Paper Peran Orang Tua Terhadap Anak Autisme - Tirsa Amelia Sirupa 17014101229 Masa Kkm 5 Februari - 4 Maret 2018.docx

  • Uploaded by: Tirsa Sirupa
  • 0
  • 0
  • November 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Paper Peran Orang Tua Terhadap Anak Autisme - Tirsa Amelia Sirupa 17014101229 Masa Kkm 5 Februari - 4 Maret 2018.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 3,043
  • Pages: 21
Paper

Peran Orangtua Terhadap Anak Autisme

Oleh : Tirsa Amelia Sirupa 17014101229 Masa KKM : 05 Februari – 04 Maret 2018

Pembimbing : Dr. dr. Theresia M.D. Kaunang, SpKJ(K)

BAGIAN ILMU KEDOKTERAN JIWA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SAM RATULANGI MANADO 2018

LEMBAR PENGESAHAN

Paper yang berjudul “Peran Orangtua Terhadap Anak Autisme” telah dibacakan, dikoreksi dan disetujui pada

Februari 2018.

Oleh: Tirsa Amelia Sirupa 17014101229 Masa KKM : 05 Februari – 04 Maret 2018

Pembimbing

Dr. dr. Theresia M.D. Kaunang, SpKJ(K)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI…………………………………………………………….........

i

BAB I PENDAHULUAN..............................................................................

1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................

3

A. Autisme…………...…........................................................................... 3 B. Peran orangtua terhadap anak autisme…..….…….…………………... 7 BAB III PENUTUP...........................................................................................

18

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................

20

i

BAB I PENDAHULUAN

Semua orang tua menghendaki anak-anaknya lahir dengan profil ideal yang sesuai dengan mereka bayangkan. Setiap orang tua pasti menginginkan anaknya tumbuh dan berkembang sehat dan normal sebagaimana anak lain, memiliki kecerdasan, dapat bergaul dan bersosialisasi dengan orang lain, serta diharapkan kelak dapat mandiri. Tapi pada kenyataannya, tidak semua individu dilahirkan dalam keadaan normal. Beberapa di antaranya memiliki keterbatasan baik secara fisik maupun psikis, yang telah dialami sejak awal masa perkembangan.1 Ketika orang tua menyadari bahwa buah hatinya ternyata tidak sempurna atau tidak sesuai dengan apa yang mereka yakini, banyak reaksi-reaksi emosional yang ditampilkan. Mereka menunjukkan respon shock atau kaget, menolak, kesedihan yang mendalam, kemarahan, dan berbagai macam reaksi lainnya. Kegembiraan yang didapat dapat berubah menjadi kekecewaan. Begitu pula yang terjadi pada orangtua yang memiliki anak yang didiagnosa menyandang autis, seperti yang akhir-akhir ini banyak ditemui.1 Autisme merupakan fenomena yang masih menyimpan banyak rahasia walaupun telah diteliti lebih dari 60 tahun yang lalu. Sampai saat ini belum dapat ditemukan penyebab pasti dari gangguan autisme ini, sehingga belum dapat dikembangkan cara pencegahan maupun penanganan yang tepat. Pada awalnya autisme dipandang sebagai gangguan yang disebabkan oleh faktor psikologis, yaitu pola pengasuhan orangtua yang 1

tidak hangat secara emosional. Barulah sekitar tahun 1960 dimulai penelitian neurologis yang membuktikan bahwa autisme disebabkan oleh adanya abnormalitas pada otak. Pada awal tahun 1970, penelitian tentang ciri-ciri anak autistik berhasil menentukan kriteria diagnosis yang selanjutnya digunakan dalam DSM-III. Gangguan autistik didefinisikan sebagai gangguan perkembangan dengan tiga ciri utama, yaitu gangguan pada interaksi sosial, gangguan pada komunikasi, dan keterbatasan minat serta kemampuan imajinasi.2

2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Autisme Autisme adalah gangguan perkembangan pervasif pada anak yang ditandai dengan adanya gangguan dan keterlambatan dalam bidang kognitif, bahasa, perilaku, komunikasi dan interaksi sosial. Autism hingga saat ini masih belum jelas penyebabnya. Dari berbagai penelitian klinis hingga saat ini masih belum terungkap dengan pasti penyebab autisme. Secara ilmiah telah dibuktikan bahwa Autisme adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh muktifaktorial dengan banyak ditemukan kelainan pada tubuh penderita. Beberapa ahli menyebutkan autisme disebabkan karena terdapat gangguan biokimia, ahli lain berpendapat bahwa autisme disebabkan oleh gangguan psikiatri/jiwa. Terdapat juga pendapat seorang ahli bahwa autisme disebabkan oleh karena kombinasi makanan yang salah atau lingkungan yang terkontaminasi zat-zat beracun yang mengakibatkan kerusakan pada usus besar yang mengakibatkan masalah dalam tingkah laku dan fisik termasuk autisme.2,3 Tetapi beberapa penelitian menunjukkan keluhan autism dipengaruhi dan diperberat oleh banyak hal, salah satunya karena manifestasi alergi. Renzoni A dkk melaporkan autism

berkaitan erat dengan alergi. Menage P mengemukakan bahwa

didapatkan kaitan IgE dengan penderita Autism.3,4 Obanion dkk melaporkan setelah melakukan eliminasi makanan beberapa gfejala autisme tampak membaik secara bermakna. Hal ini dapat juga dibuktikan dalam beberapa 3

penelitian yang menunjukkan adanya perbaikan gejala pada anak autism yang menderita alergi, setelah dilakukan penanganan elimnasi diet alergi.

Beberapa laporan lain

mengatakan bahwa gejala autism semakin buruk bila manifestasi alergi itu timbul.3 a. Menurut Pendapat Lain Autisme Berasal Dari Kata Auto Yang Berarti Sendiri. 1) Autisme diartikan oleh Lei Kanner dalam penelitiannya pada tahun 1943 adalah suatu gangguan metabolisme tubuh yang dapat menyebabkan kelainan pada seseorang sehingga secara tidak langsung individu tersebut dapat dikatakan “ hidup dalam dalam dunianya sendiri”.4 2) Autisme infatil adalah salah satu kelainan psikosis (istilah umu yang dipakai untuk menjelasakan suatu perilaku aneh dan tak dapat diprediksi berlanjut) yang berarti penarikan diri dan kehilangan kontak dengan realitas atau orang lain yang terjadi pada masa usia anak-anak.4 3) Autisme adalah ketidakmampuan anak untuk mengerti perilaku, apa yang mereka lihat, dengan yang mengakibatkan masalah yang cukup berat dalam hubungan sosialnya.4 4) Autisme merupakan istilah untuk sekumpulan gejal / masalah gangguan perkembangan pervasif pada 3 tahun pertama kehidupan karena adanya abnormalitas pada pusat otak, sehingga terjadi gangguan dalam interaksi sosialgangguan komunikasi dan gangguan perilaku.4 5) Autisme merupakan anak yang mengalami gangguan perkembangan pervasif yang ditandai dengan gangguan kualitatif dalam interaksi sosial, komunikasi dan adanya suatu pola yang dipertahankan dan diulang-ulang dalam perilaku minatdan kegiatan yang terjadi pada anak sebelum umur 3 tahun.4

4

6) Autisme bukanlah penyakit menular namun suatu gangguan perkembangan yang luas yang ada pada anak. Bahkan ada seorang ahli yang mengatakan bahwa autisme merupakan dasar dari manusia yang berkepribadian ganda (scizhophren).4

b. Jenis Kelainan Autisme :3,4 1) Childhood autisme yaitu kelainan pertumbuhan anak sejak lahir sampai usia 3 tahun. 2) Atypical autisme yaitu kelainan pertumbuhan pada anak sesudah usia 3 tahun. 3) Reff’s syndrom yang umumnya pada anak perempuan. 4) Overach disorder associated with Mental Retardation and Stereotyped Movement. 5) Childhood Disintegrative Disorders. 6) Asperges Syndrom. 7) Other persasive development Disorder.

Jumlah anak yang terkena autisme makin betambah. Di Canada dan Jepang pertambahan ini mencapai 40% sejak tahun 1980. Di California pada tahun 2002 disimpulkan terdapat 9 kasus autis per-harinya. Badan Pusat Statistik mencatat, saat ini 1,5 juta anak di Indonesia yang mengalami autis. Namun, karena terbatasnya sarana pendidikan luar biasa, baru sekitar 50.000 anak yang mengenyam pendidikan.4

5

Diperkirakan 75-80% penyandang autis ini mempunyai retardasi mental, sedangkan 20% dari mereka mempunyai kemampuan yang cukup tinggi untuk bidangbidang tertentu.4 Estimasi prevalensi (peluang terjadinya) autisme antara 4-5 pasien/10.000 individu. Berdasarkan penelitian akhir-akhir ini diperkirakan prevalensi meningkat menjadi 10-12/10.000 individu. Di AS tahun 1980-an, dari hanya 4-5 anak yang autis per 10.000 kelahiran naik menjadi 15-20 per 10.000 kelahiran pda tahun 1990-an. Pada tahun 2000-an, sudah mencapai 60 per 10.000 kelahiran. Dari prevalensi ini sudah sangat diketahui bahwa jumlah penderita laki-laki 4x lebih banyak dibanding perempuan. Atau 80%nya adalah laki-laki. Belum ada data prevalensi autisme di Indonesia. Namun, mengingat pola hidup kurang sehat di Negara maju pun sudah merambah masyarakat kota-kota besar si Indonesia, fenomenanya diyakini mirip AS.5,6

B. Peran Orangtua terhadap anak autisme Setiap anak autistik adalah unik. Masing-masing memiliki simtom-simtom dalam kuantitas dan kualitas yang berbeda. Karena itulah pada beberapa tahun terakhir ini muncul istilah ASD (Autistic Spectrum Disorder) atau GSA (Gangguan Spektrum Autistik). Merawat anak GSA sendiri cukup berat, karena membesarkan anak GSA tidak hanya berarti pengorbanan fisik semata. Beberapa orang tua mengaku, urusan psikis justru mereka rasakan lebih berat daripada kelelahan fisik. Peran orang tua dalam proses pengasuhan dan pendampingan bagi anaknya yang menderita autis harus diakui memang

6

memerlukan usaha ekstra keras. Hal ini disebabkan karena beberapa keterbatasan yang dimiliki oleh anak autis.8,9 Hal ini juga didukung dengan hasil penelitian Fazaila Sabih dan Wahid Bakhsh Sajid dengan sampel 60 orang tua (30 ayah, 30 ibu-ibu) dari 30 anak-anak dengan diagnosis autistik yang diperoleh dari rumah sakit dan lembaga keterbelakangan mental di Islamabad, Rawalpindi dan Wah Cantt, Pakistan. Diketahui bahwa muncul stress yang signifikan pada orangtua yang memiliki anak-anak GSA. Tingkat stress ibu lebih tinggi daripada ayah. Tingkat stress orang tua berbeda seiring dengan meningkatnya usia anak-anak. Implikasinya adalah bahwa ibu dari anak-anak dengan autisme lebih rentan mengalami stress.9,10 Disisi lain, segi penanganan bagi anak-anak GSA, diperlukan penanganan dini yang terpadu dari orangtua dan profesional, yaitu melibatkan penanganan di bidang medis, psikologis, dan pendidikan. Dapat dikatakan bahwa peran dan tanggung jawab orang tua sangat penting dalam perkembangan anak-anak GSA. Pemberian penanganan secara terpadu, intensif, dan dimulai sejak usia dini memang memberikan hasil yang positif, yaitu membantu anak-anak GSA untuk beradaptasi dengan lingkungannya dan belajar berbagai kemampuan kognitif.11

Memberikan penanganan yang tepat dan terarah serta sedini mungkin pada anakanak GSA berarti memberikan kesempatan yang semakin besar pada mereka untuk dapat hidup mandiri menuju masa depan yang lebih besar. Banyak hal yang bisa dan harus dilakukan orang tua untuk anak GSA :12,13

7

a.

Memastikan diagnosis, sekaligus mengetahui ada tidaknya gangguan lain pada anak untuk ikut diobati.

b.

Membina komunikasi dengan dokter yang menangani anak. Kerjasama orang tua dengan dokter, keterbukaan dan kejujuran orang tua mengenai kondisi anak, dan kesediaan mengikuti aneka pengobatan atau treatment yang disarankan akan mempengaruhi kemajuan anaknya dan merupakan syarat mutlak.

c.

Orang tua juga harus memperkaya pengetahuannya mengenai autis, terutama pengetahuan mengenai terapi yang tepat dan sesuai untuk anak. Orang tua hendaknya juga menguasai terapi, karena orang tua selalu bersama anak sedangkan pengajar atau terapis hanya sesaat atau bergantian. Berdasarkan pengalaman beberapa ahli autis di Jakarta, orang tua yang ikut melaksanakan terapi secara intensif terhadap anaknya, akan memperoleh hasil yang memuaskan, yakni anak menunjukkan kemajuan yang sangat pesat.

d.

Orang tua juga harus bertindak sebagai manager saat terapi dilakukan, misalnya mempersiapkan kamar khusus, mencari dan wawancara terapis, mengatur jadwal, melakukan evaluasi bersama tim terapis, juga memutuskan segala sesuatu yang berkaitan dengan pendidikan, terapi, dan pengobatan anak

Orang tua memiliki peran penting dalam perkembangan anak-anak GSA, makin banyak pengetahuan orang tua tentang autis, maka akan mempermudah orang tua untuk membantu perkembangan anak-anak GSA. Selain itu, orang tua yang memiliki anak GSA juga membutuhkan dukungan sosial dari orang-orang terdekat karena untuk 8

merawat anak GSA membutuhkan komitmen yang tinggi dan tidak jarang menyebabkan stress pada orang tua, bahkan menyerah dalam menangani anak mereka. Dari penelitian Virginia H. Mackintosh, Barbara J. Myers dan Robin P. Goin-Kochel diketahui bahwa yang paling sering digunakan sebagai sumber informasi dan dukungan dari orang tua anak-anak GSA adalah orang tua lain yang juga memiliki anak-anak GSA. Hasil ini diperloleh dari 498 orang tua anak-anak dengan spektrum autisme disorders dari hampir semua Negara Bagian Amerika Serikat yang menjawab kuesioner berbasis web tentang apa sumber-sumber informasi yang mereka gunakan dan bagaimana mereka mendapat dukungan. Orangtua cenderung untuk menghadiri pertemuan-pertemuan kelompok sekitar isu autisme untuk mendapatkan tambahan informasi yang dibutuhkan.13 Dari hasil penelitian tersebut dapat diketahui bahwa informasi dari orang tua yang memiliki ‘nasib’ yang sama akan membantu orang tua yang memiliki anak GSA dalam hal penambahan informasi tentang autisme dengan berbagi informasi dari masing-masing orang tua. Selain itu, dengan mendapat dukungan dari sesama orang tua anak GSA bisa menurunkan tingkat stress yang dialami oleh orang tua. Dukungan dari sesama orang tua akan saling menguntungkan bagi pesertanya. Penelitian Judith G. Ainbinder, dkk menunjukkan sebuah dukungan dari orang tua lain (Parent to Parent Support) akan berhasil jika:14 (1) merasa ada kesamaan keadaan, (2) ada perbandingan situasi yang dialami tiap anggota Parent to Parent Support untuk belajar keterampilan yang relevan dan mengumpulkan informasi yang berguna,

9

(3) saling mendukung satu sama lain, dan (4) adanya saling pengertian dalam setiap dukungan karena sama-sama memahami apa yang dialami.

Orang tua anak berkebutuhan khusus termasuk autis memiliki beberapa tanggung jawab, antara lain: a) Sebagai pengambil keputusan Tidak ada terapi yang dilakukan untuk anak GSA tanpa persetujuan orang tua. Orang tua memiliki hak dan tanggungjawab untuk memilih berbagai alternatif terapi yang paling cocok dan sesuai dengan kondisi anak. Demikian pula dengan pendidikan anak autis. Orang tualah yang berhak dan bertanggung jawab mengambil keputusan tersebut.

b) Sebagai orang tua Tanggungjawab orang tua sebagai orang tua meliputi: 1)

Proses penyesuaian diri. Sebagai orang tua hendaknya dapat menyesuaikan diri sebagai orang tua dari anak GSA. Hal ini perlu agar orang tua dapat memahami bagaimana seharusnya bersikap dan berperilaku terhadap anak GSA.

10

Sosialisasi anak. Orang tua sebaiknya bersikap terbuka mengenai kondisi anak pada lingkungannya, agar lingkungan dapat memperoleh pemahaman yang benar mengenai kondisi anak, dan tidak memperlakukan secara negatif terhadap anak GSA. 3)

Memperhatikan hubungan dengan saudara-saudara anak GSA. Orang tua memberikan pemahaman kepada saudara anak GSA mengenai kondisi saudaranya yang autis. Diharapkan saudara-saudaranya memiliki kesan positif dan bersikap optimis terhadap saudaranya maupun diri sendiri. Dengan demikian mereka bisa menerima keberadaan saudaranya yang autis secara wajar, dalam arti memahami kebutuhan dan keinginan saudaranya yang autis.

4)

Merencanakan masa depan dan perwalian.

c) Sebagai guru Orang tua memiliki tanggung jawab sebagai guru, didasari beberapa alasan sebagai berikut:15 1)

Orang tua mempunyai pengaruh kuat terhadap anak-anaknya.

2)

Orang tua memiliki pengetahuan yang lebih baik dan banyak mengenai anaknya sendiri dibandingkan orang lain.

3)

Orang tua memiliki lebih banyak waktu bersama anaknya dibanding pihak lain.

4)

Efektivitas intervensi pendidikan akan lebih meningkat apabila orangtua rela membantu melanjutkan latihan ketrampilan yang telah dilakukan di sekolah.

11

5)

Orang tua akan menemukan kebahagiaan tersendiri apabila mereka dapat turun langsung membantu kemajuan perkembangan anaknya.

d) Sebagai ‘advocate’ Tanggung jawab sebagai advocate maksudnya adalah kesanggupan orang tua untuk bertanggung jawab sebagai pendukung dan pembela kepentingan anaknya yang autis. Keterbatasan yang ada pada anak GSA membuat mereka seringkali berada dalam posisi yang kepentingannya dirugikan.15 Untuk dapat melaksanakan peran dan tanggung jawab sebagai orang tua dari anak GSA dibutuhkan efikasi diri yang tinggi. Jika orang tua khususnya ibu memiliki efikasi diri yang tinggi maka ia akan mampu mengatasi masalah-malalah yang harus dihadapi sebagai orang tua dari anak GSA yang tentu tidaklah mudah. Hal ini terbukti dari penelitian yang dilakukan oleh Richard P. Hastings dan Tony Brown ,dimana besarnya potensi ibu mengalami masalah dalam kesehatan mental pada orang tua dari anak GSA, terutama pada ibu, dan efikasi diri merupakan mediator dari problem perilaku anak dengan anxiety dan depresi pada ibu. Sehingga jika seorang ibu dari anak GSA memiliki penilaian diri baik dan merasa mampu sebagai seorang ibu dari anak GSA maka kemungkinan mengalami masalah dalam kesehatan mental seperti anxiety atau depresi menjadi kecil. Untuk meningkatkan efikasi diri ibu, salah satu yang dapat dilakukan adalah dengan mengikuti pelatihan untuk menjadi terapis bagi anak sendiri, seperti yang telah dilaksanakan di New York. Selama 15 tahun terakhir telah terjadi peningkatan dramatis tentang diagnosis autisme. Disisi lain, jumlah profesional yang memenuhi 12

syarat untuk mengkoordinasikan program-program intensif dalam intervensi perilaku masih terbatas dan seringkali mahal. Untuk berbagai alasan, termasuk keinginan dan kebutuhan yang terus meningkat terhadap profesional yang berkualitas, beberapa orangtua anak-anak GSA telah memilih untuk memasuki bidang analisis perilaku terapan (ABA) sebagai profesional. Untuk melakukannya, mereka telah menyelesaikan kursus dan pengalaman praktikum yang diawasi dan kemudian dikenal sebagai Board Certified Behavior Analyst (BCBA). Penelitian Mary Lynch Barbera menggambarkan studi pilot untuk melihat latar belakang dan pengalaman dari enam "Autism Mothers" yang mengejar kursus ini. Metode penelitian kualitatif digunakan untuk melihat masa transisi partisipan dari peran ibu yang kemudian memiliki peran tambahan ABA profesional.14,15

Hal ini penting karena dari penelitian-penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa orang tua memiliki peran penting dalam pencarian informasi tentang pengetahuan dasar dari autisme, dalam mencari perawatan autisme, dan mengambil peran kepemimpinan sebagai ahli autisme dan ABA profesional. Hal ini juga memberikan informasi tentang pengalaman keluarga yang tinggal dengan autisme, mengatasi stres, dan berpartisipasi dalam program intervensi perilaku anak-anak mereka . Lebih jauh, tinjauan ini telah memberikan informasi yang menunjukkan bahwa orangtua dengan anak GSA yang memilih untuk mengejar karir sebagai profesional dapat membawa perspektif yang unik.15

13

Hasil penelitian tersebut menunjukan bahwa sebagian besar partisipan menikmati menjadi terapis ABA anak mereka sendiri. Sebagian patisipan menjadi BCBA (Board Certified Behavior Analyst) karena kekurangan tenaga ahli yang memiliki kualifikasi dan dapat dipertemukan dengan anak mereka atau anak lainnya. Selain itu, penelitian ini menunjukkan beberapa tema positif tentang "Autism Mothers" yang menjadi Behavior Analysts termasuk: perkembangan natural dari latar belakang yang bervariasi, keinginan besar untuk bekerja sebagai behavior analysts, suka memperlajari konsep baru untuk membantu anak mereka sendiri dan anak yang lainnya, menganjurkan semua anak untuk memiliki pengalaman yang terbaik dalam latihan saat treatment, mudah memperoleh kepercayaan dari orang tua lain, dan sebagai perantara antara orang tua dan profesional.14,15

14

BAB III PENUTUP

Autisme adalah gangguan perkembangan yang sangat kompleks pada anak, yang gejalanya sudah timbul sebelum anak itu mencapai usia tiga tahun. Penyebab autisme adalah gangguan neurobiologis yang mempengaruhi fungsi otak sedemikian rupa sehingga anak tidak mampu berinteraksi dan berkomunikasi dengan dunia luar secara efektif. Gejala yang sangat menonjol adalah sikap anak yang cenderung tidak mempedulikan lingkungan dan orang‐ orang di sekitarnya, seolah menolak berkomunikasi dan berinteraksi, serta seakan hidup dalam dunianya sendiri. Anak autistik juga mengalami kesulitan dalam memahami bahasa dan berkomunikasi secara verbal. Dalam waktu terakhir ini kasus penderita autisme tampaknya semakin meningkat pesat. Autisme tampak menjadi seperti epidemik ke berbagai belahan dunia. Dilaporkan terdapat kenaikan angka kejadian penderita Autisme yang cukup tajam di beberapa Negara. Keadaan tersebut diatas cukup mencemaskan mengingat sampai saat ini penyebab Autisme adalah multifaktorial, dan sampai saat ini penyebab autis masih misterius dan menjadi bahan perdebatan diantara para ahli dan dokter di dunia.

Autisme dapat terjadi pada siapa saja, tanpa membedakan warna kulit, status sosial ekonomi maupun pendidikan seseorang. Tidak semua individu ASD/GSA

15

memiliki IQ yang rendah. Sebagian dari mereka dapat mencapai pendidikan di perguruan tinggi. Bahkan ada pula yang memiliki kemampuan luar biasa di bidang tertentu (musik, matematika, menggambar).

16

DAFTAR PUSTAKA

1. Handojo. 2003. Auits. Jakarta : PT. Bhuana Ilmu Populer. 2. Soetjiningsih.1995. Tumbuh Kembang Anak..Jakarta : EGC 3. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. 2008. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta : Infomedika. 4. Ward, N I. Assessment of chemical factors in relation to child hyperactivity. J.Nutr.& Env.Med. (ABINGDON) 7(4);2007:333-342 5. Berk, Laura.E. 2007. Development Through The Lifespan (4thedition). New York: Pearson Education, Inc. 6. Bruyn, Eddy H., Cillessen, Antonius H.N. dan Wissink, Inge B. 2009. Associations of Peer Acceptance and Perceived Popularity With Bullying an Victimization in Early Adolescence. 7. Jones, Alice P. Dan Frederickson, Norah. 2010. Multi-Informant Predictors of Social Inclusion for Student with Autism Spectrum Disorder Attending Mainstream School. 8. Ainbinder, Judith G.,dkk. 2008. A Qualitative Study of Parent to Parent Support for Parents of Children With Special Need. New Hampshi: 9. Barbera, Mary Lynch. 2007. The Experiences of "Autism Mothers" who become Behavior Analysts: A Qualitative Study. New York: SLP- ABA Volume 2, Issue No. 3, 2007. 10. Danuatmaja, Bonny. 2003. Terapi Anak Autis di Rumah. Jakarta: Puspa Swara Diperlukan

17

11. Peran

Orangtua,

Kurikulum

Harus

Menyesuaikan.

Diakses

dari

http://www.puterakembara.org/-25k-. 12. Davidson, Gerald dkk. 2004. Psikologi Abnormal edisi ke-9. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada 13. Ginanjar, Adriana Soekandar.2007. Memahami Spektrum Autistic secara Holistik. Jakarta: Fakultas Psikologi UI. 14. Hastings, Richard P. and Tony Brown. 2002. Behavior Problems of Children With Autism, Parental Self-Efficacy, and Mental Health. University of Southampton: american journal on mental retardation volume 107, number 3: 222-232 i may 2002. 15. Mackintosh, Virginia H., dkk. 2000. Sources of Information and Support Used by Parents of Children with Autism Spectrum Disorders. USA: journal on developmental disabilities, vol. 12, no. 1.

18

Related Documents


More Documents from "Agustina Chrismonia Vianney"