APORAN ANALISA SINTESA KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PEMBERIAN O 2 MELALUI NON REBREATHING MASK RSUD AMBARAWA SEMARANG Inisial Klien : Ny. I (32 tahun) Dx Medis : Susp CHF No RM : 0918220 Tanggal : 9 Desember 2015, Pukul 15.00 WIB 1. Diagnosa keperawatan dan dasar pemikiran a. Diagnosa DS : DO : - Hasil Pemeriksaan Fisik Paru-Paru: Inspeksi Frekuensi napas klien 30x/ menit; reguler; napas pendek, cepat, dan dangkal, ada retraksi intercostalis, ada gerakan otot bantu pernapasan saat klien bernapas, pengembangan paru kurang maksimal. Palpasi Ekspansi paru kanan dan kiri sama Perkusi Tidak terdengar bunyi dullness pada seluruh lapang paru Auskultasi Terdengar ronchy basah kasar di area basal paru kanan dan kiri. - Saturasi O 2 : 90% - Tanda-tanda vital dengan TD: 90/50 mmHg, RR: 40 x/menit, HR: 110 x/menit teraba lemah dan S: 37,5°C
Diagnosa Keperawatan : Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penumpukan cairan paru akibat oedem b. Dasar Pemikiran Gagal jantung akan mengganggu kemampuan pengosongan ventrikel yang efektif. Kontraktilitas ventrikel kiri yang menurun mengurangi curah sekuncup, dan meningkatkan volume residu ventrikel. Dengan meningkatnya EDV (volume akhir diastolik ventrikel), maka terjadi pula peningkatan tekanan akhir diastolik ventrikel kiri (LVEDP). Derajat peningkatan tekanan tergantung dari kelenturan ventrikel. Dengan meningkatnya LVEDP, maka terjadi pula peningkatan tekanan atrium kiri (LAP) karena atrium dan ventrikel berhubungan langsung selama diastol. Peningkatan LAP diteruskan ke belakang kedalam anyaman vaskuler paru-paru dan meningkatkan tekanan kapiler dan vena paru-paru. Jika tekanan hidrostatik dari anyaman kapiler paru-paru melebihi tekanan onkotik vaskuler, maka akan terjadi terjadi transudasi cairan kedalam intersisial. Jika kecepatan transudasi cairan melebihi kecepatan drainase limfatik, maka akan terjadi edema intersisial. Oleh sebab itu, diperlukan tindakan segera dalam mengatasinya dengan pemberian Non Rebreathing Mask (NRM). Pemakaian NRM merupakan suatu tindakan untuk mencukupi kebutuhan oksigen miokard dan seluruh tubuh mencapai 80-90%. 2. Tindakan keperawatan yang dilakukan Pemberian O 2 10 L/menit melalui non rebreathing mask (Normal pemberiannya: 10-12 L/menit) 3. Prinsip-prinsip tindakan a. Bersih b. Tindakan dilakukan secara tepat dan benar c. Tindakan dilakukan sesuai dengan indikasi/advis dokter d. Prosedur pemberian O2 melalui non rebreathing mask 10 L/menit: 1) Persiapan alat a) Alat non rebreathing mask b) Humidifier dan air aquadest
2) Prosedur tindakan a) Cuci tangan b) Jelaskan tindakan c) Pasangkan alat non rebreathing mask ke saluran humidifier d) Atur tekanan O2 yang akan diberikan yaitu 10 L/menit e) Pasangkan alat non rebreathing mask hingga tepat di hidung dan mulut klien f) Pastikan O2 yang diberikan bisa masuk ke dalam saluran pernapasan klien. 4. Analisa tindakan keperawatan Pemberian oksigen dimaksudkan untuk mensuport transport oksigen yang adekuat dalam darah sehingga jaringan dalam tubuh tidak kekurangan O2.Dengan mempertahankan oksigen jaringan yang adekuat diharapkan masalah gangguan pemenuhan oksigen di miokard dapat teratasi. Faktor yang menentukan oksigenasi jaringan termasuk konsentrasi oksigen alveolar, difusi gas (oksigen) pada membran alveokapilar, jumlah dan kapasitas yang dibawa oleh hemoglobin, dan curah jantung. Pada klien dengan CHF terjadi penurunan COP karena kontraktilitas otot miokard mengalami penurunan, kondisi ini mengakibatkan suplai darah ke jaringan tubuh mengalami penurunan. Pemberian O2 pada klien dengan CHF bertujuan untuk meningkatkan oksigenasi yang adekuat pada miokardium dan jaringan tubuh sehingga suplai O2 untuk metabolisme di jaringan tubuh bisa terpenuhi. Pemberian O2 yang adekuat maka dapat mengurangi kelelahan dan sesak nafas pada klien. Pemberian oksigen lewat non rebreathing mask dimaksudkan untuk mencukupi kebutuhan oksigen miokard dan seluruh tubuh mencapai 80-90%. O2 non rebrething mask 10 L/menit ini cocok untuk pasien CHF dengan disertai komplikasi edema paru karena pola napas klien tidak efektif dan difusi O2 di alveoli paru-paru mengalami gangguan(penimbunan cairan di lapisan pleura). 5. Bahaya yang mungkin muncul Bahaya yang dapat terjadi untuk pemberian O2 yang berlebihan adalah timbulnya kondisi Hipokapneu karena konsentrasi O2 dalam darah yang terlalu tinggi. Sedangkan untuk prosedur yang tidak sesuai dengan teori diantaranya adalah untuk tindakan tidak mencuci tangan dapat memperbesar penularan penyakit, penggunaan nasal kanul yang tidak steril juga memperbesar penularan penyakit melalui secret dari satu pasien ke pasien lain. Penggunaan cairan humidifier yang tidak steril meningkatkan kemungkinan kuman-kuman yang terkandung dalam air akan terhirup oleh klien. 6. Hasil yang di dapat dan maknanya
S:O: - Terdengar bunyi ronkhi basah di kedua lapang paru kanan dan kiri - Hasil pengukuran tanda-tanda vital: TD : 90/50 mmHg, N : 100 kali/menit, RR :32 kali/menit, Suhu : 36.5°C, Saturasi oksigen= 95% A : Masalah belum teratasi P : Lanjutkan intervensi 7. Tindakan lain yang dapat dilakukan untuk mengatasi diagnosa keperawatan di atas: a. Mandiri: 1) Observasi tanda-tanda vital 2) Pertahankan tirah baring dan berikan posisi semi fowler 3) Pantau saturasi oksigen b. Kolaboratif: 1) Pemeriksaan EKG 2) Pemeriksaan BGA 8. Evaluasi Diri Tindakan ini dilakukan sudah sesuai dengan prosedur yang ada. Setelah pemasangan oksigen kaji respon klien dan dilakukan pengambilan BGA. 9. Kepustakaan a. Departemen Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi FKUI. Terapi Inhalasi. Upload: 1 Mei 2009.http://repository.ui.ac.id/contents/koleksi/11/7001abad927d536232531639aaf2b156d9e1ea 62.pdf . Diakses tanggal 10 Desember 2015. b. Kusyati, E. et al. Keterampilan dan prosedur Keperawatan Dasar. Semarang: Kilat Press. 2003. c. Brunner & Suddarth, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, edisi 8, 1997, EGC, Jakarta. d. Doenges E. Marlynn, Rencana Asuhan Keperawatan , 2000, EGC, Jakarta.
e. Gallo & Hudak, Keperawatan Kritis, edisi VI, 1997, EGC, Jakarta f. Noer Staffoeloh et all, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I, 1999, Balai Penerbit FKUI, Jakarta