LAPORAN KASUS
Disusun oleh:
Annisa Fitri Bumantari 1102014032 Pembimbing: dr. Maula N Gaharu, Sp.S KEPANITERAAN KLINIK NEUROLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI RUMAH SAKIT BHAYANGKARA Tk. I R.S. SUKANTO PERIODE 4 MARET – 5 APRIL 2019
IDENTITAS PASIEN Nama
: Ny. M
Jenis kelamin
: Perempuan
Usia
: 64 tahun
Status pernikahan : Menikah Pekerjaan
: Tidak Bekerja
Alamat
: Sawangan
Tanggal masuk RS : 10 Maret 2019 Tanggal pemeriksaan : 11 Maret 2019
Ruang perawatan
: Promoter 4
ANAMNESA Secara autoanamnesis dan alloanamnesis pada tanggal 11 Maret 2019
Keluhan utama Keluhan nyeri kepala kurang lebih sejak 2 minggu SMRS
Keluhan utama Mual, muntah, kaki kanan terasa berat untuk digerakkan, dan susah tidur
ANAMNESA Riwayat Penyakit Sekarang Seorang perempuan berusia 64 tahun datang ke IGD RS POLRI dengan keluhan utama nyeri kepala kurang lebih sejak 2 minggu SMRS serta keluhan tambahan berupa mual, muntah, kaki kanan berat untuk digerakkan dan susah tidur. Sejak kurang lebih 2 minggu SMRS, pasien jatuh terpeleset dirumah karena lantai yang licin dengan posisi jatuh ke kiri dan kepala bagian kiri terbentur lantai. Saat jatuh, pasien mengatakan bahwa sempat terpental sejauh 2 meter dan masih dalam keadaan sadar. Tidak ada kejang dan muntah saat itu namun pasien merasa nyeri kepala. Pasien dibawa ke RSUD Depok dan mendapatkan obat namun gejala masih tetap dirasakan. Saat itu terdapat benjolan di kepala bagian kiri sebesar telur ayam dan terasa nyeri. Pasien juga sempat dibawa ke tukang urut namun gejala tidak membaik.
ANAMNESA Riwayat Penyakit Sekarang Sejak 3 hari SMRS, pasien kembali jatuh terpeleset namun saat jatuh tidak mengenai kepala. Nyeri kepala dirasakan lebih memberat daripada sebelumnya dan kaki kanan terasa berat untuk digerakkan. Sejak 2 hari SMRS, pasien muntah berisi makanan dengan frekuensi 2x sehingga dibawa ke RS Permata. Pasien sempat dirawat inap satu hari, sudah tidak ada muntah namun nyeri kepala masih tetap dirasakan. Sejak 1 hari SMRS, pasien masih merasakan nyeri kepala yang makin memberat sehingga pasien dibawa ke RS POLRI. Nyeri dirasakan diseluruh bagian kepala seperti ditekan benda berat. Nyeri dirasakan terus menerus dab makin diperberat jika pasien membuka mata. Berdasarkan keterangan anak pasien, benjolan pada kepala pasien juga sudah sedikit berkurang daripada sebelumnya, Pasien juga mengeluh susah tidur karena nyeri kepala yang dirasakannya.
ANAMNESA Riwayat Penyakit Dahulu • Riwayat Hipertensi : Disangkal, namun setelah jatuh terpeleset 2 minggu yang lalu tekanan darah pasien menjadi tinggi. • Riwayat Diabetes : (+) sejak 2 tahun yang lalu, rutin mengonsumsi metformin • Riwayat Stroke, Kejang disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga
•
Disangkal adanya sakit serupa
Riwayat Kebiasaan • •
Riwayat Alkohol dan merokok disangkal Pasien adalah seseorang yang aktif bergerak
PEMERIKSAAN FISIK Status Generalisata Kesadaran umum Kesadaran Tanda-tanda vital Tekanan darah Pernafasan Nadi Suhu
: tampak sakit sedang : Somnolen : : 150/90 mmHg : 18 x/menit : 93 x/menit : 36,4 oC
PEMERIKSAAN FISIK Status Generalisata Kepala/ leher Normocephal, rambut hitam dan sedikit beruban di pinggir kepala, distribusi merata, tidak mudah dicabut Terdapat benjolan pada frontoparietalis sinistra sebesar telur puyuh dan nyeri tekan (+) Pembesaran KGB (-) Mata Konjungtiva anemis -/- , Sklera ikterik -/- , RCL +/+ , RCTL +/+ Hidung Bentuk normal, tidak ada deviasi, tidak ada sekret
Mulut Bibir mukosa lembab, faring tidak hiperemis Telinga Bentuk simetris, tidak ada nyeri tekan, tidak hiperemis, tidak terdapat cairan yang keluar.
PEMERIKSAAN FISIK Status Generalisata Thoraks (Cor) • Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat • Palpasi : iktus kordis teraba di ICS V • Perkusi : batas jantung dalam batas normal • Auskultasi : bunyi jantung I/II regular, murmur (-), gallop (-) Thoraks (Pulmo) • Inspeksi : Simetris pada keadaan statis dan dinamis • Palpasi : nyeri tekan (-) • Perkusi : sonor pada kedua lapang paru • Auskultasi : vesikluar +/+, rhonki -/-, wheezing -/-
PEMERIKSAAN FISIK Status Generalisata Abdomen • Inspeksi • Auskultasi • Perkusi • Palpasi
: perut datar, sikatrik (-) : bising usus (+) normal : timpani pada seluruh lapang abdomen : Supel, nyeri tekan (-), hepatomegali (-), splenomegali (-)
Ekstremitas • Akral hangat, sianosis (-), edema (-) pada kedua tungkai, CRT < 2 detik
PEMERIKSAAN FISIK Status Neurologis
• Kesadaran: E2M6V5 GCS 13
Tanda Rangsang Meningeal • • • • •
KAKU KUDUK BRUDZINSKI I LASEGUE SIGN KERNIG SIGN BRUDZINSKI II
: Negatif : Negatif : Negatif : Negatif : Negatif
PEMERIKSAAN FISIK Status Neurologis (Pemeriksaan Saraf Cranialis) N.I N.II Visus Lapang pandang
Kanan Hiposmia
Kiri Normal
1/60
1/60
Tidak dapat dinilai
Tidak dapat dinilai
Warna N.III, IV, VI M.rectus medius
Normal
Normal
Tidak dapat dinilai
Tidak dapat dinilai
M.rectus superior
Tidak dapat dinilai
Tidak dapat dinilai
M.rectus inferior
Tidak dapat dinilai
Tidak dapat dinilai
M.Obliqus inferior
Tidak dapat dinilai
Tidak dapat dinilai
M.levator palpebral
Tidak dapat dinilai
Tidak dapat dinilai
+
+
Refleks cahaya langsung
PEMERIKSAAN FISIK Status Neurologis (Pemeriksaan Nervi Cranialis) N. V Sensorik N. V1
Normal
Normal
N. V2
Normal
Normal
N. V3
Normal
Normal
Menggigit
Normal
Normal
Membuka rahang
Normal
Normal
Motorik
N.VII Sensorik (pengecapan 2/3 anterior lidah)
Normal
Motorik Mengangkat alis
Simetris
Menggembungkan pipi
Normal
Normal
Mencucu
Normal
Normal
Meringis
Simetris
PEMERIKSAAN FISIK Status Neurologis (Pemeriksaan Nervi Cranialis) N.VIII Gesekan jari Garpu tala Rhinne Weber Swabach
Normal
Normal Tidak dilakukan
Keseimbangan dan koordinasi Romberg
Tidak dilakukan
Disdiadokokinesis
Tidak dilakukan
Tes jari- hidung
Tidak dilakukan
Tes tumit- lutut
Tidak dilakukan
Rebound phenomenon
Tidak dilakukan
PEMERIKSAAN FISIK Status Neurologis (Pemeriksaan Nervi Cranialis) N.IX Sensorik (Pengecapan 1/3 posterior lidah) Motorik (Refleks Menelan) N.X Refleks muntah Letak uvula N.XI Mengangkat bahu Memalingkan kepala N.XII Deviasi lidah Atrofi Fasikulasi
Tidak dilakukan Baik
Tidak dilakukan Di tengah Normal Normal
Normal Normal Tidak ada deviasi -
PEMERIKSAAN FISIK Status Neurologis (Pemeriksaan Motorik) Refleks Fisiologis
Kekuatan Ekstremitas atas Ekstremitas bawah Tonus Ekstremitas atas Ekstremitas bawah
Kanan
Kiri
4+4+55
5555
2211
5555
Normotonus Rigiditas
Normotonus
Biceps Triceps Patella Achilles
++ ++ ++ ++
++ ++ ++ ++
+ -
-
Refleks Patologis
Hoffmann Tromner Babinski Chaddock Schaefer Gordon Oppenheim Klonus
PEMERIKSAAN FISIK Status Neurologis Pemeriksaan Sensorik Kanan
Kiri
+
+
Hipostesi
+
Raba halus Ekstremitas atas Ekstremitas bawah Nyeri Ekstremitas atas Ekstremitas bawah
Normal
Normal
Hipostesi
Normal
Suhu
Ekstremitas atas
Tidak dilakukan
Ekstremitas bawah
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Ekstremitas bawah
Tidak dilakukan
BAB
Normal
BAK
Normal
Hidrosis (berkeringat)
Normal
Tes tambahan
Getar Ekstremitas atas
Otonom
Proprioseptif
Ekstremitas atas
Normal
Normal
Ekstremitas bawah
Normal
Normal
Patrick
-/-
Kontra Patrick
-/-
RESUME Seorang perempuan berusia 64 tahun datang ke IGD RS POLRI dengan keluhan utama nyeri kepala kurang lebih sejak 2 minggu SMRS serta keluhan tambahan berupa mual, muntah, kaki kanan berat untuk digerakkan dan susah tidur. Sejak 2 minggu SMRS, pasien jatuh terpeleset dengan posisi kepala bagian kiri jatuh ke lantai sehingga merasakan nyeri kepala. Kejang dan penurunan kesadaran disangkal. Sejak 3 hari SMRS, pasien kembali jatuh terpeleset dan nyeri kepala terasa memberat serta kaki kanan terasa berat jika digerakkan. Sejak 2 hari SMRS, pasien sempat muntah 2x berisi makanan. Sejak 1 hari SMRS, pasien merasa nyeri kepala makin memberat seperti ditekan benda berat. Nyeri dirasakan terus menerus dan makin diperberat jika pasien membuka mata. Pasien juga merasakan susah tidur. Pasien mempunyai riwayat diabetes mellitus sejak 2 tahun yang lalu dan rutin mengonsumsi metformin. Dari pemeriksaan fisik didapatkan pasien tampak sakit sedang dengan GCS E3M6V5, Tekanan darah pasien 150/90 mmHg, frekuensi pernafasan 18x/menit, denyut nadi 93x/menit dan suhu tubuh 36,4℃. Status generalis pada kepala terdapat benjolan pada frontoparietalis sinistra sebesar telur puyuh dan nyeri tekan (+). Pada pemeriksaan motorik ekstremitas atas 4+4+55 | 5555, ekstremitas bawah 2211 | 5555, tonus ekstremitas bawah rigiditas, refleks patologis babinski kanan +. Pada pemeriksaan sensorik raba halus dan nyeri ekstremitas bawah kanan terdapat hipostesia.
DIAGNOSIS Diagnosis Klinis Hemiparesis dextra Diagnosis Topis Hematoma subdural kronik Diagnosis Etiologi Cedera kepala sedang
Diagnosis Banding Hematoma Epidural
SARAN •
Pemeriksaan darah rutin, elektrolit, ureum dan creatinin, GDS/G2PP • CT-Scan kepala • Medikamentosa : Infus RL Inj. Manitol 0,25-2 g/kgBB Tramadol 3x50mg Amlodipin 1x5mg
PROGNOSIS • • •
Ad vitam Ad sanationam Ad functionam
: dubia ad bonam : dubia ad bonam : dubia ad bonam
TINJAUAN PUSTAKA Definisi Cedera kepala adalah perubahan fungsi otak atau terdapat bukti patologi pada otak yang disebabkan oleh kekuatan mekanik eksternal.
Contoh lesi fokal akibat cidera kepala antara lain cedera scalp, fraktur basis kranii, kontusio dan laserasi serebri serta perdaraham intrakranial. Perdarahan intrakranial dapat dibagi menjadi perdarahan epidural, perdarahan subdural, perdarahan subaraknoid, perdarahan intraventrikular dan perdarahan intraserebral. Perdarahan subdural atau Hematoma subdural berasal dari vena dan timbul akibat ruptur vena yang terjadi dalam ruangan subdural. Hematoma subdural dipilah menjadi berbagai tipe dengan gejala dan prognosis yang berbeda: akut, subakut dan kronik
TINJAUAN PUSTAKA Etiologi Hematoma subdural kronik dapat disebabkan oleh : • Trauma kepala yang relatif ringan atau pada orang tua dengan serebral atrofi • Hematoma subdural akut dengan atau tanpa intervensi operasi • Spontan atau idiopatik • Faktor resiko terjadinya hematoma subdural kronik yaitu penggunaan alkohol kronis, epilepsi, koagulopati, kista arachnoid, terapi antikoagulan (termasuk aspirin), penyakit kardiovaskular (hipertensi, arteriosklerosis), trombositopenia, dan diabetes mellitus.
TINJAUAN PUSTAKA Hematoma Subdural Kronik Hematoma subdural yang terjadi pada 2 sampai 3 minggu setelah trauma atau lebih. Gejala umumnya muncul dalam waktu berminggu-minggu ataupun bulan setelah trauma yang ringan atau trauma yang tidak jelas. Bahkan karena benturan ringanpun dapat mengakibatkan perdarahan subdural apabila pasien juga mengalami gangguan vaskular atau gangguan pembekuan darah. Pada perdarahan subdural kronik, hematoma atau perdarahan yang terjadi lama kelamaan dapat membesar secara perlahan-lahan, yang pada akhirnya mengakibatkan penekanan dan herniasi.
TINJAUAN PUSTAKA Manifestasi Klinis Gambaran klinis ditentukan oleh dua faktor: beratnya cedera otak yang terjadi pada saat benturan trauma dan kecepatan pertambahan volume hematoma. Hematoma Subdural Kronik Timbulnya gejala pada umumnya tertunda beberapa minggu, bulan dan bahkan beberapa tahun setelah cedera pertama. Trauma pertama merobek salah satu vena yang melewati ruangan subdural. Terjadi perdarahan secara lambat dalam ruangan subdural. Dalam 7 sampai 10 hari setelah perdarahan terjadi, darah dikelilingi oleh membran fibrosa. Dengan adanya selisih tekanan osmotik yang mampu menarik caira n ke dalam hematoma, terjadi kerusakan sel-sel darah dalam hematoma. Penambahan ukuran hematoma ini yang menyebabkan perdarahan lebih lanjut dengan merobek membran atau pembuluh darah di sekelilingnya, menambah ukuran dan tekanan hematoma. Hematoma subdural yang bertambah luas secara perlahan paling sering terjadi pada usia lanjut (karena venanya rapuh) dan pada alkoholik. Pada kedua keadaan ini, trauma yang terjadi dianggap ringan, sehingga selama beberapa minggu gejalanya tidak dihiraukan.
TINJAUAN PUSTAKA Diagnosis Anamnesis Trauma akut subdural hematoma sering terjadi sebagai akibat dari jatuh, kekerasan, atau kecelakaan kendaraan bermotor. Dari anamnesis ditanyakan adanya riwayat trauma kepala baik dengan jejas dikepala atau tidak. jika terdapat jejas perlu diteliti ada tidaknya kehilangan kesadaran atau pingsan. Untuk tambahan informasi perlu ditanyakan apakah disertai muntah dan kejang setelah terjadinya trauma kepala. Pada penderita sadar perlu ditanyakan ada tidaknya sakit kepala dan mual, adanya kelemahan anggota gerak salah satu sisi dan muntah-muntah yang tidak bisa ditahan. Ditanyakan juga penyakit lain yang sedang diderita, obat-obatan yang sedang dikonsumsi saat ini, dan apakah dalam pengaruh alkohol.
TINJAUAN PUSTAKA Diagnosis Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan klinis meliputi pemeriksaan primer (primary survey) yang mencakup jalan nafas (airway), pernafasan (breathing) dan tekanan darah atau nadi (circulation). Periksa nadi dan tekanan darah untuk memantau apakah terjadi hipotensi, syok atau terjadinya peningkatan tekanan intrakranial. Terjadinya peningkatan tekanan intrakranial ditandai dengan Cushing respon yaitu peningkatan tekanan darah, bradikardia dan bradipnea. Pemeriksaan neurologis yang meliputkan kesadaran penderita dengan menggu nakan skala GCS, pemeriksaan diameter kedua pupil, dan tanda-tanda defisit neurologis fokal.
TINJAUAN PUSTAKA Diagnosis Banding • Stroke • Encephalitis • Abses otak • Adverse drugs reactions • Tumor otak • Perdarahan subarachnoid • Hydrocephalus
Pemeriksaan Penunjang Setelah memeriksa riwayat pasien, termasuk riwayat jatuh sebelumnya,cedera kepala minor, onset dan perjalanan gejala klinis, penyakit kardiovaskular, gangguan pendarahan, pengobatan,penggunaan alkohol atau obat-obatan terlarang; pemeriksaan fisik; dan pemeriksaan darah; imaging otak perlu dilakukan untuk mendapatkan diagnosis pasti. CT-scan (Computed Tomography scan) adalah modalitas imaging yang paling baik untuk evaluasi awal cSDH
TINJAUAN PUSTAKA Penatalaksanaan Operasi Indikasi : Sebuah operasi disarankan hanya jika perubahan yang signifikan terjadi terhadap status neurologis. Penatalaksanaan terhadap pasien SDH kronis dengan kompressi pada otak dan midlineshift, tetapi tidak terdapat gejala neurologis masih merupakan hal yang controversial. Terapi Konservatif Terapi konservatif merupakan terapi yang diberikan untuk pasien yang asimtomatik, pasien yang menolak tindakan operasi,atau pasien yang memiliki resiko tinggi untuk dilakukan operasi. Oleh karena itu gejala – gejala yang muncul pada pasien akan menentukan terapi konservatif yang akan diberikan
TINJAUAN PUSTAKA Terapi Konservatif Beberapa Tindakan yang biasa digunakan pada terapi konservatif seperti: Kortikosteroid Pada kasus SDH kronis, proses inflamasi dan angiogenesis menjadi faktor penting dalam patofisologi SDH kronis Penatalaksanaan tekanan intrakranial Beberapa upaya yang bisa di lakukan untuk mencegah dan mengurangi peningkatan tekanan intrakranial dengan: • Posisi head up 30 derajat, atau dengan posisi reverse tredelenberg jika terdapat intsabilitas spinal • Menggunakan osmotic terapi menggunakan manitol 1-2 g/kg BB, untuk membalikkan gradient osmotic intravascular, sehingga beban cairan akan ditarik masuk kedalam ruang intravaskular. Sebelum memilih menggunakan manitol perlu untuk mengetahui fungsi ginjal pasien. • Pada pasien yang gelisah dan agitasi akan meningkatkan tekanan intrakranial,oleh karena itu pemberian obat -obatan sedasi atau analgesia akan mengurangi kecemasan , ketakutan dan respon nyeri berupa postural • spontan yang merupakan factor yang mempengaruhi peningkatan tekanan intrakranial. Hal ini dapat ditangani dengan menggunakan morphine 2-5 mg/kg/jam dan vecuronium 10 mg/jam • Pertimbangkan untuk memberikan profilaksis anti kejang dengan phenytoin 18 mg/kg IV dengan kecepatan < 50mg /menit
TINJAUAN PUSTAKA Prognosis Tidak semua perdarahan subdural bersifat letal. Pada beberapa kasus, perdarahan tidak berlanjut mencapai ukuran yang dapat menyebabkan kompresi pada otak, sehingga hanya menimbulkan gejalagejala yang ringan. Pada beberapa kasus yang lain, memerlukan tindakan operatif segera untuk dekompresi otak. Tindakan operasi pada hematoma subdural kronik memberikan prognosisyang baik, karena sekitar 90 % kasus pada umumnya akan sembuh total.19 Hematoma subdural yang disertai lesi parenkim otak menunjukkan angka mortalitas menjadi lebih tinggi dan berat dapat mencapai sekitar 50 %.
THANK YOU !