BAB I PENDAHULUAN A.
Latar Belakang
Dalam menegakkan hukum material pidana tentulah memiliki hukum acara (hukum formilnya). Hukum formil ini berfungsi menyelesaikan masalah yang memenuhi hukum material melalui sebuah proses yang berpedomankan kepada peraturan yang dicantumkan dalam hukum acara. Hukum Acara adalah alat penegak dari hukum material yang tidak membebankan kewajiban sosial dalam kehidupan manusia. Oleh sebab itu, makalah ini disusun untuk memberikan wawasan kepada pembaca untuk mengetahui seperti apa itu Hukum Acara dan tahap-tahap dan tata cara siding perkara pidana di Pengadilan Negeri . Selain dari fungsinya untuk memenuhi tugas mata kuliah Praktek Peradilan. Karena Hukum Material dalam penegakannya tidak terlepas dari alat untuk menegakkannya, yaitu Hukum Acara, baik Hukum Pidana maupun Hukum Perdata. Peradilan dapat berjalan dengan berpedoman pada sumber Hukum Acara. Sebab bila tidak ada Hukum Acara, maka amburadullah peradilan itu, karena tidak memiliki pedoman untuk menegakkan isi Hukum Materialnya. Karena sangat banyaknya Hukum Acara di Indonesia, yang tidak mampu kami bahas keseluruhannya. Makalah ini hadir terbatas hanya membahas Hukum Acara Pidana Semoga dengan makalah yang terbatas ini mampu untuk memberikan manfaat yang lebih kepada pembaca. Hukum acara pidana mengenal beberapa tahapan dalam menyelesaiakan perkara pidana, sekalipun secara tegas tidak ditentukan didalam KUHAP, namun berdasarkan rumusan pasal-pasal yang ada dalam KUHAP maka beberapa ahli hukum acara pidana yang ditemukan dalam berbagai literatur membagi tahapan itu menjadi 2 (dua) tahapan yaitu: 1. Pemeriksaan Pendahuluan 2. Pemeriksaan Akhir di sidang pengadilan Menurut S Tanusubroto yang dimaksud dengan Pemeriksaan pendahuluan adalah pemeriksaan penyidikan atau pemeriksaan sebelum dilakukan di muka persidangan pengadilan. Seperti halnya dengan yang disampaikan oleh Soedjono D. yaitu Pemeriksaan yang dilakukan apabila ada persangkaan, baik tertangkap tangan atau tidak, yang dilakukan sebelum pemeriksaan dimuka persidangan pengadilan. B.
Tujuan Penulisan
Selain untuk memenuhi tugas mata kuliah Penghantar Hukum Indonesia II, semoga makalah ini dapat menambah wawasan pembaca mengenai: 1. Hukum Acara Pidana dan proses yang ada di dalamnya. 2. Tahap-tahap dan tata cara sidang perkara pidana di Pengadilan Negeri C.
Rumusan Masalah 1. 2.
Bagaimana Beracara Dalam Perkara Pidana ? Bagaimana Pemeriksaan Akhir di sidang pengadilan ? 1
BAB II PEMERIKSAAN PENDAHULUAN PROSES BERACARA DALAM PERKARA PIDANA. A.
PENYELIDIKAN
Definisi dari Penyelidikan adalah ada didalam ketentuan umum Pasal 1 butir 5 yang menjelaskan bahwa Penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menemukan dapat atau tidaknya dilakukan penyelidikan menurut cara yang diatur dalam Undang-undang ini (KUHAP). Dalam pasal 5 KUHAP diatur kewenangan penyelidik meliputi: 1) Kewenangan berdasarkan Kewajiban (Hukum) a. Menerima laporan dan pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana; Informasi awal adanya tindak pidana biasanya berasal dari msyarakat, sehingga dengan dasar inilah penyelidik mengambil tindakan berikutnya sesuai kewenangannya. Jika ada laporan atau pengaduan maka penyelidik wajib untuk menerimanya. beberapa hal yang harus diperhatikan dalam menyampaikan laporan dan pengaduan yang harus dipenuhi yaitu: Jika laporan pengaduan dilakukan secara tertulis maka harus ditandatangni oleh pelapor dan pengadu; Jika laporan dan pengaduan diajukan secara lisan harus dicatat oleh penyelidik dan ditandatangani oleh pelapor/pengadu dan penyelidik Jika pengadu dan pelapor tidak dapat menulis, hal itu harus disebutkan sebagai catata dalam laporan atau pengaduan (pasal 103). Yang membedakan antara laporan dan pengaduan adalah: Laporan dapat disampaikan oleh setiap orang dan merupakan kewajibannya, sementara pengaduan hanya dapat diajukan oleh orang tertentu saja buka kewajibannya tapi merupakan hak. Dari segi obyeknya, laporan obyeknya adalah setiap delik/tindak pidana yang terjadi tidak ada pengecualiannya, jadi hal ini berkenaan dengan delik biasa. sementara pengaduan, obyeknya terbatas pada delik-delik aduan saja. Dari segi isinya, laporan berisi tentang pemberitahuan tanpa disertai permohonan, sedangkan pengaduan isinya pemberitahuan disertai dengan permohonan untuk segera melakukan tindakan hukum. Dari segi Pencabutan, Laporan tidak dapat dicabut kembali sementara pengaduan dapat dicabut kembali. b. Mencari keterangan dan barang bukti; Mencari keterangan dan barang bukti ini adalah dalam rangka mempersiapkan bahan-bahan berupa fakta sebagai landasan hukum guna memulai proses penyidikan. 2
Dalam mencari dan memperoleh barang bukti hendaknya dilakukan dengan cara-cara yang profesional dan berdasarkan ilmu penyelidikan dan tidak terkesan yang penting untuk mengejar target penyelidikan saja. Yang dimaksud barang bukti adalah barang yang digunakan untuk melakukan atau yang berkaitan dengan tindak pidana. Sedangkan alat bukti disebutkan dalam pasal 184 KUHAP yaitu: o
Keterangan saksi
o
Keterangan ahli
o
Surat
o
Petunjuk
o
Keterangan terdakwa
c. Menyuruh berhenti seseorang yang dicurigai dan menanyakan serta memeriksa tanda pengenal diri; Kewenangan ini penting dimiliki oleh penyelidik , karena berkaitan dengan adanya orang yang dicurigai yang mengharuskan penyelidik mengambil tindakan memberhentikan guna melakukan pemeriksaan dan meminta keterangan. Namun dalam hal orang yang dicurigai tidak mengindahkan peringatan penyelidik maka penyelidik pun tidak dapat melakukan upaya paksa yang dibenarkan undang-undang. karena kalau akan melakukan penangkapan harus ada syarat-syarat tertentu yang harus dipenuhi misalnya adanya surat perintah penangkapan. d. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggungjawab. Kewenangan ini adalah kewenangan yang kabur dan tidak jelas dalam pasal 5 ayat 1 huruf a angka 4 menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan tindakan lain adalah tindakan dari penyelidik guna kepentingan penyelidikan dengan syarat: Tidak bertentangan dengan aturan hukum Melaras dengan kewajiban hukum yang mengharuskan dilakukanny tindakan jabatan Tindakan itu harus patut dan masuk akal dan termasuk dalam lingkungan jabatannya Atas pertimbangan yang layak berdasarkan keadaan memaksa Menghormati hak asasi manusia. Meskipun telah dijelaskan dalam penjelasan tersebut namun belum memberikan penjelasan yang memuaskan, dan para ahli hukum pun masih berbeda-beda untuk memberikan contoh konkritnya.
3
2) Kewenangan berdasarkan Perintah Penyidik. Kewajiban dan wewenang penyelidik ini muncul manakala ada perintah dari penyidik, tindakan-tindakan yang dimaksud berupa:
Penangkapan, larangan meninggalkan tempat, penggeledahan dan penyitaan. Pemeriksaan dan penyitaan surat Mengambil sidik jari dan memotret seseorang Membawa dan menghadapkan seseorang pada penyelidik.
B. PENYIDIKAN Kata Penyidikan hampir mirip dengan penyelidikan namun sesungguhnya itu sangat berbeda. penyidikan diatur dalam pasal 102-136 bagian kedua BAB XIV KUHAP, penyidik dan penyidik pembantu diatur dalam pasal 6-13 bagian kesatu dan kedua BAB IV KUHAP. Perbedaan antara penyelidikan dan penyidikan dapat dilihat dari sudut pejabat yang melaksanakannya. penyelidikan pejabat yang melaksanakanya adalah yang terdiri dari pejabat POLRI saja, sedangkan Penyidikan, pejabat yang terdiri POLRI dan Pejabat Pegawai Negeri sipil (PPNS) tertentu yang diberi kewenangan oleh undang-undang. Penyidik Pembantu:
Pasal 10, mengenai kepangkatan penyidik pembantu, paling rendah brigadir dua polisi. Pasal 11, Penyidik pembantu mempunyai wewenang seperti tersebut dalam Pasal 7 ayat (1) kecuali mengenai penahanan yang wajib diberikan dengan pelimpahan wewenang dari penyidik. Pasal 12, Penyidik pembantu membuat berita acara dan menyerahkan berkas perkara kepada penyidik, kecuali perkara dengan acara pemeriksaan singkat yang dapat langsung diserahkan kepada penuntut umum. Perbedaan lainnya dari segi penekanannya, Penyelidikan penekanannya pada “mencari dan menemukan sesuatu peristiwa” yang diduga sebgai tindakan pidana. sedangkan Penyidikan penekanannya pada tindakan “mencari serta mengumpulkan bukti” supaya tindak pidana yang ditemukan menjadi terang, dari segi pangkat pejabat polri, penyelidikan adalah mereka yang memiliki pangkat Pembantu Letnan dua, sedangkan untuk Penyidik adalah pembantu letnan satu keatas. Adapun kewenangan penyidik dalam melakukan penyidikan dapat ditemukan dalam pasal 7 ayat (1) KUHAP sebagai berikut: 1. 2. 3. 4. 5.
Menerima laporan dan pengaduan dari seseorang tentang danya tindak pidana Melakukan tindakan pertama pada saat ditempatkejadian TKP Menyuruh berhenti seseorang tersangka dan memeriksa tnda pengenal diri tersangka; Melakukan penangkapan,penahanan, penggeledahan, dan penyitaan; Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat 4
6. 7. 8. 9.
Mengambil sidik jari dan memotret seseorang; Mendatangkan orang ahli diperlakukan dalam hubungannya dengan pemeriksan perkara; Mengadakan penghentian penyidikan Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggungjawab.
Kewenangan penyidik ini terlihat lebih luas dari kewenangan penyelidik. Yang perlu dijelaskan disini adalah mengenai Penghentian penyidikan. Dalam hal apakah seorang penyidik menghentikan penyidikannya? Pertanyaan ini dapat dijawab dengan pasal 109 ayat (2) KUHAP, berdasarkan pasal ini dapat dikemukakan bahwa penyidik harus menghentikan penyidikan jika: a) apabila ternyata tidak cukup bukti untuk melnjutkan pekerjannya kepengdilan untuk diadili; b) apabila tindakan yang dialkukan oleh seorang tersangka itu ternyata bukan merupakan suatu tindk pidana dan; c) apabila penyidikan tersebut memang perludihentikan demi hukum. Dengan adanya penghentian penyidikan ini mengandung konsekuensi yuridis, sebab orang yang yang disangka telah melakukan tindak pidana tersebut kemudian diberi hak oleh undang-undang untuk dapat: ► mengajukan permintaan kepada ketua pengadilan negeri untuk memeriksa sah dan tidaknya penghentian penyidikan yang telah dilakukan penyidik terhadap dirinya. ► mengajukan permintaan kepada ketua pengadilan negeri untuk mendapatkan gnti rugi dan atau rehabilitasi sebagai akibat dri sahnya penghentian penyidikan yang telah diajukan kepada ketua pengadilan negeri tersebut (pasal 81 KUHAP). C.
PENANGKAPAN
Penangkapan adalah suatu tindakan penyidik berupa pengekangan sementara waktu kebebasan tersangka atau terdakwa apabila terdapat cukup bukti guna kepentingan penyidikan atau penuntutan atau peradilan dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang hukum acara pidana (pasal 1 butir 20). 1.
Pejabat yang berwenang melakukan penangkapan
Berdasarkan bunyi pegertian diatas maka yang berwenang melakukan penangkapan adalah penyidik, namun dalam pasal 16 ayat (1) penyelidik dapat juga melakukan penangkapan asalkan terdapat perintah dari penyidik. 2.
Tujuan dan alasan penangkapan
Tujuan penangkapan disebutkan dalam 16 KUHAP yankni untuk kepentingan penyelidikan atau
5
untuk kepentingan penyidikan, sementara itu alasan penangkapan ditentukan dalam pasal 17 KUHAP yaitu: adanya dugaan keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti permulaan yang cukup. (bukti permulaan yang cukup minimal satu alat bukti dan satu barang bukti). 3.
Syarat sahnya penangkapan
Adapun untuk syarat sahnya penangkapan diperlukan syarat sebagi berikut: Dengan menunjukkan surat tugas penangkapan yang dikeluarkan oleh penyidik atau penyidik pembantu; Dengan memberikan surat perintah penangkapan kepada tersangka yang mencantumkan identitas tersangka dan menyebutkan alasan penangkapan serta uraian singkat perkara kejahatan yang disangkakan serta tempat ia diperiksa; Surat perintah penangkapan tersebut harus dikeluarkan oleh pejabat kepolisian negara republik Indonesia yang berwenang dalam melakukan penyidikan didaerah hukumnya; Dengan menyerahkan tembusan surat perintah penngkapan itu kepada keluarga tersangka segera setelah penangkapan dilakukan. Dalam hal tertangkap tangan maka penangkapan tidak perlu pakai surat perintah, dengan ketentuan bahwa penangkap harus segera menyerahkan tertangkap beserta barang bukti yang ada kepada penyidik atau penyidik pembantu. 4.
Batas waktu penangkapan
Penangkapan ditentukan dalam pasal 19 ayat (1) yaitu dilakukan maksimum satu hari. jika lebih dari satu hari maka sudah terjadi pelangaran hukum dan dengan sendirinya penangkapan dianggap tidak sah. atau jika batas waktu itu dilanggar maka tersangka, keluarganya, penasehat hukumnya dapat memintakan pemeriksaan kepada praperadilan dan sekaligus dapat menuntut ganti rugi. Namun akan jadi masalah jika kasusnya ada di pedalaman, maka untuk jalan keluarnya penangkapan harus dilakukan oleh penyidik sendiri agar pemeriksaannya dapat dilakukan sesegera mungkin ditempat terdekat. Atau kalau tidak begitu dapat dilakukan surat perintah menghadap bukan surat perintah penangkapan. D.
PENAHANAN
1. Alasan penahanan Alasan penahanan dibagi dua yaitu alasan obyektif dan alasan subyektif: a) Alasan Obyektif yaitu: karena undang-undang sendiri yan menentukan tindak pidana man yang akan dikenakan penahanan; hal ini ditentukan dalam pasal 21 ayat 14 ayat (4) KUHAP yaitu: perbuatan pidana yang diancam dengan pidana penjara lima tahun atau lebih; perbuatan pidana sebagaimana yang diatur dalam pasal 335, 351 dan sebagainya. 6
b) Alasan Subyektif yaitu: alasan yang muncul dari penilaian subyektif pejabat yang yyang menitikberatka pada keadaan dan keperluan penahanan itu sendiri. hal ini ditentukan dalam dalam pasal 21 ayat (1) KUHAP yaitu: adanya dugaan keras bahwa tersangka terdakwa melakukan tindak pidana berdsarkan bukti permulaan yang cukup; adanya keadaan yang menimbulkan kekawatiran bahwa tersangka dan terdakwa kan melarikan diri; adanyakekawatiran tersangka atau terdakw merusak dan atau menghilangkan barang bukti dn atau mengulangi tindak pidana. 2. Pejabat yang berwenang melakukan penahanan adalah: 1. Penyidik 2. Penuntut umum 3. Hakim pengadilan negeri 4. Hakim pegadila Tinggi 5. Hakim mahkamah Agung KUHAP mengenal adanya 3 bentuk penahanan sebagaimana diatur dalam Pasal 22 yaitu : Penahanan rumah tahanan Negara, Penahan rumah, Penahan kota. Penahanan rumah dilakukan dirumah tempat tinggal atau rumah kediaman tersangka atau terdakwa dengan mengadakan pengawasan terhadapnya untuk menghindarkan segala sesuatu yang dapat menimbulkan kesulitan dalam penyidikan, penuntutan atau pemeriksaan disidang pengadilan. Penahanan kota dilaksanakan di kota tempat tinggal atau tempat kediaman tersangka atau terdakwa, dengan kewajiban bagi tersangka atau terdakwa melapor diri pada waktu yang ditentukan. Dalam waktu penahanan dan perpanjangannya dapat dirangkum dalam tabel dibawah ini: No. Pejabat
Lama Penahanan
Pejabat Perpanjangan
Lama perpanjangan
Jumlah
1.
Penyidik
20 Hari
Penuntut Umum
40 Hari
60 Hari
2.
Penuntut Umum
20 Hari
Ketua PN
30 Hari
50 Hari
3.
Hakim PN
30 Hari
Ketua PN
60 Hari
90 Hari
4.
Hakim PT
30 Hari
Ketua PT
60 Hari
90 Hari
5.
Hakim MA
50 Hari
Ketua MA
60 Hari
110 Hari
7
E.
PENGGELEDAHAN
Pada prinsipnya tak seorangpun yang boleh dipaksa menjalani gangguan secara sewenang-wenang dan tidak sah terhadap kekuasaan pribadinya, keluarganya, rumahnya atau surat menyuratnya. sekalipun demikian undang-undang memberikan kewenangan kepada penyidik untuk melakukan penggeledahan demi kepentingan penyidikan. KUHAP membagi penggeledahan menjadi dua yaitu:penggeledahan rumah dan penggeledahan pakaian dan badan. kedua penggeledahan tersebut harus dilakukan oleh oleh penyidik atau penyelidik atas perintah penyidik. dan dalam pelaksanaanya harus memperhatikan prinsip-prinsip atau syarat-syarat yang telah ditentukan undang-undang. prinsip atau syarat yang harus diperhatikan dalam melakukan penggeledahan rumah adalah bahwa : 1. Penyidik harus mempunyai surat izin dari ketua pegadilan negeri setempat (pasal33 ayat 1) 2. Setiap memasuki suatu rumah, seseorang penyidik harus menunjukkan tanda pengenal (pasal 125) 3. Jika penggeledahan itu dilakukan atas perintah tertulis penyidik maka penyelidik yang menjalankan perintah itu harus menunjukkan surat tugas; 4. Penyidik harus ditemani oleh dua orang saksi dalam hal tersangka ataupenghuninya menyetujuinya, jika yang terakhir ini menolak atau tidak hadir penyidik harus disaksikan oleh kepala desa atau ketua lingkungan serta dua orang saksi (pasal 33 ayat 3) 5. Pelaksanaan dan hasil dari penggeledahan rumah itu, penyidik harus membuat suatu berita acara dalam dua hari dan turunannya di sampaikan kepada pemilik atau penghuni rumah yang bersangkutan (pasal 33 ayat 5). Tempat-tempat yang dikecualikan dan tidak diperkenankan untuk memasukinya adalah: o
Ruang dimana sedang berlangsung sidang MPR dan DPR
o
Tempat dimana sedang diadakan /berlangsung ibadah dan atau upacara keagamaan;
o
Ruang dimana sedang berlangsung sidang pengadilan.
Mengenai penggeledahan badan ini undang-undang tidak menjelaskan, namun dalam hal penggeledahan badan ini termasuk juga pada rongga badan. penggeledahan seorang wanita dilakukan olehseorang wanita juga dalam hal penyidik menganggap perlu untuk menggeledah rongga badan. F.
PENYITAAN
Penyitaan berbeda dengan penggeledahan walaupun sama-sama merupakan upaya paksa, jiia penggeledahan tujuanya untuk kepentingan penyelidikan atau untuk kepentingan pemeriksaan penyidikan, sedangkan penyitaan tujuanya untuk kepentingan pembuktian terutama ditujukan untuk barang bukti dimuka sidang.
8
penyitaan adalah tindtakan hukum yang dilakukan pada tahap penyidikan. sesudah lewat tahap penyidikan tak dapat lagi dilakukan penyitaan untuk dan atas nama penyidik. karena pasal 38 menegaskan bahwa yang berwenang melakukan penyitaan adalah penyidik. Bentuk-bentuk penyitaan dapat dibagi menjadi 3 yaitu: 1) Penyitaan biasa Penyitaan biasa adalh penyitaan yang menggunakan atau memlalui perosedur biasa yang merupakan aturan umum penyitaan. adapun tata cara pelaksanaan penyitaan bentuk yang biasa atau umum dilakukan dengan cara:
harus ada surat izin penyitaan dari pengadilan negeri; memperlihatkan atau menunjukkan tanda pengenal; memperlihatkan benda yang akan disita; penyitaan dan memperlihatkan benda sitaan harus disaksikan oleh kepala desa atau ketua lingkungan dan dua orang saksi; membuat berita acara penyitaan membungkus benda sitaan.
2) Penyitaan dalam keadaan perlu dan mendesak Cara ini sebagai pengecualian dari penyitaan biasa, pasal 38 ayat 2 memberikan pengecualian untuk memungkinkan melakukan penyitaan tanpa menggunakan prosedur baku ataudengan memperoleh surat izin dari PN, hal ini diperlukan untuk memberikan kelonggara bagi penyidik untuk bertindak cepat sesuai dengan keadaan yang diperlukan. Dalam hal penyitaan tanpa menggunakan izin ini atau dengan katalain penyitaan dalam keadaan perlu dan memaksa, ini hanya dilakukan terhadap benda bergerak dan untuk itu wajib segera dilaporkan kepada ketua pengadilan untuk mendapatkan persetujuan (pasal 38 ayat (2)). 3) Penyitaan dalam hal tertangkap Tangan Jenis ini juga pengecualian dari penyitaan biasa. penyitaan dalam keadaan tertangkap tangan ini berdasarkan pasal 40 dapat dikenakan terhadap benda dan alat:
yang ternyata digunakan untuk melakukan tindak pidana atau benda dan alat yang “patut diduga” telah dipergunakan untuk melakukan tindak pidana; atau benda lain yang dapat dipakai sebagai barang bukti.
Berkenaan dengan benda benda sitaan ini perlu juga memperhatikan KUHAP sebagai berikut :
ketentuan
pasal 45
a. Dalam hal benda sitaan tediri dari benda yang mudah lekas rusak atau membahayakan, sehingga tidak mungkin untuk disimpan terlalu lama sampai adanya putusan pengadilan, sehingga dalam kondisi seperti ini sejauh mungkin dengan persetujuan tersangka atau kuasanya dapat mengambil tindakan sebagi berikut: 9
► apabila perkara masih ada ditangan penyidik atau penuntut umum, benda tersebutdapat dijual lelang atau diamankan oleh penyidik atau penuntut umum dengan disaksikan oleh tersangka dan kuasanya; ► apabila perkara sudahditangan pengadilan, maka benda tersebut dapat dijual oleh penuntut umum atas izin hakim yang menyidangkan yang disaksikan terdakwa dan kuasanya. b. hasil pelelangan benda yang bersangkutan yang berupa uang dipakai sebagai barang bukti; c. guna kepentingan pembuktian sedapat mungkin disisihkan sebagian kecil dari benda; d. benda sitaan yang bersifat terlarang atau dilarang untuk diedarkan, tidak termasuk ketentuan ini misalnya narkoba. Adapun tempat penyimpanan barang sitaan adalah rumah penyimpanan benda sitaan negara atau disingkat dengan sebutan RUPBASAN. G.
TAHAP PENUNTUTAN
Ketika pemeriksaan pendahuluan selesai, maka untuk selanjutnya adalah tahapan penuntutan. tahapan ini merupakan rangkaian dalam penyelesaian perkara pidana sebelum hakim memeriksanya di sidang pengadilan. Penuntutan itu sendiri adalah kegiatan melimpahkan perkara pidana kepengadilan. didalam melimpahkan perkara itu tidak sekedar membawa perkara kepengadilan tapi ada beberapa hal yang dilakukan sebelum perkara itu disampaikan kepengadilan. 1. Penuntutan Penuntutan adalah penuntut tindakan umum untuk melimpahkan perkara pidana kepengadilan negeri yang berwenang dalam hal dan menurut cara yang diatur oleh undangundang dengan permintaan supaya diperiksa dan diputus oleh hakim disidang pengadilan. menurut Wirjono menuntut seorang tedakwa dimuka hakim pidana adalah menyerahkan perkara seorang terdakwa dengan berkas perkaranya kepada hakim, dengan permohonan, supaya hakim memeriksa dan kemudian memutuskan perkara pidana itu terhadap terdakwa. Tujuan melakukan penuntutan adalah untuk mendapatkan penetapan dari penuntut umum, tentang adanya alasan yang cukup untuk menuntut seseorang terdakwa dimuka hakim. Penuntut umum berwenang melakukan peuntutan terhadap siapa saja yang didakwa melakukan suatu tindak pidana dalam daerah hukumnya dengan melimpahkan perkara kepengadilan yang berwenang mengadili (pasal 237) Yang dimaksud dengan “daerah hukum” daerah dimana menjadi kewenangannya dalam melakukan penuntutan. daerah hukum atau wilayah hukum kejaksaan negeri adalah sama dengan daerah hukum atau wilayah hukum pengadilan negeri. Wilayah suatu pengadilan negeri adalah Kabupaten/kota. Pasal 141 menentukan bahwa penuntut umum dapat menggabungkan perkara dan membuatnya satu surat dakwaan, apabila pada waktu dan saat yang sama atau hampir 10
bersamaan ia menerima beberapa berkas. penggabungan perkaraini dapat dilakukan apabila memenuhi syarat yang ditentukan oleh undang-undang. yaitu: 1. Beberapa tindak pidana yang dilakukan oleh seorang yang sama dan kepentingan pemeriksaan tidak menjadikan hlangan terhadap penggabungannya; 2. Beberapa tindak pidanana yang bersangkut paut satu dengan yang lain; 3. Beberapa tindak pidana yang bersangkut paut satu dengan yang lain itu ada hubungannya, yang dalam hal ini penggabungan tersebut perlu bagi kepentingan pemeriksaan. Bahwa yang dimasud dengan bersangkut paut satu dengan yang lain itu apabila tindak pidana tersebut dilakukan: oleh lebih dari seorang yang bekerjasama dan dilakukan pada saat yang bersamaan, oleh lebih dari seorang pada saat dan tempat yang berbeda tetapi merupakan pelaksanaan dari permufakatan jahat yang dibuat mereka sebelumnya; Namun dalam pasal 142 justru memungkinkan melakukan pemisahan perkara, dalam hal penuntut umum menerima satu berkas perkara yang memuat beberapa perkara. seperti kasus terorisme dan korupsi yang melibatkan banyak pejabat misalnya: a) Menghentikan Penuntutan Menghentikan penuntutan berarti telah terjadi penuntutan namun karena terdapat beberapa hal seperti terdapat dalam pasal 140 ayat (2), karena tidak cukup bukti, ternyata bukan merupakan tindak pidana, dan perkara ditutup demi hukum. Sebelum jaksa melimpahkan perkara pidana kepengadilan dan kemudian melakukan penuntutan, ia wajib mengambil langkah-langkah seperti: 1. menerima dan memeriksa berkas perkara; 2. mengadakan pra penuntutan apabila ada kekurangan pada penyidikan segera mengembalikan berkas kepada penyidik dengan memberikan petunjuk untuk penyempurnanya; ( waktunya 7 hari untuk wajib memberi tahukankekurangannya) 3. memberikan perpanjangan penahanan, melakukan penahanan atau penahanan lanjutan dan atau mengubah status tahanan setelah perkaranya dilimpahkan oleh penyidik; 4. membuat surat dakwaan 5. melimpahkan perkara kepegadilan; 6. menyampaikan pemberitahuan kepada ersangka tentang ketentuan persidangan dengan disertai panggilan, kepada tedakwa maupun saksi-saksi; 7. melakukan penuntutan; 8. menutup perkara demi kepentingan hukum; 9. melakukan tindakan lain dalam ruang lingkup dan tanggungjawab sebagi penuntut umum; 10. melaksanakan putusan hakim. FUNGSI DAN KEWENANGAN JAKSA : 1. Bertindak sebagai penuntut umum; 2. Melaksanakan keputusan pengadilan yang sudah memperoleh kekuatan hukum yang tetap; 11
3. Melakukan penyidikan menurut ketentuan khusus Acara Tindak Pidana Korupsi (PP No.27 Tahun 1983). FUNGSI DAN KEWENANGAN PENUNTUT UMUM : 1. Menerima dan memeriksa berkas perkara hasil penyidikan dari penyidik atau penyidik pembantu; 2. Mengadakan pra penuntutan; 3. Memberikan perpanjangan penahanan, melaksanakan penahanan atau penahanan lanjutan dan/atau mengubah status tahanan setelah perkaranya dilimpahkan oleh penyidik; 4. Membuat surat dakwaan; 5. Melimpahkan perkara ke pengadilan negeri; 6. Menyampaikan pemberitahuan kepada terdakwa tentang ketentuan hari dan waktu perkara disidangkan disertai surat panggilan. 7. Melakukan penuntutan; 8. Menutup perkara demi hukum; 9. Mengadakan tindakan lain dalam lingkup tugas dan tanggung jawabnya sebagai penuntut umum; 10. Melaksanakan penetapan hakim. b) Pra Penuntutan Istilah Pra penuntutan ada dalam pasal 14 KUHAP “ mengadakan prapenuntutan apabila ada kekuarangan pada penyidikan dengan memperhatikanketentuan pasal 110 ayat (3) dan (4) dengan memberi petunjuk dalam rangka penyempurnaanya penyidikan dari penyidik. waktu yang diberikan kepada penuntut umum untuk “meneliti dan mempelajari” adalah 7 hari.
12
BAB III PEMERIKSAAN AKHIR A. SIDANG DI PENGADILAN 1. DAKWAAN Surat dari Penuntut Umum yang menunjuk atau membawa suatu perkara pidana ke pengadilan apabila cukup alas an untuk mengadakan penuntutan terhadap tersangka yang memuat peristiwa-peristiwa dan keterangan-keterangan mengenai Locus serta Tempus dimana perbuatan tersebut dilakukan, dan keadaan-keadaan terdakwa melakukan perbuatan tersebut, terutama keadaan yang meringankan dan memberatkan kesalahan terdakwa. 2. EKSEPSI/TANGKISAN/KEBERATAN Alat pembelaan dengan tujuan utama untuk menghindarkan diadakannya putusan tentang pokok perkara, karena apabila eksepsi ini diterima oleh PN, maka pokok perkara tidak perlu diperiksa dan diputus. 3. PEMERIKSAAN ALAT BUKTI : a) Berdasarkan Pasal 184 KUHAP Alat bukti yang sah antara lain: - keterangan saksi - keterangan ahli - surat - petunjuk - keterangan terdakwa b) Keterangan saksi adalah keterangan yang diberikan di muka persidangan mengenai apa yang saksi lihat dan dengar sendiri c) Saksi ada dua macam: a charge (memberatkan) dan a de charge (meringankan) d) Keterangan (saksi) ahli / Espertise adalah keterangan pihak ketiga yang objektif untuk memperjelas dan member kejernihan dari perkara yang disidangkan serta untuk menambah pengetahuan hakim dalam penyeesaian perkara. Keterangan ahli diberikan sesuai dengan keahlian dari ahli tersebut. e) Seluruh keterangan saksi dan keterangan ahli di muka persidangan berada di bawah sumpah (alat bukti yang sah) f) Keterangan terdakwa adalah apa yang terdakwa nyatakan dalam persidangan tentang perbuatan yang ia lakukan atau yang ia alami dan ia ketahui sendiri
4. REQUISITOIR / TUNTUTAN JAKSA Tuntutan JPU sebagai kesimpulan pemeriksaan dimuka persidangan yang diajukan setelah smua saksi dan ahli-ahli didengar serta surat-surat yang berguna sebagai alat bukti dibacakan dan dijelaskan kepada terdakwa. 13
5. PLEDOI / PEMBELAAN Setelah JPU membacakan requisitoirnya maka terdakwa / penasehat hukumnya mengajukan pledoinya. Pledoi adalah pembelaan dari terdakwa/penasehat hukumnya terhadap tuntutan yang diajukan oleh JPU, berdasarkan semua keterangan dalam proses pembuktian yang menguntungkan pihak terdakwa. 6. REPLIK JPU Setelah pembelaan/pledoi penasehat hukum dibacakan, maka JPU diberikan kesempatan oleh hakim untuk mengajukan replik secara tertulis. Replik tersebut diserahkan kepada Hakim Ketua sidang dan turunannya kepada pihak-pihak yang berkepntingan 7. DUPLIK TERDAKWA / PENASEHAT HUKUM Duplik ini diajukan secara tertulis dan dibacakan oleh pansehat hukum dipersidangan terhadap replik JPU. Duplik tersebut diserahkan kepada Hakim Ketua sidang dan turunannya kepada pihak-pihak yang berkepentingan 8. PUTUSAN MAJELIS HAKIM Menurut KUHAP ada 3 (tiga) macam putusan pengadilan, yaitu : Putusan yang mengandung pembebasan terdakwa (vrijspraak) Putusan yang mengandung pelepasan terdakwa dari segala tuntutan hukum (onstlag van rechtvervolging) Putusan yang mengandung penghukuman terdakwa B. UPAYA HUKUM Hak terdakwa atau penuntut umum untuk tidak menerima putusan pengadilan tingkat pertama. Karena putusan itu tidak luput dari kekeliruan atau kekhilafan, bahkan tidak mustahil memihak, oleh karena itu demi kebenaran dan keadilan setiap putusan hakim dimungkinkan untuk diperiksa ulang agar kekeliruan putusan tersebut dapat diperbaiki. Upaya Hukum Biasa 1. Naik Banding (revisi) ke Pengadilan Tinggi (PT) Upaya hukum terhadap Pengadilan Tingkat ke 2 9dua)/Pengadilan Tinggi (PT) yang mengulangi pemeriksaan baik mengenai fakta-faktanya maupun mengenai penerapan hukum atau undang-undangnya. 2. Kasasi (Pembatalan) ke Mahkamah Agung (MA) Upaya hukum yang dilakukan ke Mahkamah Agung sebagai pengawas tertinggi atas putusanputusan pengadilan lain.
14
Upaya Hukum Luar Biasa 1. Kasasi Demi Kepentingan Hukum Terhadap semua putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dari pengadilan selain MA, dapat diajukan Kasasi oleh Jaksa Agung. 2. Peninjauan Kembali (PK) Putusan Pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap Terhadap putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap, kecuali putusan bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum, terpidana atau ahli warisnya dapat mengajukan PK ke MA.
15
BAB IV PENUTUP
A. KESIMPULAN Hukum acara pidana yaitu keseluruhan peraturan hukum yang mengatur bagaimana caranya alat-alat penegak hukum melaksanakan dan mempertahankan hukum pidana. Proses penyelesaian perkara pidana tujuannya ialah agar pelanggar peraturan hukum atau pelaku tindak pidana oleh badan peradilan dijatuhi pidana sesuai dengan kesalahannya. Adapun tata cara praktek persidangan dalam perkara pidana meliputi : sidang pembukaan, sidang pembuktian, sidang pembacaan tuntutan, pembelaan, dan tanggapan-tanggapan, dan sidang pembacaan putusan. Sedangkan Hukum Acara Perdata adalah rangkaian peraturan-peraturan yang membuat cara bagaimana orang harus bertindak terhadap dan dimuka pengadilan dan cara bagaimana pengadilan itu harus bertindak, satu sama lain untuk melaksanakan berjalannya peraturanperaturan hukum perdata. Fungsinya menyelesaikan masalah dalam mempertahankan kebenaran hak individu. Perkara perdata yang diajukan oleh individu untuk memperoleh kebenaran dan keadilan wajib diselesaikan oleh hakim dengan kewajaran sebagai tugasnya. Tata cara prakterk persidangan dalam perkara perdata meliputi : pembukaan sidang, menghadirkan para pihak, memberi kesempatan perdamaian kepada para pihak, memberi kesempatan jawab-menjawab kepada para pihak, putusan sela, pembuktian, pembacaan kesimpulan dari masing-masing pihak, musyawarah majelis hakim, dan pembacaan putusan.
16
DAFTAR PUSTAKA
https://korandemokrasiindonesia.wordpress.com/2009/11/28/hukum-di-indonesia-hukum-acarapidana/
Redaksi, Tim. 2014. Kitab Undang Undang Acara Pidana : Edisi Terkini.
17