Resume.docx

  • Uploaded by: nilamsary
  • 0
  • 0
  • July 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Resume.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 1,072
  • Pages: 7
RESUME KEBIJAKAN TENTANG PERAWATAN PALATIF DI INDONESIA

DISUSUN OLEH NILAM SARI 70300116056 KEPERAWATAN B DOSEN PEMBIMBING :

A. ADRIANA AMAL, S.Kep.,Ns.,M.Kep.

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR 2018

A. Sejarah perkembangan kebijakan perawatan paliatif di Indonesia Di Indonesia perawatan paliatif baru dimulai pada tanggal 19 Februari 1992 di RS Dr. Soetomo (Surabaya), disusul RS Cipto Mangunkusumo (Jakarta), RS Kanker Dharmais (Jakarta), RS Wahidin Sudirohusodo (Makassar), RS Dr. Sardjito (Yogyakarta), dan RS Sanglah (Denpasar). Dari tahun 1992-2010 pelayanan perawatan paliatif baru ada di 6 ibu kota besar yaitu DKI Jakarta, Jawa Barat, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Bali dan Sulawesi Selatan. Di RS Dr. Soetomo perawatan paliatif dilakukan oleh Pusat Pengembangan Paliatif dan Bebas Nyeri. Pelayanan yang diberikan meliputi rawat jalan, rawat inap (konsultatif), rawat rumah, day care, dan respite care. (MENKES, 2007) Kebijakan untuk paliatif care telah dirancang oleh Pemerintah Republik Indonesia melalui Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia, Nomor 604/MENKES/SK/IX/1989, dan telah lebih jelas lagi dengan terbitnya Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 812/MenKes/SK/VII/2007 yang isinya agar setiap rumah sakit menyediakan perawatan paliatif di masing masing rumah sakit untuk meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat. Tetapi pada kenyataannya, perawatan paliatif hanya diterapkan secara optimal di RS. Dr. Soetomo di Surabaya, sedangkan di Rumah sakit lainnya belum efektif. Padahal,perawatan paliatif sangat diperlukan untuk pasien dalam kondisi terminal. Ketika seorang dokter sudah mengvonis bahwa umur pasien sudah tidak lama lagi, penerapan perawatan paliatif dibutuhkan dalam kondisi tersebut agar pasien bisa meninggal dengan damai dan sejahtera. Pada saat ini, penerapan konsep palliative care (perawatan paliatif) belum banyak di Indonesia karena salah satu tantangannya adalah terkait bagaimana para

tenaga kesehatan memandang persoalan kematian pasien. Masih banyak rumah sakit dan instansi kesehatan seperti PUSKESMAS yang belum memahami bahwa seharusnya pasien diberikan perawatan paliatif, terutama untuk pasien dengan stadium lanjut. Perawatan paliatif terhadap pasien yang berada pada kondisi stadium lanjut atau biasa disebut kondisi ‘terminal’ seperti kanker, HIV/AIDS, dan stroke di Indonesia belum optimal. Perawat yang memerankan posisi penting dalam perawatan paliatif masih terkendala baik dari sisi pengetahuan maupun kebijakan. Akibatnya, perawatan paliatif yang seharusnya melibatkan peran keluarga yang cukup besar belum bisa berjalan dengan baik. Pada stadium lanjut, pasien dengan penyakit kronis tidak hanya mengalami berbagai masalah fisik seperti nyeri, sesak nafas, penurunan berat badan, gangguan aktivitas tetapi juga mengalami gangguan psikososial dan spiritual yang mempengaruhi kualitas hidup pasien dan keluarganya. Maka kebutuhan pasien pada stadium lanjut suatu penyakit tidak hanya pemenuhan/pengobatan gejala fisik, namun juga pentingnya dukungan terhadap kebutuhan psikologis, sosial dan spiritual yang dilakukan dengan pendekatan interdisiplin yang dikenal sebagai perawatan paliatif. (MENKES, 2007) Di

bawah

ini

merupakan

Keputusan

Menteri

Kesehatan

No.812/Menkes/Sk/VII/2007 : Menimbang : 1. Bahwa kasus penyakit yang belum dapat disembuhkan semakin meningkat jumlahnya baik pada pasien dewasa maupun anak; 2. Bahwa dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan bagi pasien dengan penyakit yang belum dapat disembuhkan selain dengan perawatan

kuratif dan rehabilitatif juga diperlukan perawatan paliatif bagi pasien dengan stadium lanjut; 3. Bahwa sesuai dengan pertimbangan butir a dan b di atas, perlu adanya Keputusan Menteri Kesehatan tentang Kebijakan Perawatan Paliatif. Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 100, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3495); 2. Undang-undang Nomor 29 tahun 2004, tentang Praktik Kedokteran (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4431); 3. Peraturan

Menteri

Kesehatan

Republik

Indonesia

Nomor

Indonesia

Nomor

159b/Menkes/Per/II/1988 tentang Rumah Sakit; 4. Peraturan

Menteri

Kesehatan

Republik

585/Menkes/Per/IX/1989 tentang Persetujuan Tindakan Medik; 5. Peraturan

Menteri

Kesehatan

Republik

Indonesia

Nomor

1045/Menkes/Per/XI/2006 tentang Pedoman Organisasi RS di Lingkungan Departemen Kesehatan; 6. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 0588/YM/RSKS/SK/VI/1992 tentang Proyek Panduan Pelaksanaan Paliatif dan Bebas Nyeri Kanker; 7. Surat

Keputusan

Pengurus

Besar

Ikatan

Dokter

Indonesia

Nomor

Dokter

Indonesia

Nomor

319/PB/A.4/88 tentang Informed Consent; 8. Surat

Keputusan

Pengurus

336/PB/A.4/88 tentang MATI.

Besar

Ikatan

B. Kebijakan yang telah dilaksanakan dan belum dilaksanakan 1. Kebijakan yang telah dilaksanakan Sejauh ini jika diperhatikan bagaimana penerapan perawatan paliatif yang di terapkan di Indonesia berdasarkan kebijakan yang telah dikeluarkan oleh Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.812/Menkes/Sk/VII/2007, baru beberapa Rumah Sakit yang menerapkannya di Indonesia walaupun hanya satu Rumah Sakit yang sudah menerapkan nya secara optimal, dimana perawatan paliatif dilakukan oleh Pusat Pengembangan Paliatif dan Bebas Nyeri. Pelayanan yang diberikan meliputi rawat jalan, rawat inap (konsultatif), rawat rumah, day care, dan respite care. dan Tata kerja organisasi perawatan paliatif ini bersifat koodinatif dan melibatkan semua unsur terkait dengan mengedepankan tim kerja yang kuat, membentuk jaringan yang luas, berinovasi tinggi, dan layanan sepenuh hati. 2. Kebijakan yang belum dilakukan Dari kebijakan yang telah dikeluarkan oleh Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.812/Menkes/Sk/VII/2007, masih banyak sekali kebijakan yang belum dilakukan, bisa dilihat dari banyaknya RS dan instansi kesehatan di Indonesial hanya 5 RS saja yang sudah menerapkan perawatan paliatif. Masih banyak rumah sakit dan instansi kesehatan seperti PUSKESMAS yang belum menerapkan perawatan paliatif karena kurangnya pemahaman tentang perawatan paliatif, kurang ketegasan dari pemerintah dan tidak meratanya sosialisasi yang dilakukan oleh pemerintah untuk menyebarkan kebijakan tentang perawatan paliatif di daerah-daerah yang ada di Indonesia baik itu di RS, puskesmas, maupun instansi kesehatan lainnya.

Serta kurangnya pemahaman tenaga kesehatn bahwa seharusnya pasien diberikan perawatan paliatif, terutama untuk pasien dengan stadium lanjut. Karena pada stadium lanjut, pasien dengan penyakit kronis tidak hanya mengalami berbagai masalah fisik seperti nyeri, sesak nafas, penurunan berat badan, gangguan aktivitas tetapi juga mengalami gangguan psikososial dan spiritual yang mempengaruhi kualitas hidup pasien dan keluarganya. Maka kebutuhan pasien pada stadium lanjut suatu penyakit tidak hanya pemenuhan/pengobatan gejala fisik, namun juga pentingnya dukungan terhadap kebutuhan psikologis, sosial dan spiritual yang dilakukan dengan pendekatan interdisiplin. C. Rekomendasi mahasiswa untuk perawatan paliatif bisa terlaksana dengan baik Agar perawatan paliatif di Indonesia bisa terlaksana secara merata dan optimal, pemerintah harus menyediakan sarana, prasarana, peralatan kesehatan dan non kesehatan yang lengkap serta melakukan sosialisasi disetiap instansi kesehatan disetiap daerah dan pemerintah harus membangun pusat-pusat pelatih maupun perawatan palitif di setiap instansi kesehatan. Karena dengan adanya penerapan pelatihan maupun perawatan paliatif pada setiap instansi pelayanan kesehatan di Indonesia akan membuat kualitas hidup pasien dengan penyakit terminal lebih memiliki perawatan khusus yang sesuai dengan kebutuhan pasien paliatif. Melalui penerapan perawatan paliatif, secara tidak langsung manfaatnya juga akan dirasakan oleh instansi pelayanan kesehatan seperti Rumah Sakit dan puskesmas, karena dengan adanya perawatan paliatif akan menjadikan pelayanan kesehatan tersebut berfungsi secara efektif dalam segi aspek secara menyeluruh.

Dan juga, manfaat lain yaitu akan membantu pasien maupun keluarga dalam segi pskologisnya.

REFERENSI MENKES RI. (2007). KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 812/Menkes/SK/VII/2007 TENTANG KEBIJAKAN PERAWATAN PALIATIF .

More Documents from "nilamsary"