Jurnal Kebohongan.docx

  • Uploaded by: Azis Doank
  • 0
  • 0
  • April 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Jurnal Kebohongan.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 4,585
  • Pages: 14
ANALISIS PENYEBARAN BERITA BOHONG (HOAX) DI INDONESIA (Studi Kasus tentang Isu serbuan 10 Juta Tenaga Kerja Asing dari Negara Tiongkok ke Indonesia) Krido Pramono Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia Email : ……. Abstrak Perkembangan teknologi yang semakin cepat harus diiringi juga dengan pola pikir pengguna media sosial sehingga akan terjadi keselarasan dalam kemajuan zaman. Sehingga dalam menerima dan meyebarkan informasi melalui teknologi seseuai dengan fakta kebenarannya. Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan fenomena berita bohong (hoax) melalui saluran media sosial dan media online khususnya tentang kasus isu serbuan 10 Juta Tenaga Kerja Asing dari Negara Tiongkok ke Indonesia. Metode penelitian ini adalah deskriptif kualitatif dengan pendekatan kepustakaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kemajuan teknologi yang mudah dan murah menjadi faktor penentu dalam mengakses informasi, selain itu para pegiat media sosial agar lebih cerdas dalam menggunakan informasi yaitu pemahaman terhadap literasi media yang umumya dianggap sebagai sumber kebenaran, serta pentingnya peran pemerintah dalam mengontrol penyebaran berita bohong (hoax) hal ini sebagai penentu kebijakan hukum seperti yang telah tertuang dalam UU ITE. Kata Kunci : Berita Bohong (Hoax), Media Sosial, Media Online, UU ITE

Abstract The rapid development of technology must be accompanied by the mindset of users of social media so that harmony will occur in the progress of the times. So that in receiving and disseminating information through technology in accordance with the facts. This study aims to describe the phenomenon of hoax (hoax) through social media channels and online media, especially about the case of the issue of 10 million foreign workers from the State of China to Indonesia. The method of this research is descriptive qualitative approach to literature. The results show that easy and inexpensive technological advancements are a determining factor in accessing information, besides social media activists are more intelligent in using information that is understanding media literacy which is generally considered a source of truth, and the importance of the government's role in controlling the spread of false news (hoax) this is a determinant of legal policy as stated in the ITE Law. Keywords: Hoax News, Social Media, Online Media, ITE Law

2 Pendahuluan Isu tentang serbuan 10 juta tenaga kerja asing dari negara Tiongkok ke Indonesia menghebohkan dan meresahkan publik Indonesia pada penghujung tahun 2016. Pemerintah dalam hal ini Presiden Republik Indonesia dan Kementerian Kesekretariatan Negara secara resmi telah mengklarifikasi isu tersebut dan menyatakannya sebagai hoax1. Meskipun sudah diklarifikasi secara resmi, informasi bohong dan menyesatkan tersebut terlanjur melekat dalam ingatan publik dan mempertebal sentimen terkait dengan China dan Komunisme. Menurut Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Hamonangan Laoly menegaskan informasi yang menyebutkan Indonesia diserbu 10 juta tenaga kerja asing (TKA) asal Cina tidak benar atau 'hoax'. Menurut Yasonna, keseluruhan jumlah TKA asal Cina di Indonesia yakni sekitar 20 ribuan atau jauh di bawah angka yang tersebar luas di masyarakat. Menurutnya, jumlah TKA Cina yang tercatat di Indonesia melalui Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi yakni sebanyak 21 ribu dari keseluruhan TKA di Indonesia sebanyak 70 ribuan. Kalau pun data yang tercatat di Keimigrasian yakni 31 ribu TKA Cina, hal itu lantaran imigrasi turut mencatat perlintasan para TKA asal Cina tersebut2. Menurut data Dewan Pers yang disampaikan pada awal tahun 2016, terdapat sekitar 2.000 media on-line. Sedangkan media on-line yang terverifikasi bekerja sesuai dengan kaidah jurnalistik hanya sekitar 2113. Menurut survey yang Asosiasi Penyelenggara Jaringan Internet Indonesia ( APJII ), sebanyak 143 juta penduduk di Indonesia terhubung dengan internet. Jumlah ini lebih separuh lebih dari setengah jumlah penduduk Indonesia yang mencapai 262 juta jiwa4. Sementara itu, sepanjang tahun 2017 Kementerian Komunikasi dan Informasi telah memblokir hampir 800 ribu situs on-line terkait dengan konten negatif yang mana diantaranya dikategorikan ke dalam konten fitnah dan hoax5. Dari sajian data tersebut di atas, hoax menjadi masalah serius bagi bangsa Indonesia. Peristiwa penyebaran berita hoax ini sangat meresahkan masyarakat di Indonesia, karena banyak pihak yang merasa dirugikan atas peristiwa tersebut. Seiring dengan perkembangan teknologi, masyarakat semakin mudah mendapatkan informasi apa pun dari 1

https://nasional.kontan.co.id/news/polri-usut-penyebar-hoax-serbuan-10-juta-tka-china https://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/16/12/29/oixl41361-serbuan-10-juta-tka-asal-cinamenkumham-itu-hoax 3 https://news.detik.com/berita/3122996/dewan-pers-ada-2000-media-online-hanya-211-yang-sesuai-kaidahjurnalistik 4 https://dailysocial.id/post/apjii-survei-internet-indonesia-2017 2

5

https://kominfo.go.id/index.php/content/detail/5083/Kominfo+Sudah+Blokir+814.594+Situs+Radikal+/0/sorota n_media

3 berbagai aplikasi media sosial diantaranya Instagram, LINE, dan Whatsapp tetapi semakin mudah pula pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab dalam menyebarkan berita hoax. Sebagai bagian dari inovasi teknologi informasi, media sosial memberikan ruang bagi seseorang untuk mengemukakan pendapat serta menyuarakan pikirannya yang sebelumnya mungkin tidak pernah bisa diungkapkan karena keterbatasan wadah untuk berpendapat. Media sosial juga menjadi ruang ekspresi baru bagi masyarakat dunia dalam beberapa tahun terakhir ini. Pertumbuhan pengguna internet dari tahun ke tahun selalu meningkat cukup signifikan, hal tersebut sangat berdampak pada peristiwa penyebaran berita bohong atau hoax yang kian marak diperbincangkan oleh para netter di Indonesia. Pihak yang menyebarkan berita hoax ini memiliki tujuan, salah satunya adalah untuk menggiring opini masyarakat dan kemudian membentuk persepsi yang salah terhadap suatu informasi yang sebenarnya. Bramy Biantoro (2016) menyebutkan ada empat bahaya yang ditimbulkan dari berita hoax, yakni hoax membuang waktu dan uang, hoax jadi pengalih isu, hoax sebagai sarana penipuan publik, serta hoax sebagai pemicu kepanikan publik. Dalam menyebarkan berita hoax, biasanya pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab itu melakukan suatu kebohongan dan menyebarkan informasi yang tidak benar secara sadar. Media komunikasi massa baik media online atau media cetak selalu berkembang mengikuti perkembangan zaman serta kemajuan teknologi. Peran media dalam penyebaran suatu berita akan sangat mempengaruhi pola pikir masyarakat juga dapat mempengaruhi kondisi sosial ekonomi di suatu wilayah, oleh karena itu sangat penting untuk sebuah media dalam meyebarkan fakta atau kebenaran dari sebuah berita. Kehadiran media massa, baik cetak, elektronik, maupun online telah banyak memberikan pengaruh sedikit banyak terhadap opini dan prilaku masyarakat. Media massa saat ini bisa dikatakan bagian dari kebutuhan primer manusia. Tidak bisa dipungkiri, media massa merupakan alat yang digunakan manusia dalam kesehariannya, baik untuk mendapatkan informasi, hiburan, maupun edukasi. Selain itu, media massa dapat menghubungkan manusia satu dengan manusia lainnya di seluruh dunia. Media massa sendiri merupakan alat yang digunakan dalam penyampaian pesan-pesan dari sumber kepada khalayak (menerima) dengan menggunakan alat-alat komunikasi mekanis seperti surat kabar, film, radio, dan televisi. Kebutuhan informasi yang semakin meningkat, membuat media semakin berkembang menjadi berbagai bentuk dan fungsi, yang semakin memudahkan manusia dalam memenuhi kebutuhannya. Misalnya televisi dan radio, yang diketegorikan dalam media elektronik. Koran,

4 majalah, dan tabloid yang masuk kedalam kategori media cetak, dan juga media online yang di dalamnya banyak terdapat berbagai media sosial yang terhubung dengan jaringan internet. Tidak dapat dipungkiri bahwa animo manusia terhadap penggunaan internet sebagai media komunikasi dan informasi terus meningkat. Kehadiran internet telah membawa revolusi serta inovasi pada cara manusia berkomunikasi dan memperoleh informasi. Internet berhasil mengatasi masalah klasik manusia, karena keterbatasan jarak, ruang, dan waktu tidak lagi menjadi kendala berarti. Media sosial merupakan wadah yang sangat rentan dan sering digunakan sebagai tempat untuk menyebarkan berita hoax. Banyaknya pengguna aktif bahkan dapat dikatakan sebagai penggila media sosial di Indonesia ini sangat memudahkan pihak penyebar hoax dalam menjalankan aksinya. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Ruri Rosmalinda (2017) tentang “fenomena Penyesatan Berita Di Media Sosial” menyatakan bahwa pengaruh perkembangan teknologi bisa menjadi ancaman global termasuk terhadap Indonesia, khususnya terkait dengan penyebaran berita bohong (hoax). Pihak-pihak penyebar hoax semakin dimudahkan karena kurangnya penyaringan berita di media sosial sehingga berita apa pun yang di-posting oleh seseorang dapat dengan mudahnya tersebar. Hadirnya media sosial banyak memberikan dampak positif tetapi tidak sedikit pula dampak negatifnya. Di Indonesia sendiri, kehadiran media sosial juga memberikan pengaruh terhadap perubahan politik, sosial, budaya dan ekonomi di Indonesia. Media sosial menggeser dan menembus batas dari pola relasi interaksi hirarkis menjadi egaliter, baik di ruang politik maupun budaya. Hoax merupakan informasi yang direkayasa untuk menutupi informasi sebenarnya. Dengan kata lain hoax juga bisa diartikan sebagai upaya pemutarbalikan fakta menggunakan informasi yang meyakinkan tetapi tidak dapat diverifikasi kebenarannya. Hoax juga bisa diartikan sebagai tindakan mengaburkan informasi yang sebenarnya, dengan cara membanjiri suatu media dengan pesan yang salah agar bisa menutupi pesan yang benar. Dibalik pembuatan berita hoax tersebut, pasti memiliki tujuan tertentu dari pembuatannya. Tujuan dari hoax yang disengaja adalah membuat masyarakat merasa tidak aman, tidak nyaman, dan kebingungan. Dalam kebingungan, masyarakat akan mengambil keputusan yang lemah, tidak meyakinkan, dan bahkan salah langkah. Tujuan penyebaran hoax beragam tapi pada umumnya hoax disebarkan sebagai bahan lelucon atau sekedar iseng, menjatuhkan pesaing (black campaign), promosi dengan penipuan, ataupun ajakan untuk

5 berbuat amalan– amalan baik yang sebenarnya belum ada dalil yang jelas di dalamnya. Namun ini menyebabkan banyak penerima hoax terpancing untuk segera menyebarkan kepada rekan sejawatnya sehingga akhirnya hoax ini dengan cepat tersebar luas. Perkembangan hoax di media sosial semula dilakukan untuk sarana pembulian. Seiring dengan perkembangan teknologi, saat ini berita hoax tidak hanya digunakan untuk sarana pembulian saja tetapi sebagai sarana menjatuhkan sesorang, merubah persepsi masyarakat dan sarana memfitnah orang lain untuk mengangkat martabat sesorang. Orang lebih cenderung percaya hoax jika informasinya sesuai dengan opini atau sikap yang dimilik Saat ini berita hoax sudah dibuat sedemikian rupa menyerupai berita asli, dilengkapi dengan data-data yang seolah-olah itu adalah fakta. Kemunculan berita hoax ini disebabkan ada pihak-pihak ingin membuat situasi menjadi kacau dan mengambil keuntungan dari sana.. Maka dari itu, sangat disayangkan ketika masyarakat hanya mempercayai satu sumber berita tanpa melihat atau mencari dari sumber lain. Hoax sudah semakin merajalela di media sosial Facebook. Lemahnya pengawasan pemerintah terhadap persebaran berita hoax di media sosial membuat siapa saja dapat mengakses dan menyebarkannya secara cepat. Karena dapat diakses oleh siapapun, masyarakat dapat menerima berbagai macam berita dari sumber yang berbeda dengan topik yang berbeda-beda. Banyak masyarakat yang mengira bahwa berita yang mereka dapat dan mereka baca di media sosial adalah fakta, padahal berita tersebut bisa saja belum tentu memiliki sumber yang terpercaya.

Informasi yang kurang bahkan tidak bermutu

bertebaran secara masif tanpa verifikasi dan konfirmasi. Hoax, fitnah, dan hujatan bersahutsahutan nyaris tanpa henti. Oleh karena itu, kami tertarik untuk membahas tentang fenomena penyebaran berita hoax yang sedang marak terjadi beberapa tahun terakhir sehingga menyebabkan keresahan dan kegaduhan di Indonesia khususnya terkait kasus hoax serbuan 10 Juta tenaga kerja asing dari negara Tiongkok.

Tinjauan Teoritis Secara singkat informasi hoax adalah informasi yang tidak benar. Hoax adalah usaha untuk menipu atau mengakali pembaca/pendengarnya untuk mempercayai sesuatu, padahal sang pencipta berita palsu tersebut tahu bahwa berita tersebut adalah palsu. Definisi lain menyatakan hoax adalah suatu tipuan yang digunakan untuk mempercayai sesuatu yang salah dan seringkali tidak masuk akal yang melalui media online. Dalam cambridge dictionary, kata hoax sendiri berarti tipuan atau lelucon. Kegiatan menipu, trik penipuan, rencana penipuan disebut dengan hoax. Kemudian, situs hoaxes.org dalam konteks budaya mengarahkan

6 pengertian hoaxsebagai aktivitas menipu: Ketika koran sengaja mencetak cerita palsu, Facebook sebagai sarana penyebaran berita palsu kita menyebutnya hoax. Kita juga menggambarkannya sebagai aksi publisitas yang menyesatkan, ancaman bom palsu, penipuan ilmiah, penipuan bisnis, dan klaim politik palsu sebagai hoax. Salah satu contoh pemberitaan palsu yang paling umum adalah mengklaim sesuatu barang atau kejadian dengan suatu sebutan yang berbeda dengan barang/ kejadian sejatinya. Istilah Hoax atau berita bohong ini sebenarnya sudah ada sejak ratusan tahun lalu. Istilah Hoax diperkirakan pertama kali muncul sekitar tahun 1808, dan merupakan istilah dalam bahasa inggris. hal ini tertulis dalam buku yang berjudul Sins Against Science karya Linda Walsh. Kata Hoax juga diyakini berasal dari kata-kata mantra para penyihir pada jaman dulu, yaitu "Hocus Pocus" yang berasal dari bahasa latin, yakni "Hoc est corpus", yang digunakan para penyihir untuk memperdaya orang lain dengan kata-kata mereka yang ternyata bohong. Penjelasan mengenai Hoax yang berarti suatu penipuan, juga dapat ditemukan dalam sebuah buku tahun 1965, yang berjudul Candle in the dark karya Thomas ady. Penggunaan kata Hoax mulai populer, sekitar tahun 2006. Yang didapat dari sebuah film berjudul Hoax, yang dibintangi oleh Richard Gere dan disutradarai oleh Lasse Halstorm. Berita Hoax yang awalnya digunakan sebagian orang untuk sekedar lelucon, kini menjadi semakin meresahkan. Berbagai pemberitaan bohong atau berita Hoax menyebar luas, dan kini menyebabkan berbagai hal negatif dan mulai meresahkan banyak kalangan. Oleh karena itu, diharapkan agar kita tidak dengan mudah menerima segala pemberitaan, apalagi suatu berita yang berisi tentang hal yang kurang masuk akal dan tidak jelas sumber beritanya. Perlu kita ingat, bahwa suatu berita Hoax, dapat tersebar dengan luas hanya dalam waktu yang singkat karena kebanyakan dari kita justru ikut menyebarluaskan berita tersebut. Tak jarang juga beberapa berita Hoaxtersebut berisikan suatu ancaman atau ultimatum jika seseorang yang telah mengetahui berita tersebut akan mendapatkan kerugian atau musibah jika tidak turut menyebarkannya kepada orang lain. Menurut Wikipedia, the free encyclopedia, a hoax is a deliberately fabricated falsehood made to masquerade as the truth. Hoax adalah kebohongan atau kepalsuan yang sengaja diciptakan untuk menyamarkan atau menutupi kebenaran. Sementara Merriam Webster on-line dictionary mendefinisikan hoax sebagai tindakan mengelabui orang supaya mempercayai atau menerima suatu hal yang palsu sebagai yang asli. Hoax is to trick into believing or accepting as genuine something false and often preposterous. Robert Nares ( 1753-1829), seorang filolog asal Inggris mengatakan bahwa kata “hoax” digunakan pada akhir abad ke-18 sebagai singkatan

7 dari kata kerja “hocus” yang berarti “menipu”. Sedangkan “hocus” sendiri merupakan kependekan dari mantera sulap “hocus pocus” yang aslinya berasal dari bahasa latin “hoc est corpus” yang berarti “inilah tubuhku. Dari beberapa pengertian tersebut di atas, hoax dapat dipahami sebagai pertama, upaya yang disengaja untuk memutarbalikan fakta dengan menggunakan informasi yang palsu sehingga tidak dapat diverifikasi kebenarannya. Kedua, hoax sebagai penyebaran informasi secara sengaja melalui media untuk mengaburkan fakta tindakan yang mengaburkan fakta dengan cara menutupi pesan yang benar dengan pesan yang salah. Ketiga, hoax merupakan informasi bohong, palsu, fitnah, memutarbalikkan dan mengaburkan fakta yang dengan sengaja diproduksi dan didistribusikan kepada khalayak ramai supaya informasi tersebut diyakini sebagai kebenaran tanpa khalayak ramai menyadari bahwa informasi tersebut bohong serta menggiring persepsi atau mempengaruhi opini publik ke arah yang dikehendaki oleh pembuat informasi palsu tersebut atau yang berkepentingan dibalik pembuatannya itu. Hoax tidak dikategorikan sebagai berita sebab berita merupakan hasil karya jurnalistik dengan seperangkat kaidahnya sedangkan hoax mengabaikan bahkan menabrak kaidah-kaidah jurnalistik tersebut.

Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif dan jenis penelitian yang digunakan adalah kepustakaan / library search yaitu mengumpulkan data atau karya tulis ilmiah yang bertujuan dengan obyek penelitian atau pengumpulan data yang bersifat kepustakaan. Atau telaah yang dilaksanakan untuk memecah suatu masalah yang pada dasarnya bertumpu pada penelaahan kritis dan mendalam terhadap bahan-bahan pustaka yang relevan. Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan data literel yaitu bahan-bahan pustaka yang terkait dengan obyek pembahasan.

Pembahasan Dalam studi ini, ditemukan bahwa penyebaran hoax di media sosial dan media on-line tidaklah terjadi begitu saja tanpa kepentingan yang melatarbelakanginya. Ada kepentingan dibaliknya baik politik kekuasaan, ekonomi (industri dan bisnis hoax), ideologis, sentimen pribadi dan iseng. Contoh hoax yang menjadi sangat viral dan mengkhawatirkan ialah yang menebalkan sentimen sektarian dan rasial terhadap WNI keturunan Tionghoa berupa informasi palsu dan menyesatkan serbuan 10 juta tenaga asing dari negara China ke Indonesia. Isu ini

8 kemudian dikaitkan dengan bahaya laten komunisme dan kebangkitan PKI bahaya laten. Gambar logo pada mata uang cetakan baru Republik Indonesia pun dipermasalahkan dengan mengasosiasi-kannya sebagai gambar paluarit. Kedua hoax tersebut membuat kondisi sosial politik di tanah air menjadi sangat gaduh. Secara ekonomi, hoax dijadikan sebagai bisnis dan industri industri baru yang menjanjikan sebab dengan relatif terbukanya platform internet dan media sosial dan kemudahan serta kedinamisan aksesibilitasnya, setiap orang bisa menjadi produsen informasi dengan keuntungan yang menjanjikan yang berbanding lurus dengan makin meningkatnya kunjungan (traffic) pada situs, akun media sosial maupun media on-line. Saat informasi hoax diberi tanda “like”, di “share” ataupun di “retweet”, situs dan akun berisi hoax tersebut akan makin terpromosikan dan menjangkau khalayak yang lebih luas lagi. Kepentingan ekonomi dan politik dalam penyebaran hoax terasa jauh lebih dominan. Yang sulit diidentifikasi ialah penyebaran hoax terkait dengan proxy war yang dilakukan oleh negara asing atau entitas asing demi tujuan penguasaan sumber daya alam dan aset-aset nasional yang strategis. Perintah moral “Jangan berbohong” merupakan nilai moral yang wajib kita taati tanpa memperhitungkan untung ruginya dan akibatnya bagi kita apabila kewajiban itu dilakukan. Nilai moral itu wajib dilakukan sebab nilai itu baik pada dirinya sendiri. Itulah yang disebut sebagai etika deontologi atau etika kewajiban. Adalah Immanuent Kant yang memperkenalkan hukum moral Imperatif Kategoris yang merupakan keharusan tak bersyarat dalam melakukan kewajiban moral. Imperatif berarti keharusan atau kewajiban sedangkan Kategoris berarti mutlak, tidak dapat ditawar-tawar. Maxim yang terkenal dari rumusan tersebut adalah “bertindaklah semata-mata menurut prinsip yang dapat sekaligus kau kehendaki menjadi hukum umum”. Kant membedakannya dengan imperatif hipotesis yaitu kewajiban bersyarat. “Kalau ingin sehat, berolahragalah”. Prinsip yang dikehendaki oleh umum dari Kant bisa dibandingkan dengan kaidah emas atau yang disebut sebagai The golden rule. “Perbuatlah apa yang engkau ingin orang lain perbuat bagimu; jangan perbuat apa yang engkau tidak ingin orang lain perbuat bagimu”. Produsen dan penyebar hoax jelas jauh dari kaidah moral tersebut sebab mereka malah secara sengaja melawan moralitas imperatif kategoris maupun mengacuhkan kaidah emas. Yang diperbuat adalah karena motif politik, ekonomi dan sentimen pribadi, hoax sebagai keburukan moral dipakai untuk membenarkan kepentingannya meskipun dalam waktu yang bersamaan para produsen dan penyebar hoax berlindung dibalik klaimklaim nilai moral yang diyakininya itu.

9 Dalam konteks kemajuan teknologi informasi dan kebebasan mengekspresikan pendapat, masyarakat tidak serta merta memiliki pemikiran kritis untuk secara otonom menilai dan mengklarifikasi validititas informasi di media sosial. Masyarakat cenderung membenarkan suatu informasi bukan karena informasi tersebut masuk akal dan benar secara obyektif melainkan karena sesuai dengan seleranya, dengan yang diyakini atau yang dipercayainya. Apalagi jika informasi tersebut berasal atau diklaim berasal dari tokoh agama, patron politik maupun tokoh publik yang dihormati. Bukan penghormatan terhadap tokoh maupun patron tersebut yang dipermasalahkan melainkan kecenderungan kolektif untuk menganggap apa yang disampaikan oleh tokoh-tokoh tersebut adalah benar dan harus ditaati daripada menghargai apa yang diperolehnya dari aktivitas berpikir kritis yang boleh jadi berbeda dengan apa yang disampaikan oleh para tokoh tersebut. Konsekuensinya, aktivitas berpikir kritis cenderung ditinggalkan. Dan ketika banyak informasi yang berisi hoax, fitnah dan kebohongan memenuhi lini massa, banyak masyarakat yang terpapar olehnya. Maraknya informasi berisi kebohongan, hoax dan fitnah yang banyak ditemukan di media sosial serta sebagian portal berita online memperlihatkan realitas sosial bahwa masyarakat bersikap permisif dan akrab terhadap kebohongan dan kepalsuan. Masyarakat kehilangan kesadaran kritisnya. Tidak ada rasa bersalah dan penyesalan yang diperlihatkan ketika memproduksi dan menyebarkan hoax dan kebohongan. Kebohongan dianggap sebagai hal yang wajar apalagi kalau hal itu dilakukan untuk tujuan yang mulia. Beberapa tokoh agama, akademisi dan tokoh masyarakat yang tanpa melalui proses klarifikasi dan verifikasi mendiskriminasi, memfitnah dan melabeli seseorang atau sekelompok orang sebagai orang atau kelompok yang dipandang buruk secara moral. Kebohongan sebagai suatu keburukan moral telah mengalami pendangkalan makna. Ia dianggap sepele dan menjadi bagian dari kehidupan seharihari yang biasa dan lumrah. Sikap permisif terhadap kebohongan apabila ditarik ke dalam perspektif yang lebih luas, membuka jalan bagi kehadiran apa yang diistilahkan oleh Hannah Arendt sebagai banalitas kejahatan. Banalitas kejahatan terjadi ketika manusia enggan untuk berpikir (thoughtlessness), tunduk pada norma-norma yang heteronom ( aturan agama, hukum negara, sistem, birokrasi dan prosedur ) dan pada saat yang sama mengabaikan hati nuraninya, tidak mampu berpikir kritis, berefleksi dan justru bergantung kepada orang lain untuk berpikir bagi dirinya. Ia tercerabut dari realitas sosialnya, kehilangan imajinasinya dan spontanitasnya serta tidak mampu membangun dialog dengan dirinya maupun dengan orang lain. Ia tidak bodoh hanya saja tidak mau berpikir dan menikmati situasi ketidakberpikirannya itu

10 Berita

hoax

adalah

berita

bohong

yang

kebenarannya

tidak

dapat

dipertanggungjawabkan ole siapapun bahkan oleh pembuatnya sendiri. Berikut, alasan mengapa konten hoax tersebar luas di jejaring sosial: 1. Hanya sebuah humor demi kesenangan belaka. Setiap orang memiliki cara sendiri untuk membuat dirinya merasa senang. Dengan kecanggihan teknologi zaman sekarang, orang bisa melakukan hal-hal yang aneh, langka dan tidak logis. Namun menimbulkan decak kagum yang lucu dan penuh fantasi. 2. Ini hanyalah usaha untuk mencari sensasi di internet dan media sosial. Biasanya untuk merebut perhatian lebih banyak user, pemilik website dengan sengaja memberikan konten lebay sekedar untuk mencari perhatian publik.. 3. Beberapa memang menggunakannya (menyebarkanhoax) demi untuk mendapat lebih banyak uang dengan bekerjasama dengan oknum. 4. Hanya untuk ikut-ikutan agar terlihat lebih seru. Ini juga merupakan salah satu strategi internet marketing dengan menyuguhkan berita yang lebay maka akan semakin banyak komentar dan like kesana sehingga kelihatan lebih hidup dan lebih ramai. 5. Untuk menyudutkan pihak tertentu (black campaign). Keadaan ini sering terjadi saat sedang berlangsungnya Pilkada/ Pilgub/ Pileg/ Pilpres. Begitulah manusia saat hawa nafsunya tinggi untuk memiliki jabatan alhasil segala cara akan di tempuhnya alias menghalalkan segala cara. 6. Sengaja menimbulkan keresahan. Saat situasi jelek/ rumit mulai tersebar maka muncullah kekuatiran di dalam masyarakat. Beberapa orang memanfaatkan keresahan ini untuk meraup untung yang sebesar-besarnya. Istilahnya adalah "memancing di air keruh" dan "memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan". 7. Niatan untuk mengadu domba. Inilah yang sering terjadi pada saat ini yaitu ada oknum yang tidak bertanggungjawab melakukan penyebaran hoax hanya untuk mengadu domba tanpa kepentingan tertentu ataupun menjatuhkan kedua lawan. Dengan contoh politik yang ada saat ini lebih kepada politik adu domba. Pada hakekatnya sebuah berita merupakan deskripsi atas fakta atau ide yang diolah berdasarkan kebijakan redaksional untuk disiarkan kepada masyarakat. Berita itu wajib memuat fakta atau ide yang ditulis oleh orang yang menjalankan tugas jurnalistik berdasarkan etika dan ketentuan redaksional serta memiliki nilai berita (news value). Artinya, tidak semua peristiwa yang ditulis dan disajikan kepada banyak orang termasuk ke dalam kategori sebuah berita.

11 Meskipun telah mencakup unsur news value, praktek jurnalistik pasti memerlukan kesesuaian dengan kebijakan redaksional setiap media massa. Kebijakan redaksional tersebut pada hakekatnya memuat unsur agenda setting media, terkait dengan prioritas media dalam menyajikan berita di medianya dan dampak yang ingin dihasilkan setelah berita tersebut diterima di masyarakat. Pengertian-pengertian seperti inilah yang dapat memastikan sebuah informasi yang disajikan kepada banyak orang (massa) termasuk ke dalam kategori berita, sehingga dapat membedakan dengan apa yang disebut dengan berita bohong. Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi mengarahkan masyarakat untuk menggunakan saluran komunikasi yang lebih bersifat pribadi, efektif dan efisien dalam menggunakannya, serta memiliki daya pikat isi pesannya. Dan kondisi ini mengarah kepada daya pikat komunikasi melalui internet. Daya pikat komunikasi internet menurut David Holmes (2012: 103) disebabkan karena klaim ideologis bahwa internet membebaskan informasi dan penggunanya untuk bergerak tanpa batasan. Bentuk komunikasi horisontal juga menjadi daya tarik dari komunikasi di internet. Informasi dan penggunanya adalah sejajar yang dapat ditafsirkan dari berbagai perspektif penggunanya. Namun demikian perlu disadari bahwa kemampuan untuk memediasi komunikasi timbal balik ini memiliki kriteria sebagaimana disebutkan David Holmes (2012: 103) yang menyebabkan mediasi tersebut dapat berlangsung. Pertama, fokus pada keunikan peristiwa komunikasi. Kedua, lebih terkait dengan interaksi daripada integrasi, yaitu seluk beluk berbagai interaksi individu daripada konteks sosial keseluruhan di mana interaksi ini menjadi lebih bermakna. Ketiga, lebih tertarik kepada faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi perisitiwa komunikasi. Keempat, lebih mengarah kepada integrasi informasi. Kondisi ini yang mengarahkan pada kecepatan dalam pembentukan opini publik. Penggunaan media komunikasi internet menyebabkan masyarakat terpenuhi untuk menggunakan media komunikasi yang lebih dekat dalam mendapatkan informasi yang sesuai dengan kebutuhannya. Informasi yang disajikannya pasti sejalan dengan karakter penggunaan media komunikasinya. Isi pesan yang dibangun tentunya tidak memerlukan syarat “formal” seperti layaknya pesan yang disusun dalam ruang redaksi dalam pelaksanaan tugas jurnalistik. Makna komunikasi yang hendak dibangun menjadi sangat ditentukan oleh pemahaman si penulis terhadap peristiwa yang diberitakannya. Makna komunikasi yang dibangun si penulis akan dengan cepat membentuk opini publik, karena difasilitasi oleh daya pikat yang dihasilkan melalui komunikasi melalui internet.

12 Hal utama yang perlu diantisipasi sejak dini terkait dengan beredarnya berita bohong yaitu kemampuannya dalam pembentukan opini publik. Kemampuan media sosial dalam menfasilitasi interaksi masyarakat dalam menanggapi sebuah berita yang tidak didasari oleh fakta dan tidak disusun berdasarkan prinsip jurnalistik berita akan menyebabkan terbentuknya opini publik yang merugikan semua pihak. Opini publik yang telah beredar di masyarakat akan menjadi lebih “liar” ketika terjadi polemik opini yang didasari oleh masingmasing sudut pandang masyarakat. Polemik ini akan berpotensi meluas dan mampu menggerakkan masyarakat untuk membuktikan pandangannya, walaupun hal itu berisiko pada terjadinya konflik dalam masyarakat. Terbentuknya opini publik yang tidak kondusif ini perlu diantisipasi melalui kegiatan yang konsisten dan sistematis, setidaknya oleh Pemerintah yang sering menjadi sumber dari sebuah berita. Kejelasan berita yang berlandaskan fakta berita perlu dikuatkan dengan dikeluarkannya informasi tersebut oleh narasumber yang valid dan kompeten dari pihak Pemerintah. Pada sisi yang lain, penerapan asas transparansi publik oleh Pemerintah perlu terus dikembangkan, agar masyarakat dapat dengan mudah mendapatkan informasi publik yang valid mengenai kegiatan pemerintahan. Untuk mencegah terbentuknya opini publik yang negatif akibat dari berita bohong di media sosial, Pemerintah perlu memaksimalkan dalam menjalankan prinsip keterbukaan informasi. Memang tidak bisa dipungkiri, terbentuknya opini publik masyarakat karena pengaruh berita bohong di media sosial terjadi karena masih kurang maksimalnya Pemerintah dalam mengelola dan menyampaikan informasi kepada publik. Berbagai saluran komunikasi yang ada harus selalu diisi dengan data dan fakta yang akurat, benar, aktual, dan satu suara dalam menyampaikan informasi atau menanggapi setiap fenomena yang ada. Pada sisi yang lain, masyarakat juga perlu digerakkan untuk mampu mengatasi berita bohong di media sosial. Misalnya melalui sebuah gerakan bersama dalam melawan berita bohong di media sosial melalui peluncuran situs TurnBackHoax.id oleh gerakan Masyarakat Indonesia Anti Hoax dan Aplikasi mobile TurnBackHoax.id oleh Mastel (Masyarakat Telekomunikasi dan Informatika Indonesia) seperti dimuat dalam siaran pers Kementerian Komunikasi dan Informatika. Dengan situs dan aplikasi tersebut kalangan netizen dapat menyampaikan berbagai berita, informasi, dan meme, baik dari media situs atau media sosial yang isinya berita bohong dengan menyertakan bukti-bukti hoax-nya.

13 Kesimpulan Hal penting yang perlu dimuat dalam definisi berita yaitu fakta atau ide termasa, ditulis oleh orang yang menjalankan tugas jurnalistik berdasarkan etika dan ketentuan redaksional, serta memiliki nilai berita (news value). Kebijakan redaksional akan menetapkan agenda setting media terhadap berita yang disajikan. Berkembangnya berita bohong melalui media sosial memang difasilitasi oleh kemampuan yang dihasilkan dari penggunaan media sosial, di mana isi pesan yang dibangun tidak memerlukan syarat “formal” seperti layaknya pesan yang disusun dalam ruang redaksi dalam pelaksanaan tugas jurnalistik dan interaksi pengguna menjadi lebih bebas daripada dilakukan melalui komunikasi tatap muka. Untuk itu, Pemerintah perlu lebih mengembangkan keterbukaan informasi publik sebagai salah satu upaya dalam memberikan validitas atas sumber informasi yang akan dikutip menjadi sebuah berita. Bagaimanapun berita bohong melalui media sosial tidak boleh dibiarkan, karena berita yang tidak dilandasi fakta peristiwa cenderung menimbulkan ketidakpastian informasi, menciptakan opini publik yang tidak berlandaskan fakta berita, dan menyebabkan keresahan dalam masyarakat. Kesadaran masyarakat untuk dengan cermat mengetahui proses produksi dan makna berita yang diterimanya sangat diutamakan. Meskipun media sosial memberikan kemudahan bagi masyarakat untuk berinteraksi, namun tidak untuk berinteraksi dengan cara menyebarkan atau beropini terhadap berita yang tidak termasuk ke dalam kategori berita jurnalistik. Peristiwa penyebaran berita hoax yang sedang marak terjadi di Indonesia menyebabkan keresahan di masyarakat. Hal ini dapat di sikapi oleh para pengguna media sosial agar menjadi netter yang cerdas dan lebih selektif serta berhati-hati akan segala berita atau pun informasi yang tersebar. Diharapkan pula untuk tidak langsung percaya dari berita atau informasi yang diterima. Cari tahu darimana sumber berita tersebut dan menggali informasi lebih jauh dari berita atau informasi yang didapat. Jangan mudah terprovokasi dengan menyebarluaskan kembali berita atau informasi yang belum jelas benar atau tidaknya. Jadilah pengguna media sosial serta masyarakat Indonesia yang cerdas. Pemerintah diharapkan lebih cepat lagi merespon hoax yang beredar dimasyarakat sehingga dapat meminimalisasi kegaduhan atau keresahan yang terjadi dimasyrakat dan Pemerintah harus lebih giat lagi mensosialisasikan UU ITE agar masyarakat lebih paham lagi cara menggunakan media sosial dan internet dengan cerdas dan bijaksana dan kiraya media sosail dan internet digunakan untuk kebaikan hidup dan membaikkan kehidupan. Dan masih diperlukakan penelitian yang lebih lanjut mengenai penelitian ini.

14 Daftar Pustaka Afdjani, Hadiono, Soemirat, Soleh. Makna Iklan Televisi,Studi Fenomenologi Pemirsa di Jakarta terhadap Iklan Televisi Minuman “Kuku Bima Energi” Versi Kolam Susu, Jurnal Ilmu Komunikasi, Vol. 8, No. 1, Januari-April 2010. Astrini, Atik (2017), Hoax Dan Banalitas Kejahatan, Transformasi No. 32 Tahun 2017, Vol. II, 76-77. Rosmalinda, Ruri (2017). Fenomena penyesatan Berita di Media Sosial dalam artikel ilmiah. Http://www.seskoad.mil.id/admin/file/artikel/Artikel_Rury3.pdf Pratama, Aulia Bintang (29 Desember 2016) Ada 800 Ribu Situs Penyebar Hoax di Indonesia. https://www.cnnindonesia.com/teknologi/20161229170130-185-

182956/ada-800-

ribu-situs-penyebar-hoax-di-indonesia/ https://nasional.kontan.co.id/news/polri-usut-penyebar-hoax-serbuan-10-juta-tka-china https://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/16/12/29/oixl41361-serbuan-10-juta-tkaasal-cina-menkumham-itu-hoax https://news.detik.com/berita/3122996/dewan-pers-ada-2000-media-online-hanya-211-yangsesuai-kaidah-jurnalistik https://dailysocial.id/post/apjii-survei-internet-indonesia-2017 https://kominfo.go.id/index.php/content/detail/5083/Kominfo+Sudah+Blokir+814.594+Situs+ Radikal+/0/sorotan_media

Related Documents

Jurnal
December 2019 93
Jurnal
May 2020 64
Jurnal
August 2019 90
Jurnal
August 2019 117
Jurnal
June 2020 36
Jurnal
May 2020 28

More Documents from ""