Mata Kuliah
KEBIJAKAN PUBLIK Dosen : DR. Muh Nursadik
TEORI SISTEM SEBAGAI MODEL ANALISIS KEBIJAKAN PADA INSTITUSI DEWAN PERWAKILAN DAERAH ( DPD ) RI.
Oleh :
Nyoman Rudana NPM 08.D.040
17 Nopember 2008
Magister Administrasi Publik Manajemen Pembangunan Daerah STIA LAN Jakarta
DAFTAR ISI Halaman I. PENDAHULUAN
2
II. PERMASALAHAN
5
III. LANDASAN TEORI
5
IV. PEMBAHASAN
8
V. KESIMPULAN DAN SARAN
11
VI. KEPUSTAKAAN
12
2
TEORI SISTEM SEBAGAI MODEL ANALISIS KEBIJAKAN PADA INSTITUSI DEWAN PERWAKILAN DAERAH ( DPD ) RI.
I. PENDAHULUAN Makalah ini membahas mengenai proses perumusan kebijakan yang berjalan di dalam Dewan Perwakilan Daerah ( DPD RI )., dikaitkan dengan teori yang ada dalam Analisa Kebijakan Publik. Untuk itu diperlukan sedikit pemahaman mengenai apa dan bagaimana DPD RI dalam menjalankan fungsinya sebagai lembaga legislatif baru di Indonesia. Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) adalah sebuah lembaga yang berkedudukan sebagai lembaga negara. Para Anggota DPD RI tersebut terdiri atas wakil-wakil daerah propinsi yang dipilih melalui pemilihan umum.Anggota DPDRi periode 2004 – 2009 adalah individu yang independen dan bukan merupakan anggota dari partai politik. Dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2003 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, dan DPD RI disebutkan bahwa DPD RI dapat mengajukan kepada DPR RI rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran daerah, dan sumber daya ekonomi lain serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah. Penugasan konstitusi ini menunjukkan bahwa DPD RI berkewajiban
untuk
merancang
pembangunan
daerah
dalam
kerangka
pembangunan nasional. Fungsi, tugas dan wewenang DPD RI sebagaimana tercantum dalam pasal 22D UUD 1945 adalah :
1. DPD dapat mengajukan kepada DPR rancangan undang – undang yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah. Ini merupakan fungsi legislasi dari DPD RI.
3
2. DPD ikut membahas RUU yang berkaitan dengan otonomi daerah; hubungan pusat dan daerah; pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah; pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya serta perimbangan keuangan pusat dan daerah; serta memberikan pertimbangan kepada DPR atas RAPBN dan RUU yang berkaitan dengan pajak, pendidikan dan agama. Ini merupakan fungsi pertimbangan dari DPD RI.
3. DPD dapat melakukan pengawasan atas pelaksanaan UU mengenai : otonomi daerah, pembentukan, pemekaran dan penggabngan daerah, hubungan pusat dan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, pelaksanaan
APBN, pajak, pendidikan dan agama, serta menyampaikan hasil
pengawasannya
itu
kepada
DPR
sebagai
bahan
pertimbangan
untuk
ditindaklanjuti. Ini merupakan fungsi pengawasan dari DPD RI. 4. Anggota DPD dapat diberhentikan dari jabatannya, yang syarat – syarat dan tata caranya diatur dalam UU. Terkait dengan fungsi, tugas dan wewenangnya tersebut, ada beberapa argumen rasional yang dapat dipertanggung jawabkan mengenai betapa pentingnya keberadaan DPD sebagai representasi daerah di tingkat pusat, yaitu : 1. Agar keterkaitan antara keterwakilan penduduk dengan daerah dan adanya penyebaran penduduk indonesia yang tidak merata dis etiap wilayah dimana saat ini 60% penduduk tinggal di sekitar 10% wilayah Indonesia, tercerminkan dalam sistem perwakilan dan proses legislasi. 2.
Dalam rangka mewujudkan mekanisme checks and balances. Mekanisme ini dianut oleh negara yang demokratis untuk menghindari diri dari dominiasi salah satu lembaga dalam pembuatan perundang undangan, sehingga undang – undang yang dihasilkan oleh lembaga legislatur menjadi lebih baik dan mengacu kepada
kepentingan
rakyat
yang
diwakilinya,
kelompok.
4
bukan
pada
kepentingan
3. Adanya keadilan dalam kebijakan pembangunan antara Jawa dan luar Jawa secara berkesinambungan. Jika representasi politik hanya diwakili oleh DPR – RI, dapat dipastikan arah pembangunan hanya memusat di pulau Jawa atau hanya untuk kepentingan politik atau kalangan tertentu, mengingat bahwa anggota DPR merupakan anggota partai politik dan itu sudah terbukti dengan banyaknya kasus korupsi oleh anggota DPR – Ri yang terbongkar saat ini. DPD Ri mempunyai empat Panitia Ad Hoc ( PAH
) dengan ruang lingkup yang
berbeda – beda dimana PAH I membidangi otonomi daerah; bhubungan pusat dan daerah; pembentukan, pemekaran dan penggabungan daerah. PAH II membidangi pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya. PAH III membidangi pendidikan dan aggama. Sedangkan PAH IV membidangi RAPBN, perimbangan keuangan pusat dan daerah, memberikan pertimbangan hasil pemeriksaan keuangan negara dan pemilihan anggota BPK serta pajak. Sehubungan dengan fungsinya sebagai wakil rakyat dari daerah, yang dipilih, dan sebagai alat artikulasi kepentingan daerah, maka penyerapan aspirasi merupakan kegitan anggota DPD RI yang terpenting. Dalam pelaksanaannya, penyerapan aspirasi masyarakat bisa dilakukan dalam dua bentuk, secara langsung dan tidak langsung. Secara langsung dilakukan dalam berbagai kegiatan di daerah melalui dialog tatap muka, seminar, atau lokakarya., yang dilakukan saat kunjungan kerja, baik pada masa sidag maupun masa reses. Intinya adalah untuk menyerap, menghimpun, dan menampung aspirasi masyarakat daerah. Sedangkan penyerapan aspirasi secara tidak langsung dilakukan melalui konsultasi dengan DPRD / Pemda. DPD RI menampung aspirasi yang sudah disalurkan ke DPRD / Pemda. Mekanisme ini dapat dilakukan setiap saat dan tidak perlu menunggu reses atau kunjungan kerja. Aspirasi
masyarakat
sebagai
sumber
input
ibnilah
yang
menjadi
bahan
pertimbangan utama bagi DPD – RI dalam penyusunan kebijakannya, dan hal ini dijelaskan cukup mendetil di makalah ini.
5
II. PERMASALAHAN Dari sembilan Model Analisa Kebijakan yang ada, yaitu Institusional, Proses, Group, Elite, Rasional, Incremental, Game Theory, Teori Pilihan Publik dan Teori Sistem, maka Teori Sistemlah yang paling sesuai dengan proses pengambilan kebijakan dalam ruang lingkup DPD – RI. Di sini DPD – RI menyerap aspirasi publik baik secara langsung maupun tidak langsung sebagaimana sudah dijelaskan di atas dan aspirasi inilah yang dipergunakan sebagai referensi dan masukan utama dalam pembahasan internal maupun eksternal ( dengan meminta pendapat lintas sektoral dari institusi lain terkait materi yang sedang dibahas ). Outputnya berupa Ketetapan DPD-RI yang kemudian dikirimkan ke DPD – Ri sebagai salah satu bahan pertimbangan dalam pembuatan Undang - Undang.
III. LANDASAN TEORI Prinsip dasar Teori Sistem cukup sederhana, yaitu masyarakat saling tergantung satu sama lain sama seprti organisme dalam biologi. Kelangsungan suatu sistem tergantung dari pertukaran masukan ( input ) dan keluarannya ( output ) dengan lingkungannya. Setiap sistem terbagi dalam sejumlah variabel subsistem, dimana tiap subsistem terdiri dari tatanan subsistem yang lebih kecil. Teori Sistem dalam ilmu politik dikembangkan oleh politisi David Easton pada tahun 1953, dengan penyederhaan model sebagai berikut :
6
Model adalah rancangan struktur dalam bentuk kecil yang dapat diperbanyak dan dikembangkan yang merupakan penyederhanaan suatu sistem, Model seringkali dipergunakan untuk mempelajari sistem. Input atau masukan adalah kekuatan yang diperoleh
dari
lingkungan
yang
mempengaruhi
sistem
politik.
Lingkungan
( environment ) adalah semua kondisi atau keadaan yang dianggap sebagai eksternalitas terhadap lingkup sistem politik. Sistem politik adalah kelompok dari struktur dan proses yang saling berkaitan yang memnpunyai kewenangan dalam mengalokasikan nilai – nilai untuk suatu kelompok masyarakat. Output atau keluaran adalah alokasi nilai yang otoritatif dari suatu sistem, yang merupakan kebijakan publik. Teori Sistem ini menggambarkan kebijakan publik sebagai suatu output dari sistem politik. Konsep Sistem di sini menunjukkan adanya serangkaian institusi dan aktivitas dalam masyarakat yang dapat diidentifikasi yang berfungsi mentransformasi permintaan ( demand )
kedalam keputusan otoritatif yang
memerlukan dukungan ( support ) dari keseluruhan masyarakat.
Konsep sistem
juga menunjukkan bahwa elemen dalam sistem saling terkait, bahwa sistem dapat merespon
terhadap
kekuatan
di
dalam
lingkungannya
untuk
menjaga
keberlangsungan sistem itu sendiri. Permintaan terjadi manakala individu atau kelompok merespon terhadap jkondisi lingkungan yang nyata atau dianggap nyata, untuk mempengaruhi kebijakan publik. Dukungan ( support ) ada manakala individual atau kelompok menerima outcome dari pemilihan, menaati hukum, membayar pajak, dans ecara umum setuju terhadap keputusan politik. Jadi sistem akan bisa berlangsung terus manakala ia :
7
1. menghasilkan output yang memuaskan 2. berakar dalam terhadap sistem itu sendiri
3. menggunakan atau
mengancam untuk menggunakan kekuatannya terhadap
masyarakat. Nilai dari Model untuk analisa kebijakan terletak pada pertanyaan seperti di bawah ini : 1. Apa dimensi signifikan dari lingkungan yang menghasilkan permintaan terhadap suatu sistem politik 2. Apa karakteristik signifikan dari sistem politik yang membuatnya mampu mentransformasi permintaan ke dalam kebijakan publik dan mempertahankan keberlangsungannya dari waktu ke waktu.
3. Bagaimana input dari lingkungan mempengaruhi karakter suatu sistem politik 4. Bagaimana karakteristik sistem politik mempengaruhi isi kebijakan publik 5. Bagaimana input lingkungan mempengaruhi isi kebijakan publik 6. Bagaimana kebijakan publik mempengaruhi lingkunfgan dan karakter dari sistem politik melalui umpan balik
8
IV. PEMBAHASAN Mengingat luasnya ruang lingkup dari DPD – Ri, maka pada makalah ini, pembahasan dipersempit dengan mengambil contoh proses pembuatan kebijakan yang ada di PAH IV, dimana penulis terlibat langsung di dalamnya.
INPUT (1) Jaring aspirasi
Rakyat, LSM, Tokoh Masyarakat
(2) kunjungan
PEMDA & DPRD
PAH IV DPD-RI (3) Rapat Kerja
MENTERI
(5) Rapat Pleno PAH IV
PAKAR
(4) RDPU
( ekonomi, moneter, pemda)
Laporan PAH IV
Keputusan DPD-RI (6) Sidang Paripurna DPD-RI
DPR -RI
OUTPUT
Sesuai dengan Pasal 44 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2003 tentang Susunan dan Kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, kedudukan dan wewenang DPD RI adalah sebagai berikut: 1) Dewan
Perwakilan
Daerah
Republik
Indonesia
(DPD
RI)
memberikan
pertimbangan kepada DPR RI atas Rancangan Undang - Undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RUU APBN) dan Rancangan Undang - Undang yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama.
9
2) Pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 diberikan dalam bentuk tertulis
sebelum
memasuki
tahapan
pembahasan
antara
DPR
RI
dan
Pemerintah. 3) Pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 menjadi bahan bagi DPR RI dalam melakukan pembahasan dengan Pemerintah. PAH IV DPD – RI melakukan kunjungan ke daerah dan bertemu dengan rakyat baik secara langsung maupun pertemuan dengan tokoh masyarakat dan LSM setempat melalui pertemuan jaring aspirasi, serta pertemuan dengan legislatif dan eksekutif di daerah. Sambil menindak- lanjuti temuan BPK, team ini juga meminta masukan dari pemda dan DPRD setempat mengenai hal – hal yang hendak diperjuangkan di pusat. Masukan dari mereka menjadi input bagi DPD – RI. Aspirasi masyarakat kemudian dipilah ke dalam tingkat prioritas persoalan, mulai dari yang paling urgen yang harus segera ditindaklanjuti dengan hal hal yang lebih sekunder.
melalui mekanisme konstitusional, sampai Aspirasi masyarakat dari setiap daerah ini
beragam, dan dari sini, anggota DPD RI dapat melihat kebutuhan mana yang bisa dikelola secara sinergis. Sinergisitas ini tidak hanya dilakukan antar daerah melainkan juga antara daerah dengan pusat / nasional. PAH IV DPD-RI kemudian mengadakan rapat kerja dengan beberapa menteri yang bidangnya menjadi fokus perhatian DPD-RI, yatu : Menteri Keuangan, Menteri Kesehatan, Menteri Pendidikan Nasional, Menteri Pertanian, Menteri PU, Menteri ESDM dan lain sebagainya, dimana mereka masing – masing memberikan paparan mengenai bidang tugasnya masing – masing terutama terkait dengan program, anggaran yang diperlukan dan prioritas anggaran departemen. Setelah melalui berbagai rapat, maka PAH IV DPD RI sampai kepada suatu kesimpulan yang dituangkan ke dalam Laporan Hasil Pembahasan Panitia ad Hoc IV DPD – RI. Untuk selanjutnya, Keputusan PAH IV tersebut dirapatkan kembali pada Sidang Paripurna DPD – RI, dimana dalam sidang tersebut ada beberapa usulan dari anggota DPD RI yang berasal dari PAH I,II dan III. Hal ini menyebabkan beberapa asumsi tersebut dirumuskan kembali, disempurnakan dan diputuskan dalam Sidang Paripurna DPD RI yang menghasilkan Keputusan DPD- RI yang ditanda tangani oleh Ketua DPD- RI Prof. DR. Ir. H. Ginandjar Kartasasmita, serta Wakil Ketua DPD-RI Bpk.
10
H. Irman Gusman, SE, MBA dan Bpk. La Ode Ida. Keputusan DPD – Ri ini merupakan yang merupakan output,
sedangkan yang merupajkan sistem politik adalah
keseluruhan rangkaian proses pembahasan yang dilakukan oleh DPD Ri sampai akhirnya dapat dirumuskan menjadi keputusan DPD-RI. Bila pembahasan ini diperluas lagi, maka output dari DPD- RI merupakan input bagi DPR – RI. Hubungan antara DPD RI, dengan DPR dan selanjutnya dengan pemerintah suatu proses yang terkait dengan Teori Institusional, yang menjelaskan hubungan antara Badan legislatif, eksekutif ( pemerintah ) dan yudikatif. Bagan di bawah ini mengambil contoh proses pembahasan RUU UU APBN-P 2008. Namun pembahasan kali ini difokuskan kepada proses pembuatan kebijakan di internal DPD- RI.
DPR-RI
DPD-RI
(7) Pengajuan Pertimbangan atas RAPBN-P ( dg KEPUTUSAN DPD-RI)
PRESIDEN (8) Pengajuan UU APBN-P
(4) Pengajuan RAPBN-P
(9)Pengesahan UU APBN-P
(1) Pengarahan Anggaran
DEPT. TEKNIS
(3) Perkiraan Pagu Anggaran
BAPPENAS (2) Usulan Anggaran
DEPT KEUANGAN
(10) Pengesahan DIP
Pada bagan ini terlihat bahwa Pemerintah melalui Presiden mengajukan RAPBN-P 2008 kepada DPR untuk dibahas lebih lanjut, yang mana hal ini kemudian berubah menjadi RAPBN-P karena berubahnya beberapa indikator ekonomi. Kemudian DPRRI meminta pertimbangan DPD RI sebagai wakil daerah, untuk melakukan review terhadap RAPBN-P 2008 ini.
11
Di sini dapat terlihat bahwa output dari DPD RI tidak dapat langsung menjadi memberikan umpan balik bagi masyarakat sehingga tidak dapat menjadi bahan bagi input selanjutnya dalam lingkup Teori Sistem. Umpan balik dilakukan langsung oleh masyarakat dan / atau pemda dan DPRD melalui proses dialog antara mereka dengan anggota DPD – Ri pada saat kunjungan kerja. Selain itu Keputusan DPD – RI ini sifatnya merupakan pertimbangan bagi DPR – RI dalam merumuskan Undang Undang, sehingga bukan merupakan suatu kebijakan yang implementasinya berdiri sendiri. Sudah sepantasnya anggota DPD RI dapat membawa amanat rakyat sampai menjadi UU yang nantinya bermanfaat langsung untuk kepentingan daerah. Namun pada kenyataannya, anggota DPD-RI mempunyai kewenangan yang sangat terbatas dalam
menggolkan
RUU
menjadi
UU
dimana
DPD
RI
hanya
diminta
pertimbangannya saja, dan hanya ikut serta dalam rapat pertama pembahasan RUU dengan DPR, namun untuk selanjutnya, DPD – RI tidak ikut dalam mengawal RUU yang diusulkan atau dibahasnya bersama DPR sampai tahap pengesahan UU.
Oleh
sebab itu, bila dikaitkan kembali dengan Model – Model Analisa Kebijakan, maka Teori Institusional pun tidak sepenuhnya berlaku berlaku di sini.
V, KESIMPULAN DAN SARAN DPD Ri sebagai perwakilan rakyat di daerah pemilihannya, menganut Teori Sistem dalam interaksinya dengan masyarakat. Aspirasi masyarakat merupakan input bagi DPD RI yang diperjuangkan sehingga menghasilkajn suatu Keputusan DPD – RI sebagai outputnya. Namun Teori Sistem ini tidaklah 100 % berlaku di dalam institusi DPD – Ri mengingat bahwa output ini merupakan input bagi DPR – RI yang bila dilanjutkan interaksinya dengan pemerintah dalam kaitan perumusan Undang Undang, merupakan bagian dari Teori Institusional. Namun keterbatasan peran DPD – RI dalam mengiring Keputusan yang dihasilkannya menjadi UU juga membuat Teori Institusional kurang sesuai, oleh sebab itu pembahasan pada makalah ini hanya dipusatkan pada Teori Sistem. Yang dianggap merupakan suatu model
12
analisa kebijakan yang bisa mewakili dan menjelaskan bagaimana suatu kebijakan politik dihasilkan oleh sebuah lembaga legislatif yang mewakili rakyat. Saran :
1. Untuk memperkuat kedudukan DPD – Ri dalam legitimasinya sebagai wakil langsung
dari
rakyat
memperjuangkan
di
daerahnya,
amandemen
UUD
maka
perjuangan
45
patut
DPD
dilanjutkan,
Ri
dalam dengan
menggarisbawahi bahwa a. Kewenangan legislatif DPD cukup terbatas pada bidang – bidang yang sekarang sudah tercantum dalam UUD 45, dengan tetap memperhatikan kerjasama dengan DPR RI, tanpa mengambil alih tugas DPR. b. Khusus untuk kewenangan pengawasan ( oversight ), DPD- RI harus memiliki kekuatan hukum yang sama dengan DPR, agar pengawasan tersebut bisa efektif. Untuk menghindari duplikasi dengan DPR, maka perlu diatur pembagian wewenang dan tanggung jawab pengawasan antara kedua lembaga tersebut. Misalnya pengawasan DPD lebih difokuskan di daerah, sedangkan DPR di Pusat. Dengan demikian nantinya output yang dihasilkannya, dapat menjadi masukan bagi masyarakatnya dalam memberikan input selanjutnya.. Dan bila hal ini terwujud, maka pembahasan Model Analisa Kebijakan dapat diintegrasikan antara Teori Sistem dan Teori Institusional.
VI.
KEPUSTAKAAN
1. Dye, Thomas R, 1998, Understanding Public Policy, 9th edition ( New Jersey : Simon and Schuster / A Viacom Company )
2. Syahyuti, Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian – Bogor, Sistem www.geocities.com/syahyuti/Sistem.pdf 3. Wikipedia, Systems Theory in Political Science, Systems_theory_in_political_science.
13
http://en.wikipedia.org/wiki/
14