BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penyakit menular sampai saat ini masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di seluruh dunia, baik di negara maju maupun di negara berkembang. Insidens maupun prevalensi yang sebenarnya di berbagai negara tidak
diketahui
dengan
pasti.
World
Health
Organization
(WHO)
memperkirakan pada tahun 1999 di seluruh dunia terdapat sekitar 340 juta kasus baru penyakit menular yang salah satunya adalah penyakit herpes. Penyakit herpes ini disebabkan oleh virus Herpes simpleks (HSV) tipe 1 dan tipe 2. Penyakit herpes adalah penyakit yang sangat umum. Di Amerika Serikat kurang lebih 20 persen orang di atas usia 12 tahun terinfeksi virus herpes simpleks, dan diperkirakan ada satu juta infeksi baru setiap tahun. Angka prevalensi infeksi HSV sudah meningkat secara bermakna selama dasa warsa terakhir. Sekitar 80 persen orang dengan HIV juga terinfeksi herpes kelamin. Infeksi HSV-2 lebih umum pada perempuan. Di Amerika Serikat kurang lebih satu dari empat perempuan dan satu dari lima laki-laki terinfeksi HSV-2. HSV berpotensi menyebabkan kematian pada bayi yang terinfeksi. HSV paling mungkin kambuh pada orang dengan sistem kekebalan tubuh yang lemah. Ini termasuk orang dengan HIV, dan siapapun berusia di atas 50 tahun. Beberapa ilmuwan juga berpendapat bahwa penyakit lebih mungkin kambuh pada orang yang sangat lelah atau mengalami banyak stres. HSV tidak termasuk infeksi yang mendefinisikan AIDS. Namun orang yang terinfeksi dengan HIV dan
HSV bersamaan biasanya mengalami jangkitan herpes kambuh lebih sering. Jangkitan lebih parah dan bertahan lebih lama dibanding dengan orang HIVnegatif. Di Indonesia, sampai dengan saat ini belum diketahui yang terinfeksi oleh virus herpes. Akan tetapi, menurut hasil survei yang dilakukan oleh Direktorat Jendral Pencegahan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan (PPMPL) Departemen Kesehatan pada beberapa kelompok perilaku risiko tinggi, tampak bahwa banyak masyarakat kita yang terinfeksi oleh HIV. Hal ini akan menjadi penyebab terjangkitnya penyakit herpes, disamping itu dengan kemajuan sistem transportasi pada saat ini, tidak menutup kemungkinan virus herpes bisa mewabah di Indonesia. Untuk itu, diperlukan usaha pencegahan yang bisa diterapkan untuk mencegah masuknya virus Herpes di Indonesia mengingat virus ini sangat mudah menular dan pengobatan yang dilakukan kepada masyarakat kita jika sudah terinfeksi oleh virus Herpes.
BAB II LAPORAN KASUS A. Identitas Pasien
Nama
:
Umur
:
Jenis Kelamin
:
Pekerjaan
:
B. Anamnesa 1. KU
: Plentingan dikemaluan
2. RPS
: Pasien datang dengan keluhan muncul plentingan
dikemaluan sejak 1 minggu yang lalu. Sebelum timbul plentingan tersebut pasien mengaku melalukan hubungan sexual 2 minggu yang lalu. Awal mula plentingan timbul seperti bentukan cacar air yang mudah dipecahkan oleh pasie selain itu kemaluan terasa perih dah nyeri apa saat melakukan hubungan sexual sejak 2 hari yang lalu serta dan
badan
lelah. 3. RPD
:
4. RPK
: Istri juga terdapat plentingan pada kemaluan
5. R. Alergi
: Riwayat alergi obat dan makanan disangkal
6. R. Pengobatan : Belum pernah konsumsi obat sebelumnya
yang mudah
C. Pemeriksaan Fisik Status Dermatologi Lokasi
: Penis
Distribusi : Terlokalisir Ruam -
: Vesikel eritema bergerombol berbatas tegas disertai dengan erosi eritrma berbatas tegas diameter 3 x 1cm.
D. Diagnosa Banding
Herpes (Simpleks) Genitalis
Ulkus Mole (Chancroid)
Sifilis (Ulkus Durum)
E. Pemeriksaan Penunjang
Tzank test
Pengecatan gram
Dark field
F. Diagnosa
Herpes (Simpleks) Genitalis
G. Penatalaksaan
Terapi Kausatif
: Acyclovir tablet 5 x 200 mg / hari selama 7 hari
Terapi Simtomatis
: Kompres dingin dengan air matang dingin dan kasa
steril pada area luka selama + 10 menit, kemudian kasa diangkat dengan sebelumnya kembali dibasahi terlebih dahulu.
Terapi suportif : istirahat yang cukup, peningkatan status nutrisi.
H. Edukasi
Obat tablet yang diberikan harus diminum sampai tuntas, terapi simtomatis dan suportif dapat dan sebaiknya dilakukan.
Penyakit ini memiliki kecenderungan untuk berulang.
Penyakit ini memiliki potensi untuk ditularkan/menularkan pada pasangan seksual, oleh karena itu, bila memungkinkan istri (pasangan seksual tetapnya) dapat diperiksakan juga.
Tidak perlu saling mempersalahkan dengan istri.
Tidak melakukan hubungan seksual terlebih dahulu selama luka-luka di kemaluan belum sembuh.
BAB III TINJAUAN PUSTAKA 3.1 Definisi Herpes simpleks adalah infeksi akut yang disebabkan oleh herpes simpleks virus (HSV) tipe I atau tipe II yang ditandai dengan adanya vesikel yang berkelompok di atas kulit yang sembab dan eritematosa pada daerah dekat mukokutan (Handoko, 2010). 3.2 Etiologi Herpes simpleks virus (HSV) tipe I dan II merupakan virus herpes hominis yang merupakan virus DNA. Pembagian tipe I dan II berdasarkan karakteristik pertumbuhan pada media kultur, antigenic marker dan lokasi klinis tempat predileksi (Handoko, 2010). HSV tipe I sering dihubungkan dengan infeksi oral sedangkan HSV tipe II dihubungkan dengan infeksi genital. Semakin seringnya infeksi HSV tipe I di daerah genital dan infeksi HSV tipe II di daerah oral kemungkinan disebabkan oleh kontak seksual dengan cara oral-genital (Habif, 2004). Lokasi geografis pasien, status sosial ekonomi, dan umur mempengaruhi frekuensi infeksi HSV-1. Prevalensi tertinggi antibodi terhadap HSV-2 terjadi pada PSK wanita, laki-laki homoseksual, dan orang yang HIV-positif. 3.3 Gejala Klinis Infeksi herpes simpleks virus berlangsung dalam tiga tahap: infeksi primer, fase laten dan infeksi rekuren. Pada infeksi primer herpes simpleks tipe I tempat predileksinya pada daerah mulut dan hidung pada usia anak-anak. Sedangkan infeksi primer herpes simpleks virus tipe II tempat predileksinya daerah pinggang
ke bawah terutama daerah genital. Infeksi primer berlangsung lebih lama dan lebih berat sekitar tiga minggu dan sering disertai gejala sistemik, misalnya demam, malaise dan anoreksia. Kelainan klinis yang dijumpai berupa vesikel berkelompok di atas kulit yang sembab dan eritematosa, berisi cairan jernih dan menjadi seropurulen, dapat menjadi krusta dan dapat mengalami ulserasi (Handoko, 2010).
Pada fase laten penderita tidak ditemukan kelainan klinis, tetapi herpes simpleks virus dapat ditemukan dalam keadaan tidak aktif pada ganglion dorsalis (Handoko, 2010). Pada tahap infeksi rekuren herpes simpleks virus yang semula tidak aktif di ganglia dorsalis menjadi aktif oleh mekanisme pacu (misalnya: demam, infeksi, hubungan seksual) lalu mencapai kulit sehingga menimbulkan gejala klinis yang lebih ringan dan berlangsung sekitar tujuh sampai sepuluh hari disertai gejala prodormal lokal berupa rasa panas, gatal dan nyeri. Infeksi rekuren dapat timbul pada tempat yang sama atau tempat lain di sekitarnya (Handoko, 2010)
3.4 Analisa Kasus Pasien laki- laki, 31 tahun, sudah menikah, dan aktif secara seksual. Telah aktif secara seksual merupakan salah satu kunci dari anamnesa herpes genitalis, dimana penularannya terutama oleh hubungan seksual. Pada kasus ini di diagnosis Herpes simplex genital berdasarkan anamnesis dan gambaran klinis. Dari anamnesis didapatkan timbul pelintingan dan keluhan nyeri pada daerah kemaluannya. Pasien mengatakan terasa nyeri dan terasa perih pada saat melalukan hubungangan sexual. Keluhan dirasakannya sejak kurang lebih 2 hari yang lalu. Hubungan seksual terakhir diketahui 2 minggu yang lalu dan pasien mengaku belum pernah mengalami gejala serupa sebelumnya. Dari data ini, infeksi HSV yang dialami pasien kemungkinan besar merupakan infeksi primer. Masa inkubasi infeksi genital dari HSV-1 atau HSV-2 rata-rata 4 hari (berkisar 3 hingga 7 hari). Dari pemeriksaan fisik, pada gland penis didapatkan vesikel berkelompok dengan dasar eritema, bentuk bulat, batas tegas, dan distibusi terlokalisir. Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik pasien ini didiagnosa Herpes simpleks genitalis. Secara klinis ditegakkan dengan adanya gejala khas berupa vesikel berkelompok dengan dasar eritem. Gejala dan tanda dihubungkan dengan HSV-2. Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik (status dermatologis) secara garis besar dapat menyingkirkan diagnosis banding yang lain. Diagnosis banding dari ulserasi primer dari herpes genitalis adalah chancroid dan sifilis primer. Ulserasi chancroid¸ disebabkan oleh Haemophilus ducreyi, ditandai dengan lesi yang nyeri, lunak, tidak ada indurasi, tepi menggaung dengan kulit di sekitar ulkus berwarna merah, dasarnya kotor dan mudah berdarah, multipel. Sífilis primer disebabkan oleh
Treponema pallidum, ditandai dengan lesi yang tidak nyeri, sekitar ulkus teraba keras (indurasi), dasar ulkus bersih dan berwarna merah, soliter (biasanya hanya 1 – 2 ulkus). Kondisi noninfeksi yang dapat menyerupai herpes genitalis antara lain Crohn’s disease, sindrom Behçet, trauma, dermatitis kontak, erythema multiforme, sindrom Reiter, psoriasis, dan liken planus. Pemeriksaan penunjang yang dilakukan adalah tzank test dan pewarnaan gram. Pewarnaan gram yang dilakukan untuk mencari koinfeksi bakteri dan untuk menyingkirkan diagnosis banding Chancroid, dimana pada Chancroid pada pewarnaan gram dari sediaan yang diambil dengan mengorek tepi ulkus akan ditemukan gambaran khas kelompok basil gram negatif yang tersusun seperti barisan ikan. Tzank test digunakan untuk melakukan pemeriksaan terhadap sel-sel yang berasal dari vesikel, bulla, atau daerah erosi yang bersih. Pemeriksaan tzank pada pasien ini didapatkan nucelated giant cell dimana sel-sel ini jauh lebih besar dibanding sel epidermis dan mengandung inti (umumnya multipel) di dalam satu sel. Nilai diagnostiknya digunakan pada herpes zoster, varcella, herpes simplex, pemphigus, dan infeksi staphylococcus. Dark field, hasil positif jika ditemukan T. pallidum yang berbentuk spiral, akan menyingkirkan diagnosis banding sifilis (ulkus durum) dimana bahan yang digunakan adalah serum yang keluar dari ulkus kemudian dijepit dengan pinset ditaruh di object glass dan tepi sediaan diberi vaselin kemudian diperiksa dengan mikroskop lapangan gelap. Terapi yang diberikan untuk pasien adalah terapi kausatif yaitu Asiklovir 5 x 200 mg selama 7 hari dan terapi suportif yaitu kompres dingin Padalesi yang ringan dapat diberikan pengobatan simptomatis dan asiklovir topical. Jika timbul ulserasi dapat dilakukan kompres. Asiklovir ini berkerja dengan mengganggu
replikasi DNA virus. Secara klinis hanya bermanfaat bila penyakit sedang aktif. Prognosis hasil pengobatan pada pasien ini adalah baik bila mengingat waktu datang berobat masih pada saat-saat awal munculnya gejala, tinggal bagaimana kepatuhan pasien dalam mengkonsumsi obat, merawat hygiene luka, dan meningkatkan imunitas dirinya.