Cancer Cervix.docx

  • Uploaded by: Siti Rahma Mansur
  • 0
  • 0
  • October 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Cancer Cervix.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 8,030
  • Pages: 37
REFLEKSI KASUS

MARET 2019

“ CA SERVIKS”

NAMA

: SITI RAHMA MANSUR

STAMBUK

: N 111 16 099

PEMBIMBING

: dr.DANIEL SARANGA, Sp.OG(K)

DEPARTEMEN ILMU OBSTERTI DAN GYNECOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TADULAKO RUMAH SAKIT UMUM DAERAH UNDATA PALU 2019

1

BAB I PENDAHULUAN Karsinoma Leher Rahim (Karsinoma Serviks) atau biasa disebut kanker serviks adalah tumor ganas yang tumbuh di dalam leher rahim atau serviks (bagian terendah dari rahim yang menempel pada puncak vagina. 90 % dari kanker serviks berasal dari sel skuamosa yang melapisi serviks dan 10% sisanya berasal sel kelenjar penghasil lendir pada saluran servikal yang menuju ke dalam rahim. Kanker serviks biasanya menyerang wanita berusia 35 – 55 tahun. Penyakit ini berawal dari infeksi virus yang merangsang perubahan perilaku sel epitel serviks.1 Risiko terinfeksi virus HPV dan beberapa kondisi lain seperti perilaku seksual, kontrasepsi, atau merokok merupakan faktor resiko terjadinya kanker serviks. Mekanisme timbulnya kanker serviks ini merupakan suatu proses yang kompleks dan sangat variasi hingga sulit untuk dipahami.2 Insiden dan mortalitas kanker serviks di dunia menempati urutan kedua setelah kanker payudara. Sementara itu, di negara berkembang masih menempati urutan pertama sebagai penyebab kematian akibat kanker pada usia reproduktif. Hampir 80% kasus berada di negara berkembang. Di Indonesia, kanker leher rahim bahkan menduduki peringkat pertama. Sesungguhnya penyakit ini dapat dicegah bila program skrining sitologi dan pelayanan kesehatan diperbaiki. Diperkirakan setiap tahun dijumpai sekitar 500.000 penderita baru diseluruh dunia dan umumnya terjadi di negara berkembang. 3 Sebelum tahun 1930, kanker serviks merupakan penyebab utama kematian wanita dan kasusnya turun secara drastis semenjak diperkenalkannya teknik skrining pap smear. Namun, sayang hingga kini program skrining belum lagi memasyarakat di negara berkembang hingga mudah dimengerti mengapa insiden kanker serviks masih tetap tinggi. 2,3 Hal terpenting menghadapi penderita kanker serviks adalah menegakkan diagnosis sedini mungkin dan memberikan terapi yang efektif sekaligus prediksi prognosisnya. Hingga saat ini pilihan terapi masih terbatas pada operasi, radiasi dan kemoterapi, atau kombinasi dari beberapa terapi ini. Namun, tentu saja terapi ini masih berupa “simptomatis” karena masih belum menyentuh dasar penyebab kanker yaitu adanya perubahan perilaku sel. Terapi yang lebih mendasar atau imunoterapi masih dalam tahap penelitian.5

2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Anatomi Serviks merupakan organ bagian paling bawah dari uterus, menempel pada vagina dan dan menghubungkan antara rongga vagina dan rongga rahim. Panjang dari serviks hanya sekitar 4 cm dengan 2 cm berada dalam rongga vagina bagian atas. Ada dua bagian yang utama dari serviks, pertama adalah ektoserviks yang dapat dilihat dari dalam vagina secara langsung selama pemeriksaan ginekologi, dibagian sentral ektoserviks adalah ostium uteri eksterna (OUE) yang menghubungkan antara rahim dan vagina. Bagian kedua adalah endoserviks atau kanalis endoservikal, merupakan suatu terowongan melalui serviks dari OUE ke dalam uterus. 1,9

Gambar Anatomi serviks B. Definisi Kanker serviks adalah tumor ganas primer yang berasal dari sel epitel skuamosa. Kanker serviks merupakan kanker yang terjadi pada serviks atau leher rahim, suatu daerah pada organ reproduksi wanita yang merupakan pintu masuk ke arah rahim, letaknya antara rahim (uterus) dan liang senggama atau vagina. Sebanyak 90% dari kanker serviks berasal dari sel skuamosa yang melapisi serviks dan 10% sisanya berasal dari sel kelenjar penghasil lendir pada saluran servikal yang menuju ke rahim.1,7 C. Epidemiologi Berdasarkan distribusi umur, dari laporan FIGO (Internasional Federation Of Gynecology and Obstetrics) tahun 1988, kelompok umur 30-39 tahun dan kelompok umur 60-69 tahun terlihat sama banyaknya. Secara umum, stadium IA lebih sering ditemukan pada kelompok umur 30-39 tahun, sedangkan untuk stadium

3

IB dan II sering ditemukan pada kelompok umur 40-49 tahun, stadium III dan IV sering ditemukan pada kelompok umur 60-69 tahun. 1,6,7 Berdasarkan penelitian yang dilakukan di RSCM Jakarta tahun 1997-1998 ditemukan bahwa stadium IB-IIB sering terdapat pada kelompok umur 35-44 tahun, sedangkan stadium IIIB sering didapatkan pada kelompok umur 45-54 tahun. Penelitian yang dilakukan oleh Litaay, dkk dibeberapa Rumah Sakit di Ujung Pandang (1994-1999) ditemukan bahwa penderita kanker rahim yang terbanyak berada pada kelompok umur 46-50 tahun yaitu 17,4%.1,6,7 Menurut distribusi tempat, Frekwensi kanker rahim terbanyak dijumpai pada negara-negara berkembang seperti Indonesia, India, Bangladesh, Thailand, Vietnam dan Filipina. Di Amerika Latin dan Afrika Selatan frekwensi kanker rahim juga merupakan penyakit keganasan terbanyak dari semua penyakit keganasan yang ada lainnya. 1,6,7 D. Etiologi Penyebab utama kanker serviks adalah virus yang disebut Human Papilloma (HPV). HPV tersebar luas, dapat menginfeksi kulit dan mukosa epitel. HPV dapat menyebabkan manifestasi klinis baik lesi yang jinak maupun lesi kanker. Tumor jinak yang disebabkan infeksi HPV yaitu veruka dan kondiloma akuminata sedangkan tumor ganas anogenital adalah kanker serviks, vulva, vagina, anus dan penis. Sifat onkogenik HPV dikaitkan dengan protein virus E6 dan E7 yang menyebabkan peningkatan proliferasi sel sehingga terjadi lesi pre kanker yang kemudian dapat berkembang menjadi kanker.8 E. Faktor Resiko1,9,10 1. Pola hubungan seksual Studi epidemiologi mengungkapkan bahwa resiko terjangkit kanker serviks meningkat seiring meningkatnya jumlah pasangan. Aktifitas seksual yang dimulai pada usia dini, yaitu kurang dari 20 tahun,juga dapat dijadkan sebagai faktr resko terjadinya kanker servks. Hal ini diuga ada hubungannya dengan belum matannya daerah transformas pada usia tesebut bila sering terekspos. Frekuensi hubungnga seksual juga berpengaruh pada lebih tingginya resiko pada usia tersebut, tetapi tidak pada kelompok usia lebih tua. 2. Paritas Kanker serviks sering dijumpai pada wanita yang sering melahirkan. Semakin sering melahirkan, maka semakin besar resiko terjangkit kanker serviks. Pemelitian di Amerika Latin menunjukkan hubungan antara resiko dengan multiparitas setelah dikontrol dengan infeksi HPV. 3. Merokok Beberapa penelitian menemukan hubungan yang kuat antara merokok dengan kanker serviks, bahkan setelah dikontrol dengan variabel konfounding seperti pola hubungan seksual. Penemuan lain memperkuatkan temuan nikotin pada

4

4.

5.

6.

7.

cairan serviks wanita perokok bahkan ini bersifat sebagai kokarsinogen dan bersama-sama dengan karsinogen yang telah ada selanjutnya mendorong pertumbuhan ke arah kanker. Kontrasepsi oral Penelitian secara perspektif yang dilakukan oleh Vessey dkk tahun 1983 (Schiffman,1996) mendapatkan bahwa peningkatan insiden kanker serviks dipengaruhi oleh lama pemakaian kontrasepsi oral. Penelitian tersebut juga mendapatkan bahwa semua kejadian kanker serviks invasive terdapat pada pengguna kontrasepsi oral. Penelitian lain mendapatkan bahwa insiden kanker setelah 10 tahun pemakaian 4 kali lebih tinggi daripada bukan pengguna kontrasepsi oral. Namun penelitian serupa yang dilakukan oleh peritz dkk menyimpulkan bahwa aktifitas seksual merupakan confounding yang erat kaitannya dengan hal tersebut. WHO mereview berbagai peneltian yang menghubungkan penggunaan kontrasepsi oral dengan risko terjadinya kanker serviks, menyimpulkan bahwa sulit untuk menginterpretasikan hubungan tersebut mengingat bahwa lama penggunaan kontraseps oral berinteraksi dengan factor lain khususnya pola kebiasaan seksual dalam mempengaruhi resiko kanker serviks. Selain itu, adanya kemungkinan bahwa wanita yang menggunakan kontrasepsi oral lain lebih sering melakukan pemeriksaan smera serviks,sehingga displasia dan karsinoma in situ nampak lebih frekuen pada kelompok tersebut. Diperlukan kehati-hatian dalam menginterpretasikan asosiasi antara lama penggunaan kontrasepsi oral dengan resiko kanker serviks karena adanya bias dan faktor confounding.1,3 Defisiensi gizi Beberapa penelitian menunjukkan bahwa defisiensi zat gizi tertentu seperti betakaroten dan vitamin A serta asam folat, berhubungna dengan peningkatan resiko terhadap displasia ringan dan sedang.. Namun sampasaat ini tdak ada indikasi bahwa perbaikan defisensi gizi tersebut akan enurunkan resiko.1,3 Sosial ekonomi Studi secara deskrptif maupun analitik menunjukkan hubungan yang kuat antara kejadian kanker serviks dengan tingkat social ekonomi yang rendah. Hal ini juga diperkuat oleh penelitian yang menunjukkan bahwa infeksi HPV lebih prevalen pada wanita dengan tingkat pendidkan dan pendapatan rendah. Faktor defisiensi nutrisi, multilaritas dan kebersihan genitalia juga dduga berhubungan dengan masalah tersebut.1,3,5 Pasangan seksual Peranan pasangan seksual dari penderita kanker serviks mulai menjadi bahan yang menarik untuk diteliti. Penggunaan kondom yang frekuen ternyata memberi resiko yang rendah terhadap terjadinya kanker serviks. Rendahnya kebersihan genetalia yang dikaitkan dengan sirkumsisi juga menjadi

5

pembahasan panjang terhadap kejadian kanker serviks. Jumlah pasangan ganda selain istri juga merupakan factor resiko yang lain. F. Patogenesis4 Petanda tumor atau kanker adalah pembelahan sel yang tidak dapat dikontrol sehingga membentuk jaringan tumor. Mekanisme pembelahan sel yang terdiri dari 4 fase yaitu G1, S, G2 dan M harus dijaga dengan baik. Selama fase S, terjadi replikasi DNA dan pada fase M terjadi pembelahan sel atau mitosis. Sedangkan fase G (Gap) berada sebelum fase S (Sintesis) dan fase M (Mitosis). Dalam siklus sel p53 dan pRb berperan penting, dimana p53 memiliki kemampuan untuk mengadakan apoptosis dan pRb memiliki kontrol untuk proses proliferasi sel itu sendiri. Infeksi dimulai dari virus yang masuk kedalam sel melalui mikro abrasi jaringan permukaan epitel, sehingga dimungkinkan virus masuk ke dalam sel basal. Sel basal terutama sel stem terus membelah, bermigrasi mengisi sel bagian atas, berdiferensiasi dan mensintesis keratin. Pada HPV yang menyebabkan keganasan, protein yang berperan banyak adalah E6 dan E7. mekanisme utama protein E6 dan E7 dari HPV dalam proses perkembangan kanker serviks adalah melalui interaksi dengan protein p53 dan retinoblastoma (Rb). Protein E6 mengikat p 53 yang merupakan suatu gen supresor tumor sehingga sel kehilangan kemampuan untuk mengadakan apoptosis. Sementara itu, E7 berikatan dengan Rb yang juga merupakan suatu gen supresor tumor sehingga sel kehilangan sistem kontrol untuk proses proliferasi sel itu sendiri. Protein E6 dan E7 pada HPV jenis yang resiko tinggi mempunyai daya ikat yang lebih besar terhadap p53 dan protein Rb, jika dibandingkan dengan HPV yang tergolong resiko rendah. Protein virus pada infeksi HPV mengambil alih perkembangan siklus sel dan mengikuti deferensiasi sel. Perjalanan penyakit kanker serviks dari pertama kali terinfeksi memerlukan waktu sekitar 10-15 tahun. Oleh sebab itu kanker serviks biasanya ditemukan pada wanita yang sudah berusia sekitar 40 tahun.

6

Gambar Diagram ilustrasi mekanisme infeksi HPV

Gambar Infeksi dan replikasi HPV pada epitel sel serviks.

7

G. Manifestasi klinis1,9,10 Gejala klinis dari kanker serviks sangat tidak khas pada stadium dini. Biasanya sering ditandi sebagai fluos dengan sedikit darah, perdarahan postkoital atau perdarahan pervaginam yang disangka sebagai perpanjangan waktu haid. Pada stadium lanjut baru terlihat tanda-tanda yang ;ebih khas untuk kanker serviks, baik berupa perdarahan yang hebat (terutama dalam bentuk eksofilik), fluor albus yang berbau dan rasa sakit yang sangat hebat. Pada fase prakanker, sering tidak ditandai dengan gejala atau tanda-tanda yang khas. Namun, kadang dapat ditemui gejala-gejala sebagai berikut: a. Keputihan atau keluar cairan encer dari vagina. Getah yang keluar dari vagina ini makin lama makin berbau busuk karena adanya infeksi dan nekrosis jaringan. b. Perdarahan setelah senggama (post coital bleeding) yang kemudian berlanjt ke perdarahan yang abnormal. c. Timbulnya perdarah setelah masa menopause d. Pada tahap invasif dapat muncul cairan berwarna kekuning-kuningan, berbau dan dapat bercampur dengan darah e. Timbul gejala-gejala anemia akibat dari perdarahan yang abnormal

8

f. Timbul nyeri pada daeah panggul (pelvic) atau pada daerah perut bagian bawah bila terjadi peradangan pada panggul. Bila nyeri yang terjadi dari daerah pinggang ke bawah, kemungkinan terjadi hidronefrosis. Selain itu masih mungkin terjadi nyeri pada tempat-tempat lainnya. g. Pada stadium kanker lanjut, badan menjadi kurus karena kekurangan gizi, edema pada kaki, timbul iritasi pada kandung kemih dan poros usus besar bagian bawah (rectum), terbentuknya viskelvaginal dan rektovaginal, atau timbul gejala-gejala lain yang disebabkan oleh metastasis jauh dari kanker serviks itu sendiri. H. Diagnosis1,9,10 Anamnesis dan pemeriksaan klinis yang dilakukan serta riwayat perjalanan penyakit pasien sangat penting. Diagnosis pasti ditegakkan dengan melihat hasil dari Papanicolaou (Pap) test yang tidak normal, infeksi HPV harus terjadi dalam hal ini. Semua hasil Pap smear yang abnormal memerlukan evaluasi lebih lanjut seperti inspeksi visual, pengulangan sitologi atau kolposkopi, dengan tujuan untuk menyingkirkan adanya karsinoma invasif dan untuk menentukan derajat dan luasnya infeksi. Pada mereka yang dicurigai dengan kanker serviks, pemeriksaan genital dan vagina menyeluruh eksternal harus dilakukan dengna tujuan mencari lesi yang ada pada serviks. HPV merupakan faktor resiko umum untuk kanker serviks, vagina dan vulva. Dengan pemeriksaan spekulum, keadaan serviks dapat saja terlihat normal karena mikroinvasif. Lesi dapat muncul sebagai pertumbuhan eksopitik atau endofitik, sebagai massa plipoid, jaringan papiler atau Barrel-shaped cerviks, sebagai ulseratif, massa granular atau sebagai jaringn nekrotik. 15

Gambar Kanker serviks invasive pada endoseviks. Evaluasi lengkap dan pemeriksaan Pap smear tes yang positif harus meminta biopsi dengan pemeriksaan lebih lanjut, jika evaluasi patologis menunjukkan kanker yang invasif pasien harus dirujuk ke ahli onkologi dan ginekologi. Pasien

9

dengan lesi serviks yang mencurigakan atau abnormal pada pemeriksaan fisik harus menjalani biopsi, biopsi pada area yang ulseratif kadang tidak berguna atau sulit untuk dilakukan interpretasi, oleh karena itu melakukan biopsi harus pada bagian tepi lesi antara jaringan yang normal dan abnormal. I. Gambaran histopatologis1,9,10 Penilaian yang dilakukan didasarkan pada (1) ukuran dari sel-sel tumor dimana semakin peomorfik sel-sel tersebut berarti derajatnya makin jelek, (2) pembentukan keratinisasi per sel, (3) pembentukan mutiara tanduk, semakin banyak sel yang mengalami keratinisasi dan membentuk mutiara tanduk semakin baik differensiasinya, (4) jumlah sel yang mengalami mitosis, (5) invasi ke pembuluh darah maupun pembuluh limfe, dan (6) batas tumor, semakin jelas batasan sel-sel ganasnya memiliki derajat differensiasi yang lebih baik. Nomenklatur yang digunakan untuk kanker serviks jenis SCC sesuai kriteria American Joint Comission on Cancer16. Grade I untuk kanker dengan diferensiasi baik (well differentiated) di mana sel kanker masih mirip dengan sel asalnya; Grade II untuk kanker dengan differensiasi moderat (moderately/intermediate differentiated); Grade III untuk kanker dengan differensiasi jelek (poorly differentiated); dan Grade IV untuk kanker anaplastik atau undifferentiated. Umumnya Grade III dan Grade IV digabung menjadi satu dan dikategorikan sebagai high grade.

Gambar SCC Diferensiasi Baik

10

Gambar SCC Diferensiasi Moderate

SCC Diferensiasi Jelek J. Klasifikasi dan stadium klinis1,9,10 Berikut ini adalah sistem stadium kanker serviks yaitu klasifikasi TNM menurut American Joint on Cancer (AJCC) dan menurut Federation of Gynecology and Obstetrics (FIGO). Tumor primer (T) TNM FIGO Penemuan patologi dan bedah Kategori Stadium Tx Tumor primer tidak dapat dinilai T0 Tidak ada bukti adanya tumor primer Tis Karsinoma in situ (karsinoma preinvasif) T1 I Karsinoma serviks yang terbatas pada servix Karsinoma invasif yang didiagnosis menggunakan mikroskop, kedalaman invasi ke stroma ≤ 5 mm yang diukur dari dasar T1a IA epitelium dan penyebaran horizontal ≤ 7 mm, melibatkan celah vaskular, vena atau nodus limfaticus Kedalaman invasi stroma ≤ 3 mm dan penyebaran horizontal ≤ 7 T1a1 IA1 mm

11

T1a2

IA2

T1b

IB

T1b1 T1b2

IB1 IB2

T2

II

T2a T2a1 T2a2 T2b

IIA IIA1 IIA2 IIB

T3

III

T3a

IIIA

T3b

IIIB

T4

IV

T4a T4b

IVA IVB

Kedalaman invasi stroma 3 – 5 mm dan penyebaran horizontal ≤ 7 mm Lesi yang dapat terlihat secara klinis atau lesi yang ukuran leboh besar dari T1a/IA2 saat diamati dengan mikroskop Lesi yang terlihat berukuran ≤ 4 cm Lesi yang terlihat berukuran > 4 cm Karsinoma serviks yang menginvasi seluruh uterus tetapi belum mencapai dindin lateral pelvis atau 1/3 distal vagina Tumor tanpa invasi parametrial Lesi yang terlihat berukuran ≤ 4 cm Lesi yang terlihat berukuran > 4 cm Tumor dengan invasi ke parametrial Tumor yang menyebar ke dinding pelvis dan/atau melibatkan 1/3 distal vagina dan/atau menyebabkan hidronefrosis atau gangguan fungsi ginjal Tumor yang melibatkan 1/3 distal vagina tetapi tidak menyebar ke dinding lateral pelvis Tumor yang menyebar ke dinding pelvis dan/atau menyebabkan hidronefrosis atau gangguan fungsi ginjal Tumor yang menginvasi mukosa dari vesika urinaria atau rektum dan/atau menyebar ke seluruh pelvis Tumor yang menginvasi mukosa dari vesika urinaria atau rektum Tumor yang menyebar ke seluruh pelvis

Nodus limfatikus regional (N) NX Nodus limfatikus regional tidak dapat dinilai N0 Tidak ada metastasis ke nodus limfaticus regional N1 Terdapat metastasis ke nodus limfaticus regional Metastasis jauh (M) M0 Tidak ada metastasis jauh Metastasis jauh (penyebaran ke peritoneum, nodus limfaticus M1 supraklavikula, mediastinal, atau paraaorta, paru, hepar atau tulang) Pengelompokan Stadium Stadium 0 IA IA1 IA2 IB IB1

Tis T1a T1a1 T1a2 T1b T1b1

N0 N0 N0 N0 N0 N0

M0 M0 M0 M0 M0 M0

12

IB2 IIA IIB IIIA IIIB IVA IVB

T1b2 T2a T2b T3a T1, T2, T3a T3b T4 T apapun

N0 N0 N0 N0 N1 N apapun N apapun N apapun

M0 M0 M0 M0 M0 M0 M0 M1

Gambar Stadium kanker serviks. E. Penatalaksanaan11,13,14

13

Terapi karsinoma serviks dilakukan bilamana diagnosis telah dipastikan secara histologik dan sesudah dikerjakan perencanaan yang matang oleh tim yang sanggup melakukan rehabilitasi dan pengamatan lanjutan (tim kanker / tim onkologi) (Wiknjosastro, 1997). Tindakan pengobatan atau terapi sangat bergantung pada stadium kanker serviks saat didiagnosis. Dikenal beberapa tindakan (modalitas) dalam tata laksana kanker serviks antara lain: a. Terapi Lesi Prakanker Serviks Penatalaksanaan lesi prakanker serviks yang pada umunya tergolong NIS (Neoplasia Intraepital Serviks) dapat dilakukan dengan observasi saja, medikamentosa, terapi destruksi dan terapi eksisi. Tindakan observasi dilakukan pada tes Pap dengan hasil HPV, atipia, NIS 1 yang termasuk dalam lesi intraepitelial skuamosa derajad rendah (LISDR). Terapi nis dengan destruksi dapat dilakukan pada LISDR dan LISDT (Lesi intraeoitelial serviks derajat tinggi). Demikian juga terapi eksisi dapat ditujukan untuk LISDR dan LISDT. Perbedaan antara terapi destruksi dan terapi eksisi adalah pada terapi destruksi tidak mengangkat lesi tetapi pada terapi eksisi ada spesimen lesi yang diangkat.

Tabel. Klasifikasi lesi prakanker serviks dan penanganannya 1. Terapi NIS dengan destruksi local Tujuannya metode ini untuk memusnahkan daerah-daerah terpilih yang mengandung epitel abnormal yang nkelak akan digantikan dengan epitel skuamosa yang baru. Krioterapi adalah suatu cara penyembuhan penyakit dengan cara mendinginkan bagian yang sakit sampai dengan suhu 00 C. Pada suhu sekurang-kurangnya 250Csel-sel jaringan termasuk NIS akan mengalami nekrosis. Sebagai akibat dari pembekuan sel-sel tersebut, terjadi perubahan tingkat seluller dan vaskular, yaitu: 1. sel-sel mengalami dehidrasi dan mengkerut; 2.konsentrasi elektrolit dalam sel terganggu; 3. Syok termal dan

14

denaturasi kompleks lipid protein; dan 4. Status umum sistem mikrovaskular. Pada saat ini hampir semua alat menggunakan N20. Elektrokauter memungkinkan untuk pemusnahan jaringan dengan kedalaman 2-3mm. Lesi NIS 1 yang kecil di lokasi yang keseluruhannya terlihat pada umumnya dapat disembuhkan dengan efektif. Diatermi Elektroagulasi Radikal dapat memusnahkan jaringan lebih luas (sampai kedalaman 1cm) dan efektif dibandingkan elektrokauter tapi harus dilakukan dengan anestesia umum. Tetapi fisiologi serviks dapat dipengaruhi, dianjurkan hanya terbatas pada NIS1/2 dengan batas lesi yang dapat ditentukan. CO2 Laser adalah muatan listrik yang berisi campuran gas helium, nitrogen dan gas CO2 yang menimbulkan sinar laser dengan gelombang 10,6 u. Perbedaan patologis dapat dibedakan dalam 2 bagian, yaitu penguapan dan nekrosis. 2. Terapi NIS dengan eksisi Konisasi (cone biopsy) adalah pembuatan sayatan berbentuk kerucut pada serviks dan kanal serviks untuk diteliti oleh ahli patologi. Digunakan untuk diagnosa ataupun pengobatan pra-kanker serviks

Punch Biopsi yaitu menggunakan alat yang tajam untuk menjumput sampel kecil jaringan serviks

Loop electrosurgical excision procedure (LEEP): menggunakan arus listrik yang dilewati pada kawat tipis untuk memotong jaringan abnormal kanker serviks

15

Trakelektomi radikal (radical trachelectomy) : Dokter bedah mengambil leher rahim, bagian dari vagina, dan kelenjar getah bening di panggul. Pilihan ini dilakukan untuk wanita dengan tumor kecil yang ingin mencoba untuk hamil di kemudian hari

Histerektomi adalah suatu tindakan pembedahan yang bertujuan untuk mengangkat uterus dan serviks (total) ataupun salah satunya (subtotal). Biasanya dilakukan pada stadium klinik IA sampai IIA (klasifikasi FIGO). Umur pasien sebaiknya sebelum menopause, atau bila keadaan umum baik, dapat juga pada pasien yang berumur kurang dari 65 tahun. Pasien juga harus bebas dari penyakit umum (resiko tinggi) seperti: penyakit jantung, ginjal dan hepar. Ada 2 histerektomi : - Total Histerektomi: pengangkatan seluruh rahim dan serviks - Radikal Histerektomi: pengangkatan seluruh rahim dan serviks, indung telur, tuba falopi maupun kelenjar getah bening di dekatnya

16

b. Terapi Kanker Serviks Invasif 1. Pembedahan 2. Radioterapi Terapi ini menggunakan sinar ionisasi (sinar X) untuk merusak sel-sel kanker. Terapi radiasi bertujuan untuk merusak sel tumor pada serviks serta mematikan parametrial dan nodus limpa pada pelvik. Kanker serviks stadium II B, III, IV diobati dengan radiasi. Metoda radioterapi disesuaikan dengan tujuannya yaitu tujuan pengobatan kuratif atau paliatif. Pengobatan kuratif ialah mematikan sel kanker serta sel yang telah menjalar ke sekitarnya dan atau bermetastasis ke kelenjar getah bening panggul, dengan tetap mempertahankan sebanyak mungkin kebutuhan jaringan sehat di sekitar seperti rektum, vesika urinaria, usus halus, ureter. Radioterapi dengan dosis kuratif hanya akan diberikan pada stadium I sampai III B. Bila sel kanker sudah keluar rongga panggul, maka radioterapi hanya bersifat paliatif yang diberikan secara selektif pada stadium IV A. Ada 2 macam radioterapi, yaitu : - Radiasi eksternal: sinar berasar dari sebuah mesin besar Penderita tidak perlu dirawat di rumah sakit, penyinaran biasanya dilakukan sebanyak 5 hari/minggu selama 5-6 minggu. - Radiasi internal: zat radioaktif terdapat di dalam sebuah kapsul dimasukkan langsung ke dalam serviks. Kapsul ini dibiarkan selama 1-3 hari dan selama itu penderita dirawat di rumah sakit. Pengobatan ini bisa diulang beberapa kali selama 1-2 minggu. Efek samping dari terapi penyinaran adalah : - Iritasi rektum dan vagina - Kerusakan kandung kemih dan rectum - Ovarium berhenti berfungsi. Biasanya, selama menjalani radioterapi penderita tidak boleh melakukan hubungan seksual. Kadang setelah radiasi internal, vagina menjadi lebh sempit dan kurang lentur, sehingga bisa menyebabkan nyeri ketika

17

melakukan hubungan seksual. Untuk mengatasi hal ini, penderita diajari untuk menggunakan dilator dan pelumas dengan bahan dasar air. Pada radioterapi juga bisa timbul diare dan sering berkemih. 3. Kemoterapi Kemoterapi adalah penatalaksanaan kanker dengan pemberian obat melalui infus, tablet, atau intramuskuler. Obat kemoterapi digunakan utamanya untuk membunuh sel kanker dan menghambat perkembangannya. Tujuan pengobatan kemoterapi tegantung pada jenis kanker dan fasenya saat didiagnosis. Beberapa kanker mempunyai penyembuhan yang dapat diperkirakan atau dapat sembuh dengan pengobatan kemoterapi. Dalam hal lain, pengobatan mungkin hanya diberikan untuk mencegah kanker yang kambuh, ini disebut pengobatan adjuvant. Dalam beberapa kasus, kemoterapi diberikan untuk mengontrol penyakit dalam periode waktu yang lama walaupun tidak mungkin sembuh. Jika kanker menyebar luas dan dalam fase akhir, kemoterapi digunakan sebagai paliatif untuk memberikan kualitas hidup yang lebih baik. Kemoterapi kombinasi telah digunakan untuk penyakit metastase karena terapi dengan agen-agen dosis tunggal belum memberikan keuntungan yang memuaskan Contoh obat yang digunakan pada kasus kanker serviks antara lain CAP (Cyclophopamide Adremycin Platamin), PVB (Platamin Veble Bleomycin) dan lain – lain. Cara pemberian kemoterapi dapat bsecara ditelan, disuntikkan dan diinfus Obat kemoterapi yang paling sering digunakan sebagai terapi awal/bersama terapi radiasi pada stage IIA, IIB, IIIA, IIIB, and IVA adalah cisplatin, flurouracil. Sedangkan Obat kemoterapi yang paling sering digunakan untuk kanker serviks stage IVB / recurrent adalah: mitomycin. pacitaxel, fosamide. Topotecan telah disetujui untuk digunakan bersama dengan cisplastin untuk kanker serviks stage lanjut, dapat digunakan ketika operasi / radiasi tidak dapat dilakukan atau tidak menampakkan hasil; kanker serviks yang timbul kembali / menyebar ke organ lain. Kemoterapi dapat digunakan sebagai : - Terapi utama pada kanker stadium lanjut - Terapi adjuvant/tambahan – setelah pembedahan untuk meningkatkan hasil pembedahan dengan menghancurkan sel kanker yang mungkin tertinggal dan mengurangi resiko kekambuhan kanker. - Terapi neoadjuvan – sebelum pembedahan untuk mengurangi ukuran tumor - Untuk mengurangi gejala terkait kanker yang menyebabkan ketidaknyamanan dan memperbaiki kehidupan pasien (stadium lanjut / kanker yang kambuh) - Memperpanjang masa hidup pasien (stadium lanjut / kanker yang kambuh) Efek samping dari kemoterapi adalah :

18

- Lemas Timbulnya mendadak atau perlahan dan tidak langsung menghilang saat beristirahat, kadang berlangsung terus sampai akhir pengobatan. - Mual dan muntah Mual dan muntah berlangsung singkat atau lama. Dapat diberikan obat anti mual sebelum, selama, dan sesudah pengobatan. - Gangguan pencernaan Beberapa obat kemoterapi dapat menyebabkan diare, bahkan ada yang diare sampai dehidrasi berat dan harus dirawat. Kadang sampai terjadi sembelit. Bila terjadi diare : kurangi makan-makanan yang mengandung serat, buah dan sayur. Harus minum air yang hilang untuk mengatasi kehilangan cairan. Bila susah BAB : makan-makanan yang berserat, dan jika memungkinkan olahraga. - Sariawan - Rambut rontok Kerontokan rambut bersifat sementara, biasanya terjadi dua atau tiga minggu setelah kemoterapi dimulai. Dapat juga menyebabkan rambut patah didekat kulit kepala. Dapat terjadi seminggu setelah kemoterapi. - Otot dan saraf Beberapa obat kemoterapi menyebabkan kesemutan dan mati rasa pada jari tangan dan kaki. Serta kelemahan pada otot kaki. - Efek pada darah Beberapa jenis obat kemoterapi ada yang berpengaruh pada kerja sumsum tulang yang merupakan pabrik pembuat sel darah merah, sehingga jumlah sel darah merah menurun. Yang paling sering adalah penurunan sel darah putih (leukosit). Penurunan sel darah terjadi setiap kemoterapi, dan test darah biasanya dilakukan sebelum kemoterapi berikutnya untuk memastikan jumlah sel darah telah kembali normal. Penurunan jumlah sel darah dapat menyebabkan:  Mudah terkena infeksi Hal ini disebabkan oleh penurunan leukosit, karena leukosit adalah sel darah yang memberikan perlindungan infeksi. Ada juga beberapa obat kemoterapi yang menyebabkan peningkatkan leukosit.  Perdarahan Keping darah (trombosit) berperan pada proses pembekuan darah, apabila jumlah trombosit rendah dapat menyebabkan pendarahan, ruam, dan bercak merah pada kulit.  Anemia Anemia adalah penurunan sel darah merah yang ditandai dengan penurunan Hb (Hemoglobin). Karena Hb letaknya didalam sel darah merah. Penurunan sel darah merah dapat menyebabkan lemah, mudah lelah, tampak pucat.

19

4.

Terapi paliatif (supportive care) yang lebih difokuskan pada peningkatan kualitas hidup pasien. Contohnya: Makan makanan yang mengandung nutrisi, pengontrol sakit (pain control). Manajemen Nyeri Kanker Berdasarkan kekuatan obat anti nyeri kanker, dikenal 3 tingkatan obat, yaitu : 1. Nyeri ringan (VAS 1-4) : obat yang dianjurkan antara lain Asetaminofen, OAINS (Obat Anti-Inflamasi Non-Steroid) 2. Nyeri sedang (VAS 5-6) : obat kelompok pertama ditambah kelompok opioid ringan seperti kodein dan tramadol 3. Nyeri berat (VAS 7-10) : obat yang dianjurkan adalah kelompok opioid kuat seperti morfin dan fentanil

F. Pencegahan15,16,17 a. Pencegahan primer 1. Menghindari faktor-faktor risiko yang sudah diuraikan di atas. Misalnya: Tidak berhubungan seksual dengan lebih dari satu pasangan, penggunaan kondom (untuk mencegah penularan infkesi HPV), tidak merokok, selalu menjaga kebersihan, menjalani pola hidup sehat, melindungi tubuh dari paparan bahan kimia (untuk mencegah faktor-faktor lain yang memperkuat munculnya penyakit kanker ini). 2. Vaksinasi Vaksin merupakan cara terbaik dan langkah perlindungan paling aman bagi wanita dari infeksi HPV tipe 16 dan 18. Vaksin akan meningkatkan kemampuan sistem kekebalan tubuh untuk mengenali dan menghancurkan virus ketika masuk ke dalam tubuh, sebelum terjadi infeksi. Vaksin dibuat dengan teknologi rekombinan, vaksin berisi VLP (virus like protein) yang merupakan hasil cloning dari L1 (viral capsid gene) yang mempunyai sifat imunogenik kuat. Dalam hal ini dikembangkan 2 jenis vaksin: - Vaksin pencegahan untuk memicu kekebalan tubuh humoral agar dapat terlindung dari infeksi HPV. - Vaksin Pengobatan untuk menstimulasi kekebalan tubuh seluler agar sel yang terinfeksi HPV dapat dimusnahkan. Respon imun yang benar pada infeksi HPV memiliki karakteristik yang kuat, bersifat lokal dan selalu dihubungkan dengan pengurangan lesi dan bersifat melindungi terhadap infeksi HPV genotif yang sama . Dalam hal ini, antibodi humoral sangat berperan besar dan antibodi ini adalah suatu virus neutralising antibodi yang bisa mencegah infeksi HPV dalam percobaan invitro maupun invivo. Kadar serum neutralising hanya setelah fase seroconversion dan kemudian menurun. Kadar yang rendah ini berhubungan dengan infeksi dari virus. HPV yang bersifat intraepitelial dan tidak adanya fase keberadaan virus di darah pada infeksi ini. Selanjutnya protein L1 diekspresikan selama infeksi produktif

20

dari virus HPV dan partikel virus tersebut akan terkumpul pada permukaan sel epitel tanpa ada proses kerusakan sel dan proses radang dan tidak terdeteksi oleh antigen presenting cell dan makropag. Oleh karena itu partikel virus dan kapsidnya terdapat dalam kadar yang rendah pada kelenjar limfe dan limpa, di mana kedua organ tersebut adalah organ yang sangat berperan dalam proses kekebalan tubuh. Meskipun dalam kadar yang rendah, antibodi tersebut bersifat protektif terhadap infeksi virus HPV. Terdapat dua jenis vaksin HPV L1 VLP yang sudah dipasarkan melalui uji klinis, yakni Cervarik dan Gardasil : - Cervarix adalah jenis vaksin bivalen HPV 16/18 L1 VLP vaksin yang diproduksi oleh Glaxo Smith Kline Biological, Rixensart, Belgium. Pada preparat ini, Protein L1 dari HPV diekspresikan oleh recombinant baculovirus vector dan VLP dari kedua tipe ini diproduksi dan kemudian dikombinasikan sehingga menghasilkan suatu vaksin yang sangat merangsang sistem imun . Preparat ini diberikan secara intramuskuler dalam tiga kali pemberian yaitu pada bulan ke 0, kemudian diteruskan bulan ke 1 dan ke 6 masing-masing 0,5 ml - Gardasil adalah vaksin quadrivalent 40 μg protein HPV 11 L1 HPV ( GARDASIL yang diproduksi oleh Merck) Protein L1 dari VLP HPV tipe 6/11/16/18 diekspresikan lewat suatu rekombinant vektor Saccharomyces cerevisiae (yeast). Tiap 0,5 cc mengandung 20μg protein HPV 6 L1, 40 μgprotein HPV 11 L1, 20 μg protein HPV18 L1. Tiap 0,5 ml mengandung 225 amorph aluminium hidroksiphosphatase sulfat. Formula tersebut juga mengandung sodium borat. Vaksin ini tidak mengandung timerasol dan antibiotika. Vaksin ini seharusnya disimpan pada suhu 20 – 80 C Rekomendasi pemberian vaksin Vaksin profilaksis akan bekerja efisien bila vaksin tersebut diberikan sebelum individu terpapar infeksi HPV. Vaksin mulai dapat diberikan pada wanita usia 10 tahun. Berdasarkan pustaka vaksin dapt diberikan pada wanita usia 10-26 tahun (rekomendasi FDA-US), penelitian memperlihatkan vaksin dapat diberikan sampai usia 55 tahun Dosis dan cara pemberian vaksin: Vaksin ini diberikan intramuskuler 0,5 cc diulang tiga kali, produk Cervarix diberikan bulan ke 0,1 dan 6 sedangkan Gardasil bulan ke 0, 2 dan 6 (Dianjurkan pemberian tidak melebihi waktu 1 tahun). Pemberian booster (vaksin ulangan), respon antibodi pada pemberian vaksin sampai 42 bulan, untuk menilai efektifitas vaksin diperlukan deteksi respon antibodi. Bila respon antibodi rendah dan tidak mempunyai efek penangkalan maka diperlukan pemberian Booster. Vaksin dikocok terlebih

21

dahulu sebelum dipakai dan diberikan secara muskuler sebanyak 0,5 dan sebaiknya disuntikkan pada lengan (otot deltoid). b. Pencegahan sekunder Pencegahan sekunder kanker serviks dilakukan dengan deteksi dini dan skrining kanker serviks yang bertujuan untuk menemukan kasus-kasus kanker serviks secara dini sehingga kemungkinan penyembuhan dapat ditingkatkan. Perkembangan kanker serviks memerlukan waktu yang lama. Dari prainvasif ke invasive memerlukan waktu sekitar 10 tahun atau lebih. Pemeriksaan sitologi merupakan metode sederhana dan sensitif untuk mendeteksi karsinoma prakanker. Bila diobati dengan baik, karsinoma prakanker mempunyai tingkat penyembuhan mendekati 100%. Diagnosa kasus pada fase invasif hanya memiliki tingkat ketahanan sekitar 35%. Program skrining dengan pemeriksaan sitologi dikenal dengan Pap mear test dan telah dilakukan di Negara-negara maju. Pencegahan dengan pap smear terbuki mampu menurunkan tingkat kematian akibat kanker serviks 50-60% dalam kurun waktu 20 tahun. Test Pap / Pap Smear Metode tes Pap smear yang umum yaitu dokter menggunakan pengerik atau sikat untuk mengambil sedikit sampel sel-sel serviks atau leher rahim. Kemudian sel-sel tersebut akan dianalisa di laboratorium. Tes itu dapat menyingkapkan apakah ada infeksi, radang, atau sel-sel abnormal. Menurut laporan sedunia, dengan secara teratur melakukan tes Pap smear telah mengurangi jumlah kematian akibat kanker serviks. Pap smear dapat digunakan sebagai screening tools karena memiliki sensitivitas: sedang (5188%) dan spesifisitas: tinggi (95-98%) Rekomendasi skrining

22

Gambar. Rekomendasi skrining Pap Smear IVA (Inspeksi Visual dengan Asam Asetat) IVA adalah skrining yang dilakukan dengan memulas serviks menggunakan asam asetat 3–5% dan kemudian diinspeksi secara kasat mata oleh tenaga medis yang terlatih. Setelah serviks diulas dengan asam asetat, akan terjadi perubahan warna pada serviks yang dapat diamati secara langsung dan dapat dibaca sebagai normal atau abnormal. Program Skrining Oleh WHO : 2. Skrining pada setiap wanita minimal 1X pada usia 35-40 tahun 3. Kalau fasilitas memungkinkan lakukan tiap 10 tahun pada usia 35-55 tahun 4. Kalau fasilitas tersedia lebih lakukan tiap 5 tahun pada usia 35-55 tahun 5. Ideal dan optimal pemeriksaan dilakukan setiap 3 tahun pada wanita usia 25-60 tahun. 6. Skrining yang dilakukan sekali dalam 10 tahun atau sekali seumur hidup memiliki dampak yang cukup signifikan. 7. Di Indonesia, anjuran untuk melakukan IVA bila : hasil positif (+) adalah 1 tahun dan, bila hasil negatif (-) adalah 5 tahun. HPV TES Tes HPV juga berguna untuk menginterpretasikan hasil samar-samar dari tes Papanicolaou. Jika perempuan memiliki tes Papanicolaou menunjukkan sel

23

skuamosa atipikal signifikansi ditentukan (ascus) dan tes HPV positif, maka pemeriksaan tambahan dengan kolposkopi adalah merupakan indikasi. Uji DNA HPV telah dipakai sebagai uji tambahan paling efektif cara mendeteksi keberadaan HPV sedini mungkin. Uji DNA HPV dapat mengetahui golongan hr-HPV atau Ir-HPV dengan menggunakan tekhnik HCII atau dengan metode PCR, uji DNA HPV juga dapat melihat genotipe HPV dengan metode DNA-HPV Micro Array System, Multiplex HPV Genotyping Kit, dan Linear Array HPV Genotyping Test. Meode PCR dan elektroforesis dapat mengetahui keberadaan HPV tanpa mengetahui genotipe secara spesifik Metode Hybrid Capture II System digunakan untuk mengetahui keberadaan HPV dengan memperkirakan kuantitas/jumlah virus tanpa mengetahui genotipe HPV-nya. Metode Multiplex HPV Genotyping Kit digunakan untuk mendeteksi 24 genotipe HPV. Metode DNA-HPV Micro Array digunakan untuk mendeteksi 21 genotipe HPV. Metode Linear Array HPV Genotyping Test digunakan untuk mendeteksi 37 genotipe HPV. Dalam perkembangannya, banyak ahli dalam the American Cancer Society, the American College of Obstetricians and Gynecologists, the American Society for Colposcopy and Cervical Pathology, dan the US Preventive Services Task Force menetapkan protokol skrining bersama-sama, sebagai berikut : - Skrining awal, Skrining dilakukan sejak seorang wanita telah melakukan hubungan seksual (vaginal intercourse) selama kurang lebih tiga tahun dan umurnya tidak kurang dari 21 tahun saat pemeriksaan. Hal ini didasarkan pada karsinoma serviks berasal lebih banyak dari lesi prekursornya yang berhubungan dengan infeksi HPV onkogenik dari hubungan seksual yang akan berkembang lesinya setelah 3-5 tahun setelah paparan pertama dan biasanya sangat jarang pada wanita di bawah usia 19 tahun. - Pemeriksaan DNA HPV juga dimasukkan pada skrining bersama-sama dengan Pap’s smear untuk wanita dengan usia di atas 30 tahun. Penelitian dalam skala besar mendapatkan bahwa Pap’s smear negatif disertai DNA HPV yang negatif mengindikasikan tidak akan ada CIN 3 sebanyak hampir 100%. Kombinasi pemeriksaan ini dianjurkan untuk wanita dengan umur diatas 30 tahun karena prevalensi infeksi HPV menurun sejalan dengan waktu. Infeksi HPV pada usia 29 tahun atau lebih dengan ASCUS hanya 31,2% sementara infeksi ini meningkat sampai 65% pada usia 28 tahun atau lebih muda. Walaupun infeksi ini sangat sering pada wanita muda yang aktif secara seksual tetapi nantinya akan mereda seiring dengan waktu. Sehingga, deteksi DNA HPV yang positif yang ditemukan kemudian lebih dianggap sebagai HPV yang persisten. Apabila ini dialami pada wanita dengan usia yang lebih tua maka akan terjadi peningkatan risiko kanker serviks. - Skrining untuk wanita di bawah 30 tahun berisiko dianjurkan menggunakan Thinprep atau sitologi serviks dengan liquid-base method setiap 1-3 tahun.

24

- Skrining untuk wanita di atas 30 tahun menggunakan Pap’s smear dan pemeriksaan DNA HPV. Bila keduanya negatif maka pemeriksaan diulang 3 tahun kemudian. - Skrining dihentikan bila usia mencapai 70 tahun atau telah dilakukan 3 kali pemeriksaan berturut-turut dengan hasil negatif. G. Prognosis1,9,10,12 Faktor-faktor yang menentukan prognosis adalah: a. Umur penderita b. Keadaan umum c. Tingkat klinik keganasan d. Sitopatologi sel tumor e. Kemampuan ahli atau tim ahli yang menanganinya f. Sarana pengobatan yang ada % Harapan Hidup 5 Stadium Penyebaran kanker serviks Tahun 0

Karsinoma insitu

100

I

Terbatas pada uterus

85

II

Menyerang luar uterus tetapi meluas ke dinding pelvis

60

Meluas ke dinding pelvis dan atau III sepertiga bawah vagina atau 33 hidronefrosis Menyerang mukosa kandung IV kemih atau rektum atau meluas 7 keluar pelvis sebenarnya Ciri-ciri karsinoma serviks yang tidak diobati atau tidak memberikan respons terhadap pengobatan, 95% akan mengalami kematian dalam 2 tahun setelah timbul gejala. Pasien yang menjalani histerektomi dan memiliki resiko tinggi terjadinya rekurensi harus terus diawasi karena lewat deteksi dini dapat diobati dengan radioterapi. Setelah histerektomi radikal, terjadi 80% rekurensi dalam 2 tahun.

25

BAB III LAPORAN KASUS

Tanggal Pemeriksaan : 06-03-2019 Jam

Ruangan : Kasuari Bawah RSU Anutapura

: 09.00 WITA

IDENTITAS Nama

: Ny. T

Nama Suami : Tn. R

Umur

: 46 tahun

Umur

: 60 tahun

Alamat

: Jl. Manunggal, Tinggede Selatan

Alamat

: Jl. Manunggal

Pekerjaan

: URT

Pekerjaan

: Wiraswasta

Agama

: Islam

Agama

: Islam

Pendidikan

: SD

Pendidikan

: SMA

ANAMNESIS P2A1

HPHT : Pasien Lupa

Menarche

: 12 tahun

Lama Haid

: 5 hari

Keluhan Utama

Perkawinan

: II, ± 5 tahun,

:

Keluar darah dari kemaluan Rw. Penyakit Sekarang

:

Pasien masuk dengan keluhan keluar darah dari kemaluan dirasakan sejak ± 1 minggu SMRS. Darah yang keluar berwarna merah, volume darah yang keluar ± 200 cc/hari, darah keluar hampir setiap hari. Keluhan disertai dengan keputihan yang dirasakan sejak lama dan tidak sembuh, nyeri perut bagian bawah, pusing, sakit kepala, penurunan berat badan, mual dan muntah 1x. Demam (-), riwayat trauma (-). Buang air besar dan buang air kecil lancar. Siklus haid teratur, lama haid ± 7 hari. Konsumsi rokok (-), dan alkohol (-). Usia saat berhubungan seksual pertama kali adalah 15 tahun Pasien sebelumnya pernah berobat di RSU Anutapura 2 bulan yang lalu dengan keluhan nyeri perut dan keputihan yang tidak sembuh kemudian dirawat selama 5 hari. Selama di Anutapura pasien telah dilakukan pemeriksaan histopatologi dari mulut

26

rahimnya dan hasilnya adalah kanker serviks. Pasien kemudian dianjurkan untuk dirujuk ke Makassar namun pasien pulang paksa dari RSU Anutapura. Satu bulan kemudian pasien masuk ke RSUD Undata dengan keluhan keluar darah dari kemaluan dan dirawat selama 3 hari lalu dirujuk ke RS Wahidin Makassar. Pasien dirawat selama 3 hari kemudian pulang paksa karena tidak puas dengan pelayanan disana. Riwayat Penyakit Dahulu

:

Hipertensi (-), Penyakit Jantung (-), Diabetes Mellitus (-), Asma (-). Riwayat Penyakit Keluarga : Tidak ada anggota keluarga yang pernah mengalami keluhan yang sama dengan pasien. Riwayat penyakit kanker payudara dalam keluarga (-).

PEMERIKSAAN FISIK KU

: Baik

Tek. Darah

: 90/60 mmHg

Kesadaran

: Compos mentis

Nadi

: 80 x/menit

BB

: Kg

Respirasi

: 20 x/menit

TB

: cm

Suhu

: 37 ºC

 Kepala – Leher

:

Konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterus (-/-), edema palpebra (-/-), pembesaran KGB (-), pembesaran kelenjar tiroid (-).  Thorax

:

I : Pergerakan thoraks simetris, sikatrik (-) P : Nyeri tekan (-), massa tumor (-) P : Sonor pada kedua lapang paru, pekak pada area jantung, batas jantung DBN A : Bunyi pernapasan vesikular +/+, rhonki -/-, wheezing -/-. Bunyi jantung I/II murni regular  Abdomen

:

I: Permukaan abdomen datar, benjolan (-), asites (-) A: Bunyi peristaltik usus (+) normal P: Timpani di seluruh kuadran abdomen P: Nyeri tekan (+) di regio suprapubik, inguinal kiri dan kanan, massa (-)  Genitalia

:

Pemeriksaan Dalam (VT) :

27

 Vulva : Tidak ada kelainan  Vagina : Teraba massa berbenjol benjol di dinding vagina sebelah kanan konsistensi keras, nyeri tekan (+)  Portio : Teraba portio berbenjol-benjol, konsistensi keras, nyeri tekan (+)  Pelepasan : Darah (+)  Ekstremitas : Edema (-)/(-), turgor kulit normal, akral hangat

PEMERIKSAAN PENUNJANG Laboratorium: WBC

: 12,2 x 109/l

Ureum : 18 mg/dl

HGB

: 7,8 gr/dl

Kreatinin: 0,83 mg/dl

MCV

: 69,4, fL (80-99 fL)

HCT : 21,4 %

MCH

: 25,3 pg (27-3 pg)

PLT

: 549 x 109/l

MCHC

: 36,4 g/dL (33-37 g/dL)

RBC

: 3.08 x 1012/l

Ureum

: 22 mg/dl

SGOT : 20 u/l

Kreatinin

: 0,68 mg/dl

SGPT : 9 u/l

HbSAg : non-reaktif Urinalisis: pH

: 5,5

BJ

: 1.015

Sedimen : Leukosit

: Tak Terhitung

Protein : ++

Eritrosit

: 10-15

Reduksi: (-)

Kristal oxalat : (-)

Urobilinogen: (-)

Granula

: (-)

Keton : (-)

Epitel sel

: (+)

Nitrit : (-)

Amoeba

: (-)

Foto Polos Thorax PA: -

Corakan bronkovaskular paru normal, nodul metastasis (-)

-

Ukuran jantung normal

-

Sisterna tulang intake

USG Abdomen:

28

- Hepar: Bentuk, ukuran, dan echo texture dalam batas normal. Tidak tampak dilatasi vasculer/bile duct intra dan extrahepatic - GB: Dinding tidak menebal, echo batu tidak ada - Pancreas: Ukuran dan echo texture dalam batas normal - Lien: ukuran dan echo texture normal - Kedua ginjal: ukuran dalam batas normal. Tidak tampak dilatasi pelvocalyseal sistem. Echo batu tidak ada. - Buli-buli: penebalan dinding (-), outline intak, echo batu negatif. - Tampak massa isoechoid batas tidak tegas pada segmen bawah rahim - Kesan: massa cervix

29

RESUME Pasien perempuan 46 tahun dengan keluhan keluar darah dari kemaluan dirasakan sejak ± 1 minggu SMRS. Darah yang keluar berwarna merah, volume darah yang keluar ± 200 cc/hari, darah keluar hampir setiap hari. Keluhan disertai dengan keputihan yang dirasakan sejak lama dan tidak sembuh, nyeri perut bagian bawah, pusing, sakit kepala, penurunan berat badan, mual dan muntah 1x. TTV: TD: 90/60 mmHg

N: 80 x/menit

R: 20 x/menit

S:37 °C

Pemeriksaan Fisik: -

Konjungtiva anemis (+/+)

-

Abdomen: palpasi nyeri tekan (+) di regio suprapubik, inguinal kiri dan kanan

-

Pemeriksaan Dalam (VT) :  Vagina : Teraba massa berbenjol benjol di dinding vagina sebelah kanan konsistensi keras, nyeri tekan (+)  Portio: Teraba portio berbenjol-benjol, konsistensi keras, nyeri tekan (+)  Pelepasan: Darah (+)

Pemeriksaan Laboratorium: anemia (+), leukositosis (+) Urinalisis: leukosituria (+), proteinuria (+) USG Abdomen: massa cervix

DIAGNOSIS Kanker serviks

PENATALAKSANAAN -

IVFD RL 20 tpm

-

Inj. Ceftriaxone 1 gram/12 jam/IV

-

Inj.Transamin 1 amp/8 jam/IV

-

Inj. Ketorolac 1 amp/8 jam/IV

-

Inj. Ranitidine 1 amp/8 jam/IV

-

Inj. Ondansetron 1 amp/12 jam

-

Drips Metronidazole /8 jam

-

Vaginal toilet

-

Transfusi PRC 2 bag

30

-

Cek Hb 6 jam post transfusi

ANJURAN PEMERIKSAAN -

Pemeriksaan CT-Scan Abdomen

-

Pemeriksaan MRI

FOLLOW UP NO

TANGGAL

HASIL FOLLOW UP

1.

07-02-2019

2.

08-02-2019

- S: Perdarahan dari kemaluan (+), nyeri perut (-), mual (+), muntah (-), BAB dan BAK normal - O: KU: Baik Kesadaran: Compos Mentis TD: 90/60 mmHg, N: 82 x/m, R: 20 x/m, S: 36,5 °C Konjungtiva mata anemis (+)/(+) Peristaltik usus (+) - A: Kanker Serviks - P: IVFD RL 20 tpm Inj. Ceftriaxone 1 gram/12 jam/IV Inj.Transamin 1 amp/8 jam/IV Inj. Ketorolac 1 amp/8 jam/IV Inj. Ranitidine 1 amp/8 jam/IV Inj. Ondansetron 1 amp/12 jam Drips Metronidazole /8 jam Vaginal toilet - S: Perdarahan dari kemaluan (+), nyeri perut (-), mual (+), muntah (-), BAB dan BAK normal - O: KU: Baik Kesadaran: Compos Mentis TD: 90/60 mmHg, N: 72 x/m, R: 21 x/m, S: 36,5 °C Konjungtiva mata anemis (+)/(+) Hb: 8,9 gr/dl - A: Kanker serviks - P: IVFD RL 20 tpm Inj. Ceftriaxone 1 gram/12 jam/IV

31

3.

13-05-2015

-

-

4.

09-02-2019

-

-

Inj.Transamin 1 amp/8 jam/IV Inj. Ketorolac 1 amp/8 jam/IV Inj. Ranitidine 1 amp/8 jam/IV Inj. Ondansetron 1 amp/12 jam Drips Metronidazole /8 jam Transfusi PRC 1 bag Vaginal toilet S: Perdarahan dari kemaluan (+) sedikit, nyeri perut (-), mual (-), muntah (-), BAB dan BAK normal O: KU: Baik Kesadaran: Compos Mentis TD: 100/60 mmHg, N: 84 x/m, R: 20 x/m, S: 36,5 °C Konjungtiva mata anemis (-)/(-) A: Kanker serviks P: IVFD RL 20 tpm Inj.Transamin 1 amp/8 jam/IV Cefadroxil 2 x 500 mg Neurodex 1 x 1 tab S: Perdarahan dari kemaluan (+) sedikit, nyeri perut (-), mual (-), muntah (-), BAB dan BAK normal O: KU: Baik Kesadaran: Compos Mentis TD: 100/60 mmHg, N: 84 x/m, R: 20 x/m, S: 36,5 °C Konjungtiva mata anemis (-)/(-) A: Kanker serviks P: Aff infus Transamin 3 x 1 tab Cefadroxil 2 x 500 mg Neurodex 1 x 1 tab Anjuran berobat lanjut

Diskusi Pasien didiagnosis dengan kanker serviks berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis didapatkan keluhan berupa keluarnya darah dari kemaluan, keputihan yang dirasakan sejak lama dan tidak sembuh, nyeri perut bagian bawah, pusing, sakit kepala, penurunan berat badan, mual dan muntah. Dari anamnesis juga didapatkan riwayat pemeriksaan patologi anatomi dimana hasilnya

32

merupakan kanker serviks dan pasien pernah dirujuk ke Makassar. Dari pemeriksaan fisik ditemukan konjungtiva anemis, palpasi abdomen nyeri tekan di regio suprapubik, inguinal kiri dan kanan, pemeriksaan dalam (VT) pada vagina teraba massa berbenjol benjol di dinding vagina sebelah kanan konsistensi keras, pada portio Teraba portio berbenjol-benjol, konsistensi keras, nyeri tekan, disertai pelepasan darah. Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan anemia dan leukositosis. Dari USG abdomen ditemukan massa serviks. Faktor resiko yang dimiliki oleh pasien ini adalah berhubungan seksual di usia dini (15 tahun). Karena sel kolumner serviks lebih peka terhadap metaplasia selama usia dewasa, maka wanita yang berhubungan seksual sebelum usia 18 tahun akan berisiko terkena kanker serviks lima kali lipat. Kemungkinan stadium klinis dari pasien ini adalah stadium IIIA (T3aNxM0) karena dari pemeriksaan fisik terpalpasi massa berbenjol-benjol di vagina dan dari pemeriksaan USG abdomen/Foto polos thorax belum ditemukan metastasis jauh. Akan tetapi untuk memastikan luasnya penjalaran tumor primer serta ada atau tidaknya pembesaran kelenjar limfatikus regional, pasien perlu dilakukan pemeriksaan CT-Scan dan MRI. Modalitas terapi yang dapat dilakukan pada pasien ini adalah brachytherapy dan kemoterapi. Protokol penanganannya adalah sebagai berikut: 1. Cisplatin 40 mg/m2 IV 1x seminggu + terapi radiasi 1,8-2 Gy (minimal 4 siklus dan maksimal 6 siklus) atau 2. Cisplatin 50-75 mg/m2 IV pada hari 1 + 5-fluorouracil (5-FU) 1000 mg/m2 via intravena pada hari 2-5 dan hari 30-33 atau 3. Cisplatin 50-75 mg/m2 IV pada hari 1 + 5-fluorouracil (5-FU) 1000 mg/m2 dilanjutkan via intravena pada hari 1-4 setiap 3 minggu selama 3-4 siklus. Pasien ini diterapi simtopmatik dengan obat-obatan yaitu ceftriaxone, metronidazole, ondansetron, ranitidin, asam tranexamat dan ketorolac. Ceftriaxone merupakan antibiotik spektrum luas golongan cephalosporin generasi ke3 yang efektif pada bakteri gram negatif dan gram postif. Obat ini bekerja menghambat sintesis dinding sel bakteri dengan cara mengikat penicillin-binding protein sehingga mengganggu sintesis dari proteoglikan. Metronidazole merupakan antibiotik yang efektif terhadap bakteri anaerob, amoeba dan trichomoniasis yang bekerja menghambat sintesis asam nukleat dengan cara menganggu DNA dari bakteri. Ceftriaxone dan metronidazole diberikan karena hasil lab menunjukkan tanda-tanda infeksi yaitu leukositosis dan leukosituria. Ondansetron adalah merupakan obat antiemetik golongan 5-HT3 reseptor antagonis selektif yang bekerja dengan cara berikatan dengan 5-HT3 reseptor pada sistem saraf pusat dan sistem saraf tepi dengan efek primer di saluran cerna. Ranitidin merupakan golongan H2 reseptor antagonis yang bekerja dengan cara memblok reseptor H2 di sel parietal gaster sehingga menghambat sekresi asam lambung. Asam tranexamat merupakan agent antifibrinolitik yang bekerja dengan cara menghambat fibrinolisis

33

dengan cara mengubah plasminogen menjadi fibrin dan mengurangi aktivasi plasmin sehingga menurunkan aktivitas complement dan inflamasi. Manajemen nyeri pada pasien kanker harus berdasarkan berat tidaknya nyeri dan kekuatan obat anti nyeri. Pada pasien ini nyeri yang dialami diterapi dengan Ketorolac merupakan obat NSAID yang bekerja menghambat sinstesis prostaglandin di jaringan tubuh dengan cara menghambat sintesis dari 2 siklo-oksigenase (COX) isoenzim. Manajemen Nyeri Kanker berdasarkan kekuatan obat anti nyeri kanker, dikenal 3 tingkatan obat, yaitu : 1. Nyeri ringan (VAS 1-4): obat yang dianjurkan antara lain Asetaminofen, OAINS (Obat Anti-Inflamasi Non-Steroid). 2. Nyeri sedang (VAS 5-6): obat kelompok pertama ditambah kelompok opioid ringan seperti kodein dan tramadol. 3. Nyeri berat (VAS 7-10): obat yang dianjurkan adalah kelompok opioid kuat seperti morfin dan fentanil. Prognosis dari pasien ini adalah ad malam dikarenakan penyakit yang dialami merupakan suatu tumor ganas/kanker. Untuk menentukan angka harapan hidup pasien untuk 5 tahun kedepan harus dilakukan pemeriksaan CT-Scan/MRI terlebih dahulu untuk mengevaluasi penyebaran dan stadium kanker serviks ini.

34

BAB IV PENUTUP

Kanker serviks atau kanker leher rahim adalah keganasan yang terjadi pada serviks (leher rahim) yang merupakan bagian terendah dari rahim yang menonjol ke puncak liang senggama atau vagina. Penyebab dari kanker serviks adalah Human Papiloma Virus. Risiko terinfeksi virus HPV dan beberapa kondisi lain seperti perilaku seksual, kontrasepsi, atau merokok merupakan faktor resiko terjadinya kanker serviks. Mekanisme timbulnya kanker serviks ini merupakan suatu proses yang kompleks dan sangat variasi hingga sulit untuk dipahami. Hal terpenting menghadapi penderita kanker serviks adalah menegakkan diagnosis sedini mungkin dan memberikan terapi yang efektif sekaligus prediksi prognosisnya. Hingga saat ini pilihan terapi masih terbatas pada operasi, radiasi dan kemoterapi, atau kombinasi dari beberapa terapi ini.

35

DAFTAR PUSTAKA

1. Barakat RR, Berchuck A, Markman M, Randall ME. Principles and Practice of Gynecologic Oncology, 6th ed. Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins; 2013. (598) 2. Callahan T, Caughey AB. Blueprints Obstetrics & Gynecology, 6th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2013. (369) 3. Creasman, DiSaia. Clinical Gynecologic Oncology, 7th ed. Philadephia: Saunders Elsevier; 2007. (8) 4. De Vita VT, Lawrence TS, Rosenberg SA. Cancer Principles & Practice of Oncology Primer of The Molecular Biology of Cancer. Philadephia: Lippincott Williams and Wilkins; 2011. (385) 5. Dutta DC, Konar H. DC Dutta’s Textbook of Gynecology Including Contraception. New Delhi: Jaypee Brothers Medical Publishers; 2013. (336) 6. Edmons DK. Dewhurst’s Textbook of Obstetrics & Gynecology, 8th ed. Oxford: Wiley-Blackwell; 2012. (747) 7. Lentz GM, Lobo RA, Gershenson DM, Katz VL. Comprehensive Gynecology, 6th ed. Philadephia: Saunders Elsevier; 2012. (649) 8. Neal AJ, Hoskin PJ. Clinical Oncology Basic Principles and Practice, 4th ed. Boca Raton: Hodder Arnold; 2009. (200) 9. Sarwono S. Ilmu Kandungan. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2009. 10. Schorge JO, Schaffer JI, Malvorson LM, Hoffman BL, Bradshaw KD, Cunningham FG. Williams Gynecology. China: McGraw-Hill; 2008. (1285)

36

11. Setche ll ME, Shepherd JH. Shaw’s Textbook of Operative Gynaecology, 7th ed. Philadelphia: Saunders Elsevier; 2013. (293) 12. Smith RP. Netter’s Obstetrics and Gynecology, 2nd ed. Philadephia: Saunders Elsevier; 2008. (247) 13. American Cancer Society. Cervical Cancer. Atlanta; 2014. 14. Colombo N, Carinelli S, Colombo A, Marini C, Rollo D, Sessa C. Cervical Cancer: ESMO Clinical Practice Guidelines For Diagnosis, Treatment and Follow Up. Annals of Oncology. Oxford: Oxford University Press; 2012. 15. Janicek MF, Hervy, EA. Cervical Cancer: Prevention, Diagnosis, and Therapeutics. New York: A Cancer Journal of Clinicians; 2010. 16. Massad LS, Mark HE, Warner KH, Hormuzd AK,Walter KK, Mark S, Solomon D, Wentzensen N, Herschel WL. Updated Consensus Guidelines for The Management of Abnormal Cervical Cancer Screening Tests and Cancer Precursors. American Society for Colposcopy and Cervical Pathology. Journal of Lower Genital Tract Disease. Vol 17. No. 5; 2013. 17. WHO. Guidelines for Screening and Treatment of Precancerous Lesions for Cervical Cancer Prevention. Switzerland: WHO Press; 2013.

37

Related Documents

Cancer
November 2019 33
Cancer
December 2019 46
Cancer
April 2020 3
Cancer
December 2019 7
Cancer
April 2020 35
Cancer
July 2020 15

More Documents from ""