Gadar Kel2.docx

  • Uploaded by: mila nurmala
  • 0
  • 0
  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Gadar Kel2.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 3,048
  • Pages: 14
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelayanan kesehatan sedang dan terus mengalami perubahan seiring dengan perkembangan ilmu dan teknologi dibidang kesehatan serta bertambah kompleksnya masalah kesehatan yang dihadapi masyarakat. Lingkungan pelayanan kesehatan yang terus berubah menjadikan tantangan tersendiri baik bagi pemberi pelayanan kesehatan maupun klien sebagai konsumen layanan kesehatan. Kepekaan petugas kesehatan terhadap kecepatan dan ketepatan layanan dengan mengembangkan berbagai inovasi merupakan kunci bagi tercapainya pelayanan kesehatan yang berkualitas dan terjangkau Keperawatan kritis merupakan area spesialistik dari keperawatan yang dikembangkan untuk menjawab tantangan dan kebutuhan klien dengan masalah kesehatan akut dan mengancam jiwa yang memerlukan perawatan secara intensif (Urden, Stacy, & Lough, 2006). Perkembangan teknologi dan intervensi medis untuk pemulihan pasien-pasien kritis telah berdampak pada meningkatnya pengakuan akan pentingnya peran keperawatan dalam mengobservasi dan monitoring pasien-pasien kritis. Bahkan, dokter akan sangat tergantung pada perawat dalam mengawasi perubahan-perubahan yang terjadi pada pasien kritis termasuk melakukan penanganan awal ketika dokter tersebut tidak ada di tempat. Keyakinan keperawatan akan nilai-nilai holistik dan humanistik dalam pelayanan kesehatan sebetulnya sudah ditanamkan sejak masa Florence Nightingale yang hidup pada tahun 1820 sampai 1910 (Dossey, Keegan, & Guzzetta, 2000). Florence mengajarkan bahwa fokus keperawatan adalah keutuhan klien sebagai manusia (unity), kesehatan dan kebaikan (wellness), dan hubungan timbal balik antara manusia dan lingkungannya (Mariano, 2007). Namun, perkembangan keperawatan setelah masa Florence Nightingale banyak mengalami pasang surut dan lebih didominasi atau diarahkan oleh perkembangan kedokteran yang lebih

1|GADAR

menekankan pada aspek-aspek biomedis. Hal inilah yang mendorong para pemikir dan ilmuwan keperawatan untuk merevitalisasi keyakinan keperawatan holistik dan mengimplementasikannya dalam tatanan praktik keperawatan secara nyata. Upaya-upaya yang ditempuh untuk mewujudkan hal tersebut, diantaranya melalui penelitian-penelitian untuk pengembangan teori-teori keperawatan holistik, pengembangan terapi modalitas keperawatan berbasis keyakinan holistik, aplikasi konsep holistik ke tatanan nyata praktik keperawatan, serta pengembangan kurikulum pendidikan perawat Mengingat pentingnya menggugah kesadaran dan motivasi perawat untuk merevitalisasi nilai-nilai keperawatan holistik dan menerapkannya diberbagai tatanan pelayanan keperawatan termasuk di area keperawatan kritis, maka diperlukan adanya upaya-upaya

yang sungguhsungguh untuk menggali,

memahami, dan mengimplementasikan nilai-nilai keperawatan holistik sekaligus melakukan evaluasi dan refleksi terhadap praktik-praktik layanan keperawatan yang sudah diberikan, apakah sudah bisa memenuhi kebutuhan klien secara komprehensif, utuh, dan berkualitas, sehingga kalaupun penyakitnya tidak bisa disembuhkan, namun klien dan keluarganya merasakan kepuasan akan layanan keperawatan yang diberikan. Makalah ini bertujuan menyajikan kajian-kajian tentang konsep dan nilai-nilai keperawatan holistik, serta upaya-upaya yang bisa dilakukan dalam menerapkan nilai-nilai tersebut ke tatanan praktik keperawatan khususnya di area keperawatan kritis. 1.2 Tujuan Penulisan 1.2.1

Tujuan Umum Mengetahui dan memahami bagaimana Konsep holistik, aspek - aspek legal dan prinsip pengelolaan keperawatan kritis

1.2.2

Tujuan Khusus

1. Mengetahui dan memahami Definisi konsep holistik keperawatan kritis 2. Mengetahui dan memahami Aspek - aspek legal keperawatan kritis 3. Mengetahui dan memahami Prinsip pengelolaan keperawatan kriti

2|GADAR

1.3 Manfaat a. Menambah wawasan mahasiswa tentang Konsep holistik pengalaman pasien dengan penyakit kritis, aspek - aspek legal dan prinsip pengelolaan keperawtan kritis b. Mengetahui masalah-masalah konsep yang berkaitan dengan konsep holistik, aspek

-

aspek

legal

dan

prinsip

pengelolaan

keperawatan

kritis

3|GADAR

BAB II PEMBAHASAN

Keperawatan gawat darurat adalah pelayanan profesioanal keperawatan yang di berikan pada pasien dengan kebutuhan urgen dan kritis. Namun UGD dan klinik kedaruratan sering di gunakan untuk masalah yang tidak urgen. Yang kemudian filosopi tentang keperawatan gawat darurat menjadi luas, kedaruratan yaitu apapun yang di alami pasien atau keluarga harus di pertimbangkan sebagai kedaruratan. Keperawatan kritis dan kegawatdaruratan bersifat cepat dan perlu tindakan yang tepat, serta memerlukan pemikiran kritis tingkat tinggi. Perawat gawat darurat harus mengkaji pasien mereka dengan cepat dan merencanakan intervensi sambil berkolaborasi dengan dokter gawat darurat. Dan harus mengimplementasi kan rencana pengobatan, mengevaluasi efektivitas pengobatan, dan merevisi perencanaan dalam parameter waktu yang sangat sempit. Hal tersebut merupakan tantangan besar bagi perawat, yang juga harus membuat catatan perawatan yang akurat melalui pend okumentasian. Di lingkungan gawat darurat, hidup dan mati seseorang ditentukan dalam hitungan menit. Sifat gawat darurat kasus memfokuskan kontribusi keperawatan pada hasil yang dicapai pasien, dan menekankan perlunya perawat mencatat kontribusi profesional mereka. Serta diperlukan perawat yang mempunyai kemampuan atau ketrampilan yang bagus dalam mengaplikasikan asuhan keperawatan gawat darurat untuk mengatasi berbagai permasalahan kesehatan baik aktual atau potensial mengancam kehidupan tanpa atau terjadinya secara mendadak atau tidak di perkirakan tanpa atau disertai kondisi lingkungan yang tidak dapat dikendalikan. 2.2 Tujuan Keperawatan Gawat Darurat Bagi profesi keperawatan pelatihan kegawatdaruratan, dapat dijadikan sebagai aspek legalitas dan kompetensi dalam melaksanakan pelayanan keperawatan gawat darurat yang tujuannya antara lain: a. Memberikan perlindungan kepada masyarakat terhadap pelayanan keperawatan gawat darurat yang diberikan. b. Menginformasikan kepada masyarakat tentang pelayanan keperawatan gawat darurat yang diberikan dan tanggungjawab secara professional c. Memelihara kualitas/mutu pelayanan keperawatan yang diberikan d. Menjamin adanya perlindungan hokum bagi perawat e. Memotivasi pengembangan profesi f. Meningkatkan profesionalisme tenaga keperawatan Tujuan kegawatdaruratan adalah: a. Mencegah kematian dan cacat (to save life and limb) pada penderita gawat darurat, hingga dapat hidup dan berfungs kembali dalarn masyarakat sebagaimana mestinya. b. Menanggulangi korban bencana. 2.3

Filosofi Keperawatan Gawat Darurat

1. Universal Intervensi dalam keperawatan mencakup proses keperawatan yang komprehensif 4|GADAR

dan dilakukan kepada semua manusia yang membutuhkan bantuan dalam keadaan gawat darurat dan diperlukan pemikiran yang mencakup seluruh sistem organ tubuh. 2. Penanganan oleh siapa saja Penangan keperawatan gawat tidak hanya bisa dilakukan oleh tenaga kesehatan, namun semua masyarakat bisa melakukannya dengan syarat telah mendapatkan pelatihan khusus mengenai penanganan pasien gawat darurat. 3. Penyelesaian berdasarkan masalah Penyelesaian terfokus pada masalah yang dialami pasien karena dalam kegawatdaruratan seorang tenaga terlatih berpacu dengan waktu dalam menyelamatkan nyawa seorang pasien.

2.4 falsafah kegawatdaruratan Bidang garapan pelayanan gawat darurat Bidang garapan pelayanan gawat darurat terbentang sangat luas dan melibatkan multi disiplin ilmu, multi kebijakan dan mungkin melibatkan keputusan politik. Pada kesempatan ini hanya akan di bahas berkaitab dengan kegawatdaruratan kesehatan. Dalam kegawatdaruratan kesehatan bidang garapan pelayanan gawatdarurat mencakup tidak terpenuhinya kebutuhan dasar manusia berupa : kebutuhan akan jalan napas yang utuh tanpa sumbatan (airway) , kebutuhan untuk bernapas secara normal (brething) , kebutuhan cairan dan sirkulasi yang adekuat (circulation) , kebutuhan akan pergerakan yang normal (disability) , dan kebutuhan akan integritas fisik yang utuh ( exposure). Semua itu di kenal dengan ABCDE atau untuk memberikan pelayanan gawat darurat sebagai panduan assessmentnya adalah A. Airways B. Brething C. Circulation D. Distability Dan memastikan bahwa korban bencara memiliki keutuhan secara fisik hingga perlu di lakukan pemeriksaan dengan di buka pakaiannya atau di periksa lebih lanjut E. (exposure) Bidang garapan gawat darurat di kaitkan dengan rentang gawat darurat mencakup pre hospital , kondisi pra rumah sakit. Artinya kondisi gawat darurat dapat di tangani pada kondisi pra rumah sakit. Hal ini dapat di lakukan dengan cara seperti : 1. Mengamankan situasi korban gawat darurat 2. Memberikan gantuan hidup dasar sampai kondisi korban aman / dapat melakukan balutan bidai pada korban gawat darurat. In hospital, atau kondisi di dalam rumah sakit. Pada situasi seperti ini, korban sudah masuk dalam lingkungan rumah sakit. Tentunya hal ini akan menjadi tanggung jawab petugas kesehatan dalam memberi bantuan medis bagi korban. Post hospital, atau setelah pulang dari rumah sakit dan kembali kepada permanent system. Pada kondisi ini, korban gawat darurat harus tetap kontrol setelah keluar rumahsakit agar kompikasi yang mungkin terjadi semenjak keluar dari rumah sakit dapat segera di tangani. Hal ini membutuhkan bantuan semua orang, baik, korban, keluarga atau petugas kesehatan untuk sama-sama melakukan kontrol korban setelah korban keluar dari rumah sakit 5|GADAR

Kesenjangan tidak terpenuhinya kebutuhan dasar manusia, pada tingkat individu , keluarga dan komunitas yang harus di penuhi segera di yakini sebagai bidang garapan pelayanan kesehatan gawat darurat. Kondisi gawat darurat yang dapat menimpa siapa saja dan kapansaja tentunya tidak boleh membeda-bedakan manusia satu dengan yang lainnya. Semua yang membutuhkan bantuan harus dibantu tidak boleh di membedakan ras, suku, agama, dan lainlain, hal ini menjadi salahsatu falsafah dalam penanganan korban gawat darurat. Kondisi gawat darurat biasanya berorientasi resusitasi pemulihan bentuk kesadaran seseorang yang tampak mati akibat berhentinya fungsi jantung dan atau paru yang berorientasi pada otak. keyakinan yang perlu ditanamkan bahwa : 1. Pertolongan diberikan karena keadaan yang mengancam kehidupan, misal henti nafas, henti jantung ataupun perdarahan masif akibat trauma amputasi, perdarahan hebat karena aborsi atau melahirkan. 2. Pertolongan diberikan karena mengancam kerusakan organ-organ vital, misalnya pada keadaan keracunan, diare akut yang hebat disertai muntah- muntah, hipertensi masif, atau kematian janin dalam kandungan 3. Terapi kegawatan intensive : tindakan terbaik untuk korban sakit kritis yang akibat tidak segera di intervensi menimbulkan kerusakan organ yang akhirnya meninggal. Pada saat menolong korban maka perlu diperhatikan pertimbangan hukum dan etika gawat darurat yang mencangkup : 1. preferensi korban dan keluarga menjadi pertimbangan, untuk menolong atau tidak meolong. kewenangan pribadi korban dan atau keluarga untuk menyetujui atau menolak tindakan yang akan diberikan merupakan prinsip etik yang wajib dihormati. 2. hak-hak korban : keinginan korban dan keluarga sangat dominan 3. Pada kondisi korban tidak sadar dirumah sakit, kiranya perlu di konsultasi dengan panitia etik RS. harus ada intruksi kerja (IK) untuk mengantisipasi keadaan gawat darurat 4. Dasar intervensi gawat darurat antara korban dan petugas kesehatan adalah kepercayaan korban pada petugas. Oleh karena itu, untuk mendapatkan kepercayaan yang terus menerus maka petugas harus berperilaku baik dan profesional. profesional sesuai kompetensi dan kewenangannya 5. Persetujuan tindakan (informed consent) harus dilakukan secara verbal maupun tertulis. 2.1 KONSEP HOLISTIK : PENGALAMAN PASIEN KRITIS Kata “holistic” berasal dari bahasa Yunani “holos (whole, wholism)” yang berarti satu kesatuan yang utuh (Dossey, Keegan, & Guzzetta, 2000). Hal ini berarti manusia holistik adalah suatu kesatuan yang utuh, lebih dari atau bukan hanya merupakan gabungan dari beberapa komponen penyusunnya. Asosiasi Perawat Holistik Amerika (2007) mendefinisikan “keperawatan holistik” sebagai praktik keperawatan yang menekankan pada penyembuhan (healing) dari manusia secara utuh yang meliputi aspek badan (body), jiwa (spirit), dan pikiran (mind). Keperawatan holistik didedikasikan untuk

meningkatkan kesehatan dan 6|GADAR

kesejahteraan individu, masyarakat, dan lingkungan. Keperawatan holistik merupakan suatu pendekatan yang berpusat pada orang dengan menyertakan konsep-konsep holism, healing, dan transpersonal caring sebagai konsep inti. Praktik keperawatan holistik lebih menekankan pada perawatan mandiri (selfcare), itikad kuat (intentionality), keberadaan atau menghadirkan diri secara utuh (presence), kesadaran penuh (mindfulness), dan menggunakan diri sebagai agen terapi, sebagai landasan bagi praktik keperawatan professional (Hess, Bark, & Southhard, 2010). Terdapat lima nilai inti dari keperawatan holistik, yaitu 1) filosofi holistik dan pendidikan, 2) etika holistik dan riset, 3) perawatan mandiri perawat, 4) komunikasi holistik, lingkungan terapetik dan mampu budaya, dan 5) proses caring holistik (Frisch, 2009). Perawat holistik harus terus berkarya untuk menciptakan lingkungan kerja yang sehat bagi dirinya dan orang lain. Mereka juga memiliki komitmen untuk mengembangkan praktik dan kebijakan yang lebih humanistik di tatanan pelayanan kesehatan. Perawat holistik menyadari akan pentingnya perawatan mandiri, mereka menghargai dirinya sendiri dan memobilisasi sumber daya yang ada untuk merawat dirinya sendiri (Asosiasi Perawat Holistik Amerika, 2007). Perawatan mandiri dalam konteks ini adalah suatu proses aktif untuk mencapai

7|GADAR

tingkat kesehatan dan kesejahteraan optimal melalui cara-cara saling melengkapi, mendukung, dan memberdayakan. Perawat holistik berkomitmen untuk belajar terus menerus, mengembangkan peribadi dan professional dalam rentang yang berkelanjutan 2.1.1 KARAKTERISTIK PASIEN DI UNIT PERAWATAN KRITIS Seseorang yang masuk ke Unit Perawatan Kritis umumnya merupakan hal yang tidak diperkirakan sebelumnya. Situasi lingkungan yang asing, peralatan-peralatan yang kompleks, kondisi pasien kritis lain yang lebih dahulu dirawat, dan personel yang belum dikenal sebelumnya dapat merupakan sumber stress bagi pasien dan keluarganya. Pasien kritis adalah pasien yang beresiko tinggi mengalami masalah kesehatan yang mengancam jiwa baik aktual maupun potensial (Urden, Stacy, & Lough, 2006). Pasien-pasien tersebut memerlukan perawatan yang intensif dan pengawasan yang ketat dari para perawat dan petugas medis. Perubahan-perubahan fungsi normal akibat dari perkembangan penyakit, obatobat sedatif, alat-alat bantu termasuk ventilator mekanik, dapat berkontribusi terhadap kemungkinan perubahan status mental pasien (Urden, Stacy, & Lough, 2006). Gangguan tidur dan rangsangan yang berlebihan dari lingkungan dapat juga memperberat kemampuan kognitif pasien untuk memahami informasi, belajar, membuat keputusan, dan beradaptasi dengan lingkungan yang baru. Hal ini berdampak pada ketentuan pengambilan keputusan, misalnya “informed consent”, yang tidak mungkin dilakukan oleh pasien sendiri, dan biasanya diwakili oleh keluarga terdekat. Selain masalah kesehatan fisik yang mendominasi pasien-pasien kritis, masalah psykososial juga bisa terjadi pada pasien-pasien kritis. Masalah ini umumnya muncul akibat stressor tinggi dan kemampuan koping pasien terbatas untuk mengatasi permasalahan tersebut. Walaupun pengalaman pasien bervariasi dari individu ke individu, pasien dengan penyakit kritis minimal harus berhadapan dengan salah satu situasi sebagai berikut (Urden, Stacy, & Lough, 2006)

8|GADAR

a.

Ancaman kematian

b.

Ancaman bisa bertahan hidup namun dengan masalah sisa atau keterbatasan akibat penyakit -Nyeri atau ketidaknyamanan

c.

Kurang tidur

d.

Kehilangan kemampuan untuk mengekpresikan diri secara verbal karena terintubasi -Keterpisahan dengan keluarga/orang yang dicintai

e.

Kehilangan autonomy/kemandirian dalam aktivitas hidup sehari-hari

f.

Kehilangan control terhadap lingkungan

g.

Kehilangan peran yang biasa dijalankan

h.

Kehilangan harga diri

i.

Kecemasan

j.

Bosan, frustasi, dan pikiran-pikiran yang negative

k.

Distress spiritual

Berat ringannya efek stressor tersebut dan respon pasien yang dimunculkan, akan sangat tergantung pada faktor-faktor: a.

Lamanya terpapar stressor (akut atau kronis)

b.

Efek kumulatif dari stressor yang simultan

c.

Sekuen/urutan datangnya stressor

d.

Pengalaman sebelumnya terpapar stressor dan keefektifan strategi koping

e.

Besarnya dukungan sosial

Stress, apapun bentuknya baik itu fisik, psikologis, maupun sosial, dapat menimbulkan respon secara fisik. Beberapa literature mengungkap adanya hubungan antara interaksi pikiran/jiwa dan badan dengan respon kekebalan tubuh terhadap stress (Osho, 1994; Urden, Stacy, & Lough, 2006). 2.1.2 PERAWATAN HOLISTIK DAN MODEL SINERGI DI UNIT PERAWATAN KRITIS Penerapan perawatan holistik memerlukan pertimbangan dari berbagai faktor baik individu maupun lingkungan yang mempengaruhi kesehatan dan kesejahteraan

9|GADAR

pasien dan kemampuan koping dalam menghadapin situasi krisis seperti kondisi sakit baik akut maupun kronis. Untuk bisa memenuhi hal tersebut, perawat memerlukan dasar pengetahuan yang handal tentang anatomi fisiologi, proses penyakit, regimen tindakan, perilaku, spiritualitas, dan respon manusia. Perawat kritis tidak hanya mampu bekerja dengan teknologi tinggi, melainkan juga harus “tahu pasien” dalam artian memahami pasien seutuhnya agar bisa memberikan asuhan keperawatan yang humanistik, individual, dan holistik. Nilai “presence” atau menghadirkan diri secara utuh untuk membantu pasien, merefleksikan salah satu aspek dari caring dalam keperawatan. Caring juga dapat meliputi mengidentifikasi masalah pasien secara dini, memutuskan dan melaksanakan intervensi yang tepat yang didasarkan pada pemahaman terhadap pengalaman pasien sebelumnya, aspek keyakinan dan budaya pasien, pola perilaku, perasaan, dan kecenderungan pasien. Penelitian yang dilakukan Jenny dan Logan (1996) mengungkap perilaku caring perawat menurut pasien adalah diantaranya mengurangi ketidaknyamanan, pembelaan (advocacy), member dukungan (encouragement), dan menghormati pasien sebagai individu yang unik. Seni dari caring memerlukan keterampilan dalam komunikasi dan hubungan interpersonal, komitment peribadi, dan kemampuan untuk menjalin hubungan saling percaya. Keterampilan

interpersonal

sangatlah

diperlukan

oleh

perawat

dalam

mengaplikasikan perawatan holistik. Wysong dan Driver (2009) melakukan penelitian tentang keterampilan apa saja yang perlu dimiliki oleh perawat di unit kritis menurut persepsi pasien, hasilnya mengungkap beberapa atribut kemampuan interpersonal, yaitu: a.

Ramah, ceria, senyum,gembira

b.

Perduli, baik, kasih sayang

c.

Percaya diri

d.

Memperlakukan pasien sebagai manusia

e.

Mencintai pekerjaan

10 | G A D A R

f.

Berjiwa humor

g.

Memiliki waktu untuk pasien

h.

Terorganisir

i.

Memiliki ingatan yang baik

j.

Rapih penampilan fisik

k.

Baik dalam bertutur/menggunakan bahasa

l.

Pendengar yang baik

m. Menyenangkan/memberikan kenyamanan n.

Kontak emosional

Disamping atribut skill interpersonal, ada atribut berpikir kritis yang penting dimiliki oleh seorang perawat kritis, diantaranya: a.

Mampu membuat keputusan klinis yang akurat

b.

Dapat mengkaji situasi dan mengambil tindakan yang tepat

c.

Menggunakan akal sehat (logika)

d.

Memberikan jawaban dan informasi yang jelas

e.

Menawarkan saran dan arahan

f.

Memberikan penjelasan tentang prosedur tindakan, kondisi klinis, dan pengobatan.

Sejak tahun 1999, Asosiasi Perawat Kritis Amerika telah mengembangkan dan menerapkan model yang disebut “Synergy Model” untuk mengaitkan antara praktik perawat kritis tersertifikasi dengan luaran pelayanan keperawatan (Relf & Kaplow, NA). Model sinergi menjelaskan praktik keperawatan berdasar pada kebutuhan dan karakteristik pasien daripada berdasarkan penyakit dan terapi modalitas. Premis atau keyakinan yang mendasaari adalah bahwa kebutuhan dan karakteristik pasien dan keluarga akan mempengaruhi dan mengarahkan karakteristik dan kompetensi perawat. Karena setiap pasien memiliki karakteristik unik dalam situasi klinis tertentu, perawat harus merespon dengan karakteristik dan kompetensi yang unik pula. Apabila karakteristik pasien cocok dengan kompetensi yang ditampilkan perawat, maka luaran pasien yang optimal dan

11 | G A D A R

sinergi bisa tercapai. Dua ajaran utama dari model ini, yaitu; karakteristik pasien merupakan perhatian utama bagi perawat, dan kompetensi perawat merupakan hal terpenting bagi pasien. Meskipun setiap pasien dan keluarga memiliki keunikan, namun mereka memiliki kesamaan kebutuhan dan pengalaman dalam suatu rentang continuum dari rendah ke tinggi. Semakin berat gangguan pasien, semakin kompleks permasalahan yang dialami pasien. Praktik keperawatan ditentukan oleh kebutuhan pasien dan keluarga. Asuhan keperawatan merupakan refleksi perpaduan dari pengetahuan, keterampilan, dan pengalaman yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan pasien dan keluarga. Model sinergi berfokus pada kontribusi unik dari keperawatan terhadap asuhan pasien dengan menekankan pada peran professional perawat. Ada 8 karakteristik pasien dan 8 kompetensi perawat yang bersinergi dalam suatu rentang continuum dari competent ke ahli, serta mencerminkan hubungan yang harmonis antara pasien dan keluarga, dan pasien dan perawat. Model tersebut seperti tergambar dalam gambar berikut:

Gambar 1: Hubungan antara pasien/keluarga dan perawat dan Model Sinergi (Relf & Kaplow, NA)

12 | G A D A R

BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan Pasien kritis yang dirawat di Unit Perawatan Intensif merupakan sosok manusia yang utuh dan unik yang sedang mengalami gangguan/masalah kesehatan yang kompleks. Cara pandang perawat terhadap pasien akan menentukan pola interaksi dan pendekatan ke pasien secara keseluruhan. Berkembang pesatnya teknologi dibidang perawatan intensif seyogyanya tidak menggeser pandangan folosofis perawat terhadap pasien dan keluarga dan mengurangi interaksi caring antara perawat dan pasien/keluarga. Keyakinan dan nilai-nilai keperawatan holistik bisa dijadikan landasan penguat untuk menerapkan nilainilai caring yang menjadi inti/ruhnya keperawatan. Model Sinergi, memberikan ilustrasi konkrit tentang penerapan nilai-nilai caring yang holistic dalam kontek membangun hubungan interaksi yang harmonis antara perawat dan pasien/keluarga dalam upaya mencapai tujuan bersama, yaitu kesehatan dan kesejahteraan bagi pasien dan keluarganya yang merupakan cita-cita luhur dari profesi keperawatan. 3.2 Saran Diharapkan dengan adanya makalah ini pembaca khususnya mahasiswa keperawatan dapat memperoleh ilmu yang lebih tentang “Integrasi proses keperawatan dan diagnosa keperawatan didalam kerangka kerja holistik” Semoga makalah ini dapat dijadikan sumber literature yang layak digunakan untuk mahasiswa.Jika anda ingin membuat suatu kesimpulan yang baik dan benar dalam pembuatan makalah atau karya tulis ilmiah, anda harus memperhatikan beberapa cara dan perlu mengingatnya diantaranya yaitu memahami isi materi dari makalah atau karya tulis ilmiah sehingga didapatkan suatu kesimpulan dari pemahaman yang telah diserap.

13 | G A D A R

DAFTAR PUSTAKA Frisch, N.C. (2009). Standard for holistic nursing practice: A way to think about our care that includes complementary and alternative modalities. Diakses tanggal 29 Desember 2009 dari http://www.nursingworld.org/ojin/topic15/tpc15_4.html http://www.pdfcoke.com/doc/243508922/Bab-II-Prespektif-Kep-Kritis#pdfcoke (Diakses

tanggal

30/09/2017)

http://www.en.wikipedia.org/wiki/Critical_care_nursing (Diakses 30/09/2017)

14 | G A D A R

Related Documents

Gadar Rpl.ppsx
October 2019 33
Dok. Gadar
June 2020 27
Gadar Urgent.docx
November 2019 35
Gadar Fix.docx
May 2020 15
Gadar Syok.docx
October 2019 37
Buku Gadar
June 2020 18

More Documents from "Suparjo, Skep.Ns"