Tugass Makalah Hpn.docx

  • Uploaded by: Gladwin Lukman
  • 0
  • 0
  • April 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Tugass Makalah Hpn.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 6,571
  • Pages: 22
1

DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL............................................................................................................. 1 DAFTAR ISI......................................................................................................................... 2 BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................... 3 1.1. Latar Belakang Masalah 1.2. Rumusan Masalah dan Tujuan BAB II PEMBAHASAN...................................................................................................... 4 A.

Pengertian Administrasi dan Perkembangan Hukum Administrasi Negara…………………………………………………………………….... 4

B.

Hubungan Administrasi Negara dengan Pertumbuhan Penduduk……. 5

C.

Adanya Situasi Kritis dalam Perkembangan HAM di Indonesia dan Hubungannya dalam Hukum Administrasi Negara……………………. 6

D.

Perkembangan yang Berkaitan dengan Kebutuhan Pemerintahan untuk Bertindak di Bidang Ilmu dan Teknologi…….………………………….. 9

E.

Perlunya Koordinasi dan Harmonisasi Tindakan Permerintah, Keharusan Adanya Deregulasi dan Privatisasi………………………….. 11

BAB III PENUTUP .............................................................................................................. 19 Kesimpulan .............................................................................................................. 19 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 20

2

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu cabang ilmu soaial yang mempelajari fenomena sosial yang berhubungan dengan kerja sama dan dinamika manusia dalam mencapai tujuan ialah ilmu Administrasi.Ilmu administrasi tergolong ke dalam ilmu praktika (applied science) dari ilmuilmu social karena kemanfaatannya hanya ada apabila prinsip-prinsip, rumus-rumus, dalildalilnya diterapkan untuk meningkatkan kehidupan. Administrasi Negara adalah suatu bahasan ilmu sosial yang mempelajari tiga elemen penting kehidupan bernegara yang meliputi lembaga legislative, yudikatif, dan eksekutif serta hal-hal yang berkaitan dengan publik yang meliputi kebijakan publik manajemen public, administrasi pembangunan, tujuan negara, dan etika yang mengatur penyelenggara negara. Hubungan administrasi dengan cabang-cabang ilmu yang lain membuat administrasi menjadi studi yang bersifat multidisiplin, memanfaatkan aneka macam model yang disajikan berbagai cabang disipliin ilmu lain untuk pemecahan masalah yang dihadapi, terdorong untuk melakukan pendekatan-pendekatan terpadu sehingga sehingga dapat menentukan langkah pemecahan yang tepat atau menentukan skala prioritas dalam penanganan suatu masalah. 1.2 Rumusan masalah 



Bagaimana Perkembangan yang berkaitan dengan kebutuhan permerintahan untuk bertindak secara aktif, pertumbuhan penduduk, perkembangan ilmu dan teknologi, adanya situasi yang kritis, tumbuh dan berkembangnya HAM Bagaimana Perkembangan dari segi: Perlunya koordinasi dan harmonisasi tindakan permerintah, keharusan adanya deregulasi dan privatisasi

1.3 Tujuan Adapun tujuan disusunnya makalah ini yaitu  

Untuk memenuhi nilai dan tugas Ilmu Administrasi Negara. Untuk menambah wawasan mengenai perkembangan ilmu hukum administrasi negara

3

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Administrasi dan Perkembangan Hukum Administrasi Negara Secara etimologis administrasi berasal dari bahasa Latin ad dan ministrate, yang berarti membantu, melayani, atau memenuhi serta administratio yang berarti “pemberian bantuan, pemeliharaan, pelaksanaan, pimpinan dan pengelolaan”. Menurut Sondang P. Siagian, Administrasi didefenisikan sebagai keseluruhan proses kerjasama antara dua manusia atau lebih yang didasarkan atas rasionalitas tertentu untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan sebelumnya. Unsur-unsur administrasi menurut Soepardi yaitu mencakup kerjasama, kelompok, tujuan, kegiatan, dan efisiensi/efektifitas. Definisi kerja dari badan hukum administrasi negara adalah sebagai hukum yang sebagai khas mengenai seluk beluk daripada administrasi negara yang terdiri dari 2 tingkatan, yakni hukum administrasi negara heteronom dan otonom. Hukum administrasi heteronom bersumber pada UUD. TAP MPR, dan UU adalah hukum yang mengatur seluk beluk organisasi dan fungsi administrasi negara dan tidak boleh dilawan, dilanggar atau diubah oleh administrasi negara. Hukum administrasi otonom, hukum adalah hukum operasional yang diciptakan oleh pemerintah dan administrasi negara sendiri, dan oleh sebab itu dapat diubah oleh pemerintah atau administrasi negara setiap waktu diperlukan, dengan tidak melanggar asas kepastian hukum, asas keadilan, dan asas kepentingan manusia.

4

B. Hubungan Administrasi Negara dengan Pertumbuhan Penduduk

Pertumbuhan Penduduk seperti yang kita ketahui berkaitan dengan ilmu kemanusiaan. Dari ilmu kemanusiaan tersebut berasal dari kata antropologi yang berasal dari kata “antropo” yaitu manusia-manusia dan “logos” yaitu ilmu-ilmu. Antropologi adalah ilmu yang mempelajari tentang manusia baik secara phisik ataupun budayanya. Menurut Undang-Undang Nomor 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga, kependudukan adalah hal ihwal yang berkaitan dengan jumlah, struktur, pertumbuhan, persebaran, mobilitas, penyebaran, kualitas, dan kondisi kesejahteraan yang menyangkut politik, ekonomi, social budaya, agama serta lingkungan penduduk setempat. Di samping itu disebutkan pula perkembangan kependudukan dan pembangunan keluarga adalah upaya terencana untuk mewujudkan penduduk tumbuh seimbang dan mengembangkan kualitas penduduk pada seluruh dimensi penduduk. Negara Indonesia merupakan salah satu Negara yang mempunyai populasi pertumbuhan penduduk yang sangat tinggi. Dengan jumlah penduduk yang semakin besar ini tentu membawa tantangan dalam meningkatkan kesejahteraan rakyat, menciptakan kesempatan kerja, menghilangkan kemiskinan, meningkatkan mutu pendidikan dan kesehatan, meningkatkan infrastruktur, dan pelayanan publik. Dari hasil data di atas pemerintah Indonesia harus melakukan tindakan agar dapat meminimalisir jumlah pertumbuhan penduduk yang sangat tinggi, dan salah satu upaya yang dapat dilakukan yaitu memaksimalkan peranan Badan atau instansi yang kompeten dalam menangani masalah pertumbuhan penduduk. Salah satu hal yang dapat dilakukan pemerintah ialah memeberikan sosialisasi langsung kepada masyarakat atau ajakan-ajakan yang dapat merubah pola pikir masyarakat tentang perlunya meminimalisir jumlah pertumbuhan penduduk, dan untuk menunjang keberhasilan proses ini peran aktif masyarakat juga sangat diperlukan, karena apabila masyarakat hanya menjadi pendengar saja tanpa ada respon yang dilakukan, semuanya hanya akan menjadi suatu yang tidak berarti dan boleh dikatakan tidak ada manfaat yang dapat mereka peroleh. Namun dalam pelaksanaannya masih sering terjadi hambatan-hambatan dalam menjalankan program ini. Hal ini disebabkan oleh hal-hal teknis dan non teknis yang dapat mempengaruhi misalnya, kurangnya kemampuan dalam mengemban dan menjalankan tugasnya serta penyediaan fasilitas yang terbatas. Hal ini sangat berkaitan erat dengan proses untuk meminimalisir pertumbuhan penduduk yang ada di Negara kita baik dalam skala nasional maupun di tingkat daerah, bertolak dari hal itu dapat dijadikan suatu tantangan tersendiri bagi penyelenggaran pemerintahan yang berkaitan dengan proses pertumbuhan penduduk.

5

C. Adanya Situasi Kritis dalam Perkembangan HAM di Indonesia dan Hubungannya dalam Hukum Administrasi Negara Dalam keterkaitan hal Administrasi Negara, kami mengangkat contoh kasus dari Universal Periodic Review (pra-UPR) di Jenewa, Swiss. Delapan perwakilan masyarakat sipil Indonesia turut serta menyampaikan pandangan kritis mengenai situasi hak asasi manusia (HAM) dalam sesi pra Universal Periodic Review (praUPR) di Jenewa, Swiss, Rabu (5/4). Pra-UPR ini merupakan sesi formal yang diselenggarakan UPR-Info untuk memberikan ruang bagi masyarakat sipil menyampaikan pandangannya kepada perwakilan negara-negara PBB di Jenewa. Hal tersebut berkaitan erat dengan rencana Dewan HAM PBB yang akan mengevaluasi Indonesia melalui mekanisme UPR pada 3 Mei 2017 mendatang khususnya berkaitan dengan situasi HAM. UPR merupakan mekanisme evaluasi HAM yang dilakukan secara berkala antara negara yang satu dengan negara yang lain. Pada 3 Mei mendatang, Indonesia akan dievaluasi untuk kali ketiga, setelah putaran pertama pada 2008 dan kedua 2012. Sebagai catatan, pada 2012, Indonesia menyetujui 150 dari 180 rekomendasi terkait dengan pemenuhan HAM. Namun, Koalisi menilai, dari ratusan rekomendasi yang disetujui Pemerintah tersebut, sebagian besar belum dijalankan secara substansial. Padahal, Koalisi menilai, selama ini Pemerintah masih belum memiliki mekanisme formal yang terbuka dan partisipatif untuk menindaklanjuti rekomendasi-rekomendasi tersebut. Hal tersebut telah disampaikan perwakilan Koalisi yang ikut dalam sesi pra-UPR di Jenewa, Swiss. Koalisi tersebut terdiri dari Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK), LBH Masyarakat, Institut Hak Asasi Perempuan (IHAP), Fransiscans International, Forum Keadilan dan Perdamaian untuk Papua, Institut Dian/Interfidei (Jaringan Antariman Indonesia/JAII), Arus Pelang (ASEAN SOGIE Caucus, Jakarta), Arus Pelangi/People Like Us Satu Hati, Yogyakarta. Peneliti PSHK Miko Ginting mengatakan, kebebasan sipil di Indonesia kian merosot. Penyebabnya ada tiga hal. Pertama, rendahnya tingkat akuntabilitas negara dalam hal kapasitas bertanggung jawab, menjawab dan menjalankan kewajibannya. Kedua, negara gagal mewujudkan prinsip negara hukum sebagai mekanisme proteksi hak asasi. Ketiga, negara pasif terhadap menyeruaknya aktor non-negara yang mengganggu kebebasan sipil. “Penikmatan kebebasan sipil di Indonesia kian merosot,” kata Miko dalam siaran persnya yang diterima hukumonline, Kamis (6/5). Berkaitan dengan hukuman mati dan kebijakan narkotika Indonesia, Direktur LBH Masyarakat Ricky Gunawan mengatakan, cara Pemerintah mengatasi kejahatan narkotika dengan menerapkan hukuman mati ternyata terbukti gagal menurunkan angka peredaran. Atas dasar itu, ia memnta Pemerintah untuk mencari solusi berbasis ilmiah dan membuka kerjasama dengan negara lain dalam memberantas peredaran narkotika tanpa menerapkan 6

kebijakan yang punitif. “Singkatnya, Indonesia harus mencari solusi yang lebih cerdas, dan bukannya asal keras, dalam menangani persoalan narkotikanya," katanya. (Baca Juga: Tolak Hukuman Mati, Todung Mulya Lubis: RKUHP Atur Pidana Mati Tak Absolut) Terkait dengan kebijakan hak kesehatan seksual dan reproduksi, tambah Direktur IHAP Mirawati, masih diskriminatif terhadap perempuan dan kelompok rentan lainnya. Hal ini ditandai dengan masih minimnya akses kontrasepsi, termasuk dipertahankannya ketentuan kriminalisasi terhadap penyediaan layanan pendidikan dan informasi mengenai kontrasepsi. “Oleh karena itu, Pemerintah harus membuka akses kontrasepsi bagi perempuan termasuk yang belum menikah dan menghapus kebijakan pemidanaan terhadap tindakan aborsi." Koordinator Advokasi Asia-Pasifik Fransiscans International, Budi Tjahjono menyoroti persoalan eksploitasi sumber daya alam, perampasan tanah, dan serangan terhadap pembela HAM dan pemimpin masyarakat adat di Papua dan daerah lainnya masih marak terjadi. Menurutnya, persoalan-persoalan tersebut semakin parah ditambah ketiadaan mekanisme investigasi dan pemulihan hak yang memadai. “Pemerintah harus menerapkan kebijakan pembangunannya dengan tetap menghormati hak-hak dasar masyarakat adat, dan patuh terhadap kewajiban hukum internasional yang pemerintah sudah ratifikasi,"ujarnya. (Baca Juga: Komnas HAM Minta Presiden Perhatikan Masalah di Papua) Masih soal Papua, Wensislaus Fatubun, perwakilan Forum Keadilan dan Perdamaian untuk Papua, menyebutkan, kebijakan depopulasi Indonesia terhadap Papua kian mengancam penduduk asli. Menurutnya, Indonesia terus mengabaikan hak untuk menentukan diri sendiri dan belum mau mengakui hak masyarakat adat Papua. Indonesia juga masih mengedepankan pendekatan keamanan dalam resolusi konflik di Papua dan mencabut akses rakyat Papua terhadap sumber daya alam. “Pelanggaran hak asasi rakyat Papua ini harus segera dihentikan dan pemerintah Indonesia harus mengevaluasi kebijakannya terhadap rakyat Papua," kata Wensislaus. Selain berbagai persoalan di atas, dalam sesi pra-UPR juga disinggung masalah kebebasan beragama dan berkeyakinan. Terkait hal ini, Direktur Institut Dian/Interfidei, mewakili koalisi Jaringan Antariman Indonesia (JAII), Elga Sarapung, menyayangkan sejumlah rekomendasi yang disepakati pada UPR 2012 yang masih belum diimplementasikan secara jelas, tegas dan konstitusional oleh Pemerintah. (Baca Juga: Eksekusi Mati Jilid IV Terhambat Putusan MK) "Hak untuk memiliki rumah ibadah dan melaksanakan aktivitas keagamaan dan berkeyakinan serta hak untuk bebas dari ancaman kekerasan atas nama agama masih belum sepenuhnya dijamin oleh Pemerintah. Di berbagai kesempatan, Pemerintah selalu menyatakan bahwa Indonesia tidak memiliki masalah dengan kebebasan beragama dan berkeyakinan, padahal realita berbicara sebaliknya. Hal ini pun juga diafirmasi oleh sejumlah negara lainnya," tuturnya. Mekanisme Konstruktif

7

Pekerjaan rumah lain yang belum maksimal dijalankan Pemerintah usai UPR ke-2 tahun 2012 silam adalah mengenai perlindungan dan penghormatan HAM kelompok lesbian, gay, biseksual, transgender dan interseks (LGTBI). Damar Hanung dari Arus Pelangi menyampaikan, penelitian Arus Pelangi tahun 2013 menunjukan bahwa 89,3% LGBTI di Indonesia mengalami kekerasan berbasis orientasi seksual atau identitas gendernya. Kondisi ini diperparah dengan adanya 47 kebijakan diskriminatif terhadap LGBTI di tingkat lokal hingga nasional. Kekerasan terhadap LGBTI mencapai puncaknya tahun 2016, di mana lebih dari 142 kasus kekerasan pada LGBTI terjadi dalam kurun Januari–Maret 2016. Upaya kriminalisasi terhadap kelompok LGTBI juga telah beranjak ke ranah regulasi. (Baca Juga: Pengujian Pasal Kesusilaan Diklaim Bukan untuk Kriminalisasi LGBT) "Selain situasi kekerasan terhadap LGBTI, saat ini, upaya kriminalisasi terhadap kelompok LGBTI sedang berlangsung melalui Judicial Review KUHP dan pembahasan revisi KUHP di DPR. Rangkaian situasi ini membuktikan bahwa negara gagal menjalankan mandatnya dalam pemenuhan, penghormatan dan perlindungan hak asasi manusia, khususnya bagi kelompok LGBTI,” tambah Mario Pratama dari Arus Pelangi. Atas potret permasalahan yang mengemuka tersebut, Koalisi melihat bahwaHAM di Indonesia belum menunjukkan tren yang positif. Bahkan dalam beberapa isu HAM, kondisinya semakin memburuk. Mundurnya perlindungan hak asasi manusia ini menunjukkan bahwa HAM masih belum menjadi agenda yang penting dan prioritas bagi Pemerintah. Koalisi berharap, melalui forum UPR seharusnya pembentukan mekanisme konstruktif pembenahan situasi HAM di seluruh negara di dunia termasuk Indonesia perlu dibenahi. Bukan hanya sekadar memandang forum internasional sebagai forum politis dan ruang bagi intervensi negara lain. Tapi, sebagai persoalan serius dalam konteks pemajuan HAM. “UPR adalah bagian dari upaya membangun kerjasama antara masyarakat sipil dan pemerintah untuk memperbaiki situasi hak asasi manusia secara kolaboratif. Masyarakat sipil dan pemerintah dapat menggunakan kesempatan ini untuk bekerjasama dalam menyusun rencana kerja, memantau proses, hingga mengevaluasi pelaksanaan rekomendasi UPR. Berdasarkan semangat inilah, kami mengajak Pemerintah untuk bersama-sama memperbaiki situasi perlindungan hak asasi manusia di Indonesia,” tulis Koalisi.

8

D. Perkembangan yang Berkaitan dengan Kebutuhan Pemerintahan untuk Bertindak di Bidang Ilmu dan Teknologi Birokrasi mau tidak mau harus melakukan transforamsi menuju cara-cara yang lebihmaju dengan menggunakan sebuah sistem informasi yang handal dan tangguh untuk mendukung tata kelola pemerintahan yang baik. Berbagai Kementrian di Pemerintah Pusatdan SKPD di Pemda diberikan keleluasaan dan kemandirian agar memiliki kemampuanuntuk menjalankan tugas pokok dan fungsinya yang efektif tetapi dalam sebuah koridorkoordinasi dalam lintas organisasi dalam lingkup pemerintah daerah. Upaya untuk mencapai good governance ini tentu harus mengikuti perkembangan ilmu dan teknologi. Salah satunya adalah dengan pengembangan e-Government. The World Bank Group mendefinisikan E-Government sebagai: E-Government refers to the use by government agencies of information technologies (such as Wide Area Networks, the Internet, and mobile computing) that have the ability to transform relations with citizens, businesses, and other arms of government. Definisi lain dari referensi: Electronic government, or "E-government," is the process of transacting business between the public and government through the use ofautomated systems and the Internet network, more commonly referred to as the World Wide Web. Penerapan good governance tidak akan lepas dari suatu cara yang efektif dalam pengelolaan administrasi pemerintah daerah. Hal ini perlu didukung oleh suatu perangkat teknologi yang dapat mempemudah berbagai pengolahan data dan informasi agar lebih efesien, efektif dan relevan. Kecepatan pelayanan yang dalam administrasi pemerintah daerahakan lebih mudah dicapai. Hal inilah perlu adanya terobosan-terobosan dalam kebijakan untuk mendukung egovernment tersebut, salah satunya adalah diterbitkannya Inpres No. 3/2003 tentang Kebijakan Dan Strategi Nasional Pengembangan e-Government, setiap Gubernur dan Bupati/ Walikota diamanatkan untuk mengambil langkah-langkah yang diperlukan sesuai dengan tugas, fungsi dan kewenangannya masing-masing guna terlaksananya pengembangan eGovernment secara nasional.

9

Inpres No. 3/2003: Pengembangan e-Government merupakan upaya untuk mengembangkan penyelenggaraan kepemerintahan yang berbasis (menggunakan) elektronik dalam rangka meningkatkan kualitas layanan publik secara efektif dan efisien. Melalui pengembangan egovernment dilakukan penataan sistem manajemen dan proses kerja di lingkungan pemerintah dengan mengoptimasikan pemanfaatan teknologi informasi. Pada intinya E-Government adalah penggunaan teknologi informasi yang dapat meningkatkan hubungan antara Pemerintah dan pihak-pihak lain. Penggunaan teknologiinformasi ini kemudian menghasilkan hubungan bentuk baru seperti: G2C (Government toCitizen), G2B (Government to Business Enterprises), dan G2G (inter-agency relationship).E-Government ini dapat diimplementasikan dalam berbagai cara. Contohcontohnya antara lain: - Penyediaan sumber informasi, khususnya informasi yang sering dicari oleh masyarakat. Informasi ini dapat diperoleh langsung dari tempat kantor pemerintahan, dari kios info (info kiosk), ataupun dari Internet (yang dapat diakses oleh masyarakatdimana pun dia berada). Informasi ini dapat berupa informasi potensi daerah sehingga calon investor dapat mengetahui potensi tersebut. Tahukah anda berapapendapatan daerah anda? Komoditas apa yang paling utama? Bagaimana kualitasSumber Daya Manusia di daerah anda? Berapa jumlah perguruan tinggi di daerahanda? Di era otonomi daerah, fungsi penyedia sumber informasi ini dapat menjadipenentu keberhasilan. - Penyediaan mekanisme akses melalui kios informasi yang tersedia di kantor pemerintahan dan juga di tempat umum. Usaha penyediaan akses ini dilakukan untuk menjamin kesetaraan kesempatan untuk mendapatkan informasi. - E-procurement dimana pemerintah dapat melakukan tender secara on-line dantransparan. E-Government ini membawa banyak manfaat, antara lain: - Pelayanan servis yang lebih baik kepada masyarakat. Informasi dapat disediakan 24 jam sehari, 7 hari dalam seminggu, tanpa harus menunggu dibukanya kantor. Informasi dapat dicari dari kantor, rumah, tanpa harus secara fisik datang ke kantorpemerintahan. - Peningkatan hubungan antara pemerintah, pelaku bisnis, dan masyarakat umum.Adanya keterbukaan (transparansi) maka diharapkan hubungan antara berbagai pihak menjadi lebih baik. Keterbukaan ini menghilangkan saling curiga dan kekesalan dari kesemua pihak. - Pemberdayaan masyarakat melalui informasi yang mudah diperoleh. Dengan adanya informasi yang mencukupi, masyarakat akan belajar untuk dapat menentukan pilihannya. Sebagai contoh, data-data tentang sekolahan (jumlah kelas, daya tampung murid, passing grade, dan sebagainya) dapat ditampilkan secara online dan digunakan oleh orang tua untuk memilihkan sekolah yang pas untuk anaknya.

Secara spesifik Bollettino (2002: 264) menilai permasalahan mendasar dalam Implementasi e-government atau e-services adalah adanya kemauan pemerintah atau birokrasi untuk melakukan transformasi sebagai sebuah konsekuensi logis penggunaan 10

teknologi informasi. Termasuk dengan mengedepankan prinsip melayani warga atau citizen oriented (Denhardt dan Dendhart 2003:45-46). Di Negara-negara maju, e-government merupakan hasil transformasi dari mekanisme interaksi birokrasi dengan masyarakat menjadi lebih bersahabat dalam suasana birokrasi pelayanan yang bersih, berwibawa dan transparan (indrajit, 2002:xi). Oleh karena itu, ketersediaan infrastruktur akses dan perubahan kultur atau budaya pelayanan publik menjadi prasyarat mendasar dalam pengembangan pelayanan publik melalui e-government. Pengembangan pelayanan public melalui e-givernment serta aplikasinya secara khusus perlu mempertimbangan beberapa faktor yang kerap menjadi kendala di Negara berkembang. Kendal tersebut adalah digital divide, perbedaan bahasa dan karakter tulisan , koordinasi dan kebijakan, serta aspek teknis diantaranya: ketersediaan infrastruktur dan akses warga masyarakat pengguna layanan dan kualitas sumber daya manusia serta biaya pengembangan teknologi informasi dan komunikasi.

E. Perlunya Koordinasi dan Harmonisasi Tindakan Permerintah, Keharusan Adanya Deregulasi dan Privatisasi  Koordinasi Pemerintahan

Koordinasi Pemerintahan merupakan kegiatan-kegiatan penyelenggaraan pemerintahan harus ditujukan ke arah tujuan yang hendak di capai yaitu yang telah ditetapkan menjadi garis-garis besar haluan Negara dan garis-garis besr haluan pembangunan baik untuk tigkat pusat ataupun untuk tingkat daerah, guna menuju kepada sasaran dan tujuan itu gerak kegiatan harus ada pengendalian sebagai alat untuk menjamin langsungnya kegiatan. Yang dimaksud pengendalian disini adalah kegiatan untuk menjamin kesesuaian karya dengan rencana, program, perintah-perintah, dan ketentuan-ketentuan lainnya yang telah ditetapkan termasuk tindakan-tindakan korektif terhadap ketidakmampuan atau penyimpangan. Proses pengendalian menghasilkan data-data dan fakta-fakta baru yang terjadi dalam pelaksanaan, ini semua berguna bagi pimpinan perencanaan dan pelaksanaan. Koordinasi dalam pelaksanaan suatu rencana, pada dasarnya merupakan salah satu aspek dari pengendalian yang sangat penting. Koordinasi disini adalah suatu proses rangkaian kegiatan menghubungi, bertujun untuk menyelaraskan tiap langkah dan kegiatan dalam organisasi agar tercapai gerak yang tepat dalammencapai sasaran dan tujuan-tujuan yang telah ditetapkan, selain sebagai suatu proses, koordinasi itu dapat juga diartikan sebagai suatiu pengatutran yang tertib dari kumpulan/gabungan usaha untuk menciptaka 11

kesatuan tindakan. Maka koordinasi pemerintahan merupakan pengaturan yang aktif, bukan npengaturan yang pasif berupa membuat pengaturan terhadap setiap gerak dan kegiatan dan hubungan kerja antara beberapa pejabat pemerintah baik pusat maupun daerah serta lembaga-lembaga pemerintahan yang mempuya tugas kewajiban dan wewenang yang saling berhubungan satu sama lain, dimana pengaturan bertujuan untuk mencegah terjadinya kesimpangsiuran dan saling tumpang-tindih kegiatan yang mengakibatkan pemborosan-pemborosan dan pengaruh yang tidak baik terhadap semangat dan tertib kerja. PELAKSANAAN KOORDINASI PEMERINTAHAN 1. Mekanisme Pelaksanaan Koordinasi Pemerintahan a) Pelaksanaan

untuk memantapkan pelaksanaan koordinasi, diperlukan adnya penentuan langkah-langkah sebagai berikut: 1. Langkah pertama: Identifikasi kebijaksanaan 2. Langkah kedua: Identifikasi fungsional 3. Langkah ketiga: Identifikasi struktural 4. Langkah keempat: Penentuan koordinasi material/operasional 5. Langkah kelima: Penyusunan pola koordinasi b) Mekanisme

1. Penyelenggaraan koordinasi pemerintahan 2. Kebijakan dan pelaksanaan ang berkaitan dengan penciptaan dan pemeliharaan ketentraman dan ketertiban umum 3. Fasilitasi penerapan dan penegakan peraturan perundang-undangan dan peraturan yang berlaku 4. Penyelenggaraan fasilitasi kerjasama daerah dan penyelesaian perselisihan daerah 5. Pembinaan wilayah yang meliputi pengelolaan batas daerah kependudukan, catatan sipil, kehidupan bermasyarakat, peningkatan peran serta dan prakarsa masyarakat, kerukunan daerah, dan pelaksanaan pola hubungan kerja, antar lembaga pemerintahan di semua tingkatan, dan aktualisasi nilai-nilai pancasila sebagai Dasar Negara dan UUD 1945 serta sosialisasi kebijakan-kebijakan nasional di daerah 6. Pemberian fasilitas penyelenggaran tugas dan fungsi unit-unit kerja pemerintahan sesuai dengan peraturan perundang-undangan 7. Kebijakan dan pelaksanaan pemberian pelayanan kepad a masyarakat bai kualitasnya maupun kuantitasnya 8. Penyelenggaraan tugas-tugas umum pemerintahan lainnya yang tidak termasuk dalam tugas suatu instansi 12

2. Jenis-jenis/ Macam Koordinasi

Koordinasi di daerah menuntut penjelasan resmi dari pihak eksekutif yang menyatakan bahwa koordinasi pemerintahan sipil merupakan usaha mengadakan kerjasama yang erat dan efektif antara dinas-dinas sipil di daerah. Disusun dengan pembentukanpembentukan forum-forum koordinasi dalam segala bidang. Semuanya menunjukan bahwa memnag koordinasi dalam pelaksanaan jalannya pemerintahan adalah vital namun dulit dilaksanakan. Secara teoritis dapat dapat disebutkan beberapa jenis koordinasi sesuai dengan linhkup dan arah jalurnya sebagai berikut:

a)

Menurut Lingkupnya, terdapat:

1) Koordinasi Intern yaitu koordinasi antar pejabat atau antar unit dalam suatu organisasi 2) Koordinasi Eksten yaitu koordinasi antar pejabat dari bagian organisasi atau antar organisasi b)

Menurut Arahnya, terdapat:

1) Koordinasi Horizontal yaitun koordinasi antar pejabat atau antar unit yang mempunyai tingkat hierarki yang sama dalam suatu organisasi, dan agar pejabat dari organisasiorganisasi yang sederajat atau organisasi yang setingkat. 2) Koordinasi Vertikal yaitu koordinasi antara apejabat- pejabat dan unit- unit tingkat bawah oleh pejbat atasannya atau unit tingkat atasnya langsug, juga cabang-cabang suatu organisasi oleh organisasi induknya. 3) Koordinasi Diagonal yaitu koordinasi antar pejabat atau unit yang berbeda fungsi dan berbeda tingkat hierarkinya 4) Koordinasi Fungsional adalah koordinasi antar pejabat, antar unit atau antar organisasi yang didasarkan atas kesamaan fungsi, atau karena koordinatonya mempunya fungsi tertentu c)

Menurut Peraturan Pemerintah RI No. 6 th 1998

1) Koordinasi Fungsional, antara dua atau lebih instansi yang mempunyai program yang berkaitan erat 2) Koordinasi Instansional, terhadap beberapa instansi yang menangani suatu urusan tertentu yang bersangkutan. 3) Koordinasi Teritorial, terhadap dua atau lebih wilayah dengan program tertentu. 3. Organisasi, wadah keterpaduan kerjasama dan hubungan kerja a) Pentingnya keterpaduan kerjasama dan hubungan kerja Dalam alam pembangunan kerja yang lebih cocok untuk diterapkan tentulah manajemen partisipatif. Dalam konsep ini yang berlaku bukanlah lagi “getting things done through people” atau bagaimana pimpinan mencapai tujuan melalui bawahan. Sebab dalam rumusan itu hanya berarti top-down approach” atau pendekatan otoritatif atau pendekatan dari atas ke bawah sebagai komunikasi satu arah saja. 13

Yang lebih tepat untuk diterapkan dalam alam pembangunan adalah “getting things done together with and through people” atau bagaimana pimpinan mencapai tujuan bersama-sama dan dengan dukungan bawahan. Sebab pembangunan adalah sebagai keseluruhan proses penyelenggaraan kerjasama antara aparatur negara dengan aparatur pemerintah dengan dukungan partisipasi masyarakat untuk mewujudkan pertumbuhan, perbaikan dan perkembangan positif di segala bidang kehidupan masyarakat dalam rangka pembinaan bangsa secara keseluruhan. Begitupun untuk perusahaan, untuk pengembangan dan keberhasilannya dalam mencapai tujuan dan sasarannya, tentulah memerlukan keterpaduan antara semuan pihak pimpinan maupun non pimpinan dalam perusahaan tersebut. Keterpaduan tersebut dapat dibina melalui komunikasi atau hubungan kerja dua arah. Karena itu manajemen partisipatif adalah yang paling tepat untuk diterapkan baik di instansi pemerintah maupun non pemerintah. Tentu kiatnya berlainan. Namun yang penting terkandung di dalamnya proses psikologis dengan pendekatan perilaku, sebagai proses timbal balik dari atas ke bawah bersama-sama bawah ke atas atau “top-down and bottomup approach” (korten, 1986 : 2-4).pimpinan dan bawahan tersebut terpadukan ke dalam wadah ataupun struktur organisasi. Berarti dalam konsep ini tercakup berlakunya asas kerjasama dan hubungan kerja ataupun komunikasi timbal balik antara pimpinan dan bawahan. Keterpaduan kerjasama dan hubungan timbal balik tersebut sangat bermanfaat, antara lain untuk : 1. Membina kesamaan bahasa, paham, pengertian antar sesama pejabat ataupun pihakpihak terkait. Jadi untuk menghindarkan salah paham dalam melaksanakan tugas-tugas kedinasan ataupun misi yang diembannya. 2. Membina koordinasi, integrasi dan sinkronisasi antar para pejabat atau pihak-pihak yang terkait dalam melaksanakan misi organisasi 3. Menyatukan arah dan langkah-langkah serta tindakan-tindakan yang harus dilakukan oleh para pejabat maupun anggota organisasi ataupun pihak-pihak yang terkait untuk tercapainya tujuan dan sasaran-sasaran yang sudah ditetapkan. Hasil dari a, b dan c tersebut maka misi organisasi akan terlaksana dengan baik, lebih efektif dan efisien. Oleh karena itu pola keterpaduan kerjasama dan hubungan kerja timbal balik tersebut harus dengan sengaja dipersiapkan dengan sebaik-baiknya. Misalnya ada rencana, ada sasaran, ada ukuran-ukurannya, strukturnya, landasannya dan sebagainya. Jadi, tidak tepat kalau hanya disiapkan secara sambil lalu saja, ataupun secara mendadak, apalagi kalau hanya terlaksana secara kebetulan tanpa disengaja. Keterpaduan kerjasama dan hubungan kerja dalam struktur organisasi b) Keterpaduan Kerjasama dan Hubungan Kerja Dalam Struktur Organisasi Konotasi “dengan sengaja” untuk mempersatukan diri dalam kerjasama dan hubungan kerja dalam organisasi tersebut di atas mencakup, misalnya : dengan sadar telah ditetapkan terlebih dahulu tujuan dan sasarannya, ketentuan-ketentuan atau aturan mainnya, perencanaannya dan sebagainya. Bahkan lebih lanjut sebagai bukti terpenuhinya persyaratan “dengan sengaja” tersebut biasanya diungkapkan dalam bentuk bagan struktur organisasinya. Disebutkan bahwa asas keterpaduan kerjasama dan hun=bungan kerja, dalam struktur organisasi tergamba pula pembagian kerja yang logis. Sesuai dnegan itu maka struktur organisasi dapat diberikan pengertian sebagai : “susunan logis dari hierarkhi jabatan dan fungsi yang ada dalam organisasi, yang berbentuk pyramidal serta 14

menggambarkan pembagian kerja para pejabat berikut keserasian kerjasama dan hubungan kejanya untuk tercapainya tujuan dan sasaran-sasaran sebagaimana sudah ditetapkan sebelumnya. “pengertian tersebut berlaku dalam wadah organisasi fungsional, struktural maupun proyek. Dengan pengendalian dan koordinasi yang baik maka dalam penyelenggaraan pemerintahan mendapatkan manfaat, antara lain: 1. Dapat mencegah dan menghilangkan titk pertentangan 2. Para pejabat/petugas terpaksa berfikir dan berbuat dalam hubungan sasaran dan tujuan berasama 3. Dapat dicgah terjadinya kesimpangsiuran dan duplikasi kegiatan 4. Dapat mengembangakan prakarsa dan daya inprovisasi para pejabat/petugas kareba dalam rangka koordinasi mereka mau tidak mau harus mndapatkan cara dan jalan yangf cocok bagi pelaksanaan tugas secara menyeluruh dan mencapai keseimbangan dan keserasian. Maka bagi penyelenggaraan pemerintahan terutama di daerah, koordinasi bukan hanya bekerjasama, melaikan juga integrasi dan sinkronisasi yang mengandung keharusan penyelarasan unsur-unsur jumlah dan penentuan waktu kegiatan di samping penyesuaian perencanaa, dan keharusan adanya komunikasi yang teratur diantara sesama pejabat/petugas yang bersangkutan dengan memahami dan mengindahkan ketentuan hukum yang berlaku sebagai suatu peraturan pelaksanaan. 

Deregulasi

Deregulasi adalah aturan/sistem (sistem yang mengatur), tindakan atau proses menghilangkan mengurangi segala aturan. Apakah deregulasi baik atau buruk? Bila diringkas, deregulasi menunjuk kebijakan pemerintah mengurangi/meniadakan aturan administratif yang mengekang kebebasan gerak modal, barang dan jasa. Contoh-contoh deregulasi: • Pemerintah menderegulasi bidang ekspor untuk menambah devisa negara. • Deregulasi dibidang perpajakan berupa penghematan pajak bagi perusahaan berarti meringankan biaya produksi perusahaan • Deregulasi dibidang ekonomi/politik: omongan bahwa, pasar merupakan mekanisme alami bagi alokasi kesejahteraan adalah omongan naif. Untuk itu paket kebijakan yang menyangkut pengadaan modal perlu menerapkan strategi deregulasi selektif.misalnya,regulasi ketat dikenakan pada transaksi yag tidak menyangkut investasi jangka panjang .Sebaliknya deregulasi serikat buruh perlu dilakukan dengan fokus pada daya tawar dan independensi. • Deregulasi di sektor telekomunikasi: seandainya pemerintah mendorong pemanfaatan teknologi telekomunikasi secara maksimal, akan bermunculan potensi-potensi usaha mikro yang berawal dari basis komunikasi, mulai dari pelayanan internet murah sampai pabrikasi peralatan komunikasi sederhana.

15

Dari tahun ke tahun deregulasi hanya membahas permasalahan di "atas" saja. Sementara akar permasalahan yang menyebabkan distorsi dan ekonomi biaya tinggi ekonomi RI belum tersentuh. Apa saja tindakan deregulasi itu? Berikut beberapa cacatan tentang deregulasi yang pernah dikeluarkan pemerintah dalam dekade 80-an dan 90-an: Tahun 1983 Pemerintah mengeluarkan kebijakan deregulasi di sektor moneter, khususnya perbangkan, lewat kebijakan 1 Juni 1983. Deregulasi ini menyangkut tiga segi: peningkatan daya saing bank pemerintah, penghapusan pagu kredit, dan pengaturan deposito berjangka. Dalam ketentuan itu, bank pemerintah bebas menentukan suku bunga deposito serta suku bunga kredit. Langkah ini dimaksudkan agar masyarakat yang memiliki dana nganggur tertarik untuk menyimpan di bank pemeintah. Sebab pada saat itu, suku bunga yang ditawarkan oleh bank swasta lebih tinggi ketimbang bank pemerintah. Yaitu 18 persen, sementara bank pemerintah hanya 14-15 persen. Tahun 1985 Pemerintah memberlakukan Inpres Nomor 4 Tahun 1985 yang mengalihkan tugas dan wewenang Ditjen Bea dan Cukai (BC) dalam pemeriksaan barang kepada surveyor asing SGS. Ini sama saja dengan pemerintah memberikan kepercayaan penuh kepada pihak asing (SGS) dalam memeriksa barang. Keluarnya Inpres Nomor 4, tak lain sebagai reaksi pemerintah atas penyalahgunaan wewenang oleh BC yang banyak diributkan oleh dunia usaha. Tahun 1986 Lewat paket kebijakan 6 Mei (Pakem), pemerintah menghapus sertifikat ekspor (SE). SE merupakan fasilitas empuk yang banyak digunakan eksportir untuk memperoleh pengembalian bea masuk dan unsur subsidi, ini diberikan bersamaan dengan kredit ekspor. Tahun 1987 Pemerintah mengeluarkan deregulasi 15 Januari 1987, tentang industri kendaraan bermotor, mesin industri, mesin listrik, dan tarif bea masuk. Untuk bea masuk, pemerintah memberikan keringanan bea terhadap barang-barang tertentu, seperti Tekstil, kapas, dan besi baja. Sedangkan untuk industri mesin pemerintah memberikan perlakuan kemudahan ijin usaha. Dan untuk industri kendaraan bermotor, pemerintah memberikan kemudahan perakitan kendaraan dan pembuatan dan perakitan bagian kendaraan bermotor. Juni 1987 Pemerintah mengeluarkan paket deregulasi, lewat PP Nomor 13 Tahun 1987 dan Keppres Nomor 16. Kali ini pemerintah menyederhanakan perijinan investasi bidang pertambangan, pertanian, kesehatan dan perindustrian. Yang semula ada empat ijin investasi, setelah kebijakan itu hanya tinggal dua. Tahun 1988 Inilah tahun booming dunia perbankan Indonesia. Bayangkan, hanya dengan modal Rp 10 milyar, seorang pengusaha punya pengalaman atau tidak sebagai bankir, sudah bisa mendirikan bank baru. Maka, tak pelak lagi berbagai macam bentuk dan nama bank baru bermunculan bagai jamur di musim hujan. Itulah salah satu bentuk kebijakan deregulasi 27 Oktober 1988, atau yang dikenal dengan sebutan Pakto 88. Tak hanya itu, bank asing yang semula hanya beroperasi di Jakarta, kini bisa merentangkan sayapnya ke daerah lain di luar Jakarta. Sementara untuk mendirikan bank perkreditan, modal yang disetor menurut Pakto 88, hanya Rp 50 juta seseorang sudah bisa punya bank BPR. -

Mei 1990 Pemerintah kembali mengeluarkan paket deregulasi yang menyangkut empat sektor pembangunan: industri, perdagangan, kesehatan, dan pertanian. Dari empat sektor yang disentuh deregulasi itu, sektor otomotif, impor gandum, kelapa sawit, dan -

16

bahan baku plastik belum masuk dalam cacatan deregulasi yang dinamai Pakmei 90 itu. Untuk bidang pertanian dibebaskan dari tata niaga atas komoditas pala, sayur-sayuran dari Sumetera Utara, tengkawang, kayu manis, serta kopi. Lalu untuk bidang perijinan, satu ijin peternakan berlaku untuk semua jenis ternak, beternak, pemotongan hewan, dan produksi hewan. Bidang kesehatan, terjadi penyerdehanaan ijin usaha untuk industri farmasi, perdagangan besar farmasi, apotek, industri obat, pendaftaran obat, tata niaga impor, dan bahan baku obat. Sementara untuk perdagangan terjadi pengurangan dan penambahan pos baru. Pengurangan terjadi dari 9.549 menjadi 9.250 pos tarif dan terdapat penambahan 387 pos baru. Tahun 1991 Tampaknya bulan Juni, dijadikan bulan yang tepat untuk mengumumkan kebijakan-kebijakan pemerintah. Tak heran bila pada Juni 1991, pemerintah kembali "meluncurkan" serangkaian paket deregulasi bidang: investasi, industri, pertanian, perdagangan, dan keuangan. Inti dari deregulasi kali ini adalah pembabatan hak monopoli enam persero pemerintah (Pantja Niaga, Kertas Niaga, Dharma Niaga, Mega Eltra, Sarinah, dan Krakatau Steel. Khusus untuk baja, KS harus rela melepaskan 60 hak impornya kepada importir produsen. Sementara untuk makanan, buah-buahan, dan daging, pengencer di dalam negeri bebas mengimpor dari luar negeri. Namun, importir terkena bea masuk 20 persen. Untuk otomotif, pemerintah membuka keran impor kendaran niaga kategori I sampai V dan termasuk kendaraan serba guna (jip). Namun, yang boleh mengimpor hanyalah para agen tunggal dan importir yang ditunjuk (enam persero pemerintah). Bukti paling dramatis akibat deregulasi ini, adalah dibukanya keran impor kendaraan truk, harga truk anjlok. Tahun 1992 Tanggal 6 Juli 1992, Pemerintah kembali mengeluarkan paket deregulasi di bidang investasi, perdagangan, keuangan, tenaga kerja, pertanahan, IMB dan UUG/HO. Berisi antara lain, mengijinkan HGU dan HGB oleh usaha patungan dalam rangka penanaman modal asing dalam jangka waktu 30 tahun. Keputusan lainnya dari deregulasi yang dinamakan Pakjul itu, pembebasan tata niaga terhadap 241 pos tarif. Terdiri atas 226 pos tarif mengenai batik, 12 pos tarif pertanian, 1 pos tarif air mineral, 1 pos tarif produk logam, dan 1 pos tarif transformator listrik. Untuk bea masuk hanya diberikan kepada 36 pos tarif besi baja. Sementara untuk impor mesin bukan baru hanya dapat diimpor oleh perusahaan sendiri atau industri rekondisi. Mengenai tenaga kerja asing, dengan deregulasi itu, untuk memperoleh ijin tidak perlu ada rekomendasi dari departemen teknis. -

Tahun 1993 Sektor moneter kembali disentuh melalui deregulasi Mei 1993 (Pakmei 93). Lewat Pakmei, capital adequency ratio (CAR) atau rasio kecukupan modal diperlonggar. Dengan peningkatan CAR, bank dipastikan akan lebih leluasa memberikan kredit. Pemerintah juga menyederhanakan ketentuan loan deposit ratio (LDR) atau pemberian kredit kepada pihak ketiga. Dengan ketentuan ini bank hanya diberikan 20 persen untuk menyalaurkan kredit kepada grupnya sendiri. Yang menarik dari kebijakan ini, KUK dibawah Rp 25 juta dapat digunakan untuk kegiatan tidak produktif. Tahun 1995 Dengan kebijakan yang dinamaan Paket Mei 1995 (Pakmei 95), pemerintah mengeluarkan paket deregulasi atas lima bagian: tarif bea masuk dan masuk tambahan, tata niaga impor, penaman modal, perijinan, restrukturisasi usaha, dan entrepot produsen tujuan ekspor serta kawasan berikat. Dalam tarif, terjadi penurunan 6.030 dari 9.408 pos tarif. Pemerintah juga menghapus bea masuk tambahan terhadap 95 produk,

17

merubah tata niaga dan kontrol terhadap 81 produk. Dalam Pakmei ini, penurunan tarif bea masuk akan diturunkan secara bertahap. Tahun 1996 26 Januari 1996, Pemerintah mengeluarkan paket deregulasi, untuk bidang industri, perdagangan, dan keuangan. Makna deregulasi kali ini masih tidak bergeser dari deregulasi sebelumnya, yaitu penurunan bea masuk. Selain itu diberikannya fasilitas perpajakan guna meningkatkan ekspor non migas. Dapat kita tarik kesimpulan bahwa pemerintah melakukan deregulasi perbankan dari 19871996 sudah pasti bertujuan untuk memperbaiki sistem perekonomian di Indonesia khususnya di bidang perbangkan. Kita tahu bahwa pada awalnya tercipta sistem perekonomian di Indonesia masih berkiblat pada sistem kolonial Belanda, diharapkan dengan adanya deregulasi ini bisa terbebas dari sistem tersebut. Deregulasi sempat memberikan hasil positif contahnya, kemudahan pendirian bank baru, meningkatkan efektivitas instrumen pasar uang, serta mendorong peralihan dari tingkat suku bunga dan nilai tukar yang tetap (fixed) ke tingkat yang mengambang (floating). Akibat deregulasi itu, hanya dalam waktu dua tahun muncul bank baru dengan jumlah yang banyak. Namun, banyak sekali akibat dari deregulasi ini seperti, Dalam tempo singkat, tiba-tiba pinjaman luar negeri perbankan meningkat tajam akibat melemahnya nilai tukar. Pada saat bersamaan, banyak pula perusahaan yang utangnya menjadi berlipat ganda sehingga kreditnya di bank pun menjadi macet. Perbankan makin kesulitan tatkala masyarakat mulai berbondongbondong menarik dananya dari perbankan akibat kepercayaan yang makin hilang dan situasi yang semakin tidak menentu. Perbankan kesulitan likuiditas. Bank Indonesia pun mengeluarkan kebijakan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) untuk menolong perbankan. Bank yang tidak bisa ditolong terpaksa dilikuidasi. Selanjutnya, pemerintah juga membentuk Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) untuk merestrukturisasi perbankan yang kala itu umumnya sangat kekurangan modal dengan NPL yang sangat besar. 

Privatisasi

Terdapat banyak definisi yang diberikan oleh para pakar berkenaan dengan istilah privatisasi. Beberapa pakar bahkan mendefinisi privatisasi dalam arti luas, seperti J.A. Kay dan D.J. Thomson sebagai “…means of changing relationship between the government and private sector”. Mereka mendefinisikan privatisasi sebagai cara untuk mengubah hubungan antara pemerintah dan sektor swasta. Sedangkan pengertian privatisasi dalam arti yang lebih sempit dikemukakan oleh C. Pas, B. Lowes, dan L. Davies yang mengertikan privatisasi sebagai denasionalisasi suatu industri, mengubahnya dari kepemilikan pemerintah menjadi kepemilikan swasta. Tujuan PrivatisasI Pada dasarnya kebijakan privatisasi ditujukan untuk berbagai aspek harapan, dilihat dari aspek keuangan, pembenahan internal manajemen (jasa dan organisasi), ekonomi dan politik. Dari segi keuangan, privatisasi ditujukan untuk meningkatkan penghasilan pemerintah terutama berkaitan dengan tingkat perpajakan dan pengeluaran publik; mendorong keuangan swasta untuk ditempatkan dalam investasi publik dalam skema infrastruktur utama; menghapus jasa-jasa dari kontrol keuangan sektor publik. Tujuan privatisasi dari sisi pembenahan internal manajemen (jasa dan organisasi) yaitu: 18

-

Meningkatkan efisiensi dan produktivitas; Mengurangi peran negara dalam pembuatan keputusan; Mendorong penetapan harga komersial, organisasi yang berorientasi pada keuntungan dan perilaku bisnis yang menguntungkan; Meningkatkan pilihan bagi konsumen.

Dari sisi ekonomi, tujuan privatisasi yaitu: -

Memperluas kekuatan pasar dan meningkatkan persaingan; Mengurangi ukuran sektor publik dan membuka pasar baru untuk modal swasta.

Tujuan dari segi politik yaitu: -

Mengendalikan kekuatan asosiasi/perkumpulan bidang usaha bisnis tertentu dan memperbaiki pasar tenaga kerja agar lebih fleksibel; Mendorong kepemilikan saham untuk individu dan karyawan serta memperluas kepemilikan kekayaan; Memperoleh dukungan politik dengan memenuhi permintaan industri dan menciptakan kesempatan lebih banyak akumulasi modal spekulasi; Meningkatkan kemandirian dan individualisme.

Adapun tujuan pelaksanaan privatisasi sebagaimana tercantum dalam Pasal 74 Undangundang Nomor 19 Tahun 2003 Tentang BUMN adalah meningkatkan kinerja dan nilai tambah perusahaan serta meningkatkan peran serta masyarakat dalam pemilikan saham Persero. Penerbitan peraturan perundangan tentang BUMN dimaksudkan untuk memperjelas landasan hukum dan menjadi pedoman bagi berbagai pemangku kepentingan yang terkait serta sekaligus merupakan upaya untuk meningkatkan kinerja dan produktivitas BUMN. Privatisasi bukan semata-mata kebijakan final, namun merupakan suatu metode regulasi untuk mengatur aktivitas ekonomi sesuai mekanisme pasar. Kebijakan privatisasi dianggap dapat membantu pemerintah dalam menopang penerimaan negara dan menutupi defisit APBN sekaligus menjadikan BUMN lebih efisien dan profitable dengan melibatkan pihak swasta di dalam pengelolaannya sehingga membuka pintu bagi persaingan yang sehat dalam perekonomian. Pro-Kontra Mengenai Privatisasi Sebagai sebuah kebijakan yang menyangkut kepentingan publik, program privatisasi masih disikapi secara pro dan kontra. Berikut ini akan diuraikan mengenai alasan-alasan yang menyebabkan terjadinya pro dan kontra tersebut. Alasan-Alasan Yang Mendukung Privatisasi a. Peningkatan efisiensi, kinerja dan produktivitas perusahaan yang diprivatisasi

kinerja yang tidak optimal, dan penilaian-penilaian negatif lainnya. Beberapa faktor yang sering dianggap sebagai penyebabnya adalah kurangnya atau bahkan tidak adanya 19

persaingan di pasar produk sebagai akibat proteksi pemerintah atau hak monopoli yang dimiliki oleh BUMN. tidak adanya persaingan ini mengakibatkan rendahnya efisiensi BUMN. BUMN sering dilihat sebagai sosok unit pekerja yang tidak efisien, boros, tidak professional dengan Hal ini akan berbeda jika perusahaan itu diprivatisasi dan pada saat yang bersamaan didukung dengan peningkatan persaingan efektif di sektor yang bersangkutan, semisal meniadakan proteksi perusahaan yang diprivatisasi. Dengan adanya disiplin persaingan pasar akan memaksa perusahaan untuk lebih efisien. Pembebasan kendali dari pemerintah juga memungkinkan perusahaan tersebut lebih kompetitif untuk menghasilkan produk dan jasa bahkan dengan kualitas yang lebih baik dan sesuai dengan konsumen. Selanjutnya akan membuat penggunaan sumber daya lebih efisien dan meningkatkan output ekonomi secara keseluruhan. b. Mendorong perkembangan pasar modal

Privatisasi yang berarti menjual perusahaan negara kepada swasta dapat membantu terciptanya perluasan kepemilikan saham, sehingga diharapkan akan berimplikasi pada perbaikan distribusi pendapatan dan kesejahteraan masyarakat. Privatisasi juga dapat mendorong perusahaan baru yang masuk ke pasar modal dan reksadana. Selain itu, privatisasi BUMN dan infrastruktur ekonomi dapat mengurangi defisit dan tekanan inflasi yang selanjutnya mendukung perkembangan pasar modal. c. Meningkatkan pendapatan baru bagi pemerintah

Secara umum, privatisasi dapat mendatangkan pemasukan bagi pemerintah yang berasal dari penjualan saham BUMN. Selain itu, privatisasi dapat mengurangi subsidi pemerintah yang ditujukan kepada BUMN yang bersangkutan. Juga dapat meningkatkan penerimaan pajak dari perusahaan yang beroperasi lebih produktif dengan laba yang lebih tinggi. Dengan demikian, privatisasi dapat menolong untuk menjaga keseimbangan anggaran pemerintah sekaligus mengatasi tekanan inflasi. Alasan-Alasan Yang Menolak Program Privatisasi Beberapa alasan yang diajukan oleh pihak yang mendukung program privatisasi sebagaimana telah dipaparkan di atas, dinilai tidak tepat oleh pihak-pihak yang kontra. Alasan bahwa privatisasi bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dan kinerja perusahaan yang diprivatisasi dianggap tidak sesuai dengan fakta. Sebab jika itu yang menjadi motifnya, maka seharusnya yang diprivatisasi adalah perusahaan-perusahaan yang tidak efisien, produktivitasnya rendah dan kinerjanya payah. Sehingga dengan diprivatisasi, diharapkan perusahaan tersebut berubah menjadi lebih efisien, produktivitasnya meningkat, dan kinerjanya menjadi lebih bagus. Padahal, pada kenyatannya yang diprivatisasi adalah perusahaan yang sehat dan efisien. Jika ada perusahaan negara yang merugi dan tidak efisien, biasanya disehatkan terlebih dahulu sehingga menjadi sehat dan mencapai profit, dan setelah itu baru kemudian dijual. 20

Alasan untuk meningkatkan pendapatan negara juga tidak bisa diterima. Memang ketika terjadi penjualan aset-aset BUMN itu negara mendapatkan pemasukan. Namun sebagaimana layaknya penjualan, penerimaan pendapatan itu diiringi dengan kehilangan pemilikan aset-aset tersebut. Ini berarti negara akan kehilangan salah satu sumber pendapatannya. Akan menjadi lebih berbahaya jika ternyata pembelinya dari perusahaan asing. Meskipun pabriknya masih berkedudukan di Indonesia, namun hak atas segala informasi dan bagian dari modal menjadi milik perusahaan asing.

BAB III PENUTUPAN KESIMPULAN Hukum administrasi telah berkembang dalam suasana manakala pihak Pemerintah mulai menata masyarakat dan dalam kaitan itu menggunakan sarana hukum, umpamanya dengan menetapkan keputusan-keputusan larangan tertentu atau dengan menerbitkan sistemsistem perizinan. Oleh karena itu dapat disepakati bahwa, hukum administrasi dalam bentuk sangat awalnya sudah terlalu kuno, oleh karena pihak Pemerintah juga sejak dahulu kala telah bertanggungjawab atas penataan dan pengelolaan masyarakat secara lebih kurang. Hukum administrasi dalam bentuk yang demikian ini nampaknya senantiasa merupakan "hukum administrasi luar biasa", yakni suatu hukum administrasi dalam bentuk suatu peraturan perundang-undangan tertentu, juga ketentuan-ketentuan pelaksanaan tambahan yang tertentu dan jika diperlukan beberapa yurisprudensi dalam suatu bidang konkrit yang terbatas dari urusan Pemerintah. Maka orang sudah melihat dalam pertengahan pertama dari abad ke-20 contoh-contoh hukum administrasi dalam bentuk aturan-aturan menurut undang-undang untuk mencegah rintangan, untuk melindungi monumen-monumen, untuk meningkatkan pembangunan perumahan yang baik, untuk meningkatkan keselamatan dalam situasi ketenagakeijaan, dan sebagainya. Hasilnya adalah suatu hukum administrasi yang sangat tersebar : dengan kata lain, timbullah berbagai macam hukum administrasi yang perlu disesuaikan dengan tugas Pemerintah yang akan dilaksanakan. Sebegitu peranan pihak pemerintah menjadi lebih penting atas berbagai bidang sosial dan dengan demikian hukum administrasi khusus meningkat pada bidang-bidang itu dan menjadi tambah sulit, 21

maka timbul kebutuhan untuk mempelajari unsur-unsur bersama dari hukum administrasi khusus itu dalam kaitannya satu sama lain.

DAFTAR PUSTAKA

Efendi lutfi, Pokok-pokok hukum administrasi. Malang, bayumedia. 2004 Sukarna, pengantar ilmu administrasi negara. Bandung. 1974 Koentjoro diana halim, hukum administrasi negara. Ciawi Bogor, ghalia indonesia.2004 Rhiza S. Sadjad, dalam makalahnya: PERANAN TEKNOLOGI INFOKOM DALAM MENINGKATKAN TRANSPARANSI MENUJU GOOD GOVERNANCE di Makassar Program Studi Pembangunan ITB. JURNAL STUDIPEMBANGUNAN. Bandung. 1999 Ahmad Erani Yustika. 2002. Pembangunan dan Krisis, Memetakan Perekonomian Indonesia. Grasindo: Jakarta Dewi Hanggraeni. Apakah Privatisasi BUMN Solusi yang Tepat Dalam Meningkatkan Kinerja, Artikel dalam Manajemen Usahawan Indonesia No.6 Tahun 2009 Indra Bastian. 2002. Privatisasi di Indonesia: Teori dan Implemantasi. Salemba Empat: Jakarta Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 Tentang BUMN Sumber Tambahan: http://govmedikz-medikz.blogspot.co.id/2011/01/koordinasi-pemerintahan.html?m=1 http://thimutz.blogspot.co.id/2010/10/pengertian-dan-dampak-deregulasi-dari.html?m=1

22

Related Documents

Makalah
June 2020 40
Makalah
July 2020 39
Makalah
October 2019 94
Makalah
July 2020 62

More Documents from ""