Kasus Pendek_so_cockayne.docx

  • Uploaded by: elhant
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Kasus Pendek_so_cockayne.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 10,809
  • Pages: 43
Laporan Kasus Pendek

DUA BERSAUDARA DENGAN DISFUNGSI MITOKONDRIA CURIGA SINDROM COCKAYNE

Oleh : Kurniati Soeharto

Pembimbing : 1. Dr.dr.Asri Purwanti, Sp.A(K),M.Pd 2. Dr.dr.Mexitalia Setiawati,SpA(K)

SMF ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO RUMAH SAKIT Dr. KARIADI SEMARANG 2015 0

BAB I PENDAHULUAN

Nama Sindrom Cockyane atau sindrom Weber-Cockyane atau syndrome Neill-Dingwall berasal dari nama seorang dokter Inggris Edward Alfred Cockyane (1880-1956), ahli dermatologi Frederick Parkes Weber (1863-1962), ahli genetika Mary M. Dingwall dan ahli kardiologi anak Catherine A. Neill.(1) Sindrom Cockayne di Eropa Barat diperkirakan ada 2,7 kejadian per 1 juta kelahiran yang kurang terdiagnosis. Di Inggris didapatkan 1 kejadian per 1,87 juta kelahiran. (2) Cockayne syndrome merupakan suatu kumpulan gejala disebabkan oleh mutasi gen ERCC8 atau ERCC6. Gen ini mengkode protein dalam repair DNA pada inti sel. Cockyane syndrome diturunkan secara autosomal resesif. Apabila kedua orang karier akan mempunyai resiko 25% anak mengalami mutasi gen yang menunjukan gejala.(1) Diagnosis Sindrom Cockayne ditegakkan dari gejala klinis yang meliputi kriteria mayor berupa gangguan pertumbuhan pascanatal, mikrosefal dan disfungsi neurologi yang progresif dan berkembang menjadi gangguan perkembangan dini, diikuti gangguan perilaku dan intelektual secara progresif. Pada gambaran MRI otak tampak leukodistrofi dan beberapa pasien mengalami kalsifikasi intracranial.(3,

4)

Dan meliputi kriteria minor yang berupa

fotosensitivitas kulit, demielinisasi neuropati perifer, retinopati pigmentasi dan atau katarak, gangguan pendengaran sensorineuronal, anomali gigi, penampilan fisik yang khas "cachectic dwarfism"dengan kulit dan rambut menipis, mata cekung, posisi berdiri membungkuk, dan temuan radiografi yang khas : penebalan calvaria, sklerotik pada epifisis tulang belakang dan kelainan panggul.(5) Saat ini tidak ada obat untuk sindrom

ini, dan penatalaksanaan diarahkan untuk

mengurangi gejala.(5-8) Penatalaksanaan di bidang multidisiplin diperlukan karena kelainan pada Sindrom Cockayne juga melibatkan banyak organ. Prognosis tergantung pada jenis tipe sindrom cockayne. Biasanya usia kematian terjadi pada usia 7- 12 tahun.(9) Dalam makalah ini akan dilaporkan dua orang anak saudara kandung dengan Sindrom Cockayne yang telah mengalami berbagai komplikasi.

1

BAB II LAPORAN KASUS - Anamnesis diperoleh dari orang tua penderita dan data dari catatan medis, dilakukan pada tanggal 21 Juli 2014, pukul 15.00, hari perawatan ke-17 di C1L1 Bagian Anak RSUP dr. Kariadi Semarang. KASUS I : A. IDENTITAS PENDERITA Nama penderita

: An. AAR

Umur / tanggal lahir

: 9 tahun 8 bulan/ 15 Oktober 2004

Jenis kelamin

: Laki-laki

Suku, bangsa

: Jawa, Indonesia

Alamat

: Rengging Rt.09/Rw.02, Pecangan, Jepara.

No RM/Reg

: C485816 / 7709291

Masuk RSDK

: 5 Juli 2014 s/d 22 Juli 2014

Tanggal pemeriksaan

: 21 Juli 2014, pk. 15.00 WIB

Nama Ayah

: Tn. B

-Nama Ibu

: Ny. H

Umur

: 38 tahun

-Umur

: 36 tahun

Pekerjaan

: Buruh ukir kayu

-Pekerjaan

: Ibu Rumah Tangga

Pendidikan

: SMP

-Pendidikan

: SMP

B.ANAMNESA Keluhan utama : gizi buruk. Riwayat penyakit sekarang : Anak merupakan rujukan dari RS Kartini Jepara dengan diagnosa TB, gizi buruk dan suspek sindrom metabolik. Sejak 7 tahun

sebelum

masuk RS (usia 2 tahun), Ibu

mengeluhkan berat badan anak sulit naik, postur anak tidak bisa tinggi dan besar, tidak seperti anak-anak seumurnya. Anak sulit makan, tidak muntah, tidak diare. Muncul ruam di wajah sejak usia 10 bulan, makin merah jika terkena sinar matahari, kemudian mengelupas. Sejak usia 5 tahun muncul bercak putih di mata, anak silau jika terkena sinar matahari dan penglihatan berkurang jika sore hari. Kedua tangan dan kaki anak selalu teraba dingin, anak tidak pernah dimandikan langsung terkena air, namun selalu di seka dengan kain yang agak

2

basah, karena jika langsung terkena air anak akan gemetar kedinginan. Sejak 4 bulan sebelum masuk RS (Maret 2014), anak mengalami sariawan, anak diperiksakan ke RS dan diopname selama 13 hari, dikatakan sakit gizi buruk,pulang dengan terpasang NGT, anak diberikan diet 8x80 ml F100 dan dinaikkan secara bertahap. Kemudian saat di rumah anak tampak sesak dan kembali dibawa ke RS kemudian dirawat di ICU 1 minggu, lalu dipindah ke ruangan biasa selama 2 hari dan anak dikatakan sakit TB memburuk. Kemudian anak diperbolehkan pulang dengan diberikan diet Entrakid 8x120 ml karena anak mencret apabila diberi F100. Anak tampak kepala dan badannya lebih kecil dan tampak mengalami keterlambatan perkembangan dibandingkan anak-anak lain yang usianya sebaya. Anak tidak mendengar jika dipanggil dengan suara keras. Anak belum dapat berdiri tegak dan berjalan hingga saat ini. Anak dirujuk ke RSDK. Saat masuk di RSDK anak berusia 9 tahun 8 bulan, perkembangan anak saat ini, anak sudah dapat duduk, sudah dapat tengkurap, saat tengkurap anak sudah dapat menegakan kepala. Anak sudah dapat memegang gelas plastik saat diberi minum susu. Anak juga sudah dapat berespon dan menoleh sesuai sumber suara. Anak hanya dapat berteriak dan mengeluarkan suara “ma”, “pa”, “mik”, “nyek”. Mata anak juga sudah mampu menatap saat diajak berinteraksi. Anak mampu bangkit untuk duduk maupun duduk tanpa berpegangan. Anak belum dapat berdiri sendiri dan lari. Anak juga belum mampu menirukan bunyi atau kata-kata yang diucapkan orangtuanya. Anak belum pernah mengucapkan “mama/papa” spesifik. Anak juga belum mampu untuk memegang dan makan makanannya sendiri. Seharihari anak diasuh oleh ibu pasien. Pada hari perawatan ke-4 di RSDK, anak mencret setiap selesai minum susu Entrakid 150 ml setiap 3 jam, hasil pemeriksaan feses rutin didapatkan gangguan absorbsi karbohidrat, lemak dan protein, sehingga diet diganti dengan susu pepti junior 150 ml setiap 3 jam (AKG 59%), dengan ditambahkan terapi Zinc sulfat 20 mg/24 jam. Setelah diganti susu, anak tidak mencret lagi. Pada hari perawatan ke-5 di RSDK, anak mengeluh batuk tidak berdahak, batuk kadang-kadang, dari pemeriksaan laboratorium didapatkan lekositosis, anak mendapatkan terapi tambahan Kotrimoxazole sirup 240 mg/12 jam. Pada hari perawatan ke-7 sampai hari ke-14 di RSDK, keluhan batuk sudah berhenti. Terapi Kotrimoxazole telah diberikan selama 7 hari dihentikan. Anak dicoba diberikan

3

tambahan diet bubur 2x ½ porsi dan susu pepti junior 6x200 ml (AKG: 89%). Kemudian setelah dilakukan pemantauan akseptabilitas diet, ternyata anak setiap makan bubur sering muntah, sehingga diet kembali diberikan susu pepti junior 200 ml setiap 3 jam (AKG 79%). Anak dirawat di C1Ll subdivisi nutrisi dan penyakit metabolik. Selama perawatan, dilakukan pemeriksaan untuk menegakan diagnosis dan terapi gizi buruk dengan diet susu pepti yunior 200 ml/3 jam. Akseptabilitas diet anak baik melalui NGT selama perawatan.

KASUS II : A.IDENTITAS PENDERITA Nama penderita

: An. MDD

Umur / tanggal lahir

: 4 tahun 8 bulan/ 8 Januari 2009

Jenis kelamin

: Laki-laki

Suku, bangsa

: Jawa, Indonesia

Alamat

: Rengging Rt.09/Rw.02, Pecangan, Jepara.

No RM/Reg

: C485815 / 7709289

Masuk RSDK

: 5 Juli 2014 s/d 22 Juli 2014

Tanggal pemeriksaan

: 21 Juli 2014, pk. 15.00 WIB

B.ANAMNESA Keluhan utama : gizi buruk. Riwayat penyakit sekarang : Anak merupakan rujukan dari RS Kartini Jepara dengan diagnosa TB, gizi buruk, dan suspect malabsorbisi lemak. ± 4 bulan sebelum masuk RS Kariadi, anak diperiksakan oleh DKK ke RSUD Kartini Jepara. Di RSUD Jepara, anak dikatakan sakit TB dan gizi buruk kemudian dirawat di RS selama 10 hari, diberikan F100 melalui NGT selama 10 hari. Anak kemudian mencret, lalu diganti Entrakid 8x80 ml kemudian naik bertahap 8x120 ml, batuk (+), demam (-), muntah (-). Sejak usia 2 tahun, anak muncul ruam di wajah, bertambah berat saat terkena sinar matahari, muncul bercak putih di kornea mata, anak terlihat silau jika terkena sinar matahari dan penglihatan berkurang jika sore hari. Anak tampak kepala dan badannya lebih kecil dan tampak mengalami keterlambatan perkembangan dibandingkan anak-anak lain yang usianya sebaya. Anak tidak mendengar jika dipanggil dengan suara keras. Anak belum dapat berdiri 4

tegak dan berjalan sendiri hingga saat ini. Kedua tangan dan kaki anak selalu teraba dingin, anak tidak pernah dimandikan langsung terkena air, namun selalu di seka dengan kain yang agak basah, karena jika langsung terkena air anak akan gemetar kedinginan. Saat masuk RSDK anak berusia 4 tahun 8 bulan, perkembangan anak : anak sudah dapat duduk, sudah dapat tengkurap, saat tengkurap anak sudah dapat menegakan kepala. Anak juga sudah dapat berespon dan menoleh sesuai sumber suara. Anak hanya dapat berteriak dan mengeluarkan suara “ma”, “pa”, “mik”, “nyek”. Mata anak juga sudah mampu menatap saat diajak berinteraksi. Anak mampu bangkit untuk duduk maupun duduk tanpa berpegangan. Anak belum dapat memegang gelas plastik saat diberi minum susu. Anak belum dapat berdiri sendiri dan lari. Anak juga belum mampu menirukan bunyi atau katakata yang diucapkan orangtuanya. Anak belum pernah mengucapkan “mama/papa” spesifik. Anak juga belum mampu untuk memegang dan makan makanannya sendiri. Sehari-hari anak diasuh oleh ibu pasien. Ibu tidak bekerja dan Ayah pasien bekerja sebagai tukang ukir kayu dan keseharian pulang pukul 16.00 Pada hari perawatan ke-4 di RSDK, hasil pemeriksaan feses rutin didapatkan gangguan absorbsi karbohidrat, lemak dan protein, sehingga diet diganti dengan susu pepti junior 200 ml setiap 3 jam (AKG: 96 %). Pada hari perawatan ke-6 sampai hari ke-14 di RSDK, anak dicoba diberikan tambahan diet bubur cerelac 2x ½ porsi dan susu pepti junior 6x200 ml (AKG: 106%). Kemudian setelah dilakukan pemantauan, akseptabilitas dietnya tidak adekuat, ternyata anak setiap makan bubur sering tidak habis dan dimuntahkan, sehingga diet kembali diberikan susu pepti junior 200 ml setiap 3 jam (AKG 96%). Anak dirawat di bangsal anak subdivisi nutrisi dan penyakit metabolik. Selama perawatan, dilakukan pemeriksaan untuk menegakan diagnosis dan terapi gizi buruk dengan diet pepti yunior 200 ml/6 jam dan 2x1/2 porsi bubur. Akseptabilitas diet anak baik selama perawatan.

5

Pedigree

Riwayat penyakit dahulu : Kasus I : AAR

Kasus II : MDD

 Terapi OAT saat usia 10 bulan, selama 7  4 bulan SMRSDK, Maret 2014 anak bulan.

menjalani terapi TB paru diberikan selama 3

 Maret 2014 anak kembali terapi OAT, dihentikan sendiri oleh ibu sejak 1 bulan sebelum masuk RSDK.  Saat usia 7 tahun muncul ruam di wajah,

bulan, distop karena ibu merasa tidak perbaikan, BB tidak naik.  Saat usia 3 tahun muncul ruam di wajah, bercak putih di kornea mata.

bercak putih di kornea mata.

Riwayat anggota keluarga : Kasus I : AAR

Kasus II : MDD

 Riwayat anggota keluarga dengan sakit

 Riwayat anggota keluarga dengan sakit

yang sama (+) adik kandung pasien.  Riwayat keluarga dengan tuna wicara dan retardasi mental (+).

yang sama (+) kakak kandung pasien.  Riwayat keluarga dengan tuna wicara dan retardasi mental (+).

 Riwayat keluarga sakit TB paru (-).

 Riwayat keluarga sakit TB paru (+) kakak kandung pasien.

Riwayat antenatal, natal dan postnatal : Kasus I : AAR

Kasus II : MDD Ibu G2P0A0,

Riwayat

Ibu G1P0A0,

antenatal :

19 tahun, hamil 9 bulan, suntik TT 1x, ANC (+), ANB (-), riwayat penyakit kehamilan (hipertensi, penyakit jantung, demam disertai ruam merah di seluruh

6

tubuh) disangkal, riwayat minum obat selain tambah darah disangkal, riwayat trauma saat kehamilan disangkal. Riwayat

Anak lahir secara spontan ditolong bidan, berat lahir 2500 gram, panjang

Natal :

badan lupa, lahir langsung menangis, tidak ada sesak, tidak ada biru-biru, tidak ada kuning.

Riwayat Postnatal :

-Sejak usia 7 tahun anak mulai

Sejak usia 3 tahun anak mulai

muncul ruam di wajah, bercak putih

muncul ruam di wajah, bercak putih

di kornea, anak mengeluh silau jika

di kornea, anak mengeluh silau jika

terkena sinar matahari.

terkena sinar matahari.

-Anak didiagnosis TB paru usia 4,5 tahun dan menjalani terapi TB.

Riwayat pertumbuhan dan perkembangan : Kasus I : AAR BBLahir 2500 gr, PB lahir lupa.

Kasus II : MDD - BB lahir 2500 gram, PB lahir lupa.

BB 3 bulan sebelum masuk RSDK : 7 -Berat badan 1 bulan sebelum masuk kg.

RSDK : 7 kg.

BB saat awal masuk di RSDK 8,4 kg, -Berat badan saat awal perawatan di TB:93,5 cm, LK:40,5cm,LILA:11cm. RSDK : 7,4 kg.

Pertumbuhan

Kesan :

TB:85 cm,LK: 40,5 cm,LILA:11 cm.

-Cross sectional : gizi buruk tipe

Kesan :

marasmus, BB sangat kurang,

-Cross sectional : gizi buruk tipe

perawakan sangat pendek,

marasmus, BB sangat kurang,

mikrosefal.

perawakan sangat pendek,

-Longitudinal : - Arah garis

mikrosefal.

pertumbuhan : T1 (growth of

- Longitudinal : - Arah garis

faltering)

pertumbuhan : T1 (growth of faltering).

Motorik kasar : miring 6 bulan,

Perkembangan

- Motorik kasar : miring 6 bulan,

tengkurap 7 bulan, duduk bersandar

tengkurap 7 bulan, duduk bersandar

usia 1 tahun, duduk tanpa pegangan

usia 1 tahun, duduk tanpa pegangan

usia 1,5 tahun, anak sudah dapat

usia 1,5 tahun, anak sudah dapat

berdiri dan berjalan merambat dengan berdiri dengan pegangan, belum pegangan namun belum dapat

dapat berjalan sendiri.

7

- Motorik halus : anak bisa mencoret-

berjalan tanpa pegangan.

- Motorik halus : mengikuti lewat coret,

mengambil

manic-manik,

garis tengah 7 bulan, memegang menyusun menara 2 kubus, belum benda 8 bulan, membenturkan 2 dapat menyusun menara lebih dari 3 kubus 9 bulan

kubus.

- Personal sosial : senyum 3 bulan, - Personal sosial : anak dapat minum tepuk tangan 7 bulan

dengan cangkir, main bola dengan

- Bahasa : membuat kata “mak” pemeriksa,

melambaikan

tangan

“pak”, “nyek”, sudah bisa membuat (daag-daag), belum dapat membantu bunyi seperti meniup busa dimulut pekerjaan rumah, belum bisa makan (brrr...rrr...) ,belum bisa membuat dengan sendok/garpu. bunyi

“babbling”,

belum

bisa - Bahasa : bisa mengoceh, menyebut

menyebut baba dan mama bermakna kata “mak’e” “pak’e” secara spesifik, spesifik.

menyebut

kata

“ma’em”,

belum

Kesan : keterlambatan perkembangan dapat mengucapkan lebih dari 3 kata. diempat sektor (motorik halus,

Kesan : keterlambatan perkembangan

bahasa, dan motorik kasar, personal

diempat sektor (motorik halus,

sosial)

bahasa, dan motorik kasar, personal sosial.

Riwayat makan minum : Usia

Kasus I : AAR

Kasus II : MDD

ASI

- diberikan sejak lahir sampai usia 2 bulan (karena ASI yang keluar sedikit)

2-6 bulan

susu formula, 2-3x/hari, @60-90 ml, @2-3 sdt.

6 –8 bulan

susu 2-3x/hari, @60-90 ml, @ 2-3 sdt, dan bubur susu 3x ½ mangkuk.

8 – 12

susu 2-3x/hari, @60-90 ml, @ 2-3 sdt, dan nasi tim 3x ½ mangkuk, ditambah sayur,

bulan

ayam, tahu, tempe.

1–2

susu 2-3x/hari, , @60-90 ml, @ 2-3 sdt, makanan keluarga (nasi dengan lauk ayam,

tahun :

tempe, tahu, telor), 3x ½ piring.

Usia 2 tahun s/d sekarang

pemberian makanan keluarga mulai berkurang jumlahnya karena anak mulai sulit makan, anak sering mual dan muntah jika diberi makan. Pemberian makanan dicoba kembali berbentuk bubur nasi namun anak tetap mengalami gangguan menelan, mual dan muntah. Anak hanya mampu minum susu.

8

Riwayat imunisasi Kasus I : AAR

Kasus II : MDD

Kesan : imunisasi dasar lengkap sampai usia 9 bulan, booster belum diberikan.

Riwayat Kebutuhan Dasar Anak Kasus I : AAR

Kasus II : MDD

-ASI diberikan sejak lahir sampai usia 2 bulan -Anak diberi susu, 7-8x/hari, @150 ml, 2-3 sdt melalui NGT. Asuh

-Orangtua membawa anak ke Posyandu atau Puskesmas untuk imunisasi. -Bila sakit penderita berobat ke puskesmas -Anak beserta keluarga tinggal di dalam rumah permanen -Bermain dengan keluarga dan saudara sepupu di rumah.

Asih

Kasih sayang diberikan oleh ayah dan ibu.

Asah

Stimulasi diperoleh terutama dari ayah dan ibu

Riwayat sosial ekonomi Kasus I : AAR

Kasus II : MDD

Ayah bekerja tidak tetap sebagai tukang ukir kayu, ibu tidak bekerja. Kedua orang tua berpendidikan SMP. Penghasilan perbulan + dua juta. Menanggung 2 orang anak belum mandiri. Biaya pengobatan BPJS kelas III. Kesan : sosial ekonomi kurang.

Lingkungan Kasus I : AAR

Kasus II : MDD

Anak tinggal bersama kedua orangtua, dan kakak dalam satu rumah, ukuran ± 10 x 8m2 bangunan berdinding batu bata. Terdapat 2 kamar tidur. Terdapat jendela di dalam rumah. Atap berupa genting. Sumber listrik dari PLN sebesar 450 watt. Sumber air bersih dari sumur pompa. Kebiasaan buang air besar dengan membuat lubang galian di kebun. Dapur terletak di belakang rumah berdekatan dengan kamar mandi. Air buangan dialirkan melalui pipa selokan. Sampah dibuang di tempat pembuangan sampah 10 m dari rumah dan dibakar. Rumah dihuni 4 orang. Jarak rumah penderita dan tetangga berdekatan. Jarak ke Puskesmas + 500 meter. Jarak ke RSUD + 10 km.

C.PEMERIKSAAN Pemeriksaan Fisik tanggal 21 Juli 2014 di C1L1; setelah 17 hari perawatan di RSDK, Kasus I : AAR anak ♂, usia 9 tahun 8 bulan, BB : 8,4

Kasus II : MDD Anak ♂, usia 4 tahun 8 bulan, BB :

9

kg, BBI : 14 kg, PB : 93,5 cm (HAZ = -

8,4 kg, BBI : 11,5 kg, PB : 85 cm

6,26 SD) dan LILA : 11 cm.

dan LILA : 11 cm.

Keadaan

sadar, kurang aktif, nafas spontan (+) adekuat, tampak sangat kurus, wajah

umum

seperti orang tua,

Kepala

Mata Hidung

mikrosefal, wajah dismorfik, macula hiperpigmentasi (+) pada pipi kanan dan kiri. cloudy cornea (+/+),

Outer Cantal Distance
3;

Distance persentil 3-25; Inter Pupillary Distance :
Mulut

karies dentis (+), abnormalitas gigi (+) susunan tidak beraturan.

Telinga

low set ear (-); Ear length :
Leher

tidak didapatkan pembesaran limfonodi, tidak didapatkan webb neck

Dada

Inter Cantal

simetris, retraksi (-), didapatkan iga gambang (+), lingkar dada 42 cm (< P3). Jantung

: Bunyi jantung I-II normal, bising (-), gallop (-).

Pulmo : Suara nafas vesikuler dan tidak terdengar hantaran dan ronkhi. Abdomen

Genital

datar, lemas, bising usus normal. Hati dan limfa tidak teraba laki-laki, fimosis (-), teraba testis 2

laki-laki, fimosis (+), teraba testis 2

buah (+), volume testis

buah (+),volume testis orchidometer:1,

orchidometer:1, OUE hiperemis (-),

OUE hiperemis (-), panjang penis: 3,5

panjang penis: 3,8 cm.

cm.

bagian distal akral teraba hangat, perfusi baik, tidak terdapat edema, reflek fisiologis normal

Ekstremitas

reflek patologis (-/- ) negative

-rangsang meningeal (-) negatif

Muscle wasting (+),

-baggy pants (+),

kekuatan 4/4,

-tonus otot dalam batas normal.

Pengukuran palmar length 6,8 cm (
Kifosis (+) N. I

Pemeriksaan N. Craniales

: penciuman Sulit dinilai

-N.II

N.III, IV, VI : Gerak bola mata (+)

-N.V

: Refleks cahaya (+) : Refleks kornea (+)

N.VII : Lipatan nasolabialis asimetris (-) N.VIII : Respon pendengaran (-) N. XI

: Menoleh (+)

-N.IX, X : Refleks menelan (+) -N.XII

: Deviasi lidah (-)

10

Pemeriksaan Antropometri Kasus I : AAR

Kasus II : MDD

Seorang anak laki-laki, 9 tahun 8 bulan,

Seorang anak laki-laki, 4 tahun 8 bulan,

BB: 8,4 kg, TB: 93,5 cm, LK: 40,5 cm,

BB: 7,4 kg, TB: 85 cm, LK: 40,5 cm, LILA:

LILA: 11 cm..

11 cm.

WAZ : -7,30 SD

HAZ : - 6,83 SD

BMI for age: - 6,26 SD

BMI for age: - 4,66 SD

WHZ : -5,34 SD

HC :-6,79 SD

WAZ : -5,84 SD

HAZ : - 5,25 SD

Kesan : Cross sectional : gizi buruk tipe marasmus, berat badan sangat kurang, perawakan sangat pendek, mikrosefal Longitudinal : - Arah garis pertumbuhan : T1 (growth of faltering)

Pemeriksaan Penunjang Kasus I : AAR

Kasus II : MDD

Kesan:

Kesan :

-anemia normositik normokromik, hipereosinofilia.

-Lekositosis, monositosis.

-Peningkatan enzim hepar, hipotiroid

-Peningkatan enzim hepar.

-Asidosis metabolic sangat berat.

-Asidosis metabolic berat.

-Gangguan absorbsi karbohidrat dan protein.

-Gangguan absorbsi lemak dan protein.

-Perhitungan

anion

gab

{(Na+K+Ca+Mg)-

(Cl+HCO3)} didapatkan hasil 39,66.

-Perhitungan

anion

gab

{(Na+K+Ca+Mg)-(Cl+HCO3)} didapatkan hasil 41,20.

Hasil pemeriksaan penunjang lainya : Jenis

Kasus I : AAR

Kasus II : MDD

pemeriksaan X-Foto Bone Age & Skeletal

Kesan : -Tidak tampak gambaran yang menunjukkan suatu Skeletal Displasia maupun Diostosis Multiplex.

Survey

-Bone age sesuai usia.

9 Juli 2014 MRI Kepala

Kesan:

Kontras

 Gambaran colpocephaly dengan

 Gambaran colpocephaly ringan

corpus callosum tampak tipis

 Hidrocephalus communicant dd/

11 Juli 2014

 Hidrocephalus communicant dd/

Kesan :

ventrikulomegali

11

ventrikulomegali  Lesi kistik pada fossa posterior

 Lesi kistik pada fossa posterior (uk  AP 2,9 x LL 6,6 x CC 2,7 cm yang

(uk  AP 2,88 x LL x 5,64 x CC

mendesak cerebellum ke superior 

2,74cm) yang mendesak

dd/ Arachnoid cyst dan Hipoplasia

cerebellum ke superior  dd/

cerebellar

Arachnoid cyst, Hipoplasia cerebellar.  Hiperintensitas subkortikal sampai deep white matter pada T2 dan FLAIR

 Hiperintensitas subkortikal sampai deep white matter pada T2dan FLAIR  Atrofi cerebri  Kalsifikasi simetris basal ganglia  curiga suatu mitokondria disease,

 Atrofi cerebri

gambaran hardnup disease belum dapat

 Kalsifikasi simetris basal ganglia

disingkirkan

 curiga suatu mitokondria

 Hipertrofi konka nasi kanan kiri.

disease, gambaran hurtnup

 Sinusitis maksilaris, frontalis dan

disease belum dapat

ethmoidalis kanan kiri.

disingkirkan.  Hipertrofi konka nasi kiri dan deviasi septum nasi kekanan.  Sinusitis maksilaris kiri, ethmoidalis kiri dan sinusitis dengan neovaskular frontalis kiri. X-foto Thorax

Kesan: Cor tak membesar, pulmo

AP/LAT

tak tampak kelainan.

15 Juli 2014

Kesan: Cor tak membesar, Pulmo tak tampak kelainan. Curiga gambaran fork rib pada costa 4 anterior kanan.

Kesan : didapatkan ukuran kedua Didapatkan ukuran kedua ginjal normal

USG abdomen

21 Juli 2014

ginjal normal dengan struktur

dengan

struktur

parenkim

parenkim normal dan tak tampak

pelviektasis ringan ginjal kiri, dinding

kelainan lain pada sonografi

vesika urinaria menebal (+ 0,83 cm)

organ-organ intraabdomen.

dengan

permukaan

normal,

irregular



gambaran cystitis, dan tak tampak kelainan lain pada sonografi organorgan intraabdomen diatas. Konsul ulang nefrologi : kesan secara

12

anatomi terdapat cystitis, disarankan untuk dilakukan urin rutin dan konsul bedah anak untuk perlu atau tidaknya tindakan phimosis.

KONSULTASI KE DIVISI/BAGIAN LAIN Divisi/Bagian Respirologi 8 Juli 2014 THT 5 Juli 2014 &

Kasus I : AAR

Kasus II : MDD

Kesan : bukan TBC (scoring TB:2 gizi buruk marasmus), Saran : stop terapi OAT dan tata laksana sesuai underlying cause. Kesan : sesorineuronal hearing loss

Kesan : Nilai ambang pendengaran telinga

profound telinga kanan dan kiri.

kanan dan kiri diatas 100 dB.

14 Agustus 2014 :

Saran : fitting alat bantu dengar dan kontrol rehabiitasi medic untuk speech terapi. Kesan : Suspek inborn error metabolism dengan diagnosa banding Seckel syndrome dan

Endokrinologi 11 Juli 2014

Porfiria. Saran : periksa laborat total protein, albumin, memperbaiki nutrisi, periksa cek status tiroid 2 minggu lagi, bone age, Skeletal survey, konsul mata, THT, kardiologi, skrining status perkembangan, setuju rawat bersama. Didapatkan konjungtiva hiperemis Didapatkan pada konjungtiva tampak injeksi minimal, pada kornea didapatkan silier di nasal, pada kornea didapatkan lekoma lekoma di bagian inferior dengan (+) di bagian inferior dan pannus (+), pada iris

Mata/pediatric ophthalmology 11 Juli 2014:

neovaskularisasi jernih, lensa keruh tampak kripte (+), reflex pada pupil menurun, tidak rata, papil nervus II relative papil nervus II relative bulat, warna kuning bulat, warna kuning pucat, pucat, glaucoma (+), medialisasi (+), retina hiperpigmentasi pada tepi papil, pucat, hiperpigmentasi vasa sklerotik menyeluruh, retina hiperpigmentasi. kuning kecoklatan

pucat, di

sedikit,

macula

pigmentasi Kesan : lekoma, glaucoma, edema retina dan seluruh retina, macula.

macula hiperpigmentasi.

Saran : Timolol 0,5 % 2 x 1 tetes (mata kanan-

Kesan : lekoma, atrofi Nervus II, kiri). edema retina dan macula. Rehabilitasi Medik 14 Juli 2014 :

Didapatkan problem Global Developmental Delay dan Keterbatasan Activity Daily Living.

13

Program : Okupasi Terapi : latihan berdiri dan berjalan dengan permainan dan latihan peningkatan ADL, Speech Terapi : Latihan peningkatan kemampuan bahasa ekspresif dan reseptif. Sosial Worker : evaluasi sosial ekonomi. Diagnosa banding : 1. Xeroderma pigmentosum, 2. Lentigines pada Syndrom Kulit dan kelamin 14 Juli 2014 Nefrologi anak 16 juli 2014

LEOPARD belum bisa disingkirkan. Saran terapi : pemberian tabir surya dan pelindung sinar UV seperti topi. Didapatkan : Diuresis 0,5 ml/kgBB/jam,

Didapatkan : hasil LFG 193 ml/

LFG 86,8 ml/ menit/1,73 m2,

menit/1,73 m2,

Tidak terdapat hipertensi, edema, hematuri. Kesan : Saat ini tidak ada gangguan ginjal Status Pertumbuhan Kesan : Cross sectional : gizi buruk,berat badan sangat kurang, perawakan sangat pendek, mikrosefal. Longitudinal : - Arah garis pertumbuhan : growth faltering (T1). Status Perkembangan  Denver II :: Motorik kasar ̴ sesuai usia

Pediatri Sosial dan Tumbuh Kembang 16 juli 2014

Status Perkembangan  Denver II : Motorik kasar ̴ sesuai usia

15 bulan, Bahasa ̴ sesuai usia 12 bulan,

10 bulan, Bahasa ̴ sesuai usia 12

Motorik Halus ̴ sesuai usia 14 bulan,

bulan, Motorik Halus ̴ sesuai usia 21

Personal Sosial ̴ sesuai usia 16 bulan.

bulan, Personal Sosial ̴ sesuai usia

Kesan : Suspek global developmental

16 bulan. Kesan : keterlambatan

delayed (keterlambatan perkembangan di

perkembangan di keempat sektor

sektor bahasa, motorik kasar, motorik

personal sosial, motorik kasar, motorik

halus, dan personal sosial)

halus dan bahasa.

 Capute Scale : CAT DQ : 21,2; CLAMS

 Capute Scale : CAT DQ

: 12,43;

DQ : 22,5; FSDQ : 21,8. Kesan : suspek

CLAMS DQ : 25; FSDQ : 23,33.

retardasi mental.

Kesan : suspek retardasi mental.

 ELMS-2 : AE ̴ 7 bulan , Visual ~ 6,0

 ELMS-2 : AE ̴ 8 bulan; Visual ~ 3,5

bulan, AR ̴ 8,5 bulan, Global ~ 26,5

bulan; AR ̴ 6,5 bulan; Global ~ 6

bulan. Kesan : global length sesuai usai

bulan.Kesan : global length sesuai usia

26,5 bulan.

6 bulan

 SDQ: E5, C1, H3, P2, Pr 8. Kesan: Emotional symptoms scale:

 SDQ : E4, C1, H3, P2, Pr 8. Kesan: Emotional symptoms scale:

14

borderline, Conduct problem scale :

borderline; Conduct problem scale :

Normal, Hyperactivity score: Normal,

Normal; Hyperactivity score: Normal;

Peer problem score : Normal,

Peer problem score : Normal;

Prosocial behavior scale: Normal.

Prosocial behavior scale: Normal.

 Kuesioner Pola Asuh, Kesan: Pola asuh demokratis.  PSC 17 : skor 17. Kesan : positif gangguan perilaku  PEDS QL : Physical functioning : 16; Emotional functioning : 80; Social functioning : 45; School functioning : 16; Skor : 46. Kesan : Berisiko  KMME : Skor: 5. Kesan: Masih mungkin mengalami masalah mental emosional.  Abbreviated Conners Ratting Scale: Skor 0. Kesan: Bukan GPPH.  CHAT : Skor 4. Kesan :Kemungkinan gangguan perkembangan lain. Kesan : Diagnosis utama : -Suspek kelainan metabolisme bawaan Dd/ -Cockayne Syndrome - Autosomal resesif inheritance Dd/ -x-linked -Mitokondrial disease Diagnosis komorbid : global developmental delayed, dismorfik, gangguan perilaku, mental deterioration. Diagnosis komplikasi : Gizi buruk marasmus, perawakan sangat pendek. Diagnosis imunisasi : Imunisasi dasar sesuai umur. Diagnosis pertumbuhan : Cross sectional : gizi buruk perawakan sangat pendek, mikrosefal Longitudinal :- Arah garis pertumbuhan : growth faltering (T1). - Pola pertumbuhan : undergrowth Diagnosis perkembangan : global developmental delayed (keterlambatan diempat sektor personal sosial, motorik kasar, motorik halus dan bahasa) Diagnosis sosial ekonomi : kesan sosial ekonomi kurang. Saran : 1.Konsultasi ke bagian rehabilitasi Medik 2.Konsultasi ke Bagian THT-KL dan pemeriksaan OAE dan BERA 3.Didapatkan masalah mental emosional sehingga kami menyarankan untuk dikonsultasikan ke bagian psikiatri, untuk diagnosis dan tatalaksana lebih lanjut.

15

4.Dari kuesioner PEDS QL didapatkan kesan beresiko untuk penilaian secara keseluruhan dan penilaian untuk masing masing fungsi (fungsi fisik, fungsi emosi, fungsi social dan fungsi sekolah). Untuk masalah fungsi fisik  ditata laksana sesuai divisi nutrisi dan metabolik. Untuk fungsi emosi  konsul ke psikatri untuk skrining dan diagnosis tatalaksana lebih lanjut. Untuk fungsi sosial dan sekolah  konsul ke rehabilitasi medik. 5.Konsultasi ke bagian Nutrisi Pediatrik dan Metabolik untuk tatalaksana gizi buruk. Kardiologi 18 juli 2014,

Kesan : jantung dalam batas normal

Kesan : dilatasi root aorta.

D.DAFTAR PERMASALAHAN Kasus I : AAR

Kasus II : MDD

Masalah aktif :

Masalah aktif :

1.Lekoma, atrofi Nervus II, edema retina dan 1. Lekoma, glaucoma, edema retina dan macula

macula.

2.Gangguan pendengaran sensorineuronal

2. Gangguan

3.Gangguan menelan makanan

pendengaran

sensorineuronal

4.Karies dentis

3. Gangguan menelan makanan

5.Xeroderma pigmoentasa

4. Karies dentis

6.Anemia normositik normokromik (Hb:10,4 5. Xeroderma pigmoentasa g/dl)

6. Lekositosis (L:17.300 /ul)

7.Hipereosinofilia (E:8%)

7. Peningkatan enzim hepar (SGOT :

8.Peningkatan enzim hepar (SGOT : 317 u/L, SGPT:421 u/L)

148 u/L, SGPT:514 u/L) 8. Peningkatan LDH (466 U/L)

9.Peningkatan LDH (353 U/L)

9. Asidosis metabolic berat

10. Hipotiroid (FT4 : 7,57 pmol/l)

10. Gangguan

11. Asidosis metabolic sangat berat

protein.

12. Gangguan protein.

absorbsi

karbohidrat

absorbs

lemak

dan

dan 11. Atrofi serebri dan kalsifikasi ganglia basalis

13. Atrofi serebri dan kalsifikasi ganglia 12. Kifosis basalis 14. Kifosis

13. Gizi buruk tipe marasmus 14. Global developmental delay

16

15. Gizi buruk tipe marasmus 16. Global developmental delay

Masalah pasif :

Masalah pasif :

1. Perawakan pendek

1.Perawakan pendek

2. Sosial ekonomi kurang

2.Sosial ekonomi kurang

3. Perilaku hidup bersih dan sehat

3.Perilaku hidup bersih dan sehat kurang.

kurang.

E.DIAGNOSIS BANDING Kasus I : AAR 1.Kelainan metabolisme Dd/-Disfungsi mitokondria Dd/ -Sindrom Cockayne

Kasus II : MDD 1.Kelainan metabolisme Dd/-Disfungsi mitokondria Dd/ -Sindrom Cockayne

dd/- Sindrom Cockayne Tp I

dd/-Sindrom Cockayne Tp I

-Sindr.Cockayne Tp III

-Sindrom Cockayne Tp III

-Sindr.Xeroderma pigmentsm

-Sindr.Xeroderm pigmentsm

-Sindrom progeria Hutchinson-

-Sindrom progeria Hutchinson-

Gilford

Gilford

-Sindrom Werner

-Sindrom Werner

-Sindrom Rothmund-Thomson

-Sindrom Rothmund-Thomson

2. Gizi buruk tipe marasmus

2. Gizi buruk tipe marasmus

3.Global developmental delay

3. Global developmental delay

F. DIAGNOSIS KERJA : Kasus I : AAR Diagnosis utama

: Disfungsi mitokondria

dd/ Sindrom Cockayne tipe I

Kasus II : MDD Diagnosis utama

: Disfungsi mitokondria

dd/ Sindrom Cockayne tipe I

Diagnosis komorbid : global developmental

Diagnosis komorbid : global developmental

delayed, gangguan perilaku, mental

delayed, gangguan perilaku, mental

deterioration.

deterioration.

Diagnosis komplikasi : Gizi buruk marasmus, BB

Diagnosis komplikasi : Gizi buruk marasmus, BB

sangat kurang, perawakan sangat pendek.

sangat kurang, perawakan sangat pendek.

Diagnosis imunisasi: Imunisasi dasar sesuai umur. Diagnosis pertumbuhan:

Diagnosis imunisasi: Imunisasi dasar sesuai umur. Diagnosis pertumbuhan:

17

Cross sectional : gizi buruk tipe marasmus, BB

Cross sectional : gizi buruk tipe marasmus, BB

sangat kurang, perawakan sangat pendek,

sangat kurang, perawakan sangat pendek,

mikrosefal.

mikrosefal.

Longitudinal :

Longitudinal :

-Arah garis pertumbuhan : growth failure

-Arah garis pertumbuhan : growth failure

-Pola pertumbuhan : undergrowth

-Pola pertumbuhan : undergrowth

Diagnosis perkembangan: global de bvelopmental

Diagnosis perkembangan: global de bvelopmental

delayed (sektor motorik kasar, motorik halus,

delayed (sektor motorik kasar, motorik halus,

bahasa dan personal sosial)

bahasa dan personal sosial)

Diagnosis sosial ekonomi: sosial ekonomi kurang.

Diagnosis sosial ekonomi: sosial ekonomi kurang.

G.RENCANA PENGELOLAAN Kasus I : AAR a.Pengelolaan pengobatan dan diet : Per oral : -Bicnat 6 ml/3 jam (15 menit sebelum minum susu, diencerkan aquadest menjadi 20 ml.

Kasus II : MDD a.Pengelolaan pengobatan dan diet : Per oral : -Bic nat 3 ml/3 jam (15 menit sebelum minum susu), diencerkanaquadest menjadi 20 ml.

-Asam folat 1 mg/24 jam,

-Asam folat 1 mg/24 jam,

-Mineral mix 5 ml/6 jam,

-Mineral mix 5 ml/6 jam,

-Vitamin A 200.000 iu single dose

-Vitamin A 200.000 iu single dose

-Ferrous Sulfat syrup 15 mg/24 jam (Sirup Ferizz) Topical : -Pabanox cream ue. Diet :

♂,9 thn,BBS: 8,4 kg;BBI: 14 kg,PB:93,5 cm,setara usia 2,5 thn. Kebutuhan : -Cairan : 1020 ml/24 jam -Kalori : 1400 kcal/24 jam -Protein 16,4 gr/24 jam Enteral : 8x200 ml pepti junior (AKG :79%)

Topical : -Timolol 0,5 % 2 x 1 tetes (ODS) -Pabanox cream ue. Diet :

♂, 4 thn,BBS:8,4 kg;BBI:11,5 kg, PB:85 cm,setara usia:1,5 thn. Kebutuhan : -Cairan : 1020 ml/24 jam -Kalori : 1150 kcal/24 jam -Protein 14 gr/24 jam Enteral: 8x200 ml pepti junior (AKG :96 %)

b.Rencana Pemeriksaan o Pemeriksaan rawat jalan di Poliklinik Endokrinologi anak : pemeriksaan ulang kadar TSHs dan

18

FT4, 2 minggu setelah pemeriksaan yang pertama dan control sebulan sekali. o Konsultasi bagian psikiatri o Konsultasi bagian gigi untuk penatalaksanaan karies dentis o Rencana pemeriksaan DNA c.Rencana Perawatan o Merawat penderita di rumah. o Mencegah hipoglikemi dengan pemberian diet dengan frekuensi tiap 3 jam, mencegah hipotermi dengan memakai pakaian hangat. o Poliklinik Rehabilitasi Medik : untuk Fisioterapi, Okupasi Terapi :

Latihan berdiri dengan

permainan, latihan peningkatan kemampuan ADL; Speech Terapi: latihan peningkatan bahasa ekspresif dan reseptif. d.Rencana Pemantauan.

 Poliklinik Nutrisi dan penyakit metabolic anak, untuk pemantauan asidosis metabolic dengan pemeriksaan analisa gas darah dan kadar asam laktat.  Poliklinik Kulit dan Kelamin, supaya terapi kelainan kulit berupa xeroderma pigmentosum tetap terpantau.  Puskesmas untuk pemantauan akseptabilitas diet dan berat badan  Penerapan growth trajectory target kenaikan BB 5g/kgBB/hari, tercapai dalam 30 hari  Poliklinik Tumbuh kembang dan pediatric social untuk pemantauan pertumbuhan dan perkembangan pasien setiap bulan sekali. e.Rencana Edukasi o Menjelaskan kepada orang tua tentang perjalanan penyakit anak supaya orang tua dapat lebih siap mental. o Menjelaskan kepada orangtua pentingnya pemasangan alat bantu dengar supaya orang tua dapat menabung untuk menyediakan alat bantu dengar. o Menjelaskan anak menderita gizi buruk yang memerlukan kerjasama orang tua dalam pemberian diet dan pemantauan akseptabiltas diet agar target kenaikan berat badan dapat tercapai. o Menjelaskan anak menderita keterlambatan perkembangan di keempat sektor perkembangan yang membutuhkan fisioterapi yang bersifat kontinue sehingga kerjasama orang tua untuk melakukan fisioterapi di rumah sakit Jepara dan melanjutkannya di rumah secara rutin. o Menjelaskan kepada orang tua bahwa kemungkinan untuk terjadi kelainan yang sama pada keturunan berikutnya (konseling genetic).

19

H.PROGNOSIS Kasus I : AAR

Kasus II : MDD

Quo ad vitam

: ad malam

Quo ad sanam

: ad malam

Quo ad fungsionam

: ad malam

FOLLOW UP KASUS I DAN KASUS II Pemantauan kedua pasien di RS dr. Kariadi dan RS Jepara dilakukan di : Bagian Nutrisi dan Penyakit Metabolik Di RS Kariadi

Kasus I (AAR)

Kasus II (MDD)

BB : 8,5 kg, PB: 94 cm, LILA:11 cm. Laboratotium : Asam laktat : 2,0 mmol/L. SGOT:195 U/L, SGPT:299 U/L, Alkali Phosphatase: 291 U/L, Gamma GT: 149 U/L. BGA : pH:7,37, pCO2:34 mmHg, PO2: 133 mmHg, HCO3-:19,8 mmol/L, BE ecf:-5,6 mmol/L. FiO2:21%, AaDO2:26 mmHg.

BB : 8,4 kg, PB: 85 cm, LILA:11 cm. Laboratorium: asam laktat : 2,5 mmol/L. SGOT:40 U/L, SGPT:84 U/L, Alkali Phosphatase: 212 U/L, Gamma GT: 36 U/L. BGA : pH:7,36, pCO2:31 mmHg, PO2: 116 mmHg, HCO3-:17,7 mmol/L, BE ecf:-7,9 mmol/L. FiO2:21%, AaDO2:2 mmHg

Organic acid dalam analisa urin : : no Organic acid dalam analisa urin : : abnormal finding. Peningkatan : Kesan : -Asidosis metabolik ringan, peningkatan enzim hati. -Gizi buruk tipe marasmus. Terapi:Bicnat 1 tab/12 jam. Diet : Susu Pepti junior 8x200 ml.

-Asam glutaric -adipate, sebacate, suberate, asam 7-OH-octanoicoic. -2-keto-3-methylvalerate, 2-ketoisocaproate. Kesan : -Asidosis metabolik ringan, peningkatan enzim hepatic, asam laktat meningkat. -Gizi buruk tipe marasmus

20

-Asidemia organic

Endokrinologi 21/10/2014 Di RS Kariadi THT Agustus 2014 Di RS Kariadi Rehabilitasi medic 2x/minggu Di RS Jepara Anak Umum Di RS Jepara

Terapi : Bicnat 3 tab/8 jam. Diet :Susu Pepti junior 8x200 ml. TSHs : 4,07 uIu/ml, TSHs : 5,28 uIu/ml, FT4:10,75 pmol/L. FT4:17,92 pmol/L. Kesan : Hipotiroid. Kesan : dalam batas normal. Terapi: Tyrax 50 mcg/24 jam (4-6 mcg/kgBB/hari). Kesan : sesorineuronal hearing loss Kesan : Nilai ambang pendengaran profound telinga kanan dan kiri, telinga kanan dan kiri diatas 100 dB. Saran : fitting alat bantu dengar dan Saran : fitting alat bantu dengar, kontrol rehabiitasi medic untuk speech konsul rehabiitasi medic untuk terapi. speech therapy. Fisioterapi exercise, okupasi terapi dan Fisioterapi exercise, okupasi terapi terapi wicara. dan terapi wicara.

untuk penggantian NGT dan pemberian untuk penggantian NGT dan obat jika ada keluhan. pemberian obat jika ada keluhan.

21

BAB III PEMBAHASAN DIAGNOSIS Kumpulan kelainan akibat terganggunya proses metabolism yang menimbulkan akumulasi atau defisiensi suatu produk tertentu disebut dengan Inborn error of metabolisme. Hal ini terjadi karena kelainan genetic pada tubuh penderita. Inborn error of metabolisme biasanya diturunkan dalam bentuk autosomal resesif atau X-linked resesif. Dari segi terapi, kelainan metabolic bawaan dibagi menjadi 3 kelompok : 1.Gangguan yang meningkatkan intoksikasi Kelainan ini tidak mengganggu perkembangan embryofetal, gejala klinis yang muncul seperti tanda keracunan yang akut, yaitu : muntah, koma, kelainan hati, komplikasi tromboemboli), atau gejala kronis seperti : gagal tumbuh, ectopia lentis, kardiomiopati. 2.Gangguan metabolism energy. Kelainan ini biasanya diikuti gangguan perkembangan embryofetal dan muncul gejala dismorfik, dysplasia dan malformasi. 3.Kelainan molekul komplek Kelainan ini melibatkan organela sel dan gangguan sintesa atau

katabolisme molekul

kompleks. Gejalanya permanen, progresif, kambuhan dan tidak dipengaruhi oleh intake makanan. (9) Tabel Pembagian kelainan metabolic bawaan dan hasil pemeriksaan pada kasus :

Kasus I : AAR 1.Gangguan yang meningkatkan intoksikasi - kelainan metabolism asam amino - organic aciduria - defek siklus urea congenital - Intoksikali metal - Phophyrias

Kasus II : MDD Asiduria organik (+)

Asiduria organik negatif

Peningkatan : -Asam glutaric  glutaric acidemia karena defek pada enzym Glutaryl CoA dehydrogenase. -adipate, sebacate, suberate, asam 7OH-octanoicoic.  2-Ketoadipic acidemia karena defek enzyme 2Ketoadipic dehydrogenase, asidosis laktat. -2-keto-3-methylvalerate, 2-ketoisocaproate  asidosis laktat

22

2.Gangguan metabolime energy. -Defek mitokondria  Asidosis laktat -Defek sitoplasma  Defek glycolisis  Defek metab. glikogen  Defek glukoneogenesis  Hiperinsulinisme  Defek metab kreatin  Defek jalur fosfat pentose 3.Kelainan molekul komplek  α1-antitrypsin,  Sindrom carbohydrate deficient glyco-protein (CDG)  kelainan metabolism kolesterol.

Asidosis laktat (+)

Asidosis laktat (+)

Belum diperiksa

Belum diperiksa

Pada kasus II/MDD, dari hasil pemeriksaan urin didapatkan adanya peningkatan beberapa asam organic seperti asam glutaric, adipate, sebacate, suberate, asam 7-OH-octanoicoic, 2-keto3-methylvalerate dan 2-keto-isocaproate. Asam organik tersebut mengalami kegagalan proses anabolisme karena terjadi defek enzyme di dalam mitokondria, sehingga terjadi asidemia organic. Asidemia organic merupakan tipe kelainan metabolic bawaan yang dapat menyebabkan intoksikasi. Pada keadaan ini terjadi organic aciduria, asidosis metabolic dengan peningkatan anion gap, ketosis, hiperammonemia, hipoglikemia, netropenia dan trombositopeni. Pada kedua pasien ini didapatkan asidosis laktat yang masuk dalam kelainan kategori gangguan metabolism energy yang terjadi pada defek mitokondria yang dapat diterapi dengan natrium bicarbonat. Namun perlu dilakukan pemeriksaan yang lain untuk menentukan apakah ada kelainan metabolic yang lain. Pada kedua pasien ini didapatkan gejala klinis yang sama dan onset penyakit mulai muncul pada usia yang sama pula yaitu mulai pada usia 2 tahun. Diagnosis penyakit mitokondria dapat ditegakkan dari adanya gangguan beberapa system organ sebagai berikut :(10) 1.Kelainan sistem saraf : mikrosefal, kelemahan otot, serum kreatin kinase normal/sedikit meningkat, EMG normal, intelektual menurun, peningkatan laktat pada LCS, kejang, perdarahan subarachnoid, meningitis, dan ensefalitis, gangguan psikiatri, dari pemeriksaan MRI tampak kalsifikasi ganglia basalis dan cerebellum. 2.Gangguan hati. 23

3.Kelainan jantung : aritmia, kardiomiopati, bising jantung, kematian mendadak. 4.Kelainan hematologi : pansitopenia, asidosis laktat. 5.Kelainan ginjal : tubulopati proksimal, nefritik sindrom, gagal ginjal. 6.Gagal tumbuh. 7.Kelainan endokrin : hipoparatiroid, hipotiroid, diabetes, hipogonad dan defisiensi hormone adrenokortikotropic, hipoglikemia. 8.Dismorfik : sindrom alcohol fetus (mikrosefal, wajah bulat, dahi menonjol, low set ears, dan leher pendek). 9.Kelainan kulit : lipomatosis mulitpel, eritema pruritus, pigmentasi retikuler, hipertrichosis, eczema atau vitiligo. 10. Kelainan mata : retinitis pigmentosa. 11. Gangguan pendengaran : ketulian. 12. Gangguan gastrointestinal : anoreksia, emesis, nyeri perut, diare, konstipasi. 13. Kelainan genetic : DNA mitokondria yang mengkode 37 protein mengalami mutasi. 14. Kelainan otot : dengan mikroskop electron dari biopsy otot ditemukan abnormalitas pada ultrastruktur sel yaitu kerusakan mitokondria. Diagnosa banding penyakit disfungsi mitokondria. Semua kelainan multisystem yang progresif menjadi diagnosa banding penyakit disfungsi mitokondria, yaitu ditemukannya asidosis laktat dan kelainan pada substansia alba. Diagnosa banding penyakit disfungsi mitokondria meliputi : 1.Asidemia organic : Maple Syrup Urine Disease, propionic, isovaleric, methylmalonic. 2.Kelainan siklus asam urea : carbamyl phosphate synthetase deficiency, citrullinemia, argininosuccinic aciduria 3.Gangguan karbohidrat : galactosemia, hereditary fructose intolerance 4.Aminoacidopathies : homocystinuria, tyrosinemia, nonketotic hyperglycinemia 5.Endokrinopathies : diabetes congenital, hipertiroid, hipotiroid. 6.Kelainan OXPHOS atau oxidative phosphorylation. 7.Sindrom Prader-Wili, Sindrom Angelman, Sindrom Rett, Sindrom Cockayne, Sindrom progeria dll.

24

Pada kedua kasus didapatkan banyak kelainan yang hampir sama dengan kelainan yang didapatkan pada penyakit disfungsi mitokondria, yaitu adanya kelainan saraf berupa mikrosefal, kalsifikasi ganglia basalis, peningkatan enzim hati, asidosis laktat, gagal tumbuh, hipotiroid,

dismorfik,

xeroderma

pigmentosum,

retinopati

pigmentasa,

gangguan

pendengaran, anoreksia, kelemahan otot, dan gangguan metabolism karbohidrat yang didapat dari pemeriksaan feses rutin. Namun, pemeriksaan lain perlu dilakukan untuk mengetahui adanya aminoasidopati, kelainan siklus asam urea, kelaianan oxidative fosforilation dan analisa DNA mitokondria dengan fasilitas laboratorium di luar rumah sakit. Dari beberapa diagnosa banding pada penyakit disfungsi mitokondria, yang gejala klinisnya paling mirip dengan kelainan yang diderita kedua kasus adalah sindrom Cockayne. Tata laksana Disfungsi mitokondria Pada prinsipnya terapi yang diberikan pada kelainan mitokondria meliputi terapi simptomatis, terapi farmakologis untuk meningkatkan kualitas hidup penderita dan terapi genetik. Terapi simptomatis misalnya obat antikonvulsan jika munccul gejala kejang, psikotropika jika muncul depresi, terapi wicara dan terapi okupasi jika muncul gangguan perkembangan bahasa dan motorik, terapi pembedahan pada kelainan katarak pada mata, pemasangan pacemaker jika terjadi blockade konduksi jantung, transplantasi jantung pada kardiomiopati, implantasi koklea jika terjadi gangguan neurosensori, transplantasi liver pada gagal hepar, dialysis ginjal pada pasien gagal ginjal karena myoglobinuria. Terapi farmakologis bertujuan untuk meningkatkan fungsi dan life time enzim pada rantai respirasi dan menghambat metabolit toksik sebagai hasil dari metabolism alternative. Misalnya : dikloroasetat dan bicarbonate natrium untuk mengatasi timbunan asam laktat, transplantasi sel stem allogenik dapat diperltimbangkan karena hasilnya cukup menjanjikan, dan pemberian C0Q10 sebagai antioksidan karena kekurangan C0Q1o (akseptor electron) di mitokondria akan mengganggu aliran electron sehingga mengurangi sintesis ATP, Vitamin B1/thiamin, Vitamin B2/ribofavin, dan asam folat. Terapi gen yang sedang dikembangkan saat ini diharapkan dapat mengganti DNA yang mengalami kerusakan akibat mutasi DNA mitokondria.(11) Prognosis Pada kelainan disfungsi mitokondria dapat diberikan terapi jika muncul gejala klinis dan komplikasi, sehingga prognosis sangat tergantung pada tingkat keparahan penyakitnya.

25

Prognosis akan lebih baik jika dilakukan lebih dini karena dapat mencegah kerusakan organ lebih luas. Gejala yang muncul pada uaia tahun pertama merupakan predictor kuat terhadap kejadian kematian. 62% pasien diatas usia 5 tahun menderita gangguan ringan atau dapat mempunyai fungsi yang normal.(12) (level of evidence 3b) Sindrom Cockayne Cockayne

syndrome

disebut juga sindrom Weber Cockayne atau sindrom Neill

Dingwall, merupakan autosomal resesif, kelainan bawaan langka yang disebabkan oleh mutasi gen ERCC8 atau ERCC6. Sindrom ini diberi nama oleh Edward Alfred Cockayne pada tahun 1880-1956, seorang dokter di London yang berkonsentrasi pada penyakit anak-anak, terutama penyakit keturunan. Cockayne melaporkan sindrom pada tahun 1946. Neill-Dingwall sindrom ini dinamai Mary M. Dingwall dan Catherine A. Neill.(6, 13) Sindrom Cockayne merupakan kelainan genetik yang meliputi degenerasi multisistem yang progresif dan dikategorikan sebagai segmental sindrom penuaan dini. (14) Patofisiologi 1.Gen yang terkait dengan Sindrom Cockayne Sindrom Cockayne merupakan sebuah sindrom defisiensi transkripsional dan repair DNA (rDNA). Mutasi pada gen excision repair cross complementing-6 (ERCC6) atau CSB atau ERCC8 atau CSA menyebabkan sindrom Cockayne. Gen ERCC6 terletak pada lengan panjang (q) kromosom 10 posisi 10q11 dan ERCC8 terletak di lengan panjang (q) kromosom 5 di posisi 12,1. Gen ERCC8

memberikan instruksi untuk membuat protein yang disebut sindrom

Cockayne A (CSA). Sedikit yang diketahui tentang fungsi protein ini, meskipun terlibat dalam perbaikan DNA yang rusak. Kerusakan DNA dapat diakibatkan oleh sinar ultraviolet dari matahari, bahan kimia beracun, radiasi, dan molekul tidak stabil yang disebut radikal bebas.(15) Kerusakan tersebut dapat memblokir aktivitas sel vital seperti transkripsi gen, yang merupakan langkah pertama dalam produksi protein. Jika tidak dikoreksi, kerusakan DNA akan terakumulasi, yang menyebabkan kerusakan sel-sel dan kematian sel. Meskipun kerusakan DNA terjadi secara teratur, sel-sel normal biasanya dapat memperbaikinya sebelum dapat mengakibatkan masalah. Sel memiliki beberapa mekanisme untuk memperbaiki kerusakan DNA, salah satu mekanisme tersebut melibatkan protein CSA. Protein ini mengkhususkan diri dalam rDNA yang rusak dalam gen aktif (gen-gen mengalami transkripsi gen). Namun, peran 26

spesifik dalam proses ini tidak jelas. Protein CSA berinteraksi dengan protein lain, kemungkinan untuk mengidentifikasi area DNA yang rusak.(2, 7, 13) CSB protein pada interface transkripsi dan rDNA terlibat dalam proses repair transcription coupled dan perbaikan global genom DNA, serta dalam transkripsi umum. CSB telah dibuktikan dalam pengaturan proses seperti pemulihan transkripsi setelah kerusakan DNA, p53 respon transkripsi, respon terhadap hipoksia, respon terhadap transkripsi insulin-like growth factor-1 (IGF-1), transaktivasi reseptor nuklir, mempertahankan gen dan transkripsi rDNA. Kedua gen CSA dan CSB dibutuhkankan pada cabang Transcription couple dari jalur repair eksisi nukleotida (nucleotide excision repair/NER).

(2)

TCR adalah jalur utama yang terlibat

dalam pemindahan photolesion yang ditimbulkan UV dari strand yang ditranskripsi dari gen aktif. CSA dan CSB penting untuk perbaikan TCR. Mekanisme molekuler di mana protein CS mengatur TCR tetap sulit dipahami.(15-17) 2.Sifat Yang Diwariskan Pola pewarisan sindrom Cockayne adalah autosomal resesif. Ini berarti bahwa kedua orang tua adalah carrier gen sehat yang bermutasi. Ketika dua carrier gen sehat memiliki anak, ada risiko 25% anak akan mewarisi gen bermutasi (satu dari setiap orang tua) dalam hal ini anak akan memiliki penyakit. Pada 50% kasus anak yang mewarisi satu gen mutasi (dari salah satu orang tua saja), anak akan menjadi carrier gen sehat yang bermutasi. Pada 25% kasus anak tidak akan memiliki penyakit dan tidak akan menjadi pembawa gen bermutasi.(7, 13) Seseorang dengan penyakit autosomal resesif yang diwariskan memiliki dua gen mutasi. Jika orang ini memiliki anak dengan seseorang yang bukan pembawa gen yang bermutasi, semua anak akan mewarisi gen bermutasi tetapi mereka tidak akan mengalami gangguan tersebut. Jika seseorang dengan penyakit resesif autosomal yang diwariskan memiliki anak-anak dengan pembawa sehat dari gen bermutasi (yang memiliki satu salinan tunggal dari gen bermutasi) ada 50% risiko anak mengalami gangguan, dan 50% risiko anak menjadi pembawa sehat dari gen bermutasi.(13, 18) Pada kasus ini, pasien merupakan dua bersaudara yang mengalami gejala yang sama. Dari pedigree didapatkan dari keluarga ibu pasien ada anggota keluarga yang mengalami tuna wicara (1 orang), retardasi mental (2 orang), kanker darah (1 orang), meninggal pada usia bayi

27

(2 orang). Dari keluarga ayah terdapat anggota keluarga yang mengalami speech delay (1 orang). Kemungkinan ayah dan ibu menjadi carrier gen yang bermutasi (autosomal resesif). 3.Disfungsi mitokondria Mitokondria sebagai power house dalam sel yang menyediakan energi untuk fungsi motorik, transpor dan biosintesis. Gangguan proses konversi energi pada organel ini telah diketahui membawa dampak patobiologi pada beberapa penyakit poligenik. Banyak penelitian telah dilakukan untuk mempelajari peran mitokondria pada berbagai penyakit antara lain disfungsi mitokondria pada jaringan somatik yang dapat menyebabkan beberapa gangguan, terutama yang terkait dengan energi respirasi seperti pada otak, jantung, otot skelet dan jaringan somatik lainnya. Mitokondria merupakan organel dalam sel yang tidak hanya menghasilkan energi dalam bentuk ATP, tetapi juga menciptakan homeostatis dan sinyal Ca2+, yang sangat diperlukan dalam proses transmisi sinapsis, neuroplastisitas dan ketahanan sel.(19) Glukosa dalam tubuh akan mengalami oksidasi untuk menghasilkan ATP. Proses ini berlangsung di dalam sel melalui respirasi selular yang melibatkan 4 jenis reaksi yaitu glikolisis, pembentukan asetil koenzim A, siklus krebs dan rantai transport electron. Reaksi perubahan glukosa menjadi asam laktat dan piruvat terjadi dalam keadaan anaerob. Asam laktat yang terbentuk dari glikolisis yang terjadi di sitoplasma sel sebagian akan dibawa oleh darah menuju jaringan lain untuk dioksidasi. Sebagian besar sisanya akan diubah kembali menjadi gugusan glukosa atau bila persediaan glukosa masih cukup maka akan diubah menjadi lemak.(20)

28

Gambar : Glikolisis dan siklus Krebs. Beberapa peneliti

telah mempelajari bahwa pada sindrom Cockayne

telah terjadi

disfungsi mitokondria. Disfungsi mitokondria memegang peran penting terhadap pathogenesis penyakit degeratif. Dasar molekuler yang melandasi penurunan fungsi mitokondria sampai saat ini belum sepenuhnya dimengerti. (19, 21-24) Beberapa penelitian menunjukkan pasien SC memiliki fenotipe yang jauh lebih berat dibandingkan individu dengan mutasi gen lain yang terlibat dalam NER (nucleotide excision repair), seperti gen xeroderma pigmentosum. Hal ini memunculkan dugaan bahwa protein SC kemungkinan terlibat dalam jalur lain selain NER.(7) Sementara itu, masih menjadi misteri besar bahwa mutasi komplementasi XP pada grup A (XPA), gen yang penting untuk genomik global dan TC-NER, menyebabkan fenotipe neurologis yang lebih ringan dibandingkan mutasi pada CSA atau CSB. (15) Defisiensi NER tidak dapat menjelaskan fenotipe XPA karena NER tidak terdapat pada mitokondria. Defisiensi neurologis berat kemungkinan terjadi sekunder karena defisiensi NER. Kemungkinan perbedaan fenotipe tersebut disebabkan oleh disfungsi mitokondria pada CS, meskipun mekanisme lain juga dapat menjadi penyebab. Mekanisme lain

29

tersebut meliputi defisiensi repair eksisi basa, defisiensi transkripsional, dan autophagy mitokondria.(25-27)

a)

b)

c)

d) Gambar Kemungkinan Jalur disfungsi mitokondria pada sindrom Cockayne. a)Defisiensi repair eksisi basa DNA, jalur perbaikan utama untuk lesi oksidatif.(27) b)Defisiensi transkripsi mitokondria.(25) c)Kerusakan inti sel.(24) d)Terjadinya autophagy mitokondria. (14, 26)

Klasifikasi sindrom Cockayne Klasifikasi terbaru mengusulkan, sindrom ini dibagi menjadi empat subtipe: tiga anak dan satu bentuk dewasa, yaitu: (6, 15, 18, 28) 1. Variasi intermediate/peralihan, sebelumnya dikenal sebagai CS tipe I (tipe A atau CKN1), bentuk klasik. Merupakan bentuk peralihan, anak berkembang relatif normal selama tahun pertama kehidupan. Sebagian besar anak-anak ini belajar berjalan, tetapi antara usia satu dan dua tahun, kegagalan pertumbuhan menjadi jelas, serta tertunda motorik dan perkembangan intelektual.

Biasanya hidup sampai usia remaja atau dewasa muda.

Prognosis sangat tergantung pada beratnya penyakit dan kondisi umum kesehatan dari seseorang. 2. Variasi anak onset dini (severe), sebelumnya dikenal sebagai CS tipe II (tipe B), juga dikenal sebagai Cerebro Oculo Facio Skeletal (COFS) syndrome (COFs) atau Pena

30

Shokeir sindrom adalah bentuk paling yang berat dari sindrom, dan harapan hidup anakanak ini rata-rata lima tahun. 3. Variasi bentuk ringan, sebelumnya dikenal sebagai CS tipe III, bentuk atipikal. Dengan karakteristik : perawakan pendek, cacat intelektual, gangguan pendengaran, gangguan penglihatan, dan sensitivitas cahaya. Harapan hidup rata-rata orang dengan bentuk ringan dari sindrom adalah usia pertengahan awal. 4. Xeroderma pigmentosum – sindrom Cockayne. Diagnosis Sindrom Cockayne Sindrom Cockayne ditandai adanya kegagalan pertumbuhan dan degenerasi multisistemik., dengan onset dan progresifitas usia yang bervariasi. 1) Sindrom Cockayne tipe I. Disebut juga “Classic” CS dimana gejala mayor penyakit ini mulai muncul usia 1-2 tahun. Biasanya kematian terjadi pada decade pertama atau kedua. Kriteria :  Pada anak yang lebih tua yang mempunyai dua gejala mayor dan tiga gejala minor.  Pada bayi atau usia balita yang mempunyai dua gejala mayor, terutama adanya gejala fotosensitivitas pada kulit. Abnormalitas juga terjadi pada 10% atau lebih dengan gejala sebagai berikut : (13, 29, 30)  Neurologi : mikrosefal, peningkatan tonus/spastisitas, hiper atau hiporefleks, cara berjalan abnormal, kontaktur, ataksia, inkontinensia, tremor, gangguan bicara, gangguan pendengaran sensorineuronal, kejang, menangis lemah, gangguan makan, atrofi otot, kalsifikasi intrakranial, gangguan perilaku/kepribadian dan retardasi mental.  Dermatologi : rasa gatal yang parah, kulit mudah terbakar (sunburn), anhidrosis dan ruam malar.  Ophtalmologi : enofthalmus, retinopati pigmen, elektroretinogram abnormal, katarak, atrofi optic, miotik pupil, rabun dekat, penurunan atau tidak ada air mata, strabismus, nistagmus, fotofobia, menyempitnya arteriol retina, mikrophtalmia dan jika tidur mata terbuka.  Dental : Tidak ada atau hipoplasia gigi, erupsi gigi sulung tertunda, maloklusi.  Renal : fungsi ginjal tidak normal, hipertensi.  Gastroenterohepatologi : peningkatan enzim hati, kolestasis, hepatosplenomegali. 31

 Endokrin : Undesensus testis, mikropenis pada laki-lakai, kematangan seksual terlambat, diabetes melitus, osteoporosis, perawakan pendek.  Nutrisi

dan metabolic : masalah asupan makanan, gangguan metabolism lemak,

petumbuhan lambat.  Fisik : berwajah khas (peculiar face), hidung berbentuk lurus, kecil dan ramping, punggung yang melengkung (kifosis, skoliosis, rounded back), progeria (penuaan dini/ premature aging).  Harapan hidup lebih pendek (rata-rata 12,5 tahun) 2) Sindrom Cockayne tipe II. Kelainan yang muncul lebih berat, dimulai saat periode awal neonatal.  Bayi dengan gangguan pertumbuhan pada saat lahir dan setelah lahir terjadi sedikit peningkatan tinggi, berat dan lingkar kepala.  Perkembangan neurologi pasca lahir tidak terjadi atau minimal.  Terjadi katarak congenital atau defek pada mata (mikrophthalmos, microcornnea, hipoplasi iris) 3) Sindrom Cockayne tipe III. Kelainannya lebih ringan, masih sulit didefinisikan (dalam tahap penelitian). 4) Xeroderma Pigmentosum-Cockayne Syndrome. Sindrome Cockayne yang disertai kelainan kulit xeroderma pigmentosum, namun tidak disertai gangguan skeletal, demielinisasi dan kalsifikasi saraf pusat. Kriteria Mayor : 

Gangguan pertumbuhan pascanatal (tinggi badan dan berat badan < Persentil 5 pada usia 2 tahun)



Mikrosefal dan disfungsi neurologi yang progresif dan berkembang menjadi gangguan perkembangan dini, diikuti gangguan perilaku dan intelektual secara progresif. Pada gambaran MRI otak tampak leukodistrofi dan beberapa pasien mengalami kalsifikasi intracranial.(3, 4)

Kriteria minor : 

Fotosensitivitas kulit. Dengan atau tanpa kulit/rambut tipis atau kulit mengering.



Demielinisasi neuropati perifer, didiagnosis dengan EMG dan atau biopsy saraf.



Retinopati pigmentasi dan atau katarak. 32



Gangguan pendengaran sensorineuronal.



Anomali gigi, karies dentis, hipoplasia enamel, anomaly jumlah, ukuran dan bentuk gigi.



Penampilan fisik yang khas "cachectic dwarfism"dengan kulit dan rambut menipis, mata cekung, posisi berdiri membungkuk.



Temuan radiografi yang khas : penebalan calvaria, sklerotik pada epifisis tulang belakang dan kelainan panggul. Pada kasus ini, dua bersaudara ini memiliki gejala yang sama, hanya bedanya adalah

pada anak yang lebih muda usianya (adik) gejalanya lebih ringan dari pada kakaknya. Gejala yang terdapat pada kedua pasien ini : mikrosefal, berwajah khas (peculiar faces), gangguan penglihatan (edema retina, lekoma), gangguan saraf pendengaran, hidung bentuk lurus kecil dan ramping, karies dentis, punggung yang melengkung (rounded back), kontraktur, cara berjalan goyah (unsteady gait), tangan dan kaki dingin, tremor, suhu tubuh rendah, terdapat masalah asupan makanan (anak sulit mengunyah makanan), perawakan pendek, gizi buruk, rasa gatal pada kulit, fotosensitiv terhadap sinar matahari, tampak penuaan dini, gangguan metabolism lemak, retardasi mental, degenerasi neurologis, pertumbuhan lambat. Gejala pada anak tidak didapatkan sesuai dalam teori adalah belum ditemukan gejala hipertensi, diabetes melitus. Pemeriksaan penunjang Pemeriksaan menggunakan computed tomography scan (CT scan) untuk mendeteksi proses kalsifikasi otak, baik pada sentral gray matter otak besar atau cerebrum (basal ganglia) dan otak kecil atau cerebellum. Perluasan rongga otak (ventrikel) juga terjadi sebagai akibat dari atrofi secara bertahap otak dan magnetic resonance imaging (MRI) biasanya menunjukkan perubahan atrofi white matter otak. (6) Saraf perifer juga mengalami perubahan, dan tes neurofisiologis mungkin menunjukkan penurunan kecepatan konduksi saraf. Gangguan pendengaran dapat di tes skrining dengan audiometri. Didapatkan katarak kongenital dan perubahan retina dan pemeriksaan mata mengungkapkan perubahan khas pada saraf optik dan kelainan retina.(18, 31) Laboratorium khusus dapat menguji hipersensitivitas kulit dengan penyinaran sel-sel kulit dikultur dengan sinar ultraviolet. Diagnosis juga dapat dipastikan dengan analisis DNA. Diagnosis carrier, diagnosis pra-kelahiran, dan diagnosis embrio mungkin terjadi apabila mutasi 33

dalam keluarga telah diidentifikasi. Pada saat yang sama bahwa diagnosis dibuat, keluarga sebaiknya ditawarkan konseling genetik.(5, 8, 17) Pemeriksaan seluler : 1. Pemeriksaan fenotip sel : a. Periksa DNA repair : tampak pada fibroblast pada kulit, ditemukan defisiensi recovery sintesis RNA dan kerusakan transcription-coupled repair. b. Pemeriksaan kelompok komplementasi, ditemukannya

defek repair DNA pada

DNA excision repair protein ERCC8 (excision repair cross complementing-8 pada syndrome cockayne A (25%) dan DNA excision repair protein ERCC6 (Mutasi pada gen excision repair cross complementing-6) pada syndrome cockayne B (75%). 2. Pemeriksaan genetic molekuler : ditemukan mutasi gene ERCC8 dan ERCC6 pada pasien. Pada kasus ini, dari pemeriksaan penunjang MRI didapatkan kalsifikasi ganglia basalis, atrofi cerebri, hasil pemeriksaan fungsi hati didapatkan peningkatan enzim hati (SGOT dan SPT meningkat) gangguan metabolisme lemak yang dapat dilihat dari hasil pemeriksaan feses rutin didapatkan sisa lemak positif. Hasil pemeriksaan penunjang pada anak tidak didapatkan sesuai dalam teori adalah belum ditemukan gejala hipertensi, gangguan ginjal, diabetes mellitus dan osteoporosis. Pengelolaan Sindrom Cockayne Saat ini tidak ada obat untuk sindrom

ini, dan penatalaksanaan diarahkan untuk

mengurangi gejala.(6-8, 18) 

Endokrinologi : pemantauan tiroid dan gula darah.



Gastroenterohepatologi : konsultasi ke bagian gastroenterohepatologi pelu dilakukan jika terjadi peningkatan enzim hati disertai kelainan abdomen lainnya.



Nutrisi dan penyakit metabolic : Pada anak-anak dengan yang berat, bentuk awal-awal atau bentuk peralihan dari sindrom Cockayne permasalahan asupan makan, mengisap, dan menelan sering terjadi. Gastroesophageal reflux juga sering dijumpai, hal ini dapat mengakibatkan penurunan berat badan dan gagal tumbuh. Memberikan latihan motorik oral dan stimulasi sensorik untuk anak-anak ini, serta pemenuhan kebutuhan asupan kalori yang cukup dan memberikan nasihat tentang diet yang seimbang. Tube feeding kadang-kadang diperlukan. banyak anak dilakukan PEG (percutaneous gastrostomy

34

endoscopic untuk memfasilitasi makan. Tidak ada makanan diet khusus yang akan mengubah prognosis. 

Nefrologi : Monitoring secara rutin fungsi ginjal efektif untuk mendeteksi kelainan, sehingga mencegah gagal ginjal.



Neurologi : Epilepsi dapat terjadi pada pasien ini.



Mata : diperiksa dan ditindaklanjuti oleh dokter mata, untuk

menilai visus dan

kebutuhan alat peraga. Jika terjadi katarak diperlakukan pembedahan. 

THT : Konsultasi ke bagian THT diperlukan untuk pemasangan alat bantu dengar.



Kulit : Individu harus menghindari kontak yang terlalu lama sinar matahari langsung. Menggunakan tabir surya sebagai pelindung. Pakaian dan topi juga dapat memberikan perlindungan yang efektif dari matahari. Pemeriksaan X-ray harus dihindari, jika diperlukan, dosis radiasi harus tetap rendah.



Rehabilitasi medic : Latihan diperlukan untuk merangsang perkembangan keterampilan motorik, untuk mengimbangi keterbatasan fungsional yang berhubungan dengan ataksia, dan untuk mencegah kontraktur. Keterampilan komunikasi bervariasi pada anak-anak dengan sindrom Cockayne. Bagi sebagian anak sangat penting diberikan berbagai jenis alternatif komunikasi dengan mengikut sertakan orang tua serta orang-orang lain yang dekat dengan anak.



Psikologi : Orang tua mungkin membutuhkan dukungan psikologis.



Gigi dan Mulut : Pemeriksaan dan perawatan gigi oleh spesialis gigi anak, karena peningkatan risiko karies.



Tumbuh kembang dan pediatric social : Jika usia anak sampai memasuki usia dewasa dengan sindrom Cockayne perlu lanjutan rehabilitasi dan dukungan dalam kehidupan sehari-hari. Pada kasus ini, perlu dilakukan pemantauan di berbagai multidisiplin untuk

mengoptimalkan kualitas hidup dengan segala keterbatasn yang dimilikinya, yaitu : 1.Endokrin : pencegahan terjadinya diabetes mellitus dan pemantauan hormone tiroid (FT4 dan TSHs). 2.Gastroenterohepatologi. Pada kasus ini, pemantauan dibidang ini tetap rutin dilakukan setelah dilakukan pemeriksaan penunjang, didapatkan peningkatan enzim hati, namun USG abdomen dalam batas normal.

35

3. Nutrisi dan penyakit metabolic . Pada saat awal masuk RSDK pasien tidak dapat mengunyah makanan dengan baik, jika diberikan makanan padat berupa bubur, nasi atau roti sering dimuntahkan, kemudian dilakukan pemasangan naso gastric tube (NGT) dan diberikan diet berupa susu. Pasien diberi susu jenis susu extensive hidrolisat supaya lebih mudah diabsorbsi. 5.Nefrologi : Pada pemeriksaan klinis dan laboratorium tidak didapatkan kelainan ginjal, meskipun demikian tetap diperlukan pemantauan anak kontrol rawat jalan di poliklinik anak. 6.Neurologi : sudah muncul gejala tremor, atrofi otak, kalsifikasi ganglia basalis dan tidak muncul gejala epilepsy,

pemantauan di bagian tumbuh kembang dan pediatric social

dilakuukan untuk deteksi dini jika ditemui gejala gangguan neurologi seperti kejang/epilepsy segera di konsulkan ke bagian neurologi. 7.Mata :

kondisi mata pasien sudah mulai muncul gejala gangguan penglihatan berupa

lekoma, atrofi Nervus II, edema retina dan macula. Kontrol teratur ke bagian mata (pediatric oftalmologi) harus dilakukan untuk memperlambat proses terjadinya kerusakan pada mata. 8.THT : setelah dilakukan pemeriksaan OAE dan BERA disarankan pemakaian alat bantu dengar. 9.Kulit : dari bagian kulit disarankan untuk pemberian tabir surya dan pelindung sinar UV seperti topi. 10.Rehabilitasi medic : anak rutin kontrol seminggu 2 kali dibagian rehabilitasi medic di RS Jepara, menjalani fisioterapi, okupasi terapi dan terapi wicara. 11.Psikologi : orang tua perlu dilakukan konseling genetic dan dukungan psikologis, supaya orang tua tidak putus asa dalam merawat anak. Penjelasan tentang perjalanan penyakit dan penatalaksanaan pasien dilakukan dengan tujuan agar orang tua memahami dan mau menerima kondisi anak, memberikan solusi kepada kedua orang tua jika hendak memiliki anak lagi sebaiknya mengangkat anak yang sehat, karena jika ibu hamil lagi kemungkinan memiliki peluang yang besar untuk melahirkan bayi dengan kondisi yang sama. 12.Gigi dan mulut : kedua pasien mengalami karies dentis, edukasi diberikan kepada orang tua untuk menjaga kebersihan gigi dan mulut. Kontrol ke bagian gigi dan mulut perlu dapat dilakukan saat rawat jalan di RS Jepara.

36

13. Tumbuh kembang dan pediatric social : menjelaskan tentang penyakit dan penatalaksanaan secara holistic dan komprehensif kepada orang tua, dengan membawa anak control rutin di poliklinik anak dan rehabilitasi medic, diharapkan anak dapat menjalani pengobatan dan latihan fisioterapi sehingga mengalami perbaikan fungsi dalam 4 sektor, yaitu motorik halus, motorik kasar, sensorik, dan personal social. Prognosis Prognosis tergantung pada jenis tipe sindrom cockayne. Pada type I biasanya kematian terjadi pada decade pertama dan kedua. Usia kematian rata-rata terjadi pada usia 12 tahun, namun ada beberapa peneliti yang mmenemukan dapat bertahan sampai decade ketiga. Pada type II, biasannya kematian terjadi pada usia 7 tahun. (9)

Problem saat ini : 1. Penegakan diagnosa : Pemeriksaan laboratorium untuk menentukan kadar enzyme yang diproduksi dalam mitokondria, pemeriksaan genetic molekuler dan pemeriksaan DNA repair spesifik tidak dapat dilakukan di Indonesia. 2. Sosial ekonomi : pasien tidak dapat minum susu pepti junior sesuai yang dianjurkan dari bagian nutrisi dan penyakit metabolic RSDK karena keterbatasn biaya, sehingga susu pepti junior dicampur dengan entrakid. 3. Rumah sakit : a. RS Jepara : jam kerja di RS Jepara hanya memungkinkan pasien berobat di satu bagian dalam sehari. Tidak dapat di dua bagian sekaligus. Orang tua hanya dapat kontrol ke rumah sakit seminggu dua kali, karena ayah pasien harus bekerja. Sehingga hanya poliklinik dan rehabilitasi medic saja yang baru dapat dijangkau. b. RS Kariadi : jarak terlalu jauh, orang tua hanya bisa membawa salah satu anaknya karena mengendarai sepeda motor dari Jepara menuju ke Semarang. Orang tua tidak mampu menyewa mobil. Sehingga konsultasi dilakukan 3 bulan sekali.

37

BAB IV KESIMPULAN

Kasus adalah dua orang anak saudara kandung berusia 9 tahun 8 bulan dan 4 tahun 8 bulan, dirawat di bangsal anak lantai 1/C1L1, rujukan dari RS Jepara dengan diagnosa TB, gizi buruk dan suspek sindrom metabolik. Dari anamnesis didapatkan keluhan berat badan mulai sulit naik sejak usia 2 tahun, anak sulit makan, muncul ruam kemerahan di kulit jika terkena sinar matahari yang kemudian mengelupas, muncul bercak putih pada

mata, mata silau jika terkena sinar matahari,

penglihatan berkurang jika sore hari. Anak tidak mendengar jika dipanggil dengan suara keras. Anak belum dapat minum sendiri dengan cangkir, belum dapat mencorat-coret, belum dapat mengucapkan 1 kata dengan jelas, belum dapat berjalan sendiri. Kedua anak tampak kepala dan badannya lebih kecil dibandingkan anak-anak lain yang usianya sebaya. Kedua tangan dan kaki anak selalu teraba dingin, anak tidak pernah dimandikan langsung terkena air, namun selalu di seka dengan kain yang agak basah, karena jika langsung terkena air anak akan gemetar kedinginan. Sudah berobat ke RS Jepara dikatakan sakit gizi buruk dan kemungkinan ada kelainan metabolik, disarankan ke RS Kariadi. Dari pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang didapatkan saat awal masuk anak tampak lemah, sangat kurus, terdapat iga gambang dan muscle wasting, mikrosefal, xeroderma pigmentosum, retinopati pigmentasi, gangguan pendengaran, anomali gigi, penampilan fisik dengan kulit dan rambut menipis, posisi berdiri membungkuk, tangan dan kaki dingin, dan tremor. Hasil laboratorium menunjukkan adanya peningkatan enzim hati, asam laktat. Hasil urinalisis menunjukkan adanya sisa protein, lemak dan karbohidrat. Hasil MRI menunjukkan adanya kalsifikasi ganglia basalis dan atrofi cerebri. Anak didiagnosa dengan Sindrom Cockayne, dirawat selama 17 hari, saat rawat jalan mendapat terapi peroral Asam folat 1 mg/24 jam, Natrium Bicarbonat peroral, Mineral mix 1 sdt/6 jam, dan Enercore 1 sachet/hari dengan diet susu pepti junior 8x200 ml via NGT, Pasien diberikan edukasi agar tetap kontrol ke divisi Nutrisi dan Penyakit Metabolic, Pediatric Social dan Tumbuh Kembang, Rehabilitasi Medik, Endokrinologi, Neurologi, THT, Kulit dan kelamin, Psikologi, Gigi dan Mulut, dan Mata. Prognosis adalah ad malam.

38

BAGAN ANALISA KASUS

39

DAFTAR PUSTAKA 1. Laugel V. Cockayne syndrome: The expanding clinical and mutation spectrum. Mech Ageing Dev. 2013;134(5):161-70. 2. Kleijer WJ, Laugel V, Berneburg M, Nardo T, Fawcett H, Gratchev A, et al. Incidence of DNA repair deficiency disorders in western Europe: Xeroderma pigmentosum, Cockayne syndrome and trichothiodystrophy. DNA Repair. 2008;7(5):744-50. 3. Boltshauser E, Yalcinkaya C, Wichmann W, Reutter F, Prader A, A V. MRI in Cockayne syndrome type I. Neuroradiology. 1989;31:276-7. 4. Sugita K, Takanashi J, Ishii M, H N. Comparison of MRI white matter changes with neuropsychologic impairment in Cockayne syndrome. Pediatr Neurol. 1992;8:295-8. 5. Laugel V, editor. Cockayne Syndrome. Strasbourg, France: Laboratory of Medical Genetics; 2012. 6. Bender MM, Potocki L, Metry DW. What syndrome is this? Cockayne syndrome. Pediatr Dermatol. 2003;20(6):538-40. 7. Hanawalt PC. DNA repair. The bases for Cockayne syndrome: Nature. 2000 May 25;405(6785):415-6. 8. Maiya A S., Shenoy S., Jayaram R., Madan R., V K. Cockayne Syndrome: A Rare Case Report. International Journal of Medical and Health Sciences. 2014;3(1). 9. Saudubray JM, Sedel F, Walter. Clinical approach to treatable inborn metabolic disease : an introduction. J Inherit Metab Dis. 2006;29:261-74. 10. Koenig M. Presentation and diagnosis of mitochondrial disease in children. Pediatr Neurol. 2008;38(5):305-13. 11. Dimauro S, G D. Mitochondrial DNA and disease. Annals of Medicine. 2005;37:222-32. 12. Debray FG, Lambert M, Chevalier I, Robitaille Y, Decarie JC, Shoubridge EA, et al. Longterm outcome and clinical spectrum of 73 pediatric patients with mitochondrial diseases. Pediatric. 2007;119(4):722-33. 13. Nance MA., SA. B. Cockayne syndrome: review of 140 cases. . Am J Med Genet 1992;42(1):68-84. 14. Schweers RL, Zhang J, Randall MS, Loyd MR, Li W, Dorsey FC, et al. NIX is required for programmed mitochondrial clearance during reticulocyte maturation. Proc Natl Acad Sci USA. 2007;104(104):19500-5. 15. Laugel V, Dalloz C, Durand M, Sauvanaud F, Kristensen U, Vincent MC, et al. Mutation update for the CSB/ERCC6 and CSA/ERCC8 genes involved in Cockayne syndrome. Hum Mutat. 2010;31(2):113-26. 16. Zhang H., Gao J., Ye J., Gong Z., X. G. Maternal origin of a de novo microdeletion spanning the ERCC6 gene in a classic form of the Cockayne syndrome. . Eur J Med Genet. 2011;54(4):e389-93.

40

17. Venema J., Mullenders LH., Natarajan AT., al. e. The genetic defect in Cockayne syndrome is associated with a defect in repair of UV-induced DNA damage in transcriptionally active DNA. . Proc Natl Acad Sci U S A 1990;87(12):4707-11. 18. Lauge V., editor. Cockayne Syndrome. Strasbourg, France: Laboratory of Medical Genetics; 2012. 19. Lu B. Mitochondrial dynamics and neurodegeneration. Current Neurology and Neuroscience Report. 2009;9:212-9. 20. Tortora GJ, B D. Exercise and Skeletal Muscle Tissue. Principles of Anatomy And Physiology. 12th ed. Amerika Serikat: John Willey and Sons; 2009. p. 324-5. 21. Aamann MD, Et a. Cockayne syndrome group B protein promotes mitochondrial DNA stability by supporting the DNA repair association with the mitochondrial membrane. FASEB J. 2010;24:2334-46. 22. Pagano G, et a. Oxidative stress and mitochondrial dysfunction across broad-ranging pathologies: toward mitochondria-targeted clinical strategies. Oxid Med Cell Longev. 2014:541230. Epub May 4. 23. Kamenisch Y, al e. Proteins of nucleotide and base excision repair pathways interact in mitochondria to protect from loss of subcutaneous fat, a hallmark of aging. J Exp Med. 2010;207:379-90. 24. Scheibye-Knudsen M, Croteau DL, VA B. Mitochondrial deficiency in cockayne syndrome. Mech Ageing Dev. 2013;134(5-6):275-83. 25. Compe E, Egly JM, EC F. TFIIH: when transcription met DNA repair. Nat Rev Mol Cell Biol. 2012;13:343-54. 26. Laplante M, DM S. Initiation of DNA repair mediated by a stalled RNA polymerase IIO. EMBO J. 2006;25:387-97. 27. Osenbroch PO, Auk-Emblem P, Halsne R, Strand J, Forstrom RJ, van dPI, et al. Accumulation of mitochondrial DNA damage and bioenergetic dysfunction in CSB defective cells. FEBS J. 2009;276:2811-21. 28. Natale V A. Comprehensive description of the severity groups in Cockayne syndrome. Am J Med Genet Part A. 2011;155:1081-95. 29. Lahiri S, N D. Cockayne's Syndrome: case report of a successful pregnancy. BJOG. 2003;110:871-2. 30. Frontini M, LPD S. Interaction between the cockayne syndrome B and p53 proteins: implication for aging. Aging. 2012 February;4(2):89-97. 31. Weidenheim KM, Dickson DW, Rapin I. Neuropathology of Cockayne syndrome: Evidence for impaired development, premature aging, and neurodegeneration. Mech Ageing Dev. 2009;130(9):619-36.

41

Lampiran

42

Related Documents

Kasus
June 2020 54
Kasus Tht.docx
May 2020 30
Kasus Ppm.docx
October 2019 39
Kasus Raskin
April 2020 34

More Documents from ""