BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Halusinasi 2.1.1. Pengkajian Pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan suatu proses
pengumpulan data yang sistematis dari
berbagai sumber untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan pasien ( Nursalam, 2008 ). Sumber data di dapatkan dari pasien, keluarga, anggota tim perawatana kesehatan, catatan kesehatan, pemeriksaan fisik, pemeriksaan diagnostik ( Potter, 2005 ). Dalam melakukan pengkajian pada pasien gangguan persepsi sensori halusinasi pendengaran menggunakan pendekatan bersifat menyeluruh yaitu : 2.1.1.1. Data biologis a. Identitas Klien Nama,
umur,
alamat,
pendidikan,
agama,
status
perkawinan, pekerjaan, jenis kelamin, nomor rekam medik, diagnosa medis. b. Alasan Masuk Menanyakan kepada pasien/keluarga/pihak yang berkaitan dan tulis hasilnya, apa yang menyebabkan pasien datang ke rumah sakit, apa yang sudah di lakukan pasien/keluarga sebelumnya di rumah untuk mengatasi masalah ini dan 5
6
bagaimana hasilnya. pasien dengan halusinasi biasannya di laporkan oleh keluarga bahwa pasien sering melamun, menyendiri, dan terlihat berbicara sendiri serta tertawa sendiri. 2.1.1.2. Riwayat penyakit sekarang Menanyakan riwayat timbulnya gejala gangguan jiwa saat ini, penyebab munculnya gejala, upaya yang di lakukan keluarga untuk mengatasi halusinasi dan bagaimana hasilnya. 2.1.1.3. Faktor predisposisi Menanyakan apakah klien pernah mengalami gangguan jiwa di
masa lalu, pengobatan
yang pernah
di
lakukan
sebelumnya, adanya trauma masa lalu, faktor genetik dan pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan. 2.1.1.4. Pemeriksaan fisik Mengkaji keadaan umum klien, tanda – tanda vital, tinggi badan/berat badan, ada atau tidak keluhan fisik seperti nyeri, pusing, kelelahan, dan stres. 2.1.1.5. Pengkajian psikososial a. Genogram Membuat
genogram
beserta
keterangannya
untuk
mengetahui kemungkinan adanya riwayat genetik yang menyebabkan menurunnya gangguan jiwa.
7
b. Konsep Diri 1). Citra tubuh Bagaimana persepsi pasien terhadap tubuhnya, bagaian tubuhnya yang paling disukai/tidak di sukai. 2). Identitas Diri Bagaimana persepsi tentang status dan posisi pasien sebelum di rawat, kepuasan pasien terhadap posisi tersebut, kepuasan pasien sebagai laki – laki atau perempuan. 3). Peran Bagaimana harapan pasien tentang tubuhnya, posisi, status, tugas/peran yang harapannya dalam keluarga, kelompok, masyarakat dan bagaimana kemampuan pasien dalam melaksanakan tugas/peran tersebut. 4). Ideal Diri Bagaimana harapan pasien terhadap tubuhnya, posisi, status,
tugas/peran
lingkungan.
dan
harapan
pasien
terhadap
8
5). Harga Diri Bagaimana persepsi pasien terhadap dirinya dalam hubungannya orang lain sesuai dengan kondisi dan bagaimana penilaian/penghargaan orang lain terhadap diri dan lingkungan pasien. c. Hubungan Sosial Mengkaji siapa orang yang terdekat dengan pasien, bagaimana
peran
masyarakat
serta
serta
dalam
kegiatan
ada/tidaknya
kelompok,
hambatan
dalam
berhubungan dengan orang lain. d. Spiritual apa agama/keyakinan pasien. bagaimana persepsi, nilai, norma, pandangan dan keyakinan diri pasien, keluarga dan masyarakat setempat tentang gangguan jiwa sesuai dengan norma budaya dan agama yang di anut. e. Status Mental. 1). Penampilan Observasi penampilan umum pasien yaitu penampilan usia, cara berpakaian, sikap tubuh, cara berjalan, ekspresi wajah, kontak mata.
9
2). Pembicaraan Bagaimana pembicaraan yang di dapatkan pada pasien, apakah cepat, keras, gagap, lambat, membisu atau diam. 3). Aktivitas Motorik Aktivitas motorik berkenan dengan gerakan fisik perlu di catat dalam hal tingkat aktivitas, jenis dan isyarat tubuh yang tidak wajar. 4). Afek dan Emosi Afek merupakan nada perasaan yang menyenangkan atau tidak menyenangkan yang menyertai suatu pikiran dan berlangsung relatif lama dan dengan sedikit komponen fisik, kecewa. emosi merupakan manifestasi afek yang di tampilkan di sertai banyak komponen fisiologis dan berlangsung relatif lebih singkat/spontan seperti sedih, ketakutan, putus asa, kuatir atau gembira berlebihan. 5). Interaksi selama wawancara Bagaimana respon pasien selama wawancara, bagaimana kontak mata dengan perawat dan lain – lain.
10
6). Persepsi Sensori Memberikan pertanyaan kepada pasien seperti “apakah anda sering mendengar suara saat tidak ada orang ? apa anda mendengar suara yanng tidak dapat anda lihat ? apa yang anda lakukan oleh suara itu ? memeriksa ada/tidak halusinasi, ilusi. 7). Proses Pikir Bagaimana
proses
pikir
pasien,
bagaimana
alur
pikirannya, misalnya bagaimana isi pikirannya tentang apa yang sering di dengar oleh pasien. 8). Kesadaran Bagaimana tingkat kesadaran pasien menurun atau tidak 9). Orientasi Bagaimana orientasi klien terhadap waktu, tempat dan orang 10). Memori Apakah pasien mengalami gangguan daya ingat
11
11). Tingkat konsentrasi dan berhitung Apakah klien mengalami kesulitan saat berkonsentrasi, bagaimana kemampuan menghitung klien seperti : saat di tanya apakah pasien menjawab pertanyaan sesuai dengan yang di tanyakan oleh perawat. 2.1.2. Langkah kedua dalam tahap asuhan keperawatan adalah menegakkan diagnosa keperawatan yang di alami pasien, diagnosa keperawatan ini merupakan kesimpulan atas pengkajian yang telah di lakukan terhadap pasien. Diagnosa keperawatan yang muncul untuk pasien halusinasi pedengaran ( Iyus yosep, 2011) yaitu : Pohon masalah
Akibat
Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
Gangguan persepsi sensori : halusinasi pendengaran Masalah utama
Isolasi sosial : menarik diri Penyebab
12
2.1.2.1.
Gangguan persepsi sensori : halusinasi pendengaran
2.1.2.2.
Isolasi sosial : menarik diri
2.1.2.3.
Resiko perilaku kekerasan
2.1.3. Perencanaan Semua tindakan yang di lakukan oleh perawat untuk membantu pasien beralih dari status kesehatan saat ini ke status kesehatan yang di uraikan
dalam
status
kesehatan
yang
di
harapkan
( Yosep, 2011 ) yaitu: a. Gangguan sensori persepsi : halusinasi pendengaran 1) Tujuan umum Klien dapat mengendalikan halusinasi 2) Tujuan khusus a) Klien dapat membina hubungan saling percaya b) Klien dapat mengenal halusinasi c) Klien dapat mengontrol halusinasi d) Klien memilih cara mengatasi seperti yang telah di diskusikan e) Klien dapat dukungan dari keluarga dalam upaya pengendalian halusinasi pendengaran f) Klien dapat memanfaatkan obat secara teratur 3) Perencanaan keperawatan a) Bina hubungan saling percaya dengan mengungkapkan prinsip komunikasi terapeutik
13
b) Sapa klien dengan sopan c) Perkenalan diri dengan sopan d) Tanyakan nama klien dengan lengkap e) Jelaskan tujuan pertemuan f) Tunjukan sikap empati g) Beri perhatian pada klien h) Observasi tingkah laku klien tertarik dengan halusinasi pendengaran i) Bantu klien mengenal halusinasi pendengaran j) Diskusi dengan klien situasi yang menimbulkan halusinasi pendengaran k) Identifikasi bersama klien cara tindakan yang dilakukan jika halusinasi pendengaran muncul l) Diskusikan manfaat yang di lakukan klien dan beri pujian pada klien m) Diskusikan cara klien untuk mengendalikan halusinasi pendengaran n) Beri kesempatan klien untuk melakukan cara yang di latih o) Ajarkan
klien
untuk
memberi
tahu
keluarga
jika
mengalami halusinasi pendengaran p) Diskusikan pada keluarga saat tanda dan gejala halusinasi pendengaran muncul
14
q) Cara yang dapat di lakukan untuk mengendalikan halusinasi r) Cara merawat halusinasi pendengaran di rumah, beri kegiatan, jangan biarkan klien sendiri s) Beri reinforcement karena sudah berinteraksi t) Diskusi dengan klien keluarga tentang dosis, frekuensi, dan manfaat obat u) Ajarkan klien minta obat sendiri pada perawat dan merasakan manfaat v) Anjurkan klien bicara minta dokter tentang manfaat, efek samping obat w) Bantu klien minum obat 2.1.4. Pelaksanaan Tahap ini untuk melaksanakan intervensi yang telah di catat dalam rencana perawatan pasien. agar pelaksanaan ini dapat di lakukan tepat waktu dan efektif maka perlu mengidentifikasi prioritas perawatan, memantau dan mencatat respon pasien terhadap setiap tindakan yang di laksanakan serta mendokumentasikan pelaksanaan perawatan (Doenges E Marilyn, dkk, 1999 ). Pelaksanaan keperawatan halusinasi pendengaran dalam upaya pengendalian halusinasi :
15
2.1.4.1.
Klien SP I : a.
Bina Hubungan Saling Percaya
b.
Mengidentifikasi jenis halusinasi pasien
c.
Mengidentifikasi isi halusinasi pasien
d.
Mengidentifikasi frekuensi halusinasi pasien
e.
Mengidentifikasi situasi yang menimbulkan halusinasi
f.
Mengidentifikasi respon pasien terhadap halusinasi
g.
Melatih pasien cara mengatasi halusinasi dengan menghardik
h.
Membimbing pasien memasukan jadwal kegiatan dalam jadwal harian
SP II : a.
Mengevaluasi masalah dan latihan sebelumnya
b.
Melatih
cara
mengatasi
halausinasi
dengan
berbincang dengan orang lain c.
Membimbing pasien memasukkan jadwal kegiatan harian
16
SP III : a.
Mengevaluasi masalah dan latihan sebelumnya
b.
Melatih pasien cara mengatasi halusinasi dengan kegiatan yang biasanya di lakukan pasien
c.
Membimbing pasien memasukan jadwal kegiatan harian
SP IV : a.
Mengevaluasi masalah dan latihan sebelumnya
b.
Menjelaskan cara mengatasi halusinasi dengan minum obat teratur
c. 2.1.4.2.
Membimbing pasien memasukan jadwal kegiatan
Keluarga SP I : a.
Mendiskusikan masalah yang di rasakan keluarga dalam merawat pasien
b.
Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala halusinasi yang di alami pasien beserta proses terjadinya
c.
Menjelaskan cara – cara merawat pasien halusinasi
17
SP II : a.
Melatih keluarga mempraktekan cara merawat pasien dengan halusinasi
b.
Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung kepada pasien halusinasi
SP III : a.
Membantu keluarga membuat jadawal aktivitas di rumah termaksud minum obat
2. 2. Konsep Halusinasi Pendengaran 2.2.1 Defenisi Halusinasi adalah suatu keadaan hilangnya kemampuan individu dalam membedakan antara rangsangan internal dan rangsangan eksternal. Pasien memberi pendapat tentang lingkungan tanpa objek atau rangsangan yang nyata. sebagai contoh pasien mendengar suara – suara tetapi
pada
kenyataannya
tidak
ada
orang
yang
berbicara
( Abdul Muhit, 2015 ). Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa di mana pasien mengalami perubahan persepsi sensori : merasakan sensori palsu berupa suara, penglihatan, pengecapan, perabaan, dan penciuman ( Abdul Muhit, 2015 ). Halusinasi pendengaran adalah mendengar suara atau bunyi yang berkisar dari suara sederhana sampai suara yang berbicara mengenai
18
pasien sehingga pasien berespon terhadap suara atau bunyi tersebut (Stuart, 2007). Berdasarkan bebrapa pengertian di atas, dapat di simpulkan bahwa halusinasi adalah suatu gangguan persepsi sensori tentang suatu objek atau gambaran dan pikiran yang sering terjadi tanpa adanya rangsangan dari
luar
yang
dapat
meliputi
semua
sistem
penginderaan
( Abdul muhit, 2015 ). 2.2.2 Jenis-jenis halusinasi Halusinasi adalah suatu keadaan hilangnya kemampuan individu dalam membedakan antara rangsangan internal dan rangsangan eksternal. pasien memberi pendapat tentang lingkungan tanpa objek atau rangsangan yang nyata. sebagai contoh pasien mendengar suara – suara tetapi
pada
kenyataannya
tidak
ada
orang
yang
berbicara
( Abdul Muhit, 2015 ). Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa di mana pasien mengalami perubahan persepsi sensori : merasakan sensori palsu berupa suara, penglihatan, pengecapan, perabaan, dan penciuman (Abdul Muhit, 2015 ). Halusinasi pendengaran adalah mendengar suara atau bunyi yang berkisar dari suara sederhana sampai suara yang berbicara mengenai pasien sehingga pasien berespon terhadap suara atau bunyi tersebut ( Stuart, 2007 ).
19
Berdasarkan beberapa pengertian di atas, di simpulkan bahwa halusinasi adalah suatu gangguan persepsi sensori tentang suatu objek atau gambaran dan pikiran yang sering terjadi tanpa adanya rangsangan dari
luar
yang
dapat
meliputi
semua
sistem
penginderaan
( Abdul muhit, 2015 ). Karakteristik halusinasi ( stuart, 2005 )
Jenis halusinasi
Karakteristik Mendengar suara – suara atau kebisingan, paling sering mendengar suara orang, suara berbentuk kebisingan yang kurang keras sampai
Pendengaran
kata – kata yang jelas berbicara tentang pasien, pikiran yang di dengan pasien dimana pasien di suruh untuk melakukan sesuatu yang kadang– kadang membahayakan Stimulus visual dalam bentuk kelihatan cahaya, gambaran geometris,
Penglihatan gabaran kartun, bayangan yang bisa menyenangkan atau menakutkan
Penciuman
Mencium bau – bau tertentu yang tidak menyenangkan
Pengecapan
Merasa mengecap rasa sesuatu yang tidak menyenangkan
Perabaan
Men galami nyeri atau ke tidak nyamanan tanpa stimulus yang jelas.
20
2.2.3 Fase-fase halusinasi
Fase halusinasi Fase
I
Comforling Ansietas sedang, halusinasi
Kerakteistik
: 1. Pasien
Perilaku pasien
mengalami
perasaan yang mendalam seperti
kecemasan,
1.Tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai 2. Menggerakkan bibir tanpa suara
kesepian, rasa bersalah, 3. Pergerakan mata yang cepat
takut
4. Respon verbal yang lambat jika
menyenangkan
sedang
asyik
dengan
halusinasinya 5. Diam Fase II
1.Pengalaman sensori yang 1. Peningkatan
condemming
menjijikan
ansietas berat,
menakutkan
halusinasi menjijikan
atau
denyut
jantung,
pernafasan dan tekanan darah
2.Pasien mulai lepas kendali 2. Rentang perhatian menyempit dan
mencoba
untuk
mengambil jarak dirinya dengan sumber yang di persepsikan
21
3.Pasien
mengalami 3. Asyik
kehilangan
tidak
kemampuan membedakan antara
menyenangkan
halusinasi dengan realita 4. Menarik diri dari orang lain
: 1. Pasien
berhenti 1. Kemauan yang di kendalikan
Controlling
melakukan
ansietas
terhadap halusinasi dan
berat,
dan
sensori
orang lain
III
pengalaman
pengalaman sensori yang
sehingga menerik diri dari
Fase
dengan
perlawanan
pengalaman
menyerah pada halusinasi
sensori menjadi
tersebut
halusinasi akan lebih di ikuti 2. Kesulitan berhubungan dengan orang lain 3. Isi halusinasi menjadi atraktif
berkuasa
2. Isi
halusinasi
menjadi 4. Perintah halusinasi di ikut
menarik 3. klien
mengalami
pengalaman kesepian jika
5. Tidak mampu mengikuti perintah dari perawat
halusinasi itu berhenti Fase
IV
:
1. Pengalaman
Conquerting
menjadi
halusinasi
jika
menjadi panik
mengikuti
sensori 1. Perilaku eror akibat panik
mengancam pasien
halusinasi
tidak perintah
2. Isi halusinasi seperti perilaku kekerasan
22
Halusinasi yang di alami pasien bisa berbeda intensitas dan tingkat keparahannya. Menurut Rusdi, 2013 halusinasi berkembang menjadi empat fase yaitu: 2.2.4 Etiologi 2.2.4.1. Faktor predisposisi ( Yosep , 2011 ) a.
Faktor perkembangan Perkembangan pasien yang terganggu misalnya kurangnya mengontrol
emosi
dan
ke
harmonisan
keluarga
menyebabkan pasien tidak mampu mandiri sejak kecil, mudah putus asa dan hilangnya kepercayaan diri. b.
Faktor sosiokultural Seseorang yang merasa tidak di terima di lingkungan sejak kecil akan membekas di ingatannya hingga dewasa dan ia akan merasa di singkirkan, kesepian dan tidak percaya pada lingkungannya.
c.
Faktor psikologis Tipe kepribadian yang lemah dan tidak bertanggung jawab akan mudah terjerumus pada penyala gunaan zat adaptif. pasien lebih memilih kesenangan sesaat dan lari dari alam nyata menuju alam hayal.
23
2.2.4.2. Faktor presipitasi ( Yosep , 2011 ) a.
Dimensi fisik Halusinasi dapat di timbulkan oleh beberapa kondisi fisik seperti kelelahan yang luar biasa, penggunaan obat – obatan, kesulitan untuk tidur dalam waktu yang lama.
b.
Dimensi emosional Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar masalah yang tidak dapat di atasi merupakan penyebab halusinasi itu terjadi. isi dari halusinasi dapat berupa perintah memaksa dan menakutkan, pasien tidak sanggup lagi menentang perintah tersebut sehingga dalam kondisi tersebut pasien berbuat sesuatu terhadap ketakutan tersebut.
c. Dimensi sosial Pasien beranggap hidup sosialisasi di alam nyata sangat membahayakan, pasien asyik dengan halusinasinya seolah olah ia merupakan tempat memenuhi kebutuhan akan interaksi sosial, kontrol diri dan harga diri yang tidak di dapatkan dalam dunia nyata.
24
d. Dimensi spiritual Pasien mulai dengan kemampuan hidup, rutinitas tidak bermakna,
hilangnya
kreativitas
ibadah
dan
jarang
berupaya secara spiritual untuk menyucikan diri. 2.2.5 Tanda dan gejala Pasien halusinasi cenderung menarik diri, sering di dapatkan duduk terpaku dan pandangan mata pada satu arah tertentu, tersenyum atau berbicara sendiri, secara tiba – tiba marah dan menyerang orang lain, gelisah atau melakukan gerakan seperti sedang menikmati sesuatu. Tanda dan gejala menurut Direja, 2011. 2.2.5.1. Halusinasi pendengaran a.
Berbicara sendiri atau tertawa sendiri
b.
Marah – marah tanpa sebab
c.
Mengarahkan telinga ke arah tertentu
d.
Menutup telinga
e.
Mendengar suara yang menyuruh melakukan sesuatu yang berbahaya
25
2.2.5.2.Halusinasi penglihatan a.
Melihat bangunan
b.
Melihat hantu
c.
Menunjuk – nunjuk ke arah tertentu
d.
Ketakutan terhadap sesuatu yang berbahaya
2.2.5.3.Halusinasi pengecapan a. Merasakan rasa seperti darah, urin b. Sering meludah, muntah 2.2.5.4.Halusinasi perabaan a. Merasa adanya serangan di permukaan kulit b. Merasa tersengat listrik 2.2.6 Rentang respon Rentang respon Respon adaptif
Respon maladaptif
26
a. Pikiran logis
a.
dengan pengalaman
a. Gangguan proses pikir
b.
Ilusi
b. Halusinasi
c.
Emosi berlebihan
c. Kerusakan
d.
Perilaku
d. Hubungan sosial harmonis
proses
pikir terganggu
b. Persepsi akurat c. Emosi konsisten
Kadang
biasa e.
Menarik diri
tidak
proses emosi d. Perilaku tidak terorganisir e. Isolasi sosial
2.2.7 Mekanisme koping Mekanisme koping yang sering di gunakan pasien dengan halusinasi (Stuart, 2005 ) 2.2.7.1.
Regresi adalah perilaku yang menjadi malas beraktifitas sehari – hari
2.2.7.2.
Proyeksi adalah mencoba menjelaskan gangguan persepsi dengan mengalihkan tanggung jawab ke pada orang lain atau sesuatu benda
2.2.7.3.
Menarik diri adalah sulit mempercayai orang lain
2.2.7.4.
Keluarga mengingkari masalah yang di alami pasien
27
2.2.8 Validasi informasi tentang halusinasi 2.2.8.1.Validasi informasi tentang halusinasi yang di lakukan meliputi : a.
Isi halusinasi yang di alami oleh pasien. ini dapat di kaji dengan menanyakan suara siapa yang di dengar jika halusinasi yang di alami adalah halusinasi pendengaran. bentuk bayangan bagaimana yang di lihat pasien jika halusinasinya adalah halusinasi penglihatan. bau apa yang di cium jika halusinasinya dalah halusinasi penciuman. rasa apa yang di kecap jika halusinasinya adalah halusinasi pengecapan atau merasakan apa di permukaan tubuh jika halusinasi adalah halusinasi perabaan.
b.
Waktu dan frekuensi halusunasi, ini dapat di kaji dengan menanyakan kepada pasien kapan pengalaman halusinasi muncul, berapa hari sekali, seminggu atau sebulan pengalaman halusinasi itu muncul. informasi ini penting untuk mengidentifikasi pencetus halusinasi dan menetukan bila mana pasien perlu di perhatikan saat mengalami halusinasi
c.
Situasi
pencetus
halusinasi,
perawat
perlu
mengidentifikasi situasi yang di alami pasien sebelum mengalami
halusinasi.
Ini
dapat
di
kaji
dengan
menanyakan kepada pasien peristiwa atau kejadian yang di alami sebelum halusinasi ini muncul. selain itu perawat
28
juga bisa mengobservasi apa yang di alami pasien menjelang munculnya halusinasi untuk memvalidasi pernyataan pasien d.
Respon pasien, untuk menentukan sejauh mana halusinasi mempengaruhi pasien, bisa di kaji dengan menanyakan apa yang di lakukan pasien saat mengalami pengalaman halusinasi.
Apakah
pasien
masih
bisa
mengontrol
pengalaman halusinasi atau sudah tidak berdaya lagi terhadap halusinasi. 2.2.9 Penatalaksanaan medis 2.2.9.1. Penatalaksanaan pada pasien dengan halusinasi : a. Menciptakan lingkungan yang terapeutik Untuk mengurangi tingkat kecemasan, kepanikan dan ketakutan
pasien
akibat
halusinasi,
sebaiknya
pada
permulaan pendekatan di lakukan secara individual dan usahakan agar terjadi kontak mata, kalau pasien bisa di sentuh atau di pegang. pasien jangan di isolasi baik secara fisik maupun emosional. b. Melaksanakan program terapi dokter Sering kali pasien menolak obat yang di berikan sehubungan
dengan
rangsangan
halusinasi
yang
di
terimanya. perawat harus mengamati agar obat yang di
29
berikan betul – betul di minum oleh pasien serta reaksi obat yang di berikan c. Menggali permasalahan pasien dan membantu mengatasi masalah Setelah pasien lebih kooperatif dan komunikatif, perawat dapat menggali masalah pasien yang merupakan penyebab timbulnya halusinasi serta membantu mengatasi masalah yang ada. pengumpulan data ini juga dapat melalui keterangan keluarga pasien atau orang lain yang dekat dengan pasien. d. Memberi aktifitas pada pasien Pasien di ajak mengaktifan diri untuk melakukan gerakan fisik, misalnya berolah raga, bermain atau melakukan kegiatan. kegiatan ini dapat membantu mengarahkan pasien ke kehidupan nyata dan memupuk hubungan dengan orang lain. pasien di ajak menyusun jadwal kegiatan sesuai dengan kebiasaan yang di lakukan pasien. e. Melibatkan keluarga dalam proses perawatan Keluarga sebaiknya di beri tahu tentang data pasien agar ada kesatuan pendapat dalam proses perawatan, misalnya dari percakapan dengan pasien di ketahui bila sedang
30
sendirian dia sering mendengar suara yang mengejek. tapi bila ada orang lain yang di dekatnya suara – suara itu tidak terdengar jelas. perawat menyarankan agar jangan pasien menyendiri dan menyibukkan diri dalam permainan atau aktivitas
yang
ada.
percakapan
ini
hendaknya
di
beritahukan pada keluarga agar tidak membiarkan pasien sendirian dan saran yang di berikan tidak bertentangan. 2.3. Upaya pengendalian halusinasi pendengaran Menurut Keliat, 2009 untuk membantu pasien agar mampu mengatasi halusinasi, perawat dapat melatih pasien dengan menggunakan empat cara yang sudah terbukti dapat mengatasi halusinasi. ke empat cara mengatasi halusinasi adalah sebagai berikut : 2.3.1. Menghardik halusinasi Menghardik halusinasi adalah cara mengendalikan diri terhadap halusinasi dengan cara menolak halusinasi yang muncul. pasien di ajar mengatakan “tidak atau pergi jauh jangan ganggu saya “terhadap halusinasi yang muncul atau tidak memperdulikan halusinasinya. jika ini dapat di lakukan, pasien akan mampu mengendalikan diri dan tidak mengikuti halusinasi yang muncul.
31
2.3.2. Bercakap – cakap dengan orang lain Bercakap – cakap dengan orang lain dapat membantu mengatasi halusinasi. ketika pasien bercakap – cakap dengan orang lain sehingga fokus perhatian pasien akan beralih dari halusinasi ke percakapan yang di lakukan dengan orang lain. 2.3.3. Melakukan aktivitas yang terjadwal Untuk mengurangi resiko halusinasi muncul lagi adalah dengan menyibukan
diri melakukan aktivitas
yang teratur.
dengan
beraktivitas secara terjadwal, pasien tidak akan mengalami banyak waktu luang menyendiri yang sering kali mencetus halusinasi. oleh karena itu, halusinasi dapat di kontrol dengan cara beraktivitas secara teratur dari bangun pagi sampai tidur malam. tahapan intervensi perawat dalam memberikan aktivitas terjadwal, yaitu : 2.3.3.1. Menjelaskan pentingnya aktivitas yang teratur untuk mengatasi halusinansi 2.3.3.2. Mendiskusikan aktivitas yang biasa di lakukan pasien 2.3.3.3. Melatih pasien melakukan aktivitas 2.3.3.4. Menyusun jadwal aktivitas sehari – hari sesuai dengan aktivitas yang telah di latih. upayakan pasien mempunyai aktivitas mulai dari bangun pagi sampai tidur malam.
32
2.3.3.5. Memantau pelaksanaan jadwal kegiatan, memberikan penguatan terhadap perilaku pasien yang positif. 2.3.4. Minum obat secara teratur Minum obat secara teratur dapat mengatasi halusinasi. pasien juga harus di latih minum obat secara teratur sesuai dengan program terapi dokter. pasien gangguan jiwa yang di rawat di rumah sering mengalami putus obat sehingga pasien mengalami kekambuhan. jika kekambuhan terjadi, untuk mencapai kondisi seperti semula akan membutuhkan waktu yang lama. oleh karena itu, pasien harus di latih minum obat sesuai program dan berkelanjutan. berikut ini intervensi yang dapat di lakukan perawat agar pasien patuh minum obat : 2.3.4.1. Jelaskan kegunaan obat 2.3.4.2. Jelaskan akibat jika putus obat 2.3.4.3. Jelaskan cara mendapatkan obat / berobat 2.3.4.4. Jelaskan cara minum obat dengan prinsip 6 benar