TUTORIAL KLINIK
BRONKOPNEUMONIA
Kepaniteraan Klinik Bagian Radiologi RSUD dr. R. Soedjati Purwodadi Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung Oktober 2016
Penyusun : Fawzia Haura Fathin, S.Ked Pembimbing : dr. Rona Yulia, Sp.Rad
PENDAHULUAN Pneumonia hingga saat ini masih tercatat sebagai masalah kesehatan utama pada anak di Negara berkembang. Pneumonia merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas anak berusia di bawah lima tahun (balita). Diperkirakan hampir seperlima kematian anak diseluruh dunia, lebih kurang 2 juta anak balita, meninggal setiap tahun akibat pneumonia, sebagian besar terjadi di Afrika dan Asia Tenggara . Menurut survey kesehatan nasional (SKN), 2001, 27,6 %, kematian bayi dan 22,8 % kematian balita di Indonesia disebabkan oleh penyakit system respiratori, terutama pneumonia. Bronkopneumonia merupakan salah satu jenis dari pneumonia yang sering menyerang bayi dan anak kecil. Hal ini dikarenakan respon imunitas mereka masih belum berkembang dengan baik. Tercatat bakteri sebagai penyebab tersering bronkopneumonia pada bayi dan anak adalah Streptococcus pneumoniae dan Haemophilus influenzae.
DEFINISI Bronkopneumonia merupakan infeksi pada parenkim paru yang terbatas pada alveoli kemudian menyebar secara berdekatan ke bronkus distal terminalis yang ditandai dengan adanya bercak-bercak Infiltrat. Tanda dan gejalanya biasanya suhu meningkat, nadi meningkat, pernapasan meningkat (Suzanne G. Bare, 1993).
Pada pemeriksaan histologis terdapat reaksi inflamasi dan pengumpulan eksudat yang dapat ditimbulkan oleh berbagai penyebab dan berlangsung dalam jangka waktu yang bervariasi. Berbagai spesies bakteri, klamidia, riketsia, virus, fungi dan parasit dapat menjadi penyebab..
PNEUMONIA PADA ANAK DIBEDAKAN MENJADI:
Bronkopneumonia. Pneumonia lobaris
Pneumonia interstisial
JENIS JENIS PNEUMONIA
EPIDEMIOLOGI
PENYEBAB KEMATIAN ANAK DIBAWAH 5 TAHUN MENURUT WHO
ETIOLOGI
Usia
Etiologi yang Sering
Etiologi yang Jarang
Lahir-20 hari
Bakteri
Bakteri
E. colli
Bakteri anaerob
Streptococcus group B
Streptococcus group D
Listeria moonocytogenes
Haemophillus influenzae
Streptococcus pneumoniae Ureaplasma urealyticum Virus Sitomegalo Usia
Etiologi yang Sering
Virus Herpes Etiologi yangSimpleks Jarang
3 minggu-3 bulan
Bakteri
Bakteri
Chlamydia trachomatis
Bordetella pertussis
Streptococcus pneumoniae
Haemophillus influenzae tipe B
Virus
Moraxella catharalis
Virus Adeno
Staphylococcus aureus
Virus Influenza
Ureaplasma urealyticum
Virus Parainflueza 1,2,3
Virus Sitomegalo
ETIOLOGI
Usia
Etiologi yang Sering
Etiologi yang Jarang
4 bulan-5 tahun
Chlamydia pneumoniae
Haemophillus influenzae tipe B
Mycoplasma pneumoniae
Moraxella catharalis
Streptococcus pneumoniae
Neisseria meningitidis
Virus Rino
Staphylococcus aureus
Virus Adeno
Virus Varisela-Zoster
Virus Influenza Virus Parainfluenza Respiratory Syncytial virus 5 tahun-remaja
Chlamydia pneumoniae
Haemophillus influenzae
Mycoplasma pneumoniae
Legionella sp
Streptococcus pneumoniae
Staphylococcus aureus Virus Adeno Virus Epstein-Barr Virus Influenza
Virus Parainfluenza Virus Rino
PATOGENESIS Imunitas
host
Mikroorga nisme yang menyerang
Lingkunga n yang
berinteraksi.
PATOGENESIS Kolonisasi bakteri ini meningi merusak fibronektin, glikoprotein yang melapisi permukaan mukosa. Fibronektin merupakan reseptor bagi flora normal gram positif orofaring. Hilangnya fibronektin menyebabkan reseptor pada permukaan sel terpajan oleh bakteri gram negative. Sumber basil gram negative dapat berasal dari lambung pasien sendiri atau alat respirasi yang tercemar.
Penyebaran hematogen ke seluruh paru biasanya dengan infeksi S. aureus dapat terjadi pada pasien seperti pada keadaan penyalahgunaan obat melalui intravena, atau pada pasien dengan infeksi akibat kateter intravena. Dua jalur penyebaran bakteri ke paru lainya adalah melalui jalan inokulasi langsung sebagai akibat intubasi trakeaatau luka tusuk dada yang berdekatan denga tempat infeksi yang berbatasan.
Bakteri Streptococcus pneumoniae umumnya berada di nasopharing dan bersifat asimptomatik pada kurang lebih 50% orang sehat. Adanya infeksi virus akan memudahkan Streptococcus pneumoniae berikatan dengan reseptor sel epitel pernafasan. Jika Streptococcus pneumoniae sampai di alveolus akan menginfeksi sel pneumatosit tipe II. Selanjutnya Streptococcus pneumoniae akan mengadakan multiplikasi dan menyebabkan invasi terhadap sel epitel alveolus. Streptococcus pneumoniae akan menyebar dari alveolus ke alveolus melalui pori dari Kohn. Bakteri yang masuk kedalam alveolus menyebabkan reaksi radang berupa edema dari seluruh alveolus disusul dengan infiltrasi sel-sel PMN.
PROSES RADANG DAPAT DIBAGI 4 STADIUM Stadium I (4-12 jam pertama/kongesti) Stadium II (48 jam berikutnya/hepatisasi merah) Stadium III (3-8 hari/hepatisasi kelabu)
Stadium IV (7-11 hari/stadium resolusi)
MANIFESTASI KLINIK Bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi saluran nafas bagian atas selama beberapa hari. Suhu dapat naik secara mendadak sampai 390-400C dan mungkin disertai kejang karena demam yang tinggi. Anak sangat gelisah, dispnu, pernafasan cepat dan dangkal disertai pernafasan cuping hidung dan sianosis di sekitar hidung dan mulut. Batuk biasanya tidak dijumpai pada awal penyakit,anak akan mendapat batuk setelah beberapa hari, di mana pada awalnya berupa batuk kering kemudian menjadi produktif.
DIAGNOSIS Pemeriksaan
Bakteri
Virus
Mikoplasma
Umur
Berapapun, bayi
Berapapun
Usia sekolah
Awitan
Mendadak
Perlahan
Tidak nyata
Sakit serumah
Tidak
Ya, bersamaan
Ya, berselang
Batuk
Produktif
nonproduktif
kering
Gejala penyerta
Toksik
Mialgia, ruam,
Nyeri kepala, otot, tenggorok
Anamnesis
organ bermukosa Fisik Keadaan umum
Klinis > temuan
Klinis ≤ temuan
Klinis < temuan
Demam
Umumnya ≥ 39ºC
Umumnya < 39ºC
Umumnya < 39ºC
Auskultasi
Ronkhi ±, suara
Ronkhi bilateral,
Ronkhi unilateral, mengi. 14
PEMERIKSAAN LABORATORIUM Pemeriksaan darah pada pneumonia umumnya didapatkan Lekositosis hingga > 15.000/mm3 seringkali dijumpai dengan dominasi netrofil pada hitung jenis. Lekosit > 30.000/mm3 dengan dominasi netrofil mengarah ke pneumonia streptokokus. Trombositosis > 500.000 khas untuk pneumonia bakterial. Trombositopenia lebih mengarah kepada infeksi virus. Biakan darah merupakan cara yang spesifik namun hanya positif pada 10-15% kasus terutama pada anak- anak kecil.
PEMERIKSAAN PENUNJANG - RADIOLOGI
PEMERIKSAAN PENUNJANG C-Reactive Protein
• Adalah suatu protein fase akut yang disintesis oleh hepatosit. Sebagai respon infeksi atau inflamasi jaringan, produksi CRP distimulai oleh sitokin, terutama interleukin 6 (IL-6), IL-1 dan tumor necrosis factor (TNF). Secara klinis CRP digunakan sebagai diagnostik untuk membedakan antara faktor infeksi dan non infeksi, infeksi virus dan bakteri, atau infeksi superfisialis dan profunda. Kadar CRP biasanya lebih rendah pada infeksi virus dan bakteri. CRP kadang-kadang digunakan untuk evaluasi respon terapi antibiotik.
Uji serologis
• Uji serologis digunakan untuk mendeteksi antigen dan antibodi pada infeksi bakteri atipik. Peningkatan IgM dan IgG dapat mengkonfirmasi diagnosis.
Pemeriksaan mikrobiologi
• Diagnosis terbaik adalah berdasarkan etiologi, yaitu dengan pemeriksaan mikrobiologi spesimen usap tenggorok, sekresi nasopharing, sputum, aspirasi trakhea, fungsi pleura. Sayangnya pemeriksaan ini banyak sekali kendalanya, baik dari segi teknis maupun biaya. Bahkan dalam penelitianpun kuman penyebab spesifik hanya dapat diidentifikasi pada kurang dari 50% kasus.
KRITERIA DIAGNOSIS Dasar diagnosis pneumonia menurut Henry Gorna dkk tahun 1993 adalah ditemukannya paling sedikit 3 dari 5 gejala berikut ini :
sesak nafas disertai dengan pernafasan cuping hidung dan tarikan dinding dada
Panas badan
Ronkhi basah sedang nyaring (crackles)
Foto thorax menunjukkan gambaran infiltrat difus
Leukositosis (pada infeksi virus tidak melebihi 20.000/mm3 dengan limfosit predominan, dan bakteri 15.00040.000/mm3 neutrofil yang predominan)
DIAGNOSIS BANDING Infeksi perinatal/kongenital (pada neonatus)
Hyalin membrane disease/HMD (pada neonatus)
Aspirasi pneumonia
Edema paru
Atelektasis
Perdarahan paru
Kelainan kongenital parenkim paru
Tuberkulosis
Gagal jantung kongestif
Neoplasma
Reaksi hipersensitivitas (pneumonitis).1
PENATALAKSANAAN Penatalaksaan umum • Pemberian oksigen lembab 2-4 L/menit sampai sesak nafas hilang atau PaO2 pada analisis gas darah ≥ 60 torr • Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi elektrolit. • Asidosis diatasi dengan pemberian bikarbonat intravena.
Penatalaksanaan khusus • mukolitik, ekspektoran dan obat penurun panas sebaiknya tidak diberikan pada 72 jam pertama karena akan mengaburkan interpretasi reaksi antibioti awal. • Obat penurun panas diberikan hanya pada penderita dengan suhu tinggi, takikardi, atau penderita kelainan jantung • pemberian antibiotika berdasarkan mikroorganisme penyebab dan manifestasi klinis. Pneumonia ringan amoksisilin 10-25 mg/kgBB/dosis (di wilayah dengan angka resistensi penisillin tinggi dosis dapat dinaikkan menjadi 80-90 mg/kgBB/hari).
FAKTOR YANG PERLU DIPERTIMBANGKAN DALAM PEMILIHAN TERAPI : Kuman yang dicurigai atas dasas data klinis, etiologis dan epidemiologis
Berat ringan penyakit Riwayat pengobatan selanjutnya serta respon klinis Ada tidaknya penyakit yang mendasari
PROGNOSIS
Dengan pemberian antibiotik yang tepat dan adekuat yang dimulai secara dini pada perjalanan penyakit tersebut maka mortalitas selama masa bayi dan masa kanak-kanak dapat di turunkan sampai kurang 1 % dan sesuai dengan kenyataan ini morbiditas yang berlangsung lama juga menjadi rendah. Anak dalam keadaan malnutrisi energi protein dan yang datang terlambat menunjukkan mortalitas yang lebih tinggi.
Terimakasih