Patofisiologi.docx

  • Uploaded by: yuda suharyadi97
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Patofisiologi.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 3,917
  • Pages: 17
GANGGUAN SISTEM ENDOKRIN DAN METABOLIK MAKALAH Diajukan Untuk Memenuhi Salah satu Tugas Mata Kuliah Patofisiologi Dosen : Hj. Sri Hartati, S.Kep.,Ners

Disusun Oleh : Kelompok : 7 Yandi Muhamad Z Yogi Septiansyah Yuanda Fransiska M Yuda Suharyadi Yustika Mutia R Yuyun Rusmawati

: 34403517138 : 34403517139 : 34403517140 : 34403517141 : 34403517142 : 34403517143

AKADEMI KEPERAWATAN PEMERINTAH KABUPATEN CIANJUR 2018

i

KATA PENGANTAR Pertama-tama marilah kami panjatkan puji dan syukur kehadirat Allah swt. Atas rahmat dan ridho-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini dengan judul “Gangguan Sistem Endokrin dan Metabolik”. Makalah ini disusun dalam rangka memenuhi tugas kelompok mata kuliah “Patofisiologi”. Tidak ada manusia yang sempurna, kami mengakui bahwa kami manusia yang mempunyai batasan. Oleh karena itu, tidak semua hal yang bisa kami buat dengan sempurna dalam makalah ini. Maka dari itu, kami mohon maaf atas segala kekurangan dan kami bersedia untuk menerima kritik dan saran yang sifatnya membangun guna sempurnanya makalah ini. Dengan menyelesaikan makalah ini, kami mengharapkan makalah ini dapat bermanfaat, khususnya bagi penulis dan umumnya bagi pembaca. .

Cianjur, Maret 2018 Penyusun

ii

DAFTAR ISI Kata Pengantar ................................................................................................. i Daftar Isi .......................................................................................................... ii BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ..................................................................................... 1 B. Rumusan Masalah ................................................................................ 1 C. Tujuan .................................................................................................. 1 BAB II PEMBAHASAN A. Gangguan Infusiensi Adrenal dan Hipersekresi Adrenal 1. Definisi Infusiensi Adrenal ............................................................. 2 2. Etiologi ............................................................................................ 3 3. Manifestasi Klinis ........................................................................... 3 4. Patofisiologi .................................................................................... 4 5. Definisi Hipersekresi Adrenal ....................................................... 6 6. Jenis-jenis Penyakit Kelenjar Adrenal ............................................. 6 B. Gangguan pankreas metabolisme glukosadan Diabetes Melitus 1. Definisi ............................................................................................ 8 2. Etiologi ............................................................................................ 8 3. Manifestasi Klinis ........................................................................... 9 4. Patofisiologi .................................................................................... 9 5. Klarifikasi Diabetes mellitus............................................................ 12 BAB III PENUTUP A. Kesimpulan ........................................................................................... 13 B. Saran ..................................................................................................... 13 Daftar Pustaka ................................................................................................. 14

iii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sistem endokrin merupakan system kelenjar yang memproduksi substans untuk digunakan di dalam tubuh. Kelenjar endokrin mengeluarkan substansi yang tetap beredar dan bekerja didalam tubuh. Hormon merupakan bahan kimia yang disintesa oleh kelenjar dibawah kontrol genetic dan kemudian disekresikan menuju darah. Sistem endokrin mempunyai sel-sel target spesifik di dalam tubuh dan mengontrol bermacam-macam fungsi fisiologis. Perubahan pada fungsi kelenjar endokrin, hormon-hormon, atau aktifitas sel target, biasanya mempunyai pengaruh yang cukup lama. Banyak penyakit endokrin yang prosesnya lambat dan tidak ketahuan gejala-gejalanya, banyak fungsi tubuh yang dikontrol oleh sistem endokrin merupakan sistem yang vital, disfungsi sistem ini akan menimbulkan keadaan yang serius dan fatal.

B. Rumusan Masalah a. Mengetahui penyakit pada sistem endoktrin dan metabolik? C. Tujuan 1. Untuk memenuhi salah satu tugas Patofisiologi. 2. Untuk mengetahui tentang gangguan Sistem Endoktrin dan Metabolik. 3. Untuk mengetahui patofosiologi Hormon.

1

BAB II GANGGUAN SISTEM ENDOKRIN DAN METABOLIK A. Gangguan Infusiensi Adrenal dan Hipersekresi Adrenal 1.

Definisi Insufisiensi adrenal adalah sekresi yang inadekwat dari adrenokortikosteroid, dapat terjadi sebagai hasildari sekresi ACTH yang tidak cukup atau karena kerusakan dari kelenjar adrenal dapatsebagian atau seluruhnya. Manifestasi yang terjadi dapat bermacam macam , dapat terjadi tiba tiba dan mengancam jiwa atau dapat juga berkembang secara bertahap dan perlahan lahan. (Smeltzer Susan C, Brenda G. Bare. 2002) Insufisiensi adrenal dibagi menjadi 3 tipe, tergantung dari dimana terjadinya masalah pada kelenjar hipothalamik pituitary-adrenal dan seberapa cepat turunnya hormon hormon tersebut.

a. Chronic primary adrenal insufiiciency ( Addison disease) adalah suatu kondisi penyakit yang terjadi akibat gangguan penurunan fungsi kelenjar adrenal. Addison adalah insufisiensi adrenal yang berat dengan ekserbasi yang tiba – tiba. Hal ini dapat menimbulkan kematian bila tidak segera ditangani. ( Price, sylvia anderson 2006 ) b. Chronic secondary adrenal insufficiency kegagalan pituitari menyekresi ACTH (sekresi aldosteron intak karena dikendalikan oleh sumbu renin-angiotensin) Adanya penyebab hipopituitarisme primer atau sekunder. ( Price, sylvia anderson 2006) c. Acute adrenal insufficiency ( Adrenal Crisis ) adalah suatu keadaan insufisiensi adrenal akut, tanpa tanda klinis yang khas. Diagnosis krisis adrenal hanya berdasarkan kemungkinan saja, dan pengobatannya harus segera diberikan tanpa menunggu hasil laboratorium. ( Price, sylvia anderson 2006 )

2

2.

Etiologi Menurut Syaifudin, 2006 ada beberapa etiologi yaitu : a. Chronic primary adrenal insufiiciency ( Addison disease) a) Autoimun ( kurang lebih 70-90 kasus) b) Infeksi ( TBC, Histoplasmosis, HIV, Syphilis) c) Keganasan ( metastase dari paru paru, mamae, carcinoma colon, melanoma, lymphoma) b. Chronic secondary adrenal insufficiency a) Terapi glukokortikoid jangka lama ( mensupresi CRH ) b) Tumor pituitari atau hipotalamus c) Radiasi pituitari d) Penyakit infeksi dan infiltrasi dari kelenjar pituitari ( sarkoid, hystiosistosis,TB, histoplasmosis) c. Acute adrenal insufficiency ( Adrenal Crisis ) a) Penyebab primer adalah perdarahan kelenjar adrenal bilateral, trombosis atau nekrosis selama terjadi sepsis atau ketika mendapat antikoagulan. Bila kehilangan kelenjar adrenal unilateral tidak akan menyebabkan insufisiensi adrenal. b) Penyebab sekunder adalah peripartum pituitary infark (Sheehan`s syndrom), Pituitary apoplexy ( perdarahan pada kelenjar pituitary), trauma kepala dengan gangguan batang kelenjar pitutari, tetapi biasanya tidak seberat pada keadaan adrenal insuficiency primer karena sekresi aldosteron tidak dipengaruhi.

3. Manifestasi klinis Menurut Elizabeth Corwin, 2009, ada beberapa manifestasi klinis yaitu : a. Chronic primary adrenal insufiiciency ( Addison disease) Penyakit Addison ditandai oleh kelemahan otot, anorexia, gejala gastro intestinal, keluhan mudah lelah, emosional (tubuh harus kering) pigmentasi pada kulit, jari berbuku – buku pada lutut, siku serta membran mukosa. Hipotensi glukosa rendah, kalium tinggi pada kasus yang berat disertai oleh dehidrasi yang kronis. Gejala Lanjutan : Dengan berkelanjutan penyakit yang disertai hipotensi otot sebagai akibat dari hipokortitolisme pasien akan mengalami krisis Addisonian yang ditandai oleh stanosis, panas dan tanda – tanda shoek, pekat, cemas, nadi cepat, TD rendah, sakit kepala, nyeri abdomen, diare. Pada pasien yangmengalami penyakit Addison akan ditemukan hal – hal sebagai berikut : - Kelemahan otot yang luas - Anorexia - Gejala gastrointertinal - Mudah lelah - Omoslasis 3

b. Chronic secondary adrenal insufficiency Manifestasi klinis dari chronic secondary adrenal insufficiency adrenal yaitu ang berhubungan dengan kekurangan hormon kortisol adalah: lemah badan, cepat lelah, anoreksia, mual-mual, muntah, diare, hipoglikemi, eosinophilia, hipotensi ortostatik yang ringan. c. Acute adrenal insufficiency ( Adrenal Crisis ) Gejala klinis yang mendukung suatu diagnosis krisis adrenal adalah sebagai berikut : a) Syok yang sulit dijelaskan etiologinya biasanya tidak ada pengaruh dengan pemberian resusitasi cairan atau vasopresor. b) Hipotermia atau hipertermia c) Yang berhubungan dengan kekurangan kortisol yaitu cepat lelah, lemah badan, anoreksia, mual mual dan muntah , diare, hipoglikemi, hipotensi, hiponatremi. d) Yang berhubungan dengan kekurangan hormon aldosteron yaitu hiperkalemia dan hipotensi berat yang menetap e) Lain lain tergantung dari penyebab, mungkin didapatkan panas badan, nyeri abdomen dan pinggang yang berhubungan dengan perdarahan kelenjar adrenal 4. Patofisiologi dan Pathways Patofisiologi menurut Aderson, Silvia Price, 1996 dalam buku Patofisiologi: Konsep Klinik Proses-Proses Penyakit, antara lain: a. Chronic primary adrenal insufiiciency ( Addison disease) Insufisiensi adrenal kronis terjadi ketika kelenjar adrenal gagal untuk mengeluarkan hormon dalam jumlah yang adekwat, untuk memenuhi kebutuhan fisiologis, walaupun ACTH keluar dari kelenjar pituitari. Insufisiensi adrenal merupakan disfungsi kortek adrenal atau lebih dikenal dengan hipoadrenalisme / kiperkortikolisme. Hal ini dapat terjadi karena kerusakan pada kortek adrenal atau dapat juga karena penurunan stimulasi dari hormon adreno kortikolisme. Keadaan ini berkaitan dengan hal psikologis dimana sekresi adrenal berkaitan erat dengan stres. Keadaan stres yang berat dapat menimbulkan shok yang apda akhirnya dapat menimbulkan ancaman kematian karena besarnya pengeluaran cairan natirum dan hipoglikemi. Konsekuensi lain defisiensi kortisol adalah peningkatan umpan balik negative dalam sekresi peptide yang berasal dari proopiomelanokortin (POMC), termasuk ACTH dan melanocyte stimulating hormone. Konsekuensi klinis adalah hiperpigmentasi, yang biasanya terjadi di bagian distal ekstremitas di daerah terpajan matahari walaupun juga dapat mengenai daerah yang dalam keadaan normal tidak terpajan matahari.

4

b. Chronic secondary adrenal insufficiency Insufisiensi adrenal kronis sekunder terjadi ketika steroid eksogen menekan hypothalamus-pituitary-adrenal axis (HPA). Bila terjadi penurunan dari steroid eksogen ini akan mencetuskan suatu krisis adrenal.atau stess yang akan meningkatkan kebutuhan kortisol. c. Acute adrenal insufficiency ( Adrenal Crisis ) Kortek adrenal memproduksi 3 hormon steroid yaitu hormon glukokortikoid (kortisol), mineralokortikoid (aldosteron, 11-deoxycoticosterone) dan androgen (dehydroepiandrosterone). Hormon utama yang penting dalam kejadian suatu krisis adrenal adalah produksi dari kortisol dan adrenal aldolteron yang sangat sedikit. Kortisol meningkatkan glukoneogenesis dan menyediakan zat - zat melaluiproteolisis, penghambat sintesis protein, mobilisasi asam lemak,dan meningkatkan pengambilan asam amino di hati. Kortisol secara tidak langsung meningkatkan sekresi insulin untuk mengimbangi hperglikemi tetapi juga menurunkan sensitivitas dari insulin. Kortisol juga mempunyai efek anti inflamasi untuk mestabilkan lisosom, menurunkan respon leukositik dan menghambat produksi sitokin. Aktivitas fagositik dipertahankan tetapi sel mediated imunity hilang pada keadaan kekurangan kortisol dan mensupresi sintesis adrenokortikotropik hormon ( ACTH). Aldosteron di keluarkan sebagai respon terhadap stimulasi dari angiotensin II melalui system renin angiotensin, hiperkalemi, hiponatremi dan antagonis dopamin. Efek nya pada target organ primer. Ginjal meningkatkan reabsorpsi dari natrium dan sekresi dari kalium dan hidrogen. Mekanismenya masih belum jelas, peningkatan dari natrium dan kalium mengaktivasi enzim adenosine triphosphatase ( Na/K ATPase) yang bertangung jawab untuk trasportasi natrium dan juga meningkatkan aktivitas dari carbonic anhidrase, efek nya adalah meningkatkan volume intravaskuler. System renin angiotensin-aldosteron tidak dipengaruhi oleh glukokortikoid eksogen dan kekurangan ACTH mempuyai efek yang sangat kecil untuk kadar aldosteron kekurangan hormon adrenokortikal menyebabkan efek yang berlawanan dengan hormon ini dan menyebabkan gejala klinis yang dapat ditemukan pada krisis adrenal. Pada perdarahan, trombosis, autoimun, stres, tuberkulosis, infeksi, tumor, dan trauma dapat menyebabkan disfungsi korteks adrenal dan dapat mengakibatkan disfungsi korteks adrenal sehingga dapat menurunkan kadar glukotiroid, sehingga dapat meningkatkan ATCH dan CRH, hal in akan menyebabkan hilangnya androgen adrenal dan aldosteron. Sehingga akan menyebabkan hiponatremia, gangguan mental, frustasi, hiperpigmentasi addison desease.

5

5.

Definisi Hipersekresi Adrenal Kelenjar adrenal, yang terletak di bagian atas setiap ginjal, menghasilkan hormon yang membantu mengontrol gula darah tubuh, membakar protein dan lemak, bereaksi terhadap stres seperti penyakit utama atau cedera, dan mengatur tekanan darah. Dua dari hormon adrenalin yang paling penting adalah kortisol dan aldosteron. Kelenjar adrenal juga memproduksi adrenalin dan sejumlah kecil hormon seks yang disebut androgen, antara hormon lainnya. Kelenjar adrenal adalah dua kelenjar terpisah yang berada di permukaan ginjal. Kelenjar adrenal memiliki nama lain kelenjar superenalis, adrenal sendisi berasal dari istilah Latin ‘ad renes’, artinya ‘berada di dekat ginjal’. Kelenjar ini memegang peran penting di dalam tubuh, antara lain mengatur metabolisme tubuh dan produksi hormon penyebab stres, serta memproduksi dan mengatur hormon seks, khususnya estrogen. Salah satu hormon yang banyak diketahui adalah adrenalin yang juga berasal dari kelenjar adrenal. Hormon ini akan terangsang dan terlepas saat berada dalam kondisi ‘fight or flight’, untuk mempersiapkan reaksi tubuh terhadap keadaan darurat atau menakutkan. Kedua kelenjar adrenal berada di permukaan ginjal, namun bentuknya tidak simetris. Salah satu kelenjar berbentuk segitiga, sedangkan kelenjar lainnya berbentuk seperti setengah bulan. Panjang dan lebar keduanya hanya sekitar 3 inchi.

6. Jenis-jenis Penyakit Kelenjar Adrenal Gangguan pada kelenjar adrenal akan muncul bila produksi hormon berlebihan atau terlalu sedikit. Ketidakseimbangan ini menyebabkan infeksi, tumor, mutasi genetik atau gangguan pada kelenjar lain, seperti kelenjar pituitari yang juga mengatur kelenjar adrenal. Sindrom Cushing – Kondisi ini disebabkan oleh produksi hormon kortisol berlebih di dalam korteks adrenal, yang dapat memicu tumor pada kelenjar pituitari atau adrenal dan yang sangat jarang terjadi, kanker paru-paru. Penyakit Addison – Penyakit ini disebabkan oleh kekurangan produksi kortisol dan aldosteron. Jika gangguan berada di dalam kelenjar adrenal, maka disebut insufisiensi adrenalin primer. Namun bila masalahnya ada pada otak dan perintah produksi hormon, maka disebut adrenalin sekunder.

6

B. Gangguan pancreas : metabolisme Glukosadan Diabetes Melitus Peran pankreas dalam mengatur metabolisme glukosa Karbohidrat terdapat dalam berbagai bentuk, termasuk gula sederhana atau monosakarida, dan unit- unit kimia yang kompleks, seperti disakarida dan polisakarida. Karbohidrat yang sudah ditelan akan dicerna menjadi monosakarida dan diabsorpsi, terutama dalam duodenum dan jejenum proksimal. Sesudah diabsorpsi, kadar glukosa darah akan meningkat untuk sementara waktu dan akhirnya akan kembali lagi ke kadar semula. Pengaturan fisiologis kadar glukosa darah sebagian besar bergantung pada hati yang   

Mengekstraksi glukosa, Menyintesis glikogen, dan Melakukan glikogenolisis.

Dalam jumlah yang lebih sedikit, jaringan perifer-otot dan adiposa-juga mempergunakan ekstrak glukosa sebagai sumber energi sehingga jaringan-jaringan ini ikut berperan dalam mempertahankan kadar glukosa darah. Jumlah glukosa yang diambil dan dilepaskan oleh hati dan yang digunakan oleh jaringan-jaringan perifer bergantung pada keseimbangan fisiologis beberapa hormon yaitu : Hormon yang merendahkan kadar glukosa darah, atau Hormon yang meningkatkan kadar glukosa darah. Insulin merupakan hormon yang menurunkan glukosa darah, dibentuk oleh sel-sel beta pulau Langerhans pankreas'. Hormon yang meningkatkan kadar glukosa darah, antara lain Glukagon yang disekresi oleh sel-sel alfa pulau Langerhans, Epinefrin yang disekresi oleh medula adrenal dan jaringan kromafin lain, Glukokortikoid yang disekresi oleh korteks adrenal, dan Growth hormone yang disekresi oleh kelenjar hipofisis anterior. Glukagon, epinefrin, glukokortikoid, dan growth hormone, membentuk suatu pelawan mekanisme regulator yang mencegah timbulnya hipoglikemia akibat pengaruh insulin. Tes-Tes Toleransi Glukosa Kadar glukosa serum puasa normal (teknik auto- analisis) adalah 70 sampai 110 mg/dl. Hiperglikemia didefinisikan sebagai kadar glukosa puasa yang lebih tinggi dari 110 mg/ dl, sedangkan hipoglikemia bila kadarnya lebih rendah dari 70 mg/dl. Glukosa difiltrasi oleh glomerulus ginjal dan hampir semuanya direabsorpsi oleh tubulus ginjal selama kadar glukosa dalam plasma tidak melebihi 160 sampai 180 mg/dl. Jika konsentrasi serum naik melebihi kadar ini, glukosa tersebut akan keluar bersama urine, dan keadaan ini disebut sebagai glikosuria. Kemampuan seseorang untuk mengatur kadar glukosa plasma agar tetap dalam batas-batas normal dapat ditentukan melalui tes Kadar glukosa serum puasa, dan Respons glukosa serum terhadap pemberian glukosa. Mempertahankan kadar glukosa puasa normal bergantung pada produksi glukosa hepar, ambilan glukosa jaringan perifer, dan hormon yang mengatur metabolisme glukosa. Kegagalan fungsi ini menyebabkan peningkatan atau penurunan kadar glukosa puasa.

7

Pada pasien dengan diabetes melitus (suatu keadaan defisiensi insulin yang absolut atau relatif), kadar glukosa puasa serum menjadi abnormal setelah diagnosis ditetapkan. Metode yang lebih sensitif untuk dapat mengetahui adanya kelainan dalam metabolisme glukosa adalah pengukuran kadar glukosa plasma setelah suatu pemberian beban glukosa. Individu nondiabetik yang memakan glukosa menunjukkan kenaikan kadar glukosa plasma sementara yang memicu sekresi insulin, dan pembuangan glukosa yang diperantarai insulin akan kembali ke kadar normal. Tes tradional yang digunakan untuk menilai buangan glukosa adalah fes toleransi glukosa oral (OGTT). Tes ini telah digunakan untuk mendiagnosis diabetes awal secara pasti, namun tes ini tidak dibutuhkan untuk penapisan dan sebaiknya tidak dilakukan pada pasien dengan manifestasi klinis diabetes dan hiperglikemia. Pada OGTT, kadar glukosa serum diukur sebelum dan sesudah mengkomsumsi 75 g glukosa. Kadar glukosa diukur setiap setengah jam selama 2 jam setelah pemberian glukosa. Pada keadaan sehat, kadar glukosa puasa individu yang dirawat jalan dengan toleransi glukosa normal adalah 70 hingga 110 mg/dl. Setelah pemberian glukosa, kadar glukosa akan meningkat pada awalnya namun akan kembali ke keadaan semula dalam waktu 2 jam. Kadar glukosa serum yang kurang dari 200 mg/dl setelah setengah,satu, dan satu setengah jam pemberian glukosa dan kurang dari 140 mg/dl setelah 2 jam ditetapkan sebagai nilai OGTT normal (National Diabetes Data Group criteria). Kriteria yang sedikit berbeda dari nilai ini telah diajukan oleh peneliti lain dan organisasi kesehatan. DIABETES MELITUS A. Definisi Diabetes melitus adalah gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis termasuk heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi karbohidrat. Jika telah berkembang penuh secara klinis, maka diabetes melitus ditandai dengan hiperglikemia puasa dan postprandial, aterosklerotik dan penyakit vaskular mikroangiopati, dan neuropati. Manifestasi klinis hiperglikemia biasanya sudah bertahun-tahun mendahului timbulnya kelainan klinis dari penyakit vaskularnya. Pasien dengan kelainan toleransi glukosa ringan (gangguan glukosa puasa dan gangguan toleransi glukosa) dapat tetap berisiko mengalami komplikasi metabolik diabetes. B. Etiologi Ada bukti yang menunjukkan bahwa etiologi diabetes melitus bermacam-macam. Meskipun berbagai lesi dengan jenis yang berbeda akhirnya akan mengarah pada insufisiensi insulin, tetapi determinan genetik biasanya memegang peranan penting pada mayoritas penderita diabetes melitus. Diabetes melitus tipe 1 adalah penyakit autoimun yang ditentukan secara genetik dengan gejala-gejala yang pada akhirnya menuju proses bertahap perusakan imunologik sel- sel yang memproduksi insulin. Individu yang peka secara genetik tampaknya memberikan respons terhadap kejadian-kejadian pemicu yang diduga 8

berupa infeksi virus, dengan memproduksi autoanti- bodi terhadap sel-sel beta yang akan mengakibatkan berkurangnya sekresi insulin yang dirangsang oleh glukosa. C. Manifestasi klinis diabetes melitus terjadi jika lebih dari 90 persen sel-sel beta menjadi rusak. Pada diabetes melitus dalam bentuk yang lebih berat, sel-sel beta telah dirusak semuanya, sehingga terjadi insulinopenia dan semua kelainan metabolik yang berkaitan dengan defisiensi insulin. Bukti untuk determinan genetik diabetes tipe 1 adalah adanya kaitan dengan tipe-tipe histokompatibilitas (human leukocyte antigen (HLA) spesifik. Tipe dari gen histokompatibilitas yang berkaitan dengan diabetes tipe 1 (DW3 dan DW4) adalah yang memberi kode kepada protein- protein yang berperanan penting dalam interaksi monosit-limfosit. Protein-protein ini mengatur respons sel T yang merupakan bagian normal dari respons imun. Jika terjadi kelainan, fungsi limfosit T yang terganggu akan berperan penting dalam pato- genesis perusakan sel-sel pulau Langerhans. Juga terdapat bukti adanya peningkatan antibodi-antibodi terhadap sel-sel pulau Langerhans yang ditujukan terhadap komponen antigenik tertentu dari sel beta. Kejadian pemicu yang menentukan proses autoimun pada individu yang peka secara genetik dapat berupa infeksi virus coxsackie 84 atau gondongan atau virus lain. Epidemi diabetes tipe L awitan baru telah diamati pada saat-saat tertentu dalam setahun pada anggota-anggota dari kelompok sosial yang sama. Obat-obat tertentu yang diketahui dapat memicu penyakit antoimun lain juga dapat memulai proses autoimun pada pasien-pasien diabetes tipe 1. Antibodi sel-sel pulau Langerhans memiliki presentasi yang tinggi pada pasien dengan diabetes tipe 1 awitan baru dan memberikan bukti yang kuat adanya mekanjsme antoimun pada patogenesis penyakit. Penapisan imunologik dan pemeriksaan sekresi insulin pada orang-orang dengan risiko tinggi terhadap diabetes tipe 1 akan memberi jalan untuk pengobatan imunosupresif dini yang dapat menunda awitan manifestasi kiinis defisiensi insulin. Pada pasien-pasien dengan diabetes melitus tipe 2, penyakitnya mempunyai pola familial yang kuat. Indeks untuk diabetes tipe 2 pada kembar monozigot hampir 100%. Risiko berkembangnya diabetes tipe 2 pada saudara kandung mendekati 40% dan 33% untuk anak cucunya. Transmisi genetik adalah paling erat dan contoh terbaik terdapat dalam diabetes awitan dewasa muda (MODY), yaitu subtipe penyakit diabetes yang diturunkan dengan pola autosomal dominan. Jika orang tua menderita diabetes tipe 2, rasio diabetes dan nondiabetes pada anak adalah 1:1, dan sekitar 90% pasti membawa (carrier) diabetes tipe 2. Diabetes tipe 2 ditandai dengan kelainan sekresi insulin, serta kerja insulin. Pada awalnya tampak terdapat resistensi dari sel-sel sasaran terhadap kerja insulin. Insulin mula-mula mengikat dirinya kepada reseptor-reseptor permukaan sel tertentu, kemudian terjadi reaksi intraselular yang menyebabkan mobilisasi pembawa GLUT 4 glukosa dan meningkatkan transpor glukosa menembus membran sel. Pada pasien-pasien dengan diabetes tipe 2 terdapat kelainan dalam pengikatan insulin dengan reseptor. Kelainan ini dapat disebabkan oleh berkurangnya jumlah tempat 9

reseptor pada membran sel yang selnya responsif terhadap insulin atau akibat ketidaknormalan reseptor insulin intrinsik. Akibatnya, terjadi penggabungan abnormal antara kompleks reseptor insulin dengan sistem transpor glukosa. Ketidaknormalan postreseptor dapat mengganggu kerja insulin. Pada akhirnya, timbul kegagalan sel beta dengan menllrunnya jumlah insulin yang beredar dan tidak lagi memadai untuk mempertahankan euglikemia (gula darah normal). Sekitar 80% pasien diabetes tipe 2 mengalami obesitas. Karena obesitas berkaitan dengan resistensi insulin, maka kelihatannya akan timbul kegagalan toleransi glukosa yang menyebabkan diabetes tipe 2. Pengurangan berat badan seringkali dikaitkan dengan perbaikan dalam sensitivitas insulin dan pemulihan toleransi glukosa. D. Klasifikasi Diabetes Melitus Beberapa klasifikasi diabetes melitus telah diperkenalkan, berdasarkan metode presentasi klinis, umur awitan, dan riwayat penyakit. Gambar 2 menjelaskan klasifikasi yang diperkenalkan oleh American Diabetes Association (ADA) berdasarkan pengetahuan mutakhir mengenai patogenesis sindrom diabetes dan gangguan toleransi glukosa. Klasifikasi ini telah disahkan oleh World Health Organization (WHO) dan telah dipakai di seluruh dunia. Empat klasifikasi klinis gangguan toleransi glukosa: Diabetes melitus tipe 1 dan 2, Diabetes gestasional (diabetes kehamilan), dan Tipe khusus lain. Dua kategori lain dari toleransi glukosa abnormal adalah Gangguan toleransi glukosa dan Gangguan glukosa puasa. Diabetes tipe 1 Dulu dikenal sebagai tipe juvenile onset dan tipe dependen insulin; namun, kedua tipe ini dapat muncul pada sembarang usia. Insidens diabetes tipe 1 sebanyak 30.000 kasus baru setiap tahunnya dan dapat dibagi dalam dua subtipe: Autoimun akibat disfungsi autoimun dengan kerusakan sel-sel beta; dan Idiopatik, tanpa bukti adanya autoimun dan tidak diketahui sumbernya. Subtipe ini lebih sering timbul pada etnik keturunan Afrika-Amerika dan Asia. Diabetes tipe 2 Dulu dikenal sebagai tipe dewasa atau tipe onset maturitas dan tipe nondependen insulin. Insidens diabetes tipe 2 sebesar 650.000 kasus baru setiap tahunnya. Obesitas sering dikaitkan dengan penyakit ini.

10

Diabetes gestnsional (GDM) Dikenali pertama kali selama kehamilan dan memengaruhi 4 persen dari semua kehamilan. Faktor risiko terjadinya GDM adalah usia tua, etnik, obesitas, multiparitas, riwayat keluarga, dan riwayat diabetes gestasionai terdahulu. Karena terjadi peningkatan sekresi berbagai hormon yang mempunyai efek metabolik terhadap toleransi glukosa, maka kehamilan adalah suatu keadaan diabetogenik. Pasien-pasien yang mempunyai predisposisi diabetes secara genetik mungkin akan memerlihatkan intoleransi glukosa atau manifestasi klinis diabetes pada kehamilan. Kriteria diagnosis biokimia diabetes kehamilan yang dianjurkan adalah kriteria yang diusulkan oleh O'Sullivan dan Mahan (1973). Menurut kriteria ini, GDM terjadi apabila dua atau lebih dari nilai berikut ini ditemukan atau dilampaui sesudah pemberian 75 g glukosa oral: puasa, 105 mg/dl;1jam, 790 mg/dl;2 jam, 165 mg/dl;3 jam, 145 mg/dl. Pengenalan diabetes seperti ini penting karena penderita berisiko tinggi terhadap morbiditas dan mortalitas perinatal dan mempunyai frekuensi kematian janin viabel yang lebih tinggi. Kebanyakan perempuan hamil harus menjalani penapisan untuk diabetes selama usia kehamilan 24 hingga 28 minggu. Tipe khusus lain adalah : Kelainan genetik dalam sel beta seperti yang dikenali pada MODY. Diabetes subtipe ini memiliki prevalensi familial yang tinggi dan bermanifestasi sebelum usia 14 tahun. Pasien seringkali obesitas dan resisten terhadap insulin. Kelainan genetik telah dikenali dengan baik dalam empat bentuk mutasi dan fenotif yang berbeda (MODY 1, MODY 2, MODY 3, MODY 4); Kelainan genetik pada kerja insulin, menyebabkan sindrom resistensi insulin berat dan akantosis negrikans;    

Penyakit pada eksokrin pankreas menyebabkan pankreatitis kronik; Penyakit endokrin seperti sindrom Cushing dan akromegali; Obat-obat yang bersifat toksik terhadap sel-sel beta; dan Infeksi. Sesuai dengan kriteria ADA untuk orang dewasa yang tidak hamil

Gejala-gejala klasik diabetes dan hiperglikemia yang jelas  



Kadar glukosa plasma puasa lebih dari126mg/dl (7 mmol/L) pada sekurangkurangnya dua kesempatan, dan Kadar glukosa plasma yang didapat selama tes toleransi glukosa oral (OGTT) lebih dari 200 mg/dl pada 2 jam dan paling sedikit satu kali antara 0 sampai 2 jam sesudah pasien, makan glukosa. Kadar glukosa puasa yang ditentukan adalah 126 mg/dl karena kadar tersebut merupakan indeks terbaik dengan nilai setelah 2 jam pemberian glukosa adalah 200 mg/dl dan pada kadar tersebut retinopati diabetik, yaitu suatu komplikasi diabetes muncul untuk pertama kalinya.

11

E. Komplikasi Diabetes Melitus Komplikasi-komplikasi diabetes melitus dapat dibagi menjadi dua kategori mayor yaitu: a. b. c. d.

Komplikasi metabolik akut dan Komplikasi-komplikasi vaskular jangka panjang. Komplikasi Metabolik Akut Komplikasi metabolik diabetes disebabkan oleh perubahan yang relatif akut dari konsentrasi glukosa plasma. Komplikasi metabolik yang paling serius pada diabetes tipe 1 adalah ketoasidosis diabetik (KAD).

12

BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Insufisiensi adrenal adalah sekresi yang inadekwat dari adrenokortikosteroid, dapat terjadi sebagai hasildari sekresi ACTH yang tidak cukup atau karena kerusakan dari kelenjar adrenal dapatsebagian atau seluruhnya. Kelenjar adrenal juga memproduksi adrenalin dan sejumlah kecil hormon seks yang disebut androgen, antara hormon lainnya. Kelenjar adrenal adalah dua kelenjar terpisah yang berada di permukaan ginjal. Kelenjar adrenal memiliki nama lain kelenjar superenalis, adrenal sendisi berasal dari istilah Latin ‘ad renes’, artinya ‘berada di dekat ginjal’. Diabetes melitus adalah gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis termasuk heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi karbohidrat. Jika telah berkembang penuh secara klinis, maka diabetes melitus ditandai dengan hiperglikemia puasa dan postprandial, B. Saran Menyadari bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna, kedepannya penulis akan lebih fokus dan details dalam menjelaskan tentang makalah di atas dengan sumber – sumber yang lebih banyak yang tentunga dapat di pertanggung jawabkan. Untuk saran bisa berisi kritik atau saran terhadap penulisan juga bisa untuk menanggapi terhadap kesimpulan dari bahasan makalah yang telah di jelaskan. Untuk bagian terakhir dari makalah adalah daftar pustaka. Pada kesempatan lain akan saya jelaskan tentang daftar pustaka makalah.

13

DAFTAR PUSTAKA http://ccazzavva.blogspot.co.id/2012/05/insufisiensi-adrenal.html?m=1 tanggal : 30- maret-2018 pukul :17.08 wib.

diakses pada

https://ariefpm130597.wordpress.com/2017/09/18/insufisiensi-kelenjar-adrenal-definisiepidemiologi-etiologi-faktor-risiko-dan-manifestasi/ diakses pada tanggal : 02- april-2018 pukul :17.08 wib.

14

More Documents from "yuda suharyadi97"