Shema Fix Blok 21.docx

  • Uploaded by: Mikael Clement
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Shema Fix Blok 21.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 3,239
  • Pages: 13
Diabetes Mellitus Tipe Lain ec Cushing Sindrome Shema Suluhpradipta Warella 102016150 Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana, Jakarta, Indonesia Email address: [email protected] Abstrak Kadar glukokortikoid yang terlalu banyak akan mengakibatkan sekumpulan tanda dan gejala yang disebut sindrom Cushing. Kelebihan glukokortikoid dapat berasal dari peningkatan produksi endogen atau paparan yang terlalu lama terhadap penggunaan eksogen dari produk glukokortikoid. Penyebab terbanyak sindrom Cushing adalah disebabkan oleh iatrogenic (exogenous). Sindrom cushing dapat menstimulasi gluconeogenesis di hati dan juga menghambat sensitivitas insulin di hari serta otot. Peningkatan gluconeogenesis ini menyebabkan peningkatan produksi glukosa. Peningkatan glukosa srta resistensi insulin dapat menyebabkan peningkatan kadar glukosa darah yang kemudian dapat menjadi diabetes mellitus. Gejala utama dari sindroma cushing adalah moon face, buffalo hump, striae. Tujuan dari tata laksana sindrom cushing yaitu untuk memperbaiki gejala klinik, menormalkan kadar kortisol, dan kendali jangka panjang tanpa kekambuhan. Kata kunci: Sindrom cushing, glukokortikoid, diabetes mellitus Abstract Glucocorticoid levels that too much will result in a set of signs and symptoms called Cushing's syndrome. Excess glucocorticoids can come from increased endogenous production or prolonged exposure to exogenous use of glucocorticoid products. The most common cause of Cushing's syndrome is caused by iatrogenic (exogenous). Cushing's syndrome can stimulate gluconeogenesis in the day and also inhibit insulin sensitivity in liver and muscles. This increase in gluconeogenesis causes an increase in glucose production. The increase in glucose and insulin resistance can cause an increase in blood glucose levels which can later become diabetes mellitus. The main symptom of Cushing's syndrome is moon face, buffalo hump, striae. The purpose of the management of Cushing's syndrome is to improve clinical symptoms, normalize cortisol levels, and long-term control without recurrence.

Keywords: Cushing's syndrome, glucocorticoids, diabetes mellitus

Pendahuluan Sindrom Cushing (Cushing Syndrome) adalah sekumpulan gejala dan tanda klinis akibat meningkatnya kadar glukokortikoid (kortisol) dalam darah. Pada tahun 1932 Harvey Cushing pertama kali melaporkan sindrom ini dan menyimpulkan bahwa penyebab primer sindrom ini adalah adenoma hipofisis, sehingga penyakit ini disebut penyakit Cushing (Cushing disease). Beberapa tahun kemudian dilaporkan bahwa sindrom seperti ini ternyata juga bisa disebabkan oleh penyebab lain selain adenoma hipofisis dan sindrom ini disebut sindrom Cushing. Penyebab terbanyak sindrom Cushing adalah disebabkan oleh iatrogenic (exogenous). Sindrom cushing dapat menstimulasi gluconeogenesis di hati dan juga menghambat sensitivitas insulin di hari serta otot. Peningkatan gluconeogenesis ini menyebabkan peningkatan produksi glukosa.1 Pembuatan makalah ini bertujuan untuk mengetahui diagnosis dan patofisiologi dari sindrom cushing yang kemudian dapat menyebabkan diabetes mellitus tipe lain. Anamnesis Anamnesis merupakan pemeriksaan yang dilakukan dengan wawancara. Anamnesis dapat dilakukan langsung kepada pasien, yang disebut autoanamnesis, atau dilakukan terhadap orangtua, wali, orang yang dekat dengan pasien, atau sumber lain, yang disebut aloanamnesis.2 Pada kasus ini didapatkan seorang ibu berusia 45 tahun datang ke poliklinik dengan keluhan lemas sejak 2 bulan, disertai cepat haus, lapar, buang air kecil sering. Ibu tersebut mengatakan bahwa pola makannya normal, ia juga mengatakan bahwa ia merupakan pasien diabetes, tidak terdapat hipertensi, terdapat riwayat asma karena ia mengonsumi prednisone (kortikosteroid) setiap hari. Ibunya sendiri bekerja di kantoran,2 Pemeriksaan Fisik Pada pemeriksaan fisik, pertama-tama kita melihat keadaan umum pasien yang ditemukan bahwa keadaan umum dan kesadaan umum pasien. Lalu kita melakukan pemeriksaan tanda-tanda vital pasien yang terdiri dari tekanan darah,

frekuensi nadi, frekuensi pernapasan, dan suhu. Lalu kita melakukan pemeriksaan secara menyeluruh dari mengecek mata, lalu melakukan pemeriksaan fisik toraks dan pemeriksaan fisik abdomen yang berupa inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi. Lalu kita mengecek berat badan, tinggi badan, lingkar perut, lingkar pinggang, dan rasio panggul.3 Pada pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran umumnya compos mentis dan keadaan umum tampak sakit ringan. Dari pemeriksaan tanda-tanda vital didapatkan Tekanan darah 140/80 mmhg, frekuensi nadi 80x/menit, frekuensi pernapasan 20x/menit, didapatkan suhu 36,5oc. Dari pemeriksaan menyeluruh dari muka didapatkan pasien moon face. Dari pemeriksaan fisik toraks tidak ditemukan kelainan dan dari pemeriksaan abdomen ditemukan striae ungu (+). Lalu dari berat badan ditemukan 80 kg, tinggi badan 150 cm, lingkar perut 110 cm, lingkar panggul 85 cm, dan rasio panggul didapatkan lebih dari 1,1 yang menandakan adanya obesitas sentral.3 Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan penunjang pertama yang bisa dilakukan untuk membantu diagnosis diabetes mellitus seperti kadar glukosa darah, HBA1C.3 Pada pemeriksaan kadar glukosa darah dapat digunakan untuk pemeriksaan penyaring, pemeriksaan diagnosis, pemantauan hasil pengobatan dan pengendalian DM. Kriteria diagnosis diabetes adalah apabila GDS >200mg/dl dan GDP >126mg/dl. Pada pemeriksaan HbA1C

merupakan

hemoglobin

terglikosilasi

dan

dikenal

juga

sebagai

glikohemoglobin yang merupakan komponen kecil hemoglobin, bersifat stabil dan terbentuk secara perlahan melalui reaksi non-enzimatik dari hemoglobin dan glukosa. Reaksi non-enzimatik ini berlangsung terus-menerus sepanjang umur eritrosit (kirakira 120 hari). Proses glikosilasi non-enzimatik ini dipengaruhi langsung oleh kadar glukosa darah. Karena eritrosit bersifat permeabel dilalui glukosa maka pengukuran kadar A1C mencerminkan keadaan glikemik selama masa 120 hari. Kadar normal <5,7%.3 Lalu selanjutnya kita melakukan pemeriksaan untuk mengecek adanya permasalahan dari organ adrenal dengan mengecek urine free cortisol (UFC), kortisol saliva dan test supresi dexamethasone. Pada test UFC ini dilakukan dengan urin 24 jam untuk mengetahui jumlah ekskresi kortisol urin dalam periode 24 jam. Pasien tidak boleh mendapat intake cairan berlebihan dan juga tidak mengunakan terapi

glukokortikoid. Kadar normal <40-50 ug/hari. Pada pasien cushing terdapat kenaikan hingga 3 kali lipat. Pada pengukuran kortisol saliva malam hari merupakan salah satu tes yang cukup sensitive. Peningkatan kortisol saliva diantara jam 11 malam hingga tenah malam menjadi gejala abnormal yang dapat ditemukan paling awal. Sekresi kortisol pada waktu ini normalnya sangat rendah tapi pada pasien cushing syndrome terjadi peningkatan. Kadar normal 0,10-0,15 ug/dl. Lalu tes dexamethasone merupakan steroid yang akan menekan produksi kortisol hingga menjadi sangat rendah. Pemeriksaan dilakukan dengan pemberian dexamethasone sebanyak 1 mg pada pukul 11 malam yang kemudian akan diperiksa kortisol serum di esok paginya. Normalnya level kortisol akan menjadi sangat rendah (dibawah 1,8 ug/dl). Pada pemeriksaan radiologi yang biasanya dilakukan adalah MRI dan CT-scan untuk mengetahui penyebab terjadinya sindrom cushing, seperti ada atau tidaknya adenoma adrenal atau sumber ACTH ektopik lainnya.3 Diferential Diagnosis Cushing Sindrome Cushing menggambarkan suatu sindroma yang ditandai khas oleh obesitas tubuh, hipertensi, kelemahan dan keletihan, stria abdominal keunguan, edema, glukosuria. Sindrom Cushing adalah gangguan hormonal yang disebabkan kortisol plasma

berlebihan

dalam

tubuh

(hiperkortisolisme),

baik

oleh

pemberian

glukokortikoid jangka panjang dalam dosis farmakologik (iatrogen) atau oleh sekresi kortisol yang berlebihan akibat gangguan aksis hipotalamus-hipofisisadrenal (spontan).4 Sindrom Cushing iatrogenik dijumpai pada penderita artritis reumatoid, asma, limfoma dan gangguan kulit umum yang menerima glukokortikoid sintetik sebagai agen antiinflamasi. Pada sindrom Cushing spontan, hiperfungsi korteks adrenal terjadi sebagai akibat rangsangan berlebihan oleh ACTH atau sebagai akibat patologi adrenal yang mengakibatkan produksi kortisol abnormal.4,5

Diabetes Mellitus tipe 2 Diabetes mellitus tipe 2 disebabkan karena resistensi insulin yang disertai defek sekresi insulin dengan derajat yang bervariasi. Tipe ini biasanya terjadi pada dewasa yang obesitas diatas usia 40 tahun dan diatasi dengan diet serta latihan

bersama dengan pemberian obat-obatan antidiabetik oral meskipun terapinya dapat pula meliputi pemberian insulin. Penyebabnya bisa bermacam-macam seperti hereditas, lingkungan (infeksi, makanan, toksin, stress), atau perubahan gaya hidup pada orang yang secara genetik rentan. Secara patofisiologinya sendiri bisa karena kerusakan dari sekresi insulin, produksi glukosa yang tidak tepat di dalam hati, atau penurunan sensitivitas reseptor insulin perifer. Selain itu factor genetik merupakan hal yang signifikan dan awitannya dipercepat oleh obesitas serta gaya hidup sedentary (Sering duduk). Diabetes tipe 2 ini dapat dicegah dengan perubahan gaya hidup pada subjek yang berisiko tinggi. Pengurangan asupan kalori makan sekitar 1200-1500 kkal dengan penurunan berat badan mungkin cukup untuk menurunkan kadar gula darah menjadi normal. Namun jika tidak dapat diberikan obat hipoglikemia oral dalam bentuk sulfonylurea atau metformin dalam bentuk tunggal atau kombinasi.6 Hipertiroid Hipertiroidisme didefinisikan sebagai kondisi berupa peningkatan kadar hormon tiroid yang disintesis dan disekresikan oleh kelenjar tiroid melebihi normal. Hipertiroidisme merupakan salah satu bentuk thyrotoxicosis atau tingginya kadar hormon tiroid, T4, T3 maupun kombinasi keduanya, di aliran darah. Peningkatan kadar hormon tiroid menyebabkan paparan berlebihan pada aringan-jaringan tubuh yang menyebabkan munculnya berbagai manifestasi klinik yang terkait dengan fungsi hormon tiroid dalam berbagai proses metabolisme tubuh. Pada anamnesis hipertiroid sendiri biasanya ditanyakan hal yang berhubungan dengan gejala klinis seperti hiperaktivitas, tidak tahan terhadap udara panas, berkeringat berlebihan, palpitasi (berdebar-debar), penurunan berat badan (namun nafsu makan meningkat), diare, tremor (kasar), dan polyuria. Pada pemeriksaan fisiknya sendiri biasanya terdapat exsoftalmus, takikardi, atrial fibrilasi, ginekomastia, tremor, kulit teraba hangat dan lembab, dan otot melemah. Pada pemeriksaan penunjanng hipertiroid sendiri biasanya ditemukan adanya menurunan TSH dan peningkatan FT4 dan pemeriksaan FT3 biasnaya dilakukan jika FT4 normal. hipertiroid sendiri disebabkan oleh beberapa jenis seperti grave disease, toxic adenoma, toxic multinodular goiter, hipertiroidisme sublkinis. Grave disease sendiri merupakan salah satu penyebab utama dari hipertiroid dimana ia merupakan penyakit autoimun, biasanya terdapat riwayat gangguan tiroid pada keluarga, dan juga ada penyakit autoimun lainnya. Toxic adenoma juga bisa menyebabkan hipertiroid dimana terdapat nodul pada tiroid yang menyebabkan

produksi hormon tiroid yang berlebih. Nodul sendiri didefinisikan sebagai masa berupa folikel tiroid yang memiliki fungsi otonom dan sebagian besar nodul yang ditemukan bersifat benign, dan kasus kanker tiroid sangat jarang ditemukan. Toxic multinodular goiter juga merupakan salah satu penyebab hipertiroidisme yang secara patologis mirip dengan toxic adenoma karena ditemukan adanya nodul yang menghasilkan hormone tiroid secara berlebihan. Hal tersebut disebabkan biasanya karena adanya factor genetic dan defisiensi iodin dan dapat dideteksi baik dengan palpasi maupun usg. Selain ketiga jenis di atas, sekitar 1% kasus hipertiroidisme disebabkan hipertiroidisme subklinis. Pada hipertiroidisme sub klinis, kadar TSH ditemukan normal disertai kadar T4 dan T3 bebas atau total yang normal atau tinggi. Pada pasien yang menderita hipertiroidisme subklinis dapat ditemukan gejala klinis sama seperti ketiga jenis diatas.4 Sindrom Metabolik Sindrom metabolik merupakan suatu kumpulan faktor risiko metabolik yang dapat meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular, serta gangguan kesehatan lainnya, seperti diabetes, stroke, perlemakan hati, dan beberapa kanker. Pada anamnesis yang ditanyakan mirip-mirip dengan gejala nya sindrom metabolik memberikan manifestasi klinis berupa hipertensi, hiperglikemi, hipertrigliserida, penurunan HDL, dan obesitas sentral, dan juga ditanyakan riwayat keluarga dan penyakit dahulu, riwayat adanya penurunan berat badan, aktifitas fisik sehari-hari, dan asupan makan tiap hari. Pada pemeriksaan fisik ditemukan adanya peningkatan RLPP atau mengukur LP untuk menilai adanya timbunan lemak perut atau tidak. Pada pemeriksaan penunjang bisa mengecek kadar glukosa dan profil lipid puasa apakah ada peningkatan atau tidak, pemeriksaan tanda-tanda vital, trigliserid, HDL, dan juga bisa USG abdomen untuk mendiagnosis adanya fatty liver. Keadaan ini dipicu oleh overweight dan obesitas, kurangnya aktivitas fisik, dan resistensi insulin. Faktor genetik dan penuaan juga berperan dalam penyebab sindrom metabolic.4

Working Diagnosis

Dari hasil anamnesis pemeriksaan fisik, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang didapatkan bahwa pasien menderita diabetes mellitus tipe lain ec cushing syndrome. Diabetes Mellitus tipe lain adalah akibat defek fungsi sel , defek genetik kerja insulin, penyakit eksokrin pankreas (pankreatitis, trauma, neoplasma, cystic fibrosis, hemokromatosis, pankreatopati fibro kalkulus), endokrinopati (akromegali, sindroma cushing, feokromositoma, hipertiroidisme), diabetes karena obat/zat kimia (glukokortikoid, hormone tiroid, asam nikotinat, pentamidin, vacor, tiazid, Dilantin, interferon), diabetes karena infeksi, imunologi, atau sindoma genetik lain (Sindroma down, klinefelter, tumer, Huntington, chorea, prader willi).4-6 Sindrom cushing merupakan kumpulan abnormalitas klinis disebabkan oleh keberadaan hormon korteks adrenal khususnya kortisol dalam jumlah berlebih atau kortikosteroid yang berkaitan dan hormone androgen serta aldosterone (dalam taraf lebih rendah). Pasien dengan diabetes tipe 2 yang memiliki kadar gula darah yang tidak terkontrol dan juga memiliki hipertensi memiliki resiko tinggi terkena sindrom cushing.4-6 Etiologi Diabetes Mellitus berdasarkan etiologinya dibagi menjadi 3 klasifikasi; Diabetes Mellitus Tipe 1, Diabetes Mellitus Tipe 2, dan Diabetes Mellitus Tipe lain. Sedangkan DM-Tipe 1 merupakan penyakit autoimun atau bisa terjadi secara idiopatik yang menyebabkan defisiensi insulin absolut, DM Tipe-2 berkisar antara resistensi insulin yang predominan dengan defisiensi insulin sampai defek pada sekresi insulin yang predominan dengan resistensi insulin. Namun berbeda pada DM Tipe-3 atau tipe lain, seperti; Defek genetik pada perkembangan sel beta atau ada mutasi lainnya, penyakit eksokrin pankreas (pancreatitis, pancreatectomy, neoplasia, dll.), endokrinopati (akromegali, sindroma Cushing, glucagonoma, hipertiroid, dll.), Iatrogenik atau pengaruh obat/bahan kimia, Infeksi virus pada kongenital, dan lainnya. 5,6 Seperti yang sudah dijabarkan diatas, Sindroma Cushing merupakan salah satu etiologi terjadinya Diabetes Mellitus. Kelebihan glukokortikoid dapat berasal dari peningkatan produksi endogen atau paparan yang terlalu lama terhadap penggunaan

eksogen dari produk glukokortikoid. Sementara sindrom Cushing endogen adalah penyakit langka, Sindrom Cushing Iatrogenik (terkait obat atau faktor eksogen) dari produk glukokortikoid umumnya terlihat dalam praktek klinis. Pada frekuensi terjadinya, sebagian besar kasus Sindroma Cushing disebabkan oleh glococorticoid eksogenik. Prevalensi Cushing Syndrome eksogenik tergantung pada frekuensi dan spektrum kondisi medis yang membutuhkan terapi glukokortikoid pada pasien.7,8 Epidemiologi Prevalensi sindrom cushing yaitu 6,5/100.000 penduduk dengan rerata usia 20-30 tahun. Perbandingan perempuan : laki-laki yaitu 3:1. Sindrom cushing iatrogenik atau sindrom cushing eksogen yang disebabkan karena pemakaian kortikosteroid merupakan penyebab paling terbanyak dari sindrom cushing. Di Indonesia sendiri belum ada data mengenai jumlah penderita sindrom cushing.7

Patofisiologi Bioavailabilitas glukokortikoid adalah antara 60% dan 100%. Lebih dari 90% glukokortikoid

yang

bersirkulasi

mengikat

ikatan

kortikosteroid

globulin

(Corticosteroid Binding Globulin/CBG). Hormon bebas yang tidak terikat dalam sirkulasi berikatan dengan reseptor glukokortikoid (Glucocorticoid Receptors/GR). GR terdiri dari domain ligan terminal karboksi yang mengikat, domain pengikatan DNA dan domain terminal N. Kecuali prednisolon, yang memiliki afinitas untuk CBG yaitu sekitar setengah dari kortisol. Glukokortikoid sintetis lainnya, dibandingkan dengan kortisol, memiliki afinitas yang jauh lebih rendah terhadap CBG.7 Pengikatan glukokortikoid ke GR menghasilkan beberapa proses intraseluler transkripsi gen dan terjemahan yang pada akhirnya menyebabkan beberapa tindakan glukokortikoid pada jaringan. Beberapa glukokortikoid dapat memiliki aktivitas silang dengan mineralocorticoid receptor (MR) karena homologi yang signifikan antara GR dan MR.7 Kelebihan GC menginduksi produksi glukosa yang berlebihan terutama yang bekerja pada tingkat otot, hati, dan skeletal. Di hati, GC meningkatkan produksi glukosa baik secara langsung melalui stimulasi glukoneogenesis dan secara tidak

langsung melalui penghambatan sensitivitas insulin. Dalam otot skeletal, GC meningkatkan produksi glukosa karena perkembangan resistensi insulin, yang bertanggung jawab atas penurunan ambilan glukosa dan penghambatan sintesis glikogen. Perlu dicatat bahwa timbulnya resistensi insulin terkait dengan efek langsung dari GC pada jalur sinyal reseptor insulin atau efek tidak langsung dari GC mengubah fungsi insulin melalui perubahan dalam lipid dan metabolisme protein.7 Gejala klinis Gejala khas diabetes mellitus yaitu poliuria. Kadar glukosa darah yang tinggi menyebabkan banyak buang air kecil, terutama malam hari karena pada malam hari kadar gula dalam darah relative tinggi. Pada penderita DM terjadi hiperglikemi. Salah satu efek dari hiperglikemi ini meningginya kadar glukosa melebihi threshold ginjal melakukan reabsorpsi sehingga terjadi glukosuria. Glukosuria adalah adanya glukosa dalam urin, ini yang akan menginduksi dieresis osmotik sehingga zat non elektrolit dengan cepat dan mudah diekskresikan oleh ginjal serta menarik air. Karena glukosa di dalam urin memiliki aktivitas osmotik, maka air akan tertarik ke dalam urin sehingga menyebabkan poliuria; polidipsi (banyak minum), banyaknya cairan yang keluar melalui kencing menyebabkan penderita merasa haus dan akhirnya banyak minum; polifagia (lapar), insulin bermasalah sehingga sel tubuh tak bisa menyerap ulang dengan baik, hal ini menyebabkan tubuh kekurangan energy dan saat hal ini terjadi otak akan merespon kurang makan; berat badan turun tanpa sebab jelas padahal makan secara normal bahkan berlebihan dapat dicurigai sebagai gejala DM. glukosa dalam darah tidak masuk dalam sel sehingga sel kekurangan bahan bakar untuk menghasilkan tenaga, karena tenaga diperlukan dalam aktivitas maka diambil cadangan lain yaitu sel lemak dan sel otot. Hal ini menyebabkan BB turun karena penderita kehilangan jaringan lemak dan otot.5 Pada Cushing sindrom gejala klinis yang ditimbulkan adalah gejala-gejala klasik yang ditimbulkan pada konsumsi kortikosteroid jangka panjang. Gejala-gejala yang dapat ditimbulkan antara lain; peningkatan jaringan adiposa di wajah (moonfacies), leher bawah (buffalo hump), dan diatas klavikula. Obesitas sentral juga dapat terlihat pada mediastinum dan peritoneum.8 Kelainan kulit yang timbul antara lain plethora wajah terutama pada pipi, striae yang muncul tiba-tiba pada abdomen, bokong, punggung bawah, paha atas, dan

ekstremitas. Dan kelainan kulit lainnya. Ulkus peptikum dapat muncul dengan atau tanpa gejala, terutama pada pasien yang mengkonsumsi glukokortikoid dalam dosis tinggi. Kelemahan otot juga dapat muncul dan pasien dapat terlihat letih dan lesu. Osteoporosis bisa merujuk kepada fraktur dan kifosis, dan kelainan musculoskeletal lainnya. Krisis adrenal juga dapat banyak ditemukan, seperti hipotensi, nyeri abdomen, mual muntah, dan kelainan elektrolit seperti hipoglikemi, hyperkalemia, hyponatremia dan metabolic acidosis.8 Tatalaksana Terapi dari sindrom cushing bisa berupa terapi bedah, radioterapi, dan terapi medik. Sasarannya yaitu untuk memperbaiki gejala klinik, menormalkan kadar kortisol, dan kendali jangka panjang tanpa kekambuhan. Tanpa pengobatan penderita sindroma cushing akan mempunyai prognosis yang kurang baik5,8 

Pembedahan, penderita dengan sindrom cushing yang tidak tergantung ACTH akibat adenoma adrenal dilakukan adrelektomi unilateral. Jika terjadi hyperplasia bilateral, adrelektomi bilateral dapat dikerjakan namun akan mengakibatkan insufisiensi adrenal dan membutuhkan terapi pengganti hormone glukokortikoid dan minerokortikoid sepanjang hidupnya. 5,11



Radioterapi, kini radioterapi menjadi pilihan kedua jika terapi pembedahan gagal. Dengan cara ini remisinya bisa tercapai antara 53-83% dengan kekambuhan sampai 17%. Radioterapi konvensional dan targeted radiosurgery mempunyai

potensi

untuk

eradikasi

tumor

pituitari,

tetapi

kendali

hiperkortisolemia terjadi pada sekitar 50-60% penderita dalam 3-5 tahun, dan mungkin terjadi defisiensi pituitari setelah tindakan. Radioterapi bisa menjadi pertimbangan pilihan pertama pada anak-anak dengan angka remisi sama dengan pembedahan transspenoidal. Namun keefektivan maksimum dari radioterapi baru tercapai selama 1 tahun. Kombinasi dengan farmakoterapi perlu dipertimbangkan jika manifestasi klinik akibat hiperkortisolemia sangat nyata.5,8,10 

Terapi medik, terapi ini dapat diberikan pada pasien dengan komplikasi akut seperti sikosis akut, hipertensi berat, dan infeksi oportunistik. Keadaan yang mengancam jiwa berkaitan dengan sindrom ACTH ektopik dimana membutuhkan penurunan kadar kortisol yang berlebihan dengan cepat.

Biasanya terapi medik digunakan sebelum tindakan pembedahan dengan tujuan mengoptimalkan keadaan penderita untuk memperbaiki katabolisme dan regulasi tekanan darah dan homeostasis glukosa. Selain itu juga penurunan kadar kortisol bisa mengurangi kecenderungan pendarahan pada saat tindakan bedah. Secara umum indikasi dari pengobatan hiperkortisolemia ini adalah jika setelah gagal terapi bedah untuk penderita sindrom cushing tergantung ACTH, penderita metastasis seperti tumor neuroendokrin yang menghasilkan ACTH dan karsinoma adrenokortikal yang menghasilkan kortisol, dan penderita risiko operasi yang tinggi misalnya komorbiditas dan usia lanjut. Kelompok obat yang diberikan yaitu penghambat steroidogenesis adrenal, obat yang bekerja sentral, antagonis reseptor glukokortikoid, dan obat-obat baru yang sedang dikembangkan.5,8

Komplikasi Komplikasi klinis termasuk sindrom metabolik, terdiri dari hipertensi arteri sistemik, obesitas visceral, gangguan metabolisme glukosa, dan dislipidemia; gangguan muskuloskeletal, seperti miopati, osteoporosis, dan fraktur tulang; gangguan neuropsikiatrik, seperti gangguan fungsi kognitif, depresi, atau mania; gangguan fungsi reproduksi dan seksual; dan manifestasi dermatologis, terutama diwakili oleh jerawat, hirsutisme, dan alopecia.9 Prognosis Jika tidak diobati secara adekuat maka secara signifikan akan meningkatkan morbiditas dan mortalitas, serta survival median dari pasien hanya sekitar 4,6 tahun. Dari beberapa studi didapatkan angka kematian sindrom cushing non malignansi sekitar 2-4 kali dibandingkan dengan populasi normal. Sedangkan sindrom cushing dengan penyakit dasar keganasan prognosisnya sangat buruk. Karsinoma adrenal prognosis sangat jelek disamping pembedahan. Usia <40th & jauhnya metastasis juga mempunyai prognosis buruk.1 Kesimpulan

Sebagian kasus Sindrom Cushing disebabkan oleh pemberian glukortikoid. Hal ini harus didasari oleh etiologi serta mekanisme patofisiologi penyakit tersebut, sehingga dapat ditentukan penatalaksanaan yang paling tepat untuk pasien agar prognosisnya baik..

Daftar Pustaka 1. Tarigan TJE. Sindrom cushing dan penyakit cushing. Dalam : Ilmu penyakit dalam. Ed:6. Jilid 2. Jakarta: Interna Publishing; 2014.h.2484-5 2. Gleadle J. At a glance anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta: Erlangga; 2006. H. 42-3. 3. Morton PG. Panduan pemeriksaan kesehatan. Ed 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2005.h. 435-8. 4. Isselbacher KJ, Braudwald E, Wilson JD. Harrison prinsip ilmu penyakit dalam. Volume 5. Edisi 13. Jakarta: EGC;2017: 2176-80 5. Stephen J, McPhess, Maxine A. Current medical diagnosis and treatment. Chapter 26-Cushing Syndrome. New York: McGraw-Hill; 2010. 6. Cox ME, Edelman D. Test for screening and diagnosis of type 2 diabetes. Clinical Diabetes. 2009 Oct; 27(4): 132-138. 7. Pivonello R, Leo DM, Vitale P. Pathophysiology of diabetes mellitus in cushing’s syndrome. Neuroendocrinology. 2010;92(1):77–81 8. Nguyen HCT. Iatrogenic cushing syndrome. Medscape. 2018 October. Available at https://emedicine.medscape.com/article/117365-overview

9. Pivonello R, Isidori AM, Martino MCD. Complications of cushing’s syndrome. The Lancet. 2016 July; 4(7):611-29 10. Findling J. Diagnostic testing for cushing’s syndrome. Cushing’s Support and Research Foundation.2014. Diunduh di https://csrf.net/understandingcushings/diagnostic-testing/

Related Documents

Shema
May 2020 8
Shema
November 2019 8
Shema
November 2019 10

More Documents from "31129605"