BAB I PENDAHULUAN
Berjalan merupakan sebuah aktifitas berpindah atau bergerak untuk menempuh suatu jarak. Aktifitas ini dilakukan setiap harinya untuk membantu setiap manusia dalam melakukan segala kegiatan harian mereka mulai dari bekerja, sekolah dan melakukan kegiatan di lingkungan sekitar. Gerakan berjalan merupakan gerakan yang memerlukan koordinasi yang tinggi, dikontrol oleh susunan saraf pusat dan melibatkan sistem yang sangat kompleks. Kekuatan dari anggota gerak bawah menjadi kunci dalam melakukan kegiatan berjalan.Membutuhkan kombinasi dari tiga kekuatan, yaitu: (1) kekuatan otot, (2) gaya berat, (3) kekuatan momentum. 1 Hip Joint atau sendi pinggul merupakan salah satu komponen atau penunjang terjadinya proses berjalan dikenal juga dengan sebutan Ball-and-Socket Joint. Sendi yang dibentuk oleh Acettabulum yang merupakan bagian dari tulang pelvic dan ujung teratas dari tulang femur yaitu Caput of Femur atau kepala femur. Sendi ini akan menimbulkan gerakan menekuk paha saat terjadinya proses berjalan. Besarnya peranan dan aktifitas sendi yang sangat besar mengakibatkan beberapa gangguan timbul pada sendi hip yang bersifat degeneratif maupun tidak, seperti Ostheoatritis, Reumatoid Atrithis, post-traumatic Hip dan avascular necrosis, yang akan menimbulkan nyeri dan ketidakstabilan sendi yang berkepanjangan dan 2 mengakibatkan terganggunya aktifitas seseorang. Tindakan operasi pergantian sendi akan menjadi pilihan untuk kasus-kasus kronik.1 Pemeriksaan fisik atau pemeriksaan klinis adalah sebuah proses dari seorang ahli medis memeriksa tubuh pasien untuk menemukan tanda klinis penyakit. Hasil pemeriksaan akan dicatat dalam rekam medis. Rekam medis dan pemeriksaan fisik akan membantu dalam penegakkan diagnosis dan perencanaan perawatan pasien. Biasanya, pemeriksaan fisik dilakukan secara sistematis, mulai dari bagian kepala dan berakhir pada anggota gerak. Setelah pemeriksaan organ utama diperiksa dengan inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi, beberapa tes khusus mungkin diperlukan seperti test neurologi. 2 Dengan petunjuk yang didapat selama pemeriksaan riwayat dan fisik, ahli medis dapat menyusun sebuah diagnosis diferensial,yakni sebuah daftar penyebab yang
mungkin menyebabkan gejala tersebut. Beberapa tes akan dilakukan untuk meyakinkan penyebab tersebut. Dalam referat ini, akan dibahas mengenai pemeriksaan fisik hip joint.2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi 2.1.1 Anatomi Hips Joint/Articulatio Coxae Anatomi osteologi tulang femur proksimal terdiri dari caput femur, collum femur, regio trokhanter dan subtrokhanter. Pada regio trokhanter, terdapat tiga bagian: Greater trokhanter, Linea intertrokhanter dan Lesser trokhanter. Tulang hip (pinggul) tergolong tulang yang besar, pipih dan berbentuk irreguler. Pinggul adalah gabungan bola dan socket sendi yang memenuhi empat karakteristik: memiliki rongga sendi; permukaan sendi ditutupi dengan kartilago artikular; memiliki membran sinovial yang memproduksi cairan sinovial, dan; dikelilingi oleh kapsul ligamen. Hip adalah tulang sendi yang berongga dan berbentuk bola yang memungkinkan kaki bagian atas dapat bergerak dari depan ke belakang dan ke samping. Hip merupakan tulang sendi yang memikul beban paling besar di tubuh. Oleh karena itu dikelilingi oleh ligamen dan otot yang kuat. Pada sendi coxae (hip joint) terjadi artikulasi antara caput femur dengan acetabulum dari tulang coxae. Cup-shaped acetabulum dibentuk oleh tulang hip(innominate) dengan kontribusi dari ilium (40%), ischium (40%) dan pubis (20%). Pada tulang yang imatur (usia muda), ketiga tulang ini dipisahkan oleh kartilago triradiate (kurang lebih pada usia 14-16 tahun), namun pada usia dewasa ketiga tulang ini akan menyatu Seluruh caput femur ditutupi oleh kartilago artikularis kecuali pada tempat dimana ada perlekatan ligamentum capitis femoris (fovea capitis femoris).3
2.1.2 Tulang Pembentuk Hip Joint Beberapa tulang pembentuk hip joint :
Acetabulum Acetabulum merupakan pertemuan antara os ilium, os ischium, dan os
pubis yang bertugas sebagai mangkuk sendi. Dilapisi hyalin cartilage dan tertutup lagi acetabulum labrium yang merupakan fibro cartilage, keduanya tebal ditepi dan tipis di tengah.3
Gambar 2 Acetabulum 3
Os Femur Pada bagian Os femur terdapat dua bagian yang sangat terkait dalam
pergerakan sendi Hip Joint, bagian itu adalah : 3 Caput femur Caput femur merupakan tulang yang berbentuk setengah bola dilapisi hyalin cartilage, kedistal sebagai collum femoris (sering fraktur), kedistal terdapat trochanter mayor dan minor, selanjutnya kedistal sebagai (shaff of) femur.3 Collum Femur Collum femur merupakan processus tulang yang berbentuk piramidal yang menghubungkan corpus dengan caput femur dan membentuk sudut pada bagian medial. Sudut terbesar terjadi pada saat bayi dan akan berkurang seiring dengan pertumbuhan, sehingga pada saat pubertas akan membentuk suatu kurva
pada aksis corpus kurva. Pada saat usia dewasa, collum femur membentuk sudut sebesar 125o dan bervariasi tergantung pada perkembangan pelvis wanita lebih besar.3
2.1.3 Ligament pada Hip Joint Ada beberapa ligament pembentuk hip joint, dimana ligamen-ligament ini sangat kuat sebagai penyambung antara acetabulum dan caput femur. Ada lima ligament terkuat pada hip joint, antara lain3 : Ligamentum Capitis Femoris Ligament ini diliputi oleh membran sinovial yang terbentang dari fosa acetabuli dimana terdapat bantalan lemak menuju ke caput femoris, selain itu ligament ini mengandung arteria yang menuju caput femoris yang datang dari r.acetabuli arteria abturatoria. Caput femoris disuplai oleh A circumfleksa medialis dan A circumfleksa lateralis. Ligamentum Pubofemoral Berasal dari crista obturatoria dan membrana obturatoria yang berdekatan. Ligament ini memamcar kedalam capsula articularis zona orbicularis pada khususnya melanjukan diri melalui jalan ini ke femoris. Tranverse Acetabulum Ligament Ligament ini berfungsi menjembatani incisura acerabuli dan seluruh permukaan caput femoris. Iliofemoral Ligament Berasal dari spina iliaca anterior inferior dan pinggiran acetabulum serta membentang ke linea intertrochanterica. Ligament ini mempunyai daya rengang sebesar 350 kg.
Ischiofemoral Ligament Berasal dari ischium di bawah dan berjalan hampir horizontal melewati collum femoris menuju ke perlekatan pars lateralis ligament iliofemoral. Ligamnet ini mencegah rotasi medial paha.
Gambar 3
2.1.4 Otot-otot pada Hip Joint Musculus yang terdapat disekitar articulation coxae merupakan musculus yang berukuran besar dan kuat dan berkontribusi secara signifikan dalam aktifitas dari caput femoris. Musculus ini dapat dikelompokkan menjadi 3 kompartemen utama yaitu: 3 Otot-otot tungkai atas bagian anterior3 o Musculus Iliacus
Berbentuk pipih, segitiga. Berorigo pada fossa illiaca dan spina illiaca anterior posterior, berinsertio pada trochantor mayor femoris. Disarafi oleh ramus muscularis n. femoralis L 3-4. Berfungsi sebagai flexor dan internal rotator articulatio coxae. o Musculus Psoas Mayor Berprigo pada dataran lateral discus dan corpus V.TH, serabut kearah infero lateral, bersatu dengan m.illiacus dan V.L 1-4. Berinsetio pada throchantor minor femoris. Disarafi oleh ramus muscularis plexus lumbalis dan n. femuralis cabang dari lumbalis 24. Berfungsi sebagai flexor dan membantu internal rotasi hip. o Musculus Tensor Facia Latae Berbentuk pipih, segi empat. Berorigo pada spina illiaca anterior inferior dan facia latae, berinsertio di depan m.gluteus medius. Di sarafi oleh n. gluteus superior cabang n. femoralis cabang n. lumbalis 4-5 dan n. sacralis 1-2. Berfungsi sebagai flexor abduktor, internal rotator hip. o Musculus Rektus Femoris Berbentuk kumparan dan tebal. Berorigo pada spina illiaca anterior inferior, superior acetabulum, berinsetio pada patella. Berfungsi sebagai flexor, abduktor hip. Disarafi oleh n. femoralis cabang lumbalis 2-4. o Musculus Vastus Lateralis Berbentuk pipih, berorigo pada dataran lateral dan anterior trochantor mayor femoris, labium lateral linea aspera. Berinsertio pada lateral os patella. Berfungsi sebagai extensor tungkai bawah, disarafi oleh n. femoralis dari L 2-4. o Musculus Vastus Medilis Berbentuk pipih, berorigo labium midiale linea aspera, berinsertio pada setengah bagian atas os patella. Berfungsi sebagai extensor tungkai bawah, di sarafi oleh n. femoralis dari L 2-4.
o Musculus Intermedius Berbentuk pipih, berorigo pada dataran anterior corpus femoris dan berinsertio pada tuberositas tibiae. o Musculus Sartorius Berbentuk pipih, panjang, berorigo pada spina illiaca anterior superior dan berinsertio pada tuberositas tibia. Berfungsi sebagai flexor, abduktor, external rotator, internal rotator. Di sarafi oleh n. femoralis cabang n. lumbalis 2-3. Otot-otot bagian posterior 3 Musculus Gluteus Maksimus Berbentuk pipih, segi empat, tebal. Berorigo pada linea glutea superior, labium crista iliaca, permukaan posterior os sacrum bagian inferior, lateral os cocygeus. Berinsertio pada tuberositas glutea femoris, berfungsi sebagai ekstensor hip dan disarafi oleh n. gluteus inferior dari L 5, S 1-2. o Musculus Biceps Femoris Berorigo pada caput longum pada tepi bawah tuber isciadicum, caput brevis pada labium laterale linea aspera, berinsertio pada capitulum fibulae bagian lateral dan condylus lateralis tibiae. Berfungsi sebagai fleksor tungkai bawah dan disarafi oleh n. Tibialis ( longum ) dan n. Peroneus comunis ( brevis ) o Musculus Semi Tendinosus Berorigo pada ischiadicum, berinsertio pada tuberositas tibiae. Berfungsi sebagai fleksor tungkai bawah dan disarafi oleh n. tibialis. o Musculus Semi Membranosus Berorigo di tuber ischiadicum, di atas origo m. Semi tendinosus dan berinsertio pada condylus medialis tibiae. Berfungsi sebagai fleksor tungkai bawah dan disarafi oleh n. Tibialis.
Otot – otot bagian medial3 o Musculus Pectineus Berbentuk pipih segiempat, berorigo pada Ramus Superior ossis pubis, berinsertio pada Linea pectinea femuris. Berfungsi sebagai adductor dan flexsor hip, disarafi oleh n. femuralis L2 – 3. o Musculus gracillis Berbentuk pipih panjang, berorigo pada Ramus Inferior dan ossis ischii, berinsertio pada tuberositas fibullae dibelakang tendo musculus sartorius, berfungsi sebagai adductor, flexsor hip, dan disarafi oleh ramus anterior, n. Octuratoria L2 - 4 o Musculus Adductor Longus Berbentuk pipih segitiga berorigo pada dataran anterior ramus superior ossis pubis, berinsertio pada labium mediale linea aspera sepertiga medial. Berfungsi sebagai adductor dan flexsor hip, disarafi oleh ramus anterior n. Octuratorium L2 – 3. o Musculus Adduktor Brevis Berorigo pada lateral ramus inferior ossis pubis, berinsertio pada labium mediale linea aspera. Berfungsi sebagai adduktor, flexor, internal rotasi hip dan disarafi oleh ramus anterior dan posterior n. Obturatoria L 2-4. o Musculus Adduktor Magnus Berbentuk segitiga beroriogo pada dataran anterior ramus inferior ossis ischii dan tuber ishiadicum, berinsertio pada labium mediale linea aspera. Berfungsi sebagai adduktor dan extensor hip, disarafi oleh ramus posterior n. Obturator dan n. Tibialis dari L 2-5. Fleksi
Ekstensi
- M. Iliopsoas
- M. Gluteusmaximus
- M. Tensor fasciae latae
- M. Gluteus medius serabut
- M. Pectineus
dorsal
- M. Adductorlongus
- M. Gluteusminimus
- M. Adductorbrevis
- M. Adductormagnus
- M. Gracilis
- M. Piriformis
Abduksi
Adduksi
- M. Gluteus medius
- M. Adductormagnus
- M. Tensor fasciae latae
- M. Adductor longus
- M. Gluteusmedius
- M. Adductorminimus
- M. Gluteusminimus
- M.Adductorbrevis
- M. Piriformis - M. Abductorius internus
Eksorotasi
Endorotasi
- M. Gluteus maximus - M. Gluteus medius - M. Gluteus minimus - M. Obturatorius eksternus
- M. Gluteus medius serabut anterior - M. Gluteus minimus serabut anterior
- M. Piriformis
- M. Tensor fasciae latae
- M. Semitendinosus
- M. Adductor magnus
Tabel 1. Musculus pada Hip Joint 2
Gambar 4
Gambar 5
Gambar 6
2.1.5 Persyarafan pada Hip Joint3 Nervus Femoralis
Gambar 7 . Nervus Femoralis3 Asal: nervus femoralis berasal dari pleksus lumbosakral, terdiri dari L1-L4.
Jalur: Nervus femoralis terletak di sebelah lateralis vena femoralis dan arteri femoralis. Berjalan di sepanjang otot iliaka di bawah ligamentum inguinalis. Innervasi: nervus femoralis menginervasi otot psoas mayor dan minor, ototiliaka, otot femoris paha depan, otot sartorius dan otot pectineus. Resiko: Karena lokasinya ventral ke tepi anterior acetabulum, saraf ini berada pada risiko kerusakan terkait tekanan saat mengekspos sendi karena posisi retraktor pada tepi
anterior
acetabulum.
Cedera
langsung
juga
dimungkinkan,
karena
kesalahan,masuknya dibuat ventral ke otot psoas. Persiapan saraf ini penting buat menghindari kerusakan, khususnya bila menggunakan pendekatan ilioinguinal. Pembesaran caudal dari pendekatan anterior pada sendi pinggul menyebabkan luka pada cabang saraf yang mengarah ke otot sartorius dan otot paha depan femoris. Nervus Lateral Cutaneus Femoralis3 Asal: Saraf kutaneous lateral paha adalah cabang sensorimurni dari pleksus lumbal dari L2 dan L3. Jalur dan persarafan: Saraf kutaneus lateral paha membentang di sepanjang otot iliaka, langsung medial ke tulang belakang iliaka superior dan di bawah ligamentum inguinalis yang dipisahkan menjadi beberapa cabang yang mengarah ke otot sartorius dan melalui fasciae, dan kemudian bercabang lebih jauh agar bisa memberikan fungsi sensoris pada kulit paha lateral. Resiko: Dengan pendekatan anterior pada sendi pinggul, saraf berada dalam sekitar anatomi langsung. Jika terjadi pembengkakan di daerah sendi panggul, khususnya, termasuk trauma operasi, sindrom kompresi syaraf langsung dapat terjadi di bawah ligamen inguinalis dalam bentuk meralgia paraesthetic. Dengan pendekatan
anterior pada sendi pinggul, lateralisdari sayatan kulit sekitar 2 cm dari tulang belakang iliaka anterior superiorbisa sangat mengurangi resiko kerusakan saraf ini.
Gambar 8. Nervus Lateral Cutaneous Femoralis3 Nervus Gluetealis Superior dan Inferior3
Gambar 9. Nervus Glutealis Superior and Inferior3
Asal: Saraf glutealis superior adalah saraf pleksus lumbosakral yang timbul darivertebra lumbalis pertama dan mengarah ke sakrum. Jalur: Bersama dengan arteri dan vena dengan nama yang sama, saraf ini berjalan melalui foramen suprapiriform, yaitu bagian foramen ischiatic di atas otot piriformis. Innervasi: Saraf glutealis superior hampir seluruhnya terdiri dari saraf motorik dan mengarahkan otot glutaeus dan otot minimus serta bagian otot tensor fasciae latae. Resiko: Diseksi glutaeus minimus atau otot medius menyebabkan kerusakan pada cabang pertama perifer. Ada juga risiko kerusakan tidak langsung karena tekanan yang disebabkan olehretraktor. Salahnya dilakukan injeksi intramuskular di pantat juga bisa menyebabkankerusakan iatrogenik pada saraf ini. Asal :Saraf glutealis inferior juga muncul dari pleksus lumbosakral, yang mengarah keluarujung saraf L5-S2 Jalur: Bersama dengan pembuluh darah dengan nama yang sama, nervus skiatik dan saraf posterior cutaneous paha, saraf pudendal dan arteri pudendal internal, saraf ini berjalan melalui foramen yang disebut infrapiriform, yaitu bagian dari foramen ischiadic terletak secara kaudal pada otot piriformis. Innervasi: nervus gluteal inferior mengandung hampir syaraf eksklusif motorikdan innervasi otot glutaeus maximus. Resiko: Saraf ini bisa rusak akibat suntikan intramuskular di bagian pantat yang dilakukan salah. Dengan pendekatan transmuscular, serat saraf tunggal melayani daerah perifer yang berpotensi mengalami kerusakan. Nervus Skiatik3
Asal :Saraf skiatik muncul di pleksus lumbosakral, yang berasal dari L4 sampai S5. Ini berjalan melalui foramen infrapiriform, yaitu bagian foramen skiatik terletak di bawahotot piriformis Di daerah sendi pinggul terletak di punggung melawan otot obturator internus dan otot kuadratus femoris. Di bawah sendi pinggul, ia bercabangmenjadi saraf peroneal umum dan saraf tibialis. Innervasi : Saraf skiatik memasok sebagian besar otot paha: gemelli, kuadratus femoris, obturato interna, biseps , femoris, semitendinosus dan semimembranosus Jika saraf ini rusak, kerusakan motorik dan sensorik pada kaki bagian bawah dan ke daerah kaki juga akan berakibat. Resiko: Neuroparalisis sering terjadi akibat patah tulang panggul atau tulang paha atau dislokasi sendi sakroiliaka. Kerusakan iatrogenik pada saraf ini bisa terjadidisebabkan oleh suntikan intramuskular dan juga oleh tekanan yang disebabkan oleh retraktor, khususnya, bila pendekatan posterior atau posterolateral pada pinggul digunakan.
Gambar 10. Nervus Skiatik3
2.2 Pemeriksaan Fisik Hip Joint 4
Pemeriksaan rutin gangguan pada pinggul Pemeriksaan fisik sendi pinggul dibagi menjadi dua pemeriksaan yaitu pemeriksaan umum (status generalisata) untuk mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan setempat (status lokalis). Hal ini perlu untuk dapat melaksanakan total care. Status generalisata Pemeriksaan terhadap bagian tubuh lainnya penting untuk mencari kemungkinan gangguan merupakan manifestasi dari suatu penyakit sistemik pada tubuh, terdiri dari: -
Keadaan umum : baik atau buruk kemudian dicatat tanda-tanda vital seperti kesadaran, tekanan darah, nadi dan suhu
-
Dilanjutkan pemeriksaan secara sistematik dari kepala, leher, dada, perut, kelenjar getah bening serta genitalia
-
Kemudian ekstrimitas atas dan bawah serta tulang belakang
Status lokalis Pemeriksaan umumnya terdiri dari 3 aspek, yaitu look (inspeksi), feel (palpasi), dan move (pergerakan terutama lingkup gerak), dilakukan dalam 2 posisi: a. Pasien tidur terlentang 1) Look a) Kulit Mulailah pemeriksaan fisik dengan melihat warna dan tekstur kulit, adanya jaringan parut atau sinus b) Bentuk Periksa keseluruhan postur dan keselarasan pinggul, kontur tulang dan jaringan lunak, lihatlah apakah ada pembengkakan atau memar. Perhatikan bidang atrofi otot yang mungkin dikarenakan disfungsi saraf. 2) Feel Pada saat akan meraba posisi pasien perlu diperbaiki dulu agar dimulai dari posisi netral atau anatomis. Pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan dua arah karena perlu diperhatikan wajah, mimik kesakitan atau menanyakan rasa sakit. Yang perlu diperhatikan : a) Suhu kulit b) Kontur tulang Kontur tulang dirasakan ketika meraba pelvis dan memperkirakan ketinggian trochanter mayor
c) Kontur jaringan lunak Bila ada pembengkakan, apakah terdapat fluktuasi atau hanya edema didaerah persendian pinggul d) Nyeri tekan dan krepitasi Nyeri tekan bisa timbul pada sekitar sendi 3) Move (pergerakan baik aktif maupun pasif) Pemeriksaan ini dengan menggerakan anggota gerak dan dicatat apakah ada keluhan nyeri pada pergerakan. Apabila terdapat fraktur tentunya akan terdapat gerakan yang abnormal diderah fraktur. Gerakan sendi dicatat untuk melihat apakah ada gangguan gerak atau tidak. Gerakan yg dinilai meliputi fleksi, abduksi saat fleksi, rotasi medial (interna) dan rotasi lateral (eksterna)
Gambar 11. Pergerakan pasif Kiri: ekstensi panggul : normal : 0 –(5-20o) Kanan: fleksi panggul : 0 -135
Gambar 12. Rotasi internal dan rotasi eksternal
4) Pemeriksaan khusus uji Thomas 5 untuk mendeteksi dan mengukur deformitas pada posisi fleksi Versi modifikasi dari tes ini adalah tes dimana pasien berbaring telungkup di ujung meja dengan kedua kaki menggantung dengan bebas. Pasien kemudian harus mefleksikan lutut mereka dan menariknya kembali ke dada mereka sedekat mungkin, menggunakan kedua lengan saat melakukannya. Kaki lainnya bisa digantung. Tulang belakang lumbalis harus tetap rata dan bersentuhan dengan meja selama tes berlangsung. Fisioterapis mengendalikan kaki yang berlawanan untuk memastikan bahwa pasien kontak penuh dengan meja. Hasil negatif: Bagian bawah punggung dan sakrum harus tetap berada di atas meja. Pinggul dapat membuat kemiringan posterior 10° atau 10 °ekstensi pinggul. Lutut harus bisa membuat fleksi 90 °. Hasil positif: Bila pasien tidak mampu mempertahankan punggung bawah dan sakrum mereka di atas meja. Jika tidak, pinggul memiliki kemiringan posterior atau ekstensi pinggul yang besar lebih besar dari 15 °, atau jika lutut tidak dapat memenuhi fleksi 80 ° atau lebih. Konsekuensi: Range of Motion yang berkurang mungkin merupakan tanda menurunnya fleksibilitas dari rectus femoris atau iliopsoas, salah satu contoh penyakit yang thomas test positif yaitu patellofemoral pain syndrome, low back pain, osteoartritis dan rheumatoid arthritis.
Gambar 13. Thomas test Patrick/FABER Test5 Tes FABER (Patrick) adalah singkatan dari Flexion, Abduction and External Rotation. Ketiga gerakan ini dikombinasikan menghasilkan tes provokasi nyeri klinis untuk menemukan patologi di daerah pinggul, lumbal dan sakroiliaka. Pasien diposisikan di posisi terlentang. Kaki ditempatkan pada posisi seperti gambar-4 (pinggul difleksikan dan diabduksi dengan pergelangan kaki lateral (malleolus) yang bertumpu pada paha kontralateral tepat di atas (proksimal) lutut. Sementara menstabilkan sisi berlawanan panggul pada tulang belakang iliaka superior anterior, rotasi eksternal, abduksi dan gaya posterior kemudian sedikit diterapkan pada lutut ipsilateral sampai rentang akhir gerakan (ROM) tercapai. Selanjutnya beberapa osilasi amplitudo kecil dapat diterapkan untuk memeriksa provokasi nyeri pada rentang akhir gerakan. Tes positif adalah tes yang mereproduksi rasa sakit pasien atau
membatasi ROM pasien. Penyakit yang dapat menghasilkan rasa nyeri pada FABER test yaitu sacroiliac joint dysfunction, ascroilitis, iliopsoas strain/iliopsoas bursitis, hip osteoarthritis, hip labral tear.
Gambar 14. Patrick/FABER Test
Ober Test 6 Tes Ober mengevaluasi ketegangan, kontraksi atau inflamasi pada tensor fasciae latae (TFL) dan iliotibial band (ITB). Ada 2 varian tes:
Uji Ober: Pasien berbaring pada sisi yang tidak sakit dengan pinggul dan lutut tertekuk pada sudut 90 derajat. Pemeriksa menempatkan lutut di sudut fleksi 5°, abduksi ekstremitas bawah yang perlu diuji, sehingga memungkinkan gaya gravitasi untuk adduksi ektremitas sampai pinggul tidak bisa adduksi lebih jauh.
Tes Ober yang dimodifikasi: Pasien diposisikan di sisi kaki yang tidak sakit dengan pinggul pada posisi netral dan lutut di ekstensi maksimal, tungkai diturunkan perlahan ke arah lantai.
Hasil :
Jika ITB normal, kaki akan bertambah dan pasien tidak akan mengalami rasa sakit, dalam hal ini tes disebut negatif.
Jika ITB kencang, kaki tetap berada dalam posisi abduksi dan pasien akan mengalami nyeri lutut lateral, dalam hal ini tes ini bersifat positif.
Penyakit yang ober test nya positif yaitu low back pain, lateral knee pain, patellofemoral pain syndrome.
Gambar 15. Ober test
Trendelenburg Test 6 Tes ini untuk mengevaluasi kekuatan musculus gluteus medius. Berdirilah dibelakang pasien dan observasi kekakuan kecil diatas SIPS. Normalnya, saat pasien menumpu berat badan kedua kaki seimbang, lekukan
kecil itu nampak sejajar. Kemudian mintalah pasien untuk berdiri satu kaki. Jika dia dapat tegak, musculus gluteus medius pada tungkai yang menyangga berkontraksi saat tungkai terangkat. Akan terlihat garis pantat turun pada kaki yang diangkat pada kelemahan pada m. gluteus minimus.
Gambar 16. Trendelenburg Test Penyakit-penyakit yang menunjukkan tes trendelenburg positif yaitu congenital dislocation of hip,subluxating hip, coxa vara, slipped femoral capital epiphysis, legg-calve-perthes disease, arthritis of hips, fracture neck of femur, superior gluteal nerve palsy, lumbar disk herniation, weakness of gluteus medius.
90-90 Straight Leg Raise Test 6 Pasien berbaring telentang dengan pinggul dan lutut tertekuk sampai 90º dan menggenggam di belakang kedua pahanya untuk menstabilkan sendi pinggul, lalu secara aktif ekstensi masing-masing lutut secara bergantian. Tes positif : Ketidak
mampuan untuk memekstensikan lutut ke dalam ektensi lutut 20º maksimal menunjukkan bahwa otot hamstring yang tegang.
Gambar 17. 90-90 Straight Leg Raise Test
Ely’s Test 6 Ely’s test digunakan untuk menilai spastisitas dan ketegangan rectus femoris. Pasien berbaring tengkurap dalam keadaan rileks. Terapis berdiri di samping pasien pada sisi kaki yang akan diuji. Satu tangan harus berada di punggung bawah, yang satu lagi memegang kaki di tumit. Secara pasif memfleksikan lutut dengan cepat. Tumit harus menyentuh pantat. Uji kedua sisi untuk perbandingan. Tes ini positif saat tumit tidak bisa menyentuh pantat, sisi pinggul yang diuji naik dari atas meja, pasien merasa sakit atau kesemutan di punggung atau tungkai.
Gambar 18. Ely’s Test
Piriformis Test 6 Tes Piriformis adalah tes provokasi tungkai bawah untuk mengevaluasi dampak otot piriformis pada saraf skiatik. Tes piriformis digunakan untuk mengevaluasi
otot
piriformis
dan
untuk
mendeteksi
ketegangan
atau
ketidaknyamanan saraf skiatik melewati bawah otot Piriformis. Posisi pasien pada tes Piriformis berada di sisi berbaring dengan kaki yang sehat di atas meja dan kaki yang sakit dalam posisi fleksi sampai 60 derajat pada fleksi pinggul dan 90 derajat pada sendi lutut. Pasien harus berbaring dengan wajah yang diarahkan ke pemeriksa, tangan pemeriksa ditempatkan di panggul untuk menstabilkan titik ini, sisi lainnya diletakkan di sisi lateral lutut. Pemeriksa akan memberi perlawanan pada sisi laterale lutut dan mencoba untuk mendapatkan sejauh mungkin dalam gerakan ini, sampai ada rasa sakit atau mati rasa dimulai. Tes ini juga disebut sebagai uji FAIR, Flexion / Adduction and Internal Rotation. Pemeriksa melakukan penambahan horizontal sambil menekan lutut ke arah meja sampai titik saat klien merasakan sakit atau ketidaknyamanan. Uji piriformis juga bisa diperiksa pada posisi duduk di atas meja. Tes piriformis duduk dimana pasien memiliki fleksi 90 derajat di pinggul dan juga 90 derajat di lutut. Satu
tangan pemeriksa akan ditempatkan di sisi lateral lutut klien. Pemeriksa akan meminta klien untuk melakukan abduksi secara horizontal sementara pemeriksa akan melakukan perlawanan terhadapnya.
Gambar 19. Piriformis Test
Phelp Test 6 Pasien tengkurap, lutut ekstensi penuh, secara pasif pinggul abduksi sebisa mungkin. Ulangi dengan lutut difleksikan. Jika abduksi meningkat maka otot gracilis sangat tegang
Gambar 20. Phelp tes
DAFTAR PUSTAKA
1. Purnamasari, Ega. 2014. Dislokasi Posterior Sendi Panggul. Referat. Fakultas Kedokteran Universitas Andalas Bagian Ilmu Bedah RSUP dr.M.Djamil, Padang. 2. Bickley, lynn. 2008. Buku saku pemeriksaan fisik dan riwayat kesehatan bates. Jakarta. EGC 3. Pfeil Joachim. 2010. Anatomy of The Hip Joint. Chefarzt, Orthopädi sche Klinik, St. Josefs-Hospital. Germany. 4. Torbert JT. Hip dislocation. Orthopedia main. In : Ortophedia Collaborative Orthopedic Knowlagebase. Created Jan 05, 2013 18.00, Last modified jan 05, 2013 18.00 ver . 1. Retrieved 2010-12-06 5. Wilson, John J. et al. 2014. Evaluation of the Patient with Hip Pain.Wisconsin School of Medicine and Public Health, Madison, Wisconsin. 6. Domb, Benjamin G. et al.2009. Physical Examination of The Hip.