Peran_pancasila_sebagai_ideologi_bangsa.docx

  • Uploaded by: Azis Doank
  • 0
  • 0
  • April 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Peran_pancasila_sebagai_ideologi_bangsa.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 2,981
  • Pages: 7
Prosiding Seminar Nasional Fakultas Dharma Duta IHDN Negeri Denpasar Kebijakan Hukum Pidana Terhadap Radikalisme Berbasis Sara

ISBN978-602-72630-9-0

PERAN PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI BANGSA DALAM RANGKA MENCEGAH RADIKALISME DI INDONESIA Oleh : Putu Eka Trisna Dewi Fakultas Hukum Universitas Ngurah Rai

ABSTRACT Indonesia today is faced with the problem and the threat of radicalism , terrorism and separatism of which are contrary to the values of Pancasila . Special radicalism poses a threat to the resilience of an ideology . If the state ideology is not solid then it will have an impact on national security . Radicalism is radical change is to be understood with a tendency to violence. This understanding actually political ideology that requires extreme changes , in accordance with embodiments of the ideology they profess. The erosion of local identity that hit the back of the young generation is blamed as one factor triggering radicalism . The erosion of local identity caused vacancy shared values , thus understood radicals began to fill the vacancy. Right now the local culture of our own country has been much eroded , which give more space to the attitude of radicalism to grow lush Keywords : Radicalism, Pancasila, local identity.

I.

LATAR BELAKANG Indonesia dikenal sebagai negara pluralis, di mana kemajemukan hadir dan berkembang di dalamnya, kemajemukan tersebut terdiri dari suku, ras, budaya, bahkan agama. Kemajemukan yang terjadi di Indonesia pun tidak terlepas dari kemajuan di berbagai bidang ilmu yang menyentuh berbagai sendi kehidupan masyarakat Indonesia. Semua keragaman suku, ras, budaya di Indonesia menjadikan Indonesia negara yang kaya karena semua terangkum menjadi satu yaitu sebuah ragam seni budaya yang ber- Bineka Tunggal Ika dengan menunjukkan adat ketimuran dan berasaskan Pancasila. Indonesia tidak hanya kaya akan budaya yang beraneka ragam tetapi juga negara religius dengan beragam agama dan kepercayaan yang tumbuh didalamnya. Di Indonesia, terdapat 6 agama yang diakui secara resmi yaitu Islam, Kristen Protestan, Katolik, Hindu, Buddha dan Kong Hu Cu. Walaupun terdapat berbagai agama, Indonesia mampu dan dapat hidup berdampingan satu dengan yang lainya. Keadaan yang harmonis ini tentunya tidak mudah diwujudkan, tetap terdapat persoalan dan polemik baik dari dalam maupun dari luar yang harus disikapi dengan bijaksana. Indonesia dewasa ini dihadapkan dengan persoalan dan ancaman radikalisme, terorisme dan separatisme yang kesemuanya bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila. Khusus radikalisme yang merupakan ancaman terhadap ketahanan ideologi. Apabila Ideologi negara sudah tidak kokoh maka akan berdampak terhadap ketahanan nasional. Dalam kamus Bahasa Inggris, kata radical diartikan sebagai ekstrem atau bergaris keras. Radikalisme berarti suatu paham aliran yang menghendaki perubahan secara drastis atau fundamental reform.1 Inti dari radikalisme adalah paham radikal yang menghendaki perubahan dengan kecenderungan menggunakan kekerasan. Paham ini sebenernya paham politik yang menghendaki perubahan yang ekstrem, sesuai dengan pengejawantahan ideologi yang mereka anut.

1

A.S Hornby, 2000, Oxford Advanced : Dictionary of Current English, Oxford University Press, UK, h. 691

89

Prosiding Seminar Nasional Fakultas Dharma Duta IHDN Negeri Denpasar Kebijakan Hukum Pidana Terhadap Radikalisme Berbasis Sara

ISBN978-602-72630-9-0

Istilah radikalisme tidak jarang dimaknai berbeda diantara kelompok kepentingan. Dalam lingkup kelompok keagamaan, radikalisme merupakan gerakan-gerakan keagamaan yang berusaha merombak secara total tatanan sosial dan politik yang ada dengan menggunakan jalan kekerasan.2 Radikalisme juga dapat diartikan sebagai sikap atau paham yang secara ekstrim, revolusioner dan militan untuk memperjuangkan perubahan dari arus utama yang dianut masyarakat. Radikalisme tidak harus muncul dalam wujud yang berbau kekerasan fisik. Ideologi pemikiran, kampanye yang masif dan demonstrasi sikap yang berlawanan dan ingin mengubah mainstream dapat digolongkan sebagai sikap radikal. Lunturnya identitas lokal yang melanda generasi muda belakang ini dikatakan sebagai salah satu faktor pemicu radikalisme. Lunturnya identitas lokal menyebabkan kekosongan nilai yang dianut, sehingga paham radikal mulai mengisi kekosongan tersebut. Sekarang ini budaya lokal negeri kita sendiri sudah banyak yang terkikis, yang memberi ruang lebih kepada sikap radikalisme untuk tumbuh secara subur. Maraknya radikalisme di Indonesia dinilai makin mengkhawatirkan, bahkan berada di zona merah atau sangat perlu diwaspadai. Upaya kongkrit perlu dilakukan salah satunya pengamalan terhadap nilai-nilai luhur pancasila dan melakukan revitalisasi terhadap kearifan lokal agar benih-benih radikalisme tidak melanda generasi muda. Selain itu meningkatnya radikalisme dalam agama di Indonesia menjadi fenomena sekaligus bukti nyata yang tidak bisa begitu saja diabaikan ataupun dihilangkan. Radikalisme keagamaan yang semakin meningkat di Indonesia ini ditandai dengan berbagai aksi kekerasan dan teror. Berdasarkan hal tersebut kiranya cukup alasan untuk diadakan suatu pembahasan mengenai hal-hal yang berhubungan dengan masalah “PERAN PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI BANGSA DALAM RANGKA MENCEGAH RADIKALISME DI INDONESIA”. II. PEMBAHASAN 1. LAHIRNYA RADIKALISME Kata radikalisme ditinjau dari segi terminologis berasal dari kata dasar radix yang artinya akar (pohon). Bahkan anak-anak sekolah menengah lanjutan pun sudah mengetahuinya dalam pelajaran biologi. Makna kata tersebut, dapat diperluas kembali, berarti pegangan yang kuat, keyakinan, pencipta perdamaian dan ketenteraman, dan makna-makna lainnya. Kata ini dapat dikembangkan menjadi kata radikal, yang berarti lebih adjektif. Hingga dapat dipahami secara kilat, bahwa orang yang berpikir radikal pasti memiliki pemahaman secara lebih detail dan mendalam, layaknya akar tadi, serta keteguhan dalam mempertahankan kepercayaannya. Memang terkesan tidak umum, hal inilah yang menimbulkan kesan menyimpang di masyarakat. Setelah itu, penambahan sufiks –isme sendirri memberikan makna tentang pandangan hidup (paradigma), sebuah faham, dan keyakinan atau ajaran. Penggunaannya juga sering disambungkan dengan suatu aliran atau kepercayaan tertentu.3 Kenyataan adanya radikalisme keagamaan sebenarnya merupakan fenomena yang bisa terjadi di dalam agama apa pun. Radikalisme sangat berkaitan dengan fundamentalisme yang ditandai oleh kembalinya masyarakat kepada dasar-dasar agama. Fundamentalisme akan diiringi oleh radikalisme dan kekerasan ketika kebebasan untuk kembali ke agama dihalangi oleh situasi

2

A Rubaidi, 2007, Radikalisme Islam, Nahdatul Ulama Masa Depan Moderatisme Islam di Indonesia, Logung Pustaka, Yogyakarta, h. 33 3 Muhammad Shobahus Sadad, Ahmad Muzaqqi, Dan Erlina, Menelisik Kembali Arti Radikalisme Dan Integrasinya Dengan Praktek Kekerasan Dalam Perspektif Agama, Http://2beahumanbeing.Blogspot.Co.Id/2012/06/Makalah-Radikalisme-Pengertian-Konsep.Html

90

Prosiding Seminar Nasional Fakultas Dharma Duta IHDN Negeri Denpasar Kebijakan Hukum Pidana Terhadap Radikalisme Berbasis Sara

ISBN978-602-72630-9-0

sosial politik yang mengelilingi masyarakat. fenomena ini dapat menimbulkan konflik terbuka atau bahkan kekerasan antardua kelompok yang berhadapan.4 Secara historis, radikalisme yang diwarnai oleh agama bukanlah hal yang baru dinegeri ini, khususnya yang terkait dengan kelompok radikalisme islam. Dalam sejarah Indonesia, dikenal misalnya Perang Padri di sumatra Barat antara kaum ulama puritan dengan kaum adat, yang sesungguhnya penganut Islam namun bukan puritan. Kaum Paderi dikenal sebagai para penganut aliran wahabi yang upayanya melakukan gerakan pemurnian agama, serta melakukan kekerasan yang menyebabkan terjadinya pertumpahan darah di dalam masyarakat Minangkabau. Gerakan radikal Islam inilah yang saat ini muncul kembali, walaupun dalam konteks yang berbeda namun melalui gagasan dan pemahaman keagamaan yang tidak jauh berbeda.5 Radikalisme erat dikaitkan dengan agama islam, padahal sesungguhnya tidak satu agamapun mengajarkan kekerasan pada sesamanya termasuk agama Islam. Namun tidak dapat menutup mata bahwa oknum yang menyebarkan isu perpecahan tersebut berkedok Islam sebagai pemeluk agama mayoritas di Indonesia. Sesungguhnya, sejarah kemunculan gerakan radikalisme dan kelahiran kelompok fundamentalisme dalam islam lebih di rujuk karena dua faktor, yaitu:6 1. Faktor internal Faktor internal adalah adanya legitimasi Teks keagamaan, dalam melakukan “perlawanan” itu sering kali menggunakan legitimasi teks (baik teks keagamaan maupun teks “cultural”) sebagai penopangnya. untuk kasus gerakan “ekstrimisme islam” yang merebak hampir di seluruh kawasan islam(termasuk indonesia) juga menggunakan teks-teks keislaman (Alquran, hadits dan classical sourceskitab kuning) sebagai basis legitimasi teologis, karena memang teks tersebut secara tekstual ada yang mendukung terhadap sikap-sikap eksklusivisme dan ekstrimisme ini.7 Seperti ayat-ayat yang menunjukkan perintah untuk berperang seperti; Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan tidak (pula) kepada hari Kemudian, dan mereka tidak mengharamkan apa yang diharamkan oleh Allah dan RasulNya dan tidak beragama dengan agama yang benar (agama Allah), (Yaitu orang-orang) yang diberikan Al-Kitab kepada mereka, sampai mereka membayar jizyah dengan patuh sedang mereka dalam Keadaan tunduk. (Q.S. Attaubah: 29)8 Faktor internal lainnya adalah dikarenakan gerakan ini mengalami frustasi yang mendalam karena belum mampu mewujudkan cita-cita berdirinya ”negara islam internasional” sehingga pelampiasannya dengan cara anarkis; mengebom fasilitas publik dan terorisme. Harus diakui bahwa salah satu penyebab gerakan radikalisme adalah faktor sentimen keagamaan, termasuk di dalamnya adalah solidaritas keagamaan untuk kawan yang tertindas oleh kekuatan tertentu. Tetapi hal ini lebih tepat dikatakan sebagai faktor emosi keagamaannya, dan bukan agama (wahyu suci yang absolut).

4

Endang Turmudzi dkk, 2004, Islam dan Radikalisme di Indonesia, LIPI Press, Jakarta, h.5 Muhammad A.S. Hikam, 20016, Deradikalisasi : Peran Masyarakat Sipil Indonesia Membendung Radikalisme, Kompas, Jakarta, h. 34 6 Muhammad Shobahus Sadad, Ahmad Muzaqqi, Dan Erlina, op.cit. 7 Sumanto Alqurtuby, 2009, Jihad Melawan Ekstrimis Agama, Membangkitkan Islam Progresif, Borobudur Indonesia , Semarang h al.49 8 Ahmad Norma Permata, 2005, Agama dan Terorisme, Muhammadiyah University Press, Yogyakarta h.78. 5

91

Prosiding Seminar Nasional Fakultas Dharma Duta IHDN Negeri Denpasar Kebijakan Hukum Pidana Terhadap Radikalisme Berbasis Sara

2.

ISBN978-602-72630-9-0

Faktor eksternal Faktor eksternal terdiri dari beberapa sebab di antaranya : pertama, dari aspek ekonomi-politik, kekuasaan depostik pemerintah yang menyeleweng dari nilai-nilai fundamental islam. Kemudian faktor budaya, faktor ini menekankan pada budaya barat yang mendominasi kehidupan saat ini, budaya sekularisme yang dianggap sebagai musuh besar yang harus dihilangkan dari bumi. Terakhir faktor sosial politik, pemerintah yang kurang tegas dalam mengendalikan masalah teroris ini juga dapat dijadikan sebagai salah satu faktor masih maraknya radikalisme di kalangan umat islam.9 2.

PERAN PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI BANGSA DALAM MENCEGAH RADIKALISME Pancasila merupakan pegangan hidup Bangsa Indonesia. Kini nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila mulai terkikis seiring pesatnya perkembangan teknologi dan kuatnya arus Informasi di Era Globalisasi saat ini. Padahahal seharusnya jika nilai-nilai Pancasila ini diserap baik oleh Bangsa Indonesia maka tidak perlu takut terhadap faham-faham radikalisme, sebab Pancasila mengandung nilai-nilai luhur yang bersifat fleksibel terhadap perkembangan zaman namun tetap memiliki cirinya sendiri. Idiologi Pancasila sebenarnya dapat menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman, hanya saja nilai-nilai yang terkandung didalamnya tidak dijiwai oleh bangsanya sendiri. Sehingga paham radikalisme bisa dengan mudahnya menembus pemikiran bangsa ini. Padahal Pancasila sebagai idiologi bangsa ini sangatlah penting dipahami dan dijiwai. Sebab nilai-nilai yang terkandung didalamnya memiliki tujuan yang mulia dan dapat membawa bangsa ini kedalam peradaban yang baik. Pemuda adalah aset bangsa yang sangat berharga. Masa depan negeri ini bertumpu pada kualitas mereka. Namun ironisnya, kini tak sedikit kaum muda yang justru menjadi pelaku terorisme. Serangkaian aksiterorisme mulai dari Bom Bali-1, Bom Gereja Kepunton, bom di JW Marriot dan Hotel RitzCarlton,hingga aksi penembakan Pos Polisi Singosaren di Solo dan Bom di Beji dan Tambora, melibatkan pemuda. Sebut saja, Dani Dwi Permana, salah satu pelaku Bom di JW Marriot dan Hotel Ritz-Carlton, yang saat itu berusia 18 tahun dan baru lulus SMA.10 Rentannya pemuda terhadap aksi kekerasan dan radikalisme patut menjadi keprihatinan kita bersama. Banyak faktor yang menyebabkan para pemuda terseret ke dalam hal tersebut, mulai dari kemiskinan, kurangnya pendidikan agama yang damai, gencarnya infiltrasi kelompok radikal, lemahnya semangat kebangsaan, kurangnya pendidikan kewarganegaraan, kurangnya keteladanan, dan tergerusnya nilai kearifan lokal oleh arus modernitas negatif. Untuk membentengi para pemuda dan masyarakat umum dari radikalisme dan terorisme, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), menggunakan upaya pencegahan melalui kontra-radikalisasi (penangkalan ideologi). Hal ini dilakukan dengan membentuk Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) di daerah, Pelatihan anti radikal-terorisme bagi ormas, Training of Trainer (ToT) bagi sivitas akademika perguruan tinggi, serta sosialiasi kontra radikal terorisme siswa SMA di empat provinsi. Ada beberapa hal yang patut dikedepankan dalam pencegahan terorisme di kalangan pemuda :11 1. Pertama, memperkuat pendidikan kewarganegaraan (civic education) dengan menanamkan pemahaman yang mendalam terhadap empat pilar kebangsaan, yaitu Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhineka Tunggal Ika. Melalui pendidikan kewarganegaraan, para pemuda didorong untuk menjunjung tinggi dan menginternalisasikan nilai-nilai luhur yang sejalan dengan kearifan lokal seperti

9

Sumanto Alqurtuby, op.cit. M. Arib Herzi S, Radikalisme, http://aribherzi020696.blogspot.co.id/2015/04/makalah-radikalisme.html 11 Ibid. 10

92

Prosiding Seminar Nasional Fakultas Dharma Duta IHDN Negeri Denpasar Kebijakan Hukum Pidana Terhadap Radikalisme Berbasis Sara

ISBN978-602-72630-9-0

toleransi antar-umat beragama, kebebasan yang bertanggung jawab, gotong royong, kejujuran, dan cinta tanah air serta kepedulian antar-warga masyarakat. 2. Kedua, mengarahkan para pemuda pada beragam aktivitas yang berkualitas baik di bidang akademis, sosial, keagamaan, seni, budaya, maupun olahraga. 3. Ketiga, memberikan pemahaman agama yang damai dan toleran, sehingga pemuda tidak mudah terjebak pada arus ajaran radikalisme. Dalam hal ini, peran guru agama di lingkungan sekolah dan para pemuka agama di masyarakat sangat penting. 4. Keempat, memberikan keteladanan kepada pemuda. Sebab, tanpa adanya keteladanan dari para penyelenggara negara, tokoh agama, serta tokoh masyarakat, maka upaya yang dilakukan akan sia-sia. Pancasila diakui negara sebagai falsafah hidup, cita-cita moral, dan ideologi bagi kehidupan berbangsa. Pancasila diyakini mampu menyaring berbagai pengaruh ideologi yang masuk ke Indonesia sebagai konsekwensi logis dari sebuah masyarakat dan bangsa yang majemuk (bhinneka). Bangsa Indonesia tidak menafikan kehadiran budaya luar maupun ideologi luar, tapi melalui Pancasila negara dapat memilah pengaruh mana yang dapat diterima atau tidak. Negara juga mampu menyesuaikan pengaruh luar tersebut dengan konteks budaya Indonesia ataupun menolak karena tidak sesuai dengan falsafah, cita-cita, moral, dan ideologi nasional.12 Selain itu Pancasila turut berfungsi sebagai falsafah hidup bangsa yang konsep dan visinya dapat dijabarkan ke dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Terdapat lima sila yang secara komprehensif menjabarkan arti kehidupan bernegara yang dapat dijadikan landasan melawan ancaman ideologi radikal. 1. Sila Pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa Sila ini mengandung makna toleransi, kemajemukan dan moderat yang seimbang. Ideologi fundamentalis radikal bertentangan dengan Pancasila karena ia memaksakan kehendak dengan menolak memberikan ruang kepada penafsiran yang berbeda. 2. Sila Kedua, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab Sila ini mengandung makna pengakuan terhadap hak asasi manusia, termasuk hak sipil, politik, ekonomi, dan hak sosial budaya. Dengan demikian, pemaksaan kehendak oleh kelompok radikal secara hakiki bertentangan dengan Pancasila karena jelas melanggar HAM yang menjadi landasan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. 3. Sila Ketiga, Persatuan Indonesia Sila ini mengandung makna bahwa Indonesia adalah negara yang dibentuk berdasarkan asas kebangsaan, bukan atas dasar agama, suku, atau ras tertentu. Kelompok fundamentalis radikal yang ingin mengubah dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia dari negara kebangsaan menjadi negara dengan agama tertentu. Hal ini tentunya jelas bertentangan dengan landasan ideologi nasional Pancasila. 4. Sila Keempat, Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmah Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan Sila ini mengandung arti bahwa sistem kemasyarakatan dan kenegaraan di Indonesia harus berlandaskan pada prinsip demokrasi dan kedaulatan berada di tangan rakyat. Bagi kelompok fundamentalis radikal bahwa demokrasi adalah haram. Pada umumnya ideologi agama radikal menolak kedaulatan rakyat dan hanya mengakui kedaulatan Tuhan yang dilaksanakan melalui sistem teokrasi. 5. Sila Kelima, Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia Sila ini mengandung makna bahwa kesejahteraan menjadi hak warga negara RI. Kelompok fundamentalis radikal tidak mengakui adanya hak bagi warga negara untuk memperoleh

12

Muhammad A.S. Hikam, op.cit., h. 44

93

Prosiding Seminar Nasional Fakultas Dharma Duta IHDN Negeri Denpasar Kebijakan Hukum Pidana Terhadap Radikalisme Berbasis Sara

ISBN978-602-72630-9-0

kesejahteraan sebagai hak dasar mereka. Indonesia telah menerima Pancasila sebagai dasar negara yang dirumuskan oleh para pendiri bangsa dengan melalui proses dan musyawarah yang panjang. Pancasila menjadi kontrak sosial kita untuk hidup di negara Indonesia dan karena itu dipahami sebagai paham kebangsaan. Menurut Abdurrahman Wahid, penerimaan Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa juga merupakan bentuk kesadaran akan realitas keberagaman di Indonesia. Islam di Indonesia bukanlah satusatunya agama yang ada. Dengan demikian, negara harus memberikan pelayanan yang adil kepada semua agama yang diakui. Itu juga berarti negara harus menjamin pola pergaulan yang serasi dan berimbang antarsesama umat.13 Dalam sejarah panjang Indonesia, Pancasila merupakan nilai-nilai dasar kebangsaan yang disepakati sebagai pengikat dan perekat bagi persatuan dan kesatuan Indonesia yang multikultur. Bangsa indonesia juga memiliki pandangan hidup, filsafat hidup, dan pegangan hidup dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, yaitu Pancasila yang dibentuk berdasarkan suatu asas kultural yang dimiliki dan melekat pada diri bangsa Indonesia sendiri.14 3. 1. 1)

2)

PENUTUP Simpulan Adapun simpulan yang dapat ditarik dari pembahasan sebelumnya adalah sebagai berikut : Radikalisme merupakan ancaman terhadap ketahanan ideologi. Radikalisme adalah paham radikal yang menghendaki perubahan dengan kecenderungan menggunakan kekerasan. Paham ini sebenernya paham politik yang menghendaki perubahan yang ekstrem, sesuai dengan pengejawantahan ideologi yang mereka anut. Indonesia sebagai negara yang plural dimana terdapat berbagai macam suku, ras, budaya dan juga agama menjadi sasaran faham radikal berbau SARA tumbuh dan berkembang. Pancasila adalah falsafah hidup, cita-cita moral, dan ideologi bagi kehidupan bangsa Indonesia. Pancasila diyakini mampu menyaring berbagai pengaruh ideologi yang masuk ke Indonesia sebagai konsekwensi logis dari sebuah masyarakat dan bangsa yang majemuk (bhinneka). Namun sayangnya nilai-nilai yang terkandung didalam Pancasila tidak dijiwai oleh bangsanya sendiri, sehingga paham radikalisme bisa dengan mudahnya menembus pemikiran bangsa ini dan tumbuh subur di Indonesia.

2.

Saran Adapun saran-saran yang dapat diberikan sehubungan dengan permasalah yang ada adalah sebagai berikut : 1) Kepada generasi muda pentingnya pemahaman mengenai apa yang dimaksud dengan radikalisme, sehingga dengan mengetahui secara jelas dan mengetahui dampak negatif dari penyebaran faham radikalisme generasi muda dapat membentengi diri agar tidak mudah terhasut dan dapat menyikapi secara bijak polemik yang terjadi terkait pluralisme di Indonesia. 2) Kepada generasi muda penerus bangsa tidak hanya hafal tetapi juga paham akan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila dan mengamalkanya karena kita sebagai bangsa yang majemuk rentan akan masuknya faham-faham radikalisme yang berbau SARA yang dapat memecah belah persatuan dan kesatuan bangsa. Dengan mengamalkan Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara maka pengaruh buruk radikalisme dapat dicegah.

13

Ahmad Nurcholish dan Alamsyah M. jakfar, 2015, Agama Cinta, Menyelami Samudra Cinta Agama-Agama, Elex Media Komputindo, Jakarta, h.205 14 Agus SB, 2016, Deradikalisasi Nusantara: Perang Semesta Berbasis Kearifan Lokal Melawan Radikalisasi dan Terorisme, Daulat Press, Jakarta, h. 238

94

Prosiding Seminar Nasional Fakultas Dharma Duta IHDN Negeri Denpasar Kebijakan Hukum Pidana Terhadap Radikalisme Berbasis Sara

ISBN978-602-72630-9-0

DAFTAR PUSTAKA

BUKU Agus SB, 2016, Deradikalisasi Nusantara: Perang Semesta Berbasis Kearifan Lokal Melawan Radikalisasi dan Terorisme, Daulat Press, Jakarta. Ahmad Norma Permata, 2005, Agama dan Terorisme, Muhammadiyah University Press, Yogyakarta. Ahmad Nurcholish dan Alamsyah M. jakfar, 2015, Agama Cinta, Menyelami Samudra Cinta AgamaAgama, Elex Media Komputindo, Jakarta. A Rubaidi, 2007, Radikalisme Islam, Nahdatul Ulama Masa Depan Moderatisme Islam di Indonesia, Logung Pustaka, Yogyakarta. A.S Hornby, 2000, Oxford Advanced : Dictionary of Current English, Oxford University Press, UK. Endang Turmudzi dkk, 2004, Islam dan Radikalisme di Indonesia, LIPI Press, Jakarta. Muhammad A.S. Hikam, 20016, Deradikalisasi : Peran Masyarakat Sipil Indonesia Membendung Radikalisme, Kompas, Jakarta. Sumanto Alqurtuby, 2009, Jihad Melawan Ekstrimis Agama, Membangkitkan Islam Progresif, Borobudur Indonesia , Semarang. ARTIKEL Muhammad Shobahus Sadad, Ahmad Muzaqqi, Dan Erlina, Menelisik Kembali Arti Radikalisme Dan Integrasinya Dengan Praktek Kekerasan Dalam Perspektif Agama,Http://2beahumanbeing.Blogspot.Co.Id/2012/06/Makalah Radikalisme-PengertianKonsep.Html M.AribHerziS,Radikalisme, http://aribherzi020696.blogspot.co.id/2015/04/makalah-radikalisme.html

95

More Documents from "Azis Doank"