Sken 5.docx

  • Uploaded by: Cynthia Tambunan
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Sken 5.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 2,403
  • Pages: 11
Gangguan Sistem Pencernaan Dispepsia Fungsional Yuniete Eiffelia 102012135, Hanif Widi Masruroh 102016008, Antoni Sefanya 201016179, Puspa Pelita Sukma Hermawan 102016147, Cynthia Tambunan 102016091, Ravelia Samosir 102016191, Ikhawunul Muslimin Idris 102016007, Nor Shahirah binti Ismail 102016260 Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jl. Arjuna Utara No.6, Jakarta Barat 11510 Abstract Functional dyspepsia is a syndrome with symptoms of stomach fullness and heartburn during the last 3 months, with onset at least 6 months before diagnosis. It can be divided into organic and functional type; functional dyspepsia is futire classified to postprandial distress syndrome and epigastric pain syndrome (Rome Criteria III). It also can be classified to ulcer-like dyspepsia and dysmotility-like dyspepsia. Research on pathomechanism focus on gastric motoric function, H.pylori infection and psychosocial factor, particularly on anxiety and depression. Diagnosis is based on Rome Criteria III, stressed on exclusion of organic causes. It is important to detect alarming features and referred accordingly to more complete facilities. Keywords: functional dyspepsia, Helicobacter pylori, ulcer-like dyspepsia

Abstrak Dispepsia fungsional adalah sindrom yang mencakup salah satu atau lebih gejala-gejala berikut: perasaan perut penuh setelah makan, cepat kenyang, atau rasa terbakar di ulu hati, yang berlangsung sedikitnya dalam 3 bulan terakhir, dengan awal gejala sedikitnya timbul 6 bulan sebelum diagnosis. Dispepsia terbagi menjadi dispepsia organik dan dispepsia fungsional. Dispepsia fungsional diklasifikasikan kembali menjadi postprandial distress syndrome dan epigastric pain syndrome (Kriteria Roma III). Selain itu juga dibagi menjadi ulcer-like dyspepsia dan dysmotility-like dyspepsia. Penelitian-penelitian patomekanisme dispepsia berfokus pada mekanisme patofisiologi abnormalitas fungsi motorik lambung, infeksi Helicobater pylori, dan faktor-faktor psikososial, khususnya terkait gangguan cemas dan depresi. Diagnosis dispepsia hendaknya lebih ditekankan pada upaya mengeksklusi penyakit-penyakit serius atau penyebab spesifik organik yang mungkin, bukan pada karakteristik detail gejala-gejala dispepsia. Diagnosis dispepsia fungsional dilakukan berdasarkan Kriteria Roma III. Penting mendeteksi tanda-tanda bahaya (alarm ing features) pada pasien dengan keluhan dyspepsia agar segera dirujuk.

Kata kunci : dispepsia fungsional, Helicobacter pylori, ulcer-like dyspepsia

1

Pendahuluan Dispepsia fungsional menurut konsensus roma III memiliki beberapa kriteria diagnostik, diantaranya adalah keluhan dirasakan setidaknya selama 3 bulan, mulainya paling tidak sudah 6 bulan dengan keluhan begah, cepat kenyang, nyeri epigastrium, dan rasa panas di epigastrium. Pada dispepsia fungsional tidak ditemukan kelainan struktural. Penulis berharap makalah ini dapat bermanfaat untuk menambah wawasan bagi para pembaca, baik masyarakat awam, praktisi medis dan mahasiswa kedokteran. Penulis juga akan membatasi area-area yang dibahas dalam makalah ini sehingga yang dibahas hanyalah yang berhubungan dengan skenario. Penulis berharap bahasa yang digunakan dapat dimengerti oleh pembaca. Penulis mengalami beberapa masalah dalam membuat makalah ini, yakni sulit mendapatkan sumber teori, membagi waktu antara menulis makalah ini dengan mengerjakan hal lainnya yang berkaitan dengan studi kedokteran.

Anamnesis Anamnesis merupakan tahap awal dalam pemeriksaan untuk mengetahui riwayat penyakit dan menegakkan diagnosis. Anamnesis harus dilakukan dengan teliti, teratur dan lengkap karena sebagian besar data yang diperlukan dari anamnesis untuk menegakkan diagnosis. Sistematika yang lazim dalam anamnesis, yaitu identitas, riwayat penyakit, dan riwayat perjalanan penyakit.1 Identitas : nama, umur, jenis kelamin, alamat, agama, suku bangsa, pendidikan, pekerjaan. Riwayat penyakit : keluhan utama yang menyebabkan pasien datang ke dokter. Riwayat perjalanan penyakit : Cerita kronologis, secara detail dan jelas tentang keadaan pasien sebelum ada keluhan sampai dibawa ke dokter. Pengobatan sebelumnya dan hasilnya. Tindakan sebelumnya. Perkembangan penyakit hingga gejala sisa atau cacat. Riwayat penyakit lain yang pernah diderita sebelumnya dan pengobatan apa yang sudah pernah diterima saat itu. Hasil anamnesis : seorang perempuan 25 tahun dengan keluhan nyeri ulu hati sejak 3 hari yang lalu. Nyeri sering mengganggu dan hilang timbul sejak 1 tahun

2

yang lalu. Nyeri muncul saat terlambat makan & makan pedas. Keluhan terasa lebih baik setelah minum obat maag. Tidak ada muntah dan BAB tidak hitam. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik mempunyai nilai yang sangat penting untuk memperkuat temuantemuan dalam anamnesis. Terkadang pemeriksaan fisik membuat pasien merasa tidak nyaman, takut akan rasa nyeri, ditelanjangi secara fisik, oleh karena itu kita harus melakukan pemeriksaan fisik dengan terampil dan professional disertai rasa empati. Teknik pemeriksaan fisik berikut dengan pemeriksaan visual (inspeksi), periksa raba (palpasi), pemeriksaan ketok (perkusi), dan Pemeriksaan dengan stetoskop (auskultasi).1 Pada dispepsia pemeriksaan fisik yang dilakukan adalah pemeriksaan fisik abdomen. Pemeriksaan fisik abdomen terdiri dari 4 tahapan, yakni inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi. Dalam memudahkan melakukan pemeriksaan abdomen , pemeriksaan dibagi berdasarkan kuadran dan region. Pembagian abdomen berdasarkan kuadran dibagi menjadi 4, yaitu kuadran kanan atas, kuadran kanan bawah, kuadran kiri atas dan kuadran kiri bawah. Sedangkan pembagian berdasarkan region dibagi menjadi 9, epigastrium, hipokondria kanandan kiri, umbilicus, lumbal kanan dan kiri, supra pubik, dan inguinal kanan dan kiri.2,3 Inspeksi Melihat bentuk abdomen: datar/membuncit/cekung dan simetris/asimetris.

Melihat ada/tidaknya bekas luka: pada bagian depan, yaitu kolesistektomi, laparotomi, reseksi kolon, appendiktomi, hernioraphy, SC. Sedangkan bagian belakang, adrenalektomi, nefrektomi.

Dinding perut: melihat ada/ tidaknya pembuluh darah kolateral/ caput medusa/ hernia/ striae.

Melihat ada/ tidaknya benjolan/ massa diperut, seperti hepatoma dan mioma.

Melihat ada gerakan pulsasi san peristaltic pada abdomen.

Auskultasi Melakukan auskultasi pada kuadran abdomen.

3

Mendengar peristaltik usus, terdengar atau tidak terdengar, terdengar menurun, meningkat atau normal.

Mendengan bunyi patologis pada abdomen seperti metalik sound (ileus paralitik) / bruit hepar (hepatoma)

Palpasi Palpasi hati : tidak teraba/ teraba/pembesaran (dengan ukuran jari atau cm dari arcus costae kanan dan dibawah pocesus xyphoideus), tepi (tajam/ umpul), konsistensi (lunak/kenyal/keras), permukaan (licin/berbenjol-benjol), nyeri/ tidak.

Palpasi limpa : Pada garis Schuffner I-VIII, bagaimana ukuran, konsistensi, nyeri/tidak.

Palpasi ginjal : Pemeriksaan Balotement.

Palpasi khusus : Appendicitis (pada titik McBurney, pemeriksaan nyeri lepas, nyeri kontralateral), cholesistitis (pemeriksaan Murphy sign), ascites (pemeriksaan Undulasi dan Shifting dullness).

Perkusi Dilakukan pada semua kuadran. Pemeriksaan Penunjang

Laboratorium : mengidentifikasi adanya faktor infeksi (leukositosis), pankreatitis (amilase, lipase), keganasan saluran cerna (CEA, CA 19-9, AFP).2

Endoskopi : Pemeriksaan ini sangat dianjurkan untuk dikerjakan bila dispepsia tersebut disertai oleh keadaan yang disebut alarm symptoms yaitu penurunan berat badan, anemia, muntah hebat dengan dugaan adanya obstruksi, muntah darah, melena atau keluhan sudah berlangsung lama dan terjadi pada usia lebih dari 45 tahun. Keadaan ini sangat mengarah pada gangguan organik, terutama 4

keganasan, sehingga memerlukan eksplorasi diagnosis secepatnya. Teknik pemeriksaan ini dapat mengidentifikasi dengan akurat adanya kelainan structural/intra lumen saluran cerna bagian atas seperti adanya tukak atau ulkus, tumor, dsb, serta dapat disertai pengambilan contoh jaringan (biopsi) dari jaringan yang dicurigai untuk memperoleh gambaran histopatologiknya atau untuk keperluan lain seperti mengidentifikasi adanya kuman Helicobacter pylori.2

Radiologi (pemeriksaan barium meal) : pemeriksaan ini dapat mengidentifikasi kelainan struktural dinding atau mukosa saluran cerna bagian atas seperti adanya tukak atau gambaran ke arah tumor. Pemeriksaan ini terutama bermanfaat pada kelainan yang bersifat penyempitan atau stenotic atau obstruktif dimana endoskopi tidak dapat melewatinya.2

Working Diagnosis Diagnosis Seperti dikemukakan diatas bahwa kasus dispepsia setelah ekspolrasi penunjang diagnostik, akan terbukti apakah disebabkan gangguan patologis organik atau bersifat fungsional. Dalam konsensus Roma III (tahun 2006) yang khusus membicarakan tentang gastrointestinal fungsional, dispepsia fungsional didefinisikan sebagai:4,5 Adanya satu atau lebih keluhan berikut : rasa penuh setelah makan, cepat kenyang, nyeri ulu hati, rasa terbakar di epigastrium. Tidak ada bukti kelainan struktural (termasuk didalamnya endoskopi saluran cerna) yang dapat menerangkan penyebab keluhan tersebut. Keluhan terjadi selama 3 bulan dalam waktu 6 bulan terakhir sebelum diagnosis ditegakkan.

Differential Diagnosis Dispepsia Organik Dispepsia organik dan dispepsia fungsional pertama-tama, ditentukan dengan ada atau tidaknya tanda alarm, yaitu usia > 45 tahun, hematemesis melena, berat badan turun > 10 kg, anoreksia, riwayat ulkus peptik, muntah presisten, dan anemia. Pada pasien tanpa tanda alarm, diberikan terapi epirik selama 2 minggu dan dilihat adakah dispepsianya membaik atau tidak. Jika tidak membaik, dilakukan investigasi misalnya 5

esofagogastroduodenoscopy (EGD), radiologi dan laboratorium. Jika pada endoskopi ditemukan kelainan struktural, atau kelainan biokimiawi lain, maka pasien tersebut termasuk golongan dispepsia organik. Sementara jika tidak ditemukan apa-apa kelainan, maka pasien tersebut tergolong dalam dispepsia fungsional.5 Gastritis Gastritis adalah proses inflamasi pada mukosa dan submukosa lambung. Etiologi penyakit ini berupa Infeksi kuman Helicobacter pylori dan obat anti inflamsi nonsteroid (OAINS). Kebanyakan gastritis tanpa gejala, walaupun mempunya keluhan biasanya tidak khas, seperti nyeri dan panas pada epigastrium, kadang disertai mual dan muntah. Pada gastritis ringan gambaran endoskopi yang akan dijumpai adalah kongesti mukosa, erosi-erosi kecil, kadang-kadang sisertai perdarahan-perdarahan kecil. Lesi seperti ini dapat sembuh sendiri. Tetapi, gastritis ringan ini termasuk dalam dispessia organik. Pada gastritis berat gambaran endoskopi yang akan dijumpai adalah lesi yang lebih berat berupa erosi dan tukak multipel, perdarahan luas dan perforasi saluran cerna. Gastritis yang ditegakkan setelah pemeriksaan klinis dan penunjang yang akurat, mempunyai prognosis yang baik.6

Gambar 1. Keadaan mukosa lambung pada gastritis (http://www.gastrointestinalatlas.com/AcuteGastr9.jpg)

Tukak Peptik Tukak peptik terdiri dari tukak lambung dan tukak duodenum. Etiologi tukak peptik adalah meningkatnya faktor agresif, yaitu Helicobacter pylori, OAINS, rokok dan stress. Merokok dapat meningkatkan kerentanan terhadap infeksi. Helicobacter pylori dengan menurunkan ketahanan dan menciptakan lingkungan yang sesuai untuk Helicobacter pylori. Dapat juga terjadi akibat menurunnya faktor defensif, yaitu 6

mukus dan bikarbonat (berguna untuk menahan pengaruh asam lambung atau pepsin), aliran darah/mikrosirkulasi (berperan mengangkut nutrisi, oksigen dan bikarbonat ke epitel sel) dan prostaglandin endogen (menekan perlekatan dan ekstravasasi leukosit yang merangsang reaksi inflamasi jaringan).Pasien tukak peptik memberi ciri-ciri keluhan seperti, dispepsia, tetapi keluhan yang paling menonjol adalah nyeri ulu hati dan muntah.7,8 Pada tukak gaster ada rasa sakit timbul setelah makan, pada sebelah kiri abdomen. Sedangkan, pada tukak doudenum ada rasa sakit pada sebelah kanan garis tengah perut, timbul saat pasien merasa lapar, rasa sakit dapat membangunkan pasien tengah malam. Rasa sakit hilang setelah makan dan minum obat antasida.

Epidemiologi Dispepsia merupakan keluhan umum yang dalam waktu tertentu dapat dialami oleh seseorang. Berdasarkan penelitian pada populasi umum didapatkan bahwa 15-30% orang dewasa pernah mengalami hal ini dalam beberapa hari. Dari data pustaka Negara Barat didapatkan angka prevalensinya berkisar 7-14%. Tetapi hanya 10-12% saja yang akan mencari pertolongan medis. Angka insiden dispepsia diperkirakan antara 1-8%. Belum ada data epidemiologi di Indonesia.4

Etiopatologi Sekresi asam lambung Diduga adanya peningkatan sensitivitas mukosa lambung terhadap asam yang menimbulkan rasa tidak enak diperut.10

Dismotilitas gastrointestinal Berbagai studi melaporkan bahwa pada dispepsia fungsional terjadi perlambatan pengosongan lambung, adanya hipomotilitas antrum (sampai 50% kasus), gangguan akomodasi lambung waktu makan, disritmia gaster dan hipersensitivitas viseral. Salah satu dari keadaan ini dapat ditemukan pada setengah sampai duapertiga kasus dispepsia fungsional. Perlambatan pengosangan lambung terjadi pada 25-80% kasus dispepsia fungsional, tetapi tidak adanya korelasi antara beratnya keluhan dengan derajat perlambatan pengosongan lambung. Pemeriksaan manometri antro-duodenal memperlihatkan adanya abnormalitas dalam bentuk post antral hipomotilitas prandial, disamping juga ditemukannya disfungsi motorik usus halus. Perbedaan patofisiologi 7

ini yang diduga mendasari perbedaan pola keluhan dan akan mempengaruhi pola pikir pengobatan yang akan diambil.1,5

Ambang rangsang persepsi Penelitian menggunakan balon intragastrik didapatkan hasil bahwa 50% populasi dispepsia fungsional sudah timbul rasa nyeri atau tidak nyaman diperut pada inflasi balon dengan volume yang lebih rendah dibandingkan dengan volume yang menimbulkan rasa nyeri pada populasi kontrol. Tampaknya kasus dispepsia fungsional ini mempunyai hipersensitivitas viseral terhadap distensi balon di gaster atau duodenum. Bagaimana mekanismenya, masih belum dipahami. 5

Disfungsi autonom Disfungsi persyarafan vagal diduga berperan dalam hipersensitivitas gastrointestinal pada kasus dispepsia fungsional. Adanya neuropati vagal juga diduga berperan dalam kegagalan relaksasi bagian proksimal lambung waktu menerima makanan, sehinggan menimbulkan gangguan akomodasi lambung dan rasa cepat kenyang.1

Aktivitas mioelektrik lambung Adanya disrtimia mioelektrik lambung pada pemeriksaan elektrogastrografi pada kurang lebih 40% kasus dispepsia fungsional, tapi sifat ini bersifat inkonsisten. 5

Hormonal Peran hormonal belum jelas dalam patogenesis dispepsia fungsional. Dilaporkan adanya penurunan kadar hormon motilin yang menyebabkan gangguan motilitas antroduodenal. Dalam beberapa percobaan, progesteron, estradiol dan prolaktin mempengaruhi

kontraktilitas

otot

polos

dan

memperlambat

waktu

transit

gastrointestinal.5

Diet dan faktor lingkungan Adanya intoleransi makanan dilaporkan lebih sering terjadi pada kasus dispessia fungsional dibandingkan kasus kontrol.1 8

Psikologis Adanya stres akut dapat mempengaruhi fungsi gastrointestinal dan mencetuskan keluhan pada orang sehat. Dilaporakan adanya kontraktilitas lambung yang mendahului keluhan mual setelah stimulus stres sentral. Tapi korelasi antara faktor psikologik stres kehidupan, fungsi otonom dan motilitas tetap masih kontroversial. Tidak didapatkan personaliti yang karakteritik untuk kelompok dispepsia fungsional ini dibandingkan kelompok kontrol. Walau dilaporkan dalam studi terbatas adanya kecendrungan pada kasus dispepsia fungsional terdapat masa kecil yang tidak bahagia, adanya sexual abuse atau adanya gangguan psikiatrik.5

Gejala Klinis

Karena bervariasinya jenis keluhan dan kuantitas atau kualitasnya pada setiap pasien maka dispepsia fungsional dibagi menjadi 3 subgrup berdasarkan keluhan yang paling mencolok atau dominan, hal ini bertujuan untuk mempermudah diperoleh gambaran klinis pasien yang kita hadapi serta pemilihan alternatif pengobatan awalnya.10 Bila nyeri ulu hati yang dominan dan disertai nyeri pada malam hari, maka dikategorikan sebagai dispepsia fungsional tipe seperti ulkus (ulcer like dyspepsia). Bila kembung, mual, cepat kenyang merupakan keluhan yang paling sering dikemukakan, maka dikategorikan sebagai dispepsia fungsional tipe seperti dismotilitas (dismotility like dyspepsia). Bila tidak ada keluhan yang bersifat dominan, maka dikategorikan sebagai dyspepsia nonspesifik.

Penatalaksanaan Medika mentosa 

Antasida



H2RA (reseptor antagonis H2), seperti ranitidin, simetidin untuk menghilangkan rasa nyeri ulu hati.



PPI (proton pump inhibitor), seperti omeprazol, lansoprazol. 9



Sitoproteksi, seperti misoprostol, sukralfat untuk memproteksi mukosa lambung.



Prokinetik,

seperti

metoklopramid,

domperidon,

cisapride,

untuk

mengurangi nyeri epigastrik, cepat kenyang, distensi abdomen dan mual. 

Antidepresen untuk mengurangi rasa nyeri abdomen.

Non medika mentosa: bila keluhan cepat kenyang, makan dalam porsi kecil tetapi sering dan rendah lemak.10 Prognosis Dispepsia fungsional yang ditegakkan setelah pemeriksaan klinis dan penunjang yang akurat, mempunya prognosis yang baik.

Pencegahan Prinsip dasar ialah menghindari makanan pencetus kenaikan asam lambung seperti pedas, asam, tinggi lemak, kopi, dan sebagainya. Bila keluhan cepat kenyang, dianjurkan untuk makan dalam porsi kecil tepi sering.

Kesimpulan

Dispepsia merupakan istilah yang digunakan untuk suatu sindrom atau kumpulan gejala/ keluhan yang terdiri dari nyeri atau rasa tidak nyaman di ulu hati, kembung, mual, muntah, sendawa, rasa cepat kenyang, perut rasa penuh/begah. Nyeri ulu hati dan kembung adalah gejala dispepsia. Diagnosis dispepsia fungsional didasarkan pada keluhan dispepsia dimana pada pemeriksaan penunjang tidak didapatkan kelainan struktural.

10

Daftar Pustaka 1. Gleadle J. At a glance; anamnesis dan pemeriksaan fisik, editor;Safitri A. Jakarta; Penerbit Erlangga:2008.h.42-3. 2. Djojoningrat D. Pendekatan klinis penyakit gastrointestinal. Ed 5th. Jilid I. Jakarta: InternaPublishing; 2009.441-6. 3. Ilmu kesehatan anak Nelson. Ed 15th. Jilid II. Jakarta: EGC; 2012.1382-95. 4. Diagnosa fisik pada anak. Edisi 2nd. Jakarta: CV Sagung Seto; 2015. 5. Djojoningrat D. Dispepsia fungsional. Ed 5th. Jilid I. Jakarta: InternaPublishing; 2009.529-33. 6. Hirlan. Gastritis. Ed 5th. Jilid I. Jakarta: InternaPublishing; 2009.509-12. 7. Akil HAM. Tukak duodenum. Ed 5th. Jilid I. Jakarta: InternaPublishing; 2009.523-8. 8. Tarigan P. Tukak gaster. Ed 5th. Jilid I. Jakarta: InternaPublishing; 2009.513-23. 9. Makmun

D.

Penyakit

refluks

gastroesofageal.

Ed

5th.

Jilid

I.

Jakarta:

InternaPublishing; 2009.480-7. 10. Aru W. Sudoyo, Bambang S, Idrus A, Marcellus simadibrata, Siti S [editor]. Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid III. Edisi V. Jakarta: Pusat informasi dan Penerbitan bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2009.h.441-533.

11

Related Documents

Sken 9 B23.docx
May 2020 6
Sken 12 B22.docx
June 2020 8
Ppt Sken 3.pptx
November 2019 22
Makalaha2 Sken 3.docx
May 2020 12
Novia Sken 3.docx
May 2020 8
Sken 10.docx
May 2020 2

More Documents from "denara"

Sken 5.docx
May 2020 17
Sken 2.docx
May 2020 2
Sken 2.docx
May 2020 5