TUGAS 02 GEOLOGI INDONESIA OLEH SAYYID ABDULLAH MARZUQI (12016044) Forearc Basin
Gambar 1. Model dasar dari zona fore arc, termasuk forearc basin yang berasosiasi dengan subduksi oleh Takano, O., 2012 Arah gerak lempeng benua yang bergerak kekanan dan diarah yang berlawanan terdapat lempeng samuderan yang menunjam mengakibatkan terbentuknya sesar-sesar normal diujung kerak benua dan mengakibatkan terbentuknya basin.
Gambar 2.Pemodelan jenis-jenis basin yang diambil dari slide tektonofisik oleh Mino B., Sapheii, 2017. Mekanisme terbentuknya ini akibat naiknya magma hasil dari partial melting subduksi lempeng samudera yang mengakibatkan terbentuknya volcanic arc, yang mengakibatkan elevasi di sekitar yang ditembus magma meninggi dan depresi didepan volcanic arc tersebut dan mengakibatkan terbentuknya cekungan yang baru (forearc basin).
Cekungan busur muka atau dalam bahasa inggrisnya forearc basin adalah wilayah yang terletak di antara palung samudra dan busur vulkanik. Dengan demikian, kawasan ini ditemukan di batas lempeng tektonik konvergen atau yang sering kita kenal sebagai subduksi.
Yang terbentuk akibat menujamya kerak samudera kebawah kerak kontingen, yang mengakibatkan terbentuknya sesar normal yang massive mengakibatkan terbentuknya cekungan muka busur. (sumber: id.wikipedia.org). Selama subduksi, lempeng samudera menujam ke bawah lempeng tektonik lainnya, yang dapat berupa lempeng samudra maupun lempeng benua. Air serta unsur volatil-volatil lainnya di lempeng yang menujam ini menyebabkan terjadinya alirah lelehan pada mantel atas, membentuk magma yang naik dan terpenetrasi melalui lempeng di atasnya, dan akhirnya membentuk busur vulkanik. Efek dari slab pada lempeng samudra menyebabkan terbentuknya palung samudra. Area di antara palung dengan busur inilah yang disebut wilayah muka busur (forearc basin), dan area di belakang busur (sisi lain dari palung) adalah wilayah busur belakang. Cekungan muka busur (fore arc basin) terletak diantara palung laut dan busur vulkanik, merupakan suatu cekungan tempat terjadinya pengendapan sedimen. Dalam beberapa cekungan ini terdapat suatu peninggian setempat disebut outer arc ridges (Karig, 1970) yang bentuknya memanjang dan muncul berupa deretan pulau-pulau. Sedimentasi pada cekungan ini meliputi endapan fasies dangkal dan turbidit yang diendapkan pada lereng dan dalam cekungan Evolusi Tektonik Sumatera Tektonik Sumatera ini terbagi menjadi 4 fase, dimana pada mulanya peristiwa Tektonik di Sumatera di awali dengan fase kompresi yag berlangsung semenjak Jurasik awal sampai kapur (Pulonggono, dkk., 1992). Akibatnya terbentuklah sesar-sesar geser menganan dengan arah WNW – ESE seperti Sesar Lematang, Kepayang, Saka, Pantai Selatan Lampung, Musi Lineament dan tren berarah NS. Terjadi wrench movement dan intrusi granit berumur Jurasik – Kapur. Setelah fase kompresi itu selesai, dilanjutkan Fase tensional pada Akhir kapur sampai Tersier Awal yang menghasilkan sesar normal. Sedimentasi mengisi cekungan bersamaan dengan kegiatan gunung api. Fase ketiga yaitu adanya aktivitas tektonik Miosen atau Intra Miosen menyebabkan pengangkatan tepi-tepi cekungan dan diikuti pengendapan klastika. Yaitu terendapkannya Formasi Talang Akar, Formasi Baturaja, Formasi Gumai, Formasi Air Benakat, dan Formasi Muara Enim. Dan fase terakhir merupakan gerak kompresional pada kala Plio-Plistosen yang menyebabkan sebagian Formasi Air Benakat dan Formasi Muara Enim yang merupakan dataran tinggi yang tererosi, sedangkan pada daerah yang relatif turun diendapkan Formasi Kasai. Selanjutnya, terjadi pengangkatan dan perlipatan berarah barat laut di seluruh daerah cekungan yang
mengakhiri pengendapan Tersier di Cekungan Sumatra Selatan. Selain itu terjadi aktivitas volkanisme pada cekungan belakang busur. Cekungan
Gambar 3. Gambar cekungan Bengkulu yang mulai naik pada umur Miosen tengah, sebelum paleogen Cekungan Bengkulu masih merupakan bagian paling Barat Cekungan Sumatera Selatan, Lalu pada periode setelah Miosen tengah tepatnya setelah pegunungan Barisan naik, Cekungan Bekungkulu dipisahkan dari cekungan Sumatera Selatan dan mulai saat itulah Sumatera selatan terbagi menjadi forearc basin dan backarc basin.
Penjelasan mengenai periode tektonik wilayah sumatera terbagi menjadi 3 daerah berdasarkan letak cekungan yang ada di sumatera yaitu cekungan Bengkulu yang merupakan bagian dari forearc basin, cekungan Sumatera tengah central basin dan cekungan Sumatera Selatan yang merupakan backarc basin.
A. Cekungan Bengkulu Cekungan Bengkulu merupakan salah satu cekungan batuan sedimen Tersier di Pulau Sumatera yang termasuk ke dalam cekungan busur muka. Berdasarkan berbagai sudut pandang geologinya, disepakati bahwa Pegunungan Barisan (volcanic arc di Sumatera) mulai naik di
sebelah barat Sumatra pada Miosen Tengah. Ini mengindikasikan bahwa sebelum Misoen Tengah berarti tidak ada forearc basin Bengkulu sebab pada saat itu arc -nya sendiri tidak ada Sebelum Miosen Tengah, atau Paleogen, Cekungan Bengkulu masih merupakan bagian paling barat Cekungan Sumatera Selatan. Lalu pada periode setelah Miosen Tengah atau Neogen, setelah Pegunungan Barisan naik, Cekungan Bengkulu dipisahkan dari Cekungan Sumatera Selatan.
Mulai
saat
itulah,Cekungan
Bengkulu
menjadi
cekungan
forearc
dan
CekunganSumatera Selatan menjadi cekungan backarc (belakang busur).
Proses penyatuan serta pemisahan Cekungan Bengkulu dari Cekungan Sumatera Selatan dapat dipelajari dan diamati bahwa pada Paleogen, stratigrafi kedua cekungan hampir sama. Keduanya mengembangkan sistem graben di beberapa tempat. Di Cekungan Bengkulu ada Graben Pagarjati, Graben Kedurang-Manna, Graben Ipuh (pada saat yang sama di Cekungan Sumatera Selatan saat itu ada graben-graben Jambi, Palembang, Lematang,dan Kepahiang). Tetapi setelah Neogen, Cekungan Bengkulu masuk kepada cekungan yang lebih dalam daripada Cekungan Sumatera Selatan, dibuktikan oleh berkembangnya terumbu –terumbu karbonat yang masif pada Miosen Atas yang hampir ekivalen secara umur dengan karbonat Parigi di Jawa Barat. Pada saat yang sama, di Cekungan Sumatera Selatan lebih banyak sedimen-sedimen regresif (Formasi Air Benakat/Lower Palembang dan Muara Enim/Middle Palembang) karena cekungan sedang mengalami pengangkatan dan inversi. Secara tektonik, mengapa terjadi perbedaan stratigrafi pada Neogen di Cekungan Bengkulu— yaitu Cekungan Bengkulu dalam fase penenggelaman sementara Cekungan Sumatera Selatan sedang terangkat. Karena pada Neogen, Cekungan Bengkulu menjadi diapit oleh dua sistem sesar besar yang memanjang di sebelah barat Sumatera, yaitu Sesar Sumatera (Semangko) di daratan dan Sesar Mentawai di wilayah offshore. Kedua sesar ini bersifat dextral. Sifat pergeseran (slip) yang sama dari dua sesar mendatar yang berpasangan (couple strikeslip atau duplex) akan bersifat trans-tension atau membuka wilayah yang diapitnya. Dengan cara itulah semua cekungan forearc di sebelah barat Sumatera yang diapit dua sesar besar ini menjadi terbuka oleh sesar mendatar (trans-tension pull-apart opening) yang mengakibatkan cekungan-cekungan ini tenggelam sehingga punya ruang untuk mengembangkan terumbu karbonat Neogen yang masif asalkan tidak terlalu dalam.
Gambar 4. Interpretasi tektonik Sumatera pada kala recent yang menunjukkan sesar semangko dan sesar Mentawai, dimana dipercayai dulunya terjadi rollback, dimana jalur subduksi berada di Sesar Semangko kemudian mundur di sesar Mentawai dan mundur hingga di jalur subduksi saat ini.
Di cekungan-cekungan forearc utara Bengkulu (Mentawai, Sibolga, Meulaboh) pun berkembang terumbu-terumbu Neogen yang masif akibat pembukaan dan penenggelaman cekungan-cekungan ini. Dan, dalam dunia perminyakan terumbu-terumbu inilah yang sejak akhir 1960-an telah menjadi target-target pemboran eksplorasi. Sayangnya, sampai saat ini belum berhasil ditemukan cadangan yang komersial, hanya ditemukan gas biogenik dan oil show.
Cekungan Bengkulu merupakan salah satu dari dua cekungan forearc di Indonesia yang paling banyak dikerjakan operator perminyakan (satunya lagi Cekungan Sibolga-Meulaboh). Meskipun belum berhasil menemukan minyak atau gas komersial, tidak berarti cekungancekungan ini tidak mengandung migas komersial. Sebab, target-target pemboran di wilayah ini (total sekitar 30 sumur) tak ada satu pun yang menembus target Paleogen dengan sistem graben-nya yag telah terbukti produktif di Cekungan-Cekungan Sumatera Tengah dan Sumatera Selatan.
A.1. Evolusi Cekungan Bengkulu Evolusi cekungan yang terjadi pada Daerah Bengkulu meliputi fase pre-rift, syn-rift, transgresif, dan regresif (inversion).Berikut ini adalah penjelasan secara detail setiap fase dari awal sampai akhir. Fase Pre-Rift Fase Pre-Rift pada Cekungan Bengkulu terjadi pada Paleosen – Awal Eosen, dimana pada fase ini muncul rekahan-rekahan yang kemudian memicu terjadinya pembukaan dan perenggangan pada basement rock, yang merupakan batuan Pra-Tersier, terdiri dari kompleks batuan Paleozoikum dan batuan Mesozoikum, batuan metamorf, batuan beku dan batuan karbonat. (Paleogene Rift System?) Fase Syn-Rift (Horst & Graben Stage) Fase Syn-Rift pada Cekungan Bengkulu terjadi pada Awal Eosen – Oligosen, dimana pada fase ini terjadi pengendapan Formasi Lahat dari Paleosen – Tengah Oligosen. Formasi Lahat ini merupakan Formasi tertua di Cekungan Bengkulu, yang terendapkan pada lingkungan Fluvial-Lacustrine. Fase Transgressive Fase Transgressive pada Cekungan Bengkulu terjadi pada Akhir Oligosen-Pliosen. Pada fase ini terjadi pengendapan Formasi Talang akar, Hulusimpang, Seblat, Gumai, Air Benakat, Muara Enim, Lemau, Simpang Aus, dan Eburna. Lingkungan pengendapan sedimen berupa Darat, Transisi, Laut Dangkal, hingga laut dalam. Sda Pada Miosen Tengah Bukit Barisan Terangkat dan menyebabkan Cekungan Bengkulu terpisah dengan Cekungan Sumatra Selatan menjadi “Fore Arc Basin”. Hal ini ditandai oleh adanya perbedaan stratigrafi neogen antara kedua cekungan tersebut. Cekungan Bengkulu menjadi semakin dalam akibat posisinya terapit Sesar Sumatra dan Sesar Mentawai, dan Cekungan Sumatra Selatan semakin mendangkal. Fase Regressive (Inversion) Pada fase ini terjadi pengendapan Formasi Bintunan dengan lingkungan pengendapan berupa darat – transisi dan terjadi pada Kala Pleistosen.
A.2. STRATIGRAFI
Gambar 5. Profil penampang stratigrafi cekungan Bengkulu (Gafoer drr., 1992; dan Amin drr., 1994)
Formasi Hulusimpang (lava, breksi gunung api, dan tuf) yang berumur OligosenMiosen Awal merupakan batuan tertua yang tersingkap di daerah Bengkulu. Bagian atas formasi ini menjemari dengan bagian bawah Formasi Seblat (perselingan batulempung, batulempung gampingan, batulanau dengan sisipan batupasir, dan konglomerat) yang berumur Miosen Awal sampai Tengah. Batuan terobosan dalam (granit dan diorit) yang berumur Miosen Tengah menerobos Formasi Hulusimpang dan Formasi Seblat (Gafoer drr., 1992; dan Amin drr., 1994).
Formasi Lemau (batulempung, batulempung gampingan, batubara, batupasir, dan konglomerat) yang berumur Miosen Tengah - Akhir menindih secara tak selaras Formasi Seblat (Yulihanto drr., 1995). Kemudian Formasi Lemau tertindih secara tak selaras oleh Formasi Simpangaur (batupasir konglomeratan, batupasir, batulumpur
mengandung cangkang moluska, dan batupasir tufan) berumur Miosen Akhir – Pliosen, dan terendapkan di daerah transisi.
Formasi Bintunan (batuan tufan, konglomerat polimik, tuf, dan batulempung tufan dengan sisipan lignit, dan sisa tumbuhan) berumur Plio-Plistosen, yang terendapkan di lingkungan air tawar sampai payau dan setempat laut dangkal, menindih tak selaras Formasi Simpangaur (Gafoer drr., 1992), sedangkan menurut Yulihanto drr. (1995) bagian bawah Formasi Bintunan tersebut menjemari.
B. Cekungan Sibolga
Gambar 6. Peta isopach serta distribusi dari cekungan Sibolga dengan interval kontur 500m (source: http://wkindonesia.blogspot.com_