LAPORAN KASUS
MARET 2018
KEHAMILAN EKTOPIK TERGANGGU
OLEH :
SITI RAHMA MANSUR N 111 16 099
PEMBIMBING :
dr. DANIEL SARANGA , Sp.OG(K)
DALAM RANGKA MENYELESAIKAN TUGAS PADA BAGIAN ILMU OBSTETRI DAN GINEKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS TADULAKO 2018
BAB I PENDAHULUAN
Kehamilan ektopik ialah kehamilan, dengan ovum yang dibuahi, berimplantasi dan tumbuh tidak di tempat yang normal yakni dalam endometrium kavum uteri.(Hanifa, 2009) Sebagian besar wanita yang mengalami kehamilan ektopik berumur antara 25 dan 35 tahun. Frekuensi kehamilan ektopik dilaporkan 1 di antara 300 kehamilan, akan tetapi mungkin angka ini terlampau rendah. Mungkin pemberian antibiotik pada infeksi pelvik khususnya gonore, memperbesar kehamilan ektopik, oleh karena dengan pengobatan tersebut kemungkinan hamil masih terbuka, namun perubahan pada endosalping menghambat perjalanan ovum yang dibuahi menuju ke uterus.(Hanifa, 2009) Diantara kehamilan-kehamilan ektopik, yang terbanyak ialah yang terjadi di tuba (90%), khususnya di ampulla dan di isthmus. (Hanifa, 2009) Jika kehamilan membesar, sangat mungkin organ tempat tumbuh janin itu akan pecah dan memicu perdarahan hebat di dalam perut. Si ibu akan mengalami anemia, pucat, lemas, mengalami sesak napas hingga pingsan. Jika terlambat ditolong maka akan mengakibatkan kematian.(Hanifa, 2009)
1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI Berikut adalah beberapa definisi dari kehamilan ektopik 1. Kehamilan dengan ovum yang dibuahi, berimplantasi dan tumbuh tidak ditempat yang normal yakni dalam endometrium kavum uteri. (Hanifa, 2009) 2. Implantasi dan pertumbuhan hasil konsepsi diluar endometrium kavum uteri. (Mansjoer, 2001) 3. Menurut Buku Obstetri Patologi Universitas Padjadjaran Bandung, 1984, kehamilan ektopik adalah kehamilan dengan ovum yang dibuahi berimplantasi dan tumbuh di luar endometrium kavum uteri, kehamilan ektopik dapat terjadi di luar rahim misalnya dalam tuba, ovarium atau rongga perut.
Istilah ektopik berasal dari bahasa Inggris, ectopic, dengan akar kata dari bahasa Yunani, topos yang berarti tempat. Jadi istilah ektopik dapat diartikan “berada di luar tempat yang semestinya”. Apabila pada kehamilan ektopik terjadi abortus atau pecah, dalam hal ini dapat berbahaya bagi wanita hamil tersebut maka kehamilan ini disebut kehamilan ektopik terganggu.
B. ETIOLOGI Beberapa etiologi dari kehamilan ektopik terganggu adalah sebagai berikut: (Sri Kusuma Dewi, 2010; Ida bagus, 1998, Sarwono, 2016)
2
1. Infeksi dan kerusakan tuba Pada pasien dengan kerusakan tuba memiliki kemungkinan 3,5 kali mengalami kehamilan ektopik. Gangguan tuba biasanya disebabkan oleh infeksi pelvis. 2. Salpingitis isthmica nodosa Adalah suatu gangguan berupa penebalan pada bagian proksimal tuba fallopi dengan divertikula luminal multiple. Patologi ini meningkatkan kemungkinan kehamilan ektopik 52% lebih tinggi. 3. Kelainan zigot Yaitu kelainan kromosom dan malformasi. 4. Faktor ovarium Yaitu migrasi luar ovum (perjalanan ovum dari ovarium kanan ke tuba kiri atau sebaliknya), pembesaran ovarium dan unextruded ovum. 5. Merokok Pasien merokok memiliki peningkatan kemungkinan kehamilan ektopik, diduga disebabkan oleh adanya gangguan imunitas sehingga mudah terkena infeksi pelvis. 6. Penggunaan hormon eksogen (estrogen) seperti pada kontrasepsi oral, IUD, sterilisasi tuba dengan elektrokoagulasi meningkatkan kemungkinan untuk kehamilan ektopik. Sedangkan kontrasepsi barier menurunkan kemungkinan untuk kehamilan ektopik dengan menurunkan kemungkinan infeksi pelvis.
C. MANIFESTASI KLINIS Trias gejala klinis hamil ektopik terganggu sebagai berikut (Sri Kusuma Dewi, 2010; Ida bagus, 1998): 1. Amenorea. Lamanya amenorea bervariasi dari beberapa hari sampai beberapa bulan. Dengan amenorea dapat dijumpai tanda-tanda hamil muda, yaitu morning 3
sickness, mual atau muntah, terjadi perasaan ngidam. Biasanya darah berwarna gelap kecoklatan dan keluarnya intermitten atapun kontinyu. 2. Terjadi nyeri abdomen. Nyeri abdomen disebabkan oleh kehamilan tuba yang pecah. Timbunan darah menimbulkan iritasi dan manifestasi rasa nyeri, darah dalam ruangan perut tidak berfungsi dan menyebabkan pasien tampak pucat (anemia), TD turun sampai shock, bagian ujung-ujung anggota badan terasa dingin, perut kembung karena darah. Nyeri dapat menjalar keseluruh abdomen bergantung pada perdarahan didalamnya. Bila rangsangan darah dalam abdomen mencapai diafragma, dapat terjadi nyeri di daerah bahu. Bila darahnya membentuk hematokel yaitu timbunan di daerah kavum douglas akan terjadi rasa nyeri di bagian bawah dan saat defekasi. 3. Perdarahan. Terjadinya abortus atau ruptur kehamilan tuba menimbulkan perdarahan kedalam kavum abdomen dalam jumlah yang bervariasi. Darah yang teertimbun dalam kavum abdomen tidak berfungsi sehingga terjadi gangguan dalam sirkulasi umum yang menyebabkan frekuensi nadi meningkat, tekanan darah menurun, hingga shock. Hilangnya darah dari peredaran darah umum mengakibatkan penderita tampak anemis, daerah ujung ekstremitas dingin, berkeringat dingin, kesadaran menurun, dan pada abdomen terdapat timbunan darah.
Gejala-gejala kehamilan ektopik lainnya (Arief Mansjoer, 2001): 1. Pada pemeriksaan vagina terdapat nyeri goyang bila serviks digerakkan, nyeri pada perabaan dan kavum douglas menonjol karena ada bekuan darah. 2. Pleuritic chest pain, bisa terjadi akibat iritasi diafragma akibat perdarahan 3. Perubahan uterus 4
Uterus dapat tumbuh membesar pada 3 bulan pertama akibat hormon yang dilepaskan plasenta. Uterus dapat terdesak ke sisi yang berlawanan dengan masa ektopik. 4. Tekanan darah normal Kecuali bila terjadi ruptur, perubahan yang terjadi antara lain adanya peningkatan ringan, respon vasovagal seperti bradikardi dan hipertensi ataupun penurunan tensi tajam disertai peningkatan nadi bila perdarahan terus berlangsung dan hipovolemia 5. Temperatur Setelah perdarahan akut suhu tubuh dapat turun atau meningkat > 38°C bila terjadi infeksi. (Joseph, 2010)
D. PATOFISIOLOGI Prinsip patofisiologi yakni terdapat gangguan mekanik terhadap ovum yang telah dibuahi dalam perjalanannya menuju kavum uteri. Pada suatu saat kebutuhan embrio dalam tuba tidak dapat terpenuhi lagi oleh suplai darah dari vaskularisasi tuba itu. Ada beberapa kemungkinan akibat dari hal ini yaitu : 1. Kemungkinan “tubal abortion”, lepas dan keluarnya darah dan jaringan ke ujung distal (fimbria) dan ke rongga abdomen. Abortus tuba biasanya terjadi pada kehamilan ampulla, darah yang keluar dan kemudian masuk ke rongga peritoneum biasanya tidak begitu banyak karena dibatasi oleh tekanan dari dinding tuba. 2. Kemungkinan ruptur dinding tuba ke dalam rongga peritoneum, sebagai akibat dari distensi berlebihan tuba. 3. Faktor abortus ke dalam lumen tuba Ruptur dinding tuba sering terjadi bila ovum berimplantasi pada ismus dan biasanya pada kehamilan muda. Ruptur dapat terjadi secara spontan 5
atau karena trauma koitus dan pemeriksaan vaginal. Dalam hal ini akan terjadi perdarahan dalam rongga perut, kadang-kadang sedikit hingga banyak, sampai menimbulkan syok dan kematian.
E. DIAGNOSA KEHAMILAN EKTOPIK TERGANGGU Walaupun diagnosanya agak sulit dilakukan, namun beberapa cara ditegakkan, antara lain dengan melihat (Yuni Kusmiati, 2009, Sarwono, 2016): 1. Anamnesis dan gejala klinis Riwayat terlambat haid, gejala dan tanda kehamilan muda, dapat ada atau tidak ada perdarahan per vaginam, ada nyeri perut kanan / kiri bawah. Berat atau ringannya nyeri tergantung pada banyaknya darah yang terkumpul dalam peritoneum. 2. Pemeriksaan fisis a. Didapatkan rahim yang juga membesar, adanya tumor di daerah adneksa. b. Adanya tanda-tanda syok hipovolemik, yaitu hipotensi, pucat dan ekstremitas dingin, adanya tanda-tanda abdomen akut, yaitu perut tegang bagian bawah, nyeri tekan dan nyeri lepas dinding abdomen. c. Pemeriksaan ginekologis, yaitu pemeriksaan dalam: seviks teraba lunak, nyeri tekan, nyeri pada uterus kanan dan kiri. 3. Pemeriksaan Penunjang a. Laboratorium : Hb, Leukosit, urine β-hCG (+). Hemoglobin menurun setelah 24 jam dan jumlah sel darah merah dapat meningkat. b. USG
Tidak ada kantung kehamilan dalam kavum uteri
Adanya kantung kehamilan di luar kavum uteri
Adanya massa komplek di rongga panggul
6
4. Kuldosentesis : suatu cara pemeriksaan untuk mengetahui apakah dalam kavum Douglas ada darah. 5. Diagnosis pasti hanya ditegakkan dengan laparotomi. 6. Ultrasonografi berguna pada 5 – 10% kasus bila ditemukan kantong gestasi di luar uterus
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG Beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosis adalah sebagai berikut (Joseph, 2010): 1. Pemeriksaan Laboratorium a. Pemeriksaan hemoglobin dan hematokrit serial tiap satu jam menunjukkan penurunan kadar Hb akibat perdarahan. b. Adanya lekositosis ( dapat mencapai > 30.000/µL). c. Urinary Pregnancy Test, dengan metode inhibisi aglutinasi hanya menunjukkan positif pada kehamilan ektopik sebesar 50-69%. d. Serum β-hCG assay e. Serum progesteron, pada kehamilan ektopik, kadarnya lebih rendah dibanding
kehamilan
normal
intrauterin.
Kadar
<
5
mg/L
menunjukkan kemungkinan besar adanya kehamilan abnormal. Pemeriksaan ini tidak bisa berdiri sendiri dalam mendiagnosis kehamilan ektopik. 2. Ultrasound Imaging a. USG abdominal, kehamilan tuba sulit dideteksi dengan metode ini. b. USG vaginal, untuk mendeteksi letak gestational sac. Pada usia kehamilan ≥6 minggu, bila tidak dijumpai gestational sac maka bisa dicurigai kehamilan ektopik. c. Color and Pulsed Doppler Ultrasound, untuk mengidentifikasi karakteristik warna vaskular, apakah terletak di intrauterine atau ekstrauterine. 7
3. Kombinasi Serum β-hCG dan Sonography Peningkatan serum hCG > 2000 mIU/mL disertai gestational sac intrauterine yang tidak dapat diidentifikasi, kemungkinan adanya kehamilan ekstrauterine sangat besar. 4. Laparoskopi Merupakan gold standard untuk mendiagnosis kehamilan ektopik. Laparoskopi dilakukan jika dengan pemeriksaan lain diagnosis kehamilan ektopik masih belum dapat ditegakkan. Dengan metode ini tuba falopi dan ovarium dapat tervisualisasi dengan baik.
G. PENATALAKSANAAN Menurut Sarwono Prawirohardjo, Buku pelayanan kesehatan maternal dan neonatal 2016. 1. Setelah diagnosis ditegakkan, segera lakukan persiapan untuk tindakan operatif gawat darurat. 2. Ketersediaan darah pengganti bukan menjadi syarat untuk melakukan tindakan operatif karena sumber perdarahan harus dihentikan. 3. Upaya stabilisasi dilakukan dengan segera merestorasi cairan tubuh dengan larutan kristaloid NS atau RL (500 ml dalam lima menit pertama) atau 2l dalam dua jam pertama (termasuk selama tindakan berlangsung). 4. Bila darah pengganti belum tersedia, berikan autotransfusion berikut ini: a. Pastikan darah yang dihisap dari rongga obdomen telah melalui alat pengisap dan wadah penampung yang steril. b. Saring darah yang tertampung dengan kain steril dan masukan kedalam kantung darah (blood bag) apabila kantung darah tidak tersedia masukan dalam botol bekas cairan infus (yang baru terpakai dan bersih) dengan diberikan larutan sodium sitrat 10ml untuk setiap 90ml darah.
8
c. Transfusikan darah melalui selang transfusi yang mempunyai saringan pada bagian tabung tetesan. 5. Tindakan dapat berupa : a. Parsial salpingektomi yaitu melakukan eksisi bagian tuba yang mengandung hasil konsepsi. b. Salpingostomi (hanya dilakukan sebagai upaya konservasi dimana tuba tersebut merupakan salah satu yang masih ada) yaitu mengeluarkan hasil konsepsi pada satu segmen tuba kemudian diikuti dengan reparasi bagian tersebut. Resiko tindakan ini adalah kontrol perdarahan yang kurang sempurna atau rekurensi (hasil ektopik ulangan). 6. Mengingat kehamilan ektopik berkaitan dengan gangguan fungsi transportasi tuba yang di sebabkan oleh proses infeksi maka sebaiknya pasien di beri antibiotik kombinasi atau tunggal dengan spektrum yang luas. 7. Untuk kendali nyeri pasca tindakan dapat diberikan: a. Ketoprofen 100 mg supositoria. b. Tramadol 200 mg IV. c. Pethidin
50
mg
IV
(siapkan
anti
dotum
terhadap
reaksi
hipersensitivitas) 8. Atasi anemia dengan tablet besi (SF) 600 mg per hari. 9. Konseling pasca tindakan a. Kelanjutan fungsi reproduksi. b. Resiko hamil ektopik ulangan. c. Kontrasepsi yang sesuai. d. Asuhan mandiri selama dirumah. e. Jadwal kunjungan ulang.
9
H. KOMPLIKASI 1. Jaringan tropoblastik persisten 2. Kehamilan ektopik persisten. Merupakan komplikasi yang paling sering terjadi. (Joseph, 2010) I. POGNOSIS Kematian karena kehamilan ektopki terganggu cenderumg
turun
dengan diagnosis dini dan persediaan darah yang cukup. Pada umumnya kelainan yang menyebabkan kehamilan ektopik bilateral. sebagian perempuan menjadi steril setelah mengalami kehamilan ektopik lagi pada tuba yang lain. Angka kehamilan ektopik yang berulang dilaporkan antaranya 0% sampai 14,6 % ( Sarwono, 2016)
10
BAB III LAPORAN KASUS
STATUS OBSTETRI Tanggal Pemeriksaan
: 03 03 2019
Ruangan
: RSU Anutapura
Jam
:12.00 WITA
A. IDENTITAS Nama
: Ny. E
Nama Suami
: Tn. A
Umur
:32 tahun
Umur
: 31 tahun
Alamat
: Desa Kaleke
Alamat
: Desa Kaleke
Pekerjaan
: IRT
Pekerjaan
: Buruh
Agama
: Islam
Agama
: Islam
Pendidikan
: SD
Pendidikan : SD
B. ANAMNESIS G3P1A1
Usia Kehamilan : ± 6 minggu
HPHT:25-05-2018
Menarche
TP
Perkawinan : I (5 tahun)
: 04-02-2019
: 13 tahun
Keluhan Utama: Sakit perut bagian bawah sebelah kanan Rw. Penyakit Sekarang: Pasien masuk IGD kebidanan dengan keluhan sakit perut bagian bawah sebelah kanan yang sudah dirasakan sejak ± 2 minggu yang lalu SMRS, nyeri dirasakan hilang timbul dan semakin lama nyeri perut semakin bertambah nyeri. 1 minggu SMRS keluar darah bercampur lendir dari jalan lahir. Pasien 11
juga merasa mual dan muntah setiap ada makanan yang masuk. Pasien tidak merasakan pusing, tidak ada keluhan demam, dan penglihatan kabur. Pasien tidak merokok tetapi suami pasien merokok. Riwayat Penyakit Dahulu : Kejang (-), Hipertensi (-), Penyakit Jantung (-), Diabetes Mellitus (-) Riwayat Obstetri : Hamil pertama: ♂ Aterm, lahir spt lbk, ditolongdukun dirumah, BBL 2.900 gr, umur sekarang 3 tahun . Hamil kedua : Abortus, tidak dikuret Hamil ketiga: Hamil sekarang Riwayat ANC : Pasien memeriksakan kehamilannya pada bidan sudah 1 kali Riwayat Imunisasi : Belum pernah imunisasi TT sejak hamil ketiga ini
C. PEMERIKSAAN FISIK KU
: Baik
TD
:100/70 mmHg
Kesadaran : Kompos mentis
Nadi
: 108 x/menit
BB
: 40 Kg
Respirasi
: 20x/menit
TB
: 150 cm
Suhu
: 36,7ºC
Kepala – Leher: Konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterus (-/-), edema palpebra (-/-), pembesaran KGB (-), pembesaran kelenjar tiroid (-). Thorax : I : Pergerakan thoraks simetris, sikatrik (-) P : Nyeri tekan (-), massa tumor (-) P : Sonor pada kedua lapang paru, pekak pada area jantung, batas jantung DBN
12
A : Bunyi pernapasan vesikular +/+, rhonki -/-, wheezing -/-. Bunyi jantung I/II murni regular Abdomen
:
Inspeksi: Tampak cembung Auskultasi: Peristaltik usus + (kesan normal). Palpasi: Nyeri tekan abdomen regio inguinalis sinistra. Uterus tidak teraba Perkusi: Tympani. Pemeriksaan Ginekologi Inspeksi
: Perut membesar (+), cicatrix (-).
Palpasi
: Nyeri tekan abdomen regio inguinalis sinistra. Uterus tidak
teraba, massa tidak teraba. Genitalia: Pemeriksaan Dalam (VT) Vulva
: tidak ada kelainan
Vagina
: tidak ada kelainan
Fluksus
: (+) darah
Fluor
: (-)
Portio
: lunak
Nyeri goyang portio : (+) OUE
: Tertutup
Kavum Douglas
: menonjol
Inspekulo
: tidak dilakukan
Kuldocentesis
: tidak dilakukan
Ekstremitas : Edema ekstremitas atas dan bawah -/-
13
D. PEMERIKSAANPENUNJANG Laboratorium : WBC : 5,12 x 109/l
BT
: 4’30” (1-5 menit)
HGB
CT
: 8” (4-10 menit)
: 7,5 gr/dl
MCV : 82,1fL (80,0-100,0 fL)
HCT : 26,1 % (35-47)
MCH : 26,7 pg (26,0-34,0 pg)
PLT
: 293 x 109/l (150-440)
MCHC : 32,6 g/dL (32,0-36,0 g/dL)
RBC
: 3,18 x 1012/l (3,8-5,2)
HbSAg : negative Plano test : positif USG
14
Telah dilakukan pemeriksaan USG Obstetri, Dengan Hasil sebagai berikut: Uterus membesar, tidak tampak GS di dalamnya Tampak GS dengan Fetal pole di dalamnya, DJJ (-) pada adnexa kanan Estimasi usia kehamilan berdasarkan CRL, 8 minggu Tampak Echo cairan bebas dala cavum peritoneum Kesan : Kehamilan Ektopik
E. RESUME Pasien perempuan 32 tahun dengan G3P1A1 gravid 8 minggu masuk dengan nyeri perut kiri bawah yang sudah dirasakan sejak 12 minggu yang lalu SMRS, nyeri dirsakan hilang timbul dan semakin lama nyeri perut semakin bertambah nyeri. 1 minggu sebelum masuk rumah sakit keluar darah bercampur lendir dari jalan lahir. Berdasarkan pemeriksaan fisik didapatkan TD : 100/70 mmHg,108 takikardi, konjungtiva anemis (+/+). Nyeri tekan abdomen regio inguinalis sinistra. Pemeriksaan ginekologis: perut membesar (+), cicatrix (-), nyeri tekan abdomen regio inguinalis sinistra. Uterus tidak teraba, massa tidak teraba.Pemeriksaan dalam : fluksus (+) darah, portio lunak, nyeri goyang portio : (+), OUE: tertutup, kavum Douglas: menonjol.. Pemeriksaan laboratorium: Wbc : 5,12x 109/l, Hb: 7,5 gr/dl, Hct: 26,1 %, Plt: 362 x 109/l, HbSAg negatif. F. DIAGNOSIS G3P1A1 gravid 8 minggu + kehamilan ektopik terganggu G. PENATALAKSANAAN
Pasang IVFD RL
Injeksi ceftriaxone 1gr/12 jam
Siapkan darah 2 kantong (WB)
EKG
15
Konsul anestesi
Informed consent, puasakan.
Observasi TTV KU
Rencana operasi laparatomi
H. LAPORAN OPERASI
Pasien dibaringkan dalam posisi supine dalam pengaruh anatesi spinal
Disinfeksi lapangan operasi dan sekitarnya
Pasang duk steril
Insisi abdomen dengan metode pfannanstiel secara lapis demi lapis secara tajam dan tumpul
Buka peritoneum, tampak darah segar ±800cc yang bercampur dengan darah beku
Identifikasi sumber perdarahan pada tuba fallopi dextra pars ampullaris, ditemukan kantong gestasi berukuran 10 x 5 cm
Dilakukan salphingektomi tuba fallopi Dextra kemudian jahit
Identifikasi tuba fallopi sinistra, ovarium Sinistra dan Dextra kontrol perdarahan, tidak ditemukan kelainan.
Cuci cavum abdomen dengan NaCl 0.9%
Jahit peritoneum dan kontrol perdarahan
Jahit facia, kontrol perdarahan
Jahit subkutis, kontrol perdarahan
Jahit kulit secara subkutikuler
Bersihkan lapangan operasi, kemudian tutup luka dengan kasa steril dan betadine
Vagina Toilet
Operasi selesai
16
I. PENATALAKSANAAN POST OPERATIF
IVFD RL 20 TPM
Inj. Ceftriaxone 1 gr/12 jam/ IV
Drips. Metronidazole /12 jam/IV
Inj. Ranitidin 1amp/8 jam/IV
Inj. Ketorolak 1amp/8 jam /IV
Inj. Asam traneksamat 1amp/8 jam/IV
Transfusi WB 1 kantong
Obs. KU dan TTV
Obs. Ketat Perdarahan.
17
J. FOLLOW UP NO
TANGGAL
HASIL FOLLOW UP
1
04-03-2019
S : Nyeri bekas operasi (+), pengeluaran darah per vaginam (+), mual (+), muntah (-) , pusing (-), demam (+), BAK (+) per kateter, BAB (-) Flatus (+) O : KU: baik Kesadaran: Compos mentis TD: 100/60 mmHg N : 80x/m P : 22x/m S : 39,0ºC Anemis (+/+) HGB : 8,7 g/dl A: P1A2 post operasi laparatomi Hari 1 a/i kehamilan ektopik terganggu P: -
IVFD RL 20 TPM
-
Inj. Ceftriaxone 1 gr/12 jam/ IV
-
Drips. Metronidazole /12 jam/IV
-
Inj. Ranitidin 1amp/8 jam/IV
-
Inj. Ketorolak 1amp/8 jam /IV
-
Inj. Asam traneksamat 1amp/8 jam/IV
-
Paracetamol 3 x 1
-
SF 2x1
-
Transfusi PRC 1 kantong jika pasien sudah tidak demam dan kontrol Hb enam jam post transfusi
-
Mobilisasi bertahap
18
2
05-02-2018
S: Nyeri bekas operasi (+), demam (+), pengeluaran darah pervaginam (+) berkurang, mual (+), muntah (+) 1 kali, BAK (+) per kateter, BAB (-) Flatus (+) O: KU: sedang Kesadaran: Compos mentis TD: 100/70 mmHg N : 82x/m P : 20 x/m S : 38,1ºC Anemis (-/-) A: P1A2 post post operasi laparatomi Hari 2 a/i kehamilan ektopik terganggu P:
3
06-02-2019
-
IVFD RL 20 Tpm
-
Inj. Ceftriaxone 1 gr/12 jam/ IV
-
Inj. Ranitidin 1amp/8 jam/IV
-
Inj. Ketorolak 1amp/8 jam /IV
-
Inj. Asam traneksamat 1amp/8 jam/IV
-
Paracetamol 3 x 1
-
SF 2x1
-
Mobilisasi bertahap
S: Nyeri bekas operasi (+) berkurang, pengeluaran darah pervaginam (+) berkurang, pusing (+), mual (-), muntah (-), BAK (+) per kateter, BAB (+) flatus (+) O: KU : sedang Kesadaran: Compos mentis TD: 100/70 mmHg N : 82x/m
19
P : 20x/m S : 37,8ºC HB : 11 g/dl Anemis (-/-) A: P1A2 post laparatomi Hari 3 a/i kehamilan ektopik terganggu P:
4
12-06-2017
-
Inj. Ceftriaxone 1 gr/12 jam/ IV
-
Inj. Ranitidin 1amp/8 jam/IV
-
Inj. Ketorolak 1amp/8 jam /IV
-
Inj. Asam traneksamat 1amp/8 jam/IV
-
SF 2x1
-
Mobilisasi bertahap
S: Nyeri bekas operasi (+) berkurang, pusing (+), mual (+), muntah (-), BAK (+) per kateter, BAB (+) flatus (+) O: KU : sedang Kesadaran: Compos mentis TD: 110/80 mmHg N : 82x/m P : 20x/m S : 37,8ºC HB : 11 g/dl Anemis (-/-) A: P1A2 post laparatomi Hari 4 a/i kehamilan ektopik terganggu
20
P:
05
07-02-2019
-
Inj. Ceftriaxone 1 gr/12 jam/ IV
-
Inj. Ranitidin 1amp/8 jam/IV
-
Inj. Ketorolak 1amp/8 jam /IV
-
Inj. Asam traneksamat 1amp/8 jam/IV
-
SF 2x1
-
Mobilisasi bertahap
-
Aff kateter
S: Nyeri bekas operasi (+) berkurang, pusing (-), mual (-), muntah (-), BAK (+), BAB (+) flatus (+) O: KU : sedang Kesadaran: Compos mentis TD: 110/80 mmHg N : 82x/m P : 20x/m S : 37,8ºC HB : 11 g/dl Anemis (-/-) A: P1A2 post laparatomi Hari-5 a/i kehamilan ektopik terganggu P: -
Inj. Ceftriaxone 1 gr/12 jam/ IV
-
Inj. Ranitidin 1amp/8 jam/IV
-
Inj. Ketorolak 1amp/8 jam /IV
-
Inj. Asam traneksamat 1amp/8 jam/IV
-
SF 2x1
-
Mobilisasi bertahap
-
GV
21
-
Aff infus
-
Rawat Jalan, Kontrol poliklinik
22
BAB IV PEMBAHASAN
Pada kasus ini, diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Pada anamnesis pasien masuk dengan keluhan utama nyeri perut bawah yang sudah dirasakan sejak ±2 minggu yang lalu SMRS, nyeri dirasakan hilang timbul dan semakin lama nyeri perut semakin bertambah nyeri. 1 minggu SMRS keluar darah bercampur lendir dari jalan lahir. keluhan dirasakan 1 minggu SMRS. Pasien juga merasa mual dan muntah setiap ada makanan yang masuk. Pasien tidak merasakan pusing, tidak ada keluhan demam, dan penglihatan kabur. Pasien tidak merokok tetapi suami pasen merokok. Berdasarkan teori nyeri abdomen disebabkan oleh kehamilan tuba yang pecah. Timbunan darah menimbulkan iritasi dan manifestasi rasa nyeri, darah dalam ruangan perut tidak berfungsi dan menyebabkan pasien tampak pucat (anemia), TD turun sampai shock, bagian ujungujung anggota badan terasa dingin, perut kembung karena darah. Nyeri dapat menjalar keseluruh abdomen bergantung pada perdarahan didalamnya. Bila rangsangan darah dalam abdomen mencapai diafragma, dapat terjadi nyeri di daerah bahu. Bila darahnya membentuk hematokel yaitu timbunan di daerah kavum douglas akan terjadi rasa nyeri di bagian bawah dan saat defekasi. Selain itu pasien mengeluhkan keluarnya darah dari jalan lahir yang dialami sejak 1 minggu SMRS. Perdarahan pervaginam merupakan tanda penting kedua pada kehamilan ektopik yang terganggu. Hal ini menunjukkan kematian janin, dan berasal dari kavum uteri karena pelepasan desidua. Perdarahan yang berasal dari uterus biasanya tidak banyak dan berwarna cokelat tua. Amenore juga merupakan tanda yang penting pada kehamilan ektopik walaupun penderita sering menyebutkan tidak jelasnya ada amenore, karena gejala dan tanda kehamilan ektopik terganggu bisa langsung terjadi beberapa saat setelah 23
terjadinya nidasi pada saluran tuba yang kemudian disusul dengan rupture tuba karena tidak bisa menampung pertumbuhan mudigah selanjutnya. Pada pemeriksaan fisik didapatkan TD : 100/70 mmHg, konjungtiva anemis (+/+). Nyeri tekan abdomen regio inguinalis dextra. Hal ini sesuai teori yang mengatakan penderita akan tampak kesakitan dan pucat. Jika sudah terjadi perdarahan dalam rongga abdomen akan ditemukan tanda-tanda syok. Pada pemeriksaan obstetri : portio: lunak, nyeri goyang portio, kavum douglasi menonjol, tidak ada pembukaan, dan pelepasan darah bercampur lendir. Pada pasien dengan kehamilan ektopik terganggu pada pemeriksaan vagina dapat ditemukan rasa nyeri ketika menggerakkan serviks yang biasa disebut dengan nyeri goyang (+), atau slinger sign. Demikian pula kavum douglasi menonjol dan nyeri pada perabaan oleh karena terisi oleh darah. Pada kejadian abortus tuba biasanya konsistensi agak lunak. Hematokel retrouterina dapat diraba sebagai tumor dikavum douglasi. Beberapa riwayat dan penemuan pemeriksaan fisik meningkatkan kecurigaan terhadap kehamilan ektopik. Untuk itu, bagaimanapun juga, tidak ada kombinasi penemuan yang boleh dianggap untuk menyimpulkan adanya kehamilan ektopik berdasarkan penemuan klinik saja. Penanganan pada penderita kehamilan ektopik pada umumnya adalah laparotomi. Dalam tindakan demikian, beberapa hal harus diperhatikan dan dipertimbangkan yaitu: kondisi penderita saat itu, keinginan penderita akan fungsi reproduksinya, lokasi kehamilan ektopik, serta kondisi anatomic organ pelvis. Pada banyak kasus, pasien-pasien ini membutuhkan salpingektomi karena kerusakan tuba yang banyak, hanya beberapa kasus saja salpingotomi dapat dilakukan. Pada pasien kehamilan ektopik yang hemodinamiknya stabil dan dikerjakan salpingotomi dapat dilakukan dengan teknik laparaskopi. Salpingotomi laparaskopik diindikasikan pada pasien hamil ektopik yang belum rupture dan besarnya tidak lebih dari 5 cm pada diameter transversa yang terlihat komplit melalui laparoskopi.
24
Pada pasien ini, penatalaksanaan yang diberikan sudah sesuai dengan teori dimana dilakukan tindakan laparotomi dan salpingektomi sinistra. Tindakan tersebut dapat diilustrasikan pada gambar berikut.
25
DAFTAR PUSTAKA
Joseph HK, M. Nugroho S. 2010. Catatan Kuliah GINEKOLOGI DAN OBSTETRI (OBSGYN ). Yogyakarta : Nuha Medika Kusmiyati, Yuni, S.ST. 2009. Perawatan Ibu Hamil (Asuhan Ibu Hamil). Yogyakarta: Fitramaya Mansjoer, Arief. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius Manuaba, Prof. Dr. Ida Bagus Gede, SpOG. 1998. Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita. Jakarta : Arcan Sarwono, prawiroharjo, 2016. Ilmu Kebidanan. Jakarta: P.T. Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo. Suryasaputra Manuaba, dr. I.A Sri Kusuma Dewi. 2006. Buku Ajar Ginekologi Untuk Mahasiswa Kebidanan. Jakarta : EGC Wiknjosastro, Prof. Dr. Hanifa, SpOG. 2009. Ilmu Kandungan. Jakarta : PT. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo
26