Thypoid 1.docx

  • Uploaded by: Satriantr 10
  • 0
  • 0
  • April 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Thypoid 1.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 2,883
  • Pages: 16
14 disebabkan karena penyediaan air bersih, sanitasi lingkungan dan kebersihan individu dan lingkungan. D. Patofisiologi Kuman Salmonella typosa masuk melalui mulut, setelah melewati aliran selanjutnya akan kedinding usus halus melalui aliran limfa ke kelenjar mesentrium mengadakan multipikasi (bakteremia). Biasanya pasien belum tampak adanya gejala klinik (asimtomatik) seperti mual, muntah, tak enak badan, nafsu makan menurun, pusing karena segera diserbu sel sistem retikulo endotetial. Tetapi kuman masih hidup, selanjutnya melalui duktus toraksikus masuk ke dalam peredaran darah me ngalami bakteremia sehingga tubuh merangsang untuk mengeluarkan sel pirogen akibatnya terjadi lekositopenia. Sel pirogen inilah yang mempengaruhi pusat termoregulasi di hipotalamus sehingga timbul gejala demam dan apabila demam tinggi tidak segera diatasi maka dapat terjadi ga ngguan kesadaran dalam berbagai tingkat. Setelah dari peredaran darah, kuman me nuju ke organ-organ tersebut (hati, limfa, empedu), sehingga timbul peradangan yang menyebabkan membesarnya organ tersebut dan nyeri tekan, terutama pada folikel limfosial dan apabila kuman tersebut dihancurkan oleh sel-sel tersebut maka penyakit berangangsur-angsur mengalami perbaikan dan apabila tidak dihancurkan akan menyebar keseluruh organ sehingga timbul komplikasi dapat memperburuk kondisi pasien. (Rahmat Juwono, 1996). 15 E. Manifestasi Klinik Gejala dapat timbul secara tiba-tib a / berangsur-angsur yaitu antara 10 sampai 14 hari. Mulainya samar-samar bersama nyeri kepala, malaise, anoreksia dan demam, rasa tidak enak di perut dan nyeri di seluruh badan. Minggu pertama keluhan dan gejala serupa dengan penyakit infeksi akut pada umumnya yaitu : demam, nyeri kepala, pusing, nyeri otot, anoreksia, mual, muntah, konstipasi /diare, perasaan tidak enak pada perut, batuk dan epistaksis.

Pada minggu kedua gejala-gejala menjadi lebih jelas yaitu : demam, bradikardi relatif, lidah yang khas (kotor ditengah, tepi dan ujung merah dan tremor), hepatomegali, splenomegali, meteorismus, gangguan mental. (Sarwono, 1996). F. Penatalaksanaan Penalaksanaan thypoid terdiri dari 3 bagian yaitu : 1. Perawatan Penderita thypoid perlu dirawat di rumah sakit untuk isolasi, observasi dan pengobatan. Penderita harus tirah baring absolut sampai minimal 7 hari. Besar demam / kurang lebih selama 14 hari. Maksud tirah baring adalah untuk mencegah komplikasi perdarahan / perforasi usus. Penderita dengan kesadaran menurun, posisi tubuhnya harus diubah-ubah pada waktu tertentu untuk menghindari komplikasi pneumonia hipostaltik dan dekubitus. 16 2. Diet Dimasa lalu penderita tifoid diberi bubur saring, kemudian bubur kasar dan akhirnya nasi sesuai tingkat kesembuhan penderita. Pemberian bubur saring ini dimaksudkan untuk menghindari komplikasi perdarahan usus, karena ada pendapat bahwa ulkus-ul kus perlu diistirahatkan. Banyak penderita tidak menyukai bubur saring karena tidak sesuai dengan selera mereka. Karena mereka hanya makan sedikit dan ini berakibat keadaan umum dan gizi penderita semakin mundur dan masa penyembuhan menjadi lama. Makanan padat dini, yaitu nasi dengan lauk pauk rendah selulosa (pantang sayuran dengan serat kasar) dapat diberikan dengan aman pada penderita tifoid. 3. Obat Obat –obat anti mikroba yang sering dipergunakan ialah: a. Kloramfenikol

Belum ada obat anti mikroba yang dapat menurunkan demam lebih cepat dibandingkan dengan kloramfenikol. Dosis untuk orang dewasa 4x.500 mg sehari oral atau intravena sampai 7 hari bebas demam. Dengan penggunan kloramfenikol, demam pada demam tifoid turun rata-rata sete lah 5 hari. b. Tiamfenikol Dosis dan efektivitas tiamfenikol pada demam thypid sama dengan kloramfenikol komplikasi pada hematologis pada penggunan 17 tiamfenikol lebih jarang dari pada kloramfenikol. Dengan tiamfemikol demam pada demam tifoid turun setelah rata-rata 5-6 hari. c. Ko-trimoksazol (kombinasi dan sulfamitoksasol) Dosis itu orang dewasa, 2 kali 2 tabl et sehari, digunakan sampai 7 hari bebas demam (1 tablet mengandung 80 mg trimitropin dan 400 mg sulfametoksazol). Dengan kontrimoksazol demam pada demam tifoid turun rata-rata setelah 5-6 hari. d. Ampicillin dan Amoksilin Indikasi mutlak pengunaannya adalah pasien demam thypid dengan leokopenia. Dosis yang dianjurkan berkisar antara 75-150 mg/kg berat badan sehari, digunakan sampai 7 hari bebas demam. Dengan ampicillin dan amoksisilin demam pada demam tifoid turun rata-rata setelah 7-9 hari. e. Sefalosforin generasi ketiga Beberapa uji klinis menunjukan sefalo sporin generasi ketiga amtara lain sefiperazon, seftriakson dan cefotaksim efektif untuk demam thypoid, tatapi dan lama pemberian yang oktimal belum diketahui dengan pasti. f. Fluorokinolon Fluorokinolon efektif untuk untuk demam thypoid, tetapi dosis dan lama pemberian yang optimal belum diketahui dengan pasti. 18 Obat-obat Simtomatik

: a. Antipiretika Antipiretika tidak perlu diberikan se cara rutin pada setiap pasien demam thypoid, karena tidak dapat berguna. b. Kortikosteroid Pasien yang toksik dapat diberikan kor tikosteroid oral atau parenteral dalam dosis yang menurun secara bertahap (Tapering off) selama 5 hari. Hasilnya biasanya sangat memuaskan, kesadaran pasien menjadi jernih dan suhu badan cepat turun sampai normal. Akan tetapi kortikosteroid tidak boleh diberikan tanpa indikasi, karena dapat menyebabkan perdarahan intestinal dan relaps. G. Komplikasi Komplikasi yang dapat terjadi dari demam thypoid menurut Rahmat Juwono (1996), adalah: 1. Komplikasi pada usus halus : perdarahan usus, perforasi usus, dan peritonitis. 2. Komplikasi di luar usus halus : bronkhitis dan bronkopneumoni, kolesistitis, thypoid ensefalopati, meningitis, miokarditis, karier kronik. H. Pengkajian Fokus 1. Identitas Didalam identitas meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat, pendidikan, no. registrasi, status perkawinan, agama, pekerjaan, tinggi badan, berat badan, tanggal masuk RS. 19 2. Riwayat kesehatan a. Keluhan utama Pada pasien Thypoid biasanya mengeluh perut merasa mual dan kembung, nafsu makan menurun, panas dan demam. b.

Riwayat penyakit dahulu Apakah sebelumnya pasien pernah mengalami sakit Thypoid, apakah tidak pernah, apakah menderita penyakit lainnya. c. Riwayat penyakit sekarang Pada umumnya penyakit pada pasien Thypoid adalah demam, anorexia, mual, muntah, diare, perasaan tidak enak di perut, pucat (anemi), nyeri kepala pusing, nyeri otot, lidah tifoid (kotor), gangguan kesadaran berupa somnolen sampai koma. d. Riwayat kesehatan keluarga Apakah dalam kesehatan keluarga ada yang pernah menderita Thypoid atau sakit lainnya. 3. Pola-pola Fungsi Kesehatan a. Pola Persepsi dan Pemeliharaan Kesehatan Perubahan penatalaksanaan kese hatan yang dapat menimbulkan masalah dalam kesehatannya. b. Pola nutrisi dan metabolisme Adanya mual dan muntah, penurunan nafsu makan selama sakit, lidah kotor, dan rasa pahit waktu makan sehingga dapat mempengaruhi status nutrisi tubuh. 20 c. Pola aktifitas dan latihan Pasien akan terganggu aktifitasnya akibat adanya kelemahan fisik serta pasien akan mengalami keterbatasan gerak akibat penyakitnya. d. Pola istirahat dan tidur Kebiasaan tidur pasien akan terganggu dikarenakan suhu badan yang meningkat, sehingga pasien merasa gelisah pada waktu tidur. e. Pola Persepsi Sensori dan Kognitif Perubahan kondisi kesehatan dan gaya hidup akan mempengaruhi pengetahuan dan kemampuan dalam merawat diri. f. Pola Hubungan dengan orang lain

Adanya kondisi kesehatan mempengaruhi terhadap hubungan interpersonal dan peran serta menga lami tambahan dalam menjalankan perannya selama sakit. g. Pola reproduksi dan seksualitas Pada pola reproduksi dan seksual pada pasien yang telah atau sudah menikah dan terjadi perubahan. h. Persepsi diri dan konsep diri Didalam perubahan apabila pasien tidak efektif dalam mengatasi masalah penyakitnya. i. Pola mekanisme koping Stress timbul apabila seorang pasien tidak efektif dalam mengatasi masalah penyakitnya. 21 j. Pola Nilai Kepercayaan / Keyakinan Timbulnya distress dalam spiritual pada pasien, maka pasien akan menjadi cemas dan takut akan kematian, serta kebiasaan ibadahnya akan terganggu. 4. Pemeriksaan Fisik a. Keadaan Umum Biasanya pada pasien thypoid mengalami badan lemah, panas, pucat, mual, perut tidak enak, anorexia. b. Kepala dan leher Biasanya pada pasien thypoid yang ditemukan adanya konjungtiva anemia, mata cowong, bibir kering, lidah kotor ditepi dan ditengah merah. c. Dada dan abdomen Didaerah abdomen ditemukan nyeri tekan. d. Sistem integumen Kulit bersih,turgor kulit menurun, pucat, berkeringat banyak. 5. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang pada klien dengan thypoid adalah pemeriksaan laboratorium, yang terdiri dari : a. Pemeriksaan leukosit Didalam beberapa literatur dinyatakan bahwa demam thypoid terdapat leukopenia dan limposistosis relatif tetapi kenyataannya leukopenia tidaklah sering dijumpai. Pada kebanyakan kasus demam thypoid, 23 3) Vaksinasi dimasa lampau Vaksinasi terhadap demam thypoid di masa lampau dapat menimbulkan antibodi dalam darah klien, antibodi ini dapat menekan bakteremia sehingga biakan darah negatif. 4) Pengobatan dengan obat anti mikroba Bila klien sebelum pembiakan darah sudah mendapatkan obat anti mikroba pertumbuhan kuman dalam media biakan terhambat dan hasil biakan mungkin negatif. d. Uji Widal Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi (aglutinin). Aglutinin yang spesifik terhadal salmonella thypi dalam serum klien dengan thypoid juga terdapat pada orang yang pernah divaksinasikan. Antigen yang digunakan pada uji widal adalah suspensi salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di laboratorium. Tujuan dari uji widal adalah untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum klien yang disangka menderita thypoid. Akibat infeksi oleh salmonella thypi, klien membuat antibodi atau aglutinin yaitu : 1) Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal dari tubuh kuman) 2) Aglutinin H, yang dibuat karena rangsangan antigen H (berasal dari flagel kuman) 3) Aglutinin Vi, yang dibuat karena rangsangan antigen Vi (berasal dari simpai kuman) 24 Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang ditentukan titernya untuk diagnosa, makin tinggi titernya makin besar

klien menderita thypoid. Faktor-faktor yang mempengaruhi uji widal : 1) Faktor yang berhubungan dengan klien : a) Keadaan umum : gizi buruk dapat menghambat pembentukan antibodi b) Saat pemeriksaan selama perjalanan penyakit : aglutinin baru dijumpai dalam darah setelah klien sakit 1 minggu dan mencapai puncaknya pada minggu ke-5 atau ke-6 c) Penyakit-penyakit tertentu : ada beberapa penyakit yang dapat menyertai demam thypoid yang tidak dapat menimbulkan antibodi seperti agamaglobulinemia, leukemia dan karsinoma lanjut d) Pengobatan dini dengan antibiotika : pengobatan dini dengan obat anti mikroba dapat menghambat pembentukan antibodi e) Obat-obatan imunosupresif atau kortikosteroid : obat-obat tersebut dapat menghambat terjadinya pembentukan antibodi karena supresi sistem retikuloendotelial f) Vaksinasi dengan tipa : seseorang yang divaksinasi dengan kotipa atau tipa, titer aglutinin O dan H dapat meningkat. Aglutinin O biasanya menghilang setelah 6 bulan sampai 1 tahun, sedangkan titer aglutinin H menurun perlahan-lahan 25 selama 1 atau 2 tahun. Oleh sebab itu titer aglutinin H pada orang yang pernah divaksinasi kurang mempunyai nilai diagnostik. g) Infeksi klien dengan klinis / subklinis oleh salmonella sebelumnya : keadaan ini dapat mendukung hasil uji widal yang positif, walaupun dengan hasil titer yang rendah h) Reaksi anamnesa : keadaan dimana terjadi peningkatan titer aglutinin terhadap salmonella thypi karena penyakit infeksi dengan demam yang bukan thypoid pada seseorang yang

pernah tertular salmonella di masa lalu 2) Faktor-faktor Teknis a) Aglutinasi silang : beberapa spesies salmonella dapat mengandung antigen O dan H yang sama, sehingga reaksi aglutinasi pada suatu spesies dapat menimbulkan reaksi aglutinasi pada spesies yang lain b) Konsentrasi suspensi antigen : konsentrasi ini akan mempengaruhi hasil uji widal c) Strain salmonella yang digunakan untuk suspensi antigen : ada penelitian yang berpendapat bahwa daya aglutinasi suspensi antigen dari strain salmonella se tempat lebih baik dari suspensi dari strain lain 26 I. Pathways keperawatan Air dan makanan yang mengandung kuman Salmonela typhosa Mulut Saluran pencernaan Jaringan tubuh Peradangan Pelepasan zat pytogen Proses termoregulasi tubuh Peningkatan suhu tubuh Hipermetabolisme Output berlebihan Defisit volume cairan Limfoid plague payeri Di ileum terminalis Perdarahan dan perforasi intestinal Lamina propia Kuman masuk aliran limfe mesentrial Menuju limfe dan hati Kuman berkembangbiak Peradangan usus Nyeri tekan Gangguan rasa

nyaman nyeri Demam Usus Proses infeksi Merangsang peristaltik usus Diare Diet rendah serat Penurunan absorbsi pada usus Konstipasi Perasaan tidak enak diperut, mual, muntah, anoreksia Intake tidak adekuat Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan Kelemahan fisik Keterbatasan aktifitas Tirah baring lama Intoleransi aktifitas

(Sumber : Mansjoer, 2000) 26 27 J. Diagnosa Keperawatan 1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual muntah, nafsu makan menurun. 2. Defisit volume cairan berhubungan dengan output yang berlebihan. 3. Gangguan rasa nyaman: nyeri berhubungan dengan nyeri tekan (peradangan pada usus). 4. Gangguan eliminasi BAB : konstipasi berhubungan dengan penurunan absorpsi dinding usus. 5. Gangguan eliminasi BAB : diare berhubungan dengan absorbsi dinding usus sekunder, infeksi salmonella thyposa. 6. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses peradangan pada usus halus.

7. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan fisik. K. Fokus Intervensi dan Rasional 1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual muntah, nafsu makan menurun. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan 3x24 jam pemenuhan kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi. Kriteria Hasil : BB stabil / peningkatan BB, tidak ada tanda malnutrisi, nafsu makan meningkat. Intervensi : a. Timbang berat badan tiap hari. 28 Rasional : Memberikan informasi tentang kebutuhan diet / keefektifan therapi. b. Dorong tirah baring / pembatasan aktivitas selama fase sakit akut. Rasional : Menurunkan kebutuhan metabolik untuk mencegah penurunan kalori dan simpanan energi. c. Anjurkan klien istirahat sebelum makan. Rasional : Menenangkan peristaltik dan meningkatkan energi untuk makan. d. Sediakan makanan dalam ventilasi yang baik, lingkungan menyenangkan, dengan situasi tidak terburu-buru. Rasional : Lingkungan yang menyenangkan menurunkan stress dan lebih kondusif untuk makan. e. Catat masukan dan perubahan symtomologi. Rasional : Memberikan rasa kontrol pada klien dan memberikan kesempatan untuk memilih makanan yang diinginkan, dinikmati, dapat meningkat masukan. f. Berikan nutrisi parental total, therapi IV sesuai indikasi. Rasional : Dapat mengistirahatkan saluran sementara memberikan nutrisi penting. 2.

Defisit volume cairan berhubungan dengan output yang berlebihan. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 2x24 jam kebutuhan cairan terpenuhi. Kriteria Hasil : Mempertahankan volume cairan adekuat. 29 Intervensi : a. Kaji tanda-tanda vital Rasional : Hipotensi, takikardi, demam, dapat menunjukkan respon terhadap efek kehilangan cairan. b. Observasi kulit kering berlebihan dan membran mukosa, penurunan turgor kulit. Rasional : Dapat mengetahui kehilangan cairan berlebihan atau dehidrasi. c. Pertahankan pembatasan per oral, tir ah baring, hindari kerja / batasi aktifitas. Rasional : Kolon diistirahatkan untuk penyembuhan dan untuk menurunkan kehilangan cairan usus. d. Observasi perdarahan dan tes feses tiap hari untuk adanya darah samar. Rasional : Diet tak adekuat dan penurunan absorbsi dapat memasukan defisiensi vitamin K dan merusak koagulasi, potensial resiko perdarahan. e. Berikan cairan parenteral, tranfusi darah sesuai indikasi. Rasional : Mempertahankan istirahat usus akan memerlukan penggantian cairan untuk memperbaiki kehilangan / anemia. 3. Gangguan rasa nyaman, nyeri berhubungan dengan nyeri tekan (peradangan pada usus). 30 Tujuan : Setelah dilakukan tinda kan keperawatan nyeri hilang / berkurang. Kriteria Hasil : Klien hilang / berkurang.

Klien tampak rileks. Intervensi : a. Dorong klien untuk melaporkan nyeri. Rasional : Untuk dapat mentoleransi nyeri. b. Kaji laporan kram abdomen / nyeri, catat lokasi, lamanya intensitas (skala 0-10). Selidiki dan laporkan perubahan karakteristik nyeri. Rasional : Nyeri selama defekasi seiring terjadi pada klien dengan tiba-tiba dimana dapat berat dan tidak dimana dapat berat dan terus menerus. Perubahan pada karakteristik nyeri dapat menunjukkan penyebaran penyakit / terjadi komplikasi. c. Tentukan stres luar, misal keluarga, teman, lingkungan kerja / sosial. Rasional : Stres dapat mengganggu respon saraf otonomik dan mendukung eksasereasi penyakit. Meskipun tujuan kemandirianlah pada klien menjadi penambah stressor. d. Anjurkan klien istirahat / tidur yang cukup. Rasional : Kelelahan karena penyakit cenderung menjadi masalah berarti, mempengaruhi kemampuan mengatasinya. e. Dorong penggunaan ketrampilan manangani stres misal teknik relaksasi, latihan nafas dalam Rasional : Memberatkan kembali perhatian, meningkatkan relaksasi dan meningkatkan kemampuan koping. f. Berikan obat sesuai indikasi. Rasional : Bantuan dalam istirahat psikologi / fisik, menghemat energi, dan dapat menguatkan kemampuan koping. 4. Gangguan eliminasi BAB : konstipasi berhubungan dengan penurunan absorpsi dinding usus. Tujuan : Selama dalam perawatan kebutuhan eliminasi terpenuhi. Kriteria Hasil : Tidak terjadi gangguan pada eliminasi, BAB kembali normal. Intervensi : a. Kaji pola BAB pasien.

Rasional : Untuk mengetahui pola BAB pasien. b. Pantau dan catat BAB setiap hari. Rasional : Mengetahui konsistensi dari feses dan perkembangan pola BAB pasien. c. Pertahankan intake cairan 2-3 liter / hari. Rasional : Memenuhi kebutuhan cairan dan membantu memperbaiki konsistensi feses. d. Kolaborasi dengan ahli gizi pemberian diet tinggi serat tapi rendah lemak. Rasional : Serat menahan enzim pencernaan dan mengabsorbsi air dalam alirannya sepanjang traktus intestinal. 32 e. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat pencahar. Rasional : Obat itu untuk melunakkan feses yang keras sehingga pasien dapat defekasi dengan mudah. 5. Gangguan eliminasi BAB : diare berhubungan dengan absorbsi dinding usus sekunder, infeksi salmonella thyposa. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam klien tidak mengalami diare, BAB normal. Kriteria Hasil : BAB normal 1-2x/hari, konsistensi berbentuk, perut tidak mulas. Intervensi : a. Kaji frekuensi, bau, warna feses. Rasional : Untuk mengetahui adakah perdarahan. b. Observasi tanda dehidrasi. Rasional : Untuk mengetahui tanda dehidrasi. c. Observasi peristaltik usus. Rasional : Untuk mengetahui perubahan peristaltik usus. d. Observasi / monitor intake output cairan. Rasional : Untuk mengetahui balance cairan. e.

Anjurkan klien untuk banyak minum. Rasional : Untuk mengganti cairan tubuh yang hilang melalui diare. f. Hindarkan pemberian makanan / minuman yang dapat menimbulkan diare. Rasional : Mengurangi resiko diare. 33 6. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses peradangan pada usus halus. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan suhu tubuh normal. Kriteria Hasil : Suhu tubuh normal (36-37 o

C). Intervensi : a. Kaji peningkatan suhu. Rasional : Suhu 38,9 menunjukkan proses penyakit infeksi akut. b. Pantau suhu lingkugan, batasi / tambah linen tempat tidur sesuai indikasi. Rasional : Suhu lingkungan / jumlah selimut harus dibatasi untuk mempertahankan suhu mendekati normal. c. Berikan kompres air hangat, hindari penggunaan air es. Rasional : Membantu mengurangi demam (penggunaan air es menyebabkan peningkatan suhu secara actual). d. Kolaborasi pemberian antipiretik. Rasional : Digunakan untuk mengurangi demam. 7. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan fisik. Tujuan : Setelah dilakukan tindak an keperawatan aktifitas seharihari kembali normaldan mengharapkan penurunan rasa letih. Kriteria Hasil : Klien melaporkan kemampuan untuk melakukan aktifitas sehari-hari dan mengharapkan penurunan rasa letih.

34 Intervensi : a. Kaji derajat kelemahan, perhatikan ketidakmampuan untuk berpartisipasi dalam aktivitas sehari-hari. Rasional : Untuk mengetahui tingkat kemampuan klien dalam melakukan aktivitas. b. Berikan lingkungan tenang dan periode istirahat tanpa gangguan, dorong istirahat sebelum makan. Rasional : Menghemat energi untuk istirahat dan regenerasi seluler / penyambungan jaringan. c. Dekatkan alat yang dibutuhkan klien dalam tempat yang mudah dijangkau. Rasional : Untuk menghemat energi klien. d. Ajarkan teknik penghemat energi, misal lebih baik duduk daripada berdiri, penggunaan kursi untuk mandi, dsb. Rasional : Memaksimalkan sediaan energi untuk tugas perawatan diri.

Related Documents

Thypoid
July 2020 7
Thypoid 1.docx
April 2020 8
Askep Thypoid Fix.docx
April 2020 10
Thypoid Bab 123.docx
May 2020 13
Thypoid Fever Bu Cucut.docx
December 2019 9

More Documents from "Afifah Meizayani"

Uuuyu.docx
April 2020 13
Bab 1 Blm.docx
November 2019 8
1. Cover.docx
November 2019 9
Thypoid 1.docx
April 2020 8