Jurnal

  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Jurnal as PDF for free.

More details

  • Words: 5,269
  • Pages: 9
STUDI PEMBUATAN MIE INSTAN BERBASIS TEPUNG KOMPOSIT DENGAN PENAMBAHAN TEPUNG PORANG (Amorphophallus oncophyllus) Prof. Dr. Simon Bambang W., M.App.Sc 1), Widya Dwi R. Putri., STP. MP 2), Ika Kurniawati 3).

STUDY OF MAKING INSTANT NOODLES BASED ON COMPOSITE FLOUR WITH ADDITION OF PORANG FLOUR (Amorphophallus oncophyllus). 1) Staff Pengajar Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya Malang 2) Staff Pengajar Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya Malang 3) Alumni Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya Malang

ABSTRACT The objectives of this research is to know the porang flour concentration as stabilizer in making of instant noodles and to know the influence of porang flour addition on physical and chemical quality. The Random Block Design was used with one factor. The factors was consentration of porang flour: 0% ; 0,5% ; 1% ; 1,5% ; 2% ; 2,5% ; 3%. Each treatment was done with four replication. The data was analized by ANOVA (Analysis of Variance) and continued with DMRT at the Least Square Test ( =0,01). The best treatment conducted with Zeleny Method. Based on the result of research, addition of porang flour has significant effect ( =0,01) at moisture, fat content, protein content, crude fiber content, starch content, development ratio, Tensile Strength, hydration, cooking time, and cooking loss but did not give significant effect at calorie, elasticity and ash content. The best treatment based on physical and chemical parameters was obtained by added porang flour on 1% level. The product were characterized by: moisture content of 6,32% ; protein content of 11,74% ; fat content of 24,93 ; starch content of 49,82% ; crude fiber content of 2,30% and calorie equal of 525,52 kcal/100gr and also with elasticity 0,28 minute/gram; cooking loss 8,42%; hydration 152,84%; energy broken 1,80 N; and cooking time 5,88 minutes.

PENDAHULUAN Mie instan merupakan salah satu makanan berenergi tinggi yang terbuat dari tepung terigu, air, dan garam. Makanan ini sangat umum dikonsumsi oleh masyarakat di dunia terutama di Asia karena makanan ini mengenyangkan, mudah dibuat, rasanya dapat diterima oleh hampir seluruh kalangan, dan harganya lebih ekonomis. Karakteristik mie instan ditentukan oleh bahanbahan yang digunakan seperti pati, air, protein, dan bahan tambahan lainnya. Penelitian Petrus (2001) dan Endah (1999) melaporkan bahwa mie instan yang terbuat dari tepung komposit memiliki beberapa kelemahan, diantaranya adalah teksturnya mudah patah dan cooking time yang lama. Untuk memperbaiki sifat fisik mie instan dari tepung komposit maka diperlukan suatu penstabil Beberapa penelitian menunjukkan bahwa hidrokoloid seperti CMC, Guar Gum, dan Locust Bean Gum dapat digunakan sebagai penstabil dalam pembuatan mie. Yu (2003) menjelaskan bahwa Guar gum bisa digunakan dalam pembuatan mie untuk memperbaiki firmness, tekstur dan mouth feel produk akhir pada konsentrasi 0,1-0,5% sedangkan CMC biasa digunakan pada konsentrasi 1%. Tepung porang diduga dapat menjadi alternatif pengganti penstabil yang biasa digunakan. Tepung porang mengandung suatu senyawa yang disebut glukomanan yang merupakan suatu bentuk polisakarida yang mampu membentuk hidrokoloid sehingga diduga dapat diaplikasikan dalam pembuatan mie instan. Anonymous (2006)a menyebutkan bahwa penggunaan tepung porang pada mie dan pasta berfungsi sebagai Water Holding Capasity, dan penstabil. Akan tetapi selama ini belum ada informasi yang jelas tentang

konsentrasi penggunaan tepung porang yang tepat dalam pembuatan mie instan, sehingga perlu dilakukan penelitian tentang penggunaan konsentrasi tepung porang sebagai penstabil dalam pembuatan mie instan. Penggunaan tepung porang dalam pembuatan mie instan diharapkan dapat menjadi alternatif penstabil yang sudah ada untuk memperbaiki sifat fisiko kimia mie instan. Substitusi parsial tepung terigu oleh tepung ubi jalar ungu dan tepung kacang hijau diharapkan mampu memberikan kontribusi nutrisi mie instan yang dihasilkan sehingga produk yang dihasilkan mampu memenuhi kebutuhan energi per orang per hari dan dapat dipakai sebagai alternatif pangan darurat (Emergency Food). METODE PENELITIAN Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tepung terigu merk kereta kencana, dan kacang hijau merk Finna yang dibeli di Hypermart Malang, serta tepung ubi jalar ungu yang didapat dari SPAT (Sentra Pengembangan Agrobis Terpadu) Bakpao Telo Malang. Bahan pembantu yang digunakan adalah garam dapur, telur dan minyak goreng yang dibeli di Hypermart Malang. Bahan yang digunakan untuk analisa dengan kemurnian p.a. adalah H2SO4 (Merck) , Petroleum Eter (Merck), tablet Kjeldahl, dan HCl (Merck) yang diperoleh dari Laboratorium Biokimia dan Nutrisi Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya Malang. Sedangkan bahan dengan kemurnian teknis yaitu CaCl2, NaOH, K2SO4 dan aquades diperoleh dari PT. Panadia Malang.

Alat Alat-alat yang digunakan untuk pembuatan produk adalah cabinet dryer , blender (Phillips), penepung, ayakan 60 mesh, pencetak mie merk pasta, plastik, pencetak gorengan, timbangan digital (M-310), timbangan analitik (XP-1500), thermometer, penggoreng, kompor LPG merk Rinai. Alat-alat yang digunakan untuk analisa adalah glassware, timbangan digital (Denver Instrument M310), Spektrofotometer (UV-2100), kuvet dan tisue, desikator, waterbath (Buchi Heating Bath B-490), timbangan analitik XP-1500, pompa vakum (Buchi Vac V-500), kertas saring, termometer, tabung reaksi Pyrex, oven WTB Binder, pendingin balik, centrifuge EBA dan alat Tensile Strength merk IMADA ZP-200. Metode Penelitian Penelitian ini disusun dengan menggunakan metode Rancangan Acak Kelompok (RAK) yang terdiri dari satu faktor yaitu konsentrasi penambahan tepung porang. Dari faktor tersebut, maka didapatkan 7 level yang masing-masing diulang sebanyak 4 kali, yaitu: P1 : Penambahan tepung porang 0% (b/b) P2 : Penambahan tepung porang 0,5% (b/b) P3 : Penambahan tepung porang 1% (b/b) P4 : Penambahan tepung porang 1,5% (b/b) P5 : Penambahan tepung porang 2% (b/b) P6 : Penambahan tepung porang 2,5% (b/b) P7 : Penambahan tepung porang 3% (b/b) Pelaksanaan Penelitian dan Analisa Pengamatan dan analisa yang dilakukan terhadap mie instant berenergi tinggi yang dihasilkan meliputi Kadar air dengan cara pemanasan (Sudarmadji dkk, 1984), Kadar protein dengan metode Kjeldahl (Sudarmadji dkk, 1984), Kadar pati (Sudarmadji dkk, 1984), Kadar serat (Sudarmadji dkk, 1984), Kadar lemak (Sudarmadji dkk, 1984), Analisa cooking loss (Mestress et al., 1988), Hidrasi Mie (Romlah, 1997), Cooking Time (Oh et al.,1985), Rasio Pengembangan (Oh et al.,1985), Analisa Tensile strength (Anonymous, 1994), Penentuan Energi secara langsung (bomb calorimeter) dan tidak langsung/perhitungan (Anonymous, 2007). Data yang diperoleh dianalisa dengan menggunakan analisis ragam (ANOVA) metode Rancangan Acak Kelompok dengan satu faktor. Data yang diperoleh dianalisa dengan metode analisa sidik ragam (Anova=Analysis of Variance) dilanjutkan dengan uji DMRT (Duncan Multiple Range Test) menggunakan selang kepercayaan 1% kemudian dilakukan pemilihan perlakuan terbaik dengan metode Multiple Attribute (Zeleny, 1992). Hasil dan Pembahasan Analisa Kimia Mie Instan Kadar Air Hasil pengamatan terhadap kadar air mie instan dengan penambahan tepung porang berkisar antara 3,91%-11,40% yang disajikan pada Tabel 1. Rerata kadar air mie instan akibat penambahan tepung porang disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Rerata Kadar Air (%) Mie Instan Akibat Penambahan Tepung Porang Konsentrasi Kadar Air (%) DMRT Tepung 1% Porang (%) 0 3,91 a 0,5 4,87 ab 4,39 1,0 6,32 b 4,63 1,5 7,63 bc 4,77 2,0 9,42 c 4,86 2,5 10,16 cd 4,94 3,0 11,40 d 5,01 Keterangan: - Nilai rerata yang didampingi oleh huruf yang sama menyatakan tidak berbeda nyata ( =0,01)

Rerata konsentrasi tepung porang 3% mempunyai nilai kadar air tertinggi (11,40%) sedangkan rerata kadar air terendah pada konsentrasi tepung porang 0% (3,91%). Peningkatan kadar air ini disebabkan karena tepung porang memiliki daya ikat air yang sangat tinggi sehingga mampu mempertahankan kadar airnya selama proses pengeringan. Anonymous (2006h) menyebutkan bahwa kemampuan glukomannan dalam tepung porang memiliki daya ikat air tertinggi dibandingkan dengan serat larut lainnya, yaitu mencapai 100 kali beratnya. Selain itu, peningkatan kadar air produk juga dipengaruhi oleh kadar serat bahan baku, dimana serat dapat mengikat air. Tepung porang memiliki kadar serat sebesar 2-5% (Anonymous, 2006c). Semakin tinggi kadar serat maka semakin banyak kadar air yang terikat, karena serat dapat mengikat air melalui gugus hidroksilnya sehingga lebih banyak air yang terperangkap dalam jaringan (Luh, 1980). Menurut Brisske (2004), kadar air maksimum yang boleh terkandung pada produk pangan darurat salah satunya makanan padat adalah sebesar 9,5%. Hal ini dimaksudkan untuk meminimalisir kerusakan akibat aktivitas mikrobiologi. Kadar Lemak Rerata pengamatan kadar lemak pada mie instan berkisar antara 11,24%-26,22% (Tabel 2). Tingginya kadar lemak pada produk yang dihasilkan disebabkan oleh penambahan minyak pada adonan dan proses penggorengan secara deep frying . Proses penambahan minyak pada adonan dimaksudkan untuk mempertinggi kandungan lemak dari produk sehingga produk yang dihasilkan mampu memenuhi kebutuhan energi dari lemak dan mampu memenuhi syarat emergency food yang telah ditetapkan yaitu 35-45% energi berasal dari lemak (IOM, 2002). Tabel 2. Rerata Kadar Lemak (%) Mie Instan Akibat Penambahan Tepung Porang (%) Konsentrasi Kadar DMRT Tepung Lemak (%) 1% Porang (%) 0,0 26,22 c 0,5 25,64 c 4,07 1,0 24,94 c 4,27 1,5 23,61 c 4,38 2,0 18,19 b 4,46 2,5 13,07 a 4,53 3,0 11,24 a 4,59 Keterangan: - Nilai rerata yang didampingi oleh huruf yang sama menyatakan tidak berbeda nyata ( =0,01)

Rerata konsentrasi tepung porang 3% mempunyai nilai kadar lemak terendah (11,24%) sedangkan rerata kadar lemak tertinggi pada konsentrasi tepung porang 0% (26,22%). Pada saat proses penggorengan mie

menyerap minyak sebanyak 16%-23% dari beratnya (Kim, 1996). Akan tetapi pada penelitian ini, mie instan yang telah ditambah dengan tepung porang mengalami penurunan kadar lemak. Penurunan kadar lemak ini dikarenakan oleh tepung porang memiliki kandungan glukomanan yang merupakan senyawa hidrokoloid. Jenis hidrokoloid yang biasa digunakan dalam produk yang digoreng adalah CMC dan gum. Bayfield (1962) menyatakan bahwa penggunaan CMC pada produk donat akan mengurangi penyerapan minyak saat proses penggorengan sehingga kadar minyak pada produk akan menurun. Sedangkan Yu (2003) menyebutkan bahwa kemampuan gum untuk mengikat air cukup tinggi sehingga dapat mengurangi absorbsi minyak pada mie instan. Penurunan absorbsi minyak pada mie instant diduga karena tepung porang yang juga merupakan hidrokoloid bersifat hidrofilik sehingga lebih mengikat air daripada mengikat lemak yang bersifat hidrofobik sehingga pada waktu mie digoreng, produk masih dapat mempertahankan kandungan airnya dan mampu mengurangi absorbsi minyak pada produk. Kadar Protein Hasil analisa rerata kadar protein berkisar antara 10,27%-14,11% (Tabel 3). Kadar protein tertinggi adalah mie instan dengan penambahan tepung porang 0% sedangkan kadar protein terendah dimiliki oleh mie instan dengan penambahan tepung porang 3%. Tabel 3. Rerata Kadar Protein (%) Mie Instan Akibat Penambahan Tepung Porang (%) Konsentrasi Kadar Protein DMRT 1% Tepung Porang (%)* (%) 0 0,5 1,0 1,5 2,0 2,5 3,0

14,11 c 12,95 bc 11,74 b 10,86 ab 10,71 ab 10,63 a 10,27 a

4,07 4,27 4,38 4,46 4,53 4,59

Keterangan: - Nilai rerata yang didampingi oleh huruf yang sama menyatakan tidak berbedanyata ( =0,01)

Rerata konsentrasi tepung porang 3% mempunyai nilai kadar protein terendah (10,27%), sedangkan rerata kadar protein tertinggi pada konsentrasi tepung porang 0% (14,11%). Penurunan kadar protein mie instan dengan adanya penambahan tepung porang disebabkan karena tepung porang memiliki kandungan protein yang lebih rendah daripada tepung gandum baik secara kualitas maupun secara kuantitas. Anonymousc (2006) menyebutkan bahwa kandungan protein tepung porang adalah 5-14% per 100 gram sedangkan kadar protein tepung terigu adalah 12,30% (Young and Jaspara, 1995), tepung kacang hijau 23,9% (USDA Nutrient Databases, 2007), dan tepung ubi jalar 5,12% (Antarlina, 1996). Sehingga penambahan tepung porang yang diiringi dengan berkurangnya tepung terigu, tepung kacang hijau, dan tepung ubi jalar pada pembuatan mie instan akan menurunkan kadar protein mie instan. Kadar Pati Hasil pengamatan menunjukkan bahwa rerata kadar pati mie instan akibat penambahan tepung porang berkisar antara 49,60%-51,88%.

Tabel 4. Rerata Kadar Pati (%) Mie Instan Akibat Penambahan Tepung Porang (%) Konsentrasi Kadar Pati DMRT 1% Tepung Porang (%) (%) 0,0 49,60 a 0,5 49,71 a 4,07 1,0 49,82 a 4,27 1,5 50,30 ab 4,38 2,0 51,11 ab 4,46 2,5 51,33 b 4,53 3,0 51,88 b 4,59 Keterangan: -Rerata yang didampingi huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata pada uji DMRT ( =0.01)

Rrerata konsentrasi tepung porang 0% mempunyai nilai kadar pati terendah (49,60%) sedangkan rerata kadar pati tertinggi pada konsentrasi tepung porang 3% (51,88%). Perbedaan kadar pati pada mie instan sangat dipengaruhi oleh kandungan pati pada bahan baku mie instan. Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan mie instan memiliki kandungan pati yang cukup tinggi, sehingga ketika ditambah dengan tepung porang, maka akan terjadi peningkatan kadar pati. Anonymousc (2006) menyebutkan bahwa kandungan pati tepung porang berkisar antara 10%-30%. Sedangkan kandungan pati tepung terigu adalah 68%-70%, pati tepung kacang hijau sebesar 72,68% (Susanto dan Saneto, 1994) dan ubi jalar sebesar 8%-29% sehingga dengan penambahan tepung porang akan meningkatkan kadar pati mie instan yang dihasilkan. Peningkatan kadar pati diduga disebabkan karena terjadi interaksi antara ion Ca2+ yang dimiliki oleh tepung porang dengan protein dan akan membentuk suatu matriks yang lebih kuat sehingga pati terjebak dalam matriks. Oleh sebab itu, saat proses pengukusan pati yang terlepas keluar lebih kecil. Kadar Serat Hasil pengamatan menunjukkan bahwa rerata kadar serat mie instan pada perlakuan berkisar antara 1,94% 2,52%. Tabel 5. Rerata Kadar Serat (%) Mie Instan Akibat Penambahan Tepung Porang (%) Konsentrasi Kadar DMRT 1% Tepung Porang Serat (%) (%) 0,0 1,94 a 4,07 0,5 2,14 b 4,27 1,0 2,30 c 4,38 1,5 2,34 cd 4,46 2,0 2,37 d 4,53 2,5 2,42 d 4,59 3,0 2,52 e Keterangan:

-Rerata yang didampingi huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata pada uji DMRT ( =0.01)

Rerata konsentrasi tepung porang 0% mempunyai nilai kadar serat terendah (1,94%) sedangkan rerata kadar serat tertinggi pada konsentrasi tepung porang 3% (2,52%). Peningkatan kadar serat kasar akibat penambahan tepung porang pada proses pembuatan mie instan diduga karena kadar serat bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan produk ini cukup tinggi. Tepung porang memiliki kadar serat antara 2%-5% dan glukomannan sebanyak 49%-60% (Anonymous, 2006). Selain itu, dalam produk ini juga digunakan tepung kacang hijau yang memiliki kandungan serat sebesar 7,6%, terigu 0,62% dan tepung ubi jalar yang mengandung serat sebesar 1,95% (Antarlina, 1996).

Ward and Andon (1993) menyebutkan bahwa konjac flour merupakan salah satu sumber dietary fiber . Tepung porang juga berfungsi sebagai penyedia serat pangan larut air pada produk pangan rendah lemak (Anonymous, 2006f). Kadar Abu Hasil pengamatan menunjukkan bahwa rerata kadar abu mie instan pada perlakuan berkisar antara 2,09%-2,48%. Tabel 6. Rerata Kadar Abu (%) Mie Instant Akibat Penambahan Tepung Porang (%) Konsentrasi Kadar Tepung Porang Abu(%) (%) 0,0 2,09 0,5 2,14 1,0 2,18 1,5 2,21 2,0 2,24 2,5 2,26 3,0 2,48 Keterangan: -Rerata yang didampingi huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata pada uji DMRT ( =0.01)

Penambahan tepung porang pada beberapa konsentrasi tidak berpengaruh nyata pada kadar abu. Kadar abu pada suatu bahan merupakan perkiraan dari kandungan total mineral dari bahan tersebut. Menurut Fennema (1996), mineral tidak dapat dihancurkan oleh pemanasan langsung, cahaya, agen pengoksidasi, pH yang ekstrim, atau faktor lain yang mempengaruhi nutrisi organik lainnya. Mineral dapat dihilangkan dari makanan dengan pencucian atau pemisahan fisik. Pada tepung porang terkandung sejumlah mineral dalam bentuk Ca-oksalat, dimana senyawa ini tersebar diseluruh bagian umbi porang, kristalnya berbentuk jarum yang menyebabkan rasa gatal dan iritasi pada kulit jika berinteraksi dengan umbi porang yang belum diolah (Anonymous, 2007a). Walaupun porang memiliki kandungan Ca-oksalat, namun penambahan tepung ini pada produk dalam jumlah yang kecil yaitu 0%-3%, sehingga tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap kadar abu mie instan. Karbohidrat Hasil pengamatan menunjukkan bahwa rerata karbohidrat mie instan pada perlakuan berkisar antara 51,70% 62,09%. Tabel 7. Rerata Total Karbohidrat (%) Mie Instan Akibat Penambahan Tepung Porang (%) Konsentrasi Kadar DMRT 1% Tepung Porang Karbohidr (%) at (%) 0,0 51,74 a 4,07 0,5 52,25 a 4,27 1,0 52,53 a 4,38 1,5 53,35 ab 4,46 2,0 57,07 b 4,53 2,5 61,46 c 4,59 3,0 62,09 c Keterangan: - Setiap data merupakan rerata 4 kali ulangan - Rerata yang didampingi huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata pada uji DMRT ( =0.01)

Rerata konsentrasi tepung porang 0% mempunyai nilai kadar karbohidrat terendah (51,74 %) sedangkan rerata kadar karbohidrat tertinggi pada konsentrasi tepung porang 3% (62,09%). Menurut Wang dan Jonshon (2006) tepung porang mempunyai kandungan glukomannan (49%-60%) dimana glukomannan ini

merupakan senyawa polisakarida yang termasuk ke dalam golongan karbohidrat. Selain itu juga mengandung pati (10%-30%), pati di sini juga termasuk ke dalam karbohidrat. Sehingga penambahan tepung porang dapat meningkatkan total karbohidrat yang terkandung dalam produk. Kalori Hasil analisa dengan menggunakan bomb kalorimeter menunjukkan bahwa total kalori dari mie instan dengan penambahan tepung porang sebanyak 0% adalah 518,99 kcal/100g, sedangkan mie instan dengan penambahan tepung porang sebanyak 3% mengandung kalori sebesar 550,56 kkal/100g. Tabel 8. Rerata Nilai Kalori (kkal/100g) Mie Instan Akibat Penambahan Tepung Porang (%) Konsentrasi Kalori Tepung Porang (kcal/100g) (%) 0,0 518,99 0,5 520,04 1,0 525,01 1,5 527,93 2,0 532,29 2,5 540,88 3,0 550,56 Keterangan: - Setiap data merupakan hasil analisa dengan dua kali ulangan -Rerata yang didampingi huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata pada uji DMRT ( =0.01)

Semakin tinggi konsentrasi tepung porang yang ditambahkan, nilai kalori juga akan mengalami kecenderungan meningkat. Anonymous (2005h) yang menyebutkan bahwa penambahan tepung porang sebanyak 100 g akan memberikan kontribusi kalori sebesar 3 kcal. Ini menunjukkan bahwa penambahan tepung porang sebanyak 0%-3% tidak akan memberikan peningkatan kalori secara signifikan. Peningkatan nilai karbohidrat diduga merupakan penyebab meningkatnya nilai kalori mie instan yang dihasilkan. Selain itu, proses penggorengan menyebabkan terjadinya peningkatan kadar minyak mie instan sehingga menyebabkan nilai kalori mie instan meningkat. Rossel (2001) menyebutkan bahwa nutrien terbesar kedua pada mie instan adalah lemak. Kebanyakan mie instan dikeringkan melalui proses penggorengan, sehingga kalori yang didapatkan dari lemak mencapai 16%-23%. Analisa Fisik Mie Instan Daya patah Daya patah mie instan dengan penambahan tepung porang berkisar antara 1,08-2,45 N. Tabel 9. Rerata Daya Patah (N) Mie Instan Akibat Penambahan Tepung Porang (%) Konsentrasi Daya DMRT 1% Tepung Porang Patah (N) (%) 0,0 2,45 c 0,5 2,18 c 4,07 1,0 1,80 bc 4,27 1,5 1,58 b 4,38 2,0 1,35 ab 4,46 2,5 1,28 ab 4,53 3,0 1,08 a 4,59 Keterangan: - Rerata yang didampingi huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata pada uji DMRT ( =0.01)

3

Daya Patah (N)

2.5 2 1.5 1

0 9.00

R2 = 0.9577

10.00

11.00

12.00

13.00

14.00

8 7 6 5 4 y = 0.8848x - 5.2024

3

R2 = 0.8918

2 1 0 10.00

y = 0.3431x - 2.3122

0.5

bahwa penambahan stabilizer pada pembuatan mie instan akan membantu mempercepat waktu pemasakan. Penambahan tepung porang pada pembuatan mie instan mampu mengurangi waktu pemasakan karena kemampuan mengembang tepung porang saat tergelatinisasi lebih tinggi daripada tepung yang yang lain. selain itu, kandungan protein mie instan juga ikut berperan dalam menentukan waktu pemasakan. Makin rendah kadar protein, maka waktu pemasakan yang diperlukan akan lebih singkat. Hal ini diduga karena tingginya kadar protein akan membutuhkan panas yang lebih banyak untuk terjadinya proses gelatinisasi karena sebagian panas digunakan untuk denaturasi protein yang akhirnya memperlambat waktu pemasakan (Haryadi,1995). Makin lama proses gelatinisasi yang terjadi, maka makin lama pula waktu pemasakan mie. Cooking Time (menit)

Tabel 9 menunjukkan bahwa rerata konsentrasi tepung porang 3% mempunyai nilai daya patah terendah (1,08 N) sedangkan nilai daya patah tertinggi pada konsentrasi tepung porang 0% (2,45N). Penurunan daya patah ini disebabkan karena semakin tinggi konsentrasi tepung porang yang ditambahkan, maka semakin rendah tepung terigu yang digunakan sehingga semakin rendah kadar protein yang dihasilkan. Rendahnya kadar protein ini akan menyebabkan turunnya daya patah mie instan. Akashi, Takahashi and Endo (1999) melaporkan bahwa kadar protein yang semakin tinggi akan meningkatkan tekstur terutama elastisitas dan kerenyahan mie. Tepung gandum memiliki gluten yang bersifat elastis, sehingga saat dicetak dengan ketebalan dan tekanan pencetakan yang sama akan menghasilkan ketebalan yang lebih besar daripada mie instant dari tepung komposit. Dengan makin tebalnya mie, maka gaya maksimal yang diperlukan untuk mematahkan mie juga semakin tinggi.

11.00

12.00

13.00

14.00

15.00

Protein (%)

15.00

Protein (%)

Gambar 1. Korelasi Kadar Protein dengan Daya Patah Berdasarkan gambar 1 kadar protein memiliki pengaruh terhadap daya patah mie instan yang dihasilkan dengan nilai Y= 0,3431x 2,3122 dan nilai R2= 0,9577 artinya semakin tinggi kadar protein, maka daya patah nie instan akan semakin tinggi. Hal ini dikemukakan oleh Oh et al., (1985) bahwa protein dalam tepung menghasilkan struktur mie yang kuat yang dihasilkan dari adanya ikatan yang kuat antara komponen pati dan protein sehingga daya patahnya juga meningkat. Cooking Time Cooking time adalah waktu yang dibutuhkan untuk memasakkan/mematangkan mie instan. Hasil pengamatan terhadap sifat fisik mie instan (cooking time) berkisar antara 3,40 7,13 menit. Tabel 10. Rerata Cooking Time (menit) Mie Instan Akibat Penambahan Tepung Porang (%) Konsentrasi Cooking DMRT Tepung Porang Time 1% (%) (menit) 0,0 7,13 e 0,5 6,03 d 4,07 1,0 5,88 d 4,27 1,5 4,94 c 4,38 2,0 4,19 b 4,46 2,5 3,92ab 4,53 3,0 3,40 a 4,59 Keterangan: - Rerata yang didampingi huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata pada uji DMRT ( =0.01)

Tabel 10 memperlihatkan bahwa nilai cooking time terendah terdapat pada mie dengan penambahan tepung porang sebesar 3% (3,40 menit). Hal ini sesuai dengan pendapat Rikken (2002) yang menyebutkan

Gambar 2. Korelasi Kadar Protein dengan Cooking Time Berdasarkan Gambar 2 kadar protein memiliki pengaruh terhadap cooking time mie instan yang dihasilkan dengan nilai Y= 0,8848x 5,2024 dan nilai R2= 0,8918 artinya semakin tinggi kadar protein, maka cooking time mie instant akan semakin lama. Hal ini dikemukakan oleh Haryadi (1995) yang menyebutkan bahwa tingginya kadar protein akan membutuhkan panas yang lebih banyak untuk terjadinya proses gelatinisasi karena sebagian panas digunakan untuk denaturasi protein yang akhirnya memperlambat waktu pemasakan. Cooking Loss Cooking loss menggambarkan lolosnya bahan ke dalam air. Hasil pengamatan terhadap cooking loss berkisar antara 6,93%-17,74%. Makin tinggi substitusi, maka semakin tinggi bahan terlarut dalam air. Tabel 11. Rerata Cooking Loss (%) Mie Instan Akibat Penambahan Tepung Porang (%) Konsentrasi Kadar DMRT Tepung Porang Cooking (1%) (%) Loss (%) 0,0 6,93 a 0,5 7,72 a 4,07 1,0 8,42 ab 4,27 1,5 9,73 ab 4,38 2,0 11,41 b 4,46 2,5 12,44 b 4,53 3,0 17,74 c 4,59 Keterangan:- Rerata yang didampingi huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata pada uji DMRT ( =0,01)

Cooking loss tertinggi adalah 17,738% pada konsentrasi tepung porang 3%. Makin tinggi substitusi tepung terigu, maka cooking loss akan makin meningkat. Hal ini disebabkan karena keberadaan gluten menurun sehingga kemampuan untuk

membentuk jaringan tiga dimensi yang dapat menghambat keluarnya isi granula berkurang. Penurunan kadar protein diduga mengakibatkan jaringan pada mie kurang kompak karena ikatan antara pati dan protein kurang kuat, sehingga molekulmolekul pati linear yang pendek dan tidak terikat oleh pati akan keluar dari granula dan masuk ke dalam air rebusan menyebabkan air menjadi keruh (Olku & Rha (1978) dalam Bhatthacharya & Chorke (1996)). Penambahan tepung porang pada pembuatan mie instan dapat mempercepat cooking time, sehingga apabila mie instan dimasak dengan waktu yang sama maka mie instan dengan penambahan tepung porang yang banyak akan menghasilkan cooking loss yang lebih besar karena pati tergelatinisasi terlebih dahulu sehingga akan larut kedalam air. Hidrasi Hasil pengamatan terhadap hidrasi mie instan berkisar antara 103,35% 193,09%. Nilai hidrasi tertinggi adalah mie instan dengan tepung porang sebanyak 3% (Tabel 21). Tabel 12. Rerata Hidrasi (%) Mie Instan Akibat Penambahan Tepung Porang (%) Konsentrasi Hidrasi DMRT Tepung Porang (%) (1%) (%) 0,0 103,35 a 0,5 113,65 a 4,07 1,0 152,84 b 4,27 1,5 172,84 bc 4,38 2,0 185,52 c 4,46 2,5 191,79c 4,53 3.0 193,09 c 4,59 Keterangan: - Rerata yang didampingi huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata pada uji DMRT ( =0.01)

Penambahan konsentrasi tepung porang mengakibatkan meningkatnya persentase hidrasi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Hou et al.,(1998) yang menyebutkan bahwa mie instan yang menggunakan hidrokoloid akan mudah terrehidrasi. Tjiptadi, dkk (1989) berpendapat bahwa semakin tinggi kadar pati yang terkandung dalam mie, maka akan merangsang terjadinya gelatinisasi pati dan penyerapan air yang tinggi akibat jumlah gugus hidroksil dalam molekul pati sangat besar. Rasio pengembangan Hasil pengamatan rasio pengembangan mie instan berkisar antara 2,104-2,339 (cm/cm). Tabel 13. Rerata Rasio Pengembangan Mie Instan Akibat Penambahan Tepung Porang Konsentrasi Tepung Rasio DMRT Porang (%) Pengemban (1%) gan 0,0 2,104 a 0,5 2,165 ab 4,07 1,0 2,178 ab 4,27 1,5 2,202 b 4,38 2,0 2,317 bc 4,46 2,5 2,320 c 4,53 3,0 2,339 c 4,.59 Keterangan: - Rerata yang didampingi huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata pada uji DMRT ( =0.01)

Rasio pengembangan tertinggi dimiliki oleh mie instan dengan penambahan tepung porang sebanyak 3% (2,339%). Pengembangan mie disebabkan karena kemampuan mie unuk menyerap air. Hal ini dikarenakan jumlah gugus hidroksil dalam molekul

pati sangat besar. Tabel 22 menunjukkan terjadi peningkatan pengembangan mie dengan semakin tingginya tingkat substitusi. Pomeranz (1985) menyatakan bahwa bila pati terhidrasi, granula pati akan meningkat 10x dan volumenya meningkat 33%. Porsi tepung yang semakin banyak, menyebabkan jumlah pati dalam sistem menjadi lebih tinggi, sehingga kemampuan pengembangan mie semakin besar. Elastisitas Berdasarkan hasil pengamatan, elastisitas mie instan berkisar antara 0,163-0,298 menit/g. Tabel 14. Rerata Elastisitas (g/menit) Mie Instan Akibat Penambahan Tepung Porang (%) Konsentrasi Tepung Elastisitas Porang (%) (g/menit) 0,0 0,5 1,0 1,5 2,0 2,5 3,0

0,298 0,284 0,280 0,225 0,200 0,175 0,163

Keterangan: - Rerata yang didampingi huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata pada uji DMRT ( =0.01)

Makin tinggi substitusi tepung terigu oleh tepung non terigu, maka makin rendah elastisitas mie. Hal ini dikarenakan elastisitas mie masak dipengaruhi oleh gluten. Semakin sedikit terigu yang digunakan, maka semakin rendah gluten yang ada di dalamnya yang berarti elastisitas mie lebih rendah. Widowati (2005) menyatakan bahwa gluten menentukan elastisitas dan stabilitas olahan dari tepung. Besarnya protein pembentuk gluten menentukan sifat adonan dan produk yang dihasilkan. Pemilihan Perlakuan Terbaik Penentuan perlakuan terbaik pada pembuatan mie instan menggunakan metode multiple attribute (Zeleny, 1982) berdasarkan analisa kadar air, kadar protein, kadar lemak, kadar abu, kadar serat, kadar pati, total karbohidrat, kalori, cooking time, rasio pengembangan, elastisitas, cooking loss, daya patah, dan hidrasi. Nilai yang sesuai harapan yaitu merupakan nilai minimal atau maksimal dari setiap parameter. Hasil perhitungan alternatif pemilihan perlakuan terbaik disajikan pada lampiran. Berdasarkan hasil perhitungan diketahui bahwa nilai jarak kerapatan minimal diperoleh dari nilai L1 dan L2 pada perlakuan penggunaan tepung porang dengan konsentrasi 1%. Dengan demikian maka perlakuan penambahan porang 1% dipilih sebagai perlakuan terbaik. Tabel 15 berikut ini adalah data hasil perlakuan terbaik berdasarkan metode Zeleny.

Tabel 15. Data Hasil Perlakuan Terbaik Parameter Perlakuan Terbaik Kadar Air (%) 6,32% Kadar Lemak (%) 24,94% Kadar Protein (%) 11,74% Kadar Abu (%) 2,18% Kadar Serat (%) 2,30% Kadar Pati (%) 49,82% Total karbohidrat (%) 52,53% Kalori (kkal) 525,01 kkal Daya patah (N) 1,80 N Cooking Time (menit) 5,88 menit Cooking Loss (%) 8,42% Hidrasi (%) 152,84% Rasio Pengembangan 2,18 cm/cm (g/g) 0,28 g/menit Elastisitas (g/menit)

4. Mie instant komersil 10,6 * 20 * 9,33 * 2,66 60 466,66 1,80 ** 5,94 ** 4,71 ** 160,57 ** 2,16 ** 1,19 **

Keterangan: * : Mahmud (1990) ** : Endah (1999)

Mie Instan dengan perlakuan terbaik mampu memenuhi persyaratan emergency food yang ditetapkan oleh FAO yaitu mampu memenuhi kebutuhan kalori yaitu 2100 kcal dan mengandung protein 10%-12% dari total energi dan lemak >17% dari total energi. Mie instan perlakuan terbaik mengandung energi sebesar 525,01 kcal. Artinya untuk memenuhi kebutuhan per hari, maka kita harus mengkonsumsi 4 kemasan/100 g/ hari. KESIMPULAN DAN SARAN KESIMPULAN 1 Penggunaan tepung porang berpengaruh sangat nyata ( =0,01) pada kadar air, kadar lemak, kadar protein, kadar pati, kadar serat, rasio pengembangan, daya patah, hidrasi, cooking time, cooking loss tetapi tidak memberikan pengaruh yang nyata pada elastisitas dan kadar abu. 2 Penggunaan tepung porang pada mie instan dapat menurunkan kadar lemak pada produk karena tepung porang sebagai hidrokoloid mampu mengurangi absorbsi minyak, sehingga tepung porang juga dapat diaplikasikan pada produkproduk yang digoreng seperti donat. 3 Perlakuan terbaik diperoleh pada perlakuan penambahan tepung porang 1% dengan komposisi kimia kadar air 6,32%, kadar protein 11,74%, kadar lemak 24,93%, kadar abu 2,18%, kadar serat 2,30%, kadar pati 49,82%, total karbohidrat 52,53%, energi 525,01 kkal, daya patah 1,80 N, cooking time 5,88 menit, cooking loss 8,42%, hidrasi 152,84%, rasio pengembangan 2,18 cm/cm, elastisitas 0,28 g/menit Saran 1. Perlu dilakukan uji organoleptik untuk mengetahui tingkat kesukaan konsumen terhadap produk, karena produk ini menggunakan bahan komposit yang belum pernah dipakai pada produk sejenisnya. 2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang lama simpan mie instan. 3. Perlu dilakukan uji antioksidan untuk mengetahui efek proses pengolahan terhadap antioksidan pada mie instant yang dibuat dari ubi jalar ungu.

5.

Pada penelitian serupa, sebaiknya dicari metode analisa sifat fisik mie instan yang lebih objektif sehingga didapatkan hasil yang akurat. Metode analisa kadar air produk yang menggunakan tepung porang dengan menggunakan oven kering kurang baik karena metode oven kering ini kurang mampu menguapkan air yang terikat dalam produk sehingga pengeringan berjalan kurang maksimal sehingga disarankan untuk menggunakan metode analisa yang lain.

DAFTAR PUSTAKA Akashi, H, M. Takahashi, & S. Endo. 1999. Evaluation of starch properties of wheat used for Chinese yellowalkaline noodles in Japan. Cereal Chemistry, 76(1), 50-55 Antarlina, 1996. Kajian sifat Fisikokimia Pati UmbiUmbian lain selain ubi kayu dalam laporan teknis Balitkabi tahun 1995/1996. Balitkabi. Malang Anonimous. 2006a. Production Areas of Konjac. http://www.konjac.cn/konjac.asp. Tanggal akses 5 Mei 2006 __________.2006 h. Konjac Gum. http://food.oregonstate.edu/gums/konjac.html. Tanggal akses 30 Juni 2006 AOAC. 1970. Official Methods of Analysis of The Association of Official Analytical Chemist. Association of Official Analytical Chemist. Washington,D.C. Bhattacharya, M. & Corke. 1996. Selection of desirable starch pasting properties in wheat for use in white salted or yellow alkaline noodles. Cereal Chemistry, 73(6), 721-728 Bower, J. 1992. Food Theory and Application. Second edition. Macmilan Publishing Company. New York Brisske, L. K., S. Y. Lee, B. P. Klein, K.R. Cadwallder. 2004. Development of a Prototype High-energy, Nutrient-dense Food Product for Emergency Relief. Univ. of Illionis Urbana-Champaign. Fennema, O.R. 1985. Food Chemistry. Marcel Decker Inc., New York. Haryadi. 1995. Kimia dan Teknologi Pati. Fakultas Teknologi Pati. Fakultas Teknologi Program Pasca Sarjana. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta. Hatcher, D. W., Kruger, J.E and Anderson, M.J. 1999. Influence in Water Absorbtion on the Processing and Quality of Oriental Noodles. Cereal Chem. 76(4),566-572. Hayakawa, T.1985. Manufacturing of Instant Noodles. PT. Sanmaru Food Corp. Hoseney , C. R.1986. Principles of Cereal Science and Technology. The American Association of Cereal Chemists Inc. Minmesota

Hou, G., Kruk, M., Petrusich, J and Colletto K. 1998. Relationships Between Flour Properties and Chinese Instant Fried Noodle Quality for Selected US Wheat Flours and Chinese Commercial Noodles Flour (in Chinese). J. Chinese Cereal and Oil Assoc. Beijing. 12:713 Hui, Y. H. 1992. Encyclopedia of Food Science and Technology. John Wiley and Sons. Toronto. [IOM] Ins. Of Medicine. 2002. High-energy, Nutrient-dense Emergency Relief Product. Wasington, D. C.: Natl. Academy Press. 177p. Mahmud, M. K, S. Slamet, R.R. Apriyantono dan Hermana.1990. Komposisi Zat Gizi Pangan Indonesia. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Marzempi, D. Sastrodipuro, Azman dan Aswardi. 1994. Penggunaan Tepung Ubi Kayu sebagai Bahan Substitusi Terigu dalam Pembuatan Mie Kering. Risalah Seminar Balittan Sukarami Vol. III, 1994, Solok. Mestress, C., Colona, P. & A. Buleon. 1988. Characteristics of starch network within rice flour noodles and munggbean starch vermicelli. J. food sci., 53 869, 1809-1812 Oh, N.H., D.A.Seib, C.W. Deyoe, dan A.B. Ward.1983. Measuring The Textural Characteristic of Cooked Noodles. Cereal Chem Oh, N.H., D.A.Seib, C.W. Deyoe, dan A.B. Ward.1985. The Surface Firmness of Cooked Noodles from Soft and Hard Wheat Flours. Cereal Chemistri Peterson, M.S. and Donald .1965. Food Technology: The World Over . The AVI Publishing Company Inc.,Pensylvania Petrofsky, K.E. and Hoseney, R.C. 1995. Rheological Properties of Dough Made with Starch and Gluten from Several Cereal Sources. Cereal Chem. 72(1), 53-58. Petrus, Naryanto. 2001. Pemanfaatan Pati Garut Termodifikasi Sebagai Bahan Pensubstitusi Tepung Gandum Pada Pembuatan Mie Kering. Teknologi Hasil Pertanian. Fakultas Teknologi Pertanian. Universitas Brawijaya. Malang Pomeranz, Y.1985. Functional Properties of Food Components. Academic Press. Ins. New York. Romlah. 1997. Sifat Fisik Adonan dan Mie Beberapa jenis Tepung Gandum dengan Penambahan KAnsui, Telur dan Tepung Ubi Kayu. Tesis Master. Universitas Gajah Mada, Yogyakarta Sudarmadji, S., Haryono, B. and Suhardi. 1984. Prosedur Analisa untuk Bahan Makanan dan Pertanian. Liberty. Yogyakarta. Susanto, T dan Saneto, B.1994. Teknologi Pengolahan Hasil Pertanian. PT. Bina Ilmu. Jakarta

USDA National Nutrient Database for Standard Reference.2005. Health Benefits Of Mung Beans. http://www.healthrecipes.com/mung_beans.ht m Tanggal akses 25 April 2007 Widjanarko, B, S. 1996. Analisa Hasil Pertanian, Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya. Malang. Yu, Li Juan. 2003. Noodle Dough Rheology and Quality of Instant Fried Noodle. Quebec. Department of Bioresource Engineering MacDonald Campus, Mc Gill University Montreal. Zeleny, M. 1982. Multiple Criteria Decision Making. Mc Graw Hill Book Company, New York.

This document was created with Win2PDF available at http://www.daneprairie.com. The unregistered version of Win2PDF is for evaluation or non-commercial use only.

Related Documents

Jurnal
December 2019 93
Jurnal
May 2020 64
Jurnal
August 2019 90
Jurnal
August 2019 117
Jurnal
June 2020 36
Jurnal
May 2020 28