LAPORAN PENDAHULUAN, ASUHAN KEPERAWATAN, PATOFISIOLOGI “THYPOID”
DISUSUN OLEH NAMA : MUHRINA NIM
: 70300116041
KEPERAWATAN B
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR 2018
BAB 1 KONSEP MEDIS
A. Defenisi Demam thypoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik yang disebabkan oleh Salmonella thypi yang masih dijumpai secara luas di berbagai negara berkembang yang terutama terletak di daerah tropis dan subtropis. Penyakit ini juga merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting karena penyebarannya berkaitan erat dengan urbanisasi, kepadatan penduduk, kesehatan lingkungan, sumber air dan sanitasi yang buruk serta standar higiene industri pengolahan makanan yang masih rendah (Simanjuntak, 2009). B. Etiologi Etiologi demam thypoid adalah salmonella thypi (S.thypi) 90 % dan salmonella parathypi (S. Parathypi Adan B serta C). Bakteri ini berbentuk batang, gram negatif, mempunyai flagela, dapat hidup dalam air, sampah dan debu. Namun bakteri ini dapat mati dengan pemanasan suhu 60º selama 15-20 menit. Akibat infeksi oleh salmonella thypi, pasien membuat antibodi atau aglutinin yaitu : -
Aglutinin O (antigen somatik) yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal dari tubuh kuman).
-
Aglutinin H (antigen flagela) yang dibuat karena rangsangan antigen H (berasal dari flagel kuman).
-
Aglutinin Vi (envelope) terletak pada kapsul
yang dibuat karena
rangsangan antigen Vi (berasal dari simpai kuman) Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang ditentukan titernya untuk diagnosa, makin tinggi titernya makin besar pasien menderita tifoid. (Aru, 2009) C. Patofisiologi Bakteri Salmonella typhi bersama makanan atau minuman masuk ke dalam tubuh melalui mulut. Pada saat melewati lambung dengan suasana asam (pH < 2) banyak bakteri yang mati. Keadaan-keadaan seperti aklorhidiria, gastrektomi, pengobatan dengan antagonis reseptor histamin H2, inhibitor pompa proton atau antasida dalam jumlah besar, akan mengurangi dosis infeksi. Bakteri yang masih hidup akan mencapai usus halus. Di usus halus, bakteri melekat pada sel-sel mukosa dan kemudian menginvasi mukosa dan menembus dinding usus, tepatnya di ileum dan jejunum. Selsel M, sel epitel khusus yang melapisi Peyer’s patch, merupakan tempat internalisasi Salmonella typhi. Bakteri mencapai folikel limfe usus halus, mengikuti aliran ke kelenjar limfe mesenterika bahkan ada yang melewati sirkulasi sistemik sampai ke jaringan RES di organ hati dan limpa. Salmonella typhi mengalami multiplikasi di dalam sel fagosit mononuklear di dalam folikel limfe, kelenjar limfe mesenterika, hati dan limfe (Soedarmo, Sumarmo S Poorwo, 2012).
Setelah melalui periode waktu tertentu (periode inkubasi) yang lamanya ditentukan oleh jumlah dan virulensi kuman serta respons imun pejamu maka Salmonella typhi akan keluar dari habitatnya dan melalui duktus torasikus masuk ke dalam sirkulasi sistemik. Dengan cara ini organisme dapat mencapai organ manapun, akan tetapi tempat yang disukai oeh Salmonella typhi adalah hati, limpa, sumsum tulang belakang, kandung empedu dan Peyer’s patch dari ileum terminal. Invasi kandung empedu dapat terjadi baik secara langsung dari darah atau penyebaran retrograd dari empedu. Ekskresi organisme di empedu dapat menginvasi ulang dinding usus atau dikeluarkan melalui tinja. Peran endotoksin dalam patogenesis demam tifoid tidak jelas, hal tersebut terbukti dengan tidak terdeteksinya endotoksin dalam sirkulasi penderita melalui pemeriksaan limulus. Diduga endotoksin dari Salmonella typhi menstimulasi makrofag di dalam hati, limpa, folikel limfoma usus halus dan kelenjar limfe mesenterika untuk memproduksi sitokin dan zat-zat lain. Produk dari makrofag inilah yang dapat menimbulkan nekrosis sel, sistem vaskular yang tidak stabil, demam, depresi sumsum tulang belakang, kelainan pada darah dan juga menstimulasi sistem imunologik (Soedarmo, Sumarmo S Poorwo, 2012) D. Manifestasi Klinis 1. Pada kondisi demam, dapat berlangsung lebih dari 7 hari, febris reminten, suhu tubuh berangsur meningkat
2. Ada gangguan saluran pencernaan, bau nafaas tidak sedap,bibir kering pecah-pecah (ragaden), lidah ditutpi selaput putih kotor (coated tongue, lidah limfoid) ujung dan tepinya
kemerahan,
biasanya
disertai
konstipasi, kadang diare, mual muntah, dan jarang kembung). 3. Gangguan kesadaran, kesadaran pasien cenderung turun, tidak seberapa dalam, apatis sampai somnolen, jarang sopor, koma atau gelisah 4. Relaps (kambung) berulangnya gejala tifus tapi berlangsung ringan dan lebih singkat. E. Pemeriksaan Diagnostik 1. Pemeriksaan leukosit Di dalam beberapa literatur dinyatakan bahwa demam typhoid terdapat leukopenia dan limposistosis relatif tetapi kenyataannya leukopenia tidaklah sering dijumpai. Pada kebanyakan kasus demam typhoid, jumlah leukosit pada sediaan darah tepi berada pada batas-batas normal bahkan kadang-kadang terdapat leukosit walaupun tidak ada komplikasi atau infeksi sekunder. Oleh karena itu pemeriksaan jumlah leukosit tidak berguna untuk diagnosa demam typhoid. 2. Pemeriksaan SGOT Dan SGPT SGOT Dan SGPT pada demam typhoid seringkali meningkat tetapi dapat kembali normal setelah sembuhnya typhoid. 3. Biakan darah Bila biakan darah positif hal itu menandakan demam typhoid, tetapi bila biakan darah negatif tidak menutup kemungkinan akan terjadi
demam typhoid. Hal ini dikarenakan hasil biakan darah tergantung dari beberapa faktor : a. Teknik pemeriksaan Laboratorium Hasil pemeriksaan satu laboratorium berbeda dengan laboratorium yang lain, hal ini disebabkan oleh perbedaan teknik dan media biakan yang digunakan. Waktu pengambilan darah yang baik adalah pada saat demam tinggi yaitu pada saat bakteremia berlangsung. b. Saat pemeriksaan selama perjalanan Penyakit Biakan darah terhadap salmonella thypi terutama positif pada minggu pertama dan berkurang pada minggu-minggu berikutnya. Pada waktu kambuh biakan darah dapat positif kembali. c. Vaksinasi di masa lampau Vaksinasi terhadap demam typhoid di masa lampau dapat menimbulkan antibodi dalam darah klien, antibodi ini dapat menekan bakteremia sehingga biakan darah negatif. d. Pengobatan dengan obat anti mikroba Bila klien sebelum pembiakan darah sudah mendapatkan obat anti mikroba pertumbuhan kuman dalam media biakan terhambat dan hasil biakan mungkin negatif. e. Uji Widal Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi (aglutinin). Aglutinin yang spesifik terhadap salmonella
thypi terdapat dalam serum klien dengan typhoid juga terdapat pada orang yang pernah divaksinasikan. Antigen yang digunakan pada uji widal adalah suspensi salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di laboratorium. Tujuan dari uji widal ini adalah untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum klien yang disangka menderita tifoid Uji widal dilakukan untuk mendeteksi adanya antibody terhadap kuman Salmonella typhi. Uji widal dikatakan bernilai bila terdapat kenaikan titer widal 4 kali lipat (pada pemeriksaan ulang 5-7 hari) atau titer widal O > 1/320, titer H > 1/60 (dalam sekali pemeriksaan) Gall kultur dengan media carr empedu merupakan diagnosa pasti demam tifoid bila hasilnya positif, namun demikian, bila hasil
kultur negatif belum
menyingkirkan
kemungkinan tifoid, karena beberapa alasan, yaitu pengaruh pemberian antibiotika, sampel yang tidak mencukupi. F. Pemeriksaan Diagnostik 1. Anti Biotik (Membunuh Kuman) : a. Klorampenicol b. Amoxicilin c. Kotrimoxasol d. Ceftriaxon e. Cefixim 2. Antipiretik (Menurunkan panas) : a. Paracetamol
3. Pasien harus tirah baring absolute sampai 7 hari bebas demam atau kurang lebih dari selama 14 hari. Maksud tirah baring adalah untuk mencegah terjadinya komplikasi perforasi usus. 4. Mobilisasi bertahap bila tidak panas, sesuai dengan pulihnya kekuatan pasien. 5. Pasien dengan kesadarannya yang menurun, posisi tubuhnya harus diubah
pada waktu-waktu tertentu untuk menghindari komplikasi
pneumonia dan dekubitus. 6. Defekasi dan buang air kecil perlu diperhatikan karena kadang-kadang terjadi konstipasi dan diare. 7. Diet a. Diet yang sesuai ,cukup kalori dan tinggi protein. b. Pada penderita yang akut dapat diberi bubur saring. c. Setelah bebas demam diberi bubur kasar selama 2 hari lalu nasi tim d. Dilanjutkan dengan nasi biasa setelah penderita bebas dari demam selama 7 hari (Smeltzer & Bare. 2002).
BAB II KONSEP KEPERAWATAN A. Pengkajian Data dasar pengkajian pasien dengan febris typhoid adalah : 1. Aktivitas atau istirahat
Gejala yang ditemukan pada kasus febris typhoid antara lain kelemahan, malaise, kelelahan, merasa gelisah dan ansietas, cepat lelah dan insomnia. 2. Sirkulasi Tanda takikardi, kemerahan, tekanan darah hipotensi, kulit membrane mukosa kotor, turgor buruk, kering dan lidah pecah-pecah akan ditemukan pada pasien febris typhoid. 3. Integritas ego Gejala seperti ansietas, emosi, kesal dan faktor stress serta tanda seperti menolak dan depresi juga akan ditemukan dalam pengkajian integrits ego pasien. 4. Eliminasi Pengkajian eiminasi akan menemukan gejala tekstur feses yang bervariasi dari lunak sampai bau atau berair, perdarahan per rectal dan riwayat batu ginjal dengan tanda menurunnya bising usus, tidak ada peristaltik dan ada haemoroid. 5. Makanan dan cairan Pasien akan mengalami anoreksia, mual, muntah, penurunan berat badan dan tidak toleran terhadap diet. Dan tanda yang ditemukan berupa penurunan lemak sub kutan, kelemahan hingga inflamasi rongga mulut. 6. Hygiene
Pasien akan mengalami ketidakmampuan mempertahankan perawatan diri dan bau badan.
BAB III
ASUHAHAN KEPERAWATAN A. PENGKAJIAN Data dasar pengkajian pasien dengan febris typhoid adalah : 7. Aktivitas atau istirahat Gejala yang ditemukan pada kasus febris typhoid antara lain kelemahan, malaise, kelelahan, merasa gelisah dan ansietas, cepat lelah dan insomnia. 8. Sirkulasi Tanda takikardi, kemerahan, tekanan darah hipotensi, kulit membrane mukosa kotor,
turgor buruk, kering dan lidah pecah-pecah akan
ditemukan pada pasien febris typhoid. 9. Integritas ego Gejala seperti ansietas, emosi, kesal dan faktor stress serta tanda seperti menolak dan depresi juga akan ditemukan dalam pengkajian integrits ego pasien. 10. Eliminasi Pengkajian eiminasi akan menemukan gejala tekstur feses yang bervariasi dari lunak sampai bau atau berair, perdarahan per rectal dan riwayat batu ginjal dengan tanda menurunnya bising usus, tidak ada peristaltik dan ada haemoroid. 11. Makanan dan cairan Pasien akan mengalami anoreksia, mual, muntah, penurunan berat badan dan tidak toleran terhadap diet. Dan tanda yang ditemukan
berupa penurunan lemak sub kutan, kelemahan hingga inflamasi rongga mulut. 12. Hygiene Pasien akan mengalami ketidakmampuan mempertahankan perawatan diri dan bau badan. 13. Pola istirahat dan tidur selamatsakit paisen merasakan tidak dapat istirahat karena sakit pada perutnya, mual , muntah dan kadang diare. 14. Riwayat psikososial Intrapersonal : perasaan yang dirasakan klien ( cemas atau sedih ).
15.Pemeriksaan Fisik a. Kesadaran dan keadaan umum pasien Kaji kesadaran pasien dari sadar – tidak sadar
mengetahui berat
ringannya prognosis penyakit b. Kaji TTV dan pemeriksaan fisik kepala – kaki (Inspeksi, Auskultasi, palpasi dan perkusi) TD, Nadi, Respirasi, Temperatur yang merupakan tolak ukur dari pasien Kaji penurunan BB, terjadi peningkatan gangguan nutrisi(Nurarif A huda, kusuma H,2013) B. DIAGNOSA 1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak adekuat ( sekunder tidak nafsu makan, mual dan kembung ) 2.
Resiko kurangnya volume cairan berhubungan dengan kurangnya intake cairan dan peningkatan suhu tubuh
3. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi salmonella thypi. 4.
Kurang perawatan diri berhubungan dengan istirahat total.
5. Kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya berhubungan dengan kurang informasi.(Nurarif A huda, kusuma H,2013) C. INTERVENSI KEPERAWATAN NO 1.
2
DIAGNOSA
NOC
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak adekuat ( sekunder tidak nafsu makan, mual dan kembung )
1. Status nutrisi: makanan dan
Resiko kurangnya volume cairan berhubungan dengan kurangnya intake cairan dan peningkatan suhu tubuh.
1. Fluid balance 2. Hydration 3. Nutritional status : food and fluid intake
asupan cairan 2. Asupan nutrisi 3. Kontrol berat badan Kriteria Hasil : Adanya peningkatan BB sesuai dengan tujuan: 1. BB ideal sesuai dengan tinggi badan 2. Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi 3. Tidak ada tanda – tanda malnutrisi 4. Menunjukkan peningkatan fungsi pengecapan dari menelan 5. Tidak terjadi penurunan BB yang berarti
Kriteria Hasil
NIC 1. Kaji keluhan mual,
sakit menelan, dan muntah yang dialami pasien. 2. Kaji cara / bagaimana makanan dihidangkan. 3. Berikan makanan yang mudah ditelan seperti bubur 4. Berikan makana n dalam porsi kecil dan frekuensi sering.
Fluid Management 1. Timbang popok / pembalut jika diperlukan 2. Pertahankan catatatn intake dan output yang akurat
1. Mempertahankan urine output sesuai dengan usia dan BB, BJ urine normal, HTT normal 2. TD, nadi, SB dalam batas normal 3. Tidak ada tanda – tanda dehidrasi, elastisitas turgor kulit baik, membrane mukosa lembab, tidak ada rasa haus yang berlebihan
3.
Thermoregulasi kreiteria hasil: berhubungan 1. Suhu 36 – 37C dengan proses 2. Nadi dan RR dalam rentang normal infeksi salmonella 3. Tidak ada perubahan thypi. warna kulit dan tidak ada pusing, 4. merasa nyaman Hipertermi
3. Monitor status hidrasi 4. Monitor vital sign 5. Monitor masukan makanan / cairan dan itung intake kalori harian 6. Kolaborasikan pembarian cairan IV 7. Monitor status nutrisi 8. Berikan cairan IV pada suhu ruangan 9. Dorong masukan oral 10. Dorong keluarga untuk membatu pasien makan 11. Kolaborasi dengan dokter 12. Atur kemungkinan transfuse 13. Monitor tingkat Hb dan hematoktri 14. Monitor BB 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Monitor suhu sesering mungkin Monitor warna dan suhu kulit Monitor tekanan darah, nadi dan RR Monitor penurunan tingkat kesadaran Monitor WBC, Hb, dan Hct Monitor intake dan output Berikan anti piretik: Kelola Antibiotik
9. Selimuti pasien 10. Berikan cairan intravena 11. Kompres pasien pada lipat paha dan aksila 12. Tingkatkan sirkulasi udara 13. Tingkatkan intake cairan dan nutrisi 14. Monitor TD, nadi, suhu, dan RR 15. Catat adanya fluktuasi tekanan darah 16. Monitor hidrasi seperti turgor kulit, kelembaban membran mukosa 4
Kurang perawatan Self care : Activity of Daily Living (ADLs). diri berhubungan kriteria hasil: dengan istirahat 1. Klien terbebas dari bau badan total 2. Menyatakan kenyamanan terhadap kemampuan untuk melakukan ADLs 3. Dapat melakukan ADLS dengan bantuan
Self Care assistane : ADLs 1. Monitor kemempuan klien untuk perawatan diri yang mandiri. 2. Monitor kebutuhan klien untuk alat-alat bantu untuk kebersihan diri, berpakaian, berhias, toileting dan makan. 3. Sediakan bantuan sampai klien mampu secara utuh untuk melakukan self-care. 4. Dorong klien untuk melakukan aktivitas sehari-hari yang
normal sesuai kemampuan yang dimiliki. 5. Dorong untuk melakukan secara mandiri, tapi beri bantuan ketika klien tidak mampu melakukannya. 6. Ajarkan klien/ keluarga untuk mendorong kemandirian, untuk memberikan bantuan hanya jika pasien tidak mampu untuk melakukannya. 7. Berikan aktivitas rutin sehari- hari sesuai kemampuan.
5
1. Kowlwdge : disease 1. Kaji tingkat process pengetahuan pasien pengetahuan 2. Kowledge : health dan keluarga tentang Behavior 2. Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan kriteria hasil: penyakitnya 1. Pasien dan keluarga bagaimana hal ini berhubungan menyatakan pemahaman berhubungan dengan dengan kurang tentang penyakit, kondisi, anatomi dan fisiologi, prognosis dan program dengan cara yang informasi. pengobatan tepat. 2. Pasien dan keluarga 3. Gambarkan tanda dan mampu melaksanakan gejala yang biasa prosedur yang dijelaskan muncul pada secara benar. penyakit, dengan cara yang tepat Kurangnya
3. Pasien dan keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang dijelaskan perawat/tim kesehatan lainnya
4. Gambarkan proses penyakit, dengan cara yang tepat 5. Identifikasi kemungkinan penyebab, dengan cara yang tepat 6. Sediakan informasi pada pasien tentang kondisi, dengan cara yang tepat 7. Sediakan bagi keluarga informasi tentang kemajuan pasien dengan cara yang tepat 8. Diskusikan pilihan terapi atau penanganan 9. Dukung pasien untuk mengeksplorasi atau mendapatkan second opinion dengan cara yang tepat atau diindikasikan 10. Eksplorasi kemungkinan sumber atau dukungan, dengan cara yang tepat
(Nurarif A huda, kusuma H,2013
DAFTAR PUSTAKA Aru W. Sudoyo. 2009. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Ed V.Jilid III. Jakarta: Interna Publishing Departemen Kesehatan RI. 2009. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2008. Depkes RI, Jakarta Nugroho, Susilo. 2011. Pengobatan Demam Tifoid. Yogyakarta: Nuha Medika Mansjoer, Arif. 2009. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius. Simanjuntak, C. H. 2009. Demam Tifoid, Epidemiologi dan Perkembangan Penelitian. Cermin Dunia Kedokteran No. 83 Sjamsuhidayat. 1998. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi revisi. EGC. Jakarta. Smeltzer & Bare. 2002. Keperawatan Medikal Bedah II. Jakarta: EGC Soedarmo, Sumarmo S Poorwo, dkk. 2012. Buku Ajar Infeksi & Pediatri Tropis. Jakarta: IDAI Widodo, D. 2007. Buku Ajar Keperawatan Dalam. Jakarta: FKUI Hardhi,amin. 2015. Aplikasi nanda nic noc jilid 1. Jogjakarta
Nurarif A huda, kusuma H .2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan NANDA NIC-NOC (Jilid 3). Yogyakarta : Mediaction Publishing