Ujian Tengah Semester Geologi Indonesia 2019.docx

  • Uploaded by: Sayyid Abdullah
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Ujian Tengah Semester Geologi Indonesia 2019.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 6,386
  • Pages: 32
1

UTS Geologi Indonesia OLEH SAYYID ABDULLAH MARZUQI (12016044)

UJIAN TENGAH SEMESTER GL3203 GEOLOGI INDONESIA

SAYYID ABDULLAH MARZUQI 12016044 PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI FAKULTAS ILMU DAN TEKNOLOGI KEBUMIAN INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG 2019

2

UTS Geologi Indonesia OLEH SAYYID ABDULLAH MARZUQI (12016044)

UJIAN TENGAH SEMESTER GEOLOGI INDONESIA 1. Paparan Sunda merupakan daerah dangkal di kawasan barat Indonesia. Jelaskan apa yang dimaksud paparan Sunda? Dan jelaskan dimana batas-batas paparan Sunda dari waktu ke waktu (Pra Tersier, Tersier, dan kuarter) ditinjau dari pendekatan model tektonik lempeng, khususnya konvergen? Jawab: Sundaland merupakan merupakan salah satu microplate yang terbentuk akibat pecahnya Gondwana (126 juta tahun yang lalu). Kepingan-kepingan Gondwana bergerak ke utara dan membentur bagian selatan dari Asia. Kepingan-kepingan itulah yang disebut Sundaland. Sundaland mencakup Pulau Sumatera, Pulau Jawa, Pulau Kalimantan, dan Semenanjung Malaya. Istilah Sundaland ini juga dikenal sebagai Sunda shelf (Paparan Sunda) (Gambar 1)

Gambar 1. Lokasi Sundaland dan tektonik yang berkembang pada kala present saat ini (Modifikasi Davies 1984 dalam Sudarmini dkk, 1997)

Davies ( 1984 dalam Sudarmono dkk., 1997) menyatakam bahwa sundaland dibatasi oleh palung jawa dan palung sumatra yang berasal dari subduksi lempeng samudera benua indo – australia ke dalam lempeng eurasia bagian selatan dan bagian barat disebut juga sebagai

3

UTS Geologi Indonesia OLEH SAYYID ABDULLAH MARZUQI (12016044)

Western Margins. Sedangkan pada bagian utara dibatasi oleh Laut Cina Selatan dan Indocina. Pada bagian timur dibatasi oleh Kalimantan Timur , Selat Makassar dan Jawa Timur disebut juga sebagai Eastern Margins. Adapun batas pada bagian timur sering menjadi perdebatan. Sebagian pakar menarik batasnya mulai dari Barat Jawa, menuju timur laut hingga Kalimantan lalu menerus ke Laut Cina Selatan. Namun, sekarang kita telah mengetahui bahwa batas timur sundaland ialah dimulai dari Timur Jawa menuju Barat Sulawesi bahkan mencakup Flores dan Sumba (Hall, 2014)

Gambar 2. Distribusi dari blok-blok kontinen, fragments, dan terranes serta prinsip sutures di Asia tenggara.

Evolusi tektonik Sundaland Serta batas-batas Sundaland Hall (2008, 2012) dan yang terbaru pada tahun 2014 saat pertemuan tahunan MGEI di Palembang telah merekonstruksi ulang evolusi tektonik dari Sundaland. Konsep yang diajukannya tentu didukung juga oleh pendapat beberapa peneliti sebelumnya. Secara umum perkembangan Sundaland dibagi menjadi dua fase : Fase pertama pada masa Permian – Trias, dan Fase kedua pada masa Jura-Cretaceous. Pada Jurasik Akhir (150 Ma) Pada kala ini terbentuk amalgamasi dari beberapa blok kontingen yang nantinya akan ada penambahan sundaland pada era mesozoikum Indochina- Malaya timur, Sibumasu dan Sumatra Barat Bagian paling timur dari Sundaland, yakni blok Indochina-Malaya timur berpisah dari Gondwana pada zaman Devon. Pada akhir Perm, China utara, china selatan, Indochina-malay

4

UTS Geologi Indonesia OLEH SAYYID ABDULLAH MARZUQI (12016044)

timur dan busur sukhothai membentuk kontingen Cathaysian. Sedangkan kala itu, blok Sibumasu (Sino, Burma, Malaya, Sumatera) terpisah dari Gondwana pada awal Perm dan bergabung dengan kontingen Cathaysian membentuk bagian tengah dari sundaland di akhir Triass (Gambar 4). Akibat perpisahan fragmen kontingen dari Gondwana membuka laut baru yang disebut Tethyan. Pada zaman Permian-Triassic, rata-rata. sabuk timah granitoid (SE Asian Granitoid Belt, ex: Bangka) terbentuk akibat subduksi. Sabuk Granit ini sekarang melintang sampai ke Thailand, melewati malay Peninsula dan sampai ke Indonesia (Gambar 4 & 5). Burma Barat Mitchell (1981) mengatakan bahwa Burma bagian Barat merupakan island arc yang terpisah dari pulau utama Asia tenggara akibat oceanic marginal basin yang tertutup pada pertengahan jurassic. Gatinsky dan Hutchison (1986) menganggap bahwa Burma bagian barat merupakan bagian yang terpisah dari Sibumasu pada zaman Trias kemudian menyatu kembali pada awal kapur. Barber dan Crow (2009) menginterpretasikan bahwa Burma bagian barat merupakan terusan dari blok Sumatra Mereka menyadari bahwa kedua blok tersebut merupakan bagian dari Cathaysia pada awal karbon dan terpisan sepanjang sesar transcurrent dan posisinya berada di luar Sibumasu (Barber et, al., 2005; Barber and Crow, 2009). Sumatra Barat dan Burma bagian barat sekarang terpisah satu sama lain pada akhir Miosen, di laut Andaman. Intinya Blok Burma bagian barat dan Sumatera barat merupakan bagian dari Laurasia kemudian terpisah dan menyatu dengan Asia Tenggara setidaknya semenjak akhir Trias (Hall, 2014) (Gambar 3,4 & 5).

Gambar 3. Rekontruksi akhir Triassic berdasarkan Hall (2012) dan Metcalfe (2011) yang menunjukkan bahwa posisi Burma bagian Barat dan blok Sumatera bagian barat terpisah dari utara Australia pada umur Jura. EJ-WS: East Java-West Sulawesi = Argo; SWB: SW Borneo = Banda; S-NWS = Sabah – NW Sulawesi = inner Banda.

5

UTS Geologi Indonesia OLEH SAYYID ABDULLAH MARZUQI (12016044)

Gambar 4. Gambaran kartun yang menunjukkan evolusi dari Sundaland (Thailand-Malay Peninsula) dan Evolusi dari Sukhothai Arc System saat akhir karbon-Awal Jura (After Ueno dan Hisada, 1999; Sone and Metcalfe, 2008).

Penambahan Sundaland pada era Mesozoikum Beberapa blok kontingen bergabung dengan Sundaland pada awal dan tengah-akhir kapur (Gambar 2) membentuk yang sekarang bernama Borneo (Kalimantan), Jawa timur dan Sulawesi Barat (Hall, 2014). Hampir semua bagiannya berasal dari rifting dari Australia pada akhir Jura dan kolisi yang mengakhiri subdusksi pada 90 juta tahun yang lalu. SW Borneo Semua batuan metamorf yang di dating yang berasal dari Grup metamorf Pinoh di Bornea barat daya kaya akan mineral Zircon yang berumur Kapur, dan berdasarkan analisis kimia batuan merujuk bahwa sampel tersebut mengandung material volcanic hasil reworked, mungkin abu volkanik. Ini menunjukkan bahwa terdapat aktivitas vulkanik pada awal kapur, yang mengalami reworked menjadi sediment yang mengalami pembebanan dan kemudian termetamorf kan. Borneo ini diasumsikan berasal dari bagian barat Australia atau bagian dari Gondwanaland kala itu yang mengalami rifting (Hall, 2014) Meratus

6

UTS Geologi Indonesia OLEH SAYYID ABDULLAH MARZUQI (12016044)

Hamilton (1979) menggambar garis khayal berarah NE-SW dari Karangsambung ke Kalimantan barat daya karena kesamaan ophiolite sebagai batas kerak kontingen pada zaman kapur. Ophiolite ini merupakan produk hasil dari busur subduksi pada awal kapur. Kompleks akresi prisma-collison yang merupakan hasil dari subduksi, termasuk didalamnya ada ophiolite hasil dari oceanic spreading, busur vulkanik, laut dan forearc sedimentation. Kompleks Lokulo memiliki kesamaan dengan kompleks Ciletuh, berdasarkan hasil dating K-Ar batuan metamorf oleh (Parkinson, et. Al, 1998) ini mengindikasikan metamorfisme terjadi pada tekanan tinggi- temperatur rendah pada 117 dan 124 juta tahun lalu. Jawa timur Hamilton’s (1979) berspekulasi bahwa basement dari Jawa timur ini berumah kapur atau melange awal tersier. Neumann dan fraser (2007) mengatakan bahwa bagian jawa timur ini ada beberapa yang berasal dari bagian barat Australia berdasarkan dating U-Pb yang menunjukkan umur Archean. Adanya persamaan tersebut mengindikasikan bahwa kontingen Gondwana yang mengalami rifting di Australia pada akhir Jura dan mengalami kollisi dengan Sunda land, pada zaman kapur. Sulawesi Barat-Sumba Geokimia dan paleomagnetism menunjukkan bahwa Sumba terbentuk merupakan bagian dari Sundaland pada akhir kapur. Perbandingan rasio dari 3He/4He merupakan bagian dari kerak benua Australia yang diintrusi oleh aktifitas magma pada busur Banda/ Adanya sekis biru yang terbentuk pada P tinggi dan T rendah di Sulawesi selatan mengindikasikan adanya zona suture di antara blok ini. Saba – Sulawesi barat laut Bagian barat dari utara Sulawesi termasuk adanya granit berumur karbon di dalamnya berasosiasi dengan medium to high grade quartzo-feldspathic mica schist dan Gneiss dari kompleks Malino, dan di lehernya terdapat granit berumur Perm-Trias yang didalamnya termasuk kompleks metamorf Palu. The Woyla Arc and Sumatra Fragments Wajzer et al. (1991) dan Barber (2000) menginterpretasikan bahwa Woyla ini terbentuk pada akhir Jura-awal kampur pada busur samudera dan kompleks prisma akresi yang nantinya akan mengalami subduksi saat aut Tethyan menutup. Interpretasi Rekontruksi Saat ini bagian paling Barat seperti Malaysia dan Sumatra merupakan bagian paling tua dari kontingen Sundaland dan menyatu pada akhir Paleozoikum dan Triassik (Metcalfe,2011) (Gambar 4 & 5). Setelah akhir Trias terjadi amalgmasi atau proses penyatuan Indochina-East Malaya, the sukhothai Arc dan Sibumasu (Gambar 4) banyak bagian Barat dari Sundaland mulai terekspos. Dari Triassic kesana terdapat subduksi di barat lempeng pasifik dan asia timur sampai akhir kapur, ini membentuk kompleks akresi prisma di Sarawak, Luconia-Dangerous grounds areas, dan kemungkinan Palawan pada sisi timur laut Sundaland (sehingga membentuk SE Asian granit belt). Pada Jurassic kesana banyak dari paparan Sunda yang terekspos ke permukaan.

7

UTS Geologi Indonesia OLEH SAYYID ABDULLAH MARZUQI (12016044)

Bagian Jawatimur-Sulawesi Barat diinterpretasikan sebagai bagian dari blok Argo yang merupakan hasil dari pemisahan dari Australia. Gambar 5 menunjukkan pergerakan blok ini. Barat Daya Borneo diduga mengalami subduksi ke Sundaland pada awal kapur kira-kira antara 115-110 juta tahun yang lalu. Blok Jawa Timur – Sulawesi dan blok Sbah – Sulawesi barat daya hadir ke Asia tenggara kirakira pada 90 juta tahun yang lalu pada saat kolisi dari Jawa timur ke gunung Meratus. Di saat yang sama busur Intra-oceanic Woyla mengalami kolisi dengan Sumatra di bagian paling barat Sundaland. Clements et al mengungkapkan ahwa proses subduksi di akhir kapur ini berkontribusi atas uplift di kontingen Sundaland, ini merupakan fase akhir dari pembentukan Sundaland

Gambar 5. Model skematiik subuksi dari zaman Perm-Trias dari laut Tethys purba dan Kolisi Sibumasu-Timur Malaya (2011) yang dimodifikasi Metcalfe (2011). Model ini mengidentifikasi adanya perbedaan dua episode magma berumur Perm-Trias yang berasal dari sumber yang berbeda.

8

UTS Geologi Indonesia OLEH SAYYID ABDULLAH MARZUQI (12016044)

Gambar 5. Rekontruksi dari umur 150, 110, 90, dan 50 juta tahun lalu yang di modifikasi dari Hall (2012). A merupakan blok Argo yang menjadi Jawa timur – Sulawesi Barat, Ba merupakan Banda yang sekarang menjadi Barat Daya dari Borneo, IB merupakan Inner Banda yang menjadi Sabah pada arah Timur laut Sulawesi. Luc-DG merupakan blok Dangerous Ground yang terbentuk akibat kompleks akresi prisma yang hadir di timur subduksi Asia-pasifik di akhir Trias ke awal Kapur.

2. Uraikan stratigrafi Pra Tersier dan Tersier di kawasan paparan Sunda? Berilah masing-masing contoh di suatu cekungan Jawab: Untuk cekungan-cekungan paparan Sunda, kita dapat ambil cekunga-cekungan yang berada di Sumatera, diantaranya yang paling terkenal terdapat tiga cekungan; 1. North Sumatera Basin, 2. Central Sumatera Basin, 3 South Sumatera Basin (Gambar 6).. Pada kali ini, kita ambil contoh cekungan Sumatera Tengah. Cekungan Sumatera Tengah Cekungan sumatera tengah merupakan cekungan busur sejak Neogen. Pada periode Paleoge (Eosen-Oligosen) daerah ini merupakan seri dari struktur half graben yang terbentuk akibat rifting. Cekungan ini terbentuk akibat adanya proses subduksi yang berarah oblique antara lempeng samudera Hindia yang menujam ke bawah lempeng Benua Asia (Gambar 6). Penujaman ini juga mengakibatkan gaya tarikan yang membentuk cekungan belakang busur, gaya tarikan ini lah yang mengakibatkan terbentuknya graben, half graben, dan horst.

9

UTS Geologi Indonesia OLEH SAYYID ABDULLAH MARZUQI (12016044)

Gambar 6. Gambar cekungan-cekungan di Sumatera

Litostratigrafi Cekungan Sumatera Tengah 1. Endapan Pre-Tersier (Basement)

Batuan dasar pada Cekungan Sumatera Tengah (Eubank dan Makki 1981 serta Heidrich dan Aulia, 1996) terdiri dari batuan berumur Mesozoikum dan batuan metamorf karbonat berumur Paleiozoikum – Mesozoikum. Batuan tersebut terdiri atas tiga satuan litologi yaitu Mallaca Terrane, Mutus Assemblage, dan Greywacke Terrane.

Mallaca Terrain disebut juga Quartzite Terrane, litologi tersusun dari kuarsit, argilit, batugamping kristalin serta intrusi granodiosrit dan granitic yang berumur Jura. Mutus Assemblage litologi tersusun dari rijang radiolat, meta-argilit, serpih merah, lapisan tipis batugamping dan batuan beku basalt. Greywacke Terrane tersusun dari litologi batuapsir greywacke, batulumpur kerakalan dan kuarsa. Kelompok ini terletak di bagian barat dan barat daya dari Kelompok Mutus yang dikorelasikan dengan pebbly mudstone dari Formasi

10

UTS Geologi Indonesia OLEH SAYYID ABDULLAH MARZUQI (12016044)

Bahorok

yang

berumur

Permian



Karbon.

Gambar 7. Penampang litostratigrafi formasi di cekungan Sumatera Tengah

2. Endapan Tersier a. Formasi Manggala Formasi ini diperkirakan berumur Miosen Awal yang diendapkan diatas kelompok Pematang secara tidak selaras. Lingkungan pengendapan formasi ini

11

UTS Geologi Indonesia OLEH SAYYID ABDULLAH MARZUQI (12016044)

berupa braided river non-marine. Litologi penyusun adalah batupasir haluskasar yang bersifat konglomeratan dengan ketebalan mencapai 1800 kaki. b. Formasi Bangko Formasi ini berumur Miosen Awal yang diendapkan secara selaras diatas Formasi Manggala, dengan lingkungan pengendapan berupa open marine shelf yang menhasilkan maximum flooding surface (MFS) pada kala Miosen. Litologi penyusun berupa serpih abu-abu yang bersifat karbonatan berseling dengan batupasir halus-kasar. Formasi ini diendpakan pada lingkungan estuaria dengan ketebalan 300 kaki. c. Formasi Bekasap Formasi ini memiliki kisaran umur antara N5 sampai awal N7 yang diendapakan secara selaras di atas Formasi Bangko. Lingkungan pengendapan berupa estuarine, intertidal, inner neritic dan outter neritic dengan ketebalan mencapai 300 kaki. Litologi tersusun atas batupasir dengan kandungan galukonit dibagian atasnya serta sisipan minor serpih, batugamping tipis dan lapisan batubara. d. Formasi Duri Formasi ini berumur Miosen Awal (N7-N8) yang diendapakn selaras diatas Formasi Bekasap. Lingkungan pengendapan berupa barrier bar complex dan delta front dengan ketebalan mencapai 900 kaki. Litologi penyusun berupa batupasir berukuran halus-sedang berseling dengan serpih dan sedikit batugamping. Formasi Duri memiliki hubungan yang menjari dengan Fromasi Telisa pada lingkungan yang lebih dalam pada bagian barat cekungan e. Formasi Telisa Formasi ini berumur Miosen Awal hingga Miosen Tengah (N7-N11) yang diendapkan selaras diatas Formasi Bakesar dan menjari mulai dari bagian bawah Formasi Duri. Litologi tersusun atas dominasi serpih dengan sisipan batugamping dan batupasir glaukonitan berbutir halus yang diendapkan pada lingkungan inner litoral dan outter litoral. Perubahan litologi dan fauna yang cukup jelas terlihat pada bagian atas Formasi Telisa ini, dan menunjukkan awal dari fase regresif Miosen Tengah dari siklus Neogen. f. Formasi Petani Kontak antara Formasi Telisa dan Formasi Petani ditandai dengan hiatus yang mengindikasikan adanya zona biostartigrafi yang hilang. Pengendapan

12

UTS Geologi Indonesia OLEH SAYYID ABDULLAH MARZUQI (12016044)

berlangsung pada Kala Miosen Tengah –Pleistosen pada lingkungan laut yang berubah menjadi lingkungan payau hingga darat. Formasi ini tersusun atas sekuen monoton dari serpih-batulumpur dan interkalasi batupasir batulanau ke arah atas, menunjukkan pendangkalan lingkungan pengendapan dan penyustan pengaruh air laut. g. Formasi Minas Formasi Minas merupakan endapan Kuarter yang diendapkan secara tidak selaras di atas Formasi Petani. Litologi penyusun berupa konglomerat, Batupasir dan Batulempung pada lingkungan pengendapan Kipas Alluvial. Proses pengendapan masih terjadi hingga saat ini.

3. Dari titik pandang geodinamik Pulau Sumatera, kita mengenal 3 pola kelurusan struktur geologi yang dominan. Jelaskan ketiga pola tersebut dari yang tua ke muda? Jelaskan juga, apakah ketiga pola struktur tersebut memegang peranan penting pada cebakan minyak bumi di cekungan Sumatera utara, SumateraTtengah dan Sumatera Selatan? Jawab: Evolusi Tektonik Sumatera

Gambar 8. Interpretasi tektonik Sumatera pada kala recent yang menunjukkan sesar semangko dan sesar Mentawai, dimana dipercayai dulunya terjadi rollback, dimana jalur subduksi berada di Sesar Semangko kemudian mundur di sesar Mentawai dan mundur hingga di jalur subduksi saat ini.

13

UTS Geologi Indonesia OLEH SAYYID ABDULLAH MARZUQI (12016044)

Tektonik Sumatera ini terbagi menjadi 4 fase, dimana pada mulanya peristiwa Tektonik di Sumatera di awali dengan fase kompresi yag berlangsung semenjak Jurasik awal sampai kapur (Pulonggono, dkk., 1992). Akibatnya terbentuklah sesar-sesar geser menganan dengan arah WNW – ESE seperti Sesar Lematang, Kepayang, Saka, Pantai Selatan Lampung, Musi Lineament dan tren berarah NS. Terjadi wrench movement dan intrusi granit berumur Jurasik – Kapur. Setelah fase kompresi itu selesai, dilanjutkan Fase tensional pada Akhir kapur sampai Tersier Awal yang menghasilkan sesar normal. Sedimentasi mengisi cekungan bersamaan dengan kegiatan gunung api.

Fase ketiga yaitu adanya aktivitas tektonik Miosen atau Intra Miosen menyebabkan pengangkatan tepi-tepi cekungan dan diikuti pengendapan klastika. Yaitu terendapkannya Formasi Talang Akar, Formasi Baturaja, Formasi Gumai, Formasi Air Benakat, dan Formasi Muara Enim.

Dan fase terakhir merupakan gerak kompresional pada kala Plio-Plistosen yang menyebabkan sebagian Formasi Air Benakat dan Formasi Muara Enim yang merupakan dataran tinggi yang tererosi, sedangkan pada daerah yang relatif turun diendapkan Formasi Kasai. Selanjutnya, terjadi pengangkatan dan perlipatan berarah barat laut di seluruh daerah cekungan yang mengakhiri pengendapan Tersier di Cekungan Sumatra Selatan. Selain itu terjadi aktivitas volkanisme pada cekungan belakang busur.

14

UTS Geologi Indonesia OLEH SAYYID ABDULLAH MARZUQI (12016044)

Gambar 8. Peta struktur pulau Sumatera

Pulau Sumatera memiliki tiga struktur utama yang dominan serta berpengaruh terhadap pembentukan morfologu serta perkembangan cekungan di dalamnya. Pola-pola dominan tersebut diantaranya adalah; Pola Jambi, Pola Sumatera, dan Pola Jawa. a. Pola Sumatera yang memiliki orientasi yang cenderung berarah NW – SE ini diakibatkan adanya tumbukan lempeng India dan lempeng Eurasia pada Jura awalkapur, akibat bertumbukannya lempeng India ini membentuk rezim kompresional (Gambar 9). Ini mengakibatkan terbentuknya perlipatan yang berasosiasi dengan sesar naik yang terbentuk akibat adanya kompresi pada Plio-Pleistosen. b. Pola Jambi memiliki arah NE-SW yang terbentuk pada zaman Pra Tersier juga, sangat jelas diamati pada sub-cekungan Jambi. Terbentuknya pola ini berasosiasi dengan sistem graben cekungan Sumatera selatan. Struktur lipatan ini diakibatkan karena adanya reaktifasi kembali sesar-sesar normal pada periode kompresif di umur PlioPlistosen yang berasosiasi dengan sesar mendatar. c. Pola Sunda memiliki orientasi berarah N-S yang terbentuk pada zaman awal kapur – awal Tersier. Pola struktur inilah yang menyebabkan terbukanya cekungan-cekungan di daerah Sumatera. Cekungan ini awalnya berupa sesar normal, namun pada tektonik Plio-Pleistosen tereaktifasi kembali sebagai sesar mendatar Dari ketiga pola struktur tersebut, pola Sumatera lah yang memiliki peranan penting terkait pembentukan cekungan hidrokarbon di pulau Sumatera. Pembentukan cekungan ini pada gerak tensional yang menghasilkan graben. Trap sendiri terbentuk pada zaman Plio-Pleistosen akibat

15

UTS Geologi Indonesia OLEH SAYYID ABDULLAH MARZUQI (12016044)

adanya gaya kompresit pada zaman tersebut yang membentuk sesar-sesar naik serta perangkap struktur berupa antiklin.

Gambar 9. Dengan menabraknya lempeng benua India dengan lempeng Eurasia mengakibatkan orientasi dari pulau Sumatera cenderung berarah NE-SW

4. Gejala strukturisasi yang menonjol pada formasi batuan tersier di cekungan Sumatera Utara, Sumatera Tengah, maupun di Sumatera Selatan adalah struktur inversi. a. Jelaskan apa yang dimaksud dengan struktur inversi ? b. Jelaskan juga dengan gambar suatu penampang dengan formasi-formasi sedimen sehingga jelas terlihat telah terjadi suatu inversi pada interval waktu tertentu. c. Jelaskan melalui elemen-elemen struktur mana, inversi tersebut berkembang

dengan baik dan sempurna? Jawab

a. Struktur inversi merupakan struktur yang membentuk adanya kenampakkan sesar turun dibagian bawah dan kenampakakkan sesar anjakan pada bagian atasnya (Gambar 10), yang menyebabkan kenampakkan dua sesar dengan pergerakkan berbeda salam satu bidang sesar. Sesar inversi merupakan hasil reaktivasi sesar yang semulanya merupakan sesar normal yang kemudian mengalami sesar naik akibat perubahan rezim tektonik, dari yang semulanya tensional menjadi kompresional.

16

UTS Geologi Indonesia OLEH SAYYID ABDULLAH MARZUQI (12016044)

Gambar 10. Beberapa model ilustrasi dari struktur inversi

b. Berikut merupakan contoh pengaplikasian dari struktur inversi pada cekungan sedimen, dimana menunjukkan bahwa dalam satu boundary fault yang sama terdapat dua arah pergerakan sesar, dari awal bentuk cekungan berupa syn-rift kemudian terjadi sesar anjak membentuk lipatan , berikut juga dilampirkan contoh data seismik yang mengandung struktur inversi pada North Sumatera Basin.

Gambar 11. Contoh kenampakan seismik dari struktur inversi

c. Struktur-struktur inversi tersebut berkembang melalui elemen boundary fault pada cekungan, kita dapat mencoba tinjau dari beberapa kasus dibawah ini:

17

UTS Geologi Indonesia OLEH SAYYID ABDULLAH MARZUQI (12016044)

1. Central Sumatera Basin

Dari penampang geologi tersebut nampak adanya kolom tektonik yang mengalami inversi, mula-mula cekungan ini berada pada fase tensional akan tetapi kemudian berubah rezim menjadi fase kompresi akibat pengaruh tekanan kolisi antara lempeng India dengan lempeng Eurasia Gambar 12. Rekontruksi gambar penampang seismik pada cekungan Sumatera Tengah yang menunjukkan adanya pola struktur inversi.

2. Sub Cekungan Jambi Pada penampang sub-cekungan Jambi, di Formasi Talang Akar dan Formasi Baturajajelas memperlihatkan struktur berupa sesar inversi yang terjadi akibat kompresi pada Pliosen-Pleistosen sehingga menyebabkan terjadinya pengangkatan pada Formasi Lahat.

Gambar 13. Penampang sub cekungan Jambi yang menunjukkan adanya pola struktur inversi yang dilingkari oleh garis berwarna merah

3. Cekungan Sumatera Selatan

Berikut ditunjukkan struktur Inversi pada formasi Muara Enim di cekungan Sumatera Selatan.

Gambar 14. Penampang geologi cekungan Sumatera Selatan

18

UTS Geologi Indonesia OLEH SAYYID ABDULLAH MARZUQI (12016044)

5. Jelaskan tentang evolusi dari jalur-jalur magmatisme di Pulau Jawa mulai dari kapur, paleogen, Neogen dan Kuarter ? Dan jelaskan juga jalur-jalur magmatisme yang berumur apa yang banyak dijumpai cebaan emas? Jawab:

Gambar 15. Evolusi jalur magmatisme Pulau Jawa dan Pulau Sumatera

Evolusi jalur magmatik Pulau Jawa terbentuk akibat adanya jalur subduksi lempeng IndoAustralia yang menujam ke lempeng Eurasia. Terjadi perubahan pada jalur magmatik ini akibat adanya perbedaan kecepatan antara penujaman lempeng Indo-Australia terhadap lempeng Eurasia. a. Kapur – Paleogen

Gambar 16. Evolusi jalur subduksi pada periode Kapur dan Oligosen

Jalur subduksi purba pada PreTersier yang memiliki umur Kapur, dapat diamati mulai dari Jawa Barat selatan (ciletuh), Pegunungan Serayu (Jawa Tengah) dan Laut Jawa bagian timur ke Meratus Kalimantan Tenggara. Sedangkan Jalur magmatik menempati lepas pantai Utara Jawa (Gunung Muria, Gambar 15 dan gambar 16).Jalur subduksi purba disebabkan penunjaman lempeng Indo-

19

UTS Geologi Indonesia OLEH SAYYID ABDULLAH MARZUQI (12016044)

Australia dibawah lempeng Eurasia yang berarah NE – SW dan pola tektonik ini dinamakan Pola Meratus. b. Paleogen- Neogen Pada sub zaman Paleogen dan Neogen terdapat jalur subduksi purba membentuk struktur dengan anomali positif (punggungan) di bawah permukaan laut yang terletak di selatan Pulau Jawa. Jalur ini merupakan kelanjutan deretan pulau – pulau di sebelah barat Sumatera yang terdiri dari singkapan batuan ancuh (melange,Pulau Nias) berumur Miosen. Jalur ini merupakan satuan tektonik yang penting karena dikaitkan dengan terangkatnya masa ringan dibandingkan sekitarnya sebagai akibat penyusupan Lempeng Indo-Australia di bawah Lempeng Mikro – Sunda. Sedangkan jalur magmatisme Tersier dapat dibedakan menjadi dua periode kegiatan magmatic, yaitu yang berlangsung sepanjang Eosen AkhirMiosen Awal dan Miosen Akhir Pliosen, yakni: 1. Eosen Akhir-Miosen awal pola subduksi mengalami perubahan jalur semakin ke arah W – E. Pergerakan arah tegasan NW – SE ke arah relatif N – S, sehingga terdapat pola struktur yang lebih muda, yaitu Pola Sunda. 3. Miosen Akhir- PliosenPola subduksi yang sudah berarah W - E menghasilkan jalur magmatisme berarah W – E juga yang menghasilkan pola – pola struktur berarah W – E dan berlangsung hingga saat ini. Pola struktur ini dinamakan Pola Jawa. Pergerakan mundur dari zona subduksi daerah selatan Jawa terjadi pada kala Miosen Akhie-Pliosen yang diikuti dengan melandaikan sudut penunjaman antara Lempeng Indo-Australia terhadap Lempeng Eurasia, sehingga menyebabkan bergeraknya zona magmatis lebih ke utaradari sebelumnya (lebih ke tengah pulau Jawa) c. Kuarter - Resen

Gambar 17. Perkembangan zona subduksi dan Busur Magmatik Pulau Jawa (Modifikasi Soeria-Atmadja dkk. 1994, dan Simanjuntak & Barber 1996).

Gambar 17 menunjukkan jalur magmatisme volkanik kuarter yang membentang sepanjang pulau dan meliputi hampir seluruh pulau Jawa. Mundurnya jalur subduksi dan jalur magmatik pada Pualu Jawa ini juga terus terjadi dari mulai Kuarter hingga saat ini dengan mekanisme yang serupa, yaitu akibat adanya roll back extension. Zona subuksi dan zona

20

UTS Geologi Indonesia OLEH SAYYID ABDULLAH MARZUQI (12016044)

magmatis pada Kuarter relatif lebih berdekatan akibat sudut penunjaman lebih tajam . Jika kita melihat potensi cebakan mineral di Jawa Barat sendiri, seperti Pongkor, Cibaliung, Cikotok, Cirotan, Cikodang yang berasosiasi dengan vukanik berumur Oligosen – Mosen awal, yang sebagian besar terdiri dari batuan gunung api kasar, yang diselingi batugamping dan batupasir. Batuan terobosan intermediet yang masuk ke dalam formasi Paleogen dan Miosen Awal (Basuki, 1994 dalam Warmada, 2003). Dapat disimpulkan bahwa cebakan-cebakan mineralisasi di pulau Jawa dikontrol oleh jalur magmatik yang berumur Tersier. 6. Gambarkan (Secara umum tapi lengkap) pola struktur yang dijumpai saat ini di kawasan Jawa Timur (Berikut daerah lepas- pantainya, Pulau Madura, Pulau Kangean dan sekitarnya) Geologi Regional Cekungan Jawa Timur

Secara geologi Cekungan Jawa Timur terbentuk karena proses pengangkatan dan ketidakselarasan serta proses-proses lain, seperti penurunan muka air laut dan pergerakan lempeng tektonik. Tahap awal pembentukan cekungan tersebut ditandai dengan adanya half graben yang dipengaruhi oleh struktur yang terbentuk sebelumnya. Tatanan tektonik yang paling muda dipengaruhi oleh pergerakan Lempeng Australia dan Sunda. Secara regional perbedaan bentuk struktural sejalan dengan perubahan waktu (PHE WMO, 2009). Aktifitas tektonik utama yang berlangsung pada umur Plio – Pleistosen menyebabkan pengangkatan daerah regional cekungan Jawa Timur sehingga membentuk setting tektonik seperti saat ini. Struktur geologi daerah Cekungan Jawa Timur umumnya berupa sesar naik, sesar turun, sesar geser, dan pelipatan yang mengarah Barat - Timur akibat pengaruh gaya kompresi dari arah Utara – Selatan (Satyana, 2005) Secara umum, ada tiga arah pola umum struktur yaitu arah Timur Laut – Barat Daya (NE-SW) yang disebut pola Meratus, arah Utara – Selatan (N-S) atau pola Sunda dan arah Timur – Barat (EW). Perubahan jalur penunjaman berumur kapur yang berarah Timur Laut - Barat Daya (NESW) menjadi relatif Timur - Barat (E-W) sejak Oligosen sampai sekarang telah menghasilkan tatanan geologi Tersier di Pulau Jawa, (Sribudiyani, dkk., 2003). Tren struktur dan sejarah pengendapan dari sedimentasi Tersier di Blok West Madura Offshore sebagian besar dikendalikan oleh konfigurasi batuan dasar yang dibentuk oleh peristiwa tektonik pada masa Kapur Akhir sampai dengan Tersier Awal. Fitur utama pada batuan dasar adalah hinge lines pada kedua sisi dari cekungan. Bagian tepi cekungan terkesan kasar yang mungkin dihasilkan oleh gaya tensional akibat wrench fault dan atau sebagai akibat dari mekanisme patahan jaman Pra-Tersier yang berarah berbeda dari struktur utama yang ada sekarang. Akibatnya, tensional dan wrench faulting mengakibatkan terjadinya pembentukan blok graben dan horst yang mulai membentuk konfigurasi cekungan pada waktu Kapur Akhir dan Tersier Awal. Cekungan Jawa Timur dipisahkan menjadi tiga mandala struktur (structural provinces) (Satyana, 2005) dari Utara ke Selatan, yaitu : 1. Paparan Utara yang terdiri dari Busur Bawean, Paparan Madura Utara dan Paparan Kangean Utara. 2. Bagian tengah yaitu Tinggian Sentral yang terdiri dari Jawa Utara Laut (Kujung) – Madura – Kangean – Tinggian Lombok. 3. Bagian Selatan dikenal sebagai Cekungan Selatan yang terdiri dari Zona Rembang – Selat Madura – Sub-Cekungan Lombok.

21

UTS Geologi Indonesia OLEH SAYYID ABDULLAH MARZUQI (12016044)

Gambar 18. Evolusi Tektonik Jawa Timur (Sribudiyani, dkk. 2003)

Cekungan Jawa Timur dipisahkan menjadi tiga mandala struktur (structural provinces) (Satyana, 2005) dari Utara ke Selatan, yaitu : 1. Paparan Utara yang terdiri dari Busur Bawean, Paparan Madura Utara dan Paparan Kangean Utara. 2. Bagian tengah yaitu Tinggian Sentral yang terdiri dari Jawa Utara Laut (Kujung) – Madura – Kangean – Tinggian Lombok.

22

UTS Geologi Indonesia OLEH SAYYID ABDULLAH MARZUQI (12016044)

3. Bagian Selatan dikenal sebagai Cekungan Selatan yang terdiri dari Zona Rembang – Selat Madura – Sub-Cekungan Lombok.

Gambar 19. Tiga struktur utama cekungan Jawa Timur (Satyana dan Purwaningsih, 2003)

Bagian Utara Cekungan Jawa Timur terdiri dari struktur tinggian dan rendahan dengan trend NE – SW, terlihat pada konfigurasi alasnya seperti Busur Karimunjawa, Palung Muria, Busur Bawean, Palung Tuban - Camar, Bukit JS-1, Depresi Masalembo - Doang, dan Paparan Madura Utara. Ke arah Selatan, Paparan Jawa NE, Zona Rembang Madura Kendeng, Zona Madura Selatan, dan Zona Depresi Solo. Bagian tengah Cekungan Jawa Timur didominasi oleh pola struktur berarah Utara - Timur seperti yang berkembang di Paparan Madura Utara, Tinggian Madura, dan Sub Cekungan Selat Madura. Ke Timur, pola Utara – Timur lebih berkembang, diperlihatkan oleh Sub-Cekungan Sakala, Kangean, Sub-Cekungan Lombok. Umumnya, mandala Paparan Utara, merupakan sisa struktur yang 10 berkembang pada zaman Kapur (sutura Meratus). Selama Eosen hingga Miosen daerah ini berubah menjadi tempat perkembangan terumbu. Pada zaman Tersier Akhir daerah ini menjadi lingkungan yang baik bagi perkembangan fasies karbonat paparan. 1. Mandala Tinggian Sentral, merupakan daerah terangkat hasil penyesaran ekstensional Eosen – Oligosen Akhir dan pembalikan struktur Miosen -Resen. Tinggian Sentral berbentuk kemenerusan Tinggian Kujung dan Tinggian Madura - Kangean ke arah Timur. Di Utara, Tinggian Sentral dibatasi oleh sesar-sesar Sepanjang dan Sakala, dan di Selatan oleh Tinggian Madura – Kangean - Sepanjang. Mandala, tegasan tensional Eosen Akhir menyebabkan penurunan regional di daerah ini. Bagian tingginya menjadi tempat perkembangan fasies reefal. 2. Mandala Cekungan Selatan, terbentuk oleh sesar ekstensional Eosen – Oligosen Akhir

yang dilanjutkan oleh periode struktur terbalik produk kompresi Miosen Awal – Resen. Zona Rembang yang menerus sampai lepas pantai sebagai sesar mendatar (wrench fault) berasosiasi dengan pengangkatan Kujung, Madura, Kangean, dan Sepanjang ke arah Utara. Pembalikan struktur mengangkat bagian Utara, sedangkan bagian Selatan tetap pada lingkungan batial dalam.

23

UTS Geologi Indonesia OLEH SAYYID ABDULLAH MARZUQI (12016044)

7. Gambarkan suatu penampang tektonik (model tektonik konvergen) berarah Baratdaya (SW) – Timurlaut (NE) dari suatu titik di Samudera Hindia (Indonesia) yang letaknya di sebelah Barat Pulau Sumatera menuju ke arah timur laut memotong sumbu panjang Pulau Sumatera dan Selat Malaka sampai ke suatu titik di semenanjung Malaysia. Sebutkan elemen-elemen tektonik yang terbentuk di sepanjang elemen bagian atas atau di lempeng mikro Sunda? Jawab: Gambar disamping merupakan gambaran tektonik framework yang membentuk Sumatera saat ini, dapat terlihat bahwa secara umum Sumatera itu terbentuk dari dua elemen tektonik blok kontingen dan kerak kontingen yang akresi ke Sundaland (Metcalfe, 2006), dua blok kontingen itu berasal dari Gondwana, Blok Sibumasu yang berumur Perm awal, dan blok West Sumatra yang berumur Devon (Gambar 20).

Gambar 20. Unit tektonik yang menunjukkan amalgamasi yang membentuk malaya serta Sumatera saat ini

Di sebelah paling barat dari pulau Sumatera ini terdapat the woyla group (Lower Cretaceous – Upper Jurassic) yang muncuk di Aceh (Gambar 21). Woyla Group ini merupakan intra-oceanic yang berkollisi dengan Sumatra di umur 90 juta tahun yang lalu yang diakibatkan subduksi dengan sundaland (Hall et al, 2009).

Selain dari blok Gondwana terdapat blok yang memang asli berasak dari Laurasia seperti blok East Malaya, dan Indochina.

24

UTS Geologi Indonesia OLEH SAYYID ABDULLAH MARZUQI (12016044)

Gambar 21. Ilustrasi dari subduksi cross section woyla arc

Gambar 22. Ilustrasi dari subduksi zaman perm – Tersier di Sumatera (Barber, Crow, 2005)

25

UTS Geologi Indonesia OLEH SAYYID ABDULLAH MARZUQI (12016044)

Gambar 23. Cross section yang menunjukkan Sumatera saat ini yang terdiri dari lempeng Eurasia dan lempeng India

8. Ofiolit tersingkap dengan baik dan penyebarannya cukup luas di pegunungan Meratus (Kalimantan) Jelaskan proses terbentuknya dan alih tempat dari Ofiolit tersebut dari model tektonik lempeng? Jawab:

Gambar 24. Ilustrasi dari jalur subduksi Meratus yang tidak menerus menuju Lok-ulo - Ciletuh

Pegunungan Meratus merupakan sekuen ofiolit dan busur volkanik Kapur Awal dan terletak di wilayah yang terletak jauh dari tepi konvergensi lempeng. Pegunungan Meratus di bagian tenggara Kalimantan yang membatasi Cekungan Barito dengan Cekungan Asemasem. Pegunungan Meratus mulai terangkat pada Miosen Akhir dan efektif membatasi sebelah barat Cekungan Barito pada Plio-Pleistosen (Penrose, 1972; Coleman, 1977 dalam Clague dan Straley, 1977)

26

UTS Geologi Indonesia OLEH SAYYID ABDULLAH MARZUQI (12016044)

Busur Sumatera-Meratus merupakan busur kontinen yang memanjang pada ujung bagian selatan Paparan Sunda dari utara Sumatera melewati ujung timur Jawa Barat menerus ke arah timur Kalimantan. agian busur oseanik berupa Grup Woyla pada bagian barat Pulau Sumatera merupakan hasil proses pengangkatan ke arah selatan pada margin kontinen dari Paparan Sunda (Cameron dkk., 1980; Wajzer dkk., 1991). Kemungkinan ini terjadi pada Awal sampai Akhir Kapur. Busur batuan basa berarah utara mengalami tumbukan yang menyebabkan terbentuknya batuan ofiolit dan selanjutnya terangkat menempati bagian dari tepian selatan Paparan Sunda, membentuk Grup Woyla pada bagian utara Sumatera, batuan yang sama terdapat pada bagian barat Sumatera Selatan, batuan ofiolit di Jawa bagian baratdaya, Ofiolit Meratus dan Formasi Alino di Kalimantan bagian tenggara. Kondisi yang mirip terjadi sebelum Kapur Tengah dimana batuan basa dan ofiolit terangkat menempati tepian barat Paparan Sunda (Mitchell, 1992).

9. Jelaskan secara singkat mengapa daerah Karangsambung, Kebumen, Jawa Tentah menjadi salah satu tempat yang sangat penting bagi ahli kebumian? Jawab

Gambar 25. Jalur subduksi Jawa-Sumatera dari umur ke umur

Karangsambung menjadi hal yang penting bagi ilmu kebumian khususnya geologi karena Karangsambung merupakan salah satu bukti dari rekaman geologi yang terjadi di masa lampau, sebagai bukti adanya subduksi pada ukur Kapur di masa lampau. Subduksi tersebut terjadi antara mikrokontinen Jawa Timur bertumbukan dengan kontinen Eurasia (Sundaland). Subduksi tersebut mengakibatkan terbentuknya prisma akresi sehingga membentuk endapan mélange yang terdiri dari batuian ofiolit dan Olisostrom. Tumbukan terjadi menjadikan endapan mélange terekspos membentuk batuan dasar karangsambung yang terdiri dari Fm. Luh-Ulo. Daerah Karangsambung memiliki dua periode subduksi sampai saat ini. Subduksi pertama terjadi pada Zaman Kapur Akhir sampai Paleosen (Sucipta, 2006). Subduksi ini memiliki arah

27

UTS Geologi Indonesia OLEH SAYYID ABDULLAH MARZUQI (12016044)

baratdaya-timurlaut sehingga struktur-struktur yang terbentuk akan memiliki arah yang sama secara umum. Struktur tersebut dikenal juga sebagai Pola Meratus. Struktur ini diperkirakan terjadi karena adanya subduksi antara Lempeng Eurasia dengan mikrokontinen yang berasal dari Lempeng Indo-Australia. Subduksi kedua terjadi pada Zaman Tersier (Sucipta, 2006 op cit. Hadiyansyah, 2005). Subduksi ini memiliki arah barat-timur. Subduksi ini terjadi karena tumbukan antara Lempeng Eurasia dengan Lempeng Indo-Australia. Subduksi kedua ini terjadi setelah subduksi pertama berhenti dan terbentuk di selatan dari subduksi pertama. Selain itu juga, fitur geologi di Karangsambung lengkap mulai dari formasi Waturanda ditumpangi secara selaras oleh formasi penosogan yang terdiri dari perselingan napal dan batupasir gampingan (Asikin dkk, 1992 dalam Prasetyadi, 2007) serta terdapat batuan beku dan metamorf pada kompleks melange, dan juga formasi karangsambung yang terdiri atas batupasir, batulanau, konglomerat dan batugamping Nummulites dalam massadasar lempung. 10. Cekungan Ombilin di Sumatera Barat sering disebut oleh para ahli kebumian sebagai cekungan antar gunung (inter mountain basin). Jelaskan sejarah cekungan Ombilin ditinjau dari tatanan struktur dan stratigrafi. Sejak umur Eosen sampai Pleistosen di mana mulai di endapkannya Formasi Brani, Formasi Sangkarewang, Formasi Sawahlunto, ormasi Sawahtambang dan Formasi Ombilin?

Gambar 26. Geological Map of Ombilin Basin (Zaim, Y.dkk 2012)

Cekungan Ombilin terletak di sebelah Barat daya dari blok bukit barisa, Provinsi Sumatera Barat (Gambar 26). Evolusi terbentuknya ombilin basin ini terdapat hubungannya dengan

28

UTS Geologi Indonesia OLEH SAYYID ABDULLAH MARZUQI (12016044)

tektonik regional pulau Sumatera. Beberapa orang ercaya bahwa Ombilin – basin ini terbentuk akibat sistem pull – apart basin yang menghasilkan transisi strutur dari tensional ke transtensional duplex system di sepanjang tren segmen sesar strike-slip yang sedikit oblique ke zona sesar (Koening, 1985; Situmorang et al., 1991). Tren utama dari zona sesar adalah NWSE yang dikenal sebagai Sumatra Fault Zone (SFZ) Perkembangan awal mulai cekungan Ombilin ini diawali dengan aktifitas tektonik yang terkekar membentuk depresi graben pada akhir Mesozoik atau Paleogen (Zaim, Y dkk., 2012) Menurut Situmorang dkk (1991) secara umum Cekungan Ombilin dibentuk oleh dua terban berumur Paleogen dan Neogen, dibatasi oleh sesar Tanjung Ampalu berarah utara-selatan. Menurut Hastuti, dkk (2001) terdapat 5 fase tektonik yang bekerja di cekungan Ombilin pada saat Tersier seperti pada Gambar 27.

Gambar 27. Tektonostratigrafi cekungan Ombilin (Hastuti dkk, 2001)

29

UTS Geologi Indonesia OLEH SAYYID ABDULLAH MARZUQI (12016044)

Perkembangan Sedimentasi pada Cekungan Ombilin 1. Pra-tersier (Paleozoic – Mesozoic) Formasi Pre-Tertiary merupakan basement yang terdiri dari batuan granit, limestone laut dalam dari Formasi Tuhur, limestone massive dan formasi Silungkang dan slate/phylites dari Formasi Kuantan. Batuan Pre-Tertiary basement dari Cekungan Ombilin ini terlihat dengan baik di sekitar batas cekungan sepanjang sisi batas sisi barat Cekungan Ombilin 2. Eosen a. Formasi Sangkarewang Formasi Sangkarewang memprensentasikan deposisi dari danau air dalam dengan oksigen rendah. Formasi ini terdiri dari interface calcareous shale abuabu gelap, tipis, struktur tajam dan sandstone tipis. Formasi ini terbentuk dari endapan di Danau purba Sangkarewang yang diendapi oleh serpihan-serpihan karena proses cuaca dan kegiatan tektonik. Sifat calcareous dari formasi tersebut sebagian disebabkan adanya masukan yang terus-menerus dari serpihan calcareous pre-tertiary. (Gambar 28) b. Formasi Sawahlunto Formasi Sawahlunto tediri dari shale dari zaman Eocene, siltstone, quartz, sandstone dan batubara (coal) yang ditemui di sebagian besar di wilayah tenggara dari Cekungan Ombilin. Formasi ini juga termasuk coal beds yang ditambang di daerah Sawahlunto. Formasi Sawahlunto meruncing ke arah timur dan selatan dari area Sawahlunto. (Gambar 28)

30

UTS Geologi Indonesia OLEH SAYYID ABDULLAH MARZUQI (12016044)

Gambar 28. A). Awal terjadinya sedimentasi pada cekungan hasil rifting dari formasi Brani dan Sangkarewang pada umur Eosen – Oligosen tengah (Lingkungan pengendapan terjadi di alluvial fan dan danau), B. Sedimentasi mengisi Syn-rift pada formasi Sawahlunto di umur Oligosen tentah

3. Oligosen – Miosen a. Formasi Sawahtambang (Oligosen)

Formasi Sawahtambang dan Sawahlunto telah terbukti saling overlay atau seperti saling terkait. Keterkaitan antara dua formasi secara paleontology susah ditentukan, karena ketidakhadiran umur fosil diagenetic di antara kedua formasi. Formasi Sawahtambang terdiri dari konglomerat berumur Oligocene, sandstone dan shale yang diendapkan oleh sistem aliran sungai. (Gambar 29) b. Formasi Ombilin (Awal Miosen) Formasi Ombilin terdiri dari shale abu-abu muda sampai medium, dimana sering calcareous dan biasanya mangandung limestone, sisa-sisa tumbuhan dan sel-sel moluska. Ketebalan limestone pada Formasi Ombilin terlihat sampai ketebalan 200 ft (60 m). Akan tetapi, ketebalan Formasi Ombilin berkisar antara 146 meter sampai 2740 meter ketebalan sesungguhnya dari formasi ini sukar ditentukan karena adanya erosi pasca endapan

31

UTS Geologi Indonesia OLEH SAYYID ABDULLAH MARZUQI (12016044)

Gambar 29. C). Perkembangan syn-rift akhir, terjadi sedimentasi formasi Sawahtambang pada akhir Oligosen (Lingkungan pengendapan sungai berkelok dan menganyam) D) Sedimentasi post-rift pada formasi Ombilin di umur awal Miosen (Lingkungan Transgressi, dan lingkungan laut) .

Referensi Metcalfe, I., 2009a. L`ate Palaeozoic and Mesozoic tectonic and palaeogeographic evolution of SE Asia. In: Buffetaut, E., Cuny, G., Le Loeuff, J., Suteethorn, V. (Eds.), Late Palaeozoic and Mesozoic Ecosystems in SE Asia. Special Publications, 315. The Geological Society, London, pp. 7–23 Metcalfe, I. (2011). Tectonic framework Sundaland. Gondwana Research, 19(1), 3-21.

and

Phanerozoic

evolution

of

Hall, R. (2014). The origin of Sundaland. Proceeding of Sundaland Resources. Palembang, South Sumatra, 17-18. Hall, R., 2009. The Eurasia SE Asian Margin as a Modern Example of an Accretionary Orogen. In: Cawood, P.A., Kroner, A. (Eds.), Earth Accretionary Systems in Space and Time, The Geological Society London, Special Publications 318. McGraw-Hill, New York, pp. 351–372. SE

Hall, R., van Hattum, M.C.A., Spakman, W., 2008. Impact of India–Asia collision on Asia: the record in Borneo. Tectonophysics 451, 366–389.

Hall, R., Clements, B., Smyth, H.R., in press. Sundaland: Basement character, structure and plate tectonic development. Proceedings, Indonesian Petroleum Association Thirty-Third Annual Convention and Exhibition, May 2009. Barber, A.J et.al. 2005. Sumatra: Geology , Resources , and Tectonic Evolutions. London, UK. The Geological Society London. Yahdi, Z., Litto, H., Chalid, I, A., Aswan., Yan, R., Nurcahyo, I,B., Franky, E, S. 2012. Depositional History and Petroleum Potential of Ombilin Basin, West Sumatra – Indonesia, Based on Surface Geological Data. AAPG International Convention and Exhibition, Singapore.

32

UTS Geologi Indonesia OLEH SAYYID ABDULLAH MARZUQI (12016044)

Hastuti, S., & Sukandarrumidi, S. P. (2001). KENDALI TEKTONIK TERHADAP PERKEMBANGAN CEKUNGAN EKONOMI TERSIER OMBILIN, SUMATRA BARAT (TECTONIC CONTROL ON THE DEVELOPMENT OF THE OMBILIN TERTIARY ECONOMIC BASIN, WEST SUMATRA). Teknosains, 14(2001). Universitas Gajah Mada, Indonesia. Iskandar, Z. 2016. Sumatera is Not a Homogeneous Segments of Gondwana Derived Continental Blocks: A New Sight Based on Geochemical Signatures of Pasaman Volcanic In West Sumatra. Pusat penelitian Geoteknologi LIPI, Jurnal Riset Geologi dan Pertambangan vol. 26 No.1, Juni 2016, p.1-13. Barber, A. J., & Crow, M. J. (2003). An evaluation of plate tectonic models for the development of Sumatra. Gondwana Research, 6(1), 1-28. Barber, A. J., Crow, M. J., & Milsom, J. (Eds.). (2005). Sumatra: Geology, resources and tectonic evolution. Geological Society of London. Barber, A. J., Crow, M. J., & De Smet, M. E. M. (2005). Tectonic evolution. Geological Society, London, Memoirs, 31(1), 234-259. Sribudiyani, N. M., Ryacudu, R., Kunto, T., Astono, P., Prasetya, I., Sapiie, B., ... & Yulianto, I. (2003). The collision of the East Java Microplate and its implication for hydrocarbon occurrences in the East Java Basin. McCaffrey, R. (2009). The tectonic framework of the Sumatran subduction zone. Annual Review of Earth and Planetary Sciences, 37, 345-366. Holis, Z., & Sapiie, B. (2012). PS Fractured Basement Reservoirs Characterization in Central Sumatera Basin, Kotopanjang Area, Riau, Western Indonesia: An Outcrop Analog Study. Barber, A. J., & Crow, M. J. (2009). Structure of Sumatra and its implications for the tectonic assembly of Southeast Asia and the destruction of Paleotethys. Island Arc, 18(1), 320. Advokaat, E. L., Bongers, M. L., Rudyawan, A., BouDagher-Fadel, M. K., Langereis, C. G., & van Hinsbergen, D. J. (2018). RETRACTED: Early Cretaceous origin of the Woyla Arc (Sumatra, Indonesia) on the Australian plate.

Related Documents


More Documents from ""