Blok 30 Sk 1.docx

  • Uploaded by: Mikael Clement
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Blok 30 Sk 1.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 8,379
  • Pages: 31
Makalah Kelompok A2 Blok 30 Emergency Medicine II

Kematian Akibat Kekerasan Benda Tumpul

Oleh : Patricia Stephanie 102011262 Oktaviani Dewi Ratih 102013046 Kevin Lukito 102013168 Yesica 102013185 Clara Shinta Tandi Rante 102013264 Nanang Agung Permadi 102013354 Harun Gani 102013410 Yesika Claudia Mofu 102013435 Nur Rulainei Binti Shamsuddin 102013520

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jl. Arjuna Utara No.6, Jakarta 11510

Pendahuluan Di masyarakat, kerap terjadi pelanggaran hukum. Untuk pengusutan dan penyidikan serta penyelesaian masalah hukum ini di tingkat lebih lanjut sampai akhirnya pemutusan perkara dipengadilan, diperlukan berbagai ahli dibidang terkait untuk membuat jelas jalannya peristiwa serta keterkaitan antara tindakan yang satu dengan yang lain dalam rangkaian peristiwa tersebut. Dalam hal terdapat korban, baik yang masih hidup atau sudah meninggal, diperlukan seorang ahli dalam bidang kedokteran untuk memberikan penjelasan bagi para pihak yang menangani kasus tersebut. Dokter yang diharapkan membantu dalam proses peradilan ini akan berbekal pengetahuan kedokteran yang dimilikinya yang terhimpun dalam kazanah ilmu kedokteran forensik. Untuk dapat mengetahui dan dapat membantu dalam proses penyidikan, maka dalam perkara pidana yang menyangkut tubuh, kesehatan dan nyawa manusia diperlukan pengetahuan khusus, yaitu ilmu kedokteran forensik.1 Selain bantuan ilmu kedokteran forensik tersebut tertuang di dalam bentuk Visum et Repertum, maka bantuan dokter dengan ilmu pengetahuan yang dimilikinya sangat diperlukan di dalam upaya mencari kejelasan dan kebenaran materiil yang selengkap-lengkapnya tentang suatu perbuatan tindak pidana yang telah terjadi sehingga dengan demikian proses penegakan hukumdan keadilan yang merupakan suatu usaha ilmiah dan bukan sekedar common-sense, non-scientific baru dapat diwujudkan.1,2 Kematian adalah suatu proses yang dapat dikenal secara klinis pada seseorang melalui pengamatan terhadap perubahan yang terjadi pada tubuh mayat. Perubahan itu akan tejadi dengan mulai terhentinya suplai oksigen. Manifestasinya akan dapat dilihat setelah beberapa menit atau beberapa jam. Dalam kasus tertentu, salah satu kewajiban dokter adalah membantu penyidik menegakan keadilan. Untuk itu dokter sedapat mungkin membantu menentukan beberapa hal seperti saat kematian dan penyebab kematian.1 Saat kematian seseorang belum dapat ditunjukan secara tepat karena tanda-tanda dan gejala setelah kematian sangat bervariasi karena dipengaruhi oleh beberapa hal diantarannya umur, kondisi fisik pasien, penyakit fisik sebelumnya maupun penyebab kematian itu sendiri.2 Pada kasus ini yaitu sesosok mayat di kirimkan ke Bagian Kedokteran Forensik FKUI/RSCM oleh sebuah polsek di jakarta. Ia adalah tersangka pelaku pemerkosaan terhadap seorang remaja putra yang kebetulan anak dari seorang pejabat kepolisian. Berita yang dituliskan di dalam surat permintaan visum et repertum adalah bahwa laki-laki ini mati karena gantung diri di dalam sel tahanan polsek. Pemeriksaan yang dilakukan keesokan harinya menemukan bahwa pada wajah mayat terdapat pembengkakkan dan memar, pada

punggungnya terdapat memar berbentuk dua garis sejajar (railway hematome) dn didaerah paha disekitar kemaluannya terdapat beberapa luka bakar yang sesuai dengan jejas listrik. Sementara itu terdapat pula jejas jerat yang melingkari leher dangan simpul di daerah kiri belakang yang membentuk sudut ke atas. Pemeriksaan bedah jenazah menemukan resapan darah yang luas di kulit kepala, perdarahan yang tipis dibawah selaput keras otak, sembab otak besar, tidak terdapat resapan kulit di kulit leher tetapi sedikit resapan darah di otot leher sisi kiri dan patah ujung rawan gondok sisi kiri, sedikit busa halus didalam saluran napas, dan sedikit bintik-bintik perdarahan di permukaan kedua paru dan jantung. Tidak terdapat patah tulang. Dokter mengambil beberapa contoh jaringan untuk pemeriksaan laboratorium. Keluarga korban datang ke dokter dan menanyakan tentang sebab-sebab kematian korban karena mereka mencurigai adanya tindakkan kekerasan selama ditahanan polsek. Mereka melihat sendiri adanya memar-memar ditubuh korban.

Aspek Medikolegal I. Kewajiban Dokter Membantu Peradilan Pasal 133 KUHAP (1) Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik luka, keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya. (2) Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan secara tertulis, yang dalam surat itu disebutkan dengan tegas untuk pemeriksaan luka atau pemeriksaan mayat dan atau pemeriksaan bedah mayat. (3) Mayat yang dikirim kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter pada rumah sakit harus diperlakukan secara baik dengan penuh penghormatan terhadap mayat tersebut dan diberi label yang memuat identitas mayat, dilak dengan cap jabatan yang dilekatkan pada ibu jari kaki atau bagian lain badan mayat.3 Penjelasan Pasal 133 KUHAP (2) Keterangan yang diberikan oleh ahli kedokteran kehakiman disebut keterangan ahli, sedangkan keterangan yang diberikan oleh dokter bukan ahli kedokteran kehakiman disebut keterangan.3

Pasal 179 KUHAP

(1) Setiap orang yang diminta pendapatnya sebagai ahli kedokteran kehakiman atau dokter atau ahli lainnya wajib memberikan keterangan ahli demi keadilan. (2) Semua ketentuan tersebut di atas untuk saksi berlaku juga bagi mereka yang memberikan keterangan ahli, dengan ketentuan bahwa mereka mengucapkan sumpah atau janji akan memberikan

keterangan

yang

sebaik-baiknya

dan

sebenar-benarnya

menurut

pengetahuan dalam bidang keahliannya.3

II. Bentuk Bantuan Dokter Bagi Peradilan Dan Manfaatnya Pasal 183 KUHAP Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali apabila dengan sekurangkurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannnya.3

Pasal 184 KUHAP (1) Alat bukti yang sah adalah: a. Keterangan saksi b. Keterangan ahli c. Surat d. Pertunjuk e. Keterangan terdakwa (2) Hal yang secara umum sudah diketahui tidak perlu dibuktikan.3

Pasal 186 KUHAP Keterangan ahli ialah apa yang seorang ahli nyatakan di sidang pengadilan.3

Pasal 180 KUHAP (1) Dalam hal diperlukan untuk menjernihkan duduknya persoalan yang timbul di sidang pengadilan, Hakim ketua sidang dapat minta keterangan ahli dan dapat pula minta agar diajukan bahan baru oleh yang berkepentingan. (2) Dalam hal timbul keberatan yang beralasan dari terdakwa atau penasihat hukum terhadap hasil keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) Hakim memerintahkan agar hal itu dilakukan penelitian ulang. (3) Hakim karena jabatannya dapat memerintahkan untuk dilakukan penelitian ulang sebagaimana tersebut pada ayat (2).

(4) Penelitian ulang sebagaimana tersebut pada ayat (2) dan ayat (3) dilakukan oleh instansi semula dengan komposisi personil yang berbeda dan instansi lain yang mempunyai wewenang untuk itu.3

III. Sangsi Bagi Pelanggar Kewajiban Dokter Pasal 216 KUHP (1) Barang siapa dengan sengaja tidak menuruti perintah atau permintaan yang dilakukan menurut undang-undang oleh pejabat yang tugasnya mengawasi sesuatu, atau oleh pejabat berdasarkan tugasnya. Demikian pula yang diberi kuasa untuk mengusut atau memeriksa tindak pidana; demikian pula barangsiapa dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi atau menggagalkan tindakan guna menjalankan ketentuan, diancam dengan pidana penjara paling lama empat bulan dua minggu atau denda paling banyak sembilan ribu rupiah. (2) Disamakan dengan pejabat tersebut di atas, setiap orang yang menurut ketentuan undangundang terus-menerus atau untuk sementara waktu diserahi tugas menjalankan jabatan umum. (3) Jika pada waktu melakukan kejahatan belum lewat dua tahun sejak adanya pemidanaan yang menjadi tetap karena kejahatan semacam itu juga, maka pidanya dapat ditambah sepertiga.3

Pasal 222 KUHP Barang siapa dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi atau menggagalkan pemeriksaan mayat untuk pengadilan, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.3

Pasal 224 KUHP Barang siapa yang dipanggil menurut undang-undang untuk menjadi saksi, ahli atau jurubahasa, dengan sengaja tidak melakukan suatu kewajiban yang menurut undangundang ia harus melakukannnya: 1. Dalam perkara pidana dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya 9 bulan. 2. Dalam perkara lain, dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya 6 bulan.3

Pasal 522 KUHP

Barang siapa menurut undang-undang dipanggil sebagai saksi, ahli atau jurubahasa, tidak datang secara melawan hukum, diancam dengan pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah.3

Aspek Hukum Pasal 338 KUHP Barang siapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan, dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.3

Pasal 339 KUHP Pembunuhan yang diikuti, disertai atau didahului oleh suatu perbuatan pidana, yang dilakukan dengan maksud untuk mempersiapkan atau mempermudah pelaksanaannya, atau untuk melepaskan diri sendiri maupun peserta lainnya dari pidana dalam hal tertangkap tangan, ataupun untuk memastikan penguasaan barang yang diperolehnya secara melawan hukum, diancam dengan pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun.3

Pasal 340 KUHP Barang siapa dengan sengaja dan dengan rencana lebih dahulu merampas nyawa orang lain, diancam, karena pembunuhan dengan rencana (moord), dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh lima tahun.3

Pasal 351 KUHP (1) Penganiayaan diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak 4500 rupiah. (2) Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun. (3) Jika mengakibatkan mati, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun. (4) Dengan penganiayaan disamakan sengaja merusak kesehatan. (5) Percobaan untuk melakukan kejahatan ini tidak dipidana.3

Pasal 354 KUHP (1) Barang siapa dengan sengaja melukai berat orang lain, diancam, karena melakukan penganiayaan berat, dengan pidana penjara paling lama delapan tahun. (2) Jika perbuatan mengakibatkan mati, yang bersalah dikenakan pidana penjara paling lama sepuluh tahun.3

Rahasia Jabatan dan Pembuatan Ska/ V Et R 

Peraturan Pemerintah No 26 tahun 1960 tentang lafaz sumpah dokter

Saya bersumpah/ berjanji bahwa: Saya akan membaktikan hidup saya guna kepentingan perkemanusiaan Saya akan menjalankan tugas saya dengan cara yang terhormat dan bersusila, sesuai dengan martabat pekerjaan saya. Saya akan memelihara dengan sekuat tenaga martabat dan tradisi luhur jabatan kedokteran. Saya akan merahasiakan segala sesuatu yang saya ketahui karena pekerjaan saya dan karena keilmuan saya sebagai dokter…….dst. 

Peraturan Pemerintah no 10 tahun 1966 tentang wajib simpan rahasia Kedokteran.

Pasal 1 PP No 10/1966 Yang dimaksud dengan rahasia kedokteran ialah segala sesuatu yang diketahui oleh orang-orang tersebut dalam pasal 3 pada waktu atau selama melakukan pekerjaannya dalam lapangan kedokteran. Pasal 2 PP No 10/1966 Pengetahuan tersebut pasal 1 harus dirahasiakan oleh orang-orang yang tersebut dalam pasal 3, kecuali apabila suatu peraturan lain yang sederajat atau lebih tinggi daripada PP ini menentukan lain. Pasal 3 PP No 10/1966 Yang diwajibkan menyimpan rahasia yang dimaksud dalam pasal 1 ialah: a. Tenaga kesehatan menurut pasal 2 UU tentang tenaga kesehatan. b. Mahasiswa kedokteran, murid yang bertugas dalam lapangan pemeriksaan, pengobatan dan atau perawatan, dan orang lain yang ditetapkan oleh menteri kesehatan. Pasal 4 PP No 10/1966

Terhadap pelanggaran ketentuan mengenai wajib simpan rahasia kedokteran yang tidak atau tidak dapat dipidana menurut pasal 322 atau pasal 112 KUHP, menteri kesehatan dapat melakukan tindakan administrative berdasarkan pasal UU tentang tenaga kesehatan. Pasal 5 PP No 10/1966 Apabila pelanggaran yang dimaksud dalam pasal 4 dilakukan oleh mereka yang disebut dalam pasal 3 huruf b, maka menteri kesehatan dapat mengambil tindakan-tindakan berdasarkan wewenang dan kebijaksanaannya. Pasal 322 KUHP 1) Barangsiapa dengan sengaja membuka rahasia yang wajib disimpannya karena jabatan atau pencariannya baik yang sekarang maupun yang dahulu, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak sembilan ribu rupiah. 2) Jika kejahatan dilakukan terhadap seorang tertentu, maka perbuatan itu hanya dapat dituntut atas pengaduan orang itu. Pasal 48 KUHP Barangsiapa melakukan perbuatan karena pengaruh daya paksa tidak dipidana.

Bedah Mayat Klinis, Anatomis Dan Transplantasi Peraturan Pemerintah No 18 tahun 1981 tentang Bedah Mayat Klinis dan Bedah Mayat Anatomis serta Transplantasi Alat dan atau Jaringan Tubuh Manusia. Pasal 2 PP No 18/1981 Bedah mayat klinis hanya boleh dilakukan dalam keadaan sebagai berikut: a. Dengan persetujuan tertulis penderita dan atau keluarganya yang terdekat setelah penderita meninggal dunia, apabila sebab kematiannya belum dapat ditentukan dengan pasti; b. Tanpa persetujuan penderita atau keluarganya yang terdekat, apabila diduga penderita menderita penyakit yang dapat membahayakan orang lain atau masyarakat sekitarnya. c. Tanpa persetujuan penderita atau keluarganya terdekat, apabila dalam jangka waktu 2 x 24 jam tidak ada keluarga terdekat dari yang meninggal dunia dating ke rumah sakit.

Pasal 14 PP No 18/1981

Pengambilan alat atau jaringan tubuh manusia untuk keperluan transplantasi atau bank mata dari korban kecelakaan yang meninggal dunia, dilakukan dengan persetujuan tertulis keluarga yang terdekat.

Pasal 17 PP No 18/1981 Dilarang memperjual belikan alat dan atau jaringan tubuh manusia.

Pasal 18 PP No 18/1981 Dilarang mengirim dan menerima alat dan atau jaringan tubuh manusia dalam semua bentuk ke dan dari luar negeri.

Pasal 19 PP No 18/1981 Larangan sebagaimana dimaksud dalam pasal 17 dan pasal 18 tidak berlaku untuk keperluan penelitian ilmiah dan keperluan lain yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan.

Pasal 70 UU Kesehatan (2) Bedah mayat hanya dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu dan dengan memperhatikan norma yang berlaku dalam masyarakat.

Pemeriksaan Autopsi Forensik Autopsi adalah pemeriksaan terhadap tubuh mayat, yang meliputi pemeriksaan terhadap bagian luar maupun dalam, dengan tujuan menemukan proses penyakit dan atau adanya cedera, melakukan interpretasi atau penemuan-penemuan tersebut, menerangkan penyebab kematian serta mencari hubungan sebab akibat antara kelainan-kelainan yang ditemukan dengan penyebab kematian.4,5

Autopsi Medikolegal Autopsi medikolegal dilakukan terhadap mayat seseorang yang diduga meninggal akibat suatu sebab yang tidak wajar seperti pada kasus kecelakaan, pembunuhan, maupun bunuh diri. autopsi ini dilakukan atas permintaan penyidik sehubungan dengan adanya penyidikan suatu perkara. Tujuan dari autopsi medikolegal adalah : 

Untuk memastikan identitas seseorang yang tidak diketahui atau belum jelas.



Untuk menentukan sebab pasti kematian, mekanisme kematian, dan saat kematian



Untuk mengumpulkan dan memeriksa tanda bukti untuk penentuan identitas benda penyebab dan pelaku kejahatan.



Membuat laporan tertulis yang objektif berdasarkan fakta dalam bentuk visum et repertum.6

Autopsi medikolegal dilakukan atas permintaan penyidik sehubungan dengan adanya penyidikan suatu perkara. Hasil pemeriksaan adalah temuan obyektif pada korban, yang diperoleh dari pemeriksaan medis. Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada autopsi medikolegal : 1. Tempat untuk melakukan autopsi adalah pada kamar jenazah, namun jika tidak memungkinkan di kamar jenazah dapat di tempat lain yang tertutup. 2. Autopsi hanya dilakukan jika ada permintaan untuk otopsi oleh pihak yang berwenang. 3. Autopsi harus segera dilakukan begitu mendapat surat permintaan untuk autopsi. 4. Hal-hal yang berhubungan dengan penyebab kematian harus dikumpulkan dahulu sebelum memulai autopsi. Tetapi kesimpulan harus berdasarkan temuan-temuan dari pemeriksaan fisik. 5. Pencahayaan yang baik sangat penting pada tindakan autopsi. 6. Identitas korban yang sesuai dengan pernyataan polisi harus dicatat pada laporan. Pada kasus jenazah yang tidak dikenal, maka tanda-tanda identifikasi, photo, sidik jari, dan lain-lain harus diperoleh. 7. Ketika dilakukan autopsi tidak boleh disaksikan oleh orang yang tidak berwenang. 8. Pencatatan perincian pada saat tindakan autopsi dilakukan oleh asisten. 9. Pada laporan autopsi tidak boleh ada bagian yang dihapus. 10. Jenazah yang sudah membusuk juga bisa diautopsi. 7

Proses autopsi sendiri meliputi dua pemeriksaan, yaitu pemeriksaan luar dan pemeriksaan dalam. a) Pemeriksaan Luar Bagian pertama dari teknik autopsi adalah pemeriksaan luar. Sistematika pemeriksaan luar adalah : 1. Label mayat Memeriksa label mayat (dari pihak kepolisian) yang biasanya diikatkan pada jempol kaki mayat. Gunting pada tali pengikat, simpan bersama berkas pemeriksaan. Catat

warna, bahan, dan isi label selengkap mungkin. Sedangkan label rumah sakit, untuk identifikasi di kamar jenazah, harus tetap ada pada tubuh mayat. 2. Penutup dan bungkus mayat Mencatat jenis atau bahan, warna, corak, serta kondisi (ada tidaknya bercak atau pengotoran) dari penutup mayat.5 3. Pakaian Mencatat pakaian mayat dengan teliti mulai dari yang dikenakan di atas sampai di bawah, dari yang terluar sampai terdalam. Pencatatan meliputi bahan, warna dasar, warna dan corak tekstil, bentuk atau model pakaian, ukuran, merk penjahit, cap binatu, monogram atau inisial, dan tambalan atau tisikan bila ada. Catat juga letak dan ukuran pakaian bila ada tidaknya bercak atau pengotoran atau robekan. Saku diperiksa dan dicatat isinya. 4. Perhiasan Mencatat perhiasan mayat, meliputi jenis, bahan, warna, merek, bentuk serta ukiran nama atau inisial pada benda perhiasan tersebut. 5. Mencatat benda di samping mayat misalnya tas ataupun bungkusan. 6. Mencatat perubahan tanatologi : i.

Lebam mayat; letak/distribusi, warna, dan intensitas lebam.

ii. Kaku mayat; distribusi, derajat kekakuan pada beberapa sendi, dan ada tidaknya spasme kadaverik. iii. Suhu tubuh mayat; memakai termometer rektal dam dicatat juga suhu ruangan pada saat tersebut. iv. Pembusukan v.

Lain-lain; misalnya mumifikasi atau adiposera.

7. Mencatat identitas mayat, seperti jenis kelamin, bangsa atau ras, perkiraan umur, warna kulit, status gizi, tinggi badan, berat badan, disirkumsisi atau tidak, striae albicantes pada dinding perut. 8. Mencatat segala sesuatu yang dapat dipakai untuk penentuan identitas khusus, meliputi rajah atau tatoo, jaringan parut, kapalan, kelainan kulit, anomali dan cacat pada tubuh. 9. Pemeriksaan rambut Memeriksa distribusi, warna, keadaan tumbuh, dan sifat dari rambut. Rambut kepala harus diperiksa, contoh rambut diperoleh dengan cara memotong dan mencabut sampai ke akarnya, paling sedikit dari enam lokasi kulit kepala yang berbeda. Potongan rambut ini disimpan dalam kantungan yang telah ditandai sesuai tempat pengambilannya.

10. Pemeriksaan mata Memeriksa mata, seperti apakah kelopak terbuka atau tertutup, tanda kekerasan, kelainan. Periksa selaput lendir kelopak mata dan bola mata, warna, cari pembuluh darah yang melebar, bintik perdarahan, atau bercak perdarahan. Kornea jernih/tidak, adanya kelainan fisiologik atau patologik. Catat keadaan dan warna iris serta kelainan lensa mata. Catat ukuran pupil, bandingkan kiri dan kanan. 11. Pemeriksaan daun telinga dan hidung Mencatat bentuk dan kelainan/anomali pada daun telinga dan hidung. 12. Pemeriksaan mulut dan rongga mulut Memeriksa bibir, lidah, rongga mulut, dan gigi geligi. Catat gigi geligi dengan lengkap, termasuk jumlah, hilang/patah/tambalan, gigi palsu, kelainan letak, pewarnaan, dan sebagainya. 13. Pemeriksaan leher Bagian leher diperiksa jika ada memar, bekas pencekikan atau pelebaran pembuluh darah. Kelenjar tiroid dan getah bening juga diperiksa secara menyeluruh. 14. Pemeriksaan alat kelamin dan lubang pelepasan. Pada pria dicatat kelainan bawaan yang ditemukan, keluarnya cairan, kelainan lainnya. Perhatikan bentuk lubang pelepasan, perhatikan adanya luka, benda asing, darah dan lain-lain 15. Perlu diperhatikan kemungkinan terdapatnya tanda perbendungan, ikterus, sianosis, edema, bekas pengobatan, bercak lumpur atau pengotoran lain pada tubuh. 16. Bila terdapat tanda-tanda kekerasan atau luka harus dicatat lengkap. Setiap luka pada tubuh harus diperinci dengan lengkap, yaitu perkiraan penyebab luka, lokasi, ukuran, dll. Dalam luka diukur dan panjang luka diukur setelah kedua tepi ditautkan. Lokalisasi luka dilukis dengan mengambil beberapa patokan, antara lain : garis tengah melalui tulang dada, garis tengah melalui tulang belakang, garis mendatar melalui kedua puting susu, dan garis mendatar melalui pusat. 17. Pemeriksaan ada tidaknya patah tulang, serta jenis atau sifatnya.5-7 b) Pemeriksaan Dalam 5,7 Pemeriksaan dalam bisa dilakukan dengan beberapa cara berikut ini : 

Insisi I dimulai di bawah tulang rawan krikoid di garis tengah sampai prosesus xifoideus kemudian 2 jari paramedian kiri dari puat sampai simfisis, dengan demikian tidak perlu melingkari pusat.



Insisi Y, merupakan salah satu tehnik khusus otopsi.



Insisi melalui lekukan suprastenal menuju simfisis pubis, lalu dari lekukan suprasternal ini dibuat sayatan melingkari bagian leher.

Pada pemeriksaan dalam, organ tubuh diambil satu persatu dengan hati-hati dan dicatat : 1. Ukuran : Pengukuran secara langsung adalah dengan menggunakan pita pengukur. Secara tidak langsung dilihat adanya penumpulan pada batas inferior organ. Organ hati yang mengeras juga menunjukkan adanya pembesaran. 2. Bentuk 3. Permukaan : Pada umumnya organ tubuh mempunyai permukaan yang lembut, berkilat dengan kapsul pembungkus yang bening. Carilah jika terdapat penebalan, permukaan yang kasar , penumpulan atau kekeruhan. 4. Konsistensi: Diperkirakan dengan cara menekan jari ke organ tubuh tersebut. 5. Kohesi: Merupakan kekuatan daya regang anatar jaringan pada organ itu. Caranya dengan memperkirakan kekuatan daya regang organ tubuh pada saat ditarik. Jaringan yang mudah teregang (robek) menunjukkan kohesi yang rendah sedangkan jaringan yang susah menunjukkan kohesi yang kuat. 6. Potongan penampang melintang: Disini dicatat warna dan struktur permukaan penampang organ yang dipotong. Pada umumnya warna organ tubuh adalah keabuabuan, tapi hal ini juga dipengaruhi oleh jumlah darah yang terdapat pada organ tersebut. Warna kekuningan, infiltrasi lemak, lipofisi, hemosiferin atau bahan pigmen bisa merubah warna organ. Warna yang pucat merupakan tanda anemia.4

Pemeriksaan Medis Pada Bidang Tanatologi Tanatologi berasal dari kata thanatos (yang berhubungan dengan kematian) dan logos (ilmu). Tanatologi adalah bagian dari Ilmu Kedokteran Forensik yang mempelajari kematian dan perubahan yang terjadi setelah kematian serta faktor yang mempengaruhi perubahan tersebut.2 Dalam tanatologi dikenal beberapa istilah tentang mati, antara lain : 1. Mati somatis disebut juga mati klinis yang terjadi akibat terhentinya fungsi ketiga sistem penunjang kehidupan, yaitu susunan saraf pusat, sistem kardiovaskular dan sistem pernapasan, yang menetap (irreversible). Secara klinis tidak ditemukan refleks-refleks,

EEG mendatar, nadi tidak teraba, denyut jantung tidak terdengar, tidak ada gerak pernapasan dan suara nafas tidak terdengar pada auskultasi. 2. Mati suri (suspended animation, apparent death) adalah terhentinya ketiga sistem kehidupan di atas yang ditentukan dengan alat kedokteran sederhana. Dengan peralatan kedokteran canggih masih dapat dibuktikan bahwa ketiga sistem tersebut masih berfungsi. Mati suri sering ditemukan pada kasus keracunan obat tidur, tersengat aliran listrik dan tenggelam. 3. Mati seluler (mati molekuler) adalah kematian organ atau jaringan tubuh yang timbul beberapa saat setelah kematian somatis. Daya tahan hidup masing-masing organ atau jaringan berbeda-beda, sehingga terjadinya kematian seluler pada tiap organ atau jaringan tidak bersamaan. Pengetahuan ini penting dalam transplantasi organ. 4. Mati serebral adalah kerusakan kedua hemisfer otak yang irreversible kecuali batang otak dan serebelum, sedangkan kedua sistem lainnya yaitu sistem pernapasan dan kardiovaskular masih berfungsi dengan bantuan alat. 5. Mati otak (mati batang otak) adalah bila telah terjadi kerusakan seluruh isi neronal intrakranial yang irreversible, termasuk batang otak dan serebelum. Dengan diketahuinya mati otak (mati batang otak) maka dapat dikatakan seseorang secara keseluruhan tidak dapat dinyatakan hidup lagi, sehingga alat bantu dapat dihentikan.2 Kematian adalah suatu proses yang dapat dikenal secara klinis pada seseorang berupa tanda kematian, yaitu perubahan yang terjadi pada tubuh mayat. Perubahan tersebut dapat timbul dini pada saat meninggal atau beberapa menit kemudian, misalnya kerja jantung dan peredaran darah berhenti, pernapasan berhenti, refleks cahaya dan refleks kornea mata menghilang, kulit pucat dan relaksasi otot. Setelah beberapa waktu timbul perubahan pascamati yang jelas yang memungkinkan diagnosis kematian lebih pasti. Tanda-tanda tersebut dikenal sebagai tanda pasti kematian berupa lebam mayat (hipostasis atau lividitas pascamati), kaku mayat (rigor mortis), penurunan suhu tubuh, pembusukan, mummifikasi dan adiposera.2 

Tanda pasti kematian, antara lain :

1. Lebam mayat (livor mortis) Setelah kematian klinis maka eritrosit akan menempati tempat terbawah akibat gaya tarik bumi (gravitasi), mengisi vena dan venula, membentuk bercak berwarna merah ungu (livide) pada bagian terbawah tubuh, kecuali pada bagian tubuh yang tertekan alas keras. Darah tetap cair karena adanya aktivitas fibrinolisin yang berasal dari endotel pembuluh darah. Lebam mayat biasanya mulai tampak 20-30 menit pasca mati, makin lama

intensitasnya bertambah dan menjadi lengkap dan menetap setelah 8-12 jam. Sebelum waktu ini, lebam mayat masih hilang (memucat) pada penekanan dan dapat berpindah jika posisi mayat diubah. Memucatnya lebam akan lebih cepat dan sempurna apabila penekanan atau perubahan posisi tubuh tersebut dilakukan dalam 6 jam pertama setelah mati klinis. Tetapi, walaupun setelah 24 jam, darah masih tetap cukup cair sehingga sejumlah darah masih dapat mengalir dan membentuk lebam mayat di tempat terendah yang baru. Kadang-kadang dijumpai bercak perdarahan berwarna biru kehitaman akibat pecahnya pembuluh darah. Menetapnya lebam mayat disebabkan oleh bertimbunnya sel-sel darah dalam jumlah cukup banyak sehingga sulit berpindah lagi. Selain itu, kekakuan otot-otot dinding pembuluh darah ikut mempersulit perpindahan tersebut.2 Lebam mayat dapat digunakan untuk tanda pasti kematian; memperkirakan sebab kematian, misalnya lebam berwarna merah terang pada keracunan CO atau CN, warna kecoklatan pada keracunan anilin, nitrit, nitrat, sulfonal; mengetahui perubahan posisi mayat yang dilakukan setelah terjadinya lebam mayat yang menetap; dan memperkirakan saat kematian. Apabila pada mayat terlentang yang telah timbul lebam mayat belum menetap dilakukan perubahan posisi menjadi telungkup, maka setelah beberapa saat akan terbentuk lebam mayat baru di daerah dada dan perut. Lebam mayat yang belum menetap atau masih hilang pada penekanan menunjukkan saat kematian kurang dari 8-12 jam sebelum saat pemeriksaan.2 Mengingat pada lebam mayat darah terdapat di dalam pembuluh darah, maka keadaan ini digunakan untuk membedakannya dengan resapan darah akibat trauma (ekstravasasi). Bila pada daerah tersebut dilakukan irisan dan kemudian disiram dengan air, maka warna merah darah akan hilang atau pudar pada lebam mayat, sedangkan pada resapan darah tidak menghilang.2

2. Kaku mayat (rigor mortis) Kelenturan otot setelah kematian masih dipertahankan karena metabolisme tingkat seluler masih berjalan berupa pemecahan cadangan glikogen otot yang menghasilkan energi. Energi ini digunakan untuk mengubah ADP menjadi ATP. Selama masih terdapat ATP maka serabut aktin dan miosin tetap lentur. Bila cadangan glikogen dalam otot habis, maka energi tidak terbentuk lagi, aktin dan miosin menggumpal dan otot menjadi kaku.2 Kaku mayat dibuktikan dengan memeriksa persendian. Kaku mayat mulai tampak kirakira 2 jam setelah mati klinis, dimulai dari bagian luar tubuh (otot-otot kecil) ke arah dalam

(sentripetal). Teori lama menyebutkan bahwa kaku mayat ini menjalar kraniokaudal. Setelah mati klinis 12 jam kaku mayat menjadi lengkap, dipertahankan selama 12 jam dan kemudian menghilang dalam urutan yang sama. Kaku mayat umumnya tidak disertai pemendekan serabut otot, tetapi jika sebelum terjadi kaku mayat otot berada dalam posisi teregang, maka saat kaku mayat terbentuk akan terjadi pemendekan otot.2 Faktor-faktor yang mempercepat terjadinya kaku mayat adalah aktivitas fisik sebelum mati, suhu tubuh yang tinggi, bentuk tubuh kurus dengan otot-otot kecil dan suhu lingkungan tinggi. Kaku mayat dapat dipergunakan untuk menunjukkan tanda pasti kematian dan memperkirakan saat kematian.2 Terdapat kekakuan pada mayat yang menyerupai kaku mayat, antara lain : a) Cadaveric spasm (instantaneous rigor), adalah bentuk kekauan otot yang terjadi pada saat kematian dan menetap. Cadaveric spasm sesungguhnya merupakan kaku mayat yang timbul dengan intensitas sangat kuat tanpa didahului oleh relaksasi primer. Penyebabnya adalah akibat habisnya cadangan glikogen dan ATP yang bersifat setempat pada saat mati klinis karena kelelahan atau emosi yang hebat sesaat sebelum meninggal. Cadaveric spasm ini jarang dijumpai, tetapi sering terjadi dalam masa perang. Kepentingan medikolegalnya adalah menunjukkkan sikap terakhir masa hidupnya. Misalnya, tangan yang menggenggam erat benda yang diraihnya pada kasus tenggelam, tangan yang menggenggam senjata pada kasus bunuh diri. b) Heat stiffening, yaitu kekakuan otot akibat koagulasi protein otot oleh panas. Otot-otot berwarna merah muda, kaku, tetapi rapuh (mudah robek). Keadaan ini dapat dijumpai pada korban mati terbakar. Pada heat stiffening serabut-serabut ototnya memendek sehingga menimbulkan fleksi leher, siku, paha dan lutut, membentuk sikap petinju. Perubahan sikap ini tidak memberikan arti tertentu bagi sikap semasa hidup, intravitalitas, penyebab atau cara kematian. c) Cold stiffening, yaitu kekauan tubuh akibat lingkungan dingin, sehingga terjadi pembekuan cairan tubuh, termasuk cairan sendi, pemadatan jaringan lemak subkutan dan otot, sehingga bila sendi ditekuk akan terdengar bunyi pecahnya es dalam rongga sendi.2

3. Penurunan suhu tubuh (algor mortis) Penurunan suhu tubuh terjadi karena proses pemindahan panas dari suatu benda ke benda yang lebih dingin, melalui cara radiasi, konduksi, evaporasi dan konveksi. Grafik penurunan suhu tubuh ini hampir berbentuk kurva sigmoid atau seperti huruf S. Kecepatan penurunan suhu dipengaruhi oleh suhu keliling, aliran dan kelembaban udara,

bentuk tubuh, posisi tubuh dan pakaian. Selain itu, suhu saat mati perlu diketahui untuk perhitungan perkiraan saat kematian. Penurunan suhu tubuh akan lebih cepat pada suhu keliling yang rendah, lingkungan berangin dengan kelembaban rendah, tubuh yang kurus, posisi terlentang, tidak berpakaian atau berpakaian tipis, dan pada umumnya orang tua serta anak kecil.2 Penelitian akhir-akhir ini cenderung untuk memperkirakan saat mati melalui pengukuran suhu tubuh pada lingkungan yang menetap di Tempat Kejadian Perkara (TKP). Caranya adalah dengan melakukan 4-5 kali penentuan suhu rectal dengan interval waktu yang sama (minimal 15 menit). Suhu lingkungan diukur dan dianggap konstan karena faktor-faktor lingkungan dibuat menetap, sedangkan suhu saat mati dianggap 37oC bila tidak ada penyakit demam. Penelitian membuktikan bahwa perubahan suhu lingkungan kurang dari 2oC tidak mengakibatkan perubahan yang bermakna. Dari angka-angka di atas, dengan menggunakan rumus atau grafik dapat ditentukan waktu antara saat mati dengan saat pemeriksaan. Saat ini telah tersedia program komputer guna penghitungan saat mati melalui cara ini.2

4. Pembusukan (decomposition, putrefaction) Pembusukan adalah proses degradasi jaringan yang terjadi akibat autolisis dan kerja bakteri. Autolisis adalah perlunakan dan pencairan jaringan yang terjadi dalam keadaan steril. Autolisis timbul akibat kerja digestif oleh enzim yang dilepaskan sel pasca mati dan hanya dapat dicegah dengan pembekuan jaringan.2 Setelah seseorang meninggal, bakteri yang normal hidup dalam tubuh segera masuk ke jaringan. Darah merupakan media terbaik bagi bakteri tersebut untuk bertumbuh. Sebagian besar bakteri berasal dari usus dan yang terutama adalah Clostridium welchii. Pada proses pembusukan ini terbentuk gas-gas alkana, H2S dan HCN, serta asam amino dan asam lemak.2 Pembusukan baru tampak kira-kira 24 jam pasca mati berupa warna kehijauan pada perut kanan bawah, yaitu daerah sekum yang isinya lebih cair dan penuh dengan bakteri serta terletak dekat dinding perut. Warna kehijauan ini disebabkan oleh terbentuknya sulfmet-hemoglobin. Secara bertahap warna kehijauan ini akan menyebar ke seluruh perut dan dada, dan bau busuk pun mulai tercium. Pembuluh darah bawah kulit akan tampak seperti melebar dan berwarna hijau kehitaman.2 Selanjutnya kulit ari akan terkelupas atau membentuk gelembung berisi cairan kemerahan berbau busuk. Pembentukan gas di dalam tubuh, dimulai di dalam lambung dan

usus, akan mengakibatkan tegangnya perut dan keluarnya cairan kemerahan dari mulut dan hidung. Gas yang terdapat di dalam jaringan dinding tubuh akan mengakibatkan terabanya derik (krepitasi). Gas ini menyebabkan pembengkakan tubuh yang menyeluruh, tetapi ketegangan terbesar terdapat di daerah dengan jaringan longgar, seperti skrotum dan payudara. Tubuh berada dalam sikap seperti petinju (pugilistic attitude), yaitu kedua lengan dan tungkai dalam sikap setengah fleksi akibat terkumpulnya gas pembusukan di dalam rongga sendi.2 Selanjutnya, rambut menjadi mudah dicabut dan kuku mudah terlepas, wajah mengembung dan warna ungu kehijauan, kelopak mata membengkak, pipi tembam, bibir tebal, lidah membengkak dan sering terjulur di antara gigi. Keadaan seperti ini sangat berbeda dengan wajah asli korban, sehingga tidak dapat lagi dikenali oleh keluarga.2 Larva lalat akan dijumpai setelah pembentukan gas pembusukan nyata, yaitu kira-kira 36-48 jam pasca mati. Kumpulan telur lalat telah dapat ditemukan beberapa jam pasca mati, di alis mata, sudut mata, lubang hidung dan di antara bibir. Telur lalat tersebut kemudian akan menetas menjadi larva dalam waktu 24 jam. Dengan identifikasi spesies, lalat dan mengukur panjang larva, maka dapat diketahui usia larva tersebut, yang dapat dipergunakan untuk memperkirakan saat mati, dengan asumsi bahwa lalat biasanya secepatnya meletakkan telur setelah seseorang meninggal (dan tidak lagi dapat mengusir lalat yang hinggap).2 Alat dalam tubuh akan mengalami pembusukan dengan kecepatan yang berbeda. Perubahan warna terjadi pada lambung terutama di daerah fundus, usus, menjadi ungu kecoklatan. Mukosa saluran napas menjadi kemerahan, endokardium dan intima pembuluh darah juga kemerahan, akibat hemolisis darah. Difusi empedu dari kandung empedu mengakibatkan warna coklat kehijauan di jaringan sekitarnya. Otak melunak, hati menjadi berongga seperti spons, limpa melunak dan mudah robek. Kemudian alat dalam akan mengerut. Prostat dan uterus non-gravid merupakan organ padat yang paling lama bertahan terhadap perubahan pembusukan. Pembusukan akan timbul lebih cepat bila suhu keliling optimal (26.5oC hingga sekitar suhu normal tubuh), kelembaban dan udara yang cukup, banyak bakteri pembusuk, tubuh gemuk atau menderita penyakit infeksi dan sepsis. Media tempat mayat terdapat juga berperan. Mayat yang terdapat di udara akan lebih cepat membusuk dibandingkan dengan yang terdapat dalam air atau dalam tanah. Bayi baru lahir umumnya lebih lambat membusuk, karena hanya memiliki sedikit bakteri dalam tubuhnya dan hilangnya panas tubuh yang cepat dan bayi akan menghambat pertumbuhan bakteri.2

5. Adiposera atau lilin mayat. Adiposera adalah terbentuknya bahan yang berwarna keputihan, lunak atau berminyak, berbau tengik yang terjadi di dalam jaringan lunak tubuh pasca mati.2 Adiposera terutama terdiridari asam-asam lemak tak jenuh yang terbentuk oleh hidrolisis lemak dan mengalami hidrogenisasi sehingga terbentuk asam lemak jenuh pasca mati yang tercampur dengan sisa-sisa otot, jaringan ikat, jaringan saraf yang termumifikasi dan kristal-kristal sferis dengan gambaran radial. Adiposera terapung di air, bila dipanaskan mencair dan terbakar dengan nyala kuning, larut dalam alkohol dan eter.2 Adiposera dapat terbentuk di sembarang lemak tubuh, bahkan di dalam hati, tetapi lemak superficial yang pertama kali terkena. Biasanya perubahan berbentuk bercak, dapat terlihat di pipi, payudara atau bokong, bagian tubuh atau ekstremitas. Jarang seluruh lemak tubuh berubah menjadi adiposera.2 Adiposera akan membuat gambaran permukaan luar tubuh dapat bertahan hingga bertahun-tahun, sehingga identifikasi mayat dan perkiraan sebab kematian masih dimungkinkan.2 Faktor-faktor yang mempermudah terbentuknya adiposera adalah kelembaban dan lemak tubuh yang cukup, sedangkan yang meghambat adalah air yang mengalir yang membuang elektrolit.2 Udara yang dingin menghambat pembentukan, sedangkan suhu yang hangat akan mempercepat. Invasi bakteri endogen ke dalam jaringan pasca mati juga akan mempercepat pembentukannya.2 Pembusukan akan terhambat oleh adanya adiposera, karena derajat keasaman dan dehidrasi jaringan bertambah. Lemak segar hanya mengandung kira-kira 0.5% asam lemak bebas, tetapi dalam waktu 4 minggu pasca mati dapat naik menjadi 20% dan setelah 12 minggu menjadi 70% atau lebih. Pada saat ini, adiposera menjadi jelas secara makroskopik sebagai bahan berwana putih kelabu yang menggantikan atau menginfiltrasi bagian-bagian lunak tubuh. Pada stadium awal pembentukannya sebelum makroskopik jelas, adiposera paling baik dideteksi dengan analisis asam palmitat.2

6. Mummifikasi Mummifikasi adalah proses penguapan cairan atau dehidrasi jaringan yang cukup cepat sehingga terjadi pengeringan jaringan yang selanjutnya dapat menghentikan pembusukan. Jaringan berubah menjadi keras dan kering, berwarna gelap, berkeriput dan tidak membusuk

karena kuman tidak dapat berkembang pada lingkungan yang kering. Mummifikasi terjadi bila suhu hangat, kelembaban rendah, aliran udara yang baik, tubuh yang dehidrasi dan waktu yang lama (12-14 minggu). Mummifikasi jarang dijumpai pada cuaca yang normal.2

Identifikasi Forensik Identifikasi forensik merupakan upaya yang dilakukan dengan tujuan membantu penyidik untuk menentukan identitas seseorang. Identifikasi personal sering merupakan suatu masalah dalam kasus pidana maupun perdata.Menentukan identitas personal dengan tepat amat penting dalam penyidikan karena adanya kekeliruan dapat berakibat fatal dalam proses peradilan.1,2 Peran ilmu kedokteran forensik dalam identifikasi terutama pada jenazah tidak dikenal, jenazah yang rusak , membusuk, hangus terbakar dan kecelakaan masal, bencana alam, huru hara yang mengakibatkan banyak korban meninggal, serta potongan tubuh manusia atau kerangka.Selain itu identifikasi forensik juga berperan dalam berbagai kasus lain seperti penculikan anak, bayi tertukar, atau diragukan orangtuanya.2,5 Identitas seseorang dipastikan bila paling sedikit 2 metode yang digunakan memberikan hasil positif (tidak meragukan).2 Penentuan identitas personal dapat menggunakan metode identifikasi sidik jari, visual, dokumen, pakaian dan perhiasan, medik, gigi, serologic, dan secara eksklusi.

Pemeriksaan Traumatologi Forensik Traumatologi adalah ilmu yang mempelajari tentang luka dan cedera serta hubungannya dengan berbagai kekerasan (ruda paksa), sedangkan yang di maksud dengan luka adalah suatu keadaan ketidaksinambungan jaringan tubuh akibat kekerasan. Berdasarkan sifat serta penyebabnya, kekerasan dapat dibedakan atas kekerasan yang bersifat : 



Mekanik -

Kekerasan oleh benda tajam

-

Kekerasan oleh benda tumpul

-

Tembakan senjata api

Fisika



-

Suhu

-

Listrik dan petir

-

Perubahan tekanan udara

-

Akustik

-

Radiasi

Kimia -

Asama tau basa kuat.2

A. Luka Akibat Kekerasan Tumpul Luka yang terjadi akibat kekerasan tumpul bisa berupa memar (kontusio, hematome), luka lecet (ekskoriasi, abrasi), dan luka terbuka atau robek (vulnus laseratum).  Memar / Hematoma Memar adalah suatu perdarahan dalam jaringan bawah kulit atau kutis akibat pecahnya kapiler dan vena, yang disebabkan oleh kekerasan benda tumpul. Luka memar kadangkala member petunjuk tentang bentuk benda penyebabnya.2 Letak, bentuk dan luas luka memar dipengaruhi oleh berbagai factor seperti besarnya kekerasan, jenis benda penyebab (karet, kayu, besi), kondisi dan jenis jaringan (jaringan ikat longgar, jaringan lemak), usia, jenis kelamin, corak dan warna kulit, kerapuhan pembuluh darah, penyakit penyerta ( hipertensi, diastesis hemorragik, penyakit kardiovaskular). Akibat gravitasi, lokasi hematom mungkin terletak jauh dari letak benturan.2 Pada bayi, hematome cenderung lebih mudah terjadi karena sifat kulit yang longgardan masih tipisnya jaringan lemak subkutan, demikian pula pada usia lanjut sehubungnya dengan menipisnya jaringan lemak subkutan dan pembuluh darah yang kurang terlindung.2 Umur luka memar secara kasar dapat diperkirakan melalui perubahan warnanya. Pada saat timbul, memar berwarna merah, kemudian berubah menjadi ungu atau hitam, setelah 4-5 hari akan berwarna hijau yang kemudian akan berubah menjadi kuning dalam 7-10 hari, dan akhirnya menghilang dalam 14-15 hari. Perubahan warna tersebut berlangsung mulai dari tepid an waktunya dapat bervariasi tergantung derajat dan berbagai factor yang mempengaruhinya.2,7 Dari sudut pandang medikolegal, interpretasi luka memar merupakan hal penting, apalagi bila luka memar itu disertai luka lecet. Dengan perjalanan waktu, baik pada orang hidup atau mati, luka memar akan memberikan gambaran yang makin jelas.

Hematoma ante-mortem yang timbul beberapa saat sebelum kematian biasanya akan menunjukkan pembengkakan dan infltrasi darah dalam jaringan sehingga dapat dibedakan dari lebam mayat dengan cara melakukan penyayatan kulit. Pada lebam mayat, darah akan mengalir keluar dari pembuluh darah yang tersayat sehingga bila dialiri air, penampang sayatan akan tampak bersih. Sedangkan pada hematom penampang sayatn tetap berwarna merah kehitaman. Tetapi harus diingat bahwa pada pembusukan juga terjadi ekstravasasi darah yang dapat mengacaukan pemeriksaan ini.2  Luka lecet (ekskoriasi / abrasi) Luka lecet terjadi akibat cedera pada epidermis yang bersentuhan dengan benda yang memiliki permukaan kasar atau runcing.2 Manfaat interpretasi luka lecet ditinju dari aspek medikolegal seringkali diremehkan, padahal pemeriksaan luka lecet yang teliti disertai pemeriksaan TKP dapat mengungkapkan peristiwa yang sebenarnya terjadi.2 Sesuai dengan mekanisme terjadinya, lika lecet diklasifikasikan sebagai luka lecet gores (scratch), luka lecet serut (graze), luka lecet tekan (impression) dan luka lecet geser (friction abrasion). -

Luka lecet gores => diakibatkan oleh benda runcing (misalnya kuku jari yang menggores kulit) yang menggesar lapisan permukaan kulit (epidermis) didepannya dan menyebabkan lapisan tersebut terangkat sehingga dapat menunjukkan arah kekerasan yang terjadi.2,7

-

Luka lecet serut => variasi dari luka lecet gores yang daerah persentuhannya dengan permukaan kulit lebih lebar. Arah kekerasan ditentukan dengan melihat letak tumpukan epitel.2

-

Luka lecet tekan => disebabkan oleh penjejakan benda tumpul pada kulit. Karena kulit adalah jaringan yang lentur, maka bentuk kula lecet tekan belum tentu sama dengan bentuk permukaan benda tumpul tersebut, tetapi masih memungkinkan identifikasi benda penyebab yang mempunyai bentuk yang khas.2 Gambaran luka lecet tekan yang ditemukan pada mayat adalah daerah kulit yang

kaku dengan warna lebih gelap dari sekitarnya akibat menjadi lebih padatnya jaringan yang tertekan serta terjadinya pengeringan yang berlangsung pasca kematian.2 -

Luka lecet geser => disebabkan oleh tekananlinier pada kulit disertai gerakan bergeser. Misalnya pada kasus gantung atau jerat serta pada korban pecut. Luka lecet geser yang terjadi semasa hidup mungkin sulit dibedakan dari luka lecet yang terjadi segera pasca kematian.2,7

 Luka robek Merupakan luka terbuka akibat trauma benda tumpul yang menyebabkan kulit teregang ke satu arah dan bila batas elstisitas kulit terlampaui makan akan terjadi robekan pada kulit. Luka ini mempunyai ciri yang umumnya tidak beraturan, tepi atau dinding tidak rata, tampak jembatan jaringan antara kedua tepi luka, bentuk dasar luka tidak beraturan, sering tampak luka lecet atau luka memar di sisi luka.2 Kekerasan benda tumpul yang cukup kuat dapat menyebabkan patah tulang. Bila terdapat lebih dari 1 garis patah tulang yang saling bersinggungan maka garis yang terjadi belakangan akan terhenti pada garis patah yang telah terjadi sebelumnya.2

B. Luka Akibat Kekerasan Tajam Benda-benda yang dapat mengakibatkan luka dengan sifat luka seperti ini adalah benda yang memiliki sisi tajam, baik berupa garis maupun runcing, yang bervariasi dari alat-alat seperti pisau, golok, dan sebagainya hingga keping kaca.2 Gambaran umum luka yang diakibatkannya adalah tepi dan dinding luka yang rata, berbentuk garis, tidak terdapat jembatan jaringan dan dasar luka berbentuk garis atau titik. Luka akibat kekerasan benda tajam dapat berupa luka iris atau luka sayat, luka tusuk dan luka bacok.2 Selain gambaran umum luka di atas, luka iris atau sayat dan luka bacok mempunyai kedua sudut luka lancip dan dalam luka tidak melebihi panjang luka. Sudut luka yang lancip dapat terjadi dua kali pada tempat yang berdekatan akibat pergeseran senjata sewaktu ditarik atau akibat bergeraknya korban. Bila dibarengi gerak memutar, dapat menghasilkan luka yang tidak selalu segaris.2,7 Pada luka tusuk, sudut luka dapat menunjukkan perkiraan benda penyebab, apakah berupa pisau bermata satu atau bermata dua. Bila satu sudut luka lancip dan yang lain tumpul berarti benda penyebabnya adalah benda tajam bermata satu. Bila kedua sudut luka lancip, luka tersebut dapat diakibatkan oleh benda tajam bermata dua. Benda tajam bermata satu dapat menimbulkan luka tusuk dengan kedua sudut luka lancip apabila hanya bagian ujung benda saja yang menyentuh kulit, sehingga sudut luka dbentuk oleh ujung dan sisi tajamnya. Kulit di sekitar luka akibat kekerasan benda tajam biasanya tidak menunjukkan adanya luka lecet atau memar, kecuali bila bagian gagang turut membentur kulit.2 Pada luka tusuk, panjang luka biasanya tidak mencerminkan lebar benda tajam penyebabnya, demikian pula panjang saluran luka biasanya tidak menunjukkan panjang benda tajam tersebut. Hali ini disebabkan oleh faktor elastisitas jaringan dan gerakan korban.2

Penjeratan (strangulation by ligature) Penjeratan adalah penekanan benda asing berupa tali, ikat pinggang, rantai, stagen, kawat, kabel, kaos kaki dan sebagainya, melingkari atau mengikat leher yang makin lama makin kuat, sehingga saluran nafas tertutup. Berbeda dengan gantung diri yang biasanya merupakan kasus bunuh diri, maka penjeratan biasanya adalah kasus pembunuhan. Pada peristiwa gantung, kekuatan jeratnya berasal dari berat tubuhnya, maka pada jeratan dengan tali kekuatan jeratnya berasal dari tarikan pada kedua ujungnya. Dengan kekuatan tersebut, pembuluh darah balik atau jalan nafas dapat tersumbat. Tali yang dipakai sering disilangkan dan sering dijumpai adanya simpul. Jeratan pada bagian depan leher hampir selalu melewati membran yang menghubungkan tulang rawan hyoid dan tulang rawan thyroid. Ada 3 mekanisme kematian pada jerat , yaitu : 1. Asfiksia Terjadi akibat terhambatnya aliran udara pernafasan. Merupakan penyebab kematian yang paling sering. 2. Iskemia Serebral Iskemia serebral disebabkan oleh penekanan dan hambatan pembuluh darah arteri (oklusi arteri) yang menyebabkan terhambatnya aliran darah ke otak. Gambar dibawah menunjukkan gambaran rontgen pada wanita yang berupaya bunuh diri dengan gantung. 3. Syok Vasovagal Perangsangan pada sinus caroticus menyebabkan refleks vagal yang menyebabkan henti jantung.

Cara kematian pada kasus jerat diantaranya adalah: 1. Pembunuhan (paling sering). Pembunuhan pada kasus jeratan (strangulation by ligature) dapat kita jumpai pada kejadian infantisid dengan menggunakan tali pusat, psikopat yang saling menjerat, dan hukuman mati(zaman dahulu). 2. Kecelakaan Kecelakaan pada kasus jeratan (strangulation by ligature) dapat kita temukan pada bayi yang terjerat oleh tali pakaian, orang yang bersenda gurau dan pemabuk. Vagal reflex menjadi penyebab kematian pada orang yang bersenda gurau 3. Bunuh diri. Bunuh diri pada kasus jeratan (strangulation by ligature) mereka lakukan dengan cara melilitkan tali secara berulang dimana satu ujung difiksasi dan ujung lainnya ditarik.

Antara jeratan dan leher mereka masukkan tongkat lalu mereka memutar tongkat tersebut.

Gambaran Post Mortem Penjeratan 1. Pemeriksaan Luar Jenazah Pada pemeriksaan luar hasil gantung diri didapatkan: a. Tanda Penjeratan Pada Leher - Tanda penjeratan jelas dan dalam, semakin kecil tali maka tanda penjeratan semakin jelas dan dalam - Bentuk jeratan berjalan mendatar/horizontal Alur jeratan pada leher korban berbentuk lingkaran. Alur jerat biasa disertai luka lecet atau luka memar disekitar jejas yang terjadi karena korban berusaha membuka jeratan tersebut. - Tanda penjeratan berwarna coklat gelap dan kulit tampak kering, keras dan mengkilat - Pada tempat dimana terdapat simpul tali yaitu pada kulit bagian bawah telinga,tampak daerah segitiga pada kulit dibawah telinga. Pinggiran jejas jerat berbatas tegas

dan tidak terdapat

tanda-tanda abrasif. Jumlah tanda

penjeratanterkadang pada leher terlihat dua buah atau lebih bekas penjeratan. Hal ini menujukan bahwa tali dijeratkan ke leher sebanyak dua kali. b. Tanda-tanda Asfiksia Tanda-tanda umum asfiksia diantaranya adalah sianosis, kongesti vena dan edema. Sering ditemukan adanya buih halus pada jalan nafas. c. Lebam Mayat Lokasi timbulnya lebam mayat tergantung dari posisi tubuh korban setelah mati.

2. Pemeriksaan Dalam Jenazah Pada pemeriksaan dalam akibat peristiwa jerat didapatkan : a. Lapisan dalam dan bagian tengah pembuluh darah mengalami laserasi ataupun ruptur. b. Tanda-tanda Asfiksia  Terdapat bintik perdarahan pada pelebaran pembuluh darah,  Terdapat buih halus di mulut  Didapatkan darah lebih gelap dan encer akibat kadar CO2 yang meninggi.

c. Terdapat resapan darah pada jaringan dibawah kulit dan otot d. Terdapat memar atau ruptur pada beberapa keadaan. Kerusakan otot ini lebih sering dihubungkan dengan tindak kekerasan. e. Pada pemeriksaan paru-paru sering ditemui edema paru. f. Jarang terdapat patah tulang hyoid atau kartilago cricoid.

Tabel 1. Perbedaan Kasus Gantung Diri dan Kasus Jerat. Kasus Gantung

Kasus Jerat

(bunuh diri)

(pembunuhan)

Simpul hidup

Simpul

Simpul

dapat

Simpul mati dikeluarkan Simpul sulit dikeluarkan melalui

melalui kepala(tidak terikat kepala (terikat kuat) kuat) Jumlah lilitan penjerat

Bisa lebih dari 1 lilitan

Biasanya 1 buah lilitan

Arah

Serong ke atas

Mendatar/horizontal

Jarak

titik

tumpu- Jauh

simpul

Dekat

Berbentuk

‘v’

(lingkaran Berbentuk lingkaran penuh

terputus) Lokasi jejas

Lebih tinggi

Lebih rendah

Jejas jerat

Meninggi ke arah simpul

Mendatar

Luka perlawanan

-

+

Luka lain-lain

Biasanya

ada,

mungkin Ada, sering di daerah leher

terdapat luka percobaan lain Karakteristik simpul

Jejas simpul jarang terlihat

Terlihat jejas simpul

Simpul hidup

Simpul

Simpul

dapat

dikeluarkan Simpul sulit dikeluarkan melalui

melalui kepala(tidak terikat kepala (terikat kuat) kuat)

Lebam mayat

Pada bagian bawah tubuh

Tergantung posisi tubuh korban

Lokasi

Tersembunyi

Bervariasi

Kondisi

Teratur

Tidak teratur

Pakaian

Rapi dan baik

Tidak teratur, robek

Terkunci dari dalam

Ruangan

Tidak teratur, terkunci dari luar

Pemeriksaan Luka Akibat Kekerasan Tajam Pada kematian akibat kekerasan, pemeriksaan terhadap luka harus mengungkapkan hal-hal seperti: a) Penyebab luka -

Memeperhatikan morfologi luka yang seringkali memberi petunjuk tentang benda yang mengenai tubuh.

b) Arah kekerasan -

Luka lecet dan luka robek dapat menentukan arah kekerasan sehingga penting untuk rekonstruksi terjadinya perkara. Pada luka yang menembus kedalam tubuh, perlu ditentukan arah serta jalannya saluran luka dalam tubuh mayat.

c) Cara terjadinya luka -

Dilihat apakah luka akibat dari pembunuhan, kecelakaan atau bunuh diri. Luka akibat pembunuhan biasanya tersebar di seluruh tubuh dan ada daerah terbuka atau daerah tertutup seperti leher, ketiak, lipat siku dan sebagainya. Seringkali juga ditemukan luka tangkis pada korban pembunuhan. Pada kecelakaan luka lebih ditemukan di daerah yang terbuka disbanding daerah tertutup. Pada korban bunuh diri pula, luka menunjukkan sifat luka percobaan atau tentative wounds yang mengelompok dan berjalan kurang lebih sejajar. 12

d) Hubungan antara luka yang ditemukan dengan sebab mati -

Pada korban kekerasan harus dibuktikan bahwa kematian terjadi semata-mata akibat kekerasan yang menyebabkan luka. Harus juga dipastikan luka yang ditemukan adalah luka intravital yaitu yang terjadi sewaktu korban masih hidup. Tanda intravitalitas luka berupa reaksi jaringan terhadap luka seperti resapan darah, proses penyembuhan luka, sebukan sel radang dan lain-lain perlu diperhatikan.

e) Pemeriksaan intravital (perlukaan yang terjadi saat korban masih hidup atau sesudah mati) Pada bagian luka, sedikit jaringan diambil kemudian dibuat preparat supaya dapat dilihat dengan mikroskop. Dengan menggunakan mikroskopik, akan terlihat : 

Perlukaan intravital positif : adanya reaksi radang pada luka



Perlukaan intravital negatif : tidak adannya reaksi radang pada luka.

Reaksi radang itu adalah apabila sel darah merah didapati menyebar, sebukan sel radang akut atau polimonuclear terdapat pada jaringan. Selain itu didapati jugak migrasi sel perisit dari dinding kapiler ke jaringan sekitar/parenkim dengan perwarnaan Toludine Blue.

Visum et Repertum Visum et Repertum adalah keterangan yang dibuat dokter atas permintaan penyidik yang berwenang mengenai hasil pemeriksaan medis terhadap manusia, hidup maupun mati, ataupun bagian/diduga bagian tubuh manusia, berdasarkan keilmuannya dan di bawah sumpah untuk kepentingan peradilan.2 Penegak hukum mengartikan Visum et Repertum sebagai laporan tertulis yang dibuat dokter berdasarkan sumpah atas permintaan yang berwajib untuk kepentingan peradilan tentang segala hal yang dilihat dan ditemukan menurut pengetahuan yang sebaik-baiknya. Sedangkan Visum et Repertum dibuat berdasarkan Undang-Undang yaitu pasal 120, 179 dan 133 KUHAP dan dokter dilindungi dari ancaman membuka rahasia jabatan meskipun Visum et Repertum dibuat dan dibuka tanpa izin pasien, asalkan ada permintaan dari penyidik dan digunakan untuk kepentingan peradilan. Ada beberapa jenis Visum et Repertum, yaitu: 1. Visum et Repertum Perlukaan atau Keracunan 2. Visum et Repertum Kejahatan Susila 3. Visum et Repertum Jenazah 4. Visum et Repertum Psikiatrik.2 Tiga jenis visum yang pertama adalah Visum et Repertum mengenai tubuh atau raga manusia yang berstatus sebagai korban, sedangkan jenis keempat adalah mengenai mental atau jiwa tersangka atau terdakwa atau saksi lain dari suatu tindak pidana. Visum et Repertum perlukaan, kejahatan susila dan keracunan serta Visum et Repertum psikiatri adalah visum untuk manusia yang masih hidup sedangkan Visum et Repertum jenazah adalah untuk korban yang sudah meninggal. Keempat jenis visum tersebut dapat dibuat oleh dokter yang mampu, namun sebaiknya untuk Visum et Repertum psikiatri dibuat oleh dokter spesialis psikiatri yang bekerja di rumah sakit jiwa atau rumah sakit umum.2 Meskipun tidak ada keseragaman format, namun pada umumnya Visum et Repertum memuat hal-hal sebagai berikut: 1. Pembukaan: 

Kata “Pro Justisia” artinya untuk peradilan



Tidak dikenakan materai



Kerahasiaan

2. Pendahuluan: berisi landasan operasional ialah obyektif administrasi: 

Identitas penyidik (peminta Visum et Repertum, minimal berpangkat Pembantu Letnan Dua)



Identitas korban yang diperiksa, kasus dan barang bukti



Identitas TKP dan saat/sifat peristiwa



Identitas pemeriksa (Tim Kedokteran Forensik)



Identitas saat/waktu dan tempat pemeriksaan

3. Pelaporan/inti isi: 

Dasarnya obyektif medis (tanpa disertai pendapat pemeriksa)



Semua pemeriksaan medis segala sesuatu/setiap bentuk kelainan yang terlihat dan diketahui langsung ditulis apa adanya (A-Z)

4. Kesimpulan: landasannya subyektif medis (memuat pendapat pemeriksa sesuai dengan pengetahuannya) dan hasil pemeriksaan medis. 5. Penutup: landasannya Undang-Undang/Peraturan yaitu UU no. 8 tahun 1981 dan LN no. 350 tahun 1937 serta Sumpah Jabatan/Dokter yang berisi kesungguhan dan kejujuran tentang apa yang diuraikan pemeriksa dalam Visum et Repertum tersebut.2

Pemeriksaan Mayat dan Interpretasi Temuan Pemeriksaan : 

Mati Somatis (mati klinis) : Terjadi akibat terhentinya fungsi ketiga system penunjang kehidupan, yaitu susunan saraf pusat, system kardiovaskuler dan system pernapasan, yang menetap. Secara klinis tidak ditemukan refleks-refleks, EEG mendatar, nadi tidak teraba, denyut jantung tidak terdengar, tidak ada gerak pernapasan dan suara nafas tidak terdengar pada auskultasi.

Traumatologi 

Resapan darah yang luas di daerah kepala : bisa di karenakan cedera kepala oleh benda tumpul.



Wajah mayat terdapat bengkak dan memar (hematom) : suatu perdarahan dalam jaringan bawah kulit/kutis akibat pecahnya kapiler dan vena, yang di sebabkan oleh

kekerasan benda tumpul. Luka memar kadangkala memberi petunjuk tenteng benda penyebanya dan umur luka memarnya. 

Jejas jerat yang melingkari leher dengan simpul di daerah kiri belakang yang membentuk sudut ke atas : penekanan benda asing berupa tali, ikat pinggang kain dan sebagainya yg dapat melingkari leher yang bisa menyababkan kematian akibat asfiksia atau refleks vagal. Beda dengan gantung diri, semua arteri leher mngkn tertekan. Sedangkan pada kasus jerat arteri vertebralis tetap paten. Sedangka simpul bisa di karenakan di gantung oleh pelaku penjeratan terhadap korban.



Patah ujung rawan gondok : bisa dikarena penjeratan atau karena simpul



Punggung terdapat memar berbentuk dua garis sejajar (railway hematome) : bisa menggambarkan benda yang di pakai untuk memukul seperti kayu, gagang rotan dan gagang sapu.



Daerah paha di sekitar kemaluannya terdapat beberapa luka bakarberbentuk bundar berukuran diameter 1 cm : bisa dikarenakan luka sundutan rokok



Di ujung penisnya terdapat luka bakar yang sesuai jejas listrik : gambaran mkaroskopis jejas listrik pada daerah kontak berupa kerusakan lapisan tanduk kulit sebagai luka bakar dengan tepi yang menonjol, disekitarnya terdapat daerah yang pucatdikelilingi oleh kulit yang hiperemi. Bentuknya sering sesuai dengan benda penyebab.



Busa halus di dalam saluran napas dan bintik perdarahan di ke dua paru dan jantung : merupakan tanda-tanda terjadinya asfiksia yang kemungkinan disebabkan oleh karena penjeratan. Busa halus timbul akibat peningkatana akitivitas pernapasan pada fase dispnea yang di sertai sekresi selaput lendir saluran napas bagian atas. Keluar masuknya udara yang cepat dalam saluran sempit akan menimbulkan busa yang kadang-kadang bercmapur darah akibat pecahnya kapiler.

Daftar Pustaka 1. Budiyanto, A.,Widiatmaka, W., Sudiono, S., Winardi, T., Idries, AM., Sidhi, dkk. Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta : Bagian Kedokteran Forensik Universitas Indonesia; 1997: .h.1-10, 25-70. 2. Idries, A.M., Tjiptomartono, A.L. Penerapan Ilmu Kedokteran Forensik Dalam Proses Penyidikan. Jakarta : Sagung Seto; 2008: h. 1-52.

3. Peraturan Perundang-Undangan Bidang Kedokteran. Jilid I. Jakarta : Bagian Kedokteran Forensik Universitas Indonesia; 1994: h.11-6, 37-9. 4. Staf Pengajar Bagian Forensik FKUI. Teknik Autopsi Foresik. Jakarta : Bagian Kedokteran Forensik Universitas Indonesia; 2000: h.7. 5. Mansjoer A, Suprohaita, Wardhani WI, Setiowulan W. Autopsi. Kapita Selekta Kedokteran. Ed.3. Jilid II. Jakarta : Media Aesculapius; 2000.h. 171-82. 6. Idries, A.M. Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik. Ed I. Jakarta : Bina Rupa Aksara; 1997.h. 35-47. 7. Dahlan S. Ilmu kedokteran forensik: Pedoman bagi dokter dan penegak hukum. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro; 2000.h. 141-8.

Related Documents


More Documents from "Annisa Ulfa"