Karlismil Sinergi.docx

  • Uploaded by: Azis Doank
  • 0
  • 0
  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Karlismil Sinergi.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 3,934
  • Pages: 18
PENERAPAN KOMUNIKASI SOSIAL DALAM RANGKA PENCEGAHAN INTOLERANSI DI WILAYAH KERJA KODIM BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN 1.1.

Latar Belakang

Sejak lahir, kita tidak dapat hidup sendiri untuk mempertahankan hidup. Kita perlu berkomunikasi dengan orang lain, untuk memenuhi kebutuhan biologis kita seperti makan dan minum, dan memenuhi kebutuhan psikologis kita seperti sukses dan kebahagiaan. Komunikasi, dalam konteks apa pun, adalah bentuk dasar adaptasi terhadap lingkungan. Menurut Rene Spitz, komunikasi (ujaran) adalah jembatan antara bagian luar dan bagian dalam kepribadian: “mulut sebagai rongga utama adalah jembatan antara persepsi dalam dan persepsi luar, ia adalah tempat lahir semua persepsi luar dan model dasarnya, ia adalah tempat transisi bagi perkembangan aktivitas internasional, bagi munculnya kemauan dari kepasifan. Melalui komunikasi pula kita dapat memenuhi kebutuhan emosional kita dan meningkatkan kesehatan mental kita. Kita belajar makna cinta, kasih sayang, keintiman, simpati, rasa hormat, rasa bangga, bahkan irihati, dan kebencian. Melalui komunikasi sosial, kita dapat mengalami berbagai kualitas perasaan itu dan membandingkannya antara perasaan yang satu dengan perasaan yang lainnya. Karena itu, kita tidak mungkin, kita dapat mengenal cinta bila kita pun tidak mengenal benci. Kita tidak akan mengenal makna pelecehan bila kita tidak mengenal makna penghormatan. Lewat umpan balik dari orang lain kita memperoleh informasi bahwa kita orang yang berharga. Penegasan orang lain atas diri kita membuat kita merasa nyaman dengan diri sendiri dan percaya diri. Melalui komunikasi dengan orang lain, kita dapat memenuhi kebutuhan emosional dan intelektual kita, dengan memupuk hubungan yang hangat dengan orang-orang disekitar kita. Tanpa pengasuhan dna pendidikan yyang wajar, manusia akkkan mengalami kemerosotan emosional dan intelektual. Kebutuhan emosional dan intelektual itu kita peroleh petama-tama

2

dari keluarga kita, lalu dari orang-orang dekat disekeliling kita seperti kerabat dan kawan-kawan sebaya dan barulah dari masyarakat umumnya. Orang yang tidak memperoleh kasih sayang dan kehangatan dari orang-orang disekelilingnya cendrung agresif. Pada gilirannya, agresifitas ini melahirkan kekerasaan terhadap orang lain. Stewart menunjukkan bahwa orang yang terkucil secara sosial cendrung lebih cepat mati. Selain itu, kemampuan berkomunikasi yang buruk ternyata mempunyai andil dalam kematian seseorang. Misalnya, Kaisar Frederick II, penguasa romawi abad ke-13, membuat percobaan dengan memasukkan sejumlah bayi ke labotarium. Anak-anak itu dimandikan dan disusui oleh ibu-ibu, namun bayi-bayi itu tidak diajak berbicara. Ia ingin mengetahui apakah bayi-bayi itu akan berbicara dalam bahasa Hebrew, atau Yunani, atau Latin, atau Arab, atau bahasa orang yang telah melahirkan mereka. Upaya tersebut sia-sia karena sebuah bayi itu mati. Mereka tidak dapat hidup dalam belaian, wajah riang, dan katakata sayang dari ibu angkat mereka. Sementara Eric Berne mengembangkan suatu teori hubungan sosial yang ia sebut Transactional Analysis (1961). Terinya berdasarkan hasil penelitian mengenai keterlantaran indrawi (sensory deprivation) yang menunjukan bahwa bayi-bayi yang kekurangan belaian dan hubungan manusiawi yang normal menunjukan tanda-tanda kemerosotan fisik dan mental yang bisa berakibat fatal. Ia menyimpulkan bahwa senthan emosional dan indrawi itu penting bagi kelangsungan hidup manusia. ia menyimpulkan teorinya dengan ungkapan “If you are not stroked, your spinal cord will shrivel up” (Jika engkau tidak mendapatkan belaian, urat saraf tulang belakang mu akan layu). Menutut Berne, dalam arti luas, belaian mengisyaratkan pengakuan atas kehadiran orang lain. Karena itu, belaian dapat digunakan sebagai unit dasar tindakan sosial. Kemampuan komunikasi interpersonal adalah

kecakapan

yang

harus

dibawa

individu

dalam

melakukan interaksi dengan individu dalam melakukan interaksi dengan individu lain atau sekelompok individu (Goldstein, 1982). Menurut French (dalam Rakhmat 1996), kemampuan interpersonal adalah apa yang digunakan seseorang ketika berkomunikasi dan berhubungan dengan orang

3

lain secara tatap muka. Komunikasi Sosial adalah mengisyaratkan bahwa komunikasi penting untuk membangun konsep diri, untuk kelangsungan hidup, aktualisasi diri, untuk memperoleh kebahagiaan, terhindar dari tekanan dan ketergantungan, antara lain lewat komunikasi yang menghibur, dan memupuk hubungan dengan orang lain. Melalui komunikasi sosial kita bisa berkerja sama dengan anggota masyarakat (keluarga, kelompok belajar, perguruan tinggi, RT, RW, desa, kota, dan negara secara keseluruhan) untuk mencapai tujuan bersama. Toleransi dan intoleransi, dua kata ajaib yang bisa memiliki arti penting dalam

mendirikan sebuah

keanekagragaman Indonesia.

budaya,

Negara.

Apalagi bila

negara

tersebut

memiliki

agama,

adat

seperti

negara

kita

istiadat

ini,

Seiring dengan berkembangnya zaman, dua kata tadi muncul ke

permukaan melalui bantuan media-media yang ada. Jika dulu toleransi adalah hal yang

selalu

digadang-gadang

menjadi

fondasi

persatuan

dan

kesatuan.

Merupankan ciri khas masyarakat kita, tiba-tiba saja kata intoleransi muncul secara serampangan baik di jejaring sosial maupun berita-berita harian, baik cetak maupun on line . Seolah-olah mengungkapkan kebohongan adanya toleransi dalam masyarakat yang ada. Toleransi berarti adanya sikap saling menghargai. Menghormati dalam keberagaman. Mengasihi tanpa pandang bulu siapa dia. Dari mana latar belakangnya. Siapa orang tuanya, atau di mana ia dilahirkan. Toleransi berarti hidup berdampingan. Saling sapa, senyum , membatu yang membutuhkan. Menolong mereka dalam musibah. Salinng menguatkan baik dalam perkara yang besar dan perkara yang kecil. Jika kita tengok kebelakang, banyak sekali contoh toleransi dalam kehidupan kita. Tak perlu jauh-jauh melihat berita untuk menemukannya. Sebut saja, di sekolah tempat saja mengajar. Dalam satu kelas mayoritas bukan orang Indonesia asli. Ada keturunan Arab, ada keturunan Jepang, ada pula asli kelahiran Indonesia, namun pemegang passpor Malaysia. Bukan hanya dari segi suku mereka berbeda. Dari segi intlektualpun mereka sangat plural. Ada yang ber IQ tinggi. Ada yang yang belum mampu berkomunikasi dengan baik. Beberapa anak bahkan masih harus mendapat perhatian khusus karena mereka berkebutuhan khusus. Tapi saat mereka mulai mengerjakan tugas. Yang paling pandai akan membatu yang paling tidakbisa. Tak peduli dari mana latar belakang mereka. Ketika field trip, satu diantara mereka yang tak bisa komunikasi hilang,

4

teman-teman lain berusaha mati-matian mencarinya tanpa paksaan dari siapapun. Ku rasa itulah yang disebut toleransi. Mungkin sebagian berfikir, toleransi mereka karena settingan atau di kondisikan demikian oleh sekolah. Kita bisa menelisik contoh lain yang lebih popular saat ini. Jika anda berjalan-jalan ke Solo, di sekitar jalan Jalan Gatot Subroto, bisa terlihat sangat jelas ada hal ganjil di sana. Ganjil bukan karena tabu melainkan karena ada Masjid bersebelahan dengan gereja. Dua bangunan ini, sudah cukup layak menjadi saksi bisu hidupnya toleranse antar kepercayaan di daerah tersebut. Bagaiman dengan kata intoleransi?. Masih segar di ingatan saya saat seorang guru kewarganegarran menerangkan apa itu intoleransi. Panjang sekali maknanya. Yang jelas kata ini mencerminkan adanya sikap saling benci. Saling tidak memahami. Iri hati, tidak mau mengalah, mementingkan kepentingan golongan. Tak ada penghargaan atas hak apapun yang Tuhan titipkan pada mereka. Mereka selalu mengatakan saya benar, ikuti atau terlindas. Turuti atau pergi. Miris memang jika harus di terangkan dengan bahasa yang saya pakai. Mengingat saya sendiri juga salah seorang yang pernah mengalami intoleransi itu. Trauma dan ketakutan menjadi penglaman tak terlupakan mengenai kata intoleransi. Ikut menghargai perbedaan serta berprtisipasi menjadi bagian dari sendi-sendi persatuan dan kesatuan bangsa, semestinya menjadi suatu keharusan bagi setiap warga negara Indonesia. Mengingat pancasila sila ke 3 berbunyi “Persatuan Indonesia”. Faktanya banyak di antara kita, hanya hafal sila ke tiga tersebut. Tapi untuk melaksanakannya, jangan harap. Mengingat, masih banyak sekali perbedaan yang ada antara satu individu dengan individu lain. belum lagi ada segelintir golongan dengan pengaruh yang kuat berusaha menyusupkan paham atau ideology yang mereka yakini. Sadar atau tidak hal inilah yang juga memicu tumbuhnya sikap intoleransi pada masyarakat kita. Pada dasarnya di dalam setiap kehidupan ini, selalu saja ada pilihan. Pilihan untuk bertindak baik atau buruk. Pilihan untuk menjadi bagian dari masyarakat penuh toleransi, atau sebaliknya. Ikut dalam pusaran sekelompok orang yang tidak mengenal perbedaan sama sekali, intoleransi atau sebaliknya, menjadi bagian dari golongan anti toleransi yang memukul rata semua perbedaan. Beberapa pemberitaan online dan cetak serta elektronik menampilkan informasi yang kurang sedap untuk dikonsumsi sebagai sebuah berita yang menyejukkan, menyegarkan, dan mencerahkan pikiran, perasaan serta harapan akan sebuah keniscayaan terhadap terbentuknya toleransi keberagaamaan. Ya, toleransi keberagamaan. Kita kembali dihadapkan pada sikap “penelanjangan dan

5 vulgaritas” terhadap rendahnya sikap kita memaknai sekaligus menghargai pola kehidupan umat beragama yang lain. Kasus pertama, terjadi dalam institusi pendidikan di Yogyakarta. Kota yang men-claim sebagai Kota Toleransi. Bagaimana tontonan “intoleransi” dipertunjukkan oleh sekelompok orang/massa/ormas yang menuntut lembaga Universitas Kristen Duta Wacana (UKDW) menurunkan baliho yang menggunakan gambar wanita berjilbab sebagai sarana media sosialisasi. Sekelompok orang/massa/ormas tersebut merepresentasikan jilbab adalah simbol Islam, dan tidak boleh dipergunakan oleh agama lain untuk dalih dan kepentingan apapun. Dengan argumentasi, menghindari konflik yang lebih besar, akhirnya UKDW menurunkan baliho tersebut. Kasus kedua, terjadi di Kota Bandung. Sikap intoleransi keberagamaan yang kedua ini lebih frontal bahkan terkesan sadis. Lagi-lagi, sekelompok orang/massa/ormas membubarkan prosesi ibadah yang sedang dilaksanakan oleh Umat Kristiani. Serupa dengan di Yogyakarta, atas dasar menghindari munculnya konflik yang luas, akhirnya proses ibadah tersebut tidak dilanjutkan. Fakta dan realitas ini tentu membuat miris kita semuanya. Betapa sikap menghargai kehidupan beragama umat

lain mulai

luntur.

Pada akhirnya,

kekhawatiran yang sangat mungkin terjadi adalah resistensi terhadap proses dan rangkaian kehidupan beragama Umat, berujung pada sebuah konflik keberagamaan. 1.2.

Rumusan MasaIah

Berdasarkan latar belakang di atas permasalahan yang akan diangkat dalam penenilitian ini adalah sebagai berikut. 1. Apa yang menjadi hambatan dan kendala dalam upaya mencegah Intoleransi di Wilayah Kodim Bandung ? 2. Sejauh mana peran Kodim Bandung dalam melaksanakan komunikasi sosial dalam upaya pencegahan Intoleransi di Wilayahnya ? 3. Alternatif Solusi yang dapat dilaksanakan untuk meminimalisir terjadinya intoleransi di Wilayah Kodim Bandung ?

1.3. Maksud atau Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut.

6

1. Mendeskripsikan Apa yang menjadi hambatan dan kendala dalam upaya mencegah Intoleransi di Wilayah Kodim Bandung ? 2. Mendeskripsikan Sejauh mana penerapan komunikasi sosial dalam upaya mencegah Intoleransi di Wilayah Kodim Bandung. 3. Mendeskripsikan Alternatif Solusi yang dapat dilaksanakan untuk meminimalisir terjadinya intoleransi di Wilayah Kodim Bandung ?

1.4. Manfaat Penelitian Manfaat Teoritis 1. Memberikan informasi tentang penerapan komunikasi sosial dalam rangka pencegahan intoleransi di wilayah kerja Kodim Bandung. 2. Sebagai sumber atau rujukan bagi penelitian selanjutnya yang mengangkat tentang Komunikasi sosial dalam mencegah intoleransi di wilayah kerja Kodim Bandung. Manfaat Praktis 1. Menambah informasi bagi pembaca mengenai penerapan komunikasi sosial dalam rangka mencegah intoleransi. 2. Memberikan solusi kongkrit pemecahan permasalahan intoleransi menggunakan metode komunikasi sosial.

7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Definisi Penerapan Penerapan merupakan sebuah tindakan yang dilakukan, baik secara individu maupun kelompok dengan maksud untuk mencapai tujuan yang telah dirumuskan. J.S Badudu dan Sutan Mohammad Zain (2010:1487) “penerapan adalah hal, cara atau hasil”. Adapun menurut Lukman Ali (2007:104), “penerapan adalah mempraktekkan atau memasangkan”. Penerapan dapat juga diartikan sebagai pelaksanaan. Sedangkan Riant Nugroho (2003:158) “penerapan pada prinsipnya cara yang dilakukan agar dapat mencapai tujuan yang dinginkan”. Berbeda dengan Nugroho, menurut Wahab dalam Van Meter dan Van Horn (2008:65) “penerapan merupakan tindakan-tindakan yang dilakukan baik oleh individu-individu atau kelompok-kelompok yang diarahkan pada tercapainya tujuan yang telah digariskan dalam keputusan”. Dalam hal ini, penerapan adalah pelaksanaan sebuah hasil kerja yang diperoleh melalui sebuah cara agar dapat dipraktekkan kedalam masyarakat. Berdasarkan pendapat para ahli di atas, penulis menyimpulkan bahwa penerapan adalah mempraktekkan atau cara melaksanakan sesuatu berdasarkan sebuah teori. 2.1.2. Unsur-unsur Penerapan Menurut Wahab (2008:45) “penerapan merupakan sebuah kegiatan yang memiliki tiga unsur penting dan mutlak dalam menjalankannya”. Adapun unsur-unsur penerapan meliputi : 1. Adanya program yang dilaksanakan 2. Adanya kelompok target, yaitu masyarakat yang menjadi sasaran dan diharapkan akan menerima manfaat dari program tersebut. 3. Adanya pelaksanaan, baik organisasi atau perorangan yang bertanggung jawab dalam pengelolaan, pelaksanaan maupun pengawasan dari proses penerapan tersebut.

8

2.1.3. Komunikasi Sosial Menurut

Onong

Uchjana

Effendy

komunikasi

adalah

proses

penyampaian pesan oleh seseorang kepada orang lain untuk memberitahu, mengubah sikap, pendapat, atau perilaku, baik secara lisan (langsung) ataupun tidak langsung (melalui media) sedangkan Menurut kamus besar bahasa indonesia, pengertian sosial adalah : suatu ilmu yang mempelajari tentang segala sesuatu yang berkenaan dengan masyarakat. Jadi, sosial adalah ilmu yang dapat mencakup semua kegiatan masyarakat, seperti sifat, perilaku dan lain lain. Sehingga dapat dianalogikan bahwa Komunikasi Sosial merupakan suatu proses sosialisasi untuk pencapaian stabilitas sosial. Tertib sosial, penerusan nilai nilai lama dan baru yang diyakini kebenarannya oleh suatu masyarakat, melalui komunikasi sosial kesadaran masyarakat dipupuk, dibina, serta diperluas. Melalui komunikasi sosial yang kita bangun,

maka

masalah

masalah

sosial

dapat

dipecahkan

melalui

konsensus..Kemampuan komunikasi interpersonal adalah kecakapan yang harus dibawa individu dalam melakukan interaksi dengan individu dalam melakukan interaksi dengan individu lain atau sekelompok individu (Goldstein, 1982). Menurut French (dalam Rakhmat 1996), kemampuan interpersonal adalah apa yang digunakan seseorang ketika berkomunikasi dan berhubungan dengan orang lain secara tatap muka. Komunikasi Sosial mengisyaratkan bahwa komunikasi penting untuk membangun konsep diri, untuk kelangsungan hidup, aktualisasi diri, memperoleh kebahagiaan, terhindar dari tekanan dan ketergantungan, antara lain lewat komunikasi yang menghibur, dan memupuk hubungan dengan orang lain. Melalui komunikasi sosial kita bisa berkerja sama dengan anggota masyarakat (keluarga, kelompok belajar, perguruan tinggi, RT, RW, desa, kota, dan negara secara keseluruhan) untuk mencapai tujuan bersama. Implasif merupakan fungsi komunikasi kultural. Para ilmuan sosial mengakui bahwa budaya dan komunikasi itu mempunyai hubungan timbal balik, seperti dua sisi mata uang. Budaya menjadi bagian dari perilaku komunikasi, dan pada gilirannya komunikasi pun turut menentukan, memelihara, mengembangkan atau mewariskan budaya. Fungsi komunikasi sosial bisa terbentuk dengan adanya pembentukan konsep diri,

9

pernyataan eksistenssi diri dan untuk kelangsungan hidup, memupuk hubungan & memperoleh kebahagiaan.

2.1.3. Penerapan komunikasi sosial yang efektif. 2.1.3.1 Komunikasi yang efektif. Komunikasi yang efektif adalah pertukaran informasi, ide, perasaan yang menghasilkan perubahan sikap sehingga terjalin sebuah hubungan baik antara pemberi pesan dan penerima pesan. Pengukuran efektifitas dari suatu proses komunikasi dapat dilihat dari tercapainya tujuan si pengirim pesan. Model Komunikasi David K. Berlo yang terkenal yakni SMCR terdapat unsur-unsur Source, Medium, Channel dan Receiver. Teori Berlo memasukkan berbagai elemen komunikasi sebagaimana yang sudah diungkapkan gurunya seperti source, encoding, message, decoding dan receiver. Berlo memberi penekanan lebih pada komunikasi sebagai sebuah proses. Mengelaborasikan antara pesan dan saluran serta memperluas konsep fidelity atau ketepatan. Berlo memandang segala sesuatu bisa menjadi pembawa pesan, misalnya saja melalui algoritme yang disalurkan melalui perlengkapan komputer. beberapa energi juga bisa membawa pesan misalnya listrik,udara dan cahaya. Untuk mencapai komunikasi yang efektif komunikan sebaiknya memperhatikan cara dalam menyajikan sebuah pesan, baik secara verbal ataupun nonverbal. Suara yang bagaimana yang paling efektif digunakan dalam berbagai situasi. Tipe-gambar atau diagram, animasi, video seperti apakah yang sebaiknya digunakan untuk mencapai efektifitas komunikasi dalam beragam situasi. Untuk mencapai efektiftas dalam komunikasi dibutuhkan beragam kombinasi dari cara itu. Konsep Fidelity (ketepatan) yang disampaikan Berlo, menilai suatu proses komunikasi bisa diukur efektifitasnya dilihat dari tercapai atau tidaknya tujuan dari si pengirim pesan. Ketepatan ini bisa diterapkan dalam keseluruhan komunikasi ataupun komponen komunikasi. Ada 1. 4 faktor yang bisa membangun ketepatan dalam komunikasi yaitu : a.

Ketrampilan komunikasi

b.

Perilaku

c.

Level pengetahuan

10

d.

Posisi sosial budaya

2. Komunikasi verbal efektif meliputi hal hal Sbb : a.

Berlangsung secara timbal balik.

b.

Makna pesan dapat disampaikan secara ringkas dan jelas

c.

Bahasa yang digunakan mudah untuk dipahami.

d.

Cara penyampaian mudah diterima.

e.

Disampaikan secara tulus.

f.

Mempunyai tujuan yang bisa ditangkap jelas.

g.

Memperhatikan norma yang berlaku.

h.

Disertai dengan humor atau cara-cara menyenangkan lainnya.

3. Komunikasi nonverbal efektif a. Penampilan fisik yang meyakinkan lawan bicara. b. Sikap tubuh dan gesture. c. Ekspresi wajah. d. Sentuhan.

Hambatan Hambatan adalah faktor-faktor yang dapat mengganggu penerimaan suatu pesan. Karena terganggu maka penerima pesan juga bisa salah dalam memaknai balik pesan yang diterima. Faktor yang berpotensi menjadi penghambat dalam komunikasi yang efektif adalah:[2] 1. Perbedaan Status sosial antara komunikan dan komunikator. misalnya saja karyawan harus tunduk atau patuh terhadap apapun yang dikatakan atasannya, sehingga karyawan tersebut takut menyampaikan aspirasi atau pendapatnya. 2. problem semantik, menyangkut bahasa yang digunakan komunikator dalam menyampaikan pesan. Kesalahan penyebutan bisa mengakibatkan sebuah kesalah - pahaman dan beda penafsiran. 3. Distorsi persepsi, disebabkan perbedaan cara pandang yang sempit pada diri sendiri dan perbedaan cara berpikir pada orang lain. Hal ini menimbulkan hambatan perbedaan persepsi dan wawasan satu dengan yang lainnya.

11

4. Perbedaan Budaya, dalam suatu organisasi terdapat beberapa suku, ras dan bahasa serta agama yang berbeda sehingga ada beberapa penggunaan kata yang memiliki arti berbeda pada tiap suku. 5. Gangguan fisik, gangguan lingkungan fisik seperti suara riuh orang-orang, suara petir,hujan dan cahaya yang kurang jelas. 6. Keterbatasan saluran komunikasi, gangguan yang disebabkan pada media yang dipergunakan dalam melancarkan komunikasi misal sambungan telephone yang terputus-putus, suara radio yang hilang tenggelam, atau gambar yang buram. 7. Tidak

ada

umpan

balik/tanggapan,

hambatan

dimana

pesan

yang

disampaikan sang pengirim tidak di beri tanggapan. Maka yang selanjutnya terjadi adalah komunikasi satu arah yang sia-sia dan tidak efektif.

213.2 Penerapan Komunikasi Sosial Mengacu kepada Doktrin TNI AD “Kartika Eka Paksi”, fungsi utama pendidikan adalah: 1)

Fungsi Pembinaan Kekuatan.

Bagian dari pembinaan personil,

pengembangan sistem pendidikan memperhatikan keseimbangan antara jiwa kejuangan dan profesi keprajuritan sesuai dengan tuntutan tugas dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. 2)

Fungsi Pembinaan Kemampuan.

Siklus pembinaan kemampuan

meliputi pendidikan, latihan dan penugasan.

Prinsip penyelenggaraan

pendidikan : a)

Tiap jenjang dan jenis pendidikan karier harus dapat mendukung tercapainya tujuan organisasi

b)

Sumber daya harus dialokasikan secara maksimal untuk mencapai tujuan pendidikan

c)

Karier dan kesejahteraan tenaga pendidik dan tenaga kependidikan harus diurus dan dikembangkan sebaik-baiknya

d)

Kesempatan mengikuti pendidikan tidak hanya bermanfaat bagi perorangan melainkan juga bermanfaat bagi satuan.

12

3)

Fungsi Organik Militer. Fungsi pendidikan adalah menyelenggarakan

pembinaan pendidikan dalam rangka penyiapan manusia TNI AD yang profesional.

2.1.3.2

Tujuan Pendidikan.

Tujuan pendidikan prajurit adalah membentuk dan membekali peserta didik sebagai insan prajurit yang profesional, mampu melaksanakan tugas yang dibebankan kepadanya serta sadar akan tanggung jawab dan kewajibannya. Adapun sasarannya adalah : 1)

Mental dan kepribadian, spiritual, moral dan dedikasi yang baik

2)

Akademis (Pengetahuan dan Keterampilan)

3)

Jasmani yang samapta.

Ketiga sasaran ini biasa disebut sebagai Tri Pola Dasar Pendidikan di TNI AD yang digunakan sebagai acuan orientasi dalam penyusunan kurikulum pendidikan maupun untuk dijadikan tolok ukur dalam evaluasi keberhasilan program pendidikan yang dimaksud. Evaluasi hasil belajar yang ada dilingkungan TNI AD mengacu pada Buku Petunjuk Teknik tentang Evaluasi Hasil Belajar Di Lingkungan Pendidikan Angkatan Darat. Buku ini disahkan oleh Kepala Staf Angkatan Darat melalui Surat Keputusan yang ditandatangani oleh Komandan Kodiklat. A.

Aspek Sikap/Perilaku 1.

Mental Spiritual a) Ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa b) Kejujuran c) Penguasaan Diri d) Toleransi Sosial dalam kehidupan beragama

2.

Mental Ideologi a) Keyakinan dan pengamalan terhadap Pancasila dan UUD’45 b) Rasa persatuan dan kesatuan

3.

Mental Keprajuritan

13

a) Disiplin b) Ketabahan dan Keuletan c) Keberanian d) Rasa Tanggung jawab e) Percaya kepada diri sendiri f) Kemampuan menyelesaikan tugas g) Inisiatif h) Loyalitas Tri Marga i) Kemampuan Menyatakan Kehendak J) Keterbukaan k) Kewibawaan l) Kemampuan kerjasama m) Kemampuan mengambil keputusan n) Kemampuan merencanakan o) Kemampuan menyesuaikan diri p) Kemampuan mengembangkan diri q) Kemampuan berorganisasi

B.

Aspek Akademis Dalam mengukur aspek Akademis yang dilihat adalah tingkat kecakapan

dibidang pengetahuan dan keterampilan dalam bidang Militer Dasar, teknis dan taktis militer.

C.

Aspek Jasmani 1.

Postur Tubuh

2.

Kesegaran Jasmani a.

Nilai lari selama 12 menit

b.

Nilai Pull Ups

c.

Nilai Sit Ups

d.

Nilai Push Ups

e.

Nilai Shuttle Run

14

3.

2.1.3.3

Ketangkasan Jasmani

Hakekat Pendidikan di TNI AD.

Penyelenggaraan pendidikan di TNI AD pada hakekatnya adalah suatu usaha sadar untuk membentuk dan mengembangkan personel TNI AD agar memiliki jiwa kejuangan yang tangguh dan kemampuan profesionalisme yang tinggi dalam melaksanakan tugas-tugas TNI AD. Untuk itu upaya pendidikan di lingkungan TNI AD harus senantiasa mengarah kepada terwujudnya keseimbangan antara jiwa juang dengan kemampuan profesi.

2.1.3.4

Asas-asas Pendidikan TNI AD.

Prinsip dasar yang benar dan merupakan sumber dari mana dikembangkan pelaksanaan pendidikan TNI AD meliputi: 1)

Tujuan. Selalu berpegang teguh kepada tujuan pendidikan yang telah

ditetapkan berdasarkan kebutuhan organisasi dalam rangka melaksanakan tugas. 2)

Kejuangan dan Profesionalisme.

Memberikan ilmu pengetahuan dan

teknologi dengan tetap menjamin keseimbangan pengembangan dan pemantapan semangat kejuangan. 3)

Daya Guna. Pengerahan sumber daya secara serasi dan seimbang

untuk menyelenggarakan pendidikan sehingga mencapai tujuan dan sasaran pendidikan yang optimal. 4)

Dinamik dan Kenyal.

Harus mampu menyesuikan diri dengan

perkembangan sistem senjata serta ilmu pengetahuan dan teknologi. 5)

Keterpaduan. Harus memiliki keterpaduan baik sistem maupun pola,

serta keterpaduan antara lembaga pendidikan dengan instansi/satuan penugasan terkait. 6).

Pengembangan

Kepribadian.

Harus

mampu

mengembangkan

kepribadian secara wajar yang diarahkan kepada pembentukan manusia Indonesia seutuhnya.

15

2.1.3.5 Macam Pendidikan. 1)

Pendidikan Pertama.

Pendidikan ini merupakan pendidikan untuk

membentuk sosok seorang sipil menjadi sosok seorang prajurit yang ditempuh melalui pendidikan dasar keprajuritan dan pendidikan dasar golongan pangkat, dengan tujuan agar mereka memiliki kepribadian, pengetahuan, keterampilan dan jasmani yang sesuai dengan peranan dan golongan kepangkatan yang bersangkutan, seperti Secaba Prajurit Karier dan sebagainya. 2)

Pendidikan Pembentukan.

Pendidikan untuk membentuk siswa

menjadi Perwira atau Bintara yang ditempuh melalui pendidikan dasar golongan pangkat, dengan tujuan agar mereka memiliki kepribadian, pengetahuan, keterampilan dan jasmani yang sesuai dengan peranan dan golongan kepangkatan yang bersangkutan, seperti Secaba Reguler dan Secapa Reguler. 3)

Pendidikan Pengembangan Umum.

Pendidikan

berjenjang

dan

berlanjut untuk mengembangkan kemampuan umum yang diperoleh dari daur pendidikan, latihan dan penugasan sebelumnya, dalam rangka proyeksi penggunaan prajurit selanjutnya, seperti Selapa dan sebagainya. 4).

Pendidikan

Pengembangan

Spesialisasi.

Pendidikan

untuk

mengembangkan kemampuan spesialisasi baik yang telah maupun belum diperoleh dari daur pendidikan, latihan dan penugasan sebelumnya, dalam rangka proyeksi penggunaan prajurit selanjutnya, seperti Suspasi Ops, Suspatih, Susbatih dan sebagainya.

2.1.4 Sepuluh Komponen Pendidikan 1.

Kurikulum Pendidikan

2.

Metode Pengajaran

3.

Tenaga Penyelenggara Pendidikan

4.

Tenaga Pendidik (Pelatih/Gumil)

5.

Paket Instruksi (Bahan Pengajaran, Persiapan Mengajar dan Rencana

Latihan)

16

6.

Peserta Pendidikan

7.

Alat Instruksi dan Alat Penolong Instruksi

8.

Fasilitas Pendidikan

9.

Anggaran

10.

Evaluasi

Berdasarkan uraian diatas, nampak bahwa pendidikan di lingkungan TNI AD merupakan bagian dari kegiatan pelatihan dan pengembangan personel TNI AD dalam rangka meningkatkan kemampuan profesionalisme individu dan kelompok dalam pelaksanaan tugasnya, baik untuk memberikan bekal kemampuan teknis dalam pekerjaan/bidang tugasnya maupun memberikan bekal kesiapan peran dalam pelaksanaan tanggung jawab baru di golongan pangkat/jabatannya. Dalam hal ini, pelatihan dan pengembangan di TNI AD berorientasi pada 3 area pengembangan diri peserta didik yang meliputi kesamaptaan jasmani, peningkatan pengetahuan dan keterampilan, serta pengembangan aspek-aspek kepribadian (Tri Pola Dasar Pendidikan). Oleh karena itu, keluaran pendidikan (kualitas mantan peserta didik) diharapkan mampu menghadapi tantangan tugas, yang pada gilirannya akan meningkatkan unjuk kerja stuan dan berdampak pula pada performa TNI AD pada umumnya. 2.2. Kerangka Pemikiran

PENERAPAN KOMUNIKASI SOSIAL

STRATEGI DANDIM BESERTA JAJARAN

PELUANG & KENDALA

PENCEGAHAN INTOLERANSI

17

2.3. Penelitian terdahulu

TABEL PENELITIAN TERDAHULU No Judul

Metode

Persamaan

Perbedaan

Penelitian/Peneliti 1.

Strategi Guru dalam

Kualitatif

Meneliti

Lokus

pembentukan

study

mengenai

penelitiannya

karakter siswa

kasus

strategi

menurut kurikulum 2013 di kelas 4 Madrasah Ibtidaiyah Nurul Huda Ngadirejo kota Blitar 2

Strategi

Guru

dalam

Membentuk deskriptif

Karakter

Siswa

PAI Kualitatif

di

Meneliti

Lokus

mengenai

penelitiannya

strategi

SMP Wahid Hasim Malang

BAB III. METODE PENELITIAN

3.1.

Desain atau Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang akan menggunakan

pendekatan kualitatif. Melalui penelitian ini, penulis akan memberikan gambaran tentang penerapan komunikasi sosial dalam rangka mencegah intoleransi di wilayah Kodim Bandung.

3.2.

Data, Teknik Pengumpulan Data dan Sumber Data/Informan

18

Sumber data penelitian diperoleh dari data primer dan data sekunder. Data primer didapatkan melalui observasi langsung ke lokasi terkait dengan strategi yang dilakukan oleh Dandim 0618 Kota Bandung beserta jajarannya dalam mencegah intoleransi di wilayahnya. Dalam

penelitian

kualitatif

ini,

peneliti

melakukan

beberapa

teknik

pengumpulan data yaitu : observasi, wawancara dan dokumentasi. Dalam penelitian kualitatif instrumen utamanya adalah peneliti sendiri, namun selanjutnya setelah fokus penelitian menjadi jelas, maka akan dikembangkan instrumen penelitian sederhana, yang diharapkan dapat melengkapi data dan membandingkan dengan data yang telah ditemukan melalui observasi dan wawancara. Peneliti akan terjun ke lapangan sendiri, baik pada grand tour question, tahap focused and selection, melakukan pengumpulan data, analisis dan membuat kesimpulan. Adapun informan dalam penlitian ini adalah Komandan Satuan Pendidikan Secata Rindam III/SLW, Kasiopsdik Rindam III/SLW dan tokoh yang kompeten terkait proses pembelajaran dilingkungan militer.

3.3.

Analisa Data. Analisis data yang digunakan menggunakan Analisis Data dengan Model

Miles dan Huberman (1984). Di mana dalam model ini kegiatan analisis dibagi menjadi: reduksi data, penyajian data, verifikasi dan penarikan kesimpulan.

3.4.

Lokasi dan Jadwal Penelitian. Penelitian ini akan dilaksanakan di Satuan Pendidikan Secata Rindam

III/SLW yang merupakan eselon pelaksanan Kodam III/SLW. Adapan waktu penelitian dimulai dari awal pembuatan usulan penelitian sebagai hasil dari penelitian pendahuluan, studi pustaka, bimbingan sampai dengan perbaikan akhir menyesuaikan jadwal pendidikan Dikreg 56 Seskoad.

Related Documents

Karlismil Sinergi.docx
December 2019 16

More Documents from "Azis Doank"