TUTORIAL KLINIK HIDUP UNIVERSITAS TRISAKTI PEMBIMBING : dr. Beta Ahlam Gizela, Sp.F, DFM Kepaniteraan Klinik Ilmu Forensik dan Medikolegal RSUP dr. Sardjito, Yogyakarta TAHUN 2018
Disusun oleh : 1. Moh. Almuhaimin
(03012169)
2. Adinda Elvira Ratrissa
(03013006)
3. Efi Purwanti
(03013066)
4. Rizka Nurhayati
(03013170)
IDENTITAS KORBAN ◦ Nama
: Ny. S
◦ Umur
: 64 tahun
◦ Warna Negara
: Indonesia
◦ Agama
: Islam
◦ Pekerjaan
: Wiraswasta
◦ Alamat
: Bangunraja RT. 58/ RW. 13
ILUSTRASI KASUS Yogyakarta (11/10/2018)
Motor pasien tertabrak dari sisi belakang
Motor terpental kesisi kiri jalan dan pasien terpental ke sisi kanan / lawan arah
Sedang mengendarai motor setelah mengantar istri bekerja
Dari sisi belakang ada kendaraan lain yang tidak bisa menghindar
Dari sisi lawan arah, ada mobil jenis avanza dengan kecepatan rendah
Pasien mengalami KLL
Pasien terserempet/tersenggol sehingga mengerem mendadak
Pasien tertabrak dari sisi depan mobil tersebut
Beriringan dengan mobil jenis avanza
Mobil tersebut berniat untuk menyalip dari sisi kanan tetapi seperti tidak melihat ada motor pasien di sebelah kanan
Pengemudi tersebut (saksi mata) menyatakan tidak mengetahui bagian tubuh pasien yang tertabrak
PEMERIKSAAN FISIK ◦
Keadaan Umum
: Tampak sakit sedang
◦
Kesadaran
: Compos Mentis
◦
Emosi
: Normotim
◦
Tekanan darah
: 90/62 mmHg
◦
Nadi
: 90 x / menit
◦
Pernapasan
: 40 x / menit
◦
Suhu badan
: 36,4o C
Luka Lecet Geser
1,5 x 1,2 cm
Terdapat luka lecet geser ukuran 3 x 2,5 cm pada clavicula kiri Tampak tertinggal pada kiri dada saat bernapas dan nyeri tekan (+) Luka lecet geser pada punggung tangan kanan dan kiri berwarna merah kehitaman ukurna 2 x 1,5 cm
Terdapat luka lecet geser dengan bentuk tidak berukuran, warna merah kehitaman , derik tulang (-)
Pemeriksaan Penunjang ◦ Pemeriksaan golongan darah dan alkohol tidak dilakukan ◦ Hasil foto thoraks : ◦ Fracture coastae 2,3,4,5,6 aspek posterolateral sinistra ◦ Contusio pulmo sinistra
◦ Hemithorax sinistra
Learning objectives 1.
Apa fungsi VeR pada kasus ini?
2.
Apakah pada kasus ini seorang dokter memerlukan saksi lain untuk menyusun VeR?
3.
Bolehkah seorang dokter membuat visum apabila belum ada surat permintaan visum dari kepolisian?
4.
Bagaimana prinsip melakukan pemeriksaan tempat kejadian perkara pada kasus?
5.
Apabila keadaan pasien semakin parah, apakah visum boleh diperbarui?
PERTANYAAN 1 Apa fungsi VeR pada kasus ini?
• •
Visum et repertum merupakan salah satu alat bukti yang turut berperan dalam proses pembuktian suatu perkara pidana terhadap kesehatan dan jiwa manusia. VeR pada kasus hidup, diperlukan untuk menentukan sebab perlukaan dan derajat parahnya luka. Agar ketua peradilan mengeluarkan surat penetapan yang berisi perintah perlindungan bagi korban dan anggota keluarga lain
Referensi: Pasal 13 PP No. 18 Tahun 1965 tentang Ketentuan-Ketentuan Pelaksanaan Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan. Ilmu Kedokteran Forensik, 1997. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
PERTANYAAN 2 Apakah pada kasus ini seorang dokter memerlukan saksi lain untuk menyusun ver? ◦ Visum et repertum yang dibuat oleh seorang ahli dalam bidang kedokteran ( dalam hal ini dokter) kemudian dapat menjadi suatu alat bukti yang sah pada saat di pengadilan. Hal ini serupa dengan yang dijelaskan pada pasal 184 KUHAP mengenenai alat bukti yang sah. Pada pasal tersebut terdapat beberapa barang yang dapat dijadikan alat bukti yang sah, yaitu : ◦ Keterangan saksi
◦ Keterangan ahli ◦ Surat ◦ Petunjuk ◦ keterangan terdakwa
◦ Sehingga dalam penyusunan VeR, seorang dokter hanya membuat VeR berdasarkan hasil pemeriksaannya sendiri (objektif medis) KUHAP Pasal 184
PERTANYAAN 3 Bolehkah seorang dokter membuat visum apabila belum ada surat permintaan visum dari kepolisian? ◦ Berdasarkan Pasal 133 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) menyebutkan: (1) Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik luka, keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia ber- wenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya.
(2) Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan secara tertulis yang dalam surat itu disebutkan dengan tegas untuk pemeriksaan luka atau pemeriksaan mayat dan atau pemeriksaan bedah mayat. Sehingga seorang dokter hanya membuat visum jika ada permintaan tertulis dari penyidik. KUHAP Pasal 133
PERTANYAAN 4 Bagaimana prinsip melakukan pemeriksaan tempat kejadian perkara pada kasus? Agar proses penyidikan dapat berjalan lancar, maka penyidik dan dokter perlu mengetahui bagaimana cara penanganan yang seharusnya bila mereka melakukan pemeriksaan di tempat kejadian perkara kejahatan: ◦ Bilamana pihak penyidik mendapat laporan bahwa suatu tindak pidana yang menyangkut nyawa manusia (mati), telah terjadi maka pihak penyidik dapat minta bantuan dari dokter untuk nmelakukan pemeriksaan di tempat kejadian perkara tersebut (dasar hukum: Pasal 120 KUHAP; pasal 133 KUHAP). ◦ Bila dokter menolak datang ke tempat kejadian perkara, maka pasal 224 KUHP, dpat dikenakan kepadanya, ◦ Dokter tersebut harus selalu ingat untuk tidak melakukan tindakan-tindakan yang dapat merubah, mengganggu atau merusak keadaan di tempat kejadian tersebut; walaupun sebagai kelanjutan dari pemeriksaan itu dokter harus mengumpulkan segala benda bukti (trace evidence), yang ada kaitannya dengan manusia; air mani yang terdapat pada pakaian, sisa obat dan makanan, yang pada dasarnya tindakan tersebut akan merusak keadaan/keaslian tempat kejadian itu sendiri. ◦ Dengan demikian, sebelum dokter melakukan pemeriksaan maka tempat tersebut haruslah diamankan (dijaga keasliannya), oleh petugas, dan diabadikan dengan membuat foto atau sketsa keadaan di TKP, sebelum para petugas menyentuhnya. ◦ Sebelum dokter datang ke TKP, ada beberapa hal yang harus dicatat mengingat akan kepentingannya yaitu:
1.
Siapa yang meminta datang ke TKP (otoritas), bagaimana permintaan tersebut sampai ke tangan dokter, dimana TKP, serta saat permintaan tersebut diajukan.
2.
Minta informasi secara global tentang kasusnya, dengan demikian dokter dapt membuat persiapan seperlunya.
3.
Perlu diingat motto: “to touch as little as possible and to displace nothing”; ia tidak boleh menambah atau mengurangi barang-barang yang ada di TKP, dokter tidak boleh sembarangan membuang puntung rokok, perlengkapan jangan sampai tertinggal, jangan membuang air kecil di kamar mandi/wc, karena dengan melakukan hal tersebut benda-benda bukti dapat hanyut dan hilang terbawa air.
4.
Di TKP dokter membuat foto dan sketsa yang mana harus disimpan dengan baik, oleh karena ada kemungkinan ia akan diajukan sebagai saksi di pengadilan selalu ada, foto dan sketsa yang dubuat tersebut berguna untuk lebih mudabagi dokter untuk mengingat kembali akan kasus yang diperiksanya.
5.
Pembuatan foto atau sketsa harus memenuhi standar sehingga kedua belah pihak yaitu dokter dan penyidik tadak akan memberikan penafsiran yang berbeda atas objek yang sama.
6.
Sebagai gambaran umum dalam hal penilaian dari situasi di TKP, ailah: bila keadaan tempat atau ruangan itu tenang dan teratur rapih, maka dapat dipikirkan bahwa kemungkinan kasus yang dihadapi adalah kasus bunuh diri atau kasus kematian mendadak akibat penyakit non traumatik, dan bila keadaan pada ruangan tersebut tidak beraturan, kacau balau, banyak terdapat bercak darah, maka dapat dipikirkan akan kemungkinan bahwa ditempat tersebut telah terjadi perkelahian, sehingga kasusnya menjurus ke penganiayaan atau pembunuhan.
7.
Pemeriksaan atas tubuh korban hendaknya dilakukan secara sistematik berdasarkan ilmu kedokteran forensik yang terarah sesuai dengan perkiraan kasus yang dihadapi.
Referensi: Siwu, T.L., Tomuka, D., Mallo, N.T.S. 2015. Peran Dokter Tempat Kejadian Perkara di Kota Manado. Journal e-Clinic. Manado: 3(1)
PERTANYAAN 5 Apabila keadaan pasien semakin parah, apakah visum boleh diperbarui?
Boleh, karena terdapat 3 jenis visum yaitu visum definitif, visum sementara, dan visum lanjutan. Dimana visum lanjutan dibuat bila luka korban telah dinyatakan sembuh atau pindah rumah sakit atau pindah dokter atau pulang paksa, bila korban meninggal maka lalu dibuat visum jenazah.
Referensi: Roman’s Forensic Lambung Mangkurat 2009 Namun pembagian visum tersebut kini sudah tidak berlaku
Sebaiknya seorang dokter sudah dapat memperkirakan keadaan pasiennya sehingga dapat membuat kesimpulan dengan baik dalam visum et repertum