Nama : Tirsa Amelia Sirupa NRI : 13014101229 Tugas : Divisi Alergi dan Imunologi RENJATAN ANAFILAKTIK PENDAHULUAN Anafilaksis merupakan bentuk terberat dari reaksi alergi obat. Meskipun terdapat berbagai definisi mengenai anafilaksis, tetapi umumnya para pakar sepakat bahwa anafilaksis merupakan keadaan darurat yang potensial dapat mengancam nyawa. Gejala anafilaksis timbul segera setelah pasien terpajan oleh alergen atau faktor pencetus lainnya. Gejala yang timbul melalui reaksi alergen dan antibodi disebut sebagai reaksi anafilaktik. Sedangkan yang tidak melalui reaksi imunologik dinamakan reaksi anafilaktoid, tetapi karena baik gejala yang timbul maupun pengobatannya tidak dapat dibedakan, maka kedua macam reaksi di atas disebut sebagai anafilaksis. ANAFILAKSIS ATAU SYOK ANAFILAKTIK Syok anafilaktik merupakan salah satu manifestasi klinik dari anafilaksis yang ditandai dengan adanya hipotensi yang nyata dan kolaps sirkulasi darah. Istilah syok anafilaktik menunjukkan derajat kegawatan, tetapi terlalu sempit untuk menggambarkan anafilaksis secara keseluruhan, karena anafilaksis yang berat dapat terjadi tanpa adanya hipotensi, dimana obstruksi saluran napas merupakan gejala utamanya. Ciri khas yang pertama dari anafilaksis adalah gejala yang timbul beberapa detik sampai beberapa menit setelah pasien terpajan oleh alergen atau faktor pencetus nonalergen seperti zat kimia, obat, atau kegiatan jasmani. Ciri kedua yaitu anafilaksis merupakan reaksi sistemik, sehingga melibatkan banyak organ yang gejalanya timbul serentak atau hampir serentak. Gejala dan Tanda Anafilaksis Berdasarkan Organ Sasaran Sistem Umum Prodormal
Pernapasan Hidung Laring Lidah Bronkus Kardiovaskular
Gejala dan Tanda Lesu, lemah, rasa tak enak yang sukar dilukiskan, rasa tak enak di dada dan perut, rasa gatal di hidung dan palatum Hidung gatal, bersin dan tersumbat Rasa tercekik, suara serak, sesak napas, stridor, edema spasme Edema Batuk, sesak, mengi, spasme Pingsan, sinkop, palpitasi, takikardi, hipotensi sampai syok, aritmia. Kelainan EKG : gelombang T datar, terbalik, atau tanda-tanda infark miokard.
Nama : Tirsa Amelia Sirupa NRI : 13014101229 Tugas : Divisi Alergi dan Imunologi Gastro intestinal
Kulit Mata Susunan saraf pusat
Disfagia, mual, muntah kolik, diare yang kadang-kadang disertai darah, peristaltik usus meninggi Urtika, angioedema di bibir, muka, atau ekstremitas Gatal, lakrimasi Gelisah, kejang
Mekanisme dan Obat Pencetus Anafilaksis Anafilaksis (melalui IgE) Antibiotik (penisilin, sefalosporin) Ekstrak alergen (bisa tawon, polen) Obat (glukokortikoid, thiopental, suksinilkolin) Enzim (kemopapain, tripsin) Serum heterolog (antitoksin tetanus, globulin antilimfosit) Protein manusia (insulin, vasopressin, serum) Anafilaktoid (tidak melalui IgE) Zat penglepas histamin secara langsung : - Obat (opiat, vankomisin, kurare) - Cairan hipertonik (media radiokontras, manitol) - Obat lain (dekstran, fluoresens) Aktivasi komplemen - Protein manusia (immunoglobulin, dan produk darah lainnya) - Bahan dialisis Modulasi metabolisme asam arakidonat - Asam asetilsalisilat - Antiinflamasi nonsteroid DIAGNOSIS Diagnosis anafilaksis ditegakkan berdasarkan adanya gejala klinik sistemik yang muncul beberapa detik atau menit setelah pasien terpajan oleh alergen atau faktor pencetusnya. Gejala yang timbul dapat ringan seperti pruritus atau urtikaria sampai kepada gagal napas atau syok anafilaktik yang mematikan. DIAGNOSIS BANDING Beberapa keadaan yang dapat menyerupai reaksi anafilaksis yaitu reaksi vasovagal, infark miokard akut, reaksi hipoglikemik, reaksi histerik, atau angioedema herediter.
Nama : Tirsa Amelia Sirupa NRI : 13014101229 Tugas : Divisi Alergi dan Imunologi TERAPI Sistem Pernapasan 1. Memelihara saluran napas yang memadai. Penyebab tersering kematian pada anafilaksis adalah tersumbatnya saluran napas baik karena edema larings atau spasme bronkus. Pada kebanyakan kasus, suntikan epinefrin sudah memadai untuk mengatasi keadaan tersebut. Tetapi pada edema larings kadang-kadang diperlukan tindakan trakeostomi. Tindakan intubasi trakea pada pasien dengan edema larings tidak saja sulit tetapi juga sering menambah beratnya obstruksi. Karena pipa endotrakeal akan mengiritasi dinding larings. Bila saluran napas tertutup sama sekali hanya tersedia waktu 3 menit untuk bertindak. Karena trakeostomi hanya dikerjakan oleh dokter ahli atau yang berpengalaman maka tindakan yang dapat dilakukan dengan segera adalah melakukan punksi membran krikotiroid dengan jarum besar. Kemudian pasien segera dirujuk ke rumah sakit. 2. Pemberian oksigen 4 – 6 l/menit sangat baik pada gangguan pernapasan maupun kardiovaskular. 3. Bronkodilator diperlukan bila terjadi obstruksi saluran napas bagian bawah seperti pada gejala asma atau status asmatikus. Dalam hal ini dapat diberikan larutan salbutamol atau agonis beta-2 lainnya 0,25 cc – 0,5 cc dalam 2 – 4 NaCl 0,9% diberikan melalui nebulisasi atau aminofilin 5-6 mg/kgBB yang diencerkan dalam 20 cc dekstrosa 5% atau NaCl 0,9% dan diberikan perlahan-lahan sekitar 15 menit. Sistem Kardiovaskular 1. Gejala hipotensi atau syok yang tidak berhasi dengan pemberian epinefrin menandakan bahwa telah terjadi kekurangan cairan intravascular. Pasien ini membutuhkan cairan intravena secara cepat baik dengan cairan kristaloid (NaCl 0,9%) atau koloid (plasma, dextran). Dianjurkan untuk memberikan cairan koloid 0,5 – 1 L dan sisanya dalam bentuk cairan kristaloid. Cairan koloid ini tidak saja mengganti cairan intravaskular yang merembes ke luar pembuluh darah atau yang terkumpul di jaringan splangnikus, tetapi juga dapat menarik cairan ekstravaskular untuk kembali ke intravaskular. 2. Oksigen mutlak harus diberikan di samping pemantauan sistem kardiovaskular dan pemberian natrium bikarbonat bila terjadi asidosis metabolik. 3. Kadang-kadang diperlukan CVP (central venous pressure). Pemasangan CVP ini selain untuk memantau kebutuhan cairan dan menghindari kelebihan pemberian cairan, juga dapat dipakai untuk pemberian obat yang bila bocor dapat merangsang jaringan sekitarnya. 4. Bila tekanan darah masih belum teratasi dengan pemberian cairan, para ahli sependapat untuk memberikan vasopresor melalui cairan infus intravena. Dengan cara melarutkan 1 ml epinefrin 1 : 1000 dalam 250 ml dextrose (konsentrasi 4 mg/ml) diberikan dengan infus 1 – 4 mg/menit atau 15 – 60 mikrodrip/menit (dengan infus mikrodrip), bila diperlukan dosis dapat dinaikkan sampai maksimum 10 mg/ml
Nama : Tirsa Amelia Sirupa NRI : 13014101229 Tugas : Divisi Alergi dan Imunologi Bila sarana pembuluh darah tidak tersedia, pada keadaan anafilaksis yang berat, American Heart Association, menganjurkan pemberian epinefrin secara endotrakeal dengan dosis 10 ml epinefrin 1 : 10.000 diberikan melalui jarum panjang atau kateter melalui pipa endotrakeal (dosis anak 5 ml epinefrin 1 : 10.000). Tindakan di atas kemudian diikuti pernapasan hiperventilasi untuk menjamin absorpsi obat yang cepat. PENCEGAHAN Pasien yang pernah mengalami reaksi anafilaksis mempunyai resiko untuk memperoleh reaksi yang sama bila terpajan oleh pencetus yang sama. Pasien ini harus dikenali, diberikan peringatan dan bila perlu diberikan tanda peringatan pada ikat pinggang atau dompetnya. Kadangkadang kepada pasien diberikan bekal suntikan adrenalin yang harus dibawa kemanapun ia pergi. Pasien asma dan penyakit jantung yang memiliki risiko anafilaksis dianjurkan untuk tidak memakai obat-obatan penyekat beta karena bila terjadi reaksi anafilaksis pengobatannya sulit. Oleh karena reaksi anafilaksis terutama disebabkan oleh obat-obatan barangkali petunjuk dibawah ini mungkin bermanfaat mencegah terjadinya anafilaksis baik di tempat praktek atau di mana saja. Sebelum memberikan obat : 1. Adakah indikasi memberikan obat 2. Adakah riwayat alergi obat sebelumnya 3. Apakah pasien memiliki risiko alergi obat 4. Apakah obat tersebut perlu di uji kulit dulu, 5. Adakah pengobatan pencegahan untuk untuk mengurangi reaksi alergi Sewaktu minum obat : 1. Kalau mungkin obat diberikan secara oral 2. Hindari pemakaian intermiten 3. Sesudah memberikan suntikan pasien harus selalu diobservasi 4. Beritahu pasien kemungkinan reaksi yang terjadi 5. Sediakan obat/alat untuk mengatasi keadaan darurat 6. Bila mungkin lakukan uji provokasi atau desensitisasi Sesudah minum obat : 1. Kenali tanda dini reaksi alergi obat 2. Hentikan obat bila terjadi reaksi 3. Tindakan imunisasi sangat dianjurkan 4. Bila terjadi reaksi berikan penjelasan dasar kepada pasien agar kejadian tersebut tidak terulang kembali Sumber : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi Keenam, 2014