MAKALAH KEPERAWATAN JIWA ASUHAN KEPERAWATAN KEGAWATDARURATAN NAPZA
Disusun oleh kelompok 2 : 1.
Anggie Dwi Laurita
( P27820717028 )
2.
Novanda V.
( P27820717013 )
3.
M. Dikky S.
( P27820717007 )
4.
Dinda Tri Agustin
( P27820717003 )
5.
Ainul Yatim
( P27820717020 )
6.
Galuh Ayuantiwi
( P27820717024 )
7.
Eka Sulistiana
( P27820717002 )
8.
Fachriya Alivia Prihana
( P27820717034 )
9.
Icha Aldhama
( P27820717036 )
10.
Firda Fauziyah
( P27820717015 )
11.
Fahmi Nazaruddin
( P27820717030 )
12.
Nindyta Salsabila
( P27820717029 )
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN SURABAYA JURUSAN KEPERAWATAN DIV KEPERAWATAN GAWAT DARURAT TAHUN AJARAN 2018 -2019
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum .Wr. Wb
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Yang Maha Esa yang telah melimpahkan semua ridho serta hidayah-Nya sehingga kami dapat membuat makalah tentang Keperawatan Jiwa “Asuhan Keperawatan Kegawatdaruratan Napza” dengan baik tanpa kesulitan. Kami menyusun makalah ini berdasarkan beberapa sumber buku yang telah kami peroleh. Kami berusaha menyajikan makalah ini dengan bahasa yang sederhana dan mudah di mengerti oleh pembaca. Selain itu, kami memperoleh sumber dari beberapa buku pilihan, kami pun memperoleh informasi tambahan dari internet. Terima kasih juga kami aturkan kepada pihak – pihak yang terlibat khususnya untuk dosen pembimbing kami, yang telah memberikan bimbingan sehingga kami dapat membuat makalah tersebut. Kami yakin makalah yang kami buat ini tidak luput dari kesalahan, oleh karena itu kami mohon kepada para masyarakat pembaca untuk memakluminya. Tak hanya itu makalah kami takkan sempurna tanpa data – data atau info yang nyata, karena kesempurnaan hanya milik Allah Yang Maha Kuasa. Semoga makalah yang telah kami buat berguna bagi masyarakat pembaca Aamiin.
Wassalamu’alaikum .Wr.Wb
Surabaya, 21 Februari 2019
Penyusun ii
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR .......................................................... Error! Bookmark not defined. DAFTAR ISI......................................................................... Error! Bookmark not defined. BAB I PENDAHULUAN ..................................................... Error! Bookmark not defined. 1.1 Latar Belakang ................................................................ Error! Bookmark not defined. 1.2 Rumusan Masalah ......................................................................................................... 3 1.3 Tujuan ........................................................................................................................... 3 1.4 Manfaat ......................................................................................................................... 3
BAB II PEMBAHASAN .................................................................................................... 4 2.1 Pengertian Kegawatdaruratan Napza ...................................................................... 4 2.2 Contoh Format Proses Keperawatan Emergency ................................................. 10 2.3 Jenis-Jenis Kegawatdaruratan NAPZA ................................................................. 17 2.4 Asuhan Keperawatan Kegawatdaruratan Napza .................................................. 23 2.5 Contoh Kasus Kegawatdaruratan Napza ............................................................... 31
BAB III PENUTUP ......................................................................................................... 39 3.1 Kesimpulan ................................................................................................................. 39 3.2 Saran ........................................................................................................................... 39 DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 40
iii
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah penyalahgunaan NAPZA semakin banyak dibicarakan baik di kota besar maupun kota kecil di seluruh wilayah Republik Indonesia. Peredaran NAPZA sudah sangat mengkhawatirkan sehingga cepat atau lambat penyalahgunaan NAPZA akan menghancurkan generasi bangsa atau disebut dengan lost generation (Joewana, 2014). Faktor individu yang tampak lebih pada kepribadian individu tersebut; faktor keluarga lebih pada hubungan individu dengan keluarga misalnya kurang perhatian keluarga terhadap individu, kesibukan keluarga dan lainnya; faktor lingkungan lebih pada kurang positifnya sikap masyarakat terhadap masalah tersebut misalnya ketidak pedulian masyarakat tentang NAPZA (Hawari, 20012).
Berdasarkan hasil temuan Tim Kelompok Kerja Pemberantasan Penyalahgunaan Narkoba Departemen Pendidikan Nasional menyatakan sebanyak 70% pengguna narkoba di Indonesia adalah anak usia sekolah. Angka itu menunjukkan persentase pengguna narkoba di kalangan usia sekolah mencapai 4% dari seluruh pelajar di Indonesia. Data Pusat Laboratorium Terapi dan Rehabilitasi Badan Narkotika Nasional (BNN) menunjukkan, selama tahun 2004, sedikitnya 800 siswa SD mengonsumsi narkoba. Padahal, tahun 2003 jumlah pengguna narkoba yang berusia kurang dari 15 tahun hanya 173 orang. Ironisnya, pengkonsumsi narkoba dari kalangan siswa SD yang rata-rata berusia tujuh tahun hingga 12 tahun itu berasal dari kelas ekonomi menengah ke atas, terpelajar dan berprestasi di sekolah. Lebih dari 50% siswa SD yang mengonsumsi narkoba itu berdomisili di Jakarta. Disusul kota-kota lain, seperti Bali, Medan, Palu dan Surabaya (Jehani & Antoro, 20014).
1
Dari hasil riset yang dilakukan secara nasional oleh Badan Narkotika Nasional (BNN) bekerja sama dengan Universitas Indonesia. Hasilnya menunjukkan, kecenderungan semakin dini usia pengguna narkoba. Ditemukan, anak usia 7 tahun sudah ada yang mengonsumsi narkoba jenis inhalan (uap yang dihirup). Anak usia 8 tahun sudah ada yang memakai ganja. Lalu di usia 10 tahun, anak-anak menggunakan narkoba dari beragam jenis, seperti inhalan, ganja, heroin, morfin, ecstasy, dan sebagainya. Kemudian berdasarkan penelitian BNN ini juga ditemukan 10 ibukota provinsi yang digolongkan “memprihatinkan” karena kasus yang ditemukan melalui angka rata-rata nasional yaitu 3,9%. Sepuluh kota tersebut yaitu Medan (6,4%), Surabaya (6,3%), Ternate (5,9%), Padang (5,5%), Bandung (5,1%), Kendari (5%), Banjarmasin (4,3%), Palu (8,4%), Yogyakarta (4,1%) dan Pontianak (4,1%) (Jehani & Antoro, 2014).
Dampak yang terjadi dari faktor-faktor di atas adalah individu mulai melakukan penyalahgunaan dan ketergantungan akan zat. Hal ini ditunjukkan dengan makin banyaknya individu yang dirawat di rumah sakit karena penyalahgunaan dan ketergantungan zat yaitu mengalami intoksikasi zat dan withdrawal. Peran penting tenaga kesehatan dalam upaya menanggulangi penyalahgunaan dan ketergantungan NAPZA di rumah sakit khususnya upaya terapi dan rehabilitasi sering tidak disadari, kecuali mereka yang berminat pada penanggulangan NAPZA (DepKes, 20013). Berdasarkan permasalahan yang terjadi di atas, maka perlunya peran serta tenaga kesehatan khususnya tenaga keperawatan dalam membantu masyarakat yang sedang dirawat di rumah sakit untuk meningkatkan pengetahuan dan kemampuan masyarakat tentang perawatan dan pencegahan kembali penyalahgunaan NAPZA pada klien. Untuk itu dirasakan perlu perawat meningkatkan kemampuan merawat klien NAPZA di lingkungan
sekitar dengan
menggunakan
keperawatan. 1.2 Rumusan Masalah 2
pendekatan
proses
1. Apa yang dimaksud dengan kegawatdaruratan NAPZA? 2. Bagaimana contoh format proses keperawatan kegawatdaruratan NAPZA? 3. Apa saja jenis-jenis kegawatdaruratan NAPZA? 4. Bagaimana asuhan keperawatan kegawatdaruratan NAPZA?
1.3 Tujuan 1. Dapat mengetahui tentang kegawatdaruratan NAPZA 2. Dapat mengetahui tentang proses keperawatan kegawatdaruratan NAPZA 3. Dapat memahami jenis-jenis kegawatdaruratan NAPZA 4. Dapa memahami asuhan keperawatan tentang kegawatdaruratan NAPZA 1.4 Manfaat Makalah ini di harapkan bisa bermanfaat bagi semua pembaca. Dengan membaca makalah ini di harapkan bisa menambah wawasan dan pengetahuan bagi para pembaca tentang “ Kegawatdaruratan NAPZA”.
BAB II 3
PEMBAHASAN
2.1 PENGERTIAN KEGAWATDARURATAN NAPZA a. Pengertian Kegawatdaruratan merupakan suatu keadaaan dimana seseorang mengalami ancaman kehidupan dan apabila tidak dilakukan pertolongan/tindakan dengan cepat dan tepat dapat menyebabkan cacat atau meninggal. Kegawatdaruratan NAPZA adalah suatu keadaan yang mengancam kehidupan seseorang akibat penggunaan zat/obat yang berlebihan (intoksikasi/over dosis) sehingga dapat mengancam kehidupan, apabila tidak dilakukan penanganan dengan segera. Pada dasarnya didalam melakukan penanganan kasus kegawatdaruratan NAPZA tidak jauh beda dengan kasus-kasus kegawatdaruratan yang laian, dimana dalam melakukan penanganan adalah dengan tahapan triage atau pemilihan berdasarkan prisnsp ABC.
b. Prinsip-prinsip Penanganan kegawatdaruratan NAPZA Mengingat kasus intoksikasi dapat mengancam nyawa, maka upaya penatalaksanaan kasus intoksikasi ditujukan pada hal sebagai berikut : 1. Penatalaksanaan Kegawatan Berhubungan dengan intoksikasi dapat mengancam nyawa, maka walaupun tidak dijumpai adanya kegawatan maka setiap kasus intoksikasi harus diperlakukan seperti pada keadaan kegawatan yang mengancam nyawa.Penilaian terhadap tanda vital seperti tanda jalan napas, pernapasan sirkulasi dan penurunan kesadaran harus dilakukan secara cepat dan seksama sehingga tindakan resusitasi tidak terlambat dimulai.Berikut ini adalah urutan resusitasi seperti yang umumnya dilakukan.
A = Airway Support 4
Faktor utama yang membuat klien tidak sadar adalah adanya sumbatan di jalan napas klien, seperti lidah, makanan ataupun benda asing lainnya. Lidah merupakan penyebab utama tertutupnya jalan napas pada klien tidak sadar karena pada kondisi tidak sadar itulah lidah klien akan kehilangan ototnya sehingga akan terjatuh kebelakang rongga mulut. Hal ini mengakibatkan tertutupnya trachea sebagai jalan napas.Sebelum diberikan bantuan pernapasan, jalan napas korban harus terbuka. Teknik yang dapat dilakukan penolong adalah cross-finger (silang jari), yaitu memasukkan jari telunjuk dan jempol menyentuh gigi atau rahang klien.Kemudian tanpa menggerakkan pergelangan tangan, silangkan kedua jari tersebut denagn geraakan saling mendorong sehingga rahang atas dan rahang bawah terbuka.periksa adanya benda yang menyumbat atau berpotensi menyumbat.Jika terdapat sumbatan, bersihkan dengan teknik finger-sweep (sapuan jari) dengan menggunakan jari telunjuk yang terbungkus kassa (jika ada). Ada dua maneuver yang lazim digunakan untuk membuka jalan napas, yaitu head tilt / chin lift dan jaw trust. Head tilt atau chin lift Teknik ini hanya dapat digunakan pada klien pengguna NAPZA tanpa cedera kepala, leher, dan tulang belakang. Tahap-tahap untuk melakukan teknik ini adalah: 1. Letakkan tangan pada dahi klien (gunakan tangan yang paling dekat denga dahi korban). 2. Pelan-pelan tengadahkan kepala kliendengan mendorong dahi kearah belakang. 3. Letakkan ujung-ujung jari tangan yang satunya pada bagian tulang dari dagu korban. 4. Angkat dagu bersamaan dengan menengadahkan kepala. Jangan sampai mulut klien tertutup. 5. Pertahankan posisi ini.
Jaw trust 5
Teknik ini dapat digunakan selain teknik diatas. Walaupun teknik ini menguras tenaga, namaun merupakan yang paling sesuai untuk klien pengguna NAPZA denag cedera tulang belakang. Tahap-tahap untuk melakukan teknik ini adalah : 1. Berlutut diatas kepala korban. Letakkan siku pada lantai di kedua sisi kepala korban. Letakkan tangan dikedua sisikepalakorban. 2. Cengkeram rahang bawah korbsn pada kedua sisinya. Jika korban anak-anak, gunakan dua atau tiga jari dan letakkanpada sudut rahang. 3. Gunakan gerakan mengangkat untuk mendorong rahang bawah korban keatas. Hal ini menarik lidah menjauhi tenggorokan. 4. Tetap pertahankan mulut korban sedikit terbuka. Jika perlu, tarik bibir bagian bawah denagn kedua ibu jari.
B = Breathing Support Bernafas adalah usaha seseorang yang dilakukan secara otomatis.Untuk menilai secara normal dapat dilihat dari pengembangn dada dan berapa kali seseorang bernafas dalam satu menit.Frekuensi/ jumlah pernafasan normal adalah 12-20x / menit pada klien deawasa. Pernafasan dikatakan tidak normal jika terdapat keadaan terdapat tanda-tanda sesak nafas seperti peningkata frekuensi napas dalam satu menit, adanya napas cupinghidung (cuping hidung ikut bergerak saat bernafas), adanya penggunaan otot-otot bantu pernapasan (otot sela iga, otot leher, otot perut), warna kebiruan pada sekitar bibir dan ujung-ujung jari tangan, tidak ada gerakan dada, tidak ada suara napas, tidak dirasakan hembusannapas dan klien dalam keadaan tidak sadar dan tidak bernapas. Breathing support atau ksiganisasidarurat adalah penilain status pernapasan klien untuk mengetahuiapakah klienmasih dapatbernapas secara spontan atau tidak. Prinsip dari melakukan tindakan ini adalah dengan cara melihat, mendengar dan merasakan (Look, Listen and Feel = LLF). Lihat, ada tidaknya pergerakan dada sesuai dengan pernapasan.Dengar, ada tidaknya suara napas (sesuai irama) dari mulut dan hidung klien.Rasakan, dengan pipi penolong ada tidaknya hembusan
6
napas (sesuai irama) dari mulut dan hidung korban.Lakukan LLF dengan waktu tidak lebih dari 10 detik. Jika terlihat pergerakan dada, terdengar suara napas dan terasa hembusan napas klien, maka berarti klientidak menglami henti napas.masalah yang ada hanyalah penurunan kesadaran.dalam kondisi ini, tindakan terbaik yang dilakukan perawat adalah mempertahankan jalan napas tetap terbuka agan ogsigenisasi klien tetap terjaga dan memberikan posisi mantap. Jika korban tidakbernapas, berikan 2 kali bantuan per-napasan denag volume yang cukup untuk dapat mengembangkan dada. Lamanya memberikan bantuan pernapasan sampai dada mengembang adalah 1detik.Demikian halnya berlaku jika bantuan pernapasan diberikan melalui mulut ke mulut dan mulut ke sungkup muka. Hindari pemberian pernapasan yang terlalu banyak dan terlalu kuat karena akan menyebabkan kembung (distensi abdomen) dan dapat menimbulan komplikasi padaparu-paru. Bantuan pernapasan dari mulut ke mulut bertujuan memberikan ventilasi oksigen kepada klien.Untuk memberikan bantuan tersebut, buka jalan napas klien, tutup cuping hidung klien dan mulut penolong mencakup seluruh mulut klien.Berikan 1 kali pernapasan dalam waktu 1 detik.lalu penolong bernapas biasa dan berikan pernapasan 1 kali lagi.Perhatikan adakah pengenbangan dada klien. Jika tidak terjadi pengembangan dada, maka cara penolong tidaak tepat dalam membuka jalan napas. Cara yang samaa dilakukan jika alat pelindung terdiri dari 2 tipe, yaitu pelindung wajah dan sungkup wajah.Pelindung wajah berbentuk lembaran yang terbuat dari plastic bening atau silicon yang dapat mengurangi kontak antara klien dengan penolong.Sedangkan jika memakai sungkup wajah, maka biasanya terdapat lubang khusus untuk memasukkan oksigen.Ketika oksigen telah tersedia, maka berikan aliran oksigen sebanyak 10-12 liter/menit.
C = Circulation Support Circulation support adalah pemberian ventilasi buatan dan kompresi dada luar yang diberikan pada klien yang mengalami henti jantung. Selain itu untuk mempertahankan sirkulasi spontan dan mempertahankan sistem jantung paru agar 7
dapat berfungsi optimal dilakukan bantuan hidup lanjut (advance life support). Jika tindakan ini dilakukan dengan cara yang salah maka akan menimbulkan penyulitpenyulit seperti patah tulang iga, atau tulang dada, perdarahan rongga dada dan injuri organ abdomen. Sebelum melakukan RJP pada klien perawat harus memastikan bahwa klien dalam keadaan tidak sadar, tidak bernapas dan arteri karotis tidak teraba. Cara melakukan pemeriksaan arteri karotis adalah dengan cara meletakkan dua jari diatas laring (jakun). Lalu geser jari penolong ke arah samping dan hentikan disela-sela antara laring dan otot leher. Setelah itu barulah penolong merasakan denyut nadi. Perabaan dilakukan tidak boleh lebih dari 10 detik. Melakukan resusitasi yang benar adalah dengan cara meletakkan kedua tangan ditulang dada bagian sepertiga bawah dengan jari mengarah ke kiri dengan posisi lengan tegak lurus dengan sendi siku tetap dalam eksteni (kepala tengkorak). Untuk memberikan kompresi dada yang efektif. Lakukan kompresi dengan kecepatan 100x/menit dengan kedalaman kompresi 4-5 cm. Kompresi dada harus dilakukan selam nadi tidak teraba dan hindari penghentian kompresi yang terlalu sering. Rasio kompresi ventilasi yang direkomendasian adalah 30:20. Rasio ini dibuat untuk menigkatkan jumlah kompresi dada, mengurangi kejadian hiperventilasi, dan mengurangi pemberhentian kompresi untuk melakukan ventilasi. 2. Penilaian Klinik Penatalaksanaan intoksikasi harus segera dilakukan tanpa menunggu hasil pemeriksaan toksikologi. Beberapa keadaan klinik perlu mendapat perhatian karena dapat mengancam nyawa seperti koma, kejang, henti jantung, henti nafas, dan syok. 3. Anamnesis Pada keadaan emergensi, maka anamnesis kasus intoksikasi ditujukan pada tingkat kedaruratan klien. Yang paling penting dalam anamnesis adalah mendapatkan informasi yang penting seperti : a. Kumpulkan informasi selengkapnya tentang obat yang digunakan, termasuk obat yang ering dipakai, baik kepada klien (jika memungkinkan), anggota keluarga,
8
teman, atau petugas kesehatan yang biasa mendampingi (jika ada) tentang obat yang biasa digunakan. b. Tanyakan riwayat alergi atau riwayat syok anafilaktik. c. Pemeriksaan fisik
Lakukan pemeriksaan fisik untuk menemukan tanda/kelainan akibat intosikasi, yaitu pemeriksaan kesadaran, tekanan darah, nadi, denyut jatung, ukuran pupil, keringat, dan lain-lain. Pemeriksaan penunjang diperlukan berdasarkan skala prioritas dan pada keadaan yang memerlukan observasi maka pemeriksaan fisik harus dilakukan berulang.
2.2 Contoh Format Proses Keperawatan Emergency Rumah Sakit Ketergantungan Obat Jl. Lpangan Tembak No.75 Cibubur, Jakarta Timur Telp.(021)877 11968-69 Fax. 750 4022 PROSES KEPERAWATAN EMERGENSI No RM
:.............................
Agama :..........................
Nama
:.............................
Pendidikan 9
:.........................
Umur
:.............................
Jenis Kelamin
Pekerjaan
:.........................
:.............................
Status Perkawinan:....................... Pengkajian Keperawatan I.
Anamnesa 1. Keluhan Utama
:........................
2. Riwayat Pemakaian
:........................
Jenis
Cara
Frekwensi
Lama
Terakhir
Zat
Pakai
Pemakaian
pemakaian
Pakai
3. Riwayat penyakit yang pernah diderita/sedang : 4. Lain-lain:
II.
Pemeriksaan Fisik Tanda-tanda vital
TD:
1.
Diagnosa Keperawatan
Tindakan keperawatan
mmHg
N :
x/menit
S :
o
P :
x/menit
C
Airway (Sumbatan) Lidah Darah
Aktual
Resiko bersihan jalan nafas tidak efektif
Membersihkan
jalan
nafas
Sputum
Memberikan posisi yang nyaman
Benda asing
Mengajarkan cara batuk efektif
Melakukan lendir
10
pengisapan
Memasang orofaringeal tube atau gudel
2.
Breathing
(pernafasan)
pola nafas
Aktual
Resiko pola nafas tidak
Dipsneu
tidur
efektif
Mengatur posisi tempat
Menakaji
frekuensi
Thacipneu
irama, kedalaman suara
Bradipneu
nafas
Orthopneu Apneu
Mengajarkan cara nafas yang benar
Bunyi nafas : Wheezing Stridor Irama pernafasan : Teratur Tidak teratur
Aktual
Menurun
Resiko gagal petukaran gas
perubahan warna kulit
Retraksi dada
Resiko gagal sirkulasi
dan mukosa mulut
Pengembangan paru :
Pengunaan otot bantu nafas :
Memonitor
tanda-tanda
vital
Bahu diangkat
Cuping hidung
Melakukan palpasi nadi
Pernafasan dada
perifer, catat frekwensi
Pernafasan perut
irama
Pengisian kapiler :
Menghitung
balance
cairan
<3 detik
>3 detik
Mengatur
posisi
tidur
sesuai kondisi pasien
Ekstremitas : Akral dingin Pucat Sianosis 3.
Mengobservasi
Sirkulasi Hipotensi Hipertensi Nyeri dada Pusing
11
Ekral dingin Kesemutan Pucat Edema Tremor Pengisian kapiler:
4.
o
<3 detik
o
>3 detik
Disibility
(tingkatan
kesadaran) kompos mentis (tdk sadar)
Aktual resiko
Mengkaji kondisi pupil gagal
gangguan
perfusi jaringan serebral
Mengkaji tanda-tanda vital Mengkaji
apatis
perubahan
somnolen
kesadaran
stupor / spoor
dan
tingkat
Memonitor
coma
catat
tanda-tanda
peningkatan TIK Mengatur
GCS (Glascow Coma Scale) :
posisi
supine
dengan kaki TT daerah
3-8
kepala ditinggikan 15-30
9-12
derajat
13-15
Mengobservasi perubahan
Peningkatan TIK:
prilaku pasien
Sakit kepala Muntah Bingung Hipertensi Pusing Hipotensi Pupil : Normal Sokor Miosis Anisokor Midriasis 5.
Intoksikasi Zat kimia
Resiko penyebaran toxin ke seluruh tubuh
Obat-obatan
12
Mengkaji jenis dan sifat racun/toxin
Memonitor
Makanan Gigitan binatang
tanda-tanda
vital dan tingkat kesadaran Mengatur posisi pasien Menenangkan pasien dan keluarga
6.
Nyeri
Nyeri
Mencatat durasi, intensitas,
Skala :
dan penyebaran nyeri
1-4 ringan
Mencatat perubahan yang
5-7 sedang
terjadi pada kulit pasien
8-10 berat
Mengkaji penyebab nyeri Mengalihkan
Intensitas : Sering
perhatian
pasien
Kadang-kadang
Mengajarkan
Jarang
teknik
relaksasi untuk mengurangi
Lokasi :
nyeri
Local Menyebar 7.
Integument Needle tracks Luka baker
Aktual
Mengkaji kondisi luka
Resiko ganguan integritas
Mengobservasi perubahan
kulit
yang terjadi pada kulit
Luka robek
pasien
Jamur
Melakukan perawatan kulit
Lecet
secara aseptic
Luka dekubitus
Mengatur
Luka gangren
yang
posisi
daerah
mengalami
luka,
kerusakan
lebih
hindari lanjut 8.
Cairan dan Eliminasi
Turgor kulit :
Aktual
Mengkaji
Resiko
gangguan
Baik
keseimbangan
Menurun
cairan
volume
kemampuan
pasien untuk memasukkan peroral Memberikan
Edema :
bertahap
Ekstremitas
minuman
bila
kondisi
pasien memungkinkan
Seluruh tubuh
Memonitor
Asites
vital
13
tanda-tanda
Menghitung jumlah intake
Palpebra Mukosa mulut :
dan output
Kering
Mengobservasi tanda-tanda
Lembab
dehidrasi Mengobservasi tanda-tanda
BAB : Frekwensi .........
kelebihan cairan
Warna ..............
Memonitor tetesan infuse
BAK : Frekwensi ......... Warna .............. Konsistensi ....... Muntah : Frekwensi .......... Muntah ............. Perdarahan : Jumlah ............... Warna ................ 9.
Resiko cidera
Muskulo skeletal Kerusakan jaringan/luka Perubahan
Mengkaji adanya twitching pada kaki/tangan/wajah Memasang
bentuk
ekstremitas
pengaman
tempat tidur
o Fraktur
Mengistirahatkan
o Dislokasi
selama fase akut
o Luksasio
Mencegah
terjadinya
Perubahan sensorik
kerusakan
Perubahan motorik
terjadinya infeksi
10. Psikososial Kecemasan/ketakutan : Sedang
pasien
Aktual
jaringan
menciptakan
Resiko gangguan psikologis : cemas/takut
menggunakan komunikasi teraupetik
Panik
memberikan
Koping mekanisme :
untuk
Merusak diri
perasaan
Perilaku kekerasan
kecemasan
Konsep diri :
pasien
14
kesempatan
mengungkapkan
mengkaji
Gangguan citra tubuh
lingkungan
yang baik
Berat
Menarik diri/isolasi sosial
dan
penyebab atau
takut
memberikan
Harga diri rendah
kesempatan
Seksualitas :
pada
trauma seksual
bertanya/mengung- kapkan
pasien
utuk
perasaannya memonitor
kecemasan
pasien menawarkan solusi terbaik penyelesaian
masalah
pasien memfiksasi perlu
Kolaborasi
Hasil Pemeriksaan Penunjang
oksigen
Laboratorium :
antidotum EKG IVFD Debridemen Nebulizer Tranfuse darah Irigasi mata Kateter NGT Explorasi DC shock Obat Mengumbah lambung Evaluasi :
Diagnosa Medis :
Dibuat di
:
15
pasien
jika
Hari
:
Tanggal
:
Oleh
:
Tanda tangan :
d. Dekontaminasi Umumnya zat atau bahan kimia tertentu dapat dengan cepat diserap kulit, sehingga sering dekontaminasi permukaan sangat diperlukan. Sedang dekontaminasi saluran cerna ditujukan agar bahan yang tertelan akan sedikit diabsorpsi. Biasanya dapat diberikan arang aktif, pencahar, obat perangsang muntah dan kumbah lambung. e. Pemberian Antidotum Mengingat tidak semua intoksikasi ada penawarnya, sehingga prinsip utama adalah mengatasi sesuai dengan besarnya masalah. f. Terapi Modalitas dan Rehabilitasi Terapi Modalitas dan Rehabilitasi harus dilihat secara holistik dan cost efectifity disesuaikan dengan kondisi di masing-masing pelayanan kesehatan.
2.3 Jenis-jenis Kegawatdaruratan NAPZA Berikut ini adalah jenis-jenis kegawatdaruratan NAPZA : Yang dimaksud dengan intoksikasi (Over Dosis) adalah kondisi fisik dan prilaku abnormal akibat penggunaan zat yang dosisnya melebihi batas toleransi tubuh. 1. Intoksikasi/Over Dosis a.
Intoksokasi Opioida Intoksikasi opioida ditunjukkan dengan adanya tanda dan gejala penurunan kesadaran, (stupor sampai koma), pupil pinpoint (dilatasi pupil karena anoksia akibat overdosis), pernapasan kurang dari 12x/menit sampai henti napas, ada riwayat pemakaian opioida (needle track sign), bicara cadel, dan gangguan atensi atau daya ingat. Perilaku mal adaptif atau perubahan psikologis yang bermakna secara klinis misalnya euforia awal yang diikuti oleh apatis, disforia, agitasi atau 16
retardasi psikomotor atau gangguan fungsi sosial dan fungsi pekerjaan selama atau segera setelah pemakaian opioid. Penatalaksanaan kegawatdaruratan intoksikasi opioida adalah: a. Bebaskan jalan napas b. Berikan oksigen 100% atau sesuai kebutuhan c. Pasang infuse Dextrose 5% atau NaCL 0,9% dan cairan koloid jika diperlukan d. Pemberian antidotum Nalokson · Tanpa hipoventilasi berikan Narcan 0,4 mg IV · Dengan hipoventilasi berikan Nalokson (Narcan) 1 -2 mg IV · Jika dalam 5 menit tidak ada respon maka berikan 1 – 2 mg Narcan hingga ada respon berupa peningkatan kesadaran, dan fungsi pernapasan membaik · Rujuk ke ICU jika dosis Narcan telah mencapai 10 mg dan belum menunjukkan adanya perbaikan kesadaran · Berikan 1 ampul Narcan/500 cc dalam waktu 4-6 jam mencegah terjadinya penurunan kesadaran kembali · Observasi secara invensif tanda-tanda vital,pernapasan, dan besarnya ukuran pupil klien dalam 24 jam · Pasang intubasi, kateterisasi, sonde lambung serta EKG · Puasakan klien untuk menghindari aspirasi · Lakukan pemeriksaan rnntgen thoraks serta laboraturium, yaitu darah lengkap, urin lengkap dan urinalisis b. Intoksikasi Sedatif Hipnotik (Benzodiazepin) Intoksikasi sedatif hipnotik jarang memerlukan pertolongan gawat darurat atau intervensi farmakologi.Intoksikasi benzodiazepin yang fatal sering terjadi pada anak-anak atau individu dengan gangguan pernapasan atau bersama obat depresi susunan syaraf pusat lainnya seperti opioida.Gejala intoksikasi benzodiazepin yang progresif adalah hiporefleksia, nistagmus dan kurang siap siaga, ataksia, berdiri tidak stabil. Selanjutnya gejala berlanjut dengan pemburukan 17
ataksia, letih, lemah, konfusi, somnolent, koma, pupilmiosis, hip[otermi, depresi sampai dengan henti pernapasan.bila diketahui segera dan mendapat terapi kardiorespirasi maka dampak intoksikasi jarang bersifat fatal. Namun pada perawatan yang tidak memadai maka fungsi respirasi dapat memburuk karena asapirasi isi lambung yang merupakan faktor resiko yang sangat serius. Penatalaksanaan adalah dengan memberikan tindakan kolaboratif berupa pemberian terapi kombinasi yang ditujukan untuk : 1) Mengurangi efek obat didalam tubuh Untuk mengurangi efek sedatif hipnotik dengan memberikan Flumazenil 0,2 mg secara IV, kemudian setelah 30 detik diikuti dengan 0,3 mg dosis tunggal. Obat tersebut lalu dapat diberikan lagi sebanyak 0,5 mg setelah 60 detik sampai total kumulatif 3 mg. Tindakan suppurtive adalah dengan mempertahankan jalan napas, dan memperbaiki gangguan asam basa. 2) Mengurangi absorbsi obat lebih lanjut Mengurangi absorbsi merangsang muntah jika baru terjadi pemakaian. Jika pemakaian sudah lebih dari 6 jam maka berikan antidot berupa karbon aktif yang berfungsi untuk menetralkan efek obat. 3) Mencegah komplikasi jangka panjang Observasi tanda-tanda vital dan depresi pernapasan, aspirasi dan edema paru.Bila sudah terjadi aspirasi maka dapat diberikan antibiotik.Bila klien ada usaha untuk bunuh diri maka klien tersebut
harus
ditempatkan
ditempat
khusus
dengan
pengawasan ketat setelah keadaan darurat diatasi. c. Intoksikasi Anfetamin Tanda dan gejala intoksikasi anfetamin biasanya ditunjukkan dengan adanya dua atau lebih gejala-gejala seperti takikardi atau bradikardi, dilatasi pupil, peningkatan atau penurunan tekanan darah, banyak keringat atau kedinginan, mual atau muntah, penurunan berat badan, 18
agitasi atau retardasi psikomotot, kelelahan otot, depresi sistem pernapasan, nyeri dada atau aritmiajantung, kebingungan, kejangkejang, diskinesia, distonia atau koma. Penatalaksanaan adalah dengan memberikannya terapi symtomatik dan pemberian terapi suportife lain, misal: anti psikotik, anti hipertensi, dll. d. Intoksikasi alkohol Intoksikasi alkohol biasanya ditunjukkan dengan adanya gejalagejala (satu atau lebih) bicara cadel, inkoordinasi, jalan sempoyongan nistagmus, tidak dapat memusatkan perhatian, daya ingat menurun dan stupor atau koma. Penatalaksanaan untuk klien yang mengalami koma adalah dengan menidurkan klien terlentang dan posisi ”face down” untuk mencegah aspirasi, melakukan observasi tanda vital dengan ketat tiap 15 menit,memberikan
tindakan
kolaboratif
dengan
pemberian
Thiamine 100 mg secara IV untuk profilaksis terjadinya Wernicke Encephalopaty kemudian memberikan 50 ml Dextrose 5% secara IV serta dengan memberikan 0,4 – 2 mg Naloksone bila klien memiliki riwayat atau kemungkinan pemakaian opioida. Dalam penatalaksanaan intoksikasi alkohol , perawat harus selalu waspada atas perilaku klien, diantaranya adalah antipasi jika klien agresif,. Untuk itu diperlukan sikap toleran dari perawat sehingga tidak membuat klien merasa ketakutan dan terancam.Untuk itu harus diciptakan suasana yang tenang dan bila perlu tawarkan klien untuk makan.Untuk mengatasi klien yang agresif, dapat diberikan sedatif dengan dosis rendah dan jika perlu dapat diberikan Halloperidol injeksi secara IM. e. Intoksikasi Kokain Tingkah laku maladaptif yang bermakna secara klinis atau perubahan psikologis misalnya euforia atau efek mendatar, perubahan dalam stabilitas, hypervigilance / kewaspadaan yang meningkat, interpersonal sensitivity, ansietas, kemarahan, tingkah 19
laku yang stereotip, menurunnya fungsi sosial dan fungsi pekerjaan yang berkembang selama atau setelah penggunaan kokain. Tanda dan gejala ( dua atau lebih) yang muncul diantaranya adalah takikardia atau bradikardia, dilatasi pupi, peningkatan atau penurunan tekanan darah, berkeringat atau rasa dingin, mual atau muntah, penurunan berat badan, agitasi atau retardasi psikomotor, kelemahan otot, depresi, nyeri dada atau arimia jantung, bingung (confusion), kejangdyskinesia, dystonia, hingga dapat menimbulkan koma. Penatalaksanaan setelah pemberian bantuan hidup dasar adalah dengan melakukan tindakan kolaborati berupa pemberian terapiterapi simtomatik, misalnya pemberian Benzodiazepin bila timbul gejala agitasi, pemberian obat-obat anti psikotik jika timbul gejala psikotik , dan pemberian terapi-terapi lainnya sesuai dengan gejala yang ditemukan.
2. Ketergantungan NAPZA (Withdrawl/ Sindrome Putus Zat) Ketergantungan atau yang disebut dengan withdrawl adalah suatu kondisi cukup berat yang ditandai dengan adanya ketergantungan fisik yaitu toleransi dan sindrome putus zat. Sindroma putus zat adalah suatu kondisi dimana orang yang biasa menggunakan secara rutin, pada dosis tertentu berhenti menggunakan atau menurunkan jumlah zat yang biasa digunakan, sehingga menimbulkan gejala pemutusan zat. Terapi yang dapat diberikan pada keadaan sindrom putus zat yaitu :
Terapi putus zat opioida, terapi ini sering dikenal dengan istilah detoksifikasi.
20
Terapi detoksifikasi dapat dilakukan dengan cara berobat jalan maupun rawat inap. Lama program terapi detoksifikasi berbedabeda ada yang 1-2 minggu untuk detoksifikasi konvensional dan ada yang 24-48 jam untuk detoksifikasi opioid dalam anestesi cepat (Rapid Opiate Detoxification Treatment). Detoksifikasi hanyalah merupakan langkah awal dalam proses penyembuhan dari penyalahgunaan/ketergantungan NAPZA. Beberapa jenis cara mengatasi putus opioida :
Tanpa diberi terapi apapun,putus obat seketika (abrupt withdrawal atau cold turkey). Terapi hanya simptomatik saja. Untuk nyeri diberi analgetika kuat seperti : Tramadol, Analgrtik non-narkotik,asam mefenamat
dan
dekongestan,misalnya
sebagainya.
Untuk
fenilpropanolamin,
rhinore
Untuk
mual
beri beri
metopropamid, Untuk kolik beri spasmolitik, Untuk gelisah beri antiansietas, Untuk insomnia beri hipnotika,misalnya golongan benzodiazepine.
Terapi putus opioida bertahap (gradual withdrawal), Dapat diberi morfin,petidin,metadon atau kodein dengan dosis dikurangi sedikit demi sedikit.
Terapi putus opioida dengan substitusi non opioda Dipakai Clonidine dimulai dengan 17 mikrogram/kg BB perhari dibagi dalam 3-4 kali pemberian. Dosis diturunkan bertahap dan selesai dalam 10 hari. Sebaiknya dirawat inap (bila sistole < 100 mmHg atau diastole < 70 mmHg), terapi harus dihentikan.
Terapi putus opioida dengan metode Detoksifikasi cepat dalam anestesi (Rapid Opioid Detoxification). Prinsip terapi ini hanya untuk kasus single drug opiat saja, dilakukan di RS dengan fasilitas rawat intensif oleh Tim Anestesiolog dan Psikiater, dilanjutkan dengan terapi menggunakan anatagonist opiat (naltrekson) lebih kurang 1 tahun.
21
Terapi putus zat sedative/hipnotika dan alcohol Harus secara bertahap dan dapat diberikan Diazepam. Tentukan dahulu test toleransi dengan cara : Memberikan benzodiazepin mulai dari 10 mg yang dinaikan bertahap sampai terjadi gejala intoksikasi. Selanjutnya diturunkan kembali secara bertahap 10 mg perhari sampai gejala putus zat hilang.
Terapi putus Kokain atau Amfetamin, Rawat inap perlu dipertimbangkan karena kemungkinan melakukan percobaan bunuh diri. Untuk mengatasi gejala depresi berikan anti depresi.
Terapi untuk waham dan delirium pada putus NAPZA - Pada gangguan waham karena amfetamin atau kokain berikan Injeksi Haloperidol 2.5-5 mg IM dan dilanjutkan peroral 3x2,5-5 mg/hari. - Pada gangguan waham karena ganja beri Diazepam 20-40 mg IM. - Pada delirium putus sedativa/hipnotika atau alkohol beri Diazepam seperti pada terapi intoksikasi sedative/hipnotika atau alkohol
Terapi putus opioida pada neonates, Gejala putus opioida pada bayi yang dilahirkan dari seorang ibu yang mengalami ketergantungan opioida, timbul dalam waktu sebelum 48-72 jam setelah lahir. Gejalanya antara lain : menangis terus(melengking), gelisah, sulit tidur, diare, tidak mau minum, muntah, dehidrasi, hidung tersumbat, demam, berkeringat. Berikan infus dan perawatan bayi yang memadai. Selanjutnya berikan Diazepam 1-2 mg tiap 8 jam setiap hari diturunkan bertahap,selesai dalam 10 hari
2.4 Asuhan Keperawatan Kegawatdaruratan Napza A. Pengkajian Pengkajian merupakan langkah utama dalam proses keperawatan. Data yang valid dan tepat akan menentukan langkah-langkah berikutnya. Kesalahan dalam pengumpulan data akan berdampak pada penentuan rencana keperawatan 22
yang salah. Untuk memperoleh data yang lengkap diperlikan keahlian wawancara dan pemeriksaan fisik khusus karena umumnya klien cenderung manipulatif. 1. Anamesa/wawancara Pada saat melakukan anamnesa, yang perlu dilakukan adalah mengkaji keluhan utama saat ini, riwayat pemakaian zat, jenis zat, cara pakai zat dan dosis setiap kali pakai, frekuensi pemakaian zat (jam/hari/minggu/bulan/dan kapan terakhir pemakaian zat tersebut digunakan. Hal ini penting untuk menentukan anti dotum dan menentukan waktu timbul dan berakhirnya withdrawal atau ketagihan dari masing-masing zat. Informasi dapat dikumpulkan dari anggota keeluarga, teman, atau petugas tentang obat yang digunakan. Tanyakan dan simpan sisa obat muntahan (jika ada) untuk pemeriksaan toksikologi. Tanyakan juga riwayat alergi obat, riwayat shock anafilaktik dan riwayat penyakit yang pernah sedang diderita. 2. Pemeriksaan Fisik a) Kaji jalan napas Periksa adanya sumbatan seperti lidah, sekret, benda asing, dan darah. Bebaskan dengan teknik chin lift atau jaw trust. Bila diperlukan pasang orofaringeal atau nosofaringeal. b) Kaji pernapasan Periksa adanya bunyi napas, irama pengembangan paru dan pola napas. Atasi bila kurang baik, karena pada beberapa kasus seperi pada opioida, sedatif hipnotik, dan multi drug abuse seringkali ditemukan depresi pernapasan sampai dengan henti napas. c) Kaji sirkulasi Periksa sirkulasi dengan memeriksa kulit, akral dan nadi. Atasi segera jika kulit pucat dan andi cepat atau kecil, karena ada kemungkinan terjadi syok.
d) Kaji tingkat kesadaran
23
Periksa status neurologis dengan GCS (Glasgow Coma Scale).Respon yang dinilai adalah respon membuka mata, respon motorik dan respon verbal. Untuk lebih jelas, perhatikan table di bawah ini,
Daerah yang diperiksa Mata
Verbal
Motorik
Respon Membuka mata denga spontan Membuka mata denga instruksi Membuak mata dengan rangsangan Tidak ada respon Orientasi orang, tempat dan waktu Berbicara tapi tidak sepenuhnya dapat dimengerti Bersuara tapi tidak dapat dimengerti Bersuara tetapi tidak dikenal kata-katanya Tidak ada respon Mengikuti perintah dengan mudah Mengenal lokasi nyeri tetapi tidak dapat mengikuti perintah Menari dari rangsangan dengan tangan difleksikan Fleksi abnormal Ekstensi abnormal ( deserebrasi) Tidak ada respon
Nilai 4 3 2 1 5 4 3 2 1 6 5 4 3 2 1
e) Kaji intoksikasi Intoksikasi perlu dikaji untuk mengetahui adanya obat atau zat makanan, kimia, gas karena sering ditemui kasus di IGD seringkali klien datang dengan masalah depresi berat yang mencoba bunuh diri dengan bahan-bahan tersebut. f) Kaji nyeri Kaji skala nyeri, intensitas dan lokasi dimana hal tersebut sering timbul pada klien dengan pemakaian zat jenis heroin, morfin, atau opiat g) Kaji integumen Kaji adanya neadle track atau bekas suntikan, lihat kondisi baru atau atau sudah lama serta letak bekas suntikan tersebut. h) Turgor kulit Kaji adanya dehidrasi, mukosa mulut, muntah, dan adanya pendarahan. Atasi bila ada gangguan keseimbangan volume cairan. 24
i) Kaji muskoloskeletal Kaji adanya perubahan sensorik-motorik, adanya kerusakan jaringan serta perubahan bentuk ektremitas. j) Kaji psikososial Kaji adanya kecemasan, perilaku kekerasan yang dapat mencederai diri dan orang lain.
B. Masalah Keperawatan Masalah keperawatan yang sering ditemukan pada kegawatdaruratan NAPZA diantaranya: a. Bersihan jalan napas tidak efektik behubungan dengan adanya sumbatan b. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan depresi susunan syaraf pusat. c. Volume cairan kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake dan output tidak seimbang. d. Resiko injuri berhubungan dengan kejang, agitasi e. Perilku kekerasan. C. Tindakan Keperawatan a. Bersihan jalan napas tidak efektif Tujuan keperawatan : jalan napas efektif Intervensi : 1. Membersihkan jalan napas 2. Mengobservasi TTV 3. Memberikan posisi yang nyaman : fowler/semi fowler/supine ekstensi 4. Mengajarkan cara batuk efektif 5. Melakukan penghisapan lender 6. Memasang orofaringeal tube atau gudel 7. Kolaborasi :
Pemberian obat Bronchodilator
Pemberian O2
Inhalasi
Pemeriksaan laboratorium : AGD 25
b. Pola napas tidak efektif Tujuan keperawatan : pola napas kembali efektif Intervensi : 1. Observasi TTV 2. Obsevasi irama, kedalaman pernapasan serta penggunaan otot bantu pernapasan 3. Atur posisi tidur klien dengan posisi nyaman (ekstensi kepala/semi fowler/fowler. 4. Terapkan teknik kewaspadaan universal dalam melakukan tindakan asuhan keperawatan 5. Kolaborasi :
Pemberian cairan,
Pemberian oksigen,
Pemberian anti dotum sesuai dengan masalah klien
Pemeriksaaan : Analisa Gas darah (AGD) urinalisis, thorax foto
Melakukan suction sesuai kebutuhan
Melakukan fisioterpi dada, jika perlu nebulizar.
c. Volume cairan kurang dari kebutuhan tubuh Tujuan keperawatan : kekurangan cairan dapat teratasi Intervensi : 1. Observasi TTV 2. Catat adanya peningkatan suhu tubuh dan durasi demam 3. Bantu klien untuk memakai pakaian yang mudah menyerap keringat serta pertahankan agar pakaian tetap kering 4. Observasi turgor kulit, membran kulit dan perasaan haus yang berlebihan 5. Catat input dan output klien 6. Anjurkan klien minum 2500-3000 cc/hari atau sesuai kebutuhan. 7. Berikan makanan yang mudah dicerna/lunak 8. Hindari pemberian makanan yang pedas, berlemak tinggi, kacang, kubis, dan susu 26
9. Kolaborasi :
Pemberian makan parenteral
Pemeriksaan laboratorium Hemoglobin, Ht, Elektrolit
Pemberian obat anti emetik, anti diare dan anti piretik.
d. Resiko injuri Tujuan keperawatan : injuri tidak terjadi Intervensi : 1. Observasi TTV 2. monitor tingkat kesadaran dan perilaku 3. beriakn restain halus pada pergelangan (fixasi) 4. tempatkan klien pada lokasi yang muadah dilihat 5. jauhkan klien terhadap hal-hal yang membahayakan 6. kolaborasi : pemberian terapi sedatif
e. perilaku kekerasan Tujuan : perilaku kekerasan tidak terjadi Intervensi : 1. Bina hubungan saling percya 2. Terapkan komunikasi terupetik 3. Ajarkan telnik relaksasai 4. Tempatkan klien pada ruangan yag terang, amandan nyaman 5. Jauhkan benda-benda taja yang dapat digunakan untuk menyakiti diri sendiri dan orang lain 6. Berikan desempatan pada kien untuk melampiasakna kemarahannya secara verbal 7. Identifikasi penyebab klien marah 8. Tawarkan pada klien untuk melakukan aktifiatas yang dapat mengurangi tindakan agresif
27
9. Jelaskan pada klien kemungkiann konsekuensi yang akan diterima atas perilaku klien 10. Pasang fiksasi dan isolasikan klien 11. Observasi klien secara intensif 12. Kolaborasi :
pemberian teraoi Chlopromazine (torzine), dizepam (valium), halloperidol (haldol) atau klordiazikpoksida (librium)
konsulkan ke psikiater
D. Evaluasi Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan : a. Bersihan jalan napas efektif b. Pola napas adekuat c. Volume cairan terpenuhi d. Injuri tidak terjadi e. Perilaku kekerasan tidak terjadi
Adapun Diagnosa Keperawatan dari jenis Kegawatdaruratan Napza yang dapat muncul adalah : 1. Ancaman kehidupan a. Gangguan keseimbangan cairan: mual, muntah berhubungan dengan pemutusan zat opioda b. Resiko terhadap amuk berhubungan dengan intoksikasi sedatif hipnotik c. Resiko cidera diri berhubungan dengan intoksikasi aklkohol, sedatif, hipnotik d. Panik berhubungan dengan putus zat alcohol 2. Intoksikasi a. Cemas berhubungan dengan intoksikasi ganja b. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan intoksikasi sedatif hipnotik, alcohol, opioda 28
3. Withdrawl a. Perubahan proses piker: waham berhubungan dengan putus zat alcohol, sedatif, hipnotik b. Nyeri berhubungan dengan putus zat opioda, MDMA: extasy c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan putus zat opioda 4. Pasca detoksikasi a. Gangguan pemusatan perhatian berhubungan dengan dampak penggunaan zat adiktif b. Gangguan konsep diri : harga diri rendah berhubungan dengan tidak mampu mengenal kualitas yang positif dari diri sendiri. c. Resiko melarikan diri berhubungan dengan ketergantungan tehadap zat adiktif sehingga diagnosa yang mungkin timbul : 1. Resiko tinggi menciderai diri sendiri berhubungan dengan intoksikasi 2. Intoksikasi berhubungan dengan menarik diri 3. Harga diri rendah berhubungan dengan gangguan konsep diri 4. Harga diri rendah berhubungan dengan koping mal adaptif Rencana Tindakan Keperawatan : 1. Kondisi overdosis Tujuan : Klien tidak mengalami ancaman kehidupan Rencana tindakan: - Observasi tanda – tanda vital, kesadaran pada 15 menit pada 3 jam pertama, 30menit pada 3 jam kedua tiap 1 jam pada 24 jam berikutnya - Bekerja sama dengan dokter untuk pemberian obat - Observasi keseimbangan cairan
29
- Menjaga keselamatan diri klien - Menemani klien - Fiksasi bila perlu 2. Kondisi intoksikasi Tujuan: intoksikasi pada klien dapat diatasi, kecemasan berkurang/hilang Rencana tindakan: a. Membentuk hubungan saling percaya b. Mengkaji tingkat kecemasan klien c. Bicaralah dengan bahasa yang sederhana, singkat mudah dimengerti d. Dengarkan klien berbicara e. Sering gunakan komunikasi terapeutik f. Hindari sikap yang menimbulkan rasa curiga, tepatilah janji, memberi jawaban nyata, tidak berbisik di depan klien, bersikap tegas, hangat dan bersahabat 3. Kondisi withdrawl a. Observasi tanda- tanda kejang b. Berikan kompres hangat bila terdapat kejang pada perut c. Memberikan perawatan pada klien waham, halusinasi: terutama untuk menuunkan perasaa yang disebabkan masalah ini: takut, curiga, cemas, gembira berlebihan, benarkan persepsi yang salah d. Bekerja sama dengan dokter dalam memberikan obat anti nyeri 4. Kondisi detoksikasi
30
a. Melatih konsentrasi: mengadakan kelompok diskusi pagi b. Memberikan konselin untuk merubah moral dan spiritual klien selama ini yang menyimpang, ditujukan agar klien menjadi manusia yang bertanggung jawab, sehat mental, rasa bersyukur, dan optimis c. Mempersiapkan klien untuk kembali ke masyarakat, dengan bekerja sama dengan pekerja social, psikolog.
2.5 Contoh kasus kegawatdaruratan napza Rumah Sakit Ketergantungan Obat Jl. Lapangan Tembak No.75 Cibubur, Jakarta Timur Telp.(021)877 11968-69 Fax. 750 4022 PROSES KEPERAWATAN EMERGENSI No RM
: 237980182356
Agama
: Islam
Nama
: Tn C
Pendidikan
: S1
Umur
: 24 tahun
Pekerjaan
: DJ Freelance
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Status Perkawinan: Belum menikah
Pengkajian Keperawatan III.
Anamnesa 5. Keluhan Utama
:-
6. Riwayat Pemakaian
: kokain 31
Jenis
Cara
Frekwensi
Lama
Terakhir
Zat
Pakai
Pemakaian
pemakaian
Pakai
Kokain
Di hisap
Jika
6 bulan terakhir
5 menit yang lalu
stressor
meningkat
7. Riwayat penyakit yang pernah diderita/sedang : overdosis 8. Lain-lain : -
IV.
Pemeriksaan Fisik Tanda-tanda vital
TD: 140/120
Tindakan keperawatan
mmHg
N : 130
x/menit
S : 38
o
P : 10
Diagnosa Keperawatan
C
x/menit
11. Airway (Sumbatan) Lidah
Aktual
Resiko bersihan jalan nafas
Darah
tidak efektif
Membersihkan
jalan
nafas
Sputum
Memberikan posisi yang nyaman
Benda asing
Mengajarkan cara batuk efektif
Melakukan
pengisapan
lendir
Memasang orofaringeal tube atau gudel
12. Breathing pola nafas Dipsneu
(pernafasan)
Aktual
Resiko pola nafas tidak
tidur
efektif
Mengatur posisi tempat
Menakaji
frekuensi
Thacipneu
irama, kedalaman suara
Bradipneu
nafas
Orthopneu
32
Apneu
Bunyi nafas :
Mengajarkan cara nafas yang benar
Wheezing Stridor Irama pernafasan : Teratur Tidak teratur
Aktual
Menurun
Resiko gagal petukaran gas
Retraksi dada
Resiko gagal sirkulasi
Pengembangan paru :
perubahan warna kulit dan mukosa mulut
Pengunaan otot bantu nafas :
Bahu diangkat
Pernafasan dada
<3 detik
Menghitung
balance
cairan
>3 detik
Ekstremitas :
Mengatur
posisi
tidur
sesuai kondisi pasien
Akral dingin Pucat Sianosis 13. Sirkulasi Hipotensi Hipertensi Nyeri dada Pusing Ekral dingin Kesemutan Pucat Edema Tremor Pengisian kapiler:
>3 detik
Melakukan palpasi nadi
irama
Pengisian kapiler :
o
tanda-tanda
perifer, catat frekwensi
Pernafasan perut
<3 detik
Memonitor vital
Cuping hidung
o
Mengobservasi
33
14. Disibility
(tingkatan
kesadaran) kompos mentis (tdk sadar)
Aktual resiko
Mengkaji kondisi pupil gagal
gangguan
perfusi jaringan serebral
Mengkaji tanda-tanda vital Mengkaji
apatis
perubahan
somnolen
kesadaran
stupor / spoor
dan
tingkat
Memonitor
coma
catat
tanda-tanda
peningkatan TIK Mengatur
GCS (Glascow Coma Scale) :
posisi
supine
dengan kaki TT daerah
3-8
kepala ditinggikan 15-30
9-12
derajat
13-15
Mengobservasi perubahan
Peningkatan TIK:
prilaku pasien
Sakit kepala Muntah Bingung Hipertensi Pusing Hipotensi Pupil : Normal Sokor Miosis Anisokor Midriasis 15. Intoksikasi Zat kimia
Resiko penyebaran toxin ke seluruh tubuh
Obat-obatan
Mengkaji jenis dan sifat racun/toxin Memonitor
Makanan
tanda-tanda
vital dan tingkat kesadaran
Gigitan binatang
Mengatur posisi pasien Menenangkan pasien dan keluarga
16. Nyeri
Nyeri
Mencatat durasi, intensitas,
Skala :
dan penyebaran nyeri
1-4 ringan 5-7 sedang
34
Mencatat perubahan yang
8-10 berat Intensitas :
terjadi pada kulit pasien
Sering
Mengkaji penyebab nyeri
Kadang-kadang
Mengalihkan
Jarang
perhatian
pasien Mengajarkan
Lokasi :
teknik
Local
relaksasi untuk mengurangi
Menyebar
nyeri
17. Integument Needle tracks
Tidak
ada
luka
pada
(-)
integumen
Luka baker Luka robek Jamur Lecet Luka dekubitus Luka gangren 18. Cairan dan Eliminasi
Aktual
Turgor kulit :
Resiko
Mengkaji gangguan
Baik
keseimbangan
Menurun
cairan
volume
kemampuan
pasien untuk memasukkan peroral Memberikan
Edema :
bertahap
Ekstremitas
minuman
bila
kondisi
pasien memungkinkan
Seluruh tubuh
Memonitor
Asites
tanda-tanda
vital
Palpebra
Menghitung jumlah intake
Mukosa mulut :
dan output
Kering
Mengobservasi tanda-tanda
Lembab
dehidrasi
BAB :
Mengobservasi tanda-tanda
Frekwensi: 1X Sehari
kelebihan cairan
Warna : Coklat tua
Memonitor tetesan infuse
BAK : Frekwensi 3x sehari Warna : pekat Konsistensi cair Muntah :
35
Frekwensi: sangat banyak Muntah 1x sebelum tidak sadarkan diri karena efek overdosis Perdarahan : Jumlah: tidak ada Warna : tidak ada Resiko cidera
19. Muskulo skeletal Kerusakan jaringan/luka Perubahan
Mengkaji adanya twitching pada kaki/tangan/wajah Memasang
bentuk
ekstremitas
pengaman
tempat tidur
o Fraktur
Mengistirahatkan
o Dislokasi
selama fase akut
o Luksasio
Mencegah
terjadinya
Perubahan sensorik
kerusakan
Perubahan motorik
terjadinya infeksi
20. Psikososial Kecemasan/ketakutan : Sedang
pasien
Aktual
jaringan
menciptakan
Resiko gangguan psikologis : cemas/takut
lingkungan
yang baik menggunakan komunikasi
Berat
teraupetik
Panik
memberikan
Koping mekanisme :
untuk
Merusak diri
perasaan
Menarik diri/isolasi
kesempatan
mengungkapkan
mengkaji
sosial
penyebab
kecemasan
Perilaku kekerasan
dan
atau
takut
pasien
Konsep diri :
memberikan
kesempatan
Gangguan citra tubuh
pada
Harga diri rendah
bertanya/mengung- kapkan
Seksualitas :
perasaannya
trauma seksual
pasien
memonitor
utuk
kecemasan
pasien menawarkan solusi terbaik penyelesaian pasien
36
masalah
memfiksasi perlu
Kolaborasi
Hasil Pemeriksaan Penunjang
oksigen
Laboratorium :
antidotum EKG IVFD Debridemen Nebulizer Tranfuse darah Irigasi mata Kateter NGT Explorasi DC shock Obat Mengumbah lambung Evaluasi :
Diagnosa Medis : Overdose Kokain
Dibuat di
: RS
Ketergantungan obat Hari
: Senin
Tanggal
: 21 Desember
2011 Oleh
: Ns. Nudi
Tanda tangan :
37
pasien
jika
38
BAB III PENUTUP
3.1
Kesimpulan Kegawatdaruratan NAPZA adalah suatu keadaan yang mengancam kehidupan
seseorang
akibat
penggunaan
zat/obat
yang
berlebihan
(intoksikasi/over dosis) sehingga dapat mengancam kehidupan, apabila tidak dilakukan penanganan dengan segera. Masalah keperawatan yang sering ditemukan pada kegawatdaruratan NAPZA diantaranya: a. Bersihan jalan napas tidak efektik behubungan dengan adanya sumbatan b. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan depresi susunan syaraf pusat. c. Volume cairan kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake dan output tidak seimbang. d. Resiko injuri berhubungan dengan kejang, agitasi e. Perilku kekerasan.
3.2 Saran 1. Bagi Perawat Untuk memberikan Asuhan keperawatan yang optimal bagi klien kegawatdaruratan NAPZA. 2. Bagi Klien Untuk tidak melakukan kesalahan yang kedua kali dalam penyalahgunaan NAPZA.
39
DAFTAR PUSTAKA
Cokingting, P.S., Darst,E, dan Dancy, B, 1992, Mental Health and Psichiatric Nursing, Philadelpia, J.B.,Lippincott Company, Chapter 8 Shults. Y.M. 1968,Manual of Psichiatric Nursing Care Plans, Boston, Little.Brown and Company, Chapter 20,21,22. Stuart, G.W.,dan Sundeen, S.J., 1991, Pocket Guide to Psichyatric Nursing, (2nd,ed), St. Louis Mosby Year Book, Chapter 17. Stuart, Gail W.,1998, Buku Saku Keperawatan Jiwa, Alih bahasa Yani, Achir, Edisi 3, Jakarta, EGC Hawari, Dadang.,2003, Penyelahgunaan dan ketergantungan NAZA,FKUI, Jakarta, gaya baru
40