LAPORAN PRAKTIKUM STUDI KASUS RUMAH SAKIT DAN KLINIK
KELOMPOK A3-5 DISUSUN OLEH:
Iput Wardani Asmara Hapsari
1820364021
Irene Nanda Oktaviani
1820364022
PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER UNIVERSITAS SETIA BUDI SURAKARTA 2018
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG Farmasi didefinisikan sebagai profesi yang menyangkut seni dan ilmu penyediaan bahan obat, dari sumber alam atau sintetik yang sesuai, untuk disalurkan dan digunakan pada pengobatan dan pencegahan penyakit. Farmasi mencakup pengetahuan mengenai identifikasi, pemilahan (selection), aksi farmakologis, pengawetan, penggabungan, analisis, dan pembakuan bahan obat (drugs) dan sediaan obat (medicine). Pengetahuan kefarmasian mencakup pula
penyaluran dan
penggunaan obat yang sesuai dan aman, baik melalui resep (prsecription) dokter berizin, dokter gigi, dan dokter hewan, maupun melalui cara lain yang sah, misalnya dengan cara menyalurkan atau menjual langsung kepada pemakai. Kata farmasi diturunkan dari bahasa Yunani “pharmakon”, yang berarti cantik atau elok, yang kemudian berubah artinya menjadi racun, dan selanjutnya berubah lagi menjadi obat atau bahan obat. Oleh karena itu seorang ahli farmasi (Pharmacist) ialah orang yang paling mengetahui hal ihwal obat. Ia satu-satunya ahli mengenai obat, karena pengetahuan keahlian mengenai obat memerlukan pengetahuan yang mendalam mengenai semua aspek kefarmasian seperti yang tercantum pada definisi di atas. Resep penulisannya seringkali terjadi penyimpangan dalam hal kelengkapan administrasi yang meliputi tanggal penulisan, SIP, alamat dokter, paraf dokter, dan kejelasan bentuk sediaan. Tidak ada nya tanggal penulisan dan paraf dokter membuat keabsahan atau keaslian resep diragukan. Aspek admnistrasi resep dipilih karena merupakan skrining awal pada saat resep dilayani di apotek, skrining admnistrasi perlu dilakukan karena mencakup seluruh informasi di dalam resep yang berkaitan dengan kejelasaan tulisan obat, keabsahan resep, dan kejelasan informasi di dalam resep. Kelengkapan 2 admnistrasi resep sudah diatur dalam KepMenkes No.1027/MENKES/SK/1X/2004. Akibat terjadinya ketidaklengkapan admnistrasi resep tidak berdampak buruk bagi pasien, tetapi merupakan tahap skrining awal guna mencegah adanya meddication error. Selain ketidaklengkapan dan kejelasan tulisan ada hal lain yang menyebabkan kesalahan resep pada saat pembuatan obat racikan.
Kesalahan terapi (medication errors) sering terjadi di praktek umum maupun rumah sakit. Kesalahan yang terjadi bisa karena peresepan yang salah, dan itu terjadi karena kesalahan dalam proses pengambilan keputusan. Setiap langkah mulai pengumpulan data pasien (anamnesis, pemeriksaan jasmani, dan pemeriksaan penunjang lainnya) berperan penting untuk pemilihan obat dan akhirnya penulisan resep. Kesalahan pemilihan jenis obat, dosis, cara pemakaian, penulisan yang sulit dibaca merupakan faktor yang bisa meningkatkan kesalahan terapi. Faktor yang mempengaruhi pola penulisan resep seorang dokter, biasanya diperoleh saat menempuh pendidikan di tingkat/fase akhir pendidikan dokter umum maupun spesialisasi. Pemberian obat yang ditujukan untuk mengobati penyakit atau kumpulan gejala (sindroma) merupakan salah satu langkah penting dalam pengobatan. Pengobatan, seperti halnya penelitian yang baik dimulai dari penetapan masalah, membuat hipotesis, pengujian hipotesis dan verifikasi hasil. Diagnosis yang tepat berdasarkan kumpulan gejala yang tampak dan menetapkan tujuan terapi kemudian dipilih tindakan atau terapi yang paling tepat, efektif dan aman. Setelah pilihan ditentukan dan pasien harus mendapat penjelasan tentang pilihan tersebut. Selanjutnya tindakan/terapi dapat dimulai dan hasilnya harus dipantau serta diverifikasi apakah telah sesuai dengan tujuan terapi. Apabila hasil menunjukkan perbaikan atau sesuai dengan tujuan terapi maka terapi bisa diteruskan atau kalau tidak berhasil dihentikan, terapi perlu dikaji ulang. Algoritma terapi yang runtut dan rasional perlu dipelajari oleh setiap calon dokter dan suatu saat menjadi kebiasaan bagi mereka bila telah menjadi dokter. Bahkan dokter pun harus selalu disegarkan kembali ingatannya tentang peresepan yang rasional.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI RESEP Resep adalah permintaan tertulis dari seorang dokter, dokter gigi, dokter hewan yang diberi izin berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku kepada apoteker pengelola apotek untuk menyiapkan dan atau membuat, meracik serta menyerahkan obat kepada pasien. Dalam resep harus memuat : a. Nama, alamat dan nomor ijin praktik dokter, dokter gigi dan dokter hewan. b. Tanggal penulisan resep (inscriptio). c. Tanda R/ pada bagian kiri setiap penulisan resep (invocatio). d. Aturan pemakaian obat yang tertulis (signature). e. Tanda
tangan
atau
paraf
dokter
penulis
resep,
sesuai
dengan
perundangundangan yang berlaku (subscriptio). f. Jenis hewan dan nama serta alamat pemiliknya untuk resep dokter hewan. g. Tanda seru dan paraf dokter untuk resep yang mengandung obat yang jumlahnya melebihi dosis maksimal. B. SKRINNING RESEP 1. Persyaratan administratif : a. Nama, Surat Izin Praktik (SIP) dan alamat dokter. b. Tanggal penulisan resep. c. Tanda tangan/paraf dokter penulis resep. d. Nama, alamat, umur, jenis kelamin dan berat badan pasien. e. Nama obat, potensi, dosis, jumlah obat yang diminta. f. Cara pemakaian yang jelas. g) Informasi lainnya. 2. Kesesuaian farmasetik : a. Bentuk sediaan b. Dosis c. Potensi d. Stabilitas e. Inkompatibilitas f. Cara dan lama pemberian.
3. Pertimbangan klinis : a. Adanya alergi b. Efek samping c. Interaksi d. Kesesuaian (dosis, durasi, jumlah obat dan lain lain) e. penyakit kronis lainnya (Sujudi, 2004a ).
C. PENDISTRIBUSIAN SEDIAAN FARMASI Penyampaian obat dari apoteker ke pasien adalah bagian terakhir distribusi obat. Diapotek, proses penyampaian ini dapat dilakukan langsung dari apoteker ke pasien. Namun,hal ini tidak dapat terjadi di rumah sakit terhadap pasien rawat inap karena jarak yang jauhantara penderita yang berada di ruangan dan apoteker yang ada di instalasi farmasi. Selain itu,masih ada perawat yang bertanggung jawab
menerima
dan
melaksanakan
konsumsi
obat
untuk
pasien.
IFRS bertanggung jawab pada penggunaan obat yang aman di rumah sakitTanggu ng jawab ini meliputi seleksi, pengadaan, penyimpanan, penyiapan obat untuk dikonsumsi dandistribusi obat ke daerah perawatan penderita. Berkaitan dengan tanggung jawab penyampaian dan distribusi obat dari IFRS ke daerah perawatan pasien maka dibuat sistem distribusi obat. Sistem distribusi obat adalah suatu proses penyerahan obat sejak setelah sediaa ndisiapkan oleh IFRS, dihantarkan kepada perawat, dokter atau profesional pelayanankesehatan lain untuk diberikan kepada penderita. Sistem pendistribusian obat yang dibuatharus mempertimbangkan efisiensi penggunaan sarana, personel, waktu dan men"egahkesalahan atau kekeliruan. Sistem ini melibatkan sejumlah prosedur,personeldanfasilitas. Sistem distribusi obat di rumah sakit adalah tatanan jaringan sarana, personel, prosedur, dan jaminan mutu yang serasi, terpadu dan berorientasi penderita dalam kegiatan penyampaian sediaan obat dan informasinya kepada penderita. Sistem distribusi obat dirumah sakit mencakup penghantaran sediaan obat yang telah didispensing IFRS ke daerahtempat perawatan penderita dengan keamanan dan ketepatan obat, ketepatan penderita,ketepatan jadwal, tanggal, waktu, metode pemberian,
keutuhan
mutu
obat
dan
ketepatan personel
pemberi
obat. Infalkes akan memberikan tanda terima kepada pihak instansi yang bersangk utandan pihak instansti tersebut harus menanda tangani bukti tanda terima
tersebut. Sistem pendistribusiaan menggunakan sistem FIFO (Frist In frist Out) dimana barang yang datang terlebih dahulu akan di distribusikan terlebih dahulu, dan sitem FEFO (First Expired Date First out) yaitu barang yang memiliki ED pendek ( mendekati tanggal ED) akan di keluarkan terlebih dahulu. Sistem distribusi obat adalah suatu proses penyerahan obat sejak setelah sediaandisiapkan
oleh
IF,
dihantarkan
kepada
perawat,
dokter
atau
profesional pelayanan kesehatanlain untuk diberikan kepada penderita. Sistem pendistribusian obat yang dibuat harusmempertimbangkan efisiensi penggunaan sarana, personel, waktu dan men"egah kesalahanatau kekeliruan. Sistem ini melibatkan sejumlah prosedur, personel dan fasilitas. Suatu sistem distribusi obat yang efisien dan efektif harus dapat memenuhi hal-hal berikut : 1. Ketersediaan obat yang tetap terpelihara 2. Mutu dan kondisi obat (sediaan obat tetap stabil selama proses distribusi) 3. Meminimalkan kesalahan obat dan memaksimalkan keamanan pada pende rita. 4. Meminimalkan obat yang rusak atau kadaluwarsa. 5. Efisiensi penggunaan SDM. 6. Meminimalkan pencurian dan atau kehilangan obat. 7. IF mempunyai semua akses dalam semua tahap proses distribusi untuk pen gendalian pengawasan dan penerapan pelayanan farmasi klinik. 8. Terjadinya interaksi profesional antara apoteker, dokter, perawat, dan pend erita. 9. Meminimalkan pemborosan dan penyalahgunaan obat 10. Harga terkendali. 11. Peningkatan penggunaan obat yang rasional. Sistem transpor obat dari IF harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut : 1.
Produk obat harus terlindung dari kerusakan dan pencurian selama proses transportasi.
2. Sistem transpor tidak merusak atau memperlambat penyampaian obat ke p asien.
3. Dalam sistem transpor, pengecekan obat dilakukan sebelum obat dibawa d ari IF, periksa kecocokan jenis obat dan kuantitasnya dengan resep. Lakukan pemeriksaan ulang saat obat tiba dan diterima di unit perawat. 4. Prosedur dari IF ke daerah penderita harus terdokumentasi. Metode Distribusi obat berdasarkan ada atau tidaknya Satelit Farmasi. 1. Sistem Pelayanan Terpusat (Sentralisasi) Sentralisasi adalah sistem pendistribusian
perbekalan
farmasi
yang
dipusatkan pada satu tempat yaitu instalasi farmasi.Pada sentralisasi, seluruh kebutuhan perbekalan farmasi setiap unit pemakai baik untuk kebutuhan individu maupun kebutuhan barang dasar ruangan disuplai langsung dari pusat pelayanan farmasi tersebut. Resep orisinil oleh perawat dikirim ke IF, kemudian resep itu diproses sesuai dengan kaidah "cara dispensing yang baik dan obat disiapkan untukdidistribusikan kepada penderita tertentu”. Keuntungan sistem ini adalah : a. Semua resep dikaji langsung oleh apoteker, yang juga dapat memberi i nformasi kepada perawat berkaitan dengan obat pasien, b. Memberi kesempatan interaksi profesional antara apoteker-dokterperawat- pasien, c. Memungkinkan pengendalian yang lebih dekat atas persediaan, d. Mempermudah penagihan biaya pasien. Permasalahan yang terjadi pad a penerapan tunggal metode ini di suatu rumah sakit yaitu sebagai berikut : 1. Terjadinya delay time dalam proses penyiapan obat permintaan dan distribusi obat ke pasien yang cukup tinggi, 2. Jumlah kebutuhan personel di Instalasi Farmasi Rumah Sakit menI ngkat, 3. Farmasis kurang dapat melihat data riwayat pasien (patient records) dengan cepat. 4. Terjadinya kesalahan obat karena kurangnya pemeriksaan pada wa ktu penyiapan komunikasi. Sistem ini kurang sesuai untuk rumah sakit yang besar, misalnyakelas + dan ! karena memiliki daerah pasien yang menyebar sehingga jarak antara InstalasiFarmasi Rumah Sakit dengan perawatan pasien sangat jauh.
2. Sistem Pelayanan Terbagi (Desentralisasi) Desentralisasi adalah sistem pendistribusian perbekalan farmasi yang mempunyai cabang di dekat unit perawatan/pelayanan. Cabang ini dikenal dengan istilah depo farmasi / satelit farmasi. Pada desentralisasi, penyimpanan dan pendistribusian perbekalan farmasi ruangan tidak lagi dilayani oleh pusat pelayanan farmasi.Instalasi farmasi dalam hal ini bertanggung jawab terhadap efektititas dan keamanan perbekalan farmasi yang ada didepo farmasi.
D. LAPORAN INSIDEN KESELAMATAN PASIEN Banyak metode yang digunakan untuk mengidentifikasi risiko, salah satu caranya adalah dengan mengembangkan sistem pelaporan dan sistem analisis. Dapat dipastikan bahwa sistem pelaporan akan mengajak semua orang dalam organisasi untuk peduli akan bahaya atau potensi bahaya yang dapat terjadi kepada pasien. Pelaporan juga penting digunakan untuk memonitor upaya pencegahan terjadinya kesalahan (error) sehingga diharapkan dapat mendorong dilakukannya investigasi selanjutnya. Mengapa pelaporan insiden penting? Karena pelaporan akan menjadi awal proses pembelajaran untuk mencegah kejadian yang sama terulang kembali. Bagaimana memulainya ? Dibuat suatu sistem pelaporan insiden di rumah sakit meliputi kebijakan, alur pelaporan,
formulir
pelaporan
dan
prosedur
pelaporan
yang
harus
disosialisasikan pada seluruh karyawan. Apa yang harus dilaporkan ? Insiden yang dilaporkan adalah kejadian yang sudah terjadi, potensial terjadi ataupun yang nyaris terjadi. Siapa yang membuat Laporan Insiden (Incident Report) ? Siapa saja atau semua staf RS yang pertama menemukan kejadian/insiden Siapa saja atau semua staf yang terlibat dalam kejadian/inside
Bagaimana cara membuat Laporan Insiden? Karyawan diberikan pelatihan mengenai sistem pelaporan insiden mulai dari maksud, tujuan dan manfaat laporan, alur pelaporan, bagaimana cara mengisi formulir laporan insiden, kapan harus melaporkan, pengertian-pengertian yang digunakan dalam sistem pelaporan dan cara menganalisa laporan. Masalah yang sering menghambat dalam Laporan Insiden: Laporan dipersepsikan sebagai pekerjaan perawat Laporan sering disembunyikan / underreport, karena takut disalahkan. Laporan sering terlambat Bentuk laporan miskin data karena adanya budaya menyalahkan (blame culture)
I.
ALUR PELAPORAN Alur Pelaporan Insiden Kepada Tim Keselamatan Pasien di RS (Internal) 1. Apabila terjadi suatu insiden (KNC/KTD/KTC/KPC) di rumah sakit, wajib segera ditindaklanjuti (dicegah / ditangani) untuk mengurangi dampak / akibat yang tidak diharapkan. 2. Setelah ditindaklanjuti, segera membuat laporan insidennya dengan mengisi Formulir Laporan Insiden pada akhir jam kerja/shift kepada Atasan langsung.(Paling lambat 2x24 jam); diharapkan jangan menunda laporan. 3. Setelah selesai mengisi laporan, segera menyerahkan kepada Atasan langsung
pelapor.
(Atasan
langsung
disepakati
sesuai
keputusan
Manajemen : Supervisor/Kepala Bagian/ Instalasi/ Departemen / Unit). 4. Atasan langsung akan memeriksa laporan dan melakukan grading risiko terhadap insiden yang dilaporkan. 5. Hasil grading akan menentukan bentuk investigasi dan analisa yang akan dilakukan sebagai berikut : Grade biru : Investigasi sederhana oleh Atasan langsung, waktu maksimal 1 minggu. Grade hijau : Investigasi sederhana oleh Atasan langsung, waktu maksimal 2 minggu Grade kuning : Investigasi komprehensif/Analisis akar masalah/RCA oleh Tim KP di RS, waktu maksimal 45 hari
Grade merah : Investigasi komprehensif/Analisis akar masalah / RCA oleh Tim KP di RS, waktu maksimal 45 hari. 6. Setelah selesai melakukan investigasi sederhana, laporan hasil investigasi dan laporan insiden dilaporkan ke Tim KP di RS . 7. Tim KP di RS akan menganalisa kembali hasil Investigasi dan Laporan insiden untuk menentukan apakah perlu dilakukan investigasi lanjutan (RCA) dengan melakukan Regrading. 8. Untuk grade Kuning / Merah, Tim KP di RS akan melakukan Analisis akar masalah / Root Cause Analysis (RCA) 9. Setelah melakukan RCA, Tim KP di RS akan membuat laporan dan Rekomendasi untuk perbaikan serta "Pembelajaran" berupa : Petunjuk / "Safety alert" untuk mencegah kejadian yang sama terulang kembali. 10. Hasil RCA, rekomendasi dan rencana kerja dilaporkan kepada Direksi 11. Rekomendasi untuk "Perbaikan dan Pembelajaran" diberikan umpan balik kepada unit kerja terkait serta sosialisasi kepada seluruh unit di Rumah Sakit 12. Unit Kerja membuat analisa kejadian di satuan kerjanya masing - masing 13. Monitoring dan Evaluasi Perbaikan oleh Tim KP di RS.
ANALISIS MATRIKS GRADING RISIKO Penilaian matriks risiko adalah suatu metode analisa kualitatif untuk menentukan
derajat
risiko
suatu
insiden
berdasarkan
Dampak
dan
Probabilitasnya.
Dampak (Consequences) Penilaian dampak / akibat suatu insiden adalah seberapa berat akibat yang dialami pasien mulai dari tidak ada cedera sampai meninggal ( tabel 1).
Probabilitas / Frekuensi / /Likelihood Penilaian tingkat probabilitas / frekuensi risiko adalah seberapa seringnya insiden tersebut terjadi (tabel 2).
Setelah nilai Dampak dan Probabilitas diketahui, dimasukkan dalam Tabel Matriks Grading Risiko untuk menghitung skor risiko dan mencari warna bands risiko. SKOR RISIKO
Cara menghitung skor risiko : Untuk menentukan skor risiko digunakan matriks grading risiko (tabel 3) :
1. Tetapkan frekuensi pada kolom kiri 2. Tetapkan dampak pada baris ke arah kanan, 3. Tetapkan warna bandsnya, berdasarkan pertemuan antara frekuensi dan dampak. Bands risiko adalah derajat risiko yang digambarkan dalam empat warna yaitu : Biru, Hijau, Kuning dan Merah. Warna "bands" akan menentukan Investigasi yang akan dilakukan : (tabel 3)
Bands BIRU dan HIJAU : Investigasi sederhana
Bands KUNING dan MERAH : Investigasi Komprehensif / RCA
BAB III KASUS
Dibawah ini adalah contoh resep dari suatu rumah sakit : R/ Artesunat 60 no II S imm Artesunate tab no XII S 1 ddd tab IV, hari 1-3 Amiodaquine tab no XII S 1 dd IV hari 1-3 Primaquin tab no XII S 1 dd 4. hari 1 Nama pasien No rekam medic TTL/Umur Berat badan
: Gibs : 313354 : 27-03-1980 :
a. Lakukan Skrining terhadap resep tersebut secara lengkap, asumsinya identitas pasien ada. b. Apa yang harus dilengkapi jika dirasa gambar resep tersebut kurang lengkap c. Gambar tersebut termasuk system distribusi obat menggunakan metode apa d. Apa kelemahan dan kelebihan dari metode distribusi obat tersebut e. Informasi apa yang harus diberikan kepada pasien ketika menyerahkan resep tersebut Jika di suatu rumah sakit sistem pelayanan untuk pasien rawat inap adalah untuk pengggunaan satu hari tetapi dalam pengemasannya sudah dipisahkan per jam penggunaan pasien dan ketika perawat akan menyuntikan obat ke pada pasien, perawat menemukan obat dalam kemasan adalah novalgin padahal di kemasan obat tersebut tertulis lasix. Setelah ditelusuri ternyata ada Novalgin yang berada di kotak tempat penyimpanan lasix. Kesalahan tersebut merupakan bagian dari Insiden keselamatan pasien. Buatlah laporan insiden keselamatan pasien mengenai kejadian tersebut (laporan berdasarkan pedoman yang diterbitkan oleh Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit), siapa yang harus membuat laporan, berapa lama laporan insiden tersebut harus dilaporkan dan kepada siapa saja laporan tersebut dibuat.
PEMBAHASAN KASUS
A. Skrining Resep 1. Skrinning Administrasi Nama, Izin Praktek, Alamat Dokter Nama dokter Tidak ada Izin praktek dokter Tidak ada Alamat dan nomor telp. Dokter Tidak ada Inscriptio (Tanggal Penulisan Resep) Tgl.penulisan resep Tidak ada Invocatio (tanda R/) Tanda R/ pada tiap resep Ada Praescriptio ( Nama setiap obat dan komposisi) Nama setiap obat dan komposisi Ada Signatura (Aturan Pakai) Aturan pakai Ada Subscriptio Paraf dokter Tidak ada Identitas Pasien Nama dan jenis kelamin pasien Ada Umur pasien Ada Alamat dan nomor telp. Pasien Ada 2. Skrinning Farmasetis No Nama obat Sediaan Ampul 1 Artesunate mengandung 60 mg dlm 1 ml injeksi Tablet 2 Artesunate mengandung 50 mg 3 Amiodaquine Tablet 150 mg Tablet 4 Primaquine mengandung 15 mg
Dosis 4 mg/KgBB
Aturan pakai dosis awal 2,4 mg/KgBB per IV diberikan 12 jam pertama
Dosis awal 2,4 4 mg/KgBB setiap hari mg/KgBB per IV untuk 3 hari 10 mg/KgBB/hari Malaria Vivax: 0,25 mg/KgBB/hari Malaria falciparum: 0,75 mg/KgBB/hari Malaria Vivax yg relaps: 0,5
10mg/KgBB/hari diberikan selama 3 hari Malaria Vivax: 0,25 mg/KgBB/hari (diberikan selama 14 hari) Malaria Falciparum: 0,75 mg/KgBB/hari (diberikan selama 1 hari)
mg/KgBB/hari
Nama obat Artesunate
Bentuk Dosis Vial 60 mg
Artesunate
Tablet
50 mg
Amiodaquine Tablet
150 mg
Primaquine
15 mg
Tablet
Malaria Vivax yg relaps: 0,5 mg/KgBB/hari (diberikan selama 14 hari)
Stabilitas Inkompaktibilitas Keterangan Pada suhu ruangan stabil, jauhkan dari paparan sinar matahari. Pada suhu ruangan stabil, jauhkan dari paparan sinar matahari. Rendah dalam larutan cair -
3. Skrinning Klinis Permasalahannnya, pada resep dokter tidak menuliskan berat badan pasien sehingga perlu adannya konfirmasi lagi untuk mengetahui berat badan. Karena obat antimalaria perlu diperhatikan dosis pemberiaannya per KgBB.
4. Skrinning Farmakologi a. Nama obat
: Artesunate
Komposisi
:-
Indikasi
: Pengobatan infeksi P.falciparum,P.vivax, dan P.malariae, dan P.ovale
Cara pemberian: Malaria tanpa komplikasi: artesunate 4 mg/KgBB setiap hari untuk 3 hari; malaria berat/severe malaria: dosis awal 2,4 mg/KgBB per IV diberikan pada 12 jam pertama Kontraindikasi : Pasien dengan riwayat hipersensitivitas Efek samping : Mual, muntah, diare, pankreatitis, pusing, berkunang-kunang, sakit kepala, insomnia, tinnitus, ruam, batuk, arthralgia. Peringatan
: suntikan setelah melarut, jangan digunakan jika berbentuk kekeruhan, tidak boleh diberikan sebagai infus, tidak direkomendasiakan untuk diberikan pada wanita hamil.
b. Nama obat
: Amodiaquine
Komposisi
:-
Indikasi
: Pengobatan infeksi P.falciparum,P.vivax, dan P.malariae, dan P.ovale
Cara pemberian: 10 mg/KgBB/hari Kontraindikasi : - Penderita dengan hipersensitif terhadap amodiakuin - Penderita dengan gangguan hepar - Untuk profilaksis/pencegahan malaria Efek samping : Mual, muntah, sakit perut, diare dan gatal-gatal. Peringatan
: Amodiaquine dapat terkonsentrasi di hati, hati-hati pada penyakit hati, kecanduan alkohol dan penggunaan bersama obat hepatotoksik
c. Nama obat
: Primaquine
Komposisi
:-
Indikasi
: Terapi anti relaps pada P.vivax, dan P.ovale dan gametocidal pada malaria falsiparum.
Cara pemberian: - Malaria vivax: 0,25 mg/KgBB/hari -
Malaria falciparum: 0,75 mg/KgBB/hari
-
Malaria vivax yg relaps: 0,5 mg/KgBB/hari
Kontraindikasi : - Wanita hamil dan anak < 1 tahun - Penderita defisiensi G6PD - Penderita dengan aktif rheumatoid artritis dan lupus eritematotus. Efek samping : Anoreksia, mual, muntah, sakit perut dan kram. Peringatan
: Tidak digunakan rutin karena potensi toksisitas pada
penggunaan jangka panjang.
B. Yang harus dilengkapi pada resep : 1. Nama tempat praktek 2. Izin praktek 3. Alamat praktek 4. No.telp 5. Tanggal penulisan resep 6. Paraf dokter 7. Berat badan pasien
C. Menggunakan metode ODD (One Dailing Dose) dan UDD (Unit Dose Dispensing)
D. Kelemahan dan kelebihan metode ODD (One Dailing Dose) dan UDD (Unit Dose Dispensing)
Keuntungan Sistem Unit Dosis:
1) Pasien-Pelayanan 24 jam/hari, hanya membayar obat yang diberikan 2) Semua obat disiapkan farmasi, waktu perawat lebih banyak untuk merawat penderita 3) Mengurangi ‘Medical Errors’menciptakan pemeriksaan ganda 4) Meningkatkan pemanfaatan tenaga professional & nonprofessional lebih efisien 5) Menghemat ruang di pos perawatan WFS berkurang 6) Mengurangi/menurunkan pencurian dan pemborosan obat 7) Farmasis dapat menjalankan peran sebagai konsultan obat di ruangan Kelemahan Unit Dose Dispensing (UDD) : 1. Membutuhkan tenaga farmasi yang lebih banyak. 2. Membutuhkan ruang khusus untuk penyimpanan obat. 3. Membutuhkan peralatan khusus dalam pengemasan obat
Keuntungan One Dailing Dose (ODD): 1. Dapat mengurangi resiko biaya obat karena dapat mengontrol sudah berapa jumlah obat yang digunakan dan jika pasien boleh pulang dapat langsung diganti dengan IP (Individual Praescription). 2. Pasien lebih mudah mendapatkan obat, menghindari pemberian obat double, pasien membayar obat yang diminum saja. Sedangkan bagi instalasi farmasi, pelayanan yang diberikan lebih berorientasi pada pasien, menurunkan biaya obat, mengurangi medical error serta pengelola stok obat secara sentralisasi sehingga pengendalian obat bisa ditingkatkan. Kelemahan One Dailing Dose (ODD) : 1. Membutuhkan SDM lebih banyak 2. Beban kerja Instalasi Farmasi menjadi berlipat ganda 3. Terjadi pemborosan embalage 4. Penulisan permintaan obat berulang-ulang 5. Dapat terjadi keterlambatan pemberian obat atau lupa tidak dilanjutkan.
E. Informasi yang harus diberikan : Untuk artesunat vial hanya boleh diberikan oleh dokter karena perlu cara penggunaan khusus. Untuk artesunat tablet diminum 1 x sehari 4 tablet diminum selama 3 hari, waktu minum dijam yang sama, obat diminum setelah makan. Amiodaquin tablet diminum 1 x sehari 4 tablet diminum selama 3 hari, waktu minum dijam yang sama, obat diminum setelah makan. Primaquin tablet diminum 1 x sehari 4 tablet diminum pada hari pertama, waktu minum dijam yang sama, obat diminum setelah makan.
Kepada : Kepala Instalasi Pengendalian Mutu (IPM) Rumah Sakit Sehat Bangsa
Formulir Laporan Insiden ke TIM KP di Rumah Sakit LAPORAN INSIDEN (INTERNAL)
I. DATA PASIEN Nama : Gibs RAHASIA, TIDAK BOLEH DIFOTOCOPY, DILAPORKAN MAKSIMAL 2X24 JAM
No RM : 313354 Ruangan : Cempaka A-1 Umur
: 38 Tahun 5 Bulan 6 Hari
Kelompok umur* : >30 tahun-65 tahun Jenis kelamin
: Laki-laki
Penanggung jawab pasien : Pribadi Tanggal Masuk RS: 8 september 2018 jam 12:00 II. RINCIAN KEJADIAN 1. Tanggal dan Waktu Insiden Tanggal : 9 september jam 10:00 2. Insiden : Biru 3. Kronologis Insiden : Saat perawat akan menyuntikan obat kepada pasien, perawat menemukan obat dalam kemasan adalah novalgin padahal dikemasan obat tersebut adalah Lasix. 4. Jenis Insiden* : Kejadian Nyaris Cidera (KNC) 5. Orang pertama yang melaporkan insiden* : Karyawan (Perawat) 6. Insiden menyangkut pasien : Pasien rawat inap 7. Tempat insiden Lokasi kejadian: Instalasi rawat inap (tempat pasien berada) 8. Insiden terjadi pada pasien : (sesuai kasus penyakit/spesialis) : kulit & kelamin dan subspesialisnya. 9. Unit/departemen terkait yang menyebabkan insiden Unit kerja benyebab : Instalasi Farmasi 10. Akibat insiden terhadap pasien* : tidak ada cidera 11. Tindakan yang dilakukan segera setelah kejadian, dan hasilnya : Memeriksa kotak penyimpanan obat lasik, hasilnya terdapat novalgin didalam kotak
penyimpanan Lasix. 12. Tindakan dilakukan oleh*: Tim: terdiri dari : Farmasis dan perawat 13. Apakah kejadian yang pernah terjadi di Unit Kerja lain?* Ya/tidak Apabila ya, isi bagian dibawah ini. Kapan? Dan langkah/ tindakan apa yang telag diambil pada unit kerja tersebut untuk mencegah terulang kejadian yang sama? Terjadi 9/9/2018 saat perawat akan menyuntikan obat kepasien. Langkah yang akan diambil investigasi sederhana paling lama 1 minggu diselesaikan dengan prosedur rutin. Pembuat Laporan
Perawat
Paraf
Penerima laporan
Ketua mutu RS
Paraf
Tgl terima
9/9/18
Tgl lapor
Grading Risiko Kejadian* (Diisi oleh atasan pelapor) : BIRU
HIJAU
NB.* = Pilih satu jawaban
KUNING
MERAH
DAFTAR PUSTAKA
Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit. 2015. Pedoman Pelaporan Insiden Keselamatan Pasien(IKP). 2015. Jakarta Abraham Simatupang. 2014. Pedoman WHO tentang Penulisan Resep yang Baik sebagai Bagian Penggunaan Obat yang Rasional. Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Indonesia