Telaah Jurnal L-19 Interne.docx

  • Uploaded by: Risky
  • 0
  • 0
  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Telaah Jurnal L-19 Interne.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 5,503
  • Pages: 37
TELAAH JURNAL

PENGENDALIAN RISIKO ERGONOMI LOW BACK PAIN PADA PERAWAT DI RUMAH SAKIT

Oleh KELOMPOK L 19

 Risky Firmansyah, S.Kep  Jerry Kurnia Sandi, S.Kep  Lentina Sosomar, S.Kep  Rima Anggraini, S.Kep  Firma Nelis Emi, S.Kep

PRAKTEK PROFESI NERS KEPERAWATAN DASAR FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS ANDALAS 2018

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia Nya, penulisan makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Telaah jurnal ini diajukan untuk melengkapi salah satu tugas Praktek Profesi Ners Siklus Keperawatan Dasar Klinik di RSUP Dr. M. Djamil Padang. 1. Dalam penyusunan makalah ini penulis diberikan bimbingan, dukungan, dan pengarahan Ns. Zifriyanthi Minanda Putri, S.Kep, M.Kep dan Ns. Ilfa Khairina, S.Kep, M.Kep sebagai pembimbing akademik 2. Kepada pembimbing klinik dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada : 3. Bapak/Ibu perawat yang turut membantu dan membimbing kami di ruangan 4. Rekan-rekan yang turut membantu penyusunan makalah ini. Penulis menyadari bahwa makalah ini belum sempurna. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak. Penulis berharap makalah ini berguna bagi pembaca, khususnya untuk profesi keperawatan. Semoga Allah SWT melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada kita bersama. Aamiin.

Padang, 25 Maret 2019

Penulis

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Nyeri punggung bawah (Low Back Pain) adalah nyeri yang berkaitan dengan bagaimana tulang, ligamen, dan otot punggung bekerja, hal ini biasanya merupakan nyeri yang terjadi sebagai akibat gerakan mengangkat, membungkuk, atau mengejan, suka hilang timbul, paling sering terjadi pada punggung bagian bawah dan biasanya tidak menandakan kerusakan permanen apapun (Bull & Archard, 2007). Nyeri daerah punggung bawah di daerah lumbosakral merupakan gangguan yang hampir semua orang pernah mengalaminya. Setelah nyeri kepala atau sakit kepala, kelainan inilah yang paling sering diderita, dan penyebab orang mangkir tidak masuk kerja. Pada satu penelitian didapatkan 18% populasi berusia 18-6 tahun menderita low back pain(Lumbantobing, 2008). Low back pain di definisikan sebagai suatu kondisi tidak spesifik yang mengacu pada keluhan nyeri akut atau kronik dan ketidaknyamanan pada atau di dekat daerah lumboscral, yang dapat disebabkan oleh inflamasi, degeneratif, keganansan, kelainan ginekologi, trauma dan gangguan metabolik. Faktor risiko okupasi yang menyebabkan low back pain adalah pengerahan tenaga berlebihan saat melakukan manual handling, postur janggal dan vibrasi seluruh tubuh (Tiwari, 2003 dalam Munir, 2012). Adapun faktor-faktor yang berhubungan dengan keluhan low back pain diantaranya adalah, berdiri atau membungkuk dalam waktu yang lama, duduk dikursi yang tidak sesuai, mengemudi dalam waktu yang lama, postur tubuh yang buruk, kurang berolahraga, kegemukan, hamil, mengangkat, menjinjing, mendorong, atau menarik beban yang terlalu berat. Selain faktor diatas, faktor lain yang berhubungan dengan keluhan low back pain adalah cedera, penyakit peradangan, kanker, dan osteoporosis.

Secara global, petugas kesehatan khususnya profesi keperawatan memiliki risiko tertinggi terjadinya Musculoskeletal Disorders (MSDs) atau gangguan musculoskeletal dibandingkan dengan profesi lain karena tuntutan pekerjaan dan aktivitas mereka di tempat kerja seperti patient handling, postur kerja yang salah, faktor individu, psikososial, dan organisasi (Bayaban et al., 2016; Thinkhamrop & Laohasiriwong,2015). Salah satu potensial bahaya di rumah sakit adalah faktor ergonomic (Kepmenkes RI, 2010). Ergonomi adalah studi ilmiah yang mempelajarihubungan antara manusia dan tempat kerjanya. Ergonomi memungkinkan desainer dan insinyur untuk membuat sistem dan proses yang lebih tepat dengan manusia melalui pengukuran dan evaluasi kemampuan manusia (Tarwaka, 2011). Banyak jenis pekerjaan yang membutuhkan aktivitas fisik yang berat seperti aktivitas fisik dengan posisi kerja mengangkat, menurunkan, mendorong, menarik, melempar, menyokong, memindahkan beban atau memutar beban dengan tangan atau bagian tubuh lain yang juga merupakan pekerjaan yang dilakukan oleh perawat. Aktivitas semacam ini sering kali disebut dengan istilah manual material handling. Low back pain merupakan salah satu penyakit yang sering diderita oleh jenis pekerjaan ini. Di Amerika Serikat tenaga pelayanan kesehatan yang memiliki tingkat tertinggi dari low back pain adalah perawat, dengan prevalensi tahunan 40-50% dan prevalensi seumur hidup 35-80% (Edlich, 2004). Di Indonesia angka kejadian pasti dari low back pain tidak diketahui, namun diperkirakan, angka prevalensi low back pain bervariasi antara 7,6% sampai 37%. Low back pain sering terjadi di kalangan para perawat terutama perawat yang bertugas di ruang rawat inap. Hal ini dipertegas oleh Roupa, at all (2008), yang mengemukakan bahwa staf perawat termasuk dalam kelompok profesi beresiko tinggi untuk terkena cidera muskuloskeletal, terutama di daerah tulang belakang thorakolumbal yang akan mengakibatkan low back pain. Tenaga perawat merupakan salah satu sumber daya rumah sakit yang memiliki jumlah yang cukup besar dan memiliki peranan yang sangat menentukan mutu pelayanan

suatu rumah sakit. Perawat dalam melaksanakan asuhan kepada pasien memiliki tugas yang bervariasi, antara lain melakukan tindakan mandiri seperti memenuhi kebutuhan Activity Daily Living (ADL) pasien, memandikan di tempat tidur, membantu mobilisasi pasien dengan cara mengangkat pasien dewasa yang berat, merawat luka dan lain-lain. Selain tindakan mandiri perawat juga mempunyai tugas yangsifatnya kolaboratif seperti memberikan obat melalui suntikan, memasang cateter dan lain-lain. Perawat dalam melakukan pekerjaannya tersebut banyak menggunakan gerakan membungkuk dan memutar tubuh, khususnya di sekitar tulang punggung bawah, mengangkatbenda berat, dan mentransfer pasien merupakan faktor risiko terbesar terkena low back pain (Cahyati, 2012). Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Dr. M. Djamil merupakan rumah sakit pemerintah yang merupakan rumah sakit rujukan untuk wilayah Sumatera Bagian Tengah. Berdasarkan observasi di RSUP Dr. M. Djamil Padang di ruang rawat inap interne pria ditemukan bahwa sebanyak 6 orang perawat mengeluh nyeri pada bagian punggung bawah. Berdasarkan latar belakang tersebut penulis melakukan telaah jurnal dengan judul “Pengendalian Resiko Ergonomi Dengan Kasus Low Back Pain di Rumah Sakit” B. Rumusan masalah 1. Bagaimana telaah jurnal ”Pengendalian Risiko Ergonomi Low Back Pain Pada Perawat Di Rumah Sakit” ? 2. Bagaimana isi jurnal ” Pengendalian Risiko Ergonomi Low Back Pain Pada Perawat Di Rumah Sakit” ? C. Tujuan Penulisan 1. Tujuan Umum Untuk memamaprkan telaah jurnal yang berhubungan dengan pengendalian resiko ergonomic dengan kasus low back pain di rumah sakit.

2. Tujuan Khusus a. Mampu menelaah jurnal “Pengendalian Resiko Ergonomi Dengan Kasus Low Back Pain di Rumah Sakit” sesuai dengan prosedur penulisan jurnal. b. Memaparkan hasil telaah jurnal tentang “Pengendalian Resiko Ergonomi Dengan Kasus Low Back Pain di Rumah Sakit” c. Mampu membahas telaah jurnal “Pengendalian Resiko Ergonomi Dengan Kasus Low Back Pain di Rumah Sakit” C. Manfaat 1. Membantu memberikan informasi mengenai resiko ergonomic dengan kasus Low Back Pain di rumah sakit. 2. Untuk menambah informasi mengenai teknik penulisan jurnal yang baik mengenai Low Back Pain

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Low Back Pain (LBP) 1. Definisi LBP adalah nyeri yang dirasakan daerah punggung bawah, dapat merupakan nyeri lokal maupun nyeri radikuler atau keduanya. Nyeri ini terasa diantara sudut iga terbawah sampai lipat bokong bawah yaitu didaerah lumbal atau lumbo-sakral dan sering disertai dengan penjalaran nyeri ke arah tungkai dan kaki. LBP yang lebih dari 6 bulan disebut kronik (Sadeli HA dan Tjahjono B, 2001). 2.

Faktor Risiko

LBP disebabkan oleh kombinasi berbagai faktor, yang dapat digolongkan atas tiga faktor, yaitu : a. Faktor gerakan tubuh yang dapat merupakan beban dinamis maupun statis bagi punggung : berputar, membungkuk, posisi statis. b. Faktor lingkungan : vibrasi seluruh tubuh, suhu dingin dan kecelakaan pada punggung seperti jatuh, terpeleset dan lainnya. c. Faktor individu : usia (35-55 tahun), jenis kelamin, status gizi, kekuatan otot, lama kerja, masa kerja, stres mental dan penyakit. Semua sektor pekerjaan berisiko untuk terkena LBP, apabila pekerjaan tersebut ada posisi tubuh membungkuk, berputar, duduk/berdiri yang lama, mengangkat,

menarik

atau

mendorong

beban

(Depkes

RI,

2008).

3. Faktor risiko ditempat kerja

Beberapa faktor risiko ditempat kerja yang menyebabkan LBP, yaitu :

a. Sikap tubuh dan desain tempat kerja Sikap tubuh dengan posisi menunduk dalam jangka waktu yang lama dapat menyebabkan sakit punggung. Posisi statis, terus menerus akan menyebabkan otot-otot menjadi spasme dan akan merusak jaringan lunak. Sikap duduk yang baik adalah (Lutam, 2005) : 1) Tidak menghalangi pernafasan 2) Tidak menghambat sistem peredaran darah 3) Tidak menghalangi gerak otot atau menghalangi fungsi organ-organ dalam tubuh b. Postur Janggal ( Posisi Kerja Tidak Alamiah) Posisi janggal adalah sikap kerja yang menyebabkan posisi bagian-bagian tubuh bergerak menjauhi posisi alamiah, misalnya pergerakan tangan terlalu tinggi, punggung terlalu membungkuk, kepala terangkat dan sebagainya. Semakin jauh posisi bagian tubuh dari pusat gravitasi tubuh, maka semakin tinggi pula resiko terjadinya keluhan otot skeletal. Sikap kerja yang tidak alamiah ini pada umumnya karena karakteristik tuntunan tugas, alat kerja dan stadium kerja tidak sesuai dengan kemampuan dan keterbatasan pekerja (Tarwaka et al., 2004).

c. Faktor getaran Mekanisme dan prevalensi keluhan akibat pengaruh getaran tidak banyak diketahui. Suatu pegangan alat yang begetar dapat mempengaruhi gerakan kontraksi otot dalam rangka menstabilkan tangan tersebut dan alat dengan demikian dapat menimbulkan efek lebih pada punggung dan leher. d. Faktor psikososial Stres dapat menyebabkan otot menjadi tegang sehingga merupakan faktor psikososial terhadap pekerjaan dan gangguan daerah punggung. 4. Faktor individu Faktor individu yang berhubungan dengan LBP, yaitu sebagai berikut :

a. Usia Sejalan dengan meningkatnya usia akan terjadi degenerasi pada tulang dan keadaan ini mulai terjadi saat usia 30 tahun. Pada usia 30 tahun terjadi degenerasi yang berupa kerusakan jaringan, penggantian jaringan menjadi jaringan parut, pengurangan cairan. Hal tersebut menyebabkan stabilitas pada tulang dan otot menjadi berkurang. Semakin bertambah usia seseorang, semakin tinggi pula risiko penurunan elastisitas pada tulang, yang menjadi pemicu timbulnya gejala LBP. Pada umumnya keluhan muskuloskeletal mulai dirasakan pada usia kerja yaitu 25-65 tahun. Pada usia 35, kebanyakan orang memiliki episode pertama mereka kembali sakit, sehingga dapat dikatakan semakin bertambah usia seseorang maka semakin tinggi risiko timbulnya gejala LBP (Trimunggara, 2010).

b. Jenis kelamin Laki-laki dan perempuan memiliki risiko yang sama terhadap keluhan nyeri pinggang sampai dengan 60 tahun, namun pada kenyataannya jenis kelamin seseorang dapat mempengaruhi timbulnya keluhan nyeri pinggang. Pada wanita keluhan ini sering terjadi misalnya pada saat mengalami siklus menstruasi, dan proses menopause juga dapat menyebabkan kepadatan tulang berkurang akibat penurunan hormon estrogen sehingga memungkinkan terjadinya nyeri pinggang. Pada penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa rata-rata kekuatan otot wanita kurang lebih hanya 60% dari kekuatan otot pria, khususnya untuk otot lengan, punggung dan kaki yang menyatakan bahwa perbandingan keluhan otot antara pria dan wanita adalah 1 : 3 (Meliala, 2004). c. Kebiasaan olahraga Banyak faktor yang mempengaruhi kesegaran jasmani seseorang, salah satunya gaya hidup seperti konsumsi makanan, pola aktivitas, dan kebiasaan merokok (Meliala, 2004). d. Status gizi Diet

yang

tidak

seimbang

menyebabkan

obesitas

sehingga

akan

meningkatkan insiden terjadinya gangguan musculoskeletal, terutama pada punggung bawah karena lumbal merupakan titik mobilitas dari punggung. Mekanisme penting yang menjelaskan hubungan antara faktor obesitas dan nyeri punggung bawah yaitu yang pertama, obesitas menyebabkan pertambahan beban pada tulang belakang sehingga akan terjadi peningkatan tekanan kompresi yang menyebabkan risiko terjadi robekan pada struktur tulang belakang bertambah. Kedua, obesitas dapat menyebabkan nyeri

punggung bawah melalui proses inflamasi sistemik yang kronis. Obesitas berhubungan sangat erat dengan peningkatan produksi sitokin dan reaktan fase akut serta aktivasi jaras proinflamasi yang menghasilkan nyeri. Ketiga, sindrom metabolik yang mungkin berperan dalam patologi LBP, terutama pada kasus obesitas abdominal yang melibatkan hipertensi dan dislipidemi. Keempat, obesitas berhubungan erat dengan terjadinya proses degenerasi pada diskus vertebralis dan juga perubahan pada endplate vertebra. Mobilitas tulang belakang akan menurun seiring dengan peningkatan berat badan (Shiri R et al., 2009). Indeks massa tubuh (IMT) merupakan kalkulasi angka dari berat dan tinggi badan seseorang. Nilai IMT didapatkan dari berat dalam kilogram dibagi dengan kuardrat dari tinggi dalam meter (kg/m2) (WHO, 2000). Menurut WHO (2000) obesitas dapat diklasifikasikan berdasarkan IMT yang dapat dilihat pada Tabel 1, yaitu : Klasifikasi

IMT

Berat Badan Kurang

< 18,5

Normal

18,5 – 22,9

Berat Badan Berlebih

> 23

Beresiko

23,0 – 24,9

Obesitas 1

25,0- 29,9

Obesitas 2

>30,0

Tabel 1. Klasifikasi IMT Menurut Kriteria Asia Pasifik (Sugondo, 2006)

e. Merokok Dalam laporan resmi WHO, jumlah kematian akibat merokok tiap tahun adalah 4,9 juta dan menjelang tahun 2020 mencapai 10 juta orang per tahunnya. Terdapat hubungan yang signifikan antar kebiasaan merokok dengan keluhan otot pinggang, khususnya untuk pekerjaan yang memerlukan pengerahan otot, karena nikotin pada rokok dapat menyebabkan berkurangnya aliran darah ke jaringan. Merokok dapat pula menyebabkan berkurangnya kandungan mineral pada tulang sehingga menyebabkan nyeri akibat terjadinya keretakan atau kerusakan pada tulang (Trimunggara, 2010). f. Lama kerja Pada umumnya lama kerja seseorang telah ditetapkan 6-8 jam dalam seharinya. Jumlah waktu kerja yang efisien dalam seminggu antara 40-48 jam yang terbagi dalam 5 atau 6 hari kerja dan maksimum waktu kerja tambahan yang masih efisien adalah 30 menit. Waktu istirahat khusus perlu diatur dalam bekerja agar kemampuan kerja dan kesegaran jasmani dapat tetap dipertahankan dalam batas toleransi dan sisanya untuk istirahat atau untuk bersama keluarga serta masyarakat. Lama kerja dapat berpengaruh terhadap cadangan energi sehingga perlu diimbangi dengan istirahat yang cukup yang akan mengembalikan energi yang hilang selama bekerja (Warapsari, 2014). Menurut Sumekar 2010, hasil penelitiannya menunjukkan lama duduk >4 jam didapatkan 58,7% yang mengalami nyeri punggung, sedangkan <4 jam didapatkan 7,1% yang mengalami nyeri punggung, sehingga dapat disimpulkan bahwa lama kerja berhubungan dan merupakan faktor resiko terhadap nyeri punggung (Sumekar, 2010).

g. Masa kerja Duduk statis lama terus menerus, akan menyebabkan deformitas pada diskus intervetebralis, sehingga terjadi peningkatan tegangan pada bagian annulus posterior dan penekanan pada nucleus (Anwar W, 2008). 5. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik yang dapat dilakukan untuk mendiagnosis LBP adalah, sebagai berikut : a. Test Lasegue Pada tes ini, pertama telapak kaki pasien (dalam posisi 0°) didorong ke arah muka kemudian setelah itu tungkai pasien diangkat sejauh 40° dan sejauh 90°. Tes lasegue positif jika pasien tidak dapat mengangkat tungkai kurang dari 60° dan nyeri sepanjang nervus ischiadicus. Tes Lassegue dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Tes Lasegue (Harsono, 2007)

b. Test Patrick Tes ini dilakukan untuk mendeteksi kelainan di pinggang dan pada sendi sakro iliaka. Tindakan yang dilakukan adalah fleksi, abduksi, eksorotasi, dan ekstensi. Positif jika gerakan diluar kemauan terbatas, sering diertai rasa nyeri. Tes Patrick dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Tes Patrick (Harsono, 2007) c. Test Kebalikan Patrick Dilakukan

gerakan

gabungan

dinamakan

fleksi,

abduksi,

endorotasi, dan ekstensi meregangkan sendi sakroiliaka. Test Kebalikan Patrick positif menunjukkan kepada sumber nyeri di sakroiliaca.

6. Pemeriksaan Radiologi

Indikasi pemeriksaan radiologi pada pasien LBP, yaitu sebagai berikut :

a. Riwayat trauma signifikan b. Defisit neurologis c. Gejala sistemik d. Suhu lebih dari 38° C (100,4° F) e. Penurunan berat badan unexplained. f. Sejarah medis : 1) Kanker 2) Penggunaan kortikosteroid (Arya, 2014) Ada beberapa tes radiologi yang digunakan untuk menemukan penyebab nyeri punggung, yaitu :

a) Tes Sinar X Tes ini memiliki kelebihan dapat menunjukkan kerusakan dan robekan tulang punggung serta tulang yang retak, cepat dan tidak nyeri (Bull E dan Archard. 2007). b)

Myelogram Tes ini adalah studi X-ray dengan menyuntikkan langsung pewarna radio-opak ke kanal tulang belakang. Penggunaannya telah menurun secara dramatis sejak terdapat scanning MRI. Myelography menjadi pilihan untuk herniasi dan arachnoiditis saat pascaoperasi tulang belakang dan jika temuan klinis yang menarik

dan tidak cukup dijelaskan oleh CT dan MRI. Namun tidak dapat membedakan herniasi dari tulang mal-alignment, infeksi atau lesi ekstradural lainnya. Komplikasi adalah sakit kepala, mual, muntah, nyeri punggung, dan kejang (Arya, 2014). c) CT (Computed Tomography) Scan dan MRI (Magnetic Resonance Imaging) Scan CT Scan dan MRI Scan merupakan cara yang relatif cepat dan mudah untuk mendapatkan gambaran rinci mengenai keadaan dalam tubuh tanpa perlu melakukan pembedahan (Bull E dan Archard,2007). Gambar CT Scan dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6. Pemeriksaan CT Scan

d) Bone Scintigraphy Bone Scintigraphy dapat berguna ketika radiografi tulang belakang normal tetapi terdapat temuan klinis. Pemeriksaan ini dapat digunakan jika terjadi kecurigaan untuk osteomyelitis, neoplasma tulang atau fraktur. Teknik ini tidak mungkin untuk menunjukkan

perubahan pada ketika radiografi dan tingkat sedimentasi eritrosit normal. 7. Penatalaksanaan

LBP biasanya hilang secara spontan, namun kekambuhan sering terjadi karena aktivitas yang disertai pembebanan tertentu. Penderita yang sering mengalami kekambuhan harus diteliti untuk menyingkirkan kelainan neurologik yang mungkin tidak jelas sumbernya. Berbagai telaah yang dilakukan untuk melihat perjalanan penyakit menunjukkan bahwa proporsi pasien yang masih menderita LBP selama 12 bulan adalah sebesar 62%, sedikit bertentangan dengan pendapat umum bahwa 90% gejala LBP akan hilang dalam 1 bulan (Meliala, 2004). Penanganan

terbaik

terhadap

penderita

LBP

adalah

dengan

menghilangkan penyebabnya (kausal) walaupun tentu saja pasien pasti lebih memilih untuk menghilangkan rasa sakitnya terlebih dahulu (simptomatis), sehingga digunakan kombinasi antara pengobatan kausal dan simptomatis. Secara kausal, penyebab nyeri akan diatasi sesuai kasus penyebabnya, misalnya untuk penderita yang kekurangan vitamin saraf akan diberikan vitamin tambahan. Para perokok dan pecandu alkohol yang menderita LBP akan disarankan untuk mengurangi konsumsinya. Pengobatan simptomatis dilakukan dengan menggunakan obat untuk menghilangkan gejala-gejala seperti nyeri, pegal atau kesemutan. Pada kasus LBP karena tegang otot dapat digunakan Tizanidine yang berfungsi untuk mengendorkan kontraksi otot (muscle relaxan). Pengobatan simptomatis lainnya kadang-kadang memerlukan campuran antara obat-obat analgesik, anti inflamasi, NSAID, obat penenang dan lain-lain. Apabila dengan pengobatan biasa tidak berhasil, mungkin diperlukan tindakan fisioterapi

dengan alat-alat khusus maupun dengan traksi (penarikan tulang belakang). Tindakan operasi mungkin diperlukan apabila pengobatan dengan fisioterapi ini tidak berhasil misalnya pada kasus hernia nukleus pulposus (HNP) atau pada pengapuran yang berat (Sunarto, 2005).

Penatalaksanaan LBP ini cukup kompleks. Di samping berobat pada spesialis penyakit saraf (neurologi), berobat ke spesialis penyakit dalam (internist), bedah saraf, bedah orthopedi bahkan perlu konsultasi pada psikiater atau psikolog. Dalam beberapa kasus, dokter menyarankan istirahat total untuk penyembuhan kasus LBP, padahal penelitian baru menyatakan bahwa aktivitas yang kurang tidak akan mengurangi gejala LBP (Wichaksana dan Erik N, 2009). Beragamnya penyebab LBP menuntut penatalaksanaan yang bervariasi. Pada dasarnya penatalaksanaan LBP dikenal dua tahapan terapi yaitu :

1. Terapi Konservatif (tirah baring, medikamentosa dan fisioterapi). 2. Terapi Operatif Kedua tahapan ini memiliki kesamaan tujuan yaitu rehabilitasi. Pengobatan nyeri punggung sangat tergantung penyebabnya. Terdapat beragam tindakan untuk nyeri punggung, dari yang paling sederhana yaitu istirahat (bedrest), misalnya untuk kasus otot tertarik atau ligamen sprain, sampai penanganan yang sangat canggih seperti mengganti bantal tulang belakang. Jika dengan bedrest tidak juga sembuh, maka harus ditingkatkan dengan pemeriksaan sinar X atau dengan MRI (magnetic resonance imaging). Setelah itu, bisa dilakukan fisioterapi, pengobatan dengan suntikan, muscle exercise, hingga operasi. Teknik pengobatan lain,

misalnya melalui pembedahan dengan endoskopi (spinal surgery), metode pasang pen, dan penggantian bantalan tulang (Subhan, 2008). Mengatasi LBP juga tidak cukup dengan obat atau fisioterapi. Hal itu hanya mengurangi nyeri, tetapi tidak menyelesaikan masalah. Penderita harus menjalani pemeriksaan untuk mengetahui sumber masalahnya. Penyembuhan bisa melalui pembedahan atau latihan mengubah kebiasaan yang menyebabkan nyeri. Latihan itu menggunakan alat pelatihan medis untuk melatih otot-otot utama yang berperan dalam menstabilkan serta mengokohkan tulang punggung (Sunarto, 2005). 8. Pencegahan

Cara pencegahan dan mengurangi nyeri pada LBP dapat dilakukan sebagai berikut (Wichaksana dan Erik N, 2009) :

1. Latihan punggung setiap hari a. Berbaringlah terlentang pada lantai atau matras yang keras. Tekukan satu lutut dan gerakkan menuju dada lalu tahan beberapa detik, kemudian lakukan lagi pada kaki yang lain. Lakukan beberapa kali. b. Berbaringlah terlentang dengan kedua kaki ditekuk lalu luruskanlah ke lantai. Kencangkanlah perut dan bokong lalu tekanlah punggung ke lantai, tahanlah beberapa detik kemudian relaks. Ulangi beberapa kali. c. Berbaring terlentang dengan kaki ditekuk dan telapak kaki berada flat dilantai. Lakukan sit up parsial, dengan melipatkan tangan di tangan dan mengangkat bahu setinggi 6 -12 inci dari lantai. Lakukan beberapa kali.

2. Berhati-hati saat mengangkat Gerakan

tubuh

kepada

barang

yang

akan

diangkat

sebelum

mengangkatnya. 

Tekukan lutut, bukan punggung, untuk mengangkat benda yang lebih rendah.



Pegang benda dekat perut dan dada. Tekukan lagi kaki saat menurunkan benda.



Hindari memutarkan punggung saat mengangkat suatu benda.

3. Lindungi punggung saat duduk dan berdiri. a. Hindari duduk di kursi yang empuk dalam waktu lama. b. Jika memerlukan waktu yang lama untuk duduk saat bekerja, pastikan bahwa lutut sejajar dengan paha. Gunakan alat bantu (seperti ganjalan/bantalan kaki) jika memang diperlukan. c. Jika memang harus berdiri terlalu lama, letakkanlah salah satu kaki pada bantalan kaki secara bergantian. Berjalanlah sejenak dan mengubah posisi secara periodik. d. Tegakkan kursi mobil sehingga lutut dapat tertekuk dengan baik dan tidak teregang. e. Gunakan bantal di punggung bila tidak cukup menyangga pada saat duduk dikursi. 4. Tetaplah aktif dan hidup sehat a. Berjalan setiap hari dengan menggunakan pakaian yang nyaman dan sepatu berhak rendah. b. Makan makanan seimbang, diet rendah lemak dan banyak mengkonsumi sayur dan buah untuk mencegah konstipasi.

c. Tidur di kasur yang nyaman. d. Hubungi petugas kesehatan bila nyeri memburuk atau terjadi trauma. B. Ergonomi 1. Definisi Ergonomi berasal dari bahasa Yunani, ergon yang artinya kerja dan nomos yang artinya peraturan atau hukum, sehingga secara harfiah dapat diartikan sebagai peraturan tentang bagaimana melakukan kerja, termasuk sikap kerja. Seirama dengan perkembangan kesehatan kerja ini maka halhal yang mengatur antara manusia sebagai tenaga kerja dan peralatan kerja atau mesin juga berkembang menjadi cabang ilmu tersendiri (Notoatmodjo, 2010). 2. Ruang Lingkup Ergonomi Dalam lapangan kerja, ergonomi ini juga mempunyai peranan yang cukup besar. Semua bidang pekerjaan selalu menggunakan ergonomi. Ergonomi ini diterapkan pada dunia kerja supaya pekerja merasa nyaman dalam melakukan pekerjaanya. Dengan adanya rasa nyaman tersebut maka produktivitas kerja diharapkan menjadi meningkat (Suhardi B, 2008). Secara garis besar ergonomi dalam dunia kerja akan memperhatikan halhal sebagai berikut :

a. Bagaimana orang mengerjakan pekerjaanya b. Bagaimana posisi dan gerakan tubuh yang digunakan ketika bekerja c. Peralatan apa yang mereka gunakan d. Apa efek dari faktor-faktor diatas bagi kesehatan dan kenyamanan pekerja.

3. Faktor Resiko Kesalahan Ergonomi Kecelakaan kerja masih sering terjadi yang disebabkan karena pihak manajemen masih belum mempertimbangkan segi ergonomi. Kondisi ini menimbukan cedera pada pekerja. Ada beberapa faktor resiko yang dapat menimbulkan kesalahan ergonomi, sebagai berikut (Suhardi B, 2008) :

a. Pengulangan yang banyak, yaitu menjalankan gerakan yang sama berulang-ulang. b. Beban berat, yaitu beban fisik yang berlebihan selama bekerja c. Postur yang kaku, yaitu menekuk atau memutar bagian tubuh d. Beban statis, yaitu bertahan lama pada satu postus sehingga menyebabkan kontraksi otot e. Tekanan, yaitu tubuh tertekan pada suatu permukaan f. Getaran, yaitu menggunakan peralatan yang bergetar

4. Posisi Kerja Pada gambar 1. menggambarkam seseorang pekerja yang bekerja dengan posisi kepala mendongak. Cara kerja seperti pada gambar diperbolehkan dengan syarat waktu kerja tidak melebihi 2 jam per harinya. Kondisi kerja ini bisa mengakibatkan rasa sakit pada leher, tangan dan bahu.

Gambar 1. Posisi Kerja Mendongak

Pada gambar 2. menggambarkan posisi yang diperbolehkan, asal

jam kerja tidak melebihi 2 jam per harinya. Cara kerja ini akan

mengakibatkan rasa sakit pada leher dan tulang belakang.

Gambar 2. Pekerjaan menunduk dan membungkuk

Pada gambar 3 terlihat menggambarkan seseorang bekerja dengan cara jongkok. Posisi kerja dengan jongkok ini juga akan menimbulkan rasa tidak nyaman pada diri pekerja. Kondisi ini diperbolehkan asal tidak melebihi 2 jam per harinya (Suhardi B, 2008).

Gambar 3. Pekerjaan posisi jongkok

Posisi ergonomi jongkok, sebagai berikut :

a. Bekerja dengan posisi punggung tegak. Dari bahu, pinggul dan lutut sampai paha sejajar dengan lantai. b. Pertahankan dengan posisi punggung tetap datar, tumit di lantai, dan lutut sejajar di atas kaki c. Perlu dasar tumpuan yang tepat untuk mencegah kelainan dalam tubuh dan memudahkan pergerakan d. Jongkok adalah alternatif yang baik untuk membungkuk di pinggang, tapi hanya untuk jangka waktu yang singkat. Jika Anda jongkok terlalu lama, itu membangun tekanan balik tempurung lutut, dan dapat menyebabkan kerusakan pada lutut.

BAB III TELAAH PENULISAN JURNAL

A. Judul Jurnal

Setiap jurnal harus memiliki judul yang jelas. Dengan membaca judul akan memudahkan pembaca mengetahui inti jurnal tanpa harus membaca keseluruhan dari jurnal tersebut. Judul tidak boleh memiliki makna ganda. Kelebihan jurnal 

Pada judul jurnal ini menjelaskan tentang pengendalian risiko ergonomi kasus low back pain (LBP) pada perawat. Dari membaca judul pada jurnal ini, kita dapat mengetahui bahwa jurnal ini membahas tentang rekomendasi pengendalian risiko LBP pada perawat di Ruang Rawat Inap dan Unit Gawat Darurat. Judul jurnal sudah memenuhi syarat, dimana syarat judul jurnal adalah tidak boleh lebih dari 20 kata, singkat dan jelas.



Pada jurnal ini nama penulis juga sudah ditulis dengan singkat tanpa gelar akademik.



Penulis mencamtumkan alamat email namun tidak dibawah judul tapi diakhir halaman untuk memudahkan dalam berkomunikasi.



Penulisan judul sudah baik, dimana judul ditulis seecara mengerucut kebawah.

B. Abstrak

Abstrak sebuah jurnal berfungsi untuk menjelaskan secara singkat tentang keseluruhan isi jurnal. Penulisan sebuah abstrak terdiri dari sekitar 250 kata yang berisi tentang tujuan, metode, hasil, dan kesimpulan isi jurnal. Kelebihan jurnal 

Jurnal ini memiliki abstrak dengan jumlah kata sebanyak 210 kata, menjelaskan secara singkat isi dari jurnal.



Abstrak pada jurnal ini sudah baik dan berurutan yang terdiri dari latar belakang, tujuan, metode, hasil, kesimpulan dan kata kunci.



Abstrak di jurnal ini sudah menjelaskan jenis jurnal, kesimpulan dan saran dibidang keperawatan dari jurnal tersebut.



Jurnal ini sudah melampirkan kata kunci

C. Pendahuluan

Pendahuluan jurnal terdiri dari latar belakang penelitian, tujuan penelitian, penelitian sejenis yang mendukung penelitian dan manfaat penelitian. Pendahuluan terdiri dari 4-5 paragraf, dimana dalam setiap paragraf terdiri dari 4-5 kalimat. Kelebihan jurnal 

Pendahuluan pada jurnal ini sudah baik, terdiri dari fenomena, tinjauan pustaka dan tujuan penelitian.



Pendahuluan sudah baik karena tidak lebih dari 2 halaman. Pendahuluan terdiri dari beberapa paragraf, dimana satu paragraf terdiri dari tiga sampai enam kalimat.



Pada jurnal ini dibahas solusi untuk mengurangi risiko LBP pada perawat salah satunya dengan memperbaiki ergonomi sarana dan prasarana kerja serta

mempertimbangkan katerbatasan manusia dan gangguan kesehatan yang dapat diakibatkan dari LBP. Kelemahan jurnal 

Jurnal tidak memaparkan sudut punggung normal saat melakukan tindakan keperawatan ke pasien dan waktu perkiraan setiap tindakan perawat ke pasien berapa lama.

D.

Pernyataan masalah penelitian 

Dalam jurnal ini pemaparan masalah sudah dijelaskan dengan baik, yaitu banyaknya angka perawat yang mengalami LBP sampai perawat yang menderita HNP dan diantaranya sudah menjalani operasi laminektomi.

E. Tinjauan pustaka 

Jurnal ini sudah mencantumkan tinjauan kepustakaan sebagai acuan konsep.

F. Kerangka konsep dan hipotesis 

Dalam penulisan ini, tidak tercantum kerangka konsep dan hipotesis.

G. Metodologi 

Penelitian yang digunakan dalam jurnal ini adalah Studi Kasus dengan desain potong lintang. Penelitian ini menggunakan porposive sampling. Penelitian dilakukan pada tahun 2012 sampai 2013.

H. Sampel dan Instrumen 

Penelitian ini menggunakan teknik non probability sampling yaitu teknik porposive sampling. Sampel dalam penelitian ini sebanyak 74 perawat. Yang dijadikan sampel adalah perawat Ruang Rawat Inap dan perawat UGD dengan kriteria inklusi dan eklusi yang sudah ditetapkan peneliti.

I. Hasil Kelebihan jurnal: 

Pada jurnal didapatkan hasil adanya hubungan yang bermakna postur membungkuk, sudut lengkung punggung, dan transfer pasien dengan tingkat risiko LBP pada perawat.



Hasil penelitian memaparkan banyaknya keluhan LBP paling tinggi pada perawat UGD dan cukup tinggi pada perawat ruang rawat inap. Aktivitas

pekerjaan yang menimbulkan LBP pada perawat UGD dan perawat ruang rawat inap adalah membungkuk dan angkat angkut pasien. Adanya hubungan hazard ergonomi berupa postur membungkuk, sudut lengkung pungggung, dan kekerapan transfer pasien dengan tingkat risiko LBP pada perawat. Selain itu, karakteristik individu perawat yang berhubungan dengan keluhan LBP adalah jenis kelamin, tingggi badan, dan kebiasaan merokok. Dari hasil ini dapat dibuktikan bahwa aktifitas fisik perawat dan sarana kerjanya dapat menyebabkan perawat berisiko LBP. 

Pada jurnal ini telah menampilkan tabel secara jelas, sehingga mudah untuk dipahami. Hasil dipaparkan secara jelas dan sudah menjawab tujuan dari penelitian ini.

J. Pembahasan



Pada telaah jurnal ini topik yang dibahas adalah mengenai pengendalian risiko LBP pada perawat.

Kelebihan jurnal 

Pada pembahasan jurnal ini, peneliti telah menjelaskan penjelasan dari hasil secara rinci dan didukung oleh penelitian penelitian terkait sebelumnya.

Kekurangan Jurnal 

Pada pembahasan peneliti belum memaparkan secara jelas berapa lama waktu yang diperlukan perawat dalam melakukan tindakan keperawatan ke pasien dan pada pembahasan tidak ada memaparkan sudut punggung normal yang dapat perawat aplikasikan guna menghindari risiko LBP.

K. Kesimpulan

Kelebihan jurnal 

Kesimpulan pada jurnal ini lebih menuntut pihak manajemen RS agar dapat melakukan pengendalian teknik dan pengendalian administratif agar kasus LBP pada perawat bisa berkurang dan mutu pelayanan yang diberikan petugas kesehatan yang sehat dapat diberikan secara prima ke pasien. Pada jurnal ini menjelaskan bahwa kasus LBP pada perawat harus ditangani lebih serius oleh pihak manajemen RS demi terwujudnya pelayanan prima ke pasien.

Telaah Konten Jurnal

Data Analisi dan Hasil Penelitian 1. Dari hasil penelitian karateristik responden didapatkan bahwa : a.

Jenis kelamin Hasil analisa menunjukan bahwa sebagian besar responden berjenis kelamin laki laki yaitu sebanyak 15 orang dan sebanyak 7 orang berjenis kelamin laki laki.

b.

Umur Hasil analisa menunjukan bahwa sebanyak 12 orang reponden memiliki usia ≤ 35 tahun dan sebanyak 10 orang reponden memiliki usia ≤ 35 tahun.

c.

IMT Hasil analisa menunjukan bahwa sebanyak 12 orang responden dikategori overweight dan sebanyak 10 orang responden berada di kategori normal.

d.

Tinggi Badan Hasil analisa menunjukan bahwa sebanyak 14 orang responden memiliki tinggi badan ≥ 155 cm dan sebanyak 8 orang reponden memiliki tinggi badan < dari 155 cm.

e.

Kebiasaan Merokok Hasil analisa menunjukan bahwa sebanyak 11 orang reponden memiliki kebiasaan merokok dan sebanyak 11 orang reponden tidak memiliki kebiasaan merokok.

f.

Kebiasaan Olahraga Hasil analisa menunjukan bahwa sebanyak 18 orang responden tidak memiliki kebiasaan olahraga dan ebanyak 4 orang responden memiliki kebiasaan olahraga.

g.

Kebiasaan stretching Hasil analisa menunjukan bahwa sebanyak 12 orang responden memiliki kebiasaan stretching sebelum bekerja, dan sebanyak 10 orang tidak memiliki kebiasaan stretching sebelum bekerja.

2. Insiden Keluhan LBP pada Perawat dalam 12 bulan di Tiga Rumah Sakit. Hasil analisa menunjukan bahwa pada Rumah Sakit Bayangkara ( R. Rawat) terdapat sebanyak 7 keluhan mengenai LBP. Pada RSUD Tarakan ( UGD) terdapat sebanyak 22 keluhan mengenai LBP, sedangkan pada Rumah Sakit Swasta terdapat sebanyak 1 keluhan mengenai LBP. 3. Tingkat resiko Ergonomi dan Keluhan BLP Menurut Aktifitas Perawat. Hasil analisa menunjukan, terdapat enam aktifitas perawat yang dilihat. Tingkat resiko Ergonomi yang sangat tinggi yaitu pada aktifitas mengangkat dan memindahkan pasien dengan skor REBA 11. Pada aktifitas ini, tingkat keluhan LBP sangat besar yaitu sebesar 80 %. Untuk tingkat resiko Ergonomi yang tinggi terdapat pada aktifitas membuang urin pasien dengan nilai REBA 10. Tingkat resiko Ergonomi yang menengah yaitu pada aktifitas pemasangan infus, pemasangan kateter, dan menjahit luka pasien. Pada aktifitas pemasangan infus, terdapat keluhan BLP sebesar 80 %. Untuk tingkat resiko Ergonomi yang rendah terdapat pada aktifitas pengukuran tekanan darah dengan skor REBA 3. Menurut penelitian yang dilakukan Tatilu, Kawatu, Ratag (2014), menunjukan bahwa sikap kerja membungkuk dan memutar selama bekerja merupakan salah satu faktor resiko nyeri punggung bawah. Membungkuk memperbesar resiko 2,68 kali lebih besar dibandingkan posisi tegak. Sedangkan penelitian yang dilakukan Warti Ningsih, Kuriah dengan judul Keluhan Low Back Pain Pada Perawat Rawat Inap RSUD Selasih Pangkalan Kelinci menunjukan bahwa perawat yang memiliki sikap kerja membungkuk atau memutar bersiko 43 kali memiliki LBP. 4. Hubungan Karakteristik Individu dengan Keluhan LBP Perawat di RS Bhayangkara Perawat yang bekerja di Ruang Rawat Inap Tahanan RS Bhayangkara yang berjumlah 22 orang, 10 responden di antaranya berusia ≥35 tahun, 12 responden overweight, 14 responden mempunyai tinggi badan lebih dari 155 cm, 15 responden adalah laki-laki, 18 responden tidak mempunyai kebiasaan berolahraga, 12 responden meregangkan otot (stretching) secara berkala di sela-sela pekerjaannya, dan 11 dari 15 responden laki-lakinya merokok. Perawat yang berjumlah 22 orang ini bila dihubungkan dengan keluhan LBP, maka didapatkan karakteristik individu yang berhubungan bermakan dengan LBP adalah tinggi badan, kebiasaan merokok, serta jenis kelamin. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Laialani (2013), hasil menunjukan bahwa Indeks masa tubuh yang ≥ 25 memiliki resiko masalah sistem muskuloskkeletal. Dalam Penelitian Rahmat (2007), menunjukan bahwa terdapat hubungan antara angka kejadian Low Back Pain dengan kebiasaan olahraga.

5. Hubungan Hazard Ergonomi dengan Tingkat Resiko Ergonomi dan keluhan LBP Perawat di RS Bhayangkara. Hasil analisis bivariat mendapatkan bahwa semua faktor risiko ergonomi itu berhubungan dengan tingkat risiko dan keluhan LBP, yaitu postur kerja membungkuk berisiko 14 kali lebih sering terjadi keluhan LBP bila dibandingkan dengan postur kerja tidak membungkuk; sudut lengkung punggung ≥600 berpeluang 11 kali lebih sering terjadi keluhan LBP bila dibandingkan dengan sudut lengkung punggung lebih kecil dari 600, dan transfer pasien 3 kali atau lebih per hari berpeluang 4 kali lebih sering terjadi keluhan LBP dibandingkan dengan transfer pasien kurang dari 3 kali per hari. Menurut penelitian yang dilakuan oleh T, Lusianawaty dengan judul Gambaran Nyeri Pinggang Pada Paramedi di Beberapa Rumah Sakit di Jakarta menunjukan bahwa nyeri pinggang yang diderita pada 1 tahun terakhir sebanyak 55 % terjadi saat memindahkan pasien dari tempat tidur, sebanyakk 23,9 % terjadi akibat memindahkan pasien dari kursi roda. Dan banyaknya paramedis yang menderita nyeri pinggang pada rentang umur 35- 45 tahun. Pada penelitian ini menyebutkan, nyeri pinggang yang terjadi pada saat bekerja baik memindahkan pasien di tempat tidur atau memindahkan paien dari/ ke kursi roda, kemungkinan dilakukan dengan cara yang kurang tepat. Hal ini ditunjang dari faktor praktek yang kurang baik. Menurut Anderson GBJ dkk, mengatakan penyebab utama nyeri pinggang yang berhubungan pada pekerjaan adalah strain dan prain pinggang. Pekerjaan yang sering dilakukan dengan gerakan menunduk dan memutar pinggang yang biasanya berhubungan dengan gerakan mengangkat, dilaporkan sebagai penyebab nyeri pinggang. Suatu penelitian memandingkan bahwa pekerja yang melakukan gerakan mengangkat lebih beresiko 8 kali lebih tinggi mengalami nyeri pinggang. Perawat yang memiliki jam

Daftar Pustaka

Warti Ningsih, K. (2017). Keluhan Low Back Pain Pada Perawat Rawat Inap RSUD Selasih Pangkalan Kerinci. Jurnal IPTEKS Terapan : Reseach of Applied Science and Education VII (75-88) Tatilu, J.E Kawatu, P.A & Ratag, B.T. (2014). Hubungan Antara Sikap Kerja Dengan Keluhan Nyeri Punggung Bawah Pada Tenaga Kerja Bongkar Muat. Fakultas Kesehatan MasyarakatUniveritas Sam Ratulangi Manado. Lailani.,T.M (2013) Hubungan antara peningkatan Indek Masa Tubuh dengan Kejadian Nyeri Punggung Bawah Pada Pasien Rawat Jalan di Poliklinik Saraf RSUD Dokter Soedarso. Tana, L. Delima. 2013. Gambaran Nyeri Pinggang Pada Paramedis di Beberapa Rumah Sakit di Jakarta. Media Litbangkes: Vol 23 No 1. Anderson GBJ. The epidemiology of spinal disorder in Frymoyer JW.ed The Adult Spine Principle and Practice. Philadelphia, PA: LippincottRavenn.

Related Documents


More Documents from "novasanjayayase"