Bagian Obstetri dan Ginekologi
LAPORAN KASUS
“KEHAMILAN EKTOPIK TERGANGGU”
Disusun Oleh : Silvia Greis N 111 14 051
PembimbingKlinik: dr. Abd. Faris, Sp.OG
DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TADULAKO PALU 2016
BAB I PENDAHULUAN Kehamilan ektopik ialah kehamilan, dengan ovum yang dibuahi, berimplantasi dan tumbuh tidak di tempat yang normal yakni dalam endometrium kavum uteri.Sebagian besar wanita yang mengalami kehamilan ektopik berumur antara 25 dan 35 tahun. Frekuensi kehamilan ektopik dilaporkan 1 di antara 300 kehamilan, akan tetapi mungkin angka ini terlampau rendah. Mungkin pemberian antibiotik pada infeksi pelvik khususnya gonore, memperbesar kehamilan ektopik, oleh karena dengan pengobatan tersebut kemungkinan hamil masih terbuka, namun perubahan pada endosalping menghambat perjalanan ovum yang dibuahi menuju ke uterus.1 Diantara kehamilan-kehamilan ektopik, yang terbanyak ialah yang terjadi di tuba (90%), khususnya di ampulla dan di isthmus. Jika kehamilan membesar, sangat mungkin organ tempat tumbuh janin itu akan pecah dan memicu perdarahan hebat di dalam perut. Si ibu akan mengalami anemia, pucat, lemas, mengalami sesak napas hingga pingsan. Jika terlambat ditolong maka akan mengakibatkan kematian.2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Definisi Kehamilan ektopik ialah suatu kehamilan yang penumbuhan sel telur yang telah dibuahitidak menempel pada dinding endometrium kavum uteri. Lebih dari 95 % kehamilan ektopik berada di saluran telur (tuba Fallopii).1 2. Epidemiologi Insiden kehamilan ektopik pada wanita bukan kulit putih lebih tinggi pada setiap kategori usiadibanding pada wanita kulit putih, dan perbedaan ini meningkat sejalan dengan pertambahan usia. Alasan meningkatnya kehamilan ektopik kemungkinan penyebabnya antara lain adalah:2 a. Meningkatnya prevalensi infeksi tuba akibat penularan seksual b. Diagnosis lebih dini dengan pemeriksaan gonadotropin korionik yang sensitif dan ultrasonografi transvaginal pada beberapa kasus, terjadi resorpsi sebelum dilakukan diagnosis pada masa lalu c. Popularitas kontrasepsi yang mencegah kehamilan intrauteri tetapi tidak untuk kehamilan ekstrauteri. d. Sterilisasi tuba yang gagal. e. Induksi aborsi yang diikuti dengan infeksi. f. Meningkatnya penggunaan teknik reproduksi dengan bantuan. g. Bedah tuba, termasuk riwayat salpingotomi serta tuboplasti untuk kehamilan tuba
.
3. Etiologi a. Faktor tuba Adanya peradangan atau infeksi pada tuba menyebabkan lumen tuba menyempit atau buntu. Keadaan uterus yang mengalami hipoplasia dan saluran tuba yang berkelok-kelok panjang dapat menyebabkan fungsi silia tuba tidak berfungsi dengan baik. Juga pada keadaan pascaoperasi rekanalisasi tuba dapat merupakan predisposisi terjadinya kehamilan ektopik. Faktor tuba yang lain ialah adanya kelainan endometriosis tuba atau divertikel saluran tuba yang bersifat kongenital. Adanya tumor di sekitar saluran tuba, misalnya mioma uteri atau tumor ovarium yang menyebabkan perubahan bentuk dan patensi tuba, juga dapat menjadi etiologi kehamilan ektopik. 1 b. Faktor abnormalitas dari zigot Apabila tumbuh terlalu cepat atau turnbuh dengan ukuran besar, maka zigot akan tersendat dalam perjalanan pada saat melalui tuba, kemudian terhenti dan tumbuh di saluran tuba.1 c. Faktor ovarium Bila ovarium memproduksi ovum dan ditangkap oleh tuba yang kontralateral, dapat membutuhkan proses khusus atau waktu yang lebih panjang sehingga kemungkinan terjadinya kehamilan ektopik lebih besar.1 d. Faktor hormonal Pada akseptor pil KB yang hanya mengandung progesteron dapat mengakibatkan gerakan tuba melambat. Apabila terjadi pembuahan dapat menyebabkan terjadinya kehamilan ektopik.1 e. Faktor lain Termasuk di sini antara lain adalah pemakai IUD di mana proses peradangan yang dapat timbul pada endometrium dan endosalping dapat menyebabkan terjadinya kehamilan ektopik. Faktor umur penderita yang
sudah menua dan faktor perokok juga sering dihubungkan dengan terjadinya kehamilan ektopik. 1 4.
Patogenesis Patofisiologi terjadinya kehamilan ektopik tersering karena sel telur yang sudah dibuahi dalam perjalanannya menuju endometrium tersendat sehingga embrio sudah berkembang sebelum mencapai kavurn ureri dan akibatnya akan tumbuh di luar rongga rahim. Bila kemudian tempat nidasi tersebut tidak dapat menyesuaikan diri dengan besarnya buah kehamilan, akan terjadi ruptura dan menjadi kehamiian ektopik yang terganggu.1 a. Implantasi zigot Telur yang telah dibuahi segera menggali epitel dan zigot langsung terbenam di dinding otot karena tuba tidak mempunyai submukosa. Di bagian perifer zigot menjadi sebuah kapsul trofoblas yang berproliferasi dengan cepat, menginvasi dan mengerosi lapisan otot di bawahnya.Pada saat yang sama, pembuluh darah ibu terbuka, dan darah tercurah ke dalam ruang yangberada di dalam trofoblas atau di antara trofoblas dan jaringan di dekatnya. Meskipun sel desidua biasanya dapat dikenali, biasanya tuba tidak membentuk desidua yang luas. Dinding tuba yang berkontak dengan zigot hanya memberi sedikit tahanan terhadap invasi oleh trofoblas, yang segera menggali lubang di bawahnya dan membuka pembuluh darah ibu. Embrio atau fetus pada kehamilan ektopik sering kali tidak ada atau kerdil.3 b. Perubahan pada uterus Ditemukannya desidua uterus tanpa trofoblas mengesankan kehamilan ektopik tetapi tidak absolut. Sel epitel membesar dengan nuklei yang hipertrofik, hiperkromatik, lobular, dan berbentuk iregular. Sitoplasma dapat bervakuol dan berbusa, dan kadang-kadang ditemukan mitosis. Perubahan endometrium ini reaksi Arias Stella tidak spesifik untuk kehamilan ektopik dan dapat terjadi pada implantasi normal.3
Perdarahan ekstemal jarang sampai berat sering ditemukan pada kasus kehamilan tuba dan berasal dari uterus akibat degenerasi dan pengelupasan desidua uterus. Segera setelah kematianembrio, desidua berdegenerasi dan biasanya berguguran menjadi potongan-potongan kecil. Kadang kala, desidua ini terlepas utuh, sebagai gumpalan desidua dari rongga uterus. Namun, tidak adanya jaringan desidua tidak menyingkirkan kehamilan ektopik.2 Berdasarkan lokasi terjadinya, kehamilan ektopik dapat dibagi menjadi 5 berikut ini :1 a. Kehamilan tuba, meliputi > 95 % yang terdiri atas: Pars ampularis (55 %), pars ismika (25 %),pars fimbriae (17 %), dan pars interstisialis (2 %). b. Kehamilan ektopik lain (< 5 %) antara lain terjadi di serviks uterus, ovarium, atau abdominal. Untuk kehamilan abdominal lebih sering merupakan kehamilan abdominal sekunder di mana semula merupakan kehamilan tuba yang kemudian abortus dan meluncur ke abdomen dari ostium tuba pars abdominalis (abortus tubaria) yang kemudian embrio/buah kehamilannya mengalami
reimplantasi
di
kavum
abdomen,
misalnya
di
mesenterium/mesovarium atau di omentum. c. Kehamilan intraligamenter, jumlahnya sangat sedikit. d. Kehamilan heterotopik, merupakan kehamilan ganda di kavum uteri sedangkan yang lain merupakan kehamilan ektopik. Kejadian sekitar satu per 15.000 - 40.000 kehamilan. e. Kehamilan ektopik bilateral. Kehamilan ini pernah dilaporkan walaupun sangat jarang terjadi. Pada proses awal kehamilan apabila embrio tidak bisa mencapai endometrium untuk proses nidasi, maka embrio dapat tumbuh di saluran tuba dan kemudian
akan
mengalami
beberapa
proses
seperti
kehamilan
pada
umumnya.Kehamilan tuba tidak bisa mencapai cukup bulan, biasanya berakhir pada minggu ke- 6 sampai 12, yang paling sering antara minggu ke-6-8. Karena
tuba bukan merupakan suatu media yang baik untuk pertumbuhan embrio atau mudigah, maka pertumbuhan dapat mengalami beberapa perubahan dalam bentuk berikut ini.1,4 a. Hasil konsepsi mati dini dan diresorbsi. Pada implantasi secara kolumner, ovum yang dibuahi cepat mati karena vaskularisasi kurang dan dengan mudah terjadi resorbsi total. Dalam keadaan ini penderita tidak mengeluh apa-apa, hanya haidnya terlambat untuk beberapa hari.4 b. Abortus ke dalam lumen tuba (Abortus tubaria) Perdarahan yang terjadi karena pembukaan pembuluh-pembuluh darah oleh vili korialis pada dinding tuba di tempat implantasi dapat melepaskan mudigah
dari
dinding
tersebut
bersama-sama
dengan
robeknya
pseudokapsularis. Pelepasan ini dapat terjadi sebagian atau seluruhnya, bergantung pada derajat perdarahan yang timbul. Bila pelepasan menyeluruh, mudigah dengan selaputnya dikeluarkan dalam lumen tuba dan kemudian didorong oleh darah ke arah ostium tuba pars abdominalis. Frekuensi abortus dalam tuba bergantung pada implantasi telur yang dibuahi. Abortus ke lumen tuba lebih sering terjadi pada kehamilan pars ampularis, sedangkan penembusan dinding tuba oleh vili korialis ke arah peritoneum biasanya terjadi pada kehamilanpars ismika. Perbedaan ini disebabkan oleh lumen pars ampularis yang lebih luas sehingga dapat mengikuti lebih mudah penumbuhan hasil konsepsi jika dibandingkan dengan bagian ismus dengan lumen sempit. Pada pelepasan hasil konsepsi yang tidak sempurna pada abortus, perdarahan akan terus berlangsung, dari sedikit-sedikit oleh darah, sehingga berubah menjadi mola kruenta. Perdarahan yang berlangsung terus menyebabkan tuba membesar dan kebiru-biruan (hematosalping), dan selanjutnya darah mengalir ke rongga perut melalui ostium tuba. Darah ini akan berkumpul di kavum Douglasi dan akan membentuk hematokel retrouterina.1,5
c. Ruptur dinding tuba Ruptur tuba sering terjadi bila ovum berimplantasi pada ismus dan biasanya pada kehamilan muda. Sebaliknya, ruptur pada pars interstisialis terjadi pada kehamilan yang lebih lanjut. Faktor utama yang menyebabkan ruptur ialah penembusan vili korialis ke dalam lapisan muskularis tuba terus ke peritoneum. Ruptur dapat terjadi secara spontan arau karena trauma ringan seperti koitus dan pemeriksaan vaginal. Dalam hal ini akan terjadi perdarahan dalam rongga perut, kadang-kadang sedikit, kadang-kadang banyak, sampai menimbulkan syok dan kematian. Bila pseudokapsularis ikut pecah, maka terjadi pula perdarahan dalarn lumen tuba. Darah dapat mengalir ke dalam rongga perut melalui ostium tuba abdominal. Bila pada abortus dalam tuba ostium tuba tersumbat, ruptur sekunder dapat terjadi. Dalam hal ini dinding tuba, yang telah menipis oleh invasi trofoblas, pecah karena tekanan darah dalam tuba. Kadang-kadang ruptur terjadi di arah ligamentum itu. Jika janin hidup terus, terdapat kehamilan intraligamenter. Pada ruptur ke rongga perut seluruh janin dapat keluar dari tuba, tetapi bila robekan tuba kecil, perdarahan terjadi tanpa hasil konsepsi dikeluarkan dari tuba. Perdarahan dapat berlangsung terus sehingga penderita akan cepat dalam keadaan anemia atau syok oleh karenahemoragia. Darah tertampung pada rongga perut akan mengalir ke kavum Douglasi yang makin lama makin banyak yang akhirnya dapat memenuhi rongga abdomen. Bila penderita tidak dioperasi dan tidak meninggal karena perdarahan, nasib janin bergantung pada kerusakan yang diderita dan tuanya kehamilan. Bila janin mati dan masih kesil, dapat diresorpsi seluruhnya; bila besar, kelak dapat diubah menjadi litopedion . Janin yang dikeluarkan dari tuba dengan masih diselubungi oleh kantong amnion dengan plasenta masih utuh, kemungkinan tumbuh terus dalam rongga perut, sehingga akan terjadi kehamilan abdominal sekunder. Untuk mencukupi keburtuhan makanan bagi janin, plasenta dari tuba akan meluaskan implantasinya ke jaringan sekitarnya, misalnya kesebagian uterus, ligamentum latusm, dasar panggul dan usus. 4,6
Produk konsepsi yang menginvasi dan berekspansi dapat memecahkan tuba di beberapa tempat. Sebelum tersedia metode pengukurangonadotropin korionik yang canggih, banyak kasus kehamilan tuba berakhir pada trimester pertama akibat ruptur intraperitoneal. Sebagai pedoman, jika terjadi ruptur tuba pada minggu-minggu pertama, kehamilan terjadi pada bagian isthmus tuba. Bila ovum yang dibuahi berimplantasi dengan baik di dalam bagian interstisial, biasanya ruptur terjadi belakangan. Ruptur biasanya terjadi spontan, tetapi dapat disebabkan oleh trauma saat koitus atau pemeriksaan bimanual. Pada ruptur intraperitoneal, seluruh konseptus dapat terdorong keluar dari tuba, atau jika robekannya kecil, dapat terjadi perdarahan banyak tanpa ada yang terdorong keluar (ekstrusi). Pada keduanya, ibu umumnya memperlihatkan tanda-tanda hipovolemia. Bila konseptus dini dikeluarkan secara utuh ke dalam rongga peritoneum, hasil konsepsi ini dapat berimplantasi kembali hampir di mana saja, menciptakan sirkulasi yang adekuat, bertahan hidup, dan tumbuh. Namun, kejadian ini amat kecil kemungkinannya, karena adanya kerusakan selama transisi. Konseptus, bila kecil, dapat diresorpsi atau, bila lebih besar, dapat menetap di cul-de-sac selama bertahun-tahun sebagai sebuah massa berkapsul atau bahkan mengalami kalsifikasi membentuk litopedion. 1,2
5. Gambaran klinis Gambaran klinik kehamilan tuba yang belum terganggu tidak khas.Pada umumnya penderita menunjukkan gejala-gejala kehamilan muda, dan mungkin merasanyeri
sedikit
pada
perut
bagian
bawah
yang
tidaak
seberapa
dihiraukan.Pada pemeriksaan vaginal uterus membesar dan lembek walaupun mungkin tidak sebesar tuanya kehamilan.Tuba yang mengandung hasil konsepsi karena lembeknya sukar diraba pada pemeriksaan bimanual.Pada pemeriksaan USG sangat membantu menegakkan diagnosis kehamilan ini apakah intrauterin atau kehamilan ektopik.1 Pada kasus yang dahulu dianggap kasus "klasik", menstruasi normal digantikan oleh perdarahanper vaginam sedikit-sedikit, atau "spotting". Tiba-tiba,
si ibu dikejutkan oleh nyeri abdomen bawah yang berat, sering digambarkan sebagai nyeri yang tajam, menusuk, atau merobek. Timbul gangguan vasomotor, yang berkisar dari vertigo sampai sinkop. Terdapat nyeri tekan pada palpasi abdomen, dan pada pemerikaan per vaginam, khususnya bila serviks digerakkan, akan menyebabkan nyeri yang hebat. Forniks vagina posterior dapat menonjol karena terdapat darah di cul-de-sac. Gejala iritasi diafragma, yang ditandai oleh nyeri di leher atau bahu, terutama saat inspirasi, timbul pada sekitar 50 persen wanita yang mengalami perdarahan intraperitoneal yang cukup berat.2 Apabila kehamilan ektopik mengalami penyulit atau terjadi rupur pada tuba tempat lokasi nidasi kehamilan ini akan memberikan gejala dan tanda yang khas yaitu timbulnya sakit perut mendadak yang kemudian disusul dengan syok atau pingsan. Ini adalah pertanda khas terjadinya kehamilan ektopik yang terganggu.Nyeri
merupakan
keluhan
utama
pada
kehamilan
ektopik
terganggu.Pada ruptur tuba nyeri perut bagian bawah terjadi secara tiba-tiba dan intensitasnya disertai dengan perdarahan yang menyebabkan penderita pingsan dan masuk kedalam syok.Biasanya pada abortus tuba nyeri tidak seberapa hebat dan tidak terus menerus.Rasa nyeri mula-mula terdapar pada satu sisi; tetapi, setelah darah masuk ke dalam rongga perut,rasa nyeri menjalar ke bagian tengah arau ke seluruh perut bawah.Darah dalam ronggaperut dapat merangsang diafragma, sehingga menyebabkan nyeri bahu dan bilamembentuk hematokel retrouterina, menyebabkan defekasi nyeri.1 Tanda yang paling konsisten adalah nyeri tekan adneksa (96%) dan nyeri tekan unilateral ketika membalik pasien (tanda Adler positif) adalah tanda yang tidak konsisten tetapi penting jika ada.5 Perdarahan pervaginam merupakan tanda penting kedua pada kehamilan ektopik yang terganggu. Hal ini menunjukkan kematian janin, dan berasal dari kavum uteri karena pelepasan desidua. Perdarahan yang berasal dari uterus biasanya tidak banyak dan berwarna cokelat tua. Perdarahan berarti gangguan pembentukan human chorionic gonadotropin. Jika plasenta mati, desidua dapat dikeluarkan seluruhnya.1
Menstruasi abnormal, Sekitar seperempat wanita tidak melaporkan amenore; mereka menyalahartikan perdarahan uterus yang sering terjadi pada kehamilan tuba sebagai menstruasi yang sebenarnya. Ketika dukungan endokrin untuk endometrium menurun, perdarahan biasanya sedikit, berwarna coklat tua, dan dapat intermiten atau kontinu. Meskipun perdarahan per vaginam yang banyak lebih sugestif untuk abortus inkomplet daripada kehamilan ektopik, perdarahan semacam itu kadangkala ditemukan pada kehamilan.2 Amenorea merupakan juga tanda yang penting pada kehamilan ektopik walaupun penderita sering menyebutkan tidak jelasnya ada amenorea, karena gejala dan tanda kehamilan ektopik terganggu bisa langsung terjadi beberapa saat setelah terjadinya nidasi pada saluran tuba yang kemudian disusul dengan ruptur tuba karena tidak bisamenampung pertumbuhan mudigah selanjutnya. Lamanya amenorea bergantung pada kehidupan janin, sehingga dapat bervariasi. Sebagian penderita tidak mengalami amenorea karena kematian janin terjadi sebelum haid berikutnya.4,6 Pada kehamilan ektopik terganggu ditemukan
pada pemeriksaan vaginal
bahwa usaha menggerakkan serviks uteri menimbulkan rasa nyeri, yang disebut dengan nyeri goyang atau slinger pijn (bahasa Belanda). Demikian pula kavum Douglasi menonjol dan nyeri pada perabaan oleh karena terisi oleh darah. Pada abortus tuba biasanya teraba dengan jelas suatu tumor di samping uterus dalam berbagai ukuran dengan konsistensi agak lunak. Hematokel retrouterina dapar diraba sebagai tumor di kavum Douglasi. Pada ruptur ruba dengan perdarahan banyak tekanan darah dapat menurun dan nadi meningkat; perdarahan lebih banyak lagi menimbulkan syok.2,5 Kehamilan ektopik terganggu sangat bervariasi, dari yang klasik dengan gejala perdarahan mendadak dalam rongga pemt dan ditandai oleh abdomen akut sampai gejala-gejala yang samar-samar, sehingga sukar membuat diagnosis. Pemeriksaan USG dapat dilakukan secara perabdominal atau pervaginam. Umumnya kita akan mendapatkan gambaran uterus yang tidak ada kantong gestasinya dan mendapatkan gambaran kantong gestasi yang berisi mudigah di
luar urerus. Apabila sudah terganggu (ruptur) maka bangunan kantong gestasi sudah tidak jelas, tetapi akan mendapatkan bangunan massa hiperekoik yang tidak beraturan, tidak berbatas tegas, dan di sekitarnya didapati cairan bebas (gambaran darah intraabdominal). Gambar USG kehamilan ektopik sangat bevariasi bergantung pada usia kehamilan, ada tidaknya gangguan kehamilan (ruptur, abortus) serta banyak dan lamanya perdarahan intraabdomen. Diagnosis pasti kehamilan ektopik secara USG hanya bisa ditegakkan bila terlihat kantong gestasi berisi mudigah/janinhidup yang letaknya di luar kavum uteri.1 6. Diagnosis dan pemeriksaan Pada umumnya dengan anamnesis yang teliti dan pemeriksaan yang cernat diagnosis dapat ditegakkan, walaupun biasanya alat bantu diagnostik seperti kuldosentesis, ultrasonografi, dan laparoskopi masih diperlukan anamnesis. Haid biasanya terlambat untuk beberapa waktu dan kadang-kadang terdapat gejala subjektif kehamilan muda. Nyeri perut bagian bawah, nyeri bahu, tenesmus, dapat dinyatakan. Perdarahan pervaginam terjadi setelah nyeri perut bagian bawah.1 Pemeriksaan laboratorium dilakukan dengan pemeriksaan hemoglobin dan jumlah sel darah merah berguna dalam menegakkan diagnosis kehamilan ektopik terganggu, terutama bila ada tanda-tanda perdarahan dalam rongga perut. Pemeriksaan hemoglobin dan hematokrit dapat dilakukan secara serial dengan jarak satu jam selama 3 kali berturut-turut. Bila ada penurunan hemoglobin dan hematokrit dapat mendukung diagnosis kehamilan ektopik terganggu. Pada kasus jenis tidak mendadak biasanya ditemukan anemia; tetapi, harus diingat bahwa penurunan hemoglobin baru terlihat setelah 24 jam.3 Penghitungan leukosit secara berurut menunjukkan adanya perdarahan bila leukositosis. Untuk membedakan kehamilan ektopik dari infeksi pelvik, dapat diperhatikan jumlah leukosit. Jumlah leukosit yang melebihi 20.000 biasanya menunjuk pada keadaan yang terakhir. Tes kehamilan berguna apabila positif. Akan tetapi, tes negatif tidak menyingkirkan kemungkinan kehamilan ektopik terganggu karena kematian hasil konsepsi dan degenerasi trofoblas menyebabkan produksi human chorionic gonadotropin menurun dan menyebabkan tes negatif.1
Kuldosentesis adalah suatu cara pemeriksaan untuk mengetahui apakah dalam kavum Douglasi ada darah. Cara ini sangat berguna dalam membantu membuat diagnosis kehamilan ektopik terganggu. Teknik kuldosentesis dapat dilaksanakan dengan urutan berikut.1,2 a. Penderita dibaringkan dalam posisi litotomi. b. Vulva dan vagina dibersihkan dengan antiseptik. c. Spekulum dipasang dan bibir belakang porsio dijepit dengan cunam serviks; dengan traksi ke depan sehingga forniks posterior tampak. d. Jarum spinal no. 18 ditusukkan ke dalam kavum Douglasi dan dengan semprit 10 ml dilakukan pengisapan. e. Bila pada pengisapan ditemukan darah, maka isinya disemprotkan pada kain kasa dandiperhatikan apakah darah yang dikeluarkan merupakan :
Darah segar berwarna merah yang dalam beberapa menit akan membeku; darah ini berasal dari arteri atau vena yang tertusuk;
Darah tua berwarna cokelat sampai hitam yang tidak membeku, atau yang berupa bekuan kecil-kecil; darah ini menunjukkan adanya hematokel retrouterina. Laparoskopi hanya digunakan sebagai alat bantu diagnostik terakhir untuk
kehamilan ektopik apabila hasil penilaian prosedur diagnostik yang lain meragukan. Secara sistematis dinilai keadaan uterus; ovarium, tuba, kavum Douglasi, dan ligamentum latum. Adanya darah dalam rongga pelvis mungkin mempersulit visualisasi alat kandungan, tetapi hal ini menjadi indikasi untuk dilakukan laparotomi.1 7. Diagnosis Banding a. Radang organ panggul, terutama salpingitis4 Untuk membedakannya dengan salpingitis dapat dikemukakan :
Pada salpingitis pernah ada serangan nyeri perut sebelumnya
Nyeri bilateral
Demam
Tes kehamilan yang positif menunjuk kearah kehamilan ektopik , yang negatif tidak ada artinya.
b. Abortus biasa4 Pada abortus biasa, perdarahan lebih banyak dan sering ada pembukaan serta uterus biasanya besar dan lunak. c. Apendisitis3 Nyeri pada apendisitis sering lokasinya lebih tinggi, yaitu di titik McBurney. Untuk membantu diagnosik dapat dilakukan:
Tes kehamilan : kalau positif maka ada kehamilan. Tes kehamilan yang sensitive adalah cara imunoasai dan Elisa.
Douglas punksi (kuldosentesis) : jarum besar yang dihubungkan dengan spuit ditusukkan ke dalam kavum Douglas di tempat kavum Douglas menonjol ke fornix posterior.
8. Penatalaksanaan a. Tatalaksana umum (darurat)
Pasang infuse dengan jarum berdiameter besar pada vena besar.
Dapatkan
hemogram,
panel
pembekuan
darah
dan
darah
untukmenentukangolongan darah dan pencocokan silang.5
Restorasi cairan tubuh dengan cairan kristaloid NaCl 0,9% atau Ringer Laktat (500 ml dalam 15 menit pertama) atau 2 L dalam 2 jam pertama. Transfuse komonen darah, menjaga pasien tetap hangat dn berikan oksigen.3,5
Rujuk ibu ke rumah sakit.3
b. Penatalaksanaan Bedah Penanganan kehamilan ektopik pada umumnya adalah laparotomi. Dalam
tindakan
demikian,
beberapa
hal
harus
diperhatikan
dan
dipertimbangkan yaitu; kondisi penderita saat itu, keinginan penderita akan fungsi reproduksinya, lokasi kehamilan ektopik, kondisi anatomik organ pelvis, kemampuan teknik bedah mikro dokter operator, dan kemampuan teknologi fertilisasi invitro setempat. Hasil pertimbangan ini menentukan apakah perlu dilakukan salpingektomi pada kehamilan tuba, atau dapat dilakukan pembedahan konservatif dalam arti hanya dilakukan salpingostomi atau reanastomosis tuba. Apabila kondisi penderita buruk, misalnya dalam keadaan syok, lebih baik dilakukan salpingektomi.1
Salpingostomi Prosedur ini digunakan untuk mengangkat kehamilan kecil, yang panjangnya biasanya kurang dari 2 cm, dan terletak di sepertiga distal tuba Falopii. Insisi linear, sepanjang 10 sampai 15 mm atau kurang, dibuat pada tepi antimesenterik tepat di atas kehamilan ektopik. Produk konsepsi biasanya terdorong keluar dari insisi dan dapat diangkat atau dibilas keluar dengan hati-hati, Tempat-tempat perdarahan kecil dikendalikan dengan elektrokauter jarum atau laser, dan insisinya dibiarkan tanpa dijahit agar mengalami penyembuhan per sekundam. Prosedur ini cepat dan mudah dilakukan dengan laparoskop dan sekarang merupakan metode bedah "standar emas" untuk kehamilan ektopik yang tidak ruptur.4
Salpingotomi Prosedurnya sama dengan prosedur
salpingostomi kecuali bahwa
insisinya ditutup dengan benang Vicryl 7-0 atau yang serupa.(2)
Salpingektomi Reseksi tuba dapat dilakukan melalui laparoskopi operatif dan dapat digunakan baik untuk kehamilan ektopik yang ruptur maupun
tidak
ruptur. Tindakan ini dilakukan jika tuba fallopii mengalami penyakit atau kerusakan yang luas.2
Reseksi segmental dan anastomosis Reseksi massa dan anastomosis tuba kadang kala digunakan untuk kehamilan isthmus yang tidak rupture. Proses ini digunakan karena salpingostomi dapat disebabkan pembentukan jaringan parut dan penyempitan lebih lanjut pada lumen yang sudah kecil. Setelah segmen tuba dibuka, mesosalping di bawah tuba diinsisi, dan isthmus tuba yangberisi massa ektopik direseksi. Mesosalping dijahit, sehingga merekat kembali puntung-puntung tuba. Segmen-segmen tuba tersebut kemudian diposisikan satu sama lain secara berlapis dengan jahitan terputus menggunakan benang Vycril 7-0, lebih disukai menggunakan kaca pembesar. Dibuat 3 jahitan dilapisan muskularis dan 3 dilapisan serosa, dengan perhatian khusus untuk menghindari lumen tuba.5
c. Penatalaksanaan Medis Perdarahan intraabdomen aktif merupakan kontraindikasi kemoterapi menggunakan metotreksat. Metotreksat hendaknya tidak digunakan jika kehamilannya lebih dari 4 cm. keberhasilannya paling besar bila usia gestasi kurang dari 6 minggu, massa tuba berdiameter tidak lebih dari 3,5 cm janin mati, dan kadar -hCG kurang dari 15.000 mIU. Menurut American College of Obstetricians and Gynecologist, kontraindikasi lain adalah menyusui, imunodefisiensi, alkoholisme, penyakit hati atau ginjal, diskrasia darah, penyakit paru aktif, dan ulkus peptikum.3 Kandidat untuk terapi metotreksat harus stabil secara hemodinamik dengan hemogram normal serta fungsi hati dan ginjal normal. Mereka sebaiknya diberi instruksi bahwa :2
Terapi medis gagal pada 5 sampai 10 persen kasus, dan angka ini lebih tinggi pada kehamilan yang telah melampaui gestasi 6 minggu atau pada massa tuba yang berdiameter lebih besar dari 4 cm.
Kegagalan terapi medis mengakibatkan terapi harus diulang, baik secara medis maupun dengan bedah elektif, atau bila terjadi ruptur tuba kemungkinan 5 persen bedah darurat.
Jika ditangani sebagai pasien rawat jalan, harus tersedia transportasi cepat.
Tanda dan gejala ruptur tuba seperti perdarahan per vaginam, nyeri abdomen dan nyeri pleuritik, lemas, pusing, atau pingsan harus dilaporkan segera.
Dilarang melakukan hubungan seksual sampai -hCG serum tidak terdeteksi lagi.Tidak boleh mengkonsumsi alkohol.
Multivitamin yang mengandung asam folat tidak boleh dikonsumsi.
Tabel. Terapi metotreksat sebagai terapi primer kehamilan ektopik
d. Penatalaksanaan suportif
Berikan antibiotic spectrum luas untuk infeksi.
Berikan terapi besi per oral atau IM atau keduanya untuk mengembalikan simpanan besi.7
9. Prognosis Prognosis baik bila kita dapat menemukan kehamilan ektopik secara dini. Keerlambatan diagnosis akan menyebabkan prognosis buruk karena bila perdarahan arterial terjadi di intrabdomen tidak segera ditangani, akan mengakibatkan kematian kareana syok hipovolemik. Kehamilan ektopik merupakan penyebab kematian yang penting yang penting maka diagnosis harus dapat ditentukan dengan cepat dan persediaan darah untuk transfuse harus cukup, begitu pula antibiotik.4 Kematian karena kehamilan ektopik terganggu cenderung turun dengan diagnosis dini dan persediaan darah yang cukup. Hellman dan kawan-kawan (1971) melaporkan 1 kematian di antara 826 kasus, dan Wilson dan kawan-kasvan (1971) 1 antara 591. Akan tetapi, bila penolongan terlambat, angka kematian dapat tinggi, Sjahid dan Martohoesodo (1970) mendapatkan angka kematian 2 dari 110 kasus, sedangkan Tarjiman dan kawan-kawan (1973) 4 dari 138 kehamilan ektopik. Pada umumnya kelainan yang menyebabkan kehamilan ektopik bersifat bilateral. Sebagian perempuan menjadi steril setelah mengalami kehamilan ektopik lagi pada tuba yang lain. Angka kehamilan ektopik yang berulang dilaporkan antara 0% sampai 14,6 %. Untuk perempuan dengan anak sudah cukup, sebaiknya pada operasi diiakukan salpingektomi bilateralis. Dengan sendirinya hal ini perlu disetujui oleh suami-isteri sebelumnya.1,3
BAB III LAPORAN KASUS
BAGIAN OBSTETRI – GINEKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TADULAKO RSUD UNDATA PALU
STATUS OBSTETRI Tanggal Pemeriksaan : 16 0ktober 2016 Jam
Ruangan :IGD Kebidanan Anutapura
: 19.40 WITA
IDENTITAS Nama
: Nn. E
Umur
: 31 tahun
Alamat
: Jl. Veteran
Pekerjaan
: Karyawati
Agama
: Kristen
Pendidikan
: SMA
ANAMNESIS GIVP3A0
Usia Kehamilan : ± 6-7 minggu
HPHT : ?-09-2016
Menarche
: 13 tahun
TP
Perkawinan
: I,8 tahun
: ?-6-2017
Keluhan Utama Riwayat Penyakit Sekarang
: mual dan muntah :
Seorang wanita masuk RS dengan keluhan mual dan muntah sejak 3 hari yang lalu, frekuensi muntah lebih dari 10 kali, pasien mengeluh nafsu makan menurun, setiap makanan yang dimakan akan dimuntahkan, nyeri ulu hati (+), penurunan berat badan (-), pusing (+), sakit kepala (+)..Buang air besar lancar, buang air kecil lancar.
Riwayat haid terakhir awal bulan September 2016, haid lancar setiap bulan, lama haid 3-7 hari.
Riwayat Penyakit Dahulu
:
1. Riwayat hipertensi tidak diketahui 2. Riwayat diabetes mellitus tidak diketahui 3. Riwayat penyakit jantung diketahui 4. Riwayat alergi (-)
Riwayat Obstetri
:-
Riwayat ANC
:-
PEMERIKSAAN FISIK KU
: Sedang
Tekanan darah: 120/80 mmHg
Kesadaran
: Komposmentis
Nadi
: 80 kali/menit
Respirasi
: 20 kali/menit
Suhu
: 36,6ºC
Kepala – Leher
:
Bentuk simetris kedua konjungtiva tidak anemis, kedua sklera tidak ikterik, mata cekung (-), telinga normal, otorhea (-), bentuk hidung normal, rhinorhea (-), mukosa faring tidak hiperemis, karies dentis (-), pembengkakan kelenjar getah bening (-), pembesaran tiroid (-) Thorax
:
I : Pergerakan thoraks simetris, retraksi (-), sikatrik (-) P : Nyeri tekan (-), massa tumor (-) P : Sonor pada kedua lapang paru, pekak pada jantung, batas paru-hepar SIC VII linea mid-clavicula dextra, batas jantung dalam batas normal. A : Bunyi pernapasan vesikular +/+, rhonki -/-, wheezing -/-. Bunyi jantung I/II murni reguler
Abdomen
:
I :kesan datar A: Peristaltik (+) kesan normal P: timpani P: Nyeri tekanregioepigastrium (+)
Pemeriksaan Obstetri : 1. Leopold I
:-
2. Leopold II
:-
3. Leopold III
:-
4. Leopold IV
:-
DJJ :HIS : Pergerakan janin : TBJ : Genitalia
:pelepasan darah (-), lendir (-)
Ekstremitas
: Edema ekstremitas atas (-), edema ekstermitas bawah (-)
Kulit
: turgor normal
PEMERIKSAAN PENUNJANG Darah lengkap :
WBC : 9,5 x 103/mm3
RBC
: 4,49 x 106/mm3
HGB : 14,1 gr/dL HCT
: 39,5 %
PLT
: 336 x 103/mm3
Pemeriksaan lain : Planotest (+) RESUME Seorang wanita usia 31 tahun masuk dengan keluhan mual dan muntah sejak 3 hari yang lalu, frekuensi muntah lebih dari 10 kali, nafsu makan menurun, setiap makanan yang dimakan akan dimuntahkan.Nyeri epigastrium (+), pusing (+), sakit kepala (+). Riwayat dirawat di RS Budi Agung 1 minggu sebelum masuk RS.Riwayat haid terakhir bulan Oktober 2016.Hasil pemeriksaan fisik didapakan nyei tekan epigastrium (+).Hasil pemeriksaan planotest (+).
DIAGNOSIS GIvP3A0 gravid ± 6-7 minggu + hiperemesis gravidarum
PENATALAKSANAAN Pasien dipuasakan bila masih muntah IVFD dextrose 5% guyur kemudian IVFD RL : Dextrose 5%, 1:1, 24 tetes/menit Drips Neurobiad (vitamin B kompleks) 1 amp/ 24 jam Ranitidine 50 mg / 12 jam/ IV Ondansentron 4 mg /8 jam/IV
BAGIAN OBSTETRI – GINEKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TADULAKO RSUD UNDATA PALU FOLLOW UP
17 Oktober 2016 Pukul 06.00 WITA S
: mual (+), muntah (+) frekuensi muntah 3 kali, nyeri perut (+) dirasakan sejak tadi malam, nyeri dirasakan sangat hebat sehingga pasien mengeluh tidak bisa tidur dan gelisah, nyeri awalnya dirasakan pada perut bagian bawah sebelah kanan, namun pagi ini nyeri dirasakan diseluruh perut, pusing (-), sakit kepala (-), jantung terasa berdebar (+), BAB (+), BAK (+).
O
: TD : 100/60 mmHg N : 96 kali/menit R : 20 kali/menit S : 36,5ºC KU: sakit sedang Konjungtiva anemis +/+ Nyeri tekan epigastrium (+), nyeri tekan abdomen kuadran kanan bawah (+) dan nyeri tekan abdomen kuadran kiri bawah (+)
A
: GIvPIIIA0 gravid ± 6-7 minggu + hiperemesis gravidarum
P
: IVFD RL 20 tetes/menit Ranitidine 50 mg/12 jam/ IV Ondansentron 4 mg/8 jam/IV Neurobiad 1 amp/24 jam Ketorolac 30 mg/ 8 jam/IV Ketoprofen supp 100 mg 2 x 1 per rectal
Periksa Laboratorium darah rutin Rencana USG
18 Oktober 2016 S. pasien mengeluh sangat nyeri pada perut bagian bawah O. KU : sakit sedang Tekanan darah
: 100/60 mmHg
Nadi
: 102 kali/menit
Pernapasan
:16 kali/menit
Suhu
: 36,8 oC
KU
: sakit sedang
Kesadaran : komposmentis Konjungtiva anemis +/+ Nyeri tekan abdomen kuadran kanan (+) dan nyeri tekan abdomen kuadran kiri bawah (+) Hasil pemeriksaan darah lengkap :
WBC : 5,2 x 103/mm3
RBC : 3,62 x 106/mm3
HGB : 5,6 gr/dL
HCT : 19,5%
PLT : 488 x 103/mm3
Hasil pemeriksaan USG :
A. GIvPIIIA0 gravid ± 6-7 minggu + hiperemesis gravidarum + Kehamilan Ektopik Terganggu + Anemia P. Rencana operasi laparotomi Rencana transfuse Whole Blood 2 kantong Pasang kateter urin
19 Oktober 2016 06.00 WITA S. nyeri perut bagian bawah (+), mual (+), muntah (-), sakit kepala (+), pusing (+), BAB (-), BAK (+) lancar. O. Tekanan darah
: 100/60 mmHg
Nadi
: 70 kali/menit
Pernapasan
:16 kali/menit
Suhu
: 36,8oC
KU
: sakit sedang
Kesadaran
: komposmentis
Konjungtiva anemis +/+ Nyeri tekan abdomen kuadran kanan (+) dan nyeri tekan abdomen kuadran kiri bawah (+) Urin : 100 cc A. GIP0A0 gravid ± 6-7 minggu + hiperemesis gravidarum + Kehamilan Ektopik Terganggu + Anemia P. Rencana operasi laparotomi IVFD RL 20 tetes/menit Ketorolac 30 mg/8jam/IV Ranitidine 50 mg/12 jam/IV Ondansentron (4 mg) 1 amp (bila perlu)
Pukul 11.15 Operasi laparotomi Laporan Operasi 1. Pasien dibaringkan dalam posisi supinasi di bawah pengaruh anestesi spinal 2. Disinfeksi lapangan operasi dan area sekitarnya dengan menggunakan kasa steril dan betadine 3. Memasang doek steril 4. Insisi abdomen dengan metode pfanensteel ± 15 cm lapis demi lapis secara tajam dan tumpul 5. Eksplorasi rongga peritoneum, tampak adanya perdarahan di rongga peritoneum 6. Suction darah dalam rongga peritoneum 7. Identifikasi sumber perdarahan,sumber perdarahan berasal dari pars ampulla tuba fallopii dextra 8. Melakukan salphyngectomy tuba fallopii dextra 9. Kontrol perdarahan 10. Identifikasi tuba fallopii sinistra 11. Cuci cavum abdomen dengan NaCl 0,9%
12. Jahit peritoneum parietale, kontrol perdarahan 13. Jahit fascia, kontrol perdarahan 14. Jahit lapisan subcutis, kontrol perdarahan 15. Jahit lapisan cutis secara subcuticuler 16. Bersihkan lapangan operasi dan tutup luka dengan kasa steril 17. Operasi selesai
Gambar 1.Eksplorasi cavum abdomen, tampak adanya perdarahan.
Gambar 2. Identifikasi Tuba Fallopii dextra, tampak adanya rupture tuba pada pars ampularis tuba fallopii dextra
Gambar 3. Salphyngectomy Tuba Fallopii dextra
Instruksi post operasi SC : IVFD RL 20 tetes/menit Transfuse whole blood 2 kantong Ceftriaxone 1 gr/ 12 jam/ IV Metronidazol 500 mg/12 jam/ IV Ketorolac 30 mg/ 8 jam/ IV Ranitidin 50 mg / 12 jam/ IV Dulcolax supp 1 x 1 Observasi TTV , perdarahan pervaginam Cek Hb post operasi dan post transfusi darah
20Oktober 2016
S. nyeri perut bekas operasi (+), perdarahan pervaginam (+), mual (-), muntah (-), pusing (+), BAK (+) lancar, BAB belum sejak kemarin, kentut (+) O. Tekanan darah
: 110/70 mmHg
Nadi
: 80 kali/ menit
Pernapasan
: 20 kali/menit
Suhu
: 36,5oC
KU : sakit sedang Konjungtiva anemis +/+ Hasil pemeriksaan darah rutin post transfusi 2 kantong whole blood :
WBC : 26,0 x 103/mm3
RBC : 2,87 x 106/mm3
HGB : 8,8 gr/dL
HCT : 25,8%
PLT : 511 x 103/mm3
A. Kehamilaan ektopik terganggu post op hari ke-1 + Anemia P. IVFD RL 20 tetes/menit Ceftriaxone 1 gr/12 jam/IV Metronidazole 500 mg/12 jam/IV Ketorolac 30 mg/8 jam/IV Ranitidine 50mg/ 12 jam/IV Transfusi whole blood 2 kantong
21Oktober 2016 S. nyeri bekas operasi (+), perdarahan pervaginam (+), mual (-), muntah (-), pusing (+), sakit kepala (-), BAB (+), BAK (+) O. Tekanan darah
: 110/60 mmHg
Nadi
: 80 kali/meni
Pernapasan
: 18 kali/menit
Suhu
: 36,7oC
KU : sakit sedang Konjungtiva anemis -/Hasil pemeriksaan darah lengkap post transfusi :
WBC : 8,90 x 103/mm3
RBC : 4,46 x 106/mm3
HGB : 10,0 gr/dL
HCT : 29,9 %
PLT : 384 x 103/mm3
A. Kehamilan ektopik terganggu post operasi H2 + Anemia P. cefadroxil 500 mg 2x 1 Metronidazole 250 mg 3 x 1 Meloxicam 7,5 mg 2 x 1 Sulfas ferosus 300 mg 1 x 1
BAB IV PEMBAHASAN
Pada kasus, pasien awalnya didiagnosis dengan hiperemesis gravidarum derajat I, hal ini berdasarkan tanda dan gejala saat pasien masuk. Tanda dan gejala tersebut antara lain mualdan muntah, frekuensi muntah lebih dari 10 kali, pasien mengeluh nafsu makan menurun, setiap makanan yang dimakan akan dimuntahkan, nyeri ulu hati (+), pusing (+), sakit kepala (+). Pada pemeriksaan planotest (+), usia kehamilan ± 6-7 minggu. Berdasarkan teori, hiperemesis gravidarum adalah muntah yang terjadi pada awal kehamilan sampai umur kehamilan 20 minggu. Keluhan muntah kadang-kadang begitu hebat dimana segala apa yang dimakan dan minum dimuntahkan sehingga dapat mempengaruhi keadaan umum dan mengganggu pekerjaan sehari-hari, berat badan menurun, dehidrasi, dan terdapat aseton dalam urin bahkan seperti gejala penyakit apendisitis, pielitis, dan sebagainya. Hiperemesis gravidarum derajat 1 : muntah yang terus menerus, timbul toleransi terhadap makanan dan minuman, berat badan menurun, nyeri epigastrium, muntah pertama keluar makanan, lendir dan sedikit cairan empedu, dan yang terakhir keluar darah. Nadi meningkat sampai 100 kali/menit dan tekanan darah sistolik menurun.Mata cekung dan lidah kering, turgor kulit berkurang, dan urin sedikit tapi masih normal. Hiperemesis gravidarum harusdirawat dirumah sakit dan yang menjadi pegangan untuk memasukkan pasien ke rumah sakit sebagai berikut : 1. Semua yang dimakan dan diminum dimuntahkan, apalagi bila telah berlangsung lama. 2. Berat badan turun lebih dari 1/10 dari berat badan normal 3. Dehidrasi, yang ditandai dengan turgoryang kurang dan lidah kering 4. Adanya aseton dalam urin.
Tatalaksana hiperemesis gravidarum berdasarkan teori : pada 24 jam pertama, tidak diberikan apa-apa per os. Makanan diberikan per infus berupa glukosa 10 % atau 5 % dan larutan garam fisiologis ( glukosa 5% : RL = 2 : 1, 40 tetes/menit). Terapi ini ditujukan untuk mengatasi dehidrasi dengan pemberian infus cairan dan mengatasi kelaparan dengan pemberian glukosa secara infus atau makanan dengan nilai kalori tinggi dengan sonde hidung;juga diberi vitamin yang cukup.Vitamin yang diberikan adalah vitamin B kompleks yang diberikan secaraintravena.Ranitidin bekerja dengan menghambat reseptor H2 secara selektif dan reversibel.perangsangan reseptor H2 akanmerangsang sekresi asam
lambung,
sehingga
pada
pemberian
ranitidin
sekresi
asam
lambung
dihambat.Ondansentron adalah suatu antagonis 5 Hidroksitriptamin 3 yang sangat selektif yang dapat menekan mual danmuntah.Mekanisme kerjanya diduga dilangsungkan dengan mengantagonisasi reseptor 5-HT yang terdapat pada chemoreceptor trogger zone di area postrema otak dan mungkin juga pada aferen vagal saluran cerna. Pasien tiba-tiba mengeluh nyeri perut hebat sehingga tidak bisa tidur dan gelisah, nyeri perut awalnya dirasakan pada perut sebelah kanan kemudian nyeri dirasakan diseluruh perut.Dari pemeriksaan fisik didapatkan konjungiva anemis +/+, nyeri tekan epigastrium (+), nyeri tekan kuadran kanan bawah (+), kuadrankiri bawah (+). Terapi yang diberikan antara lain ketorolac dan ketoprofen. Ketorolac merupakan analgesik poten dengan efek antiinflamasi sedang.Ketorolak merupakan satu dari sedikit AINS yang tersedia untuk pemberian parenteral.Ketorolak sangat selektif menghambat COX1.Ketoprofen suppositoria 100 mg berfungsi sebagai analgesic dengan sifat anti inflamasi sedang yang bekerja dengan menghambat enzim siklooksigenase (COX 1) sehingga menghambat perubahan asam arakidonat menjadi prostaglandin.Ketoprofen (derivate asam propionate) merupakan golongan NSAID. Pada hari yang sama setelah pemberian ketorolak dan ketoprofen, pasien terus mengeluh sangat nyeri pada perut bagian bawah. Pada pemeriksaan fisik konjungtiva anemis +/+, nyeri tekan kuadran kanan bawah abdomen (+) dan nyeri tekan kuadran kiri bawah abdomen (+). Dari hasil pemeriksaan darah rutin didapatkan Hb 5,6 gr/dL. Dari hasil pemeriksaan USG didapatkan hasil adanya gravid extrauterine.Berdasarkan teori,
Apabila terjadi rupture tuba ke rongga perut seluruh janin dapat keluar dari tuba, tetapi bila robekan tuba kecil, perdarahan terjadi tanpa hasil konsepsi dikeluarkan dari tuba.Perdarahan dapat berlangsung terus sehingga penderita akan cepat dalam keadaan anemia atau syok oleh karenahemoragia. Darah tertampung pada rongga perut akan mengalir ke kavum Douglasi yang makin lama makin banyak yang akhirnya dapat memenuhi
rongga
abdomen.ibu
umumnya
memperlihatkan
tanda-tanda
hipovolemia.Apabila kehamilan ektopik mengalami penyulit atau terjadi rupur pada tuba tempat lokasi nidasi kehamilan ini akan memberikan gejala dan tanda yang khas yaitu timbulnya sakit perut mendadak yang kemudian disusul dengan syok atau pingsan. Ini adalah pertanda khas terjadinya kehamilan ektopik yang terganggu.Nyeri merupakan keluhan utama pada kehamilan ektopik terganggu.Pada ruptur tuba nyeri perut bagian bawah terjadi secara tiba-tiba dan intensitasnya disertai dengan perdarahan yang menyebabkan penderita pingsan dan masuk kedalam syok.Biasanya pada abortus tuba nyeri tidak seberapa hebat dan tidak terus menerus.Rasa nyeri mula-mula terdapar pada satu sisi; tetapi, setelah darah masuk ke dalam rongga perut,rasa nyeri menjalar ke bagian tengah arau ke seluruh perut bawah. Pada kasus tidak dilakukan pemeriksaan kuldosintesis dan pemeriksaan vagina.Kuldosentesis adalah suatu cara pemeriksaan untuk mengetahui apakah dalam kavum Douglasi ada darah. Cara ini sangat berguna dalam membantu membuat diagnosis kehamilan ektopik terganggu.Pada kehamilan ektopik terganggu ditemukan
pada
pemeriksaan vaginal bahwa usaha menggerakkan serviks uteri menimbulkan rasa nyeri, yang disebut dengan nyeri goyang atau slinger pijn (bahasa Belanda). Pemeriksaan laboratorium dilakukan dengan pemeriksaan hemoglobin dan jumlah sel darah merah berguna dalam menegakkan diagnosis kehamilan ektopik terganggu, terutama bila ada tanda-tanda perdarahan dalam rongga perut.Bila ada penurunan hemoglobin dan hematokrit dapat mendukung diagnosis kehamilan ektopik terganggu. Pada kasus jenis tidak mendadak biasanya ditemukan anemia; tetapi, harus diingat bahwa penurunan hemoglobin baru terlihat setelah 24 jam. Pada kasus pasien diberikan transfuse darah whole blood 2 kantong dan rencana dilakukan laparotomi.
Pada saat operasi laparotomi, didapatkan adanyaperdarahn dicavum peritoneum, sumber perdarahan berasal dari kehamilan pars ampulla tuba fallopi dextrang rupture (rupture tuba). Dilakukan salpingektomi tuba falopii dextra.Setelah operasi pasien mendapatkan terapi antibiotic ceftriaxone dan metronidazole, sertadiberikan ranitidine dan ketorolac. Pasien maengalami anemia setelah operasi, sehingga diberikan transfuse whole blood 2 kantong. Hemoglobin post transfuse 8,8 gr/dL. Pasien ditransfusi kembali 2 kantong whole blood dan hemoglobin posttransfusi adlah 10,0 gr/dL, konjungtiva tidak anemis. Pasien juga diberikan sulfas ferosus.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Saifuddin, A.B., Rachimhadhi, T., dan Wiknjosastro, G.H., 2009, “ Ilmu Keebidanan Edisi Keempat”, Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta.
2.
Cunningham, F.G., Gant, N.F., Leveno, K.J., Gilstrap, L.C., Hauth, J.C., dan Wenstrom, K.D., 2006, “ Obstetri Williams Volume 2 Edisi 21”, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
3.
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2013, “ Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan, Pedoman Bagi Tenaga Kesehatan Edisi Pertama”, Kemenkes RI, Jakarta.
4.
Benson,R.C., dan Pernoll, M.L., 2009, “ Buku Saku Obstetri dan Ginekologi Edisi 9”, Penerbit Buku Kedokteran EGC.
5.
Sastrawinata, S., Martaadisoebrata, D., dan Wirakusumah,F., 2005, “ Obstetri Patologi Ilmu Kesehatan reproduksi Edisi 2”, Penerbut Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
6.
Gunawan, S.G., Setiabudi,R., Nafrialdi dan Elysabeth, 2007, “Farmakologi dan Terapi Edisi V”, Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.
7.
Wiknjosastro, Prof. Dr. Hanifa,SpOG. 2009.” Ilmu Kandungan”. Jakarta : PT. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo