelidikan-wabah-klb-di-komunitas/ diakses pada tanggal 10 februari 2019 Kemenkes RI. 2007. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 042/MENKES/SK/I/2007 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem Kewaspadaan dan Penanggulangan Kejadian Luar Biasa Penyakit Malaria. Jakarta: Depkes RI. Kemenkes

RI.

Peraturan

Menteri

Kesehatan

Nomor

:

1501/MENKES/PER/X/2010 Tentang Jenis Penyakit Menular Tertentu Yang Dapat Menimbulkan Wabah Dan Upaya Penanggulangan. Jakarta: Depkes RI. Kemenkes. 2013. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2013 Tentang Kejadian Luar Biasa Keracunan Makanan. Jakarta : Depkes RI. Permenkes

Nomer

948/MENKES/SK/VII/2004

tentang

Pedoman

Penyelenggaraan System Kewaspadaan Dini Kejadian Luar Biasa (KLB).

28

Diakses melalui https://www.persi.or.id pada tanggal 9 februari 2019 pukul 13.15 WIB Prasasti, Giovani Dio. 2018. KLB Malaria di Lombok, Dinas Kesehatan Fokus

di

Daerah

Endemik.

https://www.liputan6.com/health/read/3643075/klb-malaria-di-lombokdinas-kesehatan-fokus-di-daerah-endemik diakses pada tanggal 9 Februari 2019, pukul 08.00 WIB Rajab,Wahyudin.2009.Buku

Ajar

Epidemiologi

untuk

Mahasiswa

Kebidanan.Jakarta:EGC. Rianti,Emy,DKK. 2009. Buku Ajar Epidemiologi dalam Kebidanan. Jakarta : Trans Info Media.

29

KLB Malaria di Lombok, Dinas Kesehatan Fokus di Daerah Endemik

Liputan6.com, Jakarta Kasus malaria di Lombok Barat ditetapkan menjadi Kejadian Luar Biasa (KLB). Adapun, wilayah yang menjadi fokus adalah Kecamatan Gunungsari, Kabupaten Lombok Barat. Pelaksana Tugas Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), Marjito, mengatakan pihaknya telah melakukan pertemuan dengan pihak-pihak terkait, mengenai penetapan kecamatan Gunungsari sebagai fokus KLB Malaria. Ketika dihubungi oleh Health Liputan6.com pada Kamis (13/9/2018), Marjito mengatakan sudah ada 128 orang yang positif malaria. "Ada ibu hamil, ada bayi, dan ada juga anak balita. Untuk detil anak-anaknya berapa saya belum tahu datanya," ujar Marjito.

30

Marjito mengungkapkan, sebelum kejadian gempa pun, daerah di Lombok Barat tersebut memang wilayah endemik malaria. Sehingga, pihak Dinas Kesehatan pun mengakui mereka tidak kaget dengan adanya kejadian tersebut.

"Jadi, lokasi kasus malaria ini daerah endemik di situ. Memang selalu ada malaria di situ. Secara kebetulan saja, ada gempa ini, jadi posisi di luar, istirahat kurang, makan kurang, pada saat daya tahan tubuh kita sudah lemah, saat itulah munculnya malaria ini," kata Marjito memaparkan.

Upaya Penanggulangan Sejak ditemukannya kasus tersebut, pihak Dinas Kesehatan juga sudah melakukan upaya penanggulangan KLB. Salah satu caranya adalah dengan pemeriksaan darah secara massal. "Darah yang terindikasi, berdasarkan hasil pemeriksaan kami, ditemukan sekitar 111. Itu yang penemuan kasus malaria secara aktif melalui pemeriksaan darah secara massal," ujar Marjito. Selain itu, pihaknya juga telah memberikan kelambu ke masyarakat, serta obat pada pasien yang positif malaria. Marjito mengakui, ketersediaan obat malaria terbilang aman. Namun, dia mengatakan pihaknya kekurangan alat pemeriksaan cepat malaria (Rapid Diagnostic Test/RDT). "Itu yang kita sudah habis. Kemarin terakhir ada tiga ribu, kemarin sudah kita distribusikan untuk dimanfaatkan. Dan kami sudah mengajukan permintaan ke pusat melalui Kementerian Kesehatan sekitar tujuh ribu," jelas Marjito.

31

Related Documents


More Documents from "Arya RezaGamma"