Kelompok 4 Materi 4 Mikro Parasit Tito Ukis Nita Dira Marisa.docx

  • Uploaded by: Vera Dwi Tamara
  • 0
  • 0
  • August 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Kelompok 4 Materi 4 Mikro Parasit Tito Ukis Nita Dira Marisa.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 6,285
  • Pages: 33
MAKALAH ”Jenis Organisme Parasit” Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Mikrobiologi dan Parasitologi Dosen : Nurhayati, S.ST., M.Pd

Nama Kelompok : Tito Prasetiyo Mukhlis Abdi Syahbani Anita Cintya Rahayu Marisa Dwiyanda Andi Rahma Tingkat I Keperawatan

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN KALIMANTAN TIMUR PRODI DIII KEPERAWATAN KELAS BALIKPAPAN TAHUN AJARAN 2016/2017

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan rahmat dan karunia-Nya kami masih diberi kesempatan untuk menyelesaikan makalah ini. Tidak lupa kami ucapkan kepada dosen pembimbing dan teman-teman yang telah memberi dukungan dalam menyelesaikan makalah ini. Kami sadar bahwa dalam makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, Hal itu di karenakan keterbatasan kemampuan dan pengetahuan kami. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari para pembaca. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita. Akhir kata, kami memohon maaf apabila dalam penulisan makalah ini terdapat banyak kesalahan.

Balikpapan, 9 maret 2017

Kelompok

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..................................................................................................................... i DAFTAR ISI.................................................................................................................................ii BAB I ......................................................................................................................................... 3 PENDAHULUAN ........................................................................................................................ 3 A.

LATAR BELAKANG......................................................................................................... 3

B.

RUMUSAN MASALAH ................................................................................................... 4

C.

TUJUAN ........................................................................................................................ 4

BAB II ........................................................................................................................................ 5 PEMBAHASAN .......................................................................................................................... 5 1.

NEMATODA USUS ........................................................................................................ 5

2.

KLASIFIKASI NEMATODA USUS .................................................................................... 5

BAB III ..................................................................................................................................... 31 Penutup.................................................................................................................................. 31 1.

Kesimpulan ................................................................................................................. 31

2.

Saran .......................................................................................................................... 31

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................................. 32

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG Penyakit yang disebabkan cacing atau biasa disebut dengan helminthiasis merupakan

salah satu penyakit yang banyak terjadi terutama di daerah tropis.

Keberadaan penyakit ini berkaitan dengan faktor cuaca, tingkat sanitasi lingkungan dan sosio ekonomi masyarakat. Cacing memerlukan suhu dan kelembaban udara tertentu untuk hidup dan berkembang biak. Penyebaran penyakit ini dapat terjadi secara langsung maupun tidak langsung. Kebiasaan masyarakat dalam mengkonsumsi sayuran mentah, daging atau ikan yang dimasak setengah matang merupakan salah satu cara penularan secara langsung. Bila dalam bahan makanan tersebut terdapat kista atau larva cacing, maka siklus hidup cacing dapat menjadi lengkap, dan terjadilah infeksi dalam tubuh manusia. Berbeda dengan infeksi bakteri, virus dan mikroorganisme lainnya, cacing dewasa tidak bertambah banyak di dalam tubuh manusia. Penyebaran penyakit ini pun dapat terjadi melalui perantara serangga seperti nyamuk dan lalat penghisap darah yang dapat menyebarkan telur cacing dari feses penderita cacingan. Cacing yang bersifat parasit pada manusia terbagi atas dua golongan

besar

yaitu

cacing

bulat

(nemathelminthes)

dan

cacing

pipih

(platyhelmintes). Golongan Nemathelminthes terbagi lagi menjadi kelas nematode, sedangkan golongan Platyhelminthes terbagi menjadi kelas trematoda dan cestoda. Salah satu penyakit kecacingan yang masih banyak terjadi pada penduduk di Indonesia adalah yang disebabkan golongan Soil-Transmitted Helminth yaitu golongan nematoda usus

yang dalam penularannya atau dalam siklus hidupnya

melalui media tanah. Dalam hal ini berarti bahwa proses pematangan parasit dari bentuk non infektif menjadi bentuk yang infektif terjadi di tanah. Menurut Faust , Soil-Transmitted helminth adalah nematoda usus yang perkembangan embrionya pada tanah. (Faust EC et al,1976)

3

B. RUMUSAN MASALAH 1. Apa yang dimaksud dengan Nematoda usus yang termasuk soil transmitted helminth? 2. Apa yang dimaksud dengan klasifikasi nematoda usus ? 3. Apa yang dimaksud dengan nama lain, habitat, distribusi, morfologi, siklus hidup, pathogenesis, dan pencegahan penyakit akibat dari macam-macam nematoda usus?

C. TUJUAN 1. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami apa itu nematoda usus yang termasuk soil transmitted helminth 2. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami apa itu klasifikasi nematode usus 3. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami apa itu nama lain, habitat, distribusi, morfologi, siklus hidup, pathogenesis, dan pencegahan penyakit akibat dari macam-macam nematoda usus

4

BAB II PEMBAHASAN

1. NEMATODA USUS Penyakit kecacingan pada usus manusia sering disebut sebagai cacing usus, sebagian besar penularan cacing usus ini terjadi melalui tanah. Oleh karena itu digolongkan dalam kelompok cacing yang ditularkan melalui tanah atau SoilTransmitted Helminths. Soil-Transmitted Helminths adalah cacing golongan nematoda yang dalam siklus hidupnya untuk mencapai stadium infektif memerlukan tanah dengan kondisi tertentu (Safar, R, 2010). Cacing parasit tersebut menginfeksi manusia dan menyebabkan penyakit kecacingan. Infeksi cacing Soil-Transmitted Helminths merupakan infeksi kronik yang diakibatkan oleh cacing parasit dengan prevalensi tinggi dan paling banyak menyerang anak balita dan anak usia sekolah dasar. Infeksi cacing ini ditularkan melalui tanah yang tercemar telur cacing. Pencemaran telur cacing itu terjadi karena pencemaran tanah oleh tinja, ini memudahkan transmisi telur dari tanah kepada manusia melalui tangan yang tercemar oleh telur cacing parasit, kemudian masuk ke mulut bersama makanan. Biasanya tanah yang cocok untuk perkembang biakan atau daur hidup cacing Soil-Transmitted Helminths adalah tanah yang lembab dengan suhu lembab dan hangat, hal ini bertujuan untuk menetaskan telur (Gracia,Lynne S. dan David A. Bruckner, 1996). Selain suhu, kondisi cuaca dan iklim sangat mempengaruhi kondisi tanah untuk perkembang biakan cacing Soil Transmitted Helminths.

2. KLASIFIKASI NEMATODA USUS A. ASCARIS LUMBRICOIDES Ascaris lumbricoides adalah cacing gelang raksasa manusia, termasuk dalam filum Nematoda. Sebuah nematoda ascarid, ia bertanggung jawab untuk ascariasis penyakit pada manusia, dan merupakan cacing parasit terbesar dan paling umum 5

pada manusia. Seperempat dari populasi manusia diperkirakan terinfeksi oleh parasit ini. Klasifikasi Phylum

: Nemathelminthes

Class

: Nematoda

Subclass

: Secernemtea

Ordo

: Ascoridida

Super famili

: Ascoridciidea

Genus

: Ascaris

Species

: Ascaris lumbricoides

 Habitat Kira – kira 25 % dari seluruh penduduk dunia terinfeksi cacing ini, terutama di negara – negara tropis. Telur Ascaris lumbricoides berkembang sangat baik pada tanah liat yang memiliki kelembapan tinggi dan pada suhu 25° - 30° C. Pada kondisi ini, telur tumbuh menjadi bentuk infektif (mengandung larva) dalam waktu 2-3 minggu (Galzerano, 2010).  Distribusi Geografi Parasit ini ditemukan kosmopolit (di seluruh dunia). Survei yang dilakukan di Indonesia antara tahun 1970-1980 menunjukkan pada umumnya prevalensi 70% atau lebih. Prevalensi tinggi sebesar 78,5% dan 72,6% masih ditemukan pada tahun 1998 pada sejumlah murid dua sekolah dasar di Lombok. Di Jakarta sudah dilakukan pemberantasan secara sistematis terhadap cacing yang ditularkan melalui tanah sejak 1987 di sekolah-sekolah dasar. Prevalensi Ascaris sebesar 16,8% di beberapa sekolah di Jakarta Timur pada tahun 1994 turun menjadi 4,9% pada tahun 2000. Cacing ini terutama menyerang anak usia 5-9 tahun, sedangkan menurut jenis kelamin tidak menunjukkan perbedaan nyata, artinya laki-laki dan perempuan memiliki kemungkinan terinfeksi yang sama. (Natadisastra, 2005) Telur tahan terhadap deinfektan kimiawi dan terhadap rendaman sementara di dalam berbagai bahan kimia yang keras. Telur dapat hidup berbulan-bulan di dalam air selokan dan tinja. (Nugroho, Cahyono dkk, 2010).

6

 Morfologi Cacing Ascaris berbentuk bulat panjang, memiliki kutikula yang tebal serta tiga buah bibir pada bagian mulutnya. Dua buah bibirnya terletak pada bagian dorsal. Masing-masing bibir dilengkapi dengan papillae dibagian lateral dan subventral dan dilengkapi pula dengan sederetan gigi pada permukaan sebelah dalam. Cacing dewasa berbentuk silinder dan berwarna pink.

Morfologi cacing A. Lumbricoides

Ukuran cacing dewasa Jantan

Panjang 15-30 cm, lebar 0,2-0,4 cm

Betina

Panjang 20-35 cm, lebar 0,3-0,6 cm

Umur cacing dewasa

1 – 2 tahun

Lokasi cacing dewasa

Usus Halus

Ukuran telur

Panjang 60-70 mikron, lebar 40-50 mikron

Jumlah telur/cacing betina/hari

± 200.000 telur

 Siklus Hidup Usus manusia -> Cacing -> Telur Cacing -> Keluar bersama feses -> Tersebar -> Menempel pada makanan -> Termakan -> Menetas -> Larva -> Menembus Usus -> Aliran Darah -> Jantung -> Paru-Paru -> Kerongkongan -> Tertelan > Usus halus Manusia -> Cacing Dewasa.

Telur yang dibuahi berkembang menjadi bentuk yang infektif dalam waktu kurang lebih 3 minggu. Bentuk infektif tersebut bila tertelan oleh 7

manusia, akan menetas dalam usus halus. Larvanya menembus dinding dari usus halus menuju pembuluh darah atau saluran limfe, lalu di alirkan ke jantung, kemudian mengikuti aliran darah ke paru. Larva di paru menembus dinding pembuluh darah, lalu dinding alveolus, masuk rongga alveolus, kemudia naik ke trakea melalui bronkiolus dan bronkus. Dari trakea larva menuju faring, sehingga menimbulkan rangsangan terhadap faring. Hal ini menyebabkan penderita batuk karena rangsangan tersebut dan larva akan tertelan ke dalam oesophagus lalu menuju ke usus halus. Di usus halus larva berubah menjadi cacing dewasa.Sejak telur matang tertelan sampai cacing dewasa bertelur diperlukan waktu kurang lebih 2-3 minggu.  Patogenesis Gejala yang timbul pada penderita dapat disebabkan cacing dewasa dan larva, biasanya terjadi pada saat berada diparu-paru. Gangguan yang disebabkan cacing dewasa biasanya ringan. Kadang-kadang penderita mengalami gejala gangguan usus ringan seperti mual, nafsu makan berkurang, diare atau konstipasi (Galzerano, 2010). Ada dua fase ascariasis 1.

Fase perpindahan larva dari darah ke paru-paru.

Selama perpindahannya ke paru-paru larva menyebabkan pneumonia. Gejala pneumonia ini adalah demam rendah, batuk, ada sedikit darah di sputum, asma serta pada sejumlah besar wanita mengikat reaksi alergi. 2.

Fase dewasa di usus

Adanya sedikit cacing dewasa di usus halus tidak menghasilkan gejala, tapi bisa meningkatkan nyeri pada abdominal yang samar-samar atau intermiten colic, terutama pada anak-anak. Penyakit yang berat bisa menyebabkan malnutrisi. Penyebaran cacing dewasa bisa dihambat oleh lumen apendik atau cairan empedu dan mengalami pervorasi pada dinding usus. Komplikasi ascaraiasis bisa terjadi seperti obstruksi usus, dan apendiksitis (Susanto, 2008).  Pencegahan

8

Pencegahan yang dapat dilakukan untuk menghindari terkena infeksi cacing Ascaris lumbricoides antara lain : 1. Mencegah kontak dengan tanah yang mengandung feses manusia 2. Hendaknya membuang tinja (feces) pada WC yang baik. 3. Cuci tangan dengan sabun dan air sebelum menyentuh makanan 4. Ketika bepergian ke negara yang sanitasi dan higienisnya jelek, hindari makanan yang mungkin berkontaminasi dengan tanah 5. Cuci, kupas atau masak bahan-bahan sayur dan buah sebelum dimakan 6. Edukasi kesehatan melalui sekolah , organisasi kemasyarakatan. 7. Hendaknya tidak menggunakan feces sebagai pupuk kecuali sudah dicampur dengan zat kimia tertentu.

B. TRICHURIS TRICHIURA ( cacing cambuk ) Trichuris trichiura (Cacing cambuk) adalah cacing yang hidup di dalam tubuh manusia, tepatnya di dalam usus besar. Cacing ini dinamakan cacing cambuk karena bentuknya mirip seperti cambuk, di mana bagian kepalanya bertekstur halus dan bagian ekornya menebal.

Klasifikasi Phylum

: Nemathelminthes

Class

: Nematoda

Subclass

: Adenophorea

Ordo

: Enoplida

Famili

: Trichinelloidea

Genus

: Trichuris

Species

: Trichuris trichiura

 Habitat Habitat telur Trichuris tumbuh di tanah liat, lembab dan teduh dengan suhu optimum 30°C. Pemakaian tinja sebagai pupuk kebun merupakan sumber infeksi. Frekuensi tumbuh di Indonesia sangat tinggi dan di beberapa daerah pedesaan di Indonesia frekuensinya mencapai sebesar 30-90%.  Distribusi Geografis

9

Distribusi Geografis Cacing Trichuris trichiura tersebar luas di daerah beriklim tropis yang lembab dan panas, namun dapat juga ditemukan di seluruh dunia (kosmopolit), termasuk di Indonesia. Sebuah survei yang diadakan WHO, 1 milyar terinfeksi cacing cambuk (Trichuris trichiura). Ini belum terhitung jenis cacing yang lain. Semua umur bisa terkena cacingan, terbanyak pada usia sekolah dasar yaitu 5-14 tahun (Muslim, 2009).  Morfologi Cacing dewasa menyerupai cambuk sehingga disebut cacing cambuk. Tiga per-lima bagian interior tubuh halus seperti benang, pada ujungnya terdapat kepala (trix = rambut, aura = ekor, cephalus = kepala), esophagus sempit berdinding tipis terdiri dari satu lapis sel, tidak memiliki bulbus esophagus. Bagian anterior yang halus ini akan menancapkan dirinya pada mukosa usus. 2/5 bagian posterior lebih tebal, berisi usus dan perangkat alat kelamin. Karakteristik

Trichuris trichiura

Ukuran cacing dewasa Jantan

4 cm

Betina

5 cm

Telur

Panjang 50-55 mikron Lebar 22-24 mikron

Lokasicacingdewasa

Sekum dan kolon asenden

Jumlahtelur/hari/cacingbetina

3000-20000 butir

 Siklus Hidup Telur yang dibuahi dikeluarkan bersama tinja. Telur tersebut menjadi matang dalam waktu 3-6 minggu dalam lingkungan yang sesuai, yaitu pada tanah yang lembab dan tempat yang teduh. Telur matang ialah telur yang berisi larva dan merupakan bentuk yang infektif. Cara infeksi langsung bila secara kebetulan manusia menelan telur matang. Larva keluar melalui telur dan masuk ke dalam usus halus. Sesudah manjadi dewasa cacing turun ke usus bagian distal dan masuk ke daerah kolon, terutama sekum (caecum). Jadi cacing ini tidak mempunyai siklus paru. Masa pertumbuhan mulai dari telur 10

yang tertelan sampai cacing dewasa betina menetaskan telur kira-kira 30-90 hari.  Patogenesis Cacing Trichuris trichiura pada manusia terutama hidup di sekum, akan tetapi dapat juga ditemukan di kolon asendens. Pada infeksi berat, terutama pada anak-anak, cacing ini tersebar di seluruh kolon dan rektum. Kadang-kadang terlihat di mukosa rektum yang mengalami prolapsus akibat mengejannya penderita pada waktu defekasi. Cacing ini memasukkan kepalanya ke dalam mukosa usus, hingga terjadi trauma yang menimbulkan iritasi dan peradangan mukosa usus. Pada tempat perlekatannya dapat terjadi perdarahan. Di samping itu rupanya cacing ini menghisap darah hospesnya, sehingga dapat menyebabkan anemia. Bila infeksinya ringan biasanya asymtomatis (tanpa gejala). Bila jumlah cacingnya banyak biasanya timbul diare dengan feses yang berlendir, nyeri perut, dehidrasi, anemia, lemah dan berat badan menurun.  Pencegahan Infeksi yang disebabkan oleh Trichuris trichiura dapat dicegah dengan pengobatan penderita trikuriasis, pembuatan jamban yang sehat dan penyuluhan tentang hygiene, sanitasi kepada masyarakat dan kebersihan perorangan, terutama anak. Mencuci tangan sebelum makan, dan mencuci sayuran yang dimakan mentah adalah penting apa lagi di tempat yang memakai tinja sebagai pupuk. C.CACING TAMBANG Necator americanus dan Ancylostoma deudonale merupakan cacing tambang yang paling utama menginfeksi manusia. Berikut penjelasanya : 1) Necator Americanus Klasifikasi Phylum

: Nemathelminthes

Kelas

: Nematoda

Subkelas

: Secernentea

Ordo

: Strongiloidae

Superfamili

: Ancylostomatoidea

Genus

: Necator / Ancylostoma

Species

: Necator americanus

11

 Habitat Tempat habitat yang baik untuk pertumbuhan larva ialah tanah yang gembur

(pasir,humus)

dengan

suhu

optimum

untuk

Necator

americanus 28o - 30oC. Habitat, dalam tubuh manusia di dalam usus terutama di daerah jejunum, sedangkan pada infeksi berat dapat tersebar sampai ke kolon dan duodenum. Manusia merupakan hospes definitif tempat cacing ini tidak membutuhkan tuan rumah perantara.  Distribusi geografi Parasit ini ditemukan di daerah tropik dan subtropik yang juga ditemukan di Indonesia. Kosmopolit, terutama didaerah khatulistiwa pada

daerah

pertambangan.Tanah

yang

peling

baik

untuk

berkembangnya telur dan larva, yaitu tanah pasir, tanah liat atau lumpur yang tertutup daun, terhindar darisinar matahari langsung dan juga terhindar dari pengeringan atau basah berlebih.Terdapat diperkebunan kopi, karet serta di pertambangan-pertambangan.Paling sering menyarang orang dewasa teruama laki-laki.Di Indonesia lebih sering infeksi oleh Necator americanus daripada Ancylostoma duodenale.  Morfologi Cacing dewasa hidup di rongga usus halus, dengan mulut yang besar melekat pada mukosa dinding usus. Cacing betina berukuran kurang lebih ± 1 cm, sedangkan cacing jantan ± 0,8 cm. Bentuk badan Ancylostoma duodenalemenyerupai huruf C sedangkan bentuk badanNecator americanusbiasanya menyerupai bentuk S. Rongga mulut kedua jenis cacing ini besar. Ancylostoma duodenalemempunyai dua pasang gigi sedangkanNecator americanusmempunyai benda kitin. Cacing jantan mempunyai bursa kopulatriks. Cacing betina tiap harinya mampu mengeluarkan telur kira-kira 10.000-25.000 butir. Telur dikeluarkan dengan tinja dan setelah menetas dalam waktu 1-1,5 hari, keluarlah larva rabditiform. Dalam

12

waktu ± 3 hari larva rabditiform tumbuh menjadi larva filariform, yang dapat menembus kulit dan dapat hidup selama 7-8 minggu di tanah. Telur cacing tambang besarnya ± 60x40 mikron, berbentuk bujur dan mempunyai dinding tipis. Di dalamnya terdapat beberapa sel. Larva rabditiform panjangnya ± 250 mikron, sedangkan larva filariform panjangnya ± 600 mikron (Gunn and Sarah, 2012).

 Siklus Hidup Siklus hidupnya sebagai berikut : Telur → larva rabditiform → larva filariform → menembus kulit → kapiler darah → jantung kanan → paru → bronkus → trakea → laring → usus halus.Infeksi terjadi bila larva filariform menembus kulit. Telur keluar bersama tinja pada tanah yang cukup baik, suhu optimal 23-33oC, dalam 24-48 jam akan menetas, keluar larva rhabiditiform. Larva ini mulutnya akan terbuka dan aktif memakan sampah organik atau bakteri pada tanah sekitar tinja. Pada hari kelima, berubah menjadi larva filariform yang infektif.Larva ini ini tidak makan, mulutnya tertutup, esofagus panjang, ekor tajam, dapat hidup pada tanah yang baik selama dua minggu. Jika larva menyentuh kulit manusia, biasanya pada sela antara 2 jari kaki atau dorsum pedis, melalui folikel rambut, pori-pori kulit ataupun kulit yang rusak, larva secara aktif menembus kulit masuk kedalam kapiler darah , terbawa aliran darah, kemudian terjadi seperti pada Ascaris lumbricoides. Waktu yang diperlukan 13

dalam pengembaraan sampai ke usus halus membutuhkan waktu kirakira 10hari.Cacing dewasa dapat hidup selama kurang lebih 10 tahun.Infeksi peroral jarang terjadi, tapi larva juga dapat masuk ke dalam badan melalui air minum atau makanan yang terkontaminasi.  Patogenesis  Stadium larva: Bila banyak larva filariform sekaligus menembus kulit, maka terjadi perubahan kulit yang disebut ground itch. Perubahan pada paru biasanya dengan. Infeksi larva filariform Adoudenale secara oral menyebabkan penyakit wakana dengan gejala mual, muntah, iritasi faring, batuk, sakit leher dan serak.  Stadium dewasa: Gejala tergantung pada spesies dalam jumlah cacing dan keadaan gizi penderita (Fe dan Protein). Tiap cacing N. americanus menyebabkan kehilangan darah sebanyak 0,005-0,1 cc sehari, sedangkan Aduodenale 0,08-0,34 cc. pada infeksi kronik atau infeksi berat terjadi anemia hipokrom mikrositer. Disamping itu juga terdapat eosinifilia. Cacing tambang biasanya tidak menyebabkan kematian, tetapi daya tahan berkurang dan prestasi kerja turun.  Pencegahan  Menghindari kontak langsung dengan tanah dan tempat kotor lainnya.  Hendaknya pembuangan feses pada tempat/WC yang baik.  Melindungi orang yang mungkin mendapat infeksi.  Pemberantasan melalui perbaikan sanitasi lingkungan  Hendaknnya penggunaan tinja sebagai pupuk dilarang, kecuali tinja tersebut sudah dicampur dengan zat kimia tertentu untuk membunuh parasitnya.  Menjaga kebersihan diri.  Selalu menggunakan sandal atau alas kaki ketika bepergian.  Meminum vitamin B12 dan asamfolat.

14

2) Ancilostoma Duodenale

Kingdom Phylum Class Order Family Genus Species

Klasifikasi : Animalia : Nematoda : Secernentea : Strongylida : Ancylostomatidae : Ancylostoma : Ancylostoma Duodenale

 Habitat Ancylostoma

duodenale

dikelompokkan

sebagai

cacing

yang

ditularkan melalui tanah ( soil transmitted helminth ), karena cara penularannya dari satu orang ke orang lain melalui tanah. terdapat didaerah beriklim tropis dan daerah beriklim sedang dan suhu udara suhu paling tinggi yang masih dapat ditahan oleh larva cacing adalah 450C.  Distribusi Penyebaran cacing ini di seluruh daerah khatulistiwa dan di tempat lain dengan keadaan yang sesuai, misalnya di daerah pertambangan dan perkebunan. Pernah dilaporkan bahwa lebih dari 500 juta manusia di seluruh dunia terinfeksi cacing ini, namun daerah yang paling tingggi prevelensinya adalah daerah tropis yang lembab dengan higiene sanitasi yang rendah seperti Asia Tenggara. Dilaporkan juga bahwa daerah sub tropis, daerah yang beriklim sedang dengan kelembaban yang sama seperti daerah tropis, mislanya di tambang-tambang, memiliki prevelensi yang tinggi juga. Ancylostoma duodenale juga banyak ditemukan di Afrika Utara, daerah lembah sungai Nil, India bagian utara juga serta Amerika selatan.Ancylostoma duodenale yang ditemukan Dubin saat ini disebut juga Old word hookworm.

15

 Morfologi Cacing ini memiliki bentuk badan seperti huruf C. Dalam mulut terdapat 2 pasang gigi sama besar. Cacing dewasa hidup di rongga usus halus. Cacing dewasa berbentuk silinder/selindrik berwarna putih keabuan. Cacing jantan berukuran 5-11 mm, dengan ekor melebar (bursakopulatriles), mempunyai dua spikula. Sedangakan cacing betina berukuran

9-13

mm,

ekor

berbentuk

lancip,

dan

memiliki

kemampuannya untuk bertelur sebanyak 10.000-25.000 butir/hari. Telurnya berbentuk lonjong/bujur , berukuran ± 60 x 40 mikron. Cacing ini memiliki kutikulum yang relatif tebal. Alat kelamin pada yang jantan adalah tunggal dan pada yang betina berpasangan. Ia memiliki dinding yang tipis, bening, tidak berwarna dan memiliki oesophagus yang mempunyai bulbus (rhabditoid) 1/3 panjang badan, memiliki mulut yang terbuka, panjang dan sempit, dan memiliki genital premordial kecil. Perbedaan morfologi cacing ini dengan berbagai spesies lainnya adalah bentuknya yakni rongga mulutnya dan bursanya pada yang jantan. Vulva terletak posterior dan mempunyai dua pasang gigi ventral.

 Siklus Hidup Telur -> Larva rabditiform -> Larva filariform -> menembus kulit -> kapiler darah -> jantung kanan -> paru -> bronkus -> trakea -> laring > usus halus.

16

Telur cacing tambang besarnya kira-kira 60x40 mikron , berbentuk bujur dan mempunyai dinding tipis. Di dalam telur cacing tambang terdapat beberapa sel larva rhabditiform yang panjangnya kurang lebih 250 mikron. Setelah keluar brsama tinja maka setelah 1-1,5 hari dalam tanah, telur tersebut menetas menjadi larva rhabditiform. Dalam waktu sekitar 3 hari larva tumbuh menjadi larva filariform yg dapat menembus kulit manusia. Larva filariform dapat bertahan hidup 7-8 minggu di tanah. Larva filriform panjangnya kurang lebih 600 mikron. Setelah menembus kulit, larva ikut bersama aliran darah dan pembuluh getah bening. Menuju ke jantung dan dilanjutkan ke paru-paru. Di paru-paru larva menembus pembuluh darah masuk ke bronchus lalu ke trachea dan laring . Dari laring , larva ikut tertelan dan masuk ke dalam usus halus. Peristiwa ini disebut infeksi aktif. Sekitar satu minggu setelah masuk melalui kulit, larva akan sampai di usus dan di dalam usus larva menjadi cacing dewasa yg akan menancapkan dirinya dengan kait di dalam mulut mereka ke lapisan usus halus bagian atas dan mengisap darah kembali. Cacing betina bertelur di usus halus dan telur akan keluar bersama dengan feses. Selain dengan cara infeksi aktif, dapat pula terjadi infeksi pasif yaitu bila kista (larva berdinding tebal) tertelan bersama makanan. Infestasi melalui mulut, larva akan tertelan kemudian masuk ke dalam kelenjar lambung atau kelenjar lieberkuhn usus halus. Kemudian larva kembali ke lumen usus, berkembang menjadi larva stadium 4 kemudian dewasa dalam usus halus.

Selain

itu

infeksi

prenatal

(sebelum

lahir;

melalui

uterus/plasenta) dan trans mammalia (melalui susu induk) juga dapat terjadi.  Patogenesis Sejak larva filariform menembus kulit, cacing ini telah menimbulkan gejala berupa perasaan gatal, erythema, dan vesikulasi.Sebagai manifestasi

dari

hipersensitivitas

tubuh

terhadap

larva

yang

masuk.Timbulah eosinofilia dan hiperemia bahkan sampai terjadi edema. Keadaan ini akan berlangsung kurang lebuh selama 2 minggu. 17

Pada saat larva bermigrasi menuju paru, timbulah gangguan batuk ringan atau bahkan asimtomatis, tetapi pada sata ini, eosinofilia terjadi pada lebih dari 70% penderita. Setelah cacing menjadi dewasa di usus timbulah gejala lain. Namun gejala yang timbul sangat tergantung pada jumlah cacing yang menginfeksi, lamanya infeksi, daya tahan tubuh, dan status nutrisi penderita. Gejala yang timbul dapat berupa dispepsia, nausea, dan perasaan tidak enak di daerah epigastrium.Pada tahap selanjutnya dapat terjadi konstipasi atau diare dan mikrositik hipokromik anemia. Bila telah terjadi anemia, tidak jarang dijumpai penderita menjadi geophagi ( pica ). Hal ini dapat dimengerti mengingat seekor cacing menghisap 0,03 – 0,15 ml darah perhari. Pada pemeriksaan patologi anatomi dijumpai hemorrhagi, inflamasi, atau uleus di mukosa usus. Pada infeksi kronis, penderita menjadi malnutrisi, hipoproteinomia dan anemia yang berat yang mengakibatkan cardiomegali.Infeksi kronis pada anak-anak tidak jarang menimbulkan gangguan pertumbuhan dan kemunduran mental.  Pencegahan  Pencegahan terjadinya kontaminasi tanah dengan tinja misalnya dengan pembunatan jamban yang memenuhi syarat kesehatan  Perlunya penekanan tentang bahaya penggunaan tinja sebagai pupuk.  Penyuluhan kesehatan bagi masyarakat.  Melakukan survei prevalensi kecacingan terutama didaerah yang endemis termasuk survei tanah yang terkontaminasi. A.

ENTEROBIUS VERMICULARIS Enterobius vermicularis menyebabkan infeksi cacing kremi yang disebut juga enterobiasis atau oksiuriasis. Penyakit ini kosmopolit tetapi lebih banyak di daerah dingin dan kurang didaerah tropis.

18

Klasifikasi Phylum

: Nematoda

Class

:Secernentea

Ordo

:Strongylida

Famili

: Oxyuroidae

Genus

: Enterobius

Species

: Enterobius vermicularis

 Habitat Habitat E. vermicularis dewasa biasanya di usus terutama dibagian sekum dan daerah sekitarnya yaitu appendix, colon ascendens, dan ileum.  Distribusi Geografi Secara kosmopolit, cacing kremi ini hidup di daerah yang beriklim tropis dan subtropis. Namun, lebih banyak ditemukan di daerah dengan suhu dingin daripada panas. Udara yang dingin, lembab, dan ventilasi yang jelek merupakan kondisi yang baik bagi pertumbuhan telur. Cacing kremi mempunyai penyebaran yang paling luas di dunia dari semua jenis cacing, hal tersebut disebabakan karena adanya hubungan yang erat antara manusia dan lingkungan.  Morfologi Enterobius vermicularis dewasa merupakan cacing kecil berwarna keputih-putihan dan halus.Pada ujung anterior terdapat pelebaran menyerupai sayap yang disebut alae cephalic.Mulutnya dikelilingi oleh tiga buah bibir yakni sebuah bibir dorsal dan dua buah bibir lateroventral. Betina mempunyai ukuran panjang 8-13 mm dengan diameter 0,3-0,5 mm dan pada bagian posterior panjangnya kurang lebih 1/5 dari panjang tubuh, tampak ujungnya runcing seperti duri yang terdiri atas jaringan hialin. Kutikulanya tipis dan pada ujung anterior terdapat pelebaran kutikula yang bentuknya seperti sayap yang disebut alae.Ketika di lihat bawah mikroskop nampak terlihat otot esophagus dengan bulbus terminal yang besar.E. vermicularis betina ini mempunyai ekor panjang dan runcing.Vulva terletak pada 1/3 bagian anterior tubuh.Uterus cacing yang gravid melebar dan penuh 19

telur kecuali pada bagian ekor.Alat genital berpasangan (duplex) seta anus terletak pada 1/3 posterior tubuh. Enterobius vermicularis jantan mempunyai ukuran panjang 2-5 mm dengan diameter 0,1-0,2 mm, mempunyai sayap, ekor tumpul, melingkar sehingga berbentuk seperti tanda tanya, dan memiliki spikulum pada ekor meskipun jarang ditemukan Enterobius vermicularis betina yang gravid mengandung 11.000-15.000 butir telur dan setiap telur mempunyai ukuran kira-kira 50-60 µm x 20-30 µm, bermigrasi ke daerah perianal jika sedang hamil atau bertelur.

 Siklus Hidup Telur -> tertelan -> melalui jalan napas -> menetas di duodenum -> larva rabditiform -> Cacing dewasa di jejunum bagian atas ileum.

Manusia adalah satu-satunya hospes Enterobius vermicularis. Tempat hidup cacing kremi dewasa biasanya adalah cecum dan bagan usus besar serta usus halus yang berdekatan dengan cecum. Cacing betina dan jantan yang belum dewasa biasanya ditemukan di rektum dan bagian distal colon. Kadang-kadang cacing ini dapat pindah ke atas sampai lambung, esophagus dan hidung. Cacing betina mengandung 11.000-15.000 butir telur, bermigrasi ke daerah perianal untuk bertelur dengan cara kontradiksi uterus dan vaginanya. Telur jarang dikeluarkan di usus, sehingga jarang ditemukan di tinja. Telur menjadi matang dalam waktu 6 jam setelah dikeluarkan. Telur resisten terhadap desinfektan dan udara dingin. Dalam keadaan lembab telur dapat hidup sampai 13 hari.

20

Kopulasi cacing jantan dan betina terjadi di sekum. Cacing jantan mati setelah kopulasi dan cacing betina mati setelah bertelur. Infeksi cacing kremi terjadi apabila menelan telur matang atau bila larva dari telur yang menetas di daerah perianal bermigrasi kembali ke usus besar. Telur matang yang tertelan akan menetas di deudonum dan larva rabditiform berubah dua kali sebelum menjadi dewasa di jejenum dan bagian atas ileum. Waktu yang diperlukan untuk daur hidupnya, mulai dari tertelannya telur matang sampai menjadi cacing dewasa gravid yang bermigrasi ke daerah perianal, berlangsung 2 minggu sampai 2 bulan. Daur hidupnya hanya berlangsung 1 bulan karena telur cacing ditemukan kembali pada anus paling cepat 5 minggu sesudah pengobatan.  Patogenesis Enterobious vermicularis relatif tidak berbahaya. Gejala klinis yang menonjol disebabkan iritasi di sekitar anus, preneum dan vagina oleh cacing betina gravid yang bermigrasi ke daerah anus dan vagina sehingga menyebabkan pruritus lokal. Karena cacing bermigrasi ke daerah anus dan menyebabkan pruritus, maka penderita menggaruk daerah sekitar anus sehingga timbul luka garuk di sekitar anus. Keadaan ini sering terjadi pada waktu malam hari hingga penderita terganggu tidurnya dan menjadi lemah. Kadang-kadang cacing dewasa muda dapat bergerak ke usus halus bagian proksimal sampai ke lambung, esofagus dan hidung sehingga menyebabkan gangguan di dearah tersebut. Cacing betina gravid mengembara dan dapat bersarang di vagina dan tuba fallopi sehingga menyebabaka radang di saluran telur.

Cacing

sering

ditemukan

di

apendiks

tetapi

jarang

menyebabakan apendisitis. Beberapa gejala infeksi Enterobius vermicularis yaitu gangguan tidur dan lemah, mimpi buruk, enuresis, gigi menggertak, penurunan nafsu makan, cepat tersinggung, marah dan terjadi insomnia, gelisah.

21

 Pencegahan Pencegahan terutama ditunjukan kepada kebersihan perorangan. Pencegahan dapat dilakukan dengan cara menjaga kebersihan, cuci tangan sebelum makan, ganti seprei teratur, ganti celana dalam setiap hari, membersihkan debu-debu kotoran di rumah, potong kuku secara rutin, hindari mandi cuci kakus (MCK) di sungai. Bila perlu toilet dibersihkan dengan menggunakan desinfektan.

B.

WUCHERERIA BRANCHOFTI Wuchereria bancrofti atau disebut juga cacing filaria adalah kelas dari anggota hewan tak bertulang belakang yang termasuk dalam filum Nemathelminthes. Bentuk cacing ini gilig memanjang, seperti benang maka disebut filaria. Cacing ini hidup pada pembuluh limfa di kaki. Jika terlalu banyak jumlahnya, dapat menyumbat aliran limfa sehingga kaki menjadi membengkak.

Klasifikasi  Phylum

: Nemathelminthes

 Class

: Nematoda

 Subclass

: Secernemtea

 Ordo

: Spirurida

 Super famili

: Onchocercidae

 Genus

: Wuchereria

 Species

: Wuchereria Bancrofti

 Habitat Bentuk dewasa ditemukan disaluran dan kelenjar limfe pada manusia.  Distribusi geografi Parasit ini tersebar luas di daerah tropik dan subtropik, meluas jauh ke utara sampai ke Spanyol dan ke selatan sampai Brisbane, Australia. Di belahan Timur Dunia dapat ditemukan di Afrika, Asia, Jepang, Taiwan, Filipina, Indonesia dan kepulauan Pasifik selatan. Di belahan Barat Dunia di Hindia barat, Costa Rica dan sebelah utara Amerika 22

Selatan. Penyakit ini di Amerika Selatan dimasukkan oleh budak belian dari Afrika melalui kota Charleston, Carolina Selatan, tetapi telah lenyap 40 tahun yang lalu. Frekuensi filariasis yang bersifat periodik, berhubungan dengan kepadatan penduduk dan kebersihan yang kurang, karena Culex quinquefasciatus sebagai vektor utama, terutama membiak di dalam air yang dikotori dengan air got dan bahan organik yang telah membusuk. Di daerah Pasifik Selatan frekuensi filiariasis nonperiodik di daerah luar kota sama tingginya atau lebih tinggi daripada di desa-desa besar karena vector terpenting ialah Aedes polynesiensis, seekor nyamuk yang biasanya hidup di semak-semak. Frekuensi berbeda-beda menurut suku bangsa, umur dan kelamin, terutama berhubungan dengan faktor lingkungan. Orang Eropa, yang lebih terlindung terhadap nyamuk, mempunyai frekuensi lebih rendah daripada penduduk asli.  Morfologi Cacing dewasa menyerupai benang, berwarna putih kekuningkuningan. Cacing betina berukuran 90-100x0,25 mm ekor lurus dan ujungnya tumpul, didelfik dan uterusnya berpasangan (paired). Cacing jantan berukuran 35-40mmx0,1mm, ekor melingkar dan dilengkapi dua spikula. Cacing betina mengeluarkan mikrofilaria bersarung dan berukuran 250-300x7-8 mikron. Mikrofilaria terdapat di dalam darah dan paling sering ditemukan di aliran darah tepi, tetapi pada waktu tertentu saja. Pada umumnya mikrofilaria. Cacing ini mempunyai periodisitas nokturna karena mikrofilaria dalam darah tepi banyak ditemukan pada malam hari, sedangkan pada siang hari mikrofilaria terdapat di kapiler organ-organ visceral (jantung, ginjal, paru-paru dan sebagainya). Di daerah pasifik, mikrofilaria W. bancrofti mempunyai periodisitas subperiodik diurnal. Di Thailand terdapat mikrofilaria dengan periodisitas subperiodik nokturna.

23

 Siklus Hidup Untuk melengkapi siklus hidupnya, W. bancrofti membutuhkan manusia (hospes definitif) dan nyamuk (hospes perantara). Nyamuk terinfeksi dengan menelan microfilaria yang terisap bersama-sama dengan darah. Di dalam lambung nyamuk, mikrofilaria melepaskan sarungnya dan berkembang menjadi stadium 1 (L-1), larva stadium 2 (L-2), dan larva stadium 3 (L-3) dalam otot toraks kepala. Larva stadium 1 (L-1) memiliki panjang 135-375 mikron, bentuk seperti sosis, ekor memanjang dan lancip, dan masa perkembangannya 0,5-5,5 hari (di toraks). Larva stadium 2 (L-2) memiliki panjang 310-1.370 mikron, bentuk gemuk dan lebih panjang daripada L-1, ekor pendek membentuk krucut, dan masa perkembangannya antara 6,5-9,5 hari (di toraks dan kepala). Larva stadium 3 (L-3) memiliki mobilitas yang cepat sekali, kadang-kadang ditemukan di probosis nyamuk sehingga larva ini bersifat infektif dan ditularkan pada manusia melalui gigitan nyamuk.  Patogenesis Effect pathogen yang nampak pada Wuchereria dapat disebabkan oleh bentuk dewasa baik yang hidup maupun yang mati. Bentuk dewasa atau larva yang sedang tumbuh dapat menyebabkan kelainan berupa reaksi

inflamasi

dan

system

lympatic.

Sedangkan

bentuk

microfilarianya yang hidup didalam darah belum diketahui apakah

24

menghasilkan product-product yang bersifat pathogen, kecuali pada accult filariasis. Hasil metabolisme dari larva Wuchereria yang sedang tumbuh menjadi dewasa pada individu yang sensitif dapat menyebabkan reaksi allergi seperti:

urticaria,

"fugitive

swelling".

(pembengkakan,

nyeri,

pembengkakan pada kulit extremitas) dan pembengkakan kelenjar lymphe. Gejala ini dapat timbul awal dalam waktu beberapa bulan (kurang lebih 3 1/2 bulan) setelah penularan.  Pencegahan Kelompok yang mudah terserang adalah umur dewasa muda, terutama yang status social ekonominya rendah. Obat DEC kurang baik untuk upaya pengendalian, oleh karena itu pencegahan bisa dilakukan dengan menghindari gigitan nyamuk. Preparat antinom dan arsen dapat membunuh mikrofilaria dalam darah bila pengobatan dilakukan dalam waktu yang lama. Obat pilihan yang sering digunakan adalah dietil karbamasin sitrat (DEC).

C.

BRUGIA MALAYI Brugia malayi (B. malayi) adalah sebuah nematoda (cacing) parasit yang merupakan salah satu penyebab filariasis limfatik. B. malayi merupakan nematoda yang prevalen di daerah India, Indonesia, Malaysia, dan Filipina. Klasifikasi  Phylum

: Nemathelminthes

 Class

: Nematoda

 Subclass

: Secernemtea

 Ordo

: Spirurida

 Super famili : Wuchereria  Genus

: Brugia

 Species

: Brugia malayi

 Habitat

25

Cacing dewasa hidup di dalam saluran dan pembuluh limfe, sedangkan mikrofilaria dijumpai didalam darah tepi hospes definitif.

 Distribusi Distribusi geografik yang luas daripada parasit ini meliputi Srilangka, Indonesia, Filipina, India Selatan, Asia, Tiongkok, Korea, dan suatu daerah kecil di jepang. Ini merupakan infeksi filarial yang predominan di India Selatan dan Srilangka. Daerah distribusinya sepanjang pantai yang datar, sesuai dengan tempat hospes serangga yang utama yaitu nyamuk Mansonia. Nyamuk ini banyak terdapat di daerah rendah dengan banyak kolam yang bertanaman Pistia, suatu tumbuhan air, penting untuk perindukan nyamuk tersebut di atas. Bila vektor penyakit adalah nyamuk Mansonia, maka penyakit itu terutama terdapat di daerah luar kota, tetapi bila vektornya adalah nyamuk Anopheles penyakit itu terdapat di daerah kota dan sekitarnya.  Morfologi Cacing dewasa berbentuk silindrik seperti benang, berwarna putih kekuning-kuningan. Pada ujung anteriornya terdapat mulut tanpa bibir dan dilengkapi baris papilla 2 buah, baris luar 4 buah dan baris dalam 10 buah. Cacing betina berukuran 55x0,16 mm dengan ekor lurus, vulva mempunyai alur transversal dan langsung berhubungan dengan vagina membentuk saluran panjang. Cacing jantan berukuran 23x0,09 mm, ekor melingkar dan bagian ujungnya terdapat papilla 3-4 buah, dan di belakang anus terdapat sepotong papilla. Pada ujung ekor terdapat 4-6 papila kecil dan dua spikula yang panjangnya tidak sama. Cacing betina mengeluarkan mikrofilaria bersarung, panjangnya 177230 mikron, letak tubuh kaku, panjang ruang kepala dua kali lebarnya, inti tubuh tidak teratur dan ekornya mempunyai 1-2 inti tambahan. Mikrofilaria ini terdapat dalam darah tepi.

26

 Siklus Hidup Brugia timori / malayi ditularkan oleh An. barbirostris. Didalam tubuh nyamuk betina, mikrofilaria yang terisap waktu menghisap darah akan melakukan penetrasi pada dinding lambung dan berkembang dalam otot thorax hingga menjadi larva filariform infektif, kemudian berpindah ke proboscis. Saat nyamuk menghisap darah, larva filariform infektif akan ikut terbawa dan masuk melalui lubang bekas tusukan nyamuk di kulit. Larva infektif tersebut akan bergerak mengikuti saluran limfa dimana kemudian akan mengalami perubahan bentuk sebanyak dua kali sebelum menjadi cacing dewasa.

 Patogenesis Gejala filariasis brugia sama dengan filariasis bancrofti. Pathogenesis berlangsung berbulan-bulan, bahkan sampai bertahun-tahun setelah terjadi infeksi. Penderita sering tidak menunjukkan gejala yang nyata meskipun di dalam darahnya ditemukan mikrofilaria. Pada stadium akut akan terjadi demam dan peradangan saluran maupun kelenjar limfe inguinal. Keadaan ini berlangsung 2-5 hari dan dapat sembuh sendiri walaupun tidak diobati. Peradangan kelenjar limfe dapat menimbullkan limfangitis retrograde. Peradangan pada saluran limfe tampak garis merah yang menjalar ke bawah dan bisa menjalar ke jaringan yang ada di sekitarnya. Pada stadium ini , tungkai bawah

penderita

membengkak

dan

mengalami

limfedema.

Limfedenitis lama-kelamaan menjadi bisul dan apabila pecah akan membentuk ulkus. Ulkus pada pangkal paha apabila sembuh akan meninggalkan bekas berupa jaringan parut. Hal ini merupakan satusatunya objektif filariasis limfatik. 27

 Pencegahan Dalam program pencegahan, harus diperhatikan hospes reservoir selain manusia. Cara pencegahan sama dengan filariasis bancrofti. Obat yang dapat dipilih adalah dietilkarbamazin sitrat (DEC), namun efek sampingnya lebih berat jika dibandingkan untuk pengobatan filariasis brugia. Oleh karena itu, untuk pengobatan filariasis brugia dianjurkan dalam dosis rendah, tetapi waktu pengobatan dilakukan dalam waktu yang lebih lama.

D.

LOA-LOA Loa-loa adalah nematode filarial. Ini adalahbagian dari kelompok nematode parasit filarial yang menyebabkan filiariasis limfatik. Loa-loa adalah cacing mata yang menyebabkan penyakit yang disebut Loaiasis.Penyakit ini banyak menginfeksi orang di hutan hujan Afrika barat dan Sudan.

Klasifikasi Kerajaan Filum Kelas Order Superfamili Keluarga Genus Spesies

: Animalia : Nemathelmynthes : Nematoda : Spirurida : Filarioidea : Onchocercidae : Loa : Loa loa

 Habitat Cacing dewasa terdapat di jaringan subkutan manusia. Mikrofilaria beredar dalam darah pada siang hari dan hidup di kapiler darah paru pada malam hari. Dapat juga diketemukan di urin, dahak dan terkadang dalam cairan sumsum tulang belakang.  Distribusi

28

Distribusi geografis loaiasis manusia terbatas pada hutan hujan dan rawa kawasan hutan Afrika Barat, terutama di Kamerun dan di Sungai Ogowe. Manusia adalah satu-satunya reservoir alami. Diperkirakan 1213 juta manusia terinfeksi larva Loa-loa

 Morfologi  Cacing dewasa berbentuk seperti benang halus dan berwarna putih susu  Cacing betina : panjang tubuhnya dapat mencapai 7cm atau 50 - 70 0,5n mm  Cacing jantan : 4cm atau 30-34 0,43 mm  Mikrofilaria : 250-300 mikron 6-8,5 mokron, memiliki sarung/selubung

 Siklus Hidup  Mikrofilaria yang beredar dalam darah dihisap oleh lalat Chrysops  setelah 10-12 hari didalam tubuh serangga, mikrofilaria tumbuh menjadi larva infektif yang ditandai dengan pergantian kulit  kemudian ditularkan kepada manusia lainnya  cacing dewasa hidup dalam tubuh manusia dalam waktu 1-4 tahun, kemudian berkopulasi dan cacing dewasa betina mengeluarkan mikrofilaria.  Cacing dewasa tumbuh dalam badan manusia dan dalam waktu 1 sampai 4 minggu mulai berkopulasi dan cacing betina dewasa mengeluarkan mikrofilarianya.  Patogenesis  Mikrofilaria biasanya tidak menimbulkan gejala 29

 Cacing dewasa dapat diketemukan diseluruh tubuh dan sering kali menimbulkan ganguan di konjungtiva mata (sakit, pelupuk mata bengkak) dan pangkal hidung  Kelainan yang khas adalah Calabar Swelling atau fungitive swelling (pembengkakan jaringan yang berukuran sebesar telur ayam)  Jika cacing masuk ke otak dapat menyebabkan ensefalitis  Pencegahan  Pemberian dietilkarbamasin sitrat (DEC) dosis 2 mg/kgBB/hari, 3 x sehari selama 14 hari  Pembedahan untuk mengeluarkan cacing dewasa yang dapat dilakukan pada waktu melintasi jaringan punggung hidung atau pada waktu tampak di konjungtiva kornea  Pengobatan secara teratur terhadap penderita  Mengadakan pemberantasan vector dan mencegah gigitan vektor tersebut

30

BAB III Penutup

1. Kesimpulan Penyakit yang disebabkan cacing atau biasa disebut dengan helminthiasis merupakan salah satu penyakit yang banyak terjadi terutama di daerah tropis. Keberadaan penyakit ini berkaitan dengan faktor cuaca, tingkat sanitasi lingkungan dan sosio ekonomi masyarakat. Cacing memerlukan suhu dan kelembaban udara tertentu untuk hidup dan berkembang biak. Penyebaran penyakit ini dapat terjadi secara langsung maupun tidak langsung. Kebiasaan masyarakat dalam mengkonsumsi sayuran mentah, daging atau ikan yang dimasak setengah matang merupakan salah satu cara penularan secara langsung. Bila dalam bahan makanan tersebut terdapat kista atau larva cacing, maka siklus hidup cacing dapat menjadi lengkap, dan terjadilah infeksi dalam tubuh manusia. Berbeda dengan infeksi bakteri, virus dan mikroorganisme lainnya, cacing dewasa tidak bertambah banyak di dalam tubuh manusia. Penyebaran penyakit ini pun dapat terjadi melalui perantara serangga seperti nyamuk dan lalat penghisap darah yang dapat menyebarkan telur cacing dari feses penderita cacingan. Cacing yang bersifat parasit pada manusia terbagi atas dua golongan besar yaitu cacing bulat (nemathelminthes) dan cacing pipih (platyhelmintes). Golongan Nemathelminthes terbagi lagi menjadi kelas nematode, sedangkan golongan Platyhelminthes terbagi menjadi kelas trematoda dan cestoda. 2. Saran Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua untuk mengetahui apa saja isi materi dan penjelasan dari Jenis Organisme Parasit.

31

DAFTAR PUSTAKA

R. Gibson, British Nemerteans (Cambridge: Cambridge University Press, 1982). C. Little, The Terrestrial Invasion (Cambridge: Cambridge University Press, 1990). J. Hodgkin, H. R. Horvitz, B. R. Jasny & J. Kimble, C. elegans: sequence to biology. Science, 282 (1998), 2011. Introduction to a special issue of Science devoted to C. elegans. Janet Moore.2001.E-Book An introduction of Invertebrates. Cambridge: Cambridge University Press. R. H. A. Plasterk, The Year of the Worm. BioEssays, 21 (1999), 105_109. M. Blaxter, Two worms are better than one. Nature, 426 (2003), 395_396. P. Cohen, Review of work on RNA interference (RNAi). New Scientist, 14 September 2002, 28_33.

32

Related Documents

Materi Kelompok 4
October 2019 27
Materi 4
August 2019 33
Kelompok 4
June 2020 26
Kelompok 4
May 2020 39

More Documents from "Alifta"